BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN FACE READING UNTUK MENINGKATKAN REGULASI EMOSI SEORANG SISWI KELAS VIII DI SMP ISLAM INSAN KAMIL SIDOARJO.

(1)

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN FACE READING UNTUK MENINGKATKAN REGULASI EMOSI

SEORANG SISWI KELAS VIII DI SMP ISLAM INSAN KAMIL SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)

Oleh:

ARINA RIFQIYANI NIM. B03212030

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Arina Rifqiyani (B03212030), Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Face Reading Untuk Meningkatkan Regulasi Emosi Seorang Siswi Kelas VIII Di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo.

Penelitian ini dibahas dengan rumusan masalahnya adalah untuk mngetahui (1) Bagaimana proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Face reading untuk meningkatkan regulasi emosi Seorang Siswi Kelas VIII Di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo? (2) Bagaimana hasil Bimbingan dan Konseling Islam dengan Face reading untuk meningkatkan regulasi emosi Seorang Siswi Kelas VIII Di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis studi kasus. Penelitian pustaka bermaksud untuk menemukan teori dari face reading yang merupakan salah satu cara mengetahui kelebihan dan kekurangan seseorang melalui wajah dan dikemas dalam bentuk Bimbingan dan Konseling Islam yang bertujuan untuk meningkatkan regulasi emosi siswi. Selanjutnya studi kasus dilakukan untuk mengaplikasikan konsep konseling yang sudah ditemukan dalam setting yang ril dengan konseli . Pada tahap ini data diperoleh melalui wawancara dan observasi serta interpretasi kepribadian Face Reading dari konseli.

Dalam penelitian ini berlatar belakang pada seorang siswi yang kurang bisa meregulasi emosinya. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa (1) proses Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Face Reading Untuk Meningkatkan Regulasi Emosi Seorang Siswi Kelas VIII Di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo merupakan pemberian bantuan efektif. (2) dari proses konseling tersebut diketahui banyaknya perubahan yang terjadi konseli termasuk mengetahui kepribadiannya secara utuh, mengetahui kekurangan dan kelebihan yang dimiliki dan menemukan solusi dalam memahami kepribadiannya. Konseli mampu menekan emosi negatif dan meregulasi emosinya dengan baik.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENSITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... . viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Definisi Konsep ... 13

F. Metode Penelitian ... 17

G. Sistematika Pembahasan ... 33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik ... 35

1. Bimbingan Dan Konseling Islam ... 35

a. Pengertian Bimbingan Dan Konseling Islam ... 35

b. Tujuan Bimbingan Dan Konseling Islam ... 36

c. Fungsi Bimbingan Dan Konseling Islam ... 39

d. Asas-Asas Bimbingan Dan Konseling Islam ... 42

e. Unsur-Unsur Bimbingan Dan Konseling Islam ... 46

f. Prinsip-Prinsip Dasar Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Islam ... 47

g. Langkah-Langkah Bimbingan Dan Konseling Islam ... 48

2. Face Reading... .. 49

a. Sejarah Dan Perkembangan ... 49

b. Instrumentasi Wajah ... 52

3. Regulasi Emosi ... 58

a. Emosi... 58

b. Pengertian Regulasi Emosi ... 60

c. Aspek-Aspek Regulasi Emosi ... 64

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Regulasi Emosi ... 67


(8)

BAB III PENYAJIAN DATA

A. Deskripsi umum objek penelitian ... 73

1. Keadaan geografis ... 73

2. Identitas konselor ... 77

3. Identitas konseli... 78

4. Deskripsi masalah ... 82

B. Deskripsi hasil penelitian ... 83

1. Proses Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Face Reading Untuk Meningkatkan Regulasi Emosi Seorang Siswi Kelas VIII Di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo ... 83

2. Deskripsi Hasil dari Proses Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Face Reading Untuk Meningkatkan Regulasi Emosi Seorang Siswi Kelas VIII Di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo ... 98

BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Face Reading Untuk Meningkatkan Regulasi Emosi Seorang Siswi Kelas VIII Di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo ... 101

B. Analisis Hasil Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Face Reading Untuk Meningkatkan Regulasi Emosi Seorang Siswi Kelas VIII Di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo ... 107

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 113 LAMPIRAN


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Layanan bimbingan dan konseling pribadi-sosial adalah suatu layanan yang diberikan dalam upaya meningkatkan pemahaman mengenai diri individu dan lingkungan. Tujuan yang hendak dicapai dalam bimbingan dan konseling pribadi sosial adalah: 1) memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal atau eksternal, 2) memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif, dan 3) memiliki kemampuan berinteraksi sosial yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahmi dengan sesama manusia.1

Bimbingan dan Konseling memiliki tujuan-tujuan yang salah satunya di dalam lingkup sekolah yaitu untuk menolong seseorang dalam menyalurkan serta mengarahkan potensi yang dimiliki dari siswa. Siswa adalah seseorang yang layak dikembangkan potensinya agar ia dapat mencapai kemandirian yang sesungguhnya serta menyalurkan potensi-potensi kreatif yang dimilikinya. Selaras dengan tujuan bimbingan dan konseling yang terdapat di sekolah adalah sebagai penyalur siswa untuk semakin mengembangkan potensi serta membimbing siswa agar dapat beradaptasi dengan lingkungannya secara

1

Syamsu Yusuf L.N dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 14


(10)

2

mandiri sehingga ia mampu belajar secara optimal.2 Hal tersebut berkaitan

dengan keterampilan siswa dalam meregulasi emosinya. Keterampilan diri siswa dalam meregulasi emosinya sangat penting dimiliki agar siswa dapat optimal menyalurkan potensi dirinya tanpa hambatan emosional yang dapat membuat siswa tidak nyaman dalam proses belajarnya. Regulasi emosi ini berkaitan dengan kecerdasan emosi siswa yang harusnya seimbang dengan kemampuan berfikir serta perilakunya. Jika siswa dapat menyeimbangkan emosionalnya, maka akan lebih mudah bagi siswa tersebut dalam mencapai kesuksesan belajarnya.

Tidak semua siswa memiliki keterampilan regulasi emosi yang baik. Terdapat pula yang membutuhkan arahan agar siswa tersebut lebih mudah mencapai kesuksesan belajar yang semestinya diinginkan. Seperti yang sedang dialami oleh Arienda yang merupakan salah-satu siswi kelas VIII di SMP Islam Insan Kamil, Arienda (konseli) merupakan salah-satu seorang siswi yang mudah dipengaruhi oleh keadaan sekitar. Emosi yang sering berubah-ubah menyebabkan konseli kurang dapat berinteraksi dengan baik. Terkadang secara tiba-tiba konseli bersikap sangat ramah namun terkadang pula konseli menjadi sangat pemarah. Dalam kesehariannya, seringkali terlihat konseli sendirian dan cenderung memisahkan diri dengan teman-temannya.

Konseli memang sering berada disebuah tempat dalam keadaan sendirian. Kecenderungan dia untuk memisahkan diri dari teman-temannya

2 Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori Dan Praktek (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 25


(11)

3

membuat dia sedikit dijauhi teman-temannya. Ketika diajak untuk belajar kelompok, konseli menolaknya. Banyak teman mengeluh akan sikapnya yang cenderung egois dan sering marah-marah terhadap teman-temannya.

Seperti yang terjadi pada siang itu ketika konseli baru pulang dari sekolah, salah seorang temannya mengajaknya untuk daftar antrian kamar mandi, mungkin karena terlalu lelah karena kegiatan di sekolah yang padat, konseli membentak temannya tersebut kemudian duduk diam di dalam kamarnya.

