PERANAN GURU PEMBIMBING DI SMP DALAM PENGEMBANGAN KONSEP DIRI SISWA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

  

PERANAN GURU PEMBIMBING DI SMP

DALAM PENGEMBANGAN KONSEP DIRI SISWA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh :

Arika Marheni

  

NIM : 01 1114006

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2009

  MOTTO

  ”Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu........................” (Luk 1:38) ”Ketika ku tak yakin dan takut, kusandarkan kerapuhanku dalam pelukan-Nya kubiarkan tanganNya mendekap dan memelukku............segalanya kan terjadi indah pada waktunya”

  ”Semua belum berakhir.......jalan itu masih panjang, so tetap lakukan yang terbaik buat cita-cita dan cintamu....maka jadilah dirimu sendiri, dan jadikan apa yang kamu capai hari ini sebagai awal dari langkah hidupmu selanjutnya......”(Andy C.P)

  ”Do Something daripada Do Nothing” ”Keep Smile and Keep Spirit..........!!!!”

  

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada: Tuhan Yesus Kristus Guru, Sahabat, dan Pengantara kami

  Thank You for loving me, carring me, specially for your Power! Bunda Maria dan Santa Skolastika pelindung kami.

  Bapak dan Ibu, Budhe, Kakak-kakak serta keponakanku

Terimakasih atas perhatian, pengertian, kesabaran, cinta serta semangat yang kalian

berikan kepadaku!

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, Penulis

  Arika Marheni

  

ABSTRAK

PERANAN GURU PEMBIMBING DI SMP

DALAM PENGEMBANGAN KONSEP DIRI SISWA

Arika Marheni

011114006

  Tulisan ini adalah tulisan yang dimbil dari kepustakaan. Sumber dalam penulisan kepustakaan diambil dari literatur/kepustakaan dan dikumpulkan dengan teknik simak dan teknik catat. Dengan teknik simak, peneliti menyimak/membaca bahan-bahan yang tertulis yang sesuai. Dengan teknik catat, peneliti mencatat data yang diperlukan. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisis dengan teknik analisis kritis/penafsiran, atau diolah secara logis bukan dengan teknik statistik. Artinya data yang ada dianalisis atau di interpretasikan secara luas menurut hukum logika. Dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrumen penelitian, sebab peneliti tidak menggunakan instrumen (misal: kuesioner) tetapi peneliti hanya mengamati, menggolongkan, menginterpretasikan dan menyimpulkan data dan teori dari berbagai sumber kepustakaan.

  Tulisan ini bertujuan untuk mendiskripsikan peranan guru pembimbing di SMP dalam pengembangan konsep diri siswa. Peranan guru pembimbing dalam pengembangan konsep diri siswa adalah sebagai motivator dan fasilitator.

  Hasil dari penelitian ini adalah guru pembimbing sebagai motivator dituntut menjadi penggerak dan merubah pandangan siswa yang mempunyai konsep diri negatif diubah menjadi siswa yang mempunyai konsep diri positif. Siswa yang mempunyai konsep diri positif diharapkan dapat mengenal dirinya, menerima diri dan dapat mengembangkan diri seoptimal mungkin. Guru pembimbing sebagai fasilitator, memfasilitasi siswa dalam pengembangan konsep diri positif melalui berbagai kegiatan. Kegiatan itu di antaranya latihan pengenalan diri, latihan menyatukan kelemahan dan kekurangan, latihan lembaran laporan mingguan. Kegiatan tersebut dapat di masukan dalam berbagai layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan pembelajaran, layanan bimbingan kelompok, layanan konseling perorangan, layanan konseling kelompok.

  

ABSTRACT

ROLES OF SCHOOL COUNSELOR IN SENIOR HIGH SCHOOL

  

IN DEVELOPING STUDENT’S SELF CONCEPT

Arika Marheni

011114006

  The research was a literary study. The data of the research was obtained from literature and collected by listening and recording technique. With listening technique, researcher read appropiate written materials. With recording technique, researcher recorded the required data. Then, the collected data was analyzed by critical analysis, or analyzed logically, not by statistical technique. It meant that the given data was analyzed or interpreted widely according to logical rule. In the study, researcher was as instrument of the research, because the researcher did not use instrument (for example: questionnaire), but researcher just observed, grouped, interpreted and concluded data and theory from various sources of literature.

  The research aimed to describe the role of school counselor in Primary High school to develop student’s self concept. The role of school counselor to develop student’s self concept is as motivator and facilitator.

  The result of the research was school counselor as a motivator who demanded to be able to be motivator and changed student’s point of view who had negative self concept, then changed into student with positive self concept. School counselor as facilitator facilitated student to develop positive self concept with various activities, including self acknowledging training, weakness and disadvantage-diminishing training, weekly report sheet training. Those activities could be joint in various services, including orientation, information, placement and distribution, learning, group-guiding, one’s counseling, group counseling service.

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Arika Marheni Nomor Mahasiswa : 011114006

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: PERANAN GURU PEMBIMBING DI SMP DALAM PENGEMBANGAN KONSEP DIRI SISWA beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 2 Juli 2009 Yang menyatakan

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur dihaturkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas kasih dan berkat- Nya, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, diucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

  1. Dr. M.M Sri Hastuti, M. Si., Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah menyetujui topik skripsi ini.

  2. Dra. M. J. Retno Priyani, M. Si., dosen pembimbing yang telah menyumbangkan pikiran dan gagasan yang bermanfaat untuk penyelesaian skripsi ini serta dengan sabar membimbing dan memberikan dukungan moril selama proses penyusunan skripsi.

  3. Orang tua, kakak-kakakku serta keponakan-keponakanku yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

  4. Keluarga Besar TK Indriyasana Pugeran (Bu Kes, Bu Yun, Bu Yayuk, Bu War, Bu Erna) terimakasih untuk doa, berkat, kesempatan untuk belajar dan mencari pengalaman.

  5. Mudika St. Yohanes Penginjil dan PIA St. Dominico Savio Gampingan yang selalu menjadi tempat untuk berbagi kasih, senyum, cinta dan persaudaraan.

  6. Kenit, Maya, Noer, saudara dan sahabat yang selalu memberikan semangat dan berbagi kasih dalam setiap peristiwa dalam hidup.

  7. Sahabat-sahabat di Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2001 yang selalu mendorong untuk menyelesaikan skripsi ini.

  9. Fadilla syaifira yang mau memberi semangat yang luar biasa.

  10. Rm. Emil yang selalu ada untuk berbagi ceritera dan masalah serta memberikan semangat dan doa.

  11. Sahabat – sahabat di Komunitas Penanggulangan NAPZA HANA angkatan 2004 untuk kebersamaan dalam setiap kegiatan juga kenangan yang tidak terlupakan.

  12. Alexander Andy Cahyo Pramono untuk semua cinta, semangat, kesabaran, bantuan, kasih sayang dan doa yang boleh aku nikmati sampai saat ini.

  Disadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis terbuka menerima kritik dan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang berminat dalam dunia bimbingan, khususnya yang bertujuan untuk mengembangkan konsep diri siswa.

  Yogyakarta, Arika Marheni

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii HALAMAN MOTTO ..................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... vi ABSTRAK ..................................................................................................... vii ABSTRCT ...................................................................................................... viii KATA PENGANTAR …………………………………………………………ix DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

  BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1 B. Rumusan Masalah............................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5 D. Manfaat Penelitian........................................................................... 5 E. Batasan Istilah.................................................................................. 5 BAB II. LANDASAN TEORI A. Konsep Diri ..................................................................................... 8

  1. Pengertian konsep diri .................................................................. 8

  2. Aspek-aspek konsep diri ............................................................... 10

  3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri.............................. 11

  4. Arti penting konsep diri ................................................................ 14

  2. Tujuan bimbingan.......................................................................... 17

  3. Jenis-jenis bimbingan .................................................................... 18

  C. Layanan Bimbingan............................................................................ 20

  1. Pengertian layanan bimbingan dan konseling.................................. 20

  2. Fungsi layanan bimbingan dan konseling........................................ 20

  3. Jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling.................................. 21

  4. Teknik dan waktu pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling... 31

  D. Masa Remaja Sebagai Masa Kritis Perkembangan Konsep Diri........... 33

  E. Guru Pembimbing................................................................................ 36

  1. Pengertian Guru Pembimbing........................................................... 36

  2. Unjuk Kerja Guru Pembimbing ........................................................ 37

  3. Modal kepribadian / personal guru pembimbing ............................... 38

  BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................. 41 A. Pengertian dan Sumber Data Penelitian Kepustakaan.......................... 41 B. Teknik Pengumpulan Data Penelitian Kepustakaan............................. 41 C. Objek dan Sampel Penelitian Kepustakaan ......................................... 41 D. Instrumen Penelitian Kepustakaan ...................................................... 42 E. Tema Penelitian .................................................................................. 43 F. Analisis atau Pengolahan Data Penelitian Kepustakaan ....................... 43 BAB IV. PERANAN GURU PEMBIMBING DALAM PENGEMBANGAN KONSEP DIRI SIWA...................................................................... 44 A. Peranan Guru Pembimbing ................................................................. 44 B. Peranan Guru Pembimbing sebagai Motivator .................................... 46 C. Peranan Guru Pembimbing sebagai Fasilitator .................................... 59

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 65 A. Ringkasan.......................................................................................... 65

  1. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian........................................ 65

  2. Jenis Penelitian............................................................................... 66

  3. Hasil Penelitian .............................................................................. 67

  B. Kesimpulan ........................................................................................ 68

  C. Keterbatasan Penelitian....................................................................... 69

  D. Saran……………………………………………………………………69 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 71

BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan batasan istilah. A. Latar Belakang Masalah Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku

  individu. Perilaku individu akan sesuai dengan cara individu memandang dirinya sendiri. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan suatu tugas, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuannya tersebut. Konsep diri mempengaruhi perilaku, kesehatan mental, kemampuan berfikir dan keberhasilan belajar, karena itu konsep diri penting dan perlu dikembangkan. Konsep diri juga dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk dapat melakukan interaksi sosial, menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Interaksi sosial dan penyesuaian diri yang baik menyebabkan remaja merasa bahagia dan semakin berani mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya.

  Konsep diri bagi remaja dalam hal ini siswa SMP pada umumnya sangat dipengaruhi oleh hasil interaksi siswa tersebut terhadap lingkungan sekitar, baik lingkungan keluarga, masyarakat bahkan lingkungan sekolah. Kualitas perkembangan konsep diri siswa juga ditentukan oleh perlakuan orang lain terhadap siswa tersebut, terutama dari orang tua, sanak saudara, teman sebaya dan guru sekolah Di lingkungan keluarga pengaruh orang tua, yang sifatnya positif maupun negatif tetap mempengaruhi gambaran diri anak, jika diperlakukan secara baik atau mengalami ikatan emosional dengan orang tua yang baik, siswa akan membangun gambaran yang baik tentang dirinya. Dengan kata lain, ia memiliki konsep diri yang positif (Sinurat, Handout). Konsep diri positif menunjang terbentuknya kepribadian yang sehat. Siswa yang memiliki konsep diri positif lebih mudah mengembangkan diri dan memiliki aspirasi yang realitis. Siswa yang mempunyai konsep diri yang positif mampu berperilaku positif terhadap segala permasalahan yang dihadapinya dan akan mampu mengendalikan dorongan agresif bahkan akan terhindar dari kecemasan, mempunyai kepercayaan diri, mampu berinteraksi secara memuaskan dengan orang lain. Sebaliknya, apabila sering memperoleh pengalaman-pengalaman yang negatif, ia memiliki gambaran yang buruk tentang dirinya atau memiliki konsep diri yang negatif (Sinurat, Handout). Siswa yang mempunyai konsep diri yang negatif cenderung mempunyai pengetahuan yang negatif tentang dirinya, mempunyai pengharapan yang tidak realitis dan menilai dirinya dengan rendah bahkan dapat meremehkan dan menolak dirinya. Siswa yang memiliki konsep diri rendah mempunyai perasaan tidak mampu untuk melakukan tugas atau takut gagal, tidak mampu memahami dan menerima dirinya sendiri. Hal ini menyebabkan siswa tidak dapat mengembangkan dirinya dengan baik. Orang lain akan menganggap dia tidak akan mampu untuk melakukan apapun, di dalam keluarga ia akan dianggap anak

yang tidak mampu untuk mengerjakan pekerjaan dan di sekolah anak tersebut tidak mempunyai prestasi yang menonjol.

  Sekolah sebagai institusi pendidikan perlu membantu siswa didalam mengembangkan konsep diri, termasuk pengembangan bakat dan potensi, maka sekolah dapat dipandang sebagai tempat untuk mewujudkan seluruh kemampuan yang dimiliki, dan sebagai tempat untuk melepaskan ketergantungan siswa dari peran orang tua dan keluarga. Sekolah merupakan lingkungan kedua setelah rumah yang dapat memberikan pengalaman baru, sebab dengan bersekolah, anak dapat mengembangkan lingkungan fisik dan sosialnya. Apabila sekolah mempunyai fungsi sebagai wadah untuk mewujudkan seluruh kemampuan siswa, dan merupakan lingkungan yang dapat memberi pengalaman baru kepada siswa, maka sekolah mempunyai peranan penting dalam mengembangkan konsep diri siswa.

  Para pendidik khususnya guru pembimbing perlu mengetahui konsep diri para peserta didiknya. Guru pembimbing dapat membantu siswa dalam mengembangkan konsep diri siswanya ke arah yang yang lebih positif. Guru pembimbing sebagai tenaga ahli bimbingan diharapkan dapat membantu siswa menemukan dan menumbuhkan konsep diri yang positif antara lain melalui kegiatan bimbingan kelompok/klasikal dan bimbingan individual. Bimbingan di sekolah dimaksudkan untuk membantu siswa dalam memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya, serta merencanakan masa depannya. Bimbingan di sekolah memusatkan pelayanannya pada siswa sebagai individu yang perlu memanfaatkan pendidikan sekolah bagi perkembangan dirinya dalam setiap aspek kepribadian (Winkel, 1997: 70). Dalam keseluruhan aspek kepribadian siswa, konsep diri merupakan inti kepribadian yang perlu dikembangkan oleh siswa. Bila siswa mampu mengembangkan konsep dirinya dan seluruh potensinya, maka siswa cenderung merasa puas dan bahagia karena dirinya mampu meraih keberhasilan, baik dalam akademik maupun non akademik. Tujuan yang ingin dicapai disini ialah perubahan pada diri siswa, baik dalam bentuk pandangan, sikap, maupun ketrampilan yang lebih memungkinkan siswa itu dapat menerima dirinya sendiri serta pada akhirnya siswa dapat mewujudkan dirinya sendiri secara optimal.

  Menyadari pentingnya konsep diri, maka sekolah dalam hal ini guru pembimbing masih perlu mengadakan pembinaan atau bimbingan mengenai konsep diri bagi para siswanya, dari situlah penulis ingin mengulas mengenai pengembangan konsep diri dalam pelayanan bimbingan. Penulis memilih siswa SMP sebagai subjek penelitian berdasarkan dua pertimbangan. Pertama, siswa SMP memerlukan bantuan guru dalam membangun dan mengembangkan konsep diri yang positif mengenai dirinya sendiri terutama dalam kegiatan bimbingan dan konseling. Kedua, konsep diri berperan penting untuk keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi belajar, terlebih dalam berperilaku dan berinteraksi sosial

B. Rumusan Masalah

  Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui peranan guru pembimbing dalam menumbuhkan konsep diri dalam kegiatan bimbingan. Secara khusus pertanyaan yang ingin dijawab yaitu apa sajakah peranan guru pembimbing dalam mengembangkan konsep diri siswa SMP?

  C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan peranan guru pembimbing dalam mengembangkan konsep diri siswa SMP.

  D. Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain bagi :

  1. Kepala Sekolah Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memberi saran kepada para guru mengenai hal-hal yang perlu lebih diperhatikan untuk mengembangkan konsep diri siswa.

  2. Guru - guru Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu guru-guru dalam memperlakukan siswa-siswa dengan baik demi pengembangan konsep dirinya.

  3. Guru Pembimbing Hasil penulisan ini diharapkan menjadi masukan yang berarti bagi guru pembimbing dalam memberikan pelayanan yang tepat untuk mengembangkan konsep diri siswa.

  4. Peneliti lain Tulisan ini diharapkan dapat memacu pikiran dan kreativitas peneliti lain untuk melakukan penelitian dibidang konsep diri.

  5. Masyarakat luas Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberi gambaran bahwa lingkungan masyarakat juga dapat mempengaruhi konsep diri seorang remaja, untuk itu perlu kerjasama yang baik dengan masyarakat sekitar agar remaja tidak terjerumus pada hal yang negatif.

  6. Siswa Hasil penulisan ini siswa dapat merubah perilaku, tindakan, pandangan dan sikap serta mengembangkan konsep diri agar dapat berkembang secara optimal.

E. Definisi Operasional

  Berikut ini dijelaskan arti beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini.

  1. Peranan Peranan adalah tindakan yang harus dilakukan oleh seseorang dalam hal ini guru pembimbing untuk mengembangkan konsep diri siswa.

  2. Guru Pembimbing Guru pembimbing adalah pelaksana utama, tenaga inti dan ahli yang bertugas mengelola kegiatan bimbingan dalam berbagai bentuknya.

  3. Konsep Diri Konsep diri adalah keseluruhan gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri yang mencakup keyakinan, penilaian, serta kecenderungan untuk bertingkah laku.

  4. Layanan Bimbingan dan Konseling Layanan bimbingan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah layanan orientasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan informasi, layanan pembelajaran, layanan bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok, konseling individu.

BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

  Burns (1993: 39) mengartikan konsep diri sebagai suatu gambaran dari apa yang kita pikirkan mengenai diri kita, pendapat orang-orang lain mengenai diri kita dan apa yang kita inginkan dari diri kita. Menurut Cawagas (Pudjijogjanti, 1985: 2) konsep diri mencakup pandangan individu mengenai dimensi fisik, karakteristik pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian, kagagalan dan sebagainya, konsep diri merupakan pandangan individu terhadap seluruh keadaan dirinya. Konsep diri merupakan sikap dan pandangan individu terhadap semua keadaan yang ada pada dirinya.

  Hurlock (1996: 58) menganggap konsep diri sebagai gambaran yang dimiliki orang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri merupakan bayangan cermin diri seseorang yang sebagian besar ditentukan oleh reaksi orang terhadap dirinya.

  Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita sendiri yang memang bersifat psikologis, sosial dan fisik. Konsep diri tidaklah terbatas sebagai gambaran deskriptif saja namun merupakan penilaian seseorang tentang diri sendiri. Jadi konsep diri meliputi apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan oleh individu tentang dirinya (Rakhmat, 1992). Dalam penelitian ini konsep diri adalah pandangan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri. Pandangan dan sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki, mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai suatu yang sulit. Sebaliknya, pandangan positif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki, mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang mudah untuk diselesaikan.

  Konsep diri bukanlah bawaan lahir, melainkan dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dari hubungannya dengan individu lain. Setiap individu menerima tanggapan dalam hubungannya dengan individu lain. Tanggapan tersebut dijadikan oleh individu menjadi cermin baginya untuk menilai dan memandang dirinya sendiri.

  Konsep diri dapat dibedakan menjadi konsep diri primer dan konsep diri sekunder (Hurlock,1980:59-60). Konsep diri primer terbentuk sejak anak lahir.

  Konsep diri primer didasarkan atas pengalaman anak di rumah dengan seluruh anggota keluarga yang lain. Anak mengetahui keadaan fisik dan jenis kelaminnya dari orang tua yang mengasuh sejak kecil.

  Konsep diri sekunder terbentuk setelah anak mengalami peningkatan dalam pergaulan dengan orang diluar rumah. Konsep diri sekunder didasarkan pada keyakinan anak terhadap dirinya, sebagaimana ia dinilai atau dipandang orang lain. Pembentukan konsep diri sekunder banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial (Sinurat, handout). Dari komunikasi baik verbal maupun nonverbal dengan tokoh-tokoh signifikannya seperti orang tua dan guru, ia menjadi tahu apakah dirinya dihargai atau diremehkan, sukses atau gagal, disukai atau dibenci, diterima atau ditolak. Kalau anak dihargai, sukses, disukai dan diterima maka sikap anak terhadap dirinya cenderung positif. Dengan demikian anak membentuk konsep diri positif. Kalau anak diremehkan, gagal, dibenci atau ditolak maka sikap anak terhadap dirinya cenderung negatif.

2. Aspek-aspek Konsep Diri

  Konsep diri juga diartikan sebagai sikap terhadap diri sendiri. Sikap terhadap diri sendiri mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek perilaku (Sinurat, 2002)

  a. Aspek Kognitif Adalah seluruh pengetahuan dan keyakinan seseorang tentang dirinya.

  Aspek kognitif merupakan penjelasan mengenai “siapa saya”. Aspek ini merupakan gambaran seseorang tentang dirinya sendiri.

  b. Aspek Afektif Aspek konsep diri afektif adalah seluruh perasaan seseorang tentang dirinya. Sikap terhadap diri yang positif akan memunculkan perasaan senang terhadap dirinya. Sebaliknya sikap terhadap diri yang negatif akan memunculkan perasaan kurang senang. Aspek ini berkaitan dengan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri yang akan membentuk penerimaan diri serta harga diri seseorang.

  c. Aspek Perilaku Aspek perilaku konsep diri adalah kesiapan seseorang untuk bereaksi atau kecenderungan untuk bertindak atas penilainya sendiri. Apabila seseorang menilai dirinya sebagai orang yang mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan suatu tugas tertentu maka seluruh perilakunya menunjukkan kemampuan tersebut.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Konsep Diri

  Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri bersumber dari citra fisik, peran orang tua, peran faktor sosial dan peran sekolah.

  a. Citra Fisik Penilaian yang positif terhadap keadaan fisik seseorang, baik diri sendiri maupun dari orang lain, sangat membantu perkembangan konsep diri ke arah yang positif (Hurlock 1980). Hal ini sebabkan penilaian positif akan menumbuhkan rasa puas terhadap keadaan diri. Rasa puas ini merupakan awal dari sikap positif terhadap diri sendiri.

  Orang dewasa sering tidak menyadari bahwa julukan yang diberikan kepada anak sebenarnya sudah merupakan penilaian terhadap keadaan fisik.

  Misalnya memberi panggilan “si gendut“, “si gundul“ kepada anak, yang oleh orang dewasa dianggap sebagai hal yang lucu dan menyenangkan. Bagi anak sendiri, julukan yang diberikan tersebut merupakan petunjuk mengenai dirinya. Hal ini menimbulkan perasaan bahwa dia berbeda dengan orang lain, ia juga memikirkan kekurangan-kekurangan tubuhnya. Akibatnya dia merasa tidak puas dengan dirinya dan menjadi bersikap negatif terhadap dirinya sendiri (Pudjijogyanti 1985).

  b. Peran Orang Tua Keluarga merupakan sekelompok sosial yang pertamakali dikenal oleh anak. Anak lebih banyak menghabiskan waktunya dengan keluarga daripada kelompok sosial lain. Anggota keluarga merupakan orang paling berarti dalam kehidupan anak selama bertahun-tahun.

  Pengalaman anak dalam berinteraksi dengan seluruh anggota keluarga menentukan pembentukan konsep diri. Anak yang selalu mendapatkan pujian dan penghargaan tinggi dari anggota keluarganya, akan membentuk konsep diri yang positif. Sebaliknya, Orang tua adalah orang yang paling dekat dengan anaknya paling tidak ketika anak masih bayi. Orang tua sering mendapat julukan sebagai pendidik yang pertama dan utama (Widagdo, 2003). Dari merekalah anak-anak mulai mengalami cinta, benci, sedih, dan sebagainya. Anak yang selalu mendapatkan ejekan, cemoohan dan hardikan akan membentuk konsep diri yang negatif (Sinurat, Handout).

  Hal-hal yang mempengaruhi pembentukan konsep diri di dalam keluarga, antara lain perlakuan orang tua, status ekonomi keluarga dan hubungan antar anggota keluarga.Orang tua yang memperlakukan anak remaja mereka seperti ketika anak-anak itu masih kecil, orang tua yang sulit menerima keengganan remaja untuk mengikuti larangan-larangan yang dianggap penting, dan orang tua yang tidak sabar menghadapi kegagalan remaja memikul tanggung jawab yang sesuai dengan usia mereka akan membentuk konsep diri anak menjadi negatif.

  Konsep diri yang negatif juga dapat disebabkan karena remaja sering merasa benci kalau status ekonomi keluarga tidak memungkinkan mempunyai simbol-simbol status yang sama dengan yang dimiliki teman-temannya. Selain perlakuan orang tua dan status ekonomi keluarga dapat menyebabkan konsep diri yang rendah pada diri remaja, pertengkaran, kritik atau komentar yang merendahkan tentang penampilan atau perilakunya juga dapat membentuk konsep diri yang negatif. c. Peran Faktor Sosial Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi individu dengan orang- orang disekitarnya. Adanya status sosial yang menyertai persepsi individu terhadap diri individu, merupakan petunjuk bahwa seluruh perilaku individu dipengaruhi oleh faktor sosial. Perkembangan konsep diri tidak terlepas dari status sosial, agama dan ras. Rosenberg (Pudjijogyanti 1985) menyatakan bahwa apabila konsep diri terbentuk dari hasil persepsi individu lain mengenai diri individu, maka dapat dikatakan bahwa individu yang berstatus sosial tinggi akan mempunyai konsep diri yang positif dibandingkan individu yang berstatus sosial rendah.

  d. Peran Sekolah Sekolah mempunyai fungsi sebagai wadah untuk mewujudkan seluruh kemampuan siswa, dan merupakan lingkungan yang dapat memberi pengalaman baru kepada siswa, maka sekolah mempunyai peranan penting dalam mengembangkan konsep diri siswa (Hurlock 1980). Dengan demikian sekolah dituntut untuk dapat menciptakan lingkungan belajar yang menantang dan memenuhi kebutuhan siswa, serta memberi pengalaman baru yang dapat mengubah sikap atau pandangan siswa menjadi lebih positif, yang berarti tumbuhnya perasaan dihargai, dimiliki, dan dianggap mempunyai kemampuan.

  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi konsep diri siswa adalah citra fisik, peran orang tua, peran faktor sosial dan peran sekolah.

  

Citra Fisik

Orang Sekolah Konsep Tua

  

Diri

Faktor

Sosial

4. Arti Penting Konsep diri

  Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku individu (Burns, 1985).Bagaimana individu memandang dirinya, akan nampak dari seluruh perilaku dengan kata lain, perilaku individu akan sesuai dengan cara individu memandang dirinya sendiri. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan suatu tugas maka seluruh perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuannya tersebut.

  Semenjak konsep diri mulai terbentuk, seseorang akan berperilaku sesuai dengan konsep dirinya tersebut. Apabila perilaku seseorang tidak konsisten dengan konsep dirinya, maka akan muncul perasaan tidak nyaman dalam dirinya. Inilah hal yang terpenting dari konsep diri. Pandangan tentang seseorang tentang dirinya akan menentukan tindakan yang akan diperbuatnya (Widagdo, 2003). Anak mempunyai gambaran diri positif kalau diperlakukan dengan baik. ”Saya dicintai, saya diperhatikan, saya dimengerti, saya diterima, saya anak yang diharapkan, saya anak yang tidak membebani orang tua”. Bila gambaran diri anak positif ia akan belajar merasa diri ”oke” dan mempunyai kepercayaan diri. Akan tetapi tidak jarang anak-anak mempunyai gambaran diri seperti tidak dikehendaki kehadirannya, membebani orang tua, membuat orang tua bernasib jelek, lahir karena kecelakaan, tidak dicintai, tidak diperhatikan, akan mempunyai gambaran diri negatif. Kita dapat mengetahui mereka yang mempunyai gambaran diri negatif dari ungkapan-ungkapannya. Gambaran diri yang negatif membuat anak menjadi minder, merasa diri ”tidak oke” maka akan muncul evaluasi negatif pula tentang dirinya (Widagdo, 2003). Segala informasi positif tentang dirinya akan di abaikannya, dan informasi negatif yang sesuai dengan gambaran dirinya akan disimpannya sebagai bagian yang memperkuat keyakinan dirinya. Apabila suatu saat ia mendapat pujian karena menolong teman, maka ia akan cenderung mengabaikan pujian tersebut, karena tidak sesuai dengan keyakinannya bahwa ia ”anak nakal”. Pujian bahwa dia ”anak baik” membuatnya merasa tidak nyaman.

  Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa dari lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lain. Dalam berinteraksi ini, setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan tersebut, akan dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Jadi konsep diri terbentuk karena suatu proses umapan balik dari individu lain.

  Orang yang dikenal pertama kali adalah orang tua dan anggota keluarga. Hal ini berarti individu akan menerima tanggapan pertama dari lingkungan keluarga. Setelah individu mampu melepaskan diri dari ketergantungannya dengan keluarga, ia akan berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas.

B. Bimbingan

  Siswa adalah seorang individu yang menjalani rangkaian tugas perkembangan. Selama menjalani tugas perkembangan tersebut, siswa membutuhkan pendampingan, antara lain dari guru pembimbing yang ada disekolah. Pendampingan yang dilakukan oleh guru Bimbingan dan Konseling di sekolah dapat berupa layanan bimbingan.

1. Pengertian Bimbingan

  Pengertian bimbingan menurut Djumhur dan Moh. Surya (1975:28), yaitu: Suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization), sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah maupun masyarakat.

  Uraian yang dikemukakan oleh Djumhur dan Moh. Surya di atas, diberi batasan Ahmadi (1977:6), sebagai berikut:

  Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu untuk mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya. Atau dengan kata lain: bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang dalam usaha memecahkan kesukaran-kesukaran yang dialaminya. Sukardi (1985) memberikan pengertian bimbingan secara singkat, yaitu suatu proses bantuan yang diberikan kepada seseorang yang bertujuan untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki, mengenali dirinya sendiri, mengatasi persoalan-persoalan sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa kepada orang lain. Winkel (1987), menegaskan pengertian bimbingan yang berarti pemberian bantuan kepada seseorang atau kepada sekelompok orang dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian terhadap tuntutan-tuntutan hidup. Dari uraian mengenai pengertian bimbingan di atas, dapat disimpulkan arti bimbingan adalah suatu proses bantuan yang diberikan kepada individu atau kelompok agar mereka dapat memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya, melakukan penyesuaian diri dalam lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.

2. Tujuan Bimbingan

  Gunawan, Limansubroto, dan Murniati (1992) membedakan tujuan bimbingan berdasarkan sifat umum dan khusus. Tujuan bimbingan yang bersifat umum adalah agar individu yang dibimbing dapat mengenali dirinya sendiri, sehingga dapat berkembang secara optimal, dengan menyadari bahwa dirinya adalah pribadi yang berharga. Tujuan bimbingan yang bersifat khusus dinyatakan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu agar: a. Mengerti diri dan lingkungannya

  b. Mampu memilih, memutuskan, dan merencanakan hidupnya secara bijaksana baik dalam bidang pendidikan, pekerjaan dan sosial-pribadi.

  c. Mengembangkan kemampuan dan kesanggupannya secara maksimal.

  d. Memecahkan masalah yang dihadapi secara bijaksana.

  e. Mengelola aktivitas kehidupannya, mengembangkan sudut pandangannya, dan mengambil keputusan serta mempertanggungjawabkannya. f. Memahami dan mengarahkan diri dalam bertindak serta bersikap sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungannya.

  Tujuan utama pelayanan bimbingan di sekolah menurut Djumhur dan Surya (1975) adalah mencapai tingkat perkembangan yang optimal bagi setiap siswa sesuai dengan kemampuannya, agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

3. Jenis-Jenis Bimbingan

  Jenis-jenis bimbingan di sekolah dapat dikelompokkan berdasarkan masalah-masalah yang akan dihadapi oleh siswa, yaitu: a. Bimbingan belajar atau pengajaran (Instructional Guidance), ialah bimbingan dalam hal menemukan cara belajar yang tepat, dalam memilih program studi yang sesuai, dan dalam mengatasi kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar di suatu institut pendidikan (Sukardi, 1983 dan Winkel, 1997).

  b. Bimbingan Pendidikan (Edicational Guidance), adalah proses membantu individu dengan berbagai cara untuk mencapai perkembangan seoptimal mungkin dalam lapangan pendidikan pada khususnya (Sukardi, 1983).

  c. Bimbingan sosial (Social Guidance), ialah bimbingan dalam membina hubungan sesama manusia diberbagai lingkungan (pergaulan sosial) (Sukardi, 1983 dan Winkel 1997).

  d. Bimbingan masalah-masalah Pribadi (Personal Guidance), ialah bantuan yang diberikan kepada individu yang mengalami kesuran-kesukaran pribadi, khususnya kesukaran dalam proses penemuan diri sendiri (Sukardi, 1983). e. Bimbingan Karier (Career Guidance), ialah bimbingan dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia pekerjaan, dalam memilih lapangan pekerjaan atau jabatan/profesi tertentu serta membekali diri supaya siap memangku jabatan itu, dan dalam menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan dari lapangan pekerjaan yang telah dimasuki (Sukardi, 1983 dan Winkel, 1997).

  f. Bimbingan dalam menggunakan waktu senggang atau waktu luang (Leisure time Guidance) (Sukardi, 1983).

  Winkel (1997) menyebut bimbingan dengan menggunakan istilah ragam bimbingan, yang menunjuk pada bidang kehidupan atau aspek perkembangan.

  Winkel (1997) membagi tiga ragam bimbingan, yaitu:

  a. Bimbingan karier, ialah bimbingan dalam memilih lapangan atau jabatan/profesi tertentu serta membekali diri supaya siap memangku jabatan dan dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan dari lapangan pekerjaan yang telah dimasuki.

  b. Bimbingan akademik, ialah bimbingan dalam hal menemukan cara belajar yang tepat, dalam memilih program studi yang sesuai, dan dalam mengatasi kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar di suatu institusi pendidikan.

  c. Bimbingan pribadi-sosial, ialah bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi berbagai pergumulan dalam batinnya sendiri, serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama di berbagai lingkungan (pergaulan sosial).

C. Layanan Bimbingan dan Konseling

  Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah mengikuti pola dan program tertentu. Pola yang dimaksud adalah pola umum bimbingan dan konseling. Program yang dimaksud antara lain: adalah program satuan layanan, dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.

  Program satuan layanan dan kegiatan pendukung itulah yang menjadi inti dari keseluruhan kegiatan bimbingan dan konseling disekolah (Prayitno dkk, 1997: 43). Berikut ini adalah uraian mengenai layanan bimbingan dan konseling.

  1. Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling

  Menurut Winkel (1987:129) layanan bimbingan dan konseling adalah beberapa komponen dalam program bimbingan yang mengandung pelayanan bimbingan langsung kepada siswa. Menurut Prayitno dkk (1997:35), layanan bimbingan dan konseling adalah kegiatan bimbingan dan konseling yang dilakukan melalui kontak langsung dengan sasaran layanan (klien) dan secara langsung berkenaan dengan permasalahan ataupun kepentingan tertentu yang dirasakan oleh layanan itu.

  2. Fungsi Bimbingan dan Konseling

  Layanan bimbingan dan konseling memiliki sejumlah fungsi (Prayitno dkk, 1997). Fungsi-fungsi itu adalah: fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan dan fungsi pemeliharaan dan pengembangan.

  a. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman peserta didik mengenai diri sendiri, lingkungan

  (keluarga dan sekolah) dan lingkungan yang lebih luas (misal: informasi pendidikan, informasi pekerjaan, informasi sosial budaya).

  b. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang mencegah/menghindarkan peserta didik dari berbagai masalah yang mungkin timbul, yang dapat mengganggu atau menghambat proses perkembangannya.

  c. Fungsi pengentasan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk mengentaskan peserta didik dari permasalahan yang dialaminya.

  d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik, demi perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.

  Lebih lanjut dikatakan bahwa pemenuhan fungsi dan pengaruh positif dari layanan bimbingan dan konseling, diharapkan dapat dirasakan secara langsung oleh peserta didik yang mendapatkan layanan.

3. Jenis-jenis Layanan Bimbingan dan Konseling

  Pola umum bimbingan dan konseling mengenal 7 jenis layanan bimbingan dan konseling (Prayitno dkk 1997; MGMBK Propinsi DIY, 1995; Depdikbud, 1994). Ketujuh jenis layanan itu adalah: layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan pembelajaran, layanan konseling perseorangan, layanan konseling kelompok, dan layanan bimbingan kelompok.

a. Layanan Orientasi

  1) Pengertian dan tujuan layanan orientasi Layanan orientasi adalah layanan bimbingan yang dilakukan untuk mengenalkan siswa baru dan atau seseorang terhadap lingkungan yang baru saja dimasukinya (Prayitno dan Anti, 1999:255). Tujuan layanan ini adalah agar siswa cepat/mudah menyesuaikan diri dengan pola kehidupan sosial, kegiatan belajar dan kegiatan lain yang mendukung keberhasilan belajar (Prayitno dkk, 1997). 2) Materi layanan orientasi

  Secara umum, materi layanan orientasi antara lain: kurikulum/mata pelajaran yang ada, lingkungan fisik sekolah, staf pengajar dan tata usaha, hak dan kewajiban siswa, peraturan/tata tertib sekolah, organisasi siswa, fasilitas dan sumber belajar dan penunjang (misalnya pelayanan kesehatan, dan layanan bimbingan dan konseling) (Prayitno dan Anti, 1999).