2.1. Wilayah Administrasi - DOCRPIJM 6356eeffe1 BAB II04 BAB II PROFIL WILAYAH (RPIJM KOTA TPI) FINAL

2.1. Wilayah Administrasi

2.1.1. Letak Geografis

  Kota Tanjungpinang terletak di Pulau Bintan, berada pada posisi 00 50′ sampai dengan 00 59′ Lintang Utara dan 1040 23′ sampai 1040 34′ Bujur Timur. Luas wilayah Kota Tanjungpinang adalah 258,82 km2 yang terdiri dari 150,86 km2 luas daratan dan 107,96 km2 luas lautan dengan keadaan geologis sebagian berbukit-bukit dan lembah yang landai sampai ke tepi laut dan beberapa pulau seperti Pulau Dompak, Pulau Penyengat, Pulau Terkulai, Pulau Los, Pulau Basing, Pulau Sekatap dan Pulau Bayan.

  Kondisi geografis Kota Tanjungpinang sangat strategis yaitu berbatasan langsung dengan Kota Batam sebagai kawasan perdagangan bebas (FTZ), dan Negara Singapura sebagai pusat perdagangan dunia, juga terletak pada posisi silang perdagangan dan pelayaran dunia, antara timur dan barat, antara Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan. Kondisi geografis wilayah yang sangat strategis jika dimanfaatkan dengan baik akan menjadi potensi geografis yang sangat menguntungkan dan merupkan aset berharga yang turut berperan terhadap pertumbuhan perdagangan regional dan nasional.

  Kota Tanjungpinang dapat dijangkau dengan pesawat udara dari kota- kota besar Indonesia maupun dunia, melalui Bandara Internasional Hang Nadim Batam dan dilanjutkan dengan kapal Ferry menuju ke Pulau Bintan, atau melalui Bandara Raja Haji Fisabilillah. Dari Singapura dan Johor menuju Kota Tanjungpinang dapat ditempuh dengan waktu 2 jam menggunakan kapal ferry ke pelabuhan Sri Bintan Pura.

2.1.2. Batas Administrasi

  Kota Tanjungpinang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bintan, yaitu sebagai berikut:  Sebelah Utara :Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan;  Sebelah Selatan :Kecamatan Mantang, Kabupaten Bintan  Sebelah Barat :Kelurahan Pangkil, Kecamatan Teluk Bintan,

  Kabupaten Bintan  Sebelah Timur :Kec. Bintan Timur dan Kec. Toa Paya,Kabupaten

  Bintan Kota Tanjungpinang terbentuk berdasarkan PP No. 5 Tahun 2001 sebagai daerah otonom kota. Sebelumnya Kota Tanjungpinang memiliki status sebagai Kota Administratif Tanjungpinang dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Riau. Melalui pembentukan Kota Tanjungpinang sebagai salah satu daerah otonom di Indonesia, maka statusnya sebagai kota administratif dihapus. Secara administratif di wilayah Kota Tanjungpinang terdiri dari 4 (empat) kecamatan yaitu Kecamatan Tanjungpinang Barat yang memiliki 4 (empat) Kelurahan, Tanjungpinang Timur yang memiliki 5 (lima) Kelurahan, Tanjungpinang Kota yang memiliki 4 (empat) Keluraha dan Kecamatan Bukit Bestari yang memiliki 5 (lima) Kelurahan dengan satu pulau yang ditetapkan sebagai kawasan perkantoran pemerintah provinsi Kepulauan Riau yaitu Pulau Dompak. Untuk lebih jelas wilayah administrasi Kota Tanjungpinang seperti disajikan Tabel 2.1 dan Gambar 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1 : Luas Wilayah Administrasi Kota Tanjungpinang Tahun 2015 No Nama Kecamatan dan Kelurahan Luas Wilayah (Ha)

  Kelurahan Tanjungpinang Kota 2. Kelurahan Kampung Bugis 3. Kelurahan Senggarang 4. Kelurahan Penyengat

  201 432 128

  233 3.747

  4.650

  Kelurahan Tanjungpinang Timur 2. Kelurahan Dompak 3. Kelurahan Tanjungayun Sakti 4. Kelurahan Sei Jang 5. Kelurahan Tanjung Unggat

  4 Kecamatan Bukit Bestari terdiri dari: 1.

  171

  94 1.967 1.439

  3.670

  3 Kecamatan Tanjungpinang Kota terdiri dari: 1.

  1 Kecamatan Tanjungpinang Barat terdiri dari: 1.

  1.933 1.904 1.547

  421 262

  6.094

  Kelurahan Melayu Kota Piring 2. Kelurahan Kampung Bulang 3. Kelurahan Air Raja 4. Kelurahan Batu Sembilan 5. Kelurahan Pinang Kencana

  2 Kecamatan Tanjungpinang Timur terdiri dari: 1.

  75

  191 100 184

  549

  Kelurahan Tanjungpinang Barat 2. Kelurahan Kemboja 3. Kelurahan Kampung Baru 4. Kelurahan Bukit Cermin

  Total Luas Wilayah Kota Tanjungpinang 15.086 Sumber : Kota Tanjungpinang Dalam AngkaTahun 2015

2.2. Potensi Wilayah Kota Tanjungpinang

2.2.1. Potensi Fisik

A. Potensi Pengembangan Permukiman

  Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal. Berbagai isu strategis di sektor pengembangan permukiman yang ada di Provinsi Kepulauan Riau diantaranya adalah:  Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.  Percepatan pencapaian target MDGS 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga kumuh perkotaan.  Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.  Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi tehadap proporsi penduduk perkotaan dan bertambahnya kawasan kumuh.  Belum optimalnya pemanfaatan infrastruktur permukiman yang sudah dibangun.  Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.  Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

  Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tanjungpinang, kondisi kawasan yang potensial untuk pengembangan wilayah terbangun sebesar 126,45 km² atau sekitar 96,13% dari total luas daratan. Kawasan kendala hanya mencakup wilayah seluas 5,09 km²atau sekitar 3,87%. Sedangkan untuk kawasan limitasi dari sisi kelas lereng, di Kota Tanjungpinang hampir tidak ditemui karena tidak ada ketinggian lereng di atas 40%. Kalaupun ada kawasan limitasi hanyalah berupa hutan lindung Bukit Kucing dan Sungai Pulai.

  Kriteria kawasan yang berpotensi, kawasan kendala dan kawasan limitasi adalah sebagai berikut:  Kawasan Potensi adalah kawasan yang sesuai dan cocok untuk dikembangkan untuk berbagai kegiatan, dengan kisaran lereng 0-15%.  Kawasan Kendala adalah kawasan yang sesuai dan cocok untuk pengembangan kegiatan-kegiatan tertentu (seperti rekreasi umum dan bangunan terhitung) yang dapat dikembangkan dengan bantuan teknologi atau persyaratan-persyaratan teknis, dengan kisaran lerengnya 15-40%.

   Kawasan Limitasi adalah kawasan yang tidak berpotensi untuk pengembangan kegiatan budidaya, dengan kisaran lerengnya > 40% Berdasarakan kriteria yang telah disebutkan diatas wilayah Kota Tanjungpinang sangat berpotensi untuk pengembangan kawasan permukiman. Permukiman di Kota Tanjungpinang cukup beragam karakteristiknya,yaitu terdiri dari permukiman tepi laut, permukiman perdesaan serta permukiaman perkotaan. Permukiman tepi laut tersebar hampir semua wilayah kecamatan yang ada di Kota Tanjungpinang. Hal ini sesuai dengan arah perkembangan kota yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Arah perkembangan Kota Tanjungpinang yang sebelumnya merupakan kota tradisional dengan aktivitas utama ialah di sektor kelautan menjadi sebuah kota modern dengan aktivitas utama di sektor perdagangan dan jasa, adapun isu strategis pengembangan permukiman di wilayah Kota Tanjungpinang, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.2. : Isu Strategis Pengembangan Permukiman Kota Tanjungpinang No. Isu Strategis Keterangan

  Pembangunan perumahan khususnya untuk masyarakat berpendapatan menengah ke Kawasan ini adalah kawasan bawah, dipelopori oleh Perum Perumnas permukiman yang terlanjur 1 sebagai developer milik pemerintah dengan berkembang dimana isu melakukan pembangunan perumahan lingkungan yang merupakan beberapa daerah termasuk di Kota pertimbangan utama, Tanjungpinang

  Permukiman baru tumbuh dan berkembang seiring dengan Munculnya permukiman baru di sekitar

  2 pertumbuhan ekonomi dan

  Kecamatan Tanjungpinang Timur penduduk di Kota Tanjungpinang Sarana dan prasaarana

  Sarana dan Prasarana permukiman yang permukiman terutama di

  3 masih belum tersebar secara merata kawasan padat dan kumuh masih kurang memadai Kawasan permukiman kumuh

  Kawasan permukiman padat dan kumuh tersebar di Kelurahan Tanjung

  3 tersebar di beberapa lokasi Kota Tanjungpinang Unggat, Senggarang, Tanjung Ayun Sakti dan lainnya

  Tipologi permukiman yang ada di Kota Tanjungpinang meliputi permukiman padat tepi laut dan permukiman perkotaan, berikut ini adalah penjelasan masing-masing tipologi permukiman yang ada di Kota Tanjungpinang.

1. Permukiman Padat Tepi Laut

  Yang termasuk permukiman padat tepi laut di Kota Tanjungpinang tersebar di beberapa lokasi antara lain Tanjung Unggat, Lembah Purnama, Pantai Impian, Pelantar Sulawesi, Kp. Bugis. Berikut ini gambaran permukiman padat tepi laut :

Gambar 2.2. : Permukiman Padat Tepi Laut

2. Permukiman Perkotaan

  Permukiman padat perkotaan di Kota Tanjungpinang tersebar di kawasan yang merupakan kota lama dari Tanjungpinang, yaitu diantaranya Kelurahan Kemboja dan Kelurahan Senggarang Untuk lebih jelasnya mengenai Visualisasi Tipologi Permukiman Padat Perkotaan dapat dilihat pada Gambar berikut :

Gambar 2.3 : Kawasan Permukiman PerkotaanGambar 2.4. : Kawasan Kumuh Kampung Bugis Sementara itu untuk lokasi permukiman kumuh di Kota Tanjungpinang tersebar di Kelurahan Tanjung unggat, Tanjung Ayun Sakti, Kampung Baru, Tanjungpinang Timur, Kemboja, Senggarang dan Kampung Bugis.

Gambar 2.4 diatas merupakan kawasan kumuh yang berada di Kelurahan

  Kampung Bugis, Kecamatan Tanjungpinang Kota merupakan salah satu kawasan permukiman padat penduduk dengan kondisi perumahan yang kumuh, luas kawasan yang teridentifikasi kumuh berdasarkan SK Walikota Tanjungpinang yaitu 18,9 Ha. Kondisi lingkungan permukiman tidak tertata, bangunan padat, sarana dan prasarana tidak memadai serta sanitasi masyarakat yang berda dibawa standar kesehatan. Kondisi permukiman tersebut menimulkan berbagai macam persoalan baik persoalan sosial masyarakat maupun masalah kesehatan, permasalahan yang sering ditemukan di wilayah tersebut adalah permasalahn kesehatan, dengan kondisi lingkungan yang sudah tercemar oleh limbah domestik maupun limbah rumah tangga sehingga banyak timbul penyakit kulit dan penyakit menular lainnya. Kelurahan Tanjung Unggat terletak di kecamatan Bukit Bestari merupakan kawasan permukiman padat dan kumuh, luas kawasan yang teridentifikasi kumuh yaitu 31,6 Ha kondisi lingkungan permukiman tidak tertata, bangunan padat, sarana dan prasarana tidak memadai.

Gambar 2.5. : Kawasan Kumuh Tanjung Unggat

B. Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya

  Lingkup Kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitaas permukiman dan lingkungan meliputi : 1) Kegiatan penataan lingkungan permukiman

   Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)  Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)  Pembangunan Prasarana dan sarana peningkatan lingkungan permukiman kumuh dan nelayan  Pembangungan prasarana dan sarana penataan lingkungan permukiman tradisional

  2) Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung  Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan  Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung arsitektur  Pelatihan teknis 3) Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan  Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan  Paket Replikasi Untuk dapat merumuskan isu strategis bidang PBL maka dapat dilihat dari agenda internasional yang mempengaruhi sektor PBL untuk agenda Nasional, salah satunya adalah program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di Kabupaten / Kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/Kota.

  Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapain MDG‟s 2015 khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup, Target MDGs yang terkait bidang cipta karya adalah target 7c, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015 serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020. Agenda Habitat juga merupakan salah satu agenda internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat 1 yang diselenggarakan di Vancouver, Canada pada 31 Mei- 11 Juni 1976 sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978 yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan, Konferensi habitat II yang dilaksanakan di Istanbl Turki, pada 3 –1 Juni 1996 dengan dua tema pokok yaitu “Adequate Shelter For All” dan „Suistainable Human Settlements Development in an Urbanizing word” sebagau keraangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat. Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat Provinsi Kepulauan Riau untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Penataan Lingkungan Permukiman

  a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL

  b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan

  c. Pemenuhan Kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan

  d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal

  e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenurahan standar pelayanan minimal f. Perlibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan

  2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  a. Tertib pembangunan dan keandalan bangungan gedung (Keselamatan, Kesehatan, Kenyamanan dan kemudahan)

  b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional tertib andal dan mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah negara

  3. Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

  a. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU Paket.

  b. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan. Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi antara lain :

  1. Penataan Lingkungan Permukiman

  a. Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana dan sistem proteksi kebakaran b. Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa

  RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman

  c. Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta Heritage d. Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM

  2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  a. Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  b. Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia c. Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan )

  d. Kurang ditegakannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana

  e. Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian f. Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan g. Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan h. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien i. Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik

  3. Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau

  a. Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana dan lingkungan Hijau/terbuka, sarana olahraga

  4. Kapasitas Kelembagaan Daerah

  a. Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan

  b. Masih adanya tuntunan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi c. Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan di daerah dalam penyediaan perangkat pengaturan

C. Sistem Penyediaan Air Minum

  Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum.

  Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.

  Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:

  1. Peningkatan Akses Aman Air Minum;

  2. Pengembangan Pendanaan;

  3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;

  4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan;

  5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;

  6. Rencana Pengamanan Air Minum;

  7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan

  8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi

  Dalam pengembangan SPAM di Tingkat daerah lebih khususnya di Provinsi Kepulauan Riau terdapat beberapa isu strategis yang mengacu kepada Dokumen Rencana Sistem Penyediaan Air Minum di Provinsi Kepulauan Riau antara lain yaitu:

  1. Berkurangnya pemakaian air tanah dan terpeliharanya sumber daya air tanah dan air permukaan sebagai air baku.

  2. Terlaksananya distribusi air minum untuk seluruh lapisan masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan serta pulau - pulau kecil yang memiliki keterbatasan sumberdaya air baku untuk air minum

  3. Terlaksananya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air yang dapat mendukung kebutuhan penduduk serta aktivitas kawasan perencanaan dengan melihat kecenderungan dan kendala faktor ketersediaan produksi air dan kecenderungan peningkatan aktivitas dan penduduk dan penyediaan air minum untuk masyarakat dengan kualitas yang baik serta kuantitas yang mencukupi secara berkesinambungan.

  4. Terlaksananya konservasi air tanah untuk pengendalian muka tanah, muka air tanah dan kerusakan struktur tanah.

  5. Tersedianya air minum yang memenuhi standar yang ditetapkan, baik secara kualitas maupun kuantitas kepada seluruh penduduk.

  6. Tercapainya target pelayanan air minum sebesar 75% pada akhir tahun perencanaan.

  7. Terjaganya konservasi hutan dalam rangka menjaga ketersediaan air baku dari sumber sumber air yang ada di Provinsi Kepulauan Riau.

2.2.2. Potensi Sumberdaya Alam

  Potensi sumberdaya alam yang terdapat di wilayah perencanaan meliputi potensi pertambangan, bahan galian, potensi air tanah serta potensi kelautan. Kota Tanjungpinang memiliki potensi sumberdaya alam berupa bahan galian adalah bauksit dan bahan galian golongan C, yang terdapat di Kelurahan Dompak, Batu IX dan Senggarang. Potensi bahan galian tersebut sangat terbatas dan menimbulkan berbagai dampak yang negatif terhadap lingkungan. Sedangkan untuk potensi sumber air tanah tersebar hampir di seluruh wilayah Kota Tanjungpinang, hal tersebut terlihat dari banyaknya masyarakat yang memiliki sumur untuk sumber air bersihnya. Secara geografis dan administrasi Kota Tanjungpinang merupakan wilayah yang sebagai besar dikelilingi oleh lautan, maka pemanfaatan potensi kelautan seperti perikanan tangkap, budidaya ikan, pengolahan hasil tangkapan serta berbagi industri kerajinan yang memanfaatkan komoditi lautan. Potensi kelautan juga merupakan komoditi penentu selain sebagai mata pencahrian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari, juga dengan memeanfaatkan komoditi lautan dapat meningkatkan perekonomian sekaligus pendapat masyarakat. Berbagai jenis komoditi ikan laut yang terdapat di Kota Tanjungpinang termasuk komoditi pengolahan hasil tangkapan.

  Wilayah penyebaran potensi kelautan ini menyebar di seluruh wilayah perairan Kota Tanjungpinang. Secara lebih jelas mengenai peta potensi sumberdaya alam di Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada Gambar 2.3

2.2.3. Potensi Bencana Alam

  Bila dilihat secara keseluruhan wilayah Kota Tanjungpinang dapat dianggap tidak mempunyai potensi bencana alam seperti imbasan gempa dan tsunami (berdasarkan peta rawan gempa dan tsunami Indonesia). Hal ini di sebabkan karena Kota Tanjungpinang relatif jauh dari subduksi pasifik di sepanjang pantai Barat Sumatera, sehingga kemampuan standar yang selama ini dilaksanakan di Kota Tanjungpinang masih dapat dikembangkan. Wilayah rawan kebencanaan yang paling mungkin terjadi di Kota Tanjungpinang adalah genangan/banjir, erosi, dan longsor tanah di bagian hulu. Hal ini bukan disebabkan oleh kondisi geologi wilayah yang tidak stabil, melainkan lebih dikarenakan oleh perilaku kegiatan budidaya manusia yang berlebih-lebihan dan kurang memperhatikan pentingnya kelestarian lingkungan.

  Potensi genangan/banjir di Kota Tanjungpinang lebih disebabkan oleh kondisi drainase yang kurang baik. Sistem drainase Kota Tanjungpinang menggunakan sistem drainase terbuka dan sistem drainase tertutup,sistem drainase tertuup mempunyai potensi genangan/banjir lebih besar jika tidak diperhatikan karena lebih mudah tersumbat oleh sampah dll, sedangkan sistem drainase terbuka potensi genangan/banjir karena ketidakmampuan drainase tersebut untuk menampung kuantitas air yang cukup banyak sehingga meluap dan menyebabkan genangan/banjir.

  Potensi genangan/banjir ini dapat dilihat apabila terjadi hujan yang cukup lebat hingga lebat. Potensi erosi juga merupakan bencana alam yang sering terjadi di Kota Tanjungpinang sehingga menyebabkan berbagai masalah seperti longsor dll. Bencana alam seperti longsor sangat dipengaruhi oleh kondisi alam yang tidak menentu dan kondisi geologi wilayah yang tidak stabil. Secara lebih jelas mengenai wilayah potensi bencana alam di Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada Gambar 2.4

2.2.4. Potensi Pariwisata

  Pengembangan potensi /wisata dalam suatu daerah dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dengan pengelolaan yang menerapkan konsep ekoturisme. Pendapatan Asli Daerah yang merupakan gambaran potensi keuangan daerah pada umumnya mengandalkan unsur pajak daerah dan retribusi daerah. Berkaitan dengan pendapatan asli daerah dari sektor retribusi, maka daerah dapat menggali potensi sumber daya alam yang berupa obyek wisata. Pemerintah menyadari bahwa sektor pariwisata bukanlah merupakan sektor penyumbang terbesar dalam pendapatan daerah, tetapi berpotensi dalam meningkatkan pendapatan asli daerah. Untuk meningkatkan peran kepariwisataan, sangat terkait antara barang berupa obyek wisata sendiri yang dapat dijual dengan sarana dan prasarana yang mendukungnya yang terkait dalam industri pariwisata. Usaha mengembangkan suatu daerah tujuan wisata harus memperhatikan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan suatu daerah tujuan wisata. Objek wisata yang ada di Kota Tanjungpinang, diantaranya merupakan wisata sejarah dan agama, hal ini dikarenakan Kota Tanjungpinang berdasarkan sejarah merupakan pusat Kerajaan Riau-Lingga. Penyengat Kecamatan Tanjungpinang Kota. Peninggalan sejarah yang masih ada diantaranya yaitu Gedung lstana, Kantor Gedung Tengku Bilik, Mesjid Penyengat, Makam Engku Putri dan Makam Raja Haji. Keberadaan peninggalan bersejarah itu perlu dijaga kelestariannya agar tidak mengalami penurunan nilai sejarahnya karena merupakan daya tarik utama untuk menarik minat wisatawan lokal, nasional maupun mancanegara untuk datang ke Kota Tanjungpinang.

  Penyengat Kecamatan Tanjungpinang Kota. Peninggalan sejarah yang masih ada diantaranya yaitu Gedung lstana, Kantor Gedung Tengku Bilik, Mesjid Penyengat, Makam Engku Putri dan Makam Raja Haji. Keberadaan peninggalan bersejarah itu perlu dijaga kelestariannya agar tidak mengalami penurunan nilai sejarahnya karena merupakan daya tarik utama untuk menarik minat wisatawan lokal, nasional maupun mancanegara untuk datang ke Kota Tanjungpinang. Selain di Kelurahan Penyengat, wisata agama lainnya ada di Kelurahan Senggarang, obyek wisata yang terdapat di wilayah Kelurahan Senggarang meliputi; klenteng yang menjadi tempat yang wajib dikunjungi oleh masyarakat Kong hu cu baik dari Kota Tanjungpinang maupun umat Kong hu cu dari luar negeri seperti dari Singapura dan Malaysia. Keberadaan kawasan wisata sangat berpengaruh pada kondisi atau keadaan masyarakat sekitar tempat tersebut. Menurut Alikodra (1994), kegiatan wisata dapat meningkatkan perekonomian sektor informal, begitu juga dengan perekonomian masyarakat sekitar kawasan wisata. Kegiatan rekreasi selain berdampak baik untuk wisatawan juga akan berdampak bagi masyarakat di sekitar kawasan wisata. Biasanya masyarakat akan memanfaatkan kegiatan wisata tersebut untuk mencari nafkah. Berbagai profesi dapat dilakukan oleh masyarakat di sekitar kawasan wisata seperti berdagang, bertani dan beternak (Rachmawati, 2005). Berdasarkan data BPS Tahun 2015 jumlah wisatawan yang datang ke Tanjungpinang masih didominasi oleh wisatawan dari Singapura dengan 71,39% dan Malaysia sebanyak 13,71%. Selain itu, wisatawan dari eropa juga datang ke Tanjungpinang, seperti dari Negara Inggris, Perancis, dan juga dari Amerika Serikat. Pada tahun 2013, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Tanjungpinang mengalami penurunan sebesar 1,48%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.3 : Jumlah Wisatawan Berdasarkan Kewarganegaraan yang Datang Kota Tanjungpinang No Kewarganegaraan Jumlah Presentase

  1 Singapura 70.049 71,39

  2 Malaysia 13.452 13,71

  3 Jepang 256 0,26

  No Kewarganegaraan Jumlah Presentase

  4 Korea Selatan 234 0,24

  5 Jerman 526 0,54

  6 Tiongkok 3.247 3,31

  7 India 2.168 2,21

  8 Philipina 1.761 1,79

  9 Prancis 485 0,49

  10 Inggris 1.060 1,08

  11 Australia 647 0,66

  12 Amerika Serikat 490 0,50

  13 Lainnya 3.746 3,82 Jumlah 98.121 100,00

  Sumber : Tanjungpinang Dalam Angka, 2015

Gambar 2.5 Obyek-obyek wisata di Kota Tanjungpinang (Wisata Pulau Penyengat) ( Vihara Avalokitesvara Graha) (Patung Seribu)

   ( (Wisata Kota Lama) Wisata Tepi Laut)

2.2.5. Potensi Pengembangan Wilayah

  Kota Tanjungpinang memiliki beberapa potensi sumber daya alam yang bisa dikelola, dalam rangka mendongkrak pendapatan daerah. Potensi sumber daya alam tersebut adalah:

  1. Potensi Hutan Luas hutan di Kota Tanjungpinang yaitu sekitar 367,7 hektar.

  Semuanya termasuk hutan lindung yang terdapat hanya di Kecamatan Bukit Bestari dan Tanjungpinang Timur. Luas hutan lindung di Kecamatan Bukit Bestari yaitu 54,4 hektar, sedangkan di Kecamatan Tanjungpinang Timur yaitu 313,3 hektar.

  2. Potensi Pertanian Pangan Komoditas tanaman pangan yang berada di Kota Tanjungpinang yaitu jagung, ubi kayu, ubi jalar, padi sawah, dan kacang tanah. Berdasarkan data Kota Tanjungpinang dalam angka. Jumlah produksi bahan makanan terbesar di Kota Tanjungpinang pada tahun 2014 adalah jagung yang mencapai 19 Ha dengan produktifitas mencapai 260 ton. Sedangkan ubi kayu mencapai 9 Ha dengan produktifitas sebesar 144 ton. Jenis sayur-sayuran yang produksinya di atas 50 ton pada tahun 2014 adalah sawi. Sedangkan Produksi buah-buahan yang paling banyak pada tahun 2014 adalah nangka, yakni mencapai 227,2 ton.

  3. Potensi Peternakan Ternak salah satu potensi ekonomi yang dimiliki olehpetani/peternak di Kota Tanjungpinang yang sifatnya sambilandan bukan menjadi mata pencarian pokok oleh penduduk Kota Tanjungpinang. Jenis usaha ternak yang di usahakan antara lainsapi, kerbau, kambing, dan babi serta jenis unggas lainnya. Berdasarkan data BPS Pada tahun 2014 populasi sapi berjumlah 368 ekor, populasi kambing berjumlah 257 ekor, dan populasi babi berjumlah 620 ekor. Populasi ternak sapi dan kambing meningkat akan tetapi populasi kerbau dan babi menurun jika dibandingkan dengan tahun lalu. Populasi ternak unggas yang banyak di pelihara adalah ayam ras petelur dan ayam ras pedaging. Walaupun tidak tertalu banyak, populasi ayam ras petelur dan ayam pedaging pada tahun 2014 masingmasing 62.000 dan 58.400 ekor.

  4. Potensi Perikanan Sebagian dari luas Kota Tanjungpinang merupakan daerah perairan.

  Untuk itu potensi kelautan merupakan salah satu komoditi penentu yang dapat meningkatkan perekonomians ekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat. Berbagai jenis komoditi ikan yang terdapat di Kota Tanjungpinang adalah ikan air tawar, ikan laut, dan komoditi pengolahan hasil tangkap, dimana wilayah penyebaran potensi perikanan ini terdapat pada sepanjang perairan Kota Tanjungpinang. Berdasarkan data Kota Tanjungpinang dalam angka. Produksi penangkapan ikan tahun 2014 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 produksi perikanan berjumlah 15.766,74 ton. Nilai produksi perikanan justru mengalami kenaikan. Pada tahun 2013 senilai 377.276.775 ribu rupiah dan pada tahun 2014 menjadi 451.177.140 ribu rupiah.

  5. Potensi Industri Kegiatan Industri Rumah Tangga merupakan komoditas utama yang cukup potensial dan mempunyai pasar yang baik di Kota Tanjungpinang. Jenis industri yang ada adalah Industri Rumah Tangga Kecil dan

  Menengah. Adapun industri kecil dan rumah tangga yang potensial dan sudah banyak dipasarkan baik lokal maupun antar daerah seperti makanan, dan hasil kerajinan dari laut. Sedangkan industri menengah yang sudah berkembang dan mendapat pasar adalah industri konveksi/garmen dan industri pengolahan hasil pertanian. Wilayah penyebaran potensi industri di Kota Tanjungpinang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan juga telah diamantkan dalam arahan kebijakn Kawasan Strategis Nasional (KSN) Batam Bintan Karimun (BBK), yang dapat dijadikan kawasan industri besar ataupun industri sedang adalah di kawasan pengembangan baru di Dompak darat dan kawasan industri yang sudah eksis yaitu industri Air Raja. Potensi ini merupakan prospek yang baik dalam mendukung visi pembangunan Kota Tanjungpinang sebagai kota dagang dan industri. Berdasarkan data Kota Tanjungpinang dalam angka pada tahun 2014 terdapat 13 perusahaan Industri Besar dan Sedang di Kota Tanjungpinang yang mampu menyerap 1.442 tenaga kerja. Dibandingkan dengan tahun 2012, jumlah perusahaan bertambah satu perusahaan dan tenaga kerja yang diserap bertambah sebanyak 405 orang.

  6. Potensi Tambang Kegiatan pertambangan adalah bagian dari kegiatan ekonomi yang mendayagunakan sumber daya alam dan diharapkan dapat menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Secara teknis kegiatan pertambangan meliputi proses pembersihan lahan; pengambilan dan penimbunan top soil serta overburden penambangan bahan galian dan penimbunan kembali sehingga memberikan dampak perubahan bentang alam. Jenis-jenis bahan tambang juga potensial dan cukup untuk dilakukan eksplorasi seperti Bauksit dan Galian Golongan C yang terdapat di Kelurahan Dompak, Batu IX dan Senggarang. Potensi pertambangan lainnya masih dalam tahap survei atau penelitian. Berdasarkan visi Kota Tanjungpinang serta analisis potensi daerah, maka yang menjadi prioritas Daerah Kota Tanjungpinang adalah pengembangan di bidang perdagangan, bidang pariwisata,bidang industri, bidang kelautan dan perikanan, bidang pertanian,bidang kehutanan, serta bidang Energi dan Sumber Daya Mineral. Sumber daya mineral yang dimiliki antara lain golongan bahan galian pertambangan tingkat C dan B yang meliputi pertambangan bouxit, tanah uruk dan sumber air baku, namun kekayaan ini pada umumnya merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Oleh karenanya agar tetap memberi manfaat dan kemakmuran bagi masyarakat maka perlu pengelolaan yang baik dengan menyusun perencanaan dan berorentasi jauh kedepan serta selalu mempertimbangkan aspek rehabilatsi lahan pasca tambang. Pada pasca tambang, kegiatan yang utama dalam merehabalitisai lahan yaitu mengupayakan agar menjadi ekosistem yang berfungsi optimal atau menjadi ekosistem yang lebih baik. Reklamasi lahan dilakukan dengan mengurug kembali lubang tambang serta melapisinya dengan tanah pucuk, dan revegetasi lahan serta diikuti dengan pengaturan drainase dan penanganan/pencegahan air asam tambang. Penataan lahan bekas tambang disesuaikan dengan penetapan tataruang wilayah bekas tambang. Lahan bekas tambang dapat difungsikan menjadi kawasan lindung ataupun budidaya. Lahan pasca tambang memerlukan penanganan yang dapat menjamin perlindungan terhadap lingkungan.

2.3. Demografi dan Urbanisasi

2.3.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Tanjungpinang

  Sebagai modal dasar pembangunan penduduk merupakan asset penting dalam menggerakkan pembangunan suatu daerah. Bukan hanya dengan jumlah yang besar saja tetapi didukung oleh kualitas yang baik lebih berguna dalam rangka meningkatkan mutu kehidupan yaitu kesejahteraan, keharmonisan, kenyamanan dan keamanan masyarakat secara umum. Jumlah penduduk Kota Tanjungpinang sebagai ibukota provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2014 berdasarkan data badan pusat statistik (BPS) adalah berjumlah 199.723 jiwa dan merupakan jumlah penduduk terbanyak kedua di provinsi Kepri setelah Kota Batam. Perkembangan jumlah penduduk Kota Tanjungpinang berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Tanjungpinang, tidak mengalami perkembangan yang cukup berarti dari data tahun 2012 dan 2013 jumlah penduduk Kota Tanjungpinang mengalami peningkatan yaitu tahun 2012 yaitu 1.476 jiwa menigkat menjadi 1497 jiwa pada tahun 2013, sedangkan 2014 mengalami penurunan menjadi 1.324 jiwa. Untuk lebih jelasnya penyebaran penduduk dan kepadatan penduduk setiap kecamatan di Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.4. : Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Tanjungpinang Kepadatan Penduduk No Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) (Jiwa/Km2)

  1 Bukit Bestari 57.732 1.241

  2 Tanjungpinang Timur 75.543 1.258

  3 Tanjungpinang Kota 18.148 420

  4 Tanjungpinang Barat 48.300 10.500

  2014 199.723 1.324 2013 196.980 1.497 2012 194.099 1.476 Sumber : Tanjungpinang Dalam Angka, 2015

  Jumlah dan kepadatan penduduk di Kota Tanjungpinang terus mengalami peningkatan. Menurut data BPS Kota Tanjungpinang tahun 2014, kepadatan penduduk Kota Tanjungpinang pada tahun 2012 adalah 194.099 jiwa dengan kepadatan 1.476 jiwa/Km2, pada tahun 2013 jumlah dan kepadatan penduduk mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu 196.980 jiwa degan kepadatan penduduk rata-rata sebayak 1.497 jiwa/Km2. Pada tahun 2014 jumlah dan kepadatan penduduk Kota Tanjungpinang mengalami peningkatan yaitu 199.723 jiwa dengan kepadatan penduduk sebanyak 1.324 jiwa/Km2.

  Kecamatan yang memliki jumlah penduduk terbanyak adalah kecamatan Tanjungpinang Timur dengan jumlah penduduk mencapai 75.543 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 1.258 jiwa/Km2, kemudian disusul dengan kecamatan Bukit Bestari yang memiliki jumlah penduduk mencapai 57.732 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.241jiwa/Km2 dan kecamatan Tanjungpinang Barat yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 48.300 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 10.500 jiwa/Km2, sedangkan kecamatan Tanjungpinang Kota yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit yaitu 18.148 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 420 jiwa/Km2. Penyebaran penduduk di Kota Tanjungpinang belum merata pada setiap kecamatan. Dari data kepadatan penduduk setiap kecamatan pada tabel diatas terlihat bahwa penduduk terpadat berada di Kecamatan Tanjungpinang Barat, dengan jumlah penduduk sebanyak 48.300 jiwa dan luas daratan 4,6 km2 sehingga setiap km2 terdapat 10.500 jiwa. Selanjutnya diikuti oleh Kecamatan Tanjungpinang Timur, dengan 1.258 jiwa/km2 dan Bukit Bestari serta Tanjungpinang Kota masing-masing dengan 1.241 jiwa/Km2 dan 420 jiwa/Km2. Penyebaran penduduk yang tidak merta di Kota Tanjungpinang dipengaruhi oleh pola hidup masyarakat yang lebih berorientasi ke pusat kota, dan pembangunan infrastruktur yang tidak merata di setiap wilayah kecamatan. Oleh karena itu hal ini menjadi permasalah yang harus segera diselesaikan sehingga tidak menyebabkan penumpukan penduduk sehingga menimbulkan kesan kumuh di pusat kota.

2.3.2. Jumlah Penduduk Miskin Kota Tanjungpinang

  Kemiskinan merupakan masalah pembangunan diberbagai bidang yang mencakup banyak segi, dan ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan yang nantinya menjadi ketimpangan antar sektor, wilayah dan antar kelompok atau golongan masyarakat (sosial). Dengan demikian kemiskinan merupakan masalah bersama antara pemerintah, masyarakat dan segenap pelaku ekonomi. Keadaan kemiskinan pada umumnya diukur dengan tingkat pendapatan dan dapat dibedakan menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Selain itu, berdasarkan pola waktunya kemiskinan dapat dibedakan menjadi: persistent poverty, cyclical poverty, seasonal poverty, serta accidenal poverty.

  Penduduk miskin erat kaitannya dengan wilayah miskin. Wilayah dengan potensi daerah yang tertinggal besar kemungkinan menyebabkan penduduknya miskin. Oleh karena itu pendekatan pemecahan kemiskinan dapat pula dilakukan terhadap pengembangan wilayah atau desa yang bersangkutan. Apabila dikaji terhadapfaktor penyebabnya, maka terdapat kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya.

  Jumlah penduduk miskin di Kota Tanjungpinang berdasrkan data BPS Kota Tanjungpinang tahun 2015 jumlah rumah tangga miskin di Kota Tanjungpinang sebanyak 8.935 rumah tangga. jumlah rumah tangga miskin di Kota Tanjungpinang i terbagi dalam 4 kategori yang meliputi 1.258 rumah tangga sangat miskin (SM), 1.781 rumah tangga miskin (M), 3.117 rumah tangga hampir miskin (HM), dan 2.779 rumah tangga rentan miskin lainnya (RML). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut ini.

Tabel 2.4 : Jumlah Rumah Tangga Miskin Menurut Kecamatan Jumlah Rumah Tangga Menurut Kategori Kemiskinan No Kecamatan

  Jumlah SM M HM RML

  1 Bukit Bestari 314 378 808 832 2.332

  2 Tanjungpinang Timur 330 603 1.168 1.032 3.133

  3 Tanjungpinang Kota 367 391 491 242 1.491

  4 Tanjungpinang Barat 247 409 650 673 1.979

Total 1.258 1.781 3.117 2.779 8.935

Sumber : Tanjungpinang Dalam Angka, 2015

  Penyebaran rumah tangga miskin di Kota Tanjungpinang tersebar di setiap kecamatan. Rumah tangga miskin di Kota Tanjungpinang terdiri dari 4 kategori berdasarkan pendataan PPLSD pada tahun 2013 yaitu sangat miskin (SM), miskin (M), hampir miskin (HM) dan rentan miskin lainnya (RML). Kategori rumah tangga hampir miskin (HM) merupakan yang paling banyak yaitu 3.117, rumah tangga miskin kategori rentan miskin (RML) yaitu sebanyak 2.779, kemudian dikuti oleh rumah tangga miskin kategori miskin (M) dan sangat miskin (SM) yang masing-masing berjumlah 1.781 dan 1.258 rumah tangga.

  Rumah tangga dengan kategori sangat miskin (SM), paling banyak pertama berada di wilayah Kecamatan Tanjungpinang Kota yaitu 367, jumlah rumah tangga dengan kategori miskin (M) dan hampir miskin(HM) paling banyak berada di wilayah Kecamatan Tanjungpinang Timur yaitu sebanyak 603 dan 1.168, sedangkan jumlah rumah tangga dengan kategori rentan miskin lainnya (RML) paling banyak berada di wilayah Kecamatan Tanjungpinang Timur.

2.3.3. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Tanjungpinang

  Pertumbuhan penduduk mengindikasikan bahwa ada peningkatan akan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana di suatu wilayah. Oleh karena itu dalam suatu arahan pembangunan diperlukan proyeksi penduduk sehingga kebutuhan penduduk suatu wilayh dapat terpenuhi untuk masa datang. Proyeksi penduduk (population projections) dan peramalan penduduk (population forecast) sering dipergunakan sebagai dua istilah yang sering dipertukarkan. Meskipun demikian, kedua istilah ini sebenarnya memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Berbagai literatur menyatakan proyeksi penduduk sebagai prediksi atau ramalan yang didasarkan pada asumsi rasional tertentu yang dibangun untuk kecenderungan masa yang akan datang dengan menggunakan peralatan statistik atau perhitungan matematik. Di sisi lain, peramalan penduduk (population forecast) bisa saja dengan/tanpa asumsi dan atau kalkulasi tanpa kondisi, syarat dan pendekatan tertentu (Smith, et.al 2001). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa peramalan adalah proyeksi, tetapi tidak semua proyeksi membutuhkan peramalan. Proyeksi penduduk adalah perhitungan kondisi masa depan yang mungkin terjadi dengan menggunakan beberapa asumsi, seperti bila angka kelahiran, kematian, dan migrasi saat ini tidak berubah. Proyeksi penduduk di Kota Tanjungpinang diarahkan hingga tahun 2020 dengan jangka waktu 5 tahun dimulai tahun penghitungannya pada tahun 2015. Dari hasil perhitungan proyeksi pada akhir tahun proyeksi, diperkirakan penduduk Kota Tanjungpinang pada tahun 2015 berjumlah 201.920 jiwa dan pada tahun 2020 akan berjumlah 213.273 jiwa dengan asumsi laju pertumbuhan penduduk Kota Tanjungpinang sebesar 1,1%. Jika dilihat dari sebaran penduduknya, kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk terbesar sampai pada tahun 2020 terdapat di wilayah Kecamatan Tanjungpinang Timur, yaitu sebesar 80.668 jiwa. Sedangkan untuk wilayah kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terkecil terdapat di wilayah Kecamatan Tanjungpinang Kota, yaitu dengan jumlah penduduk 19. 379 jiwa.

Tabel 2.5 : Proyeksi Penduduk Kota Tanjungpinang Jumlah Penduduk No Kecamatan 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Eksisting (2014)

  Tanjungpinang 1 18.148 18.348 18.549 18.753 18.960 19.168 19.379 Kota Tanjungpinang

  2 75.543 76.374 77.214 78.063 78.922 79.790 80.668 Timur Tanjungpinang 3 48.300 48.831 49.368 49.911 50.461 51.016 51.577 Barat

4 Bukit Bestari 57.732 58.367 59.009 59.658 60.314 60.978 61.649

  TOTAL 199.723 201.920 204.141 206.387 208.657 210.952 213.273 Sumber : Hasil Analisis 2016

2.3.4. Isu Strategis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan

2.3.4.1. Kondisi Perekonomian Wilayah