Sejatinya, konseli adalah anak yang baik. Dia tidak pernah mengganggu teman-temannya. Konseli termasuk anak yang aktif dalam kegiatan sekolah walaupun terlihat jarang berdekatan dengan temannya. Konseli menyukai kegiatan yang dominan berada di luar kelas seperti pramuka, seni drama, dan seni melukis. Tetapi ketika didalam kelas cederung terlihat bermalas-malasan bahkan seringkali terlihat tidur saat guru menerangkan.

Di dalam kelasnya, konseli tidak termasuk anak yang berprestasi dibidang akademik, akan tetapi sering mendapatkan prestasi dibidang non akademik, khususnya olah raga dan pramuka. Konseli sangat bersemangat ketika guru mengajak muridnya untuk belajar di luar kelas. Dari yang terlihat, ketika konseli berkegiatan di luar kelas, konseli terlihat lebih menikmati alam, dan ketika berkomunikasi dengan guru ataupun temannya, konseli bersikap baik dan tidak pemarah seperti biasanya.


(12)

4

Menurut salah satu guru di sekolah tersebut mengatakan bahwa konseli memang bukan termasuk dari siswi yang pandai dan hanya mengikuti kehendaknya sendiri, konseli akan sangat terlihat berminat ketika hatinya sedang baik, akan tetapi konseli akan mudah marah apabila berkegiatan dalam keadaan hatinya sedang tidak baik. Banyak dari teman-teman konseli yang merasa heran dengan sikap kesehariannya yang tidak bisa di sentuh oleh temannya, karena menurut yang mereka ketahui ibunya sangat ramah dan sangat sabar. Hal ini diketahui oleh mereka ketika konseli sedang dijenguk oleh ibunya.

Kemarahan yang seringkali terlihat dalam diri konseli memang tidak baik harus cepat diselesaikan agar tidak berkelanjutan. Dalam pandangan para psikolog disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang secara alami memiliki emosi. Emosi adalah keadaan jiwa yang menampakkan diri dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh. Jadi kemarahan adalah suatu reaksi emosional yang terlatih atau terbiasakan dalam kehidupan sehari-hari, maka sebenarnya ragam emosi yang kasar itu dapat disingkirkan atau sekurang-kurangnya dapat dikendalikan sehingga tidak menimbulkan berbagai akibat atau bahaya yang fatal, yang akan disesali sepanjang hidupnya.3

Menjadi disukai dan diterima adalah penting pada masa remaja seperti konseli, karena menjadi prasyarat untuk mendapatkan feedback dan dapat

3 Yadi Purwanto, Rahmat Mulyono, Psikologi Marah (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), hal. 9.


(13)

5

mencoba gaya hubungan atau kepribadian yang berbeda-beda dari masa ke masa.

Penolakan dan penerimaan teman sebaya serta akibat-akibat yang ditimbulkannya merupakan hal yang sangat penting sebab menciptakan perilaku dan bentuk-bentuk tingkah laku yang akan dibawa oleh konseli pada masa dewasa. Penerimaan sosial dapat dicapai jika konseli bisa menyesuaikan diri terhadap harapan-harapan yang ada dalam kelompok tempat konseli tersebut ingin mendapatkan identitas. Mappiare beranggapan dengan diterimanya mereka diantara teman-teman sebayanya, akan membuat remaja merasa berharga, senang, dan bahagia. Sebaliknya apabila mereka ditolak, konseli akan memiliki tingkah laku agresif ataupun kecewa.4

Kebutuhan akan hubungan dengan individu lainnya menyebabkan konseli memilih satu atau dua orang sahabat baik, yang lebih banyak berjenis kelamin sama. Menurut Rice dalam bukunya djelaskan bahwa, persahabatan konseli awal ini sangat kuat dan emosional, dan terkadang terjadi pertengkaran jika tidak memiliki kesamaan diantara mereka. Semakin kuat emosi yang mendorong konseli untuk mencari persahabatan, hubungan yang terjadi akan semakin sulit dan lemah, bahkan terkadang menimbulkan frustrasi dan kemarahan dalam hubungan tersebut, sehingga akan menyebabkan ketidakmatangan, penolakan, ketidakstabilan pada konseli karena emosinya yang berlebihan dan akan mengganggu persahabatan mereka yang bersifat

4Yuni Kartika, “Hubungan Antara Regulasi Emosi dan Penerimaan Kelompok Teman Sebaya Pada Remaja”, Jurnal Penelitian, 2 (Desember, 2004), hal. 162.


(14)

6

sementara atau selamanya. Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Perbedaannya terletak pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan intensitasnya, khususnya pada latihan pengendalian individu terhadap pengungkapan emosi mereka. Konseli tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan cara yang ‘meledak-ledak’, melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras mengkritik orang lain yang menyebabkannya marah. Hal ini sama dengan yang tampak pada diri konseli, yang mana dia selalu terlihat memisahkan diri dari teman sebayanya. Dia kurang bisa mengendalikan emosinya ketika bergaul dengan teman-temannya.

Bentuk-bentuk emosi yang sering nampak dalam masa konseli antara lain adalah marah, takut, cemas, cemburu, iri hati, sedih, dan gembira. Dalam hal emosi yang negatif, umumnya konseli belum dapat mengontrolnya dengan baik. Emosi itu sendiri menurut Damon dan Eisenberg adalah usaha seseorang untuk menentukan, mempertahankan, atau mengubah hubungan antara individu dengan lingkungan agar sesuai dengan keinginan individu tersebut.5

Seseorang tidak hanya memiliki emosi, tetapi juga perlu mengatur emosi mereka, dalam arti mereka perlu mengambil sikap terhadap emosi mereka dan menerima konsekuensi dari tindakan emosional mereka. Mengapa regulasi emosi diperlukan setiap orang? Menurut pandangan evolusioner,

5Hubungan Antara Regulasi Emosi Dan Penerimaan Kelompok Teman Sebaya Pada Konseli Jurnal Psikologi Vol. 2 No. 2, Desember 2004 162


(15)

7

regulasi emosi sangat diperlukan karena beberapa bagian dari otak manusia menginginkan untuk melakukan sesuatu pada situasi tertentu, sedangkan bagian lainnya menilai bahwa rangsangan emosional ini tidak sesuai dengan situasi saat itu, sehingga membuat individu melakukan sesuatu yang lain atau tidak melakukan sesuatupun.6

Regulasi itu sendiri adalah bentuk kontrol yang dilakukan seseorang terhadap emosi yang dimilikinya. Regulasi dapat mempengaruhi perilaku dan pengalaman seseorang. Hasil regulasi dapat berupa perilaku yang ditingkatkan, dikurangi, atau dihambat dalam ekspresinya. Regulasi emosi berasal dari sumber sosial. Sumber sosial ini merupakan bagian dari minat terhadap orang lain dan norma-norma dari interaksi sosial. Regulasi juga dipengaruhi oleh usia seseorang, karena itu peneliti mengambil konseli sebagai subjek penelitian karena masa konseli, konseli masih memiliki emosi yang tidak stabil. Regulasi emosi juga mempengaruhi pembentukan kepribadian dan menjadi sumber penting bagi perbedaan individu. Misalnya, seseorang tetap tenang walaupun dalam situasi tertekan, sedangkan individu lainnya siap ‘meledak’ seperti gunung berapi. Hal ini sesuai dengan kebutuhan konseli untuk mendapatkan afeksi dan penerimaan dalam kelompok teman sebayanya.Regulasi emosi tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Kesadaran atau proses kognitif membantu individu mengatur emosi-emosi

6 Yuni Kartika, Hubungan antara Regulasi Emosi dan Penerimaan Kelompok Teman Sebaya Pada Remaja (http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Psi/article/viewFile/24/24, di akses 18 April 2016)


(16)

8

atau perasaan-perasaan, dan menjaga emosi tersebut agar tidak berlebihan, misalnya setelah atau sedang mengalami stres. Oleh sebab itu kebiasaan konseli menguasai emosi-emosi yang negatif dapat membuatnya sanggup mengontrol emosi dalam banyak situasi. Penguasaan emosi tersebut membuat konseli dapat mengendalikan emosinya sehingga dapat mendatangkan kebahagiaan bagi konseli ini.7

Keadaan emosi yang kurang dapat dikendalikan menyebabkan teman-temannya merasa kurang nyaman dengan keadaan yang seperti itu. Ketika hal ini terus terjadi berkelanjutan, maka ia akan sulit untuk berbaur dengan teman-temannya. Oleh karena itu, dikhawatirkan ia tidak dapat belajar dengan optimal di sekolah jika tidak memiliki arahan untuk meminimalisir emosi negatif yang konseli miliki.

Setiap individu memang berbeda satu sama lainnya dan mempunyai keunikan tersendiri. Kepribadian konseli adalah totalitas sifat, sikap, dan perilaku konseli yang terbentuk dalam proses kehidupan. Menurut teori konvergensi (gabungan) dari William Stern, kepribadian individu merupakan hasil antara faktor internal dan eksternal.8

Kepribadian dianggap sebagai instrument yang penting dalam menciptakan keharmonisan hubungan antara teman yang satu dengan teman yang lainnya. Kepribadian menurut Allport adalah cara berinterkasi yang khas

7Yuni Kartika, Hubungan antara Regulasi Emosi dan Penerimaan Kelompok Teman Sebaya Pada Remaja (http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Psi/article/viewFile/24/24, di akses 18 April 2016)

8Hartono, Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling (Jakarta: Prenada Media Grup, 2013), hal. 78.


(17)

9

oleh individu terhadap perangsang sosial dan kualitas diri yang dilakukan terhadap segi sosial lingkungannya.9 Ada beberapa istilah yang terkait dengan

kepribadian dalam teori psikologi kepribadian, yakni: Personality (kepribadian): penggambaran tingkah laku tanpa nilai, Character (karakter): penggambaran tingkah laku dengan nilai, Disposition (watak): karakter yang dibisa dirubah, Temperamen (temperamen): kepribadian determinan, Traits (sifat): respon yang berkelanjutan, Type-attribute (ciri): stimuli yang terbatas,

Habit (kebiasaan): respon yang berulang10

Salah satu cara untuk mengetahui kepribadian seseorang adalah melalui Fisiognomi. Fisiognomi berasal dari kata Phisis yang berarti alam dan

Gnomon yang berarti penilaian.11 Sedangkan pengertian Fisiognomi adalah

seni dan ilmu yang digunakan untuk mengenal karakter seseorang dengan melihat wajah atau Face Reading.12 Ilmu Fisiognomi pertama disusun oleh Aristoteles dengan meniliti hubungan antara ciri fisik individu dengan watak kepribadian. Setelah itu ditemukan prinsip fisiognomi oleh Shakespeare, Milton, Dryden. Kemudian abad ke-18 disempurnakan Johan Kaspar Lavater dengan menemukan ciri wajah dan kecenderungan mental. Pada abad ke-19 Franz Joseph Gall mengajukan teori frenologi kontur tengkorak menjadi petunjuk wilayah otak yang berpengaruh dengan mengidentifikasi 27 titik penting. Sehingga tahun 1950-an William Sheldon menemukan teori

somatotypes atau hubungan antara postur tubuh dengan kepribadian. Teori

9 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Grasindo, 2012), hal. 202. 10 Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: UMM Pres, 2011), hal. 07.

11 Budi Susilo, Membaca Kejujuran dan Kebohongan dari Raut Wajah, (Jogjakarta: Diva Press, 2014), hal. 14.


(18)

10

Fisiognomi dikembangkan oleh Edward Jones dalam mengidentifikasi kejahatan seseorang.Setelah itu Robert Whiteside menggunakan Fisiognomi untuk menempatan kerja.13

Fisiognomi menggunakan wajah untuk menebak karakter seseorang karena wajah merupakan organ tubuh yang pada umumnya sangat terbuka, wajah juga dapat dilihat tanpa memerlukan izin dari pemiliknya. Selain berhadapan secara langsung, wajah juga dapat dilihat atau diamati lewat foto.

Dalam bimbingan dan konseling islam, fisiognomi merupakan bagian dari appraisal atau kegiatan penilaian dan penaksiran oleh seorang konselor terhadap konseli yang meliputi berbagai kondisi pribadi, keluarga dan lingkungan sekitarnya dalam membantu pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Dalam proses bimbingan dan konseling islam tidak dapat mengabaikan karakteristik konseli berupa keunikan Kepribadian (Uniqueness

of Personality). Setiap kenseli memiliki keunikan dalam aspek

kepribadiannya, sehingga perilaku konseli beda dengan konseli lain. Perilaku tersebut ada yang tampak (overt) dan ada juga yang tidak tampak (covert). disebabkan oleh faktor internal hereditas maupun eksternal lingkungan.14

Fisiognomi juga dibenarkan dalam islam, sebab islam menganggap wajah merupakan bagian dari tubuh manusia yang paling empurna sesuai.

 











13 Naomi R. Tickle, Cara Membaca Wajah, (Jakarta: Ufuk Press, 2014), hal. 16. 14 Hartono, Psikologi Konseling, (Jakarta: Kencana,2012), hal. 78.


(19)

11

“Artinya: Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .(QS. At-Tin:04)”

Untuk mengetahui bahwa setiap orang memiliki berbagai kelebihan yang mungkin sudah disadari maupun yang tidak disadari adalah penting dengan menggunakan langkah face reading. Dengan menggunakan face reading, maka kepribadian seseorang akan mudah diketahui bahkan tanpa meminta izin dari orang tersebut. Bukan hanya kepribadian, akan tetapi wajah juga sangat berhubungan dengan energi, kekayaan, karakter, dan juga sifat seseorang.15

Dalam hal ini, peneliti menggunakan face reading untuk lebih mengenal kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh konseli agar konseli dapat meningkatkan regulasi emosinya.kemampuan meregulasi emosi penting dimiliki oleh Arienda agar arienda mampu mengembangkan potensinya dengan optimal.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka peneliti dapat mengambil beberapa rumusan masalah, sebagai berikut:

1. Bagaimana proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan face reading untuk meningkatkan regulasi emosi Seorang Siswi Kelas VIII Di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo?

15Susanto Iin, 100 Cara Super Cepat Membaca Wajah (Jakarta: PT Gramedia Widiasrana Indonesia, 2014), Hal. 5.


(20)

12

2. Bagaimana hasil Bimbingan dan Konseling Islam dengan face reading untuk meningkatkan regulasi emosi Seorang Siswi Kelas VIII Di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan face reading untuk meningkatkan regulasi emosi Seorang Siswi Kelas VIII Di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo.

2. Untuk mengetahui bagaimana hasil Bimbingan dan Konseling Islam dengan face reading untuk meningkatkan regulasi emosi Seorang Siswi Kelas VIII Di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo.

D. Manfaat Penelitian

Sebagaimana mestinya suatu penelitian tentu mempunyai manfaat secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk memberikan wawasan ilmu bagi pembaca mengenai Bimbingan dan Konseling Islam dengan face reading untuk meningkatkan regulasi emosi siswi maupun siswa di sekolah maupun dilingkungan kesehariannya.

b. Sebagai bahan referensi bagaimana memberikan bimbingan kepada siswa SMP serta lingkungan dalam meningkatkan regulasi emosi.


(21)

13

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Sekolah Menengah Pertama Islam Insan Kamil

Hasil dari penelitian ini dimaksudkan agar dapat memberikan masukan kepada SMP Islam Insan Kamil untuk meningkatkan keterampilan meregulasi emosi siswa dan siswinya

b. Bagi Siswa SMP Islam Insan Kamil

Bagi siswa SMP Islam Insan Kamil, penelitian ini dapat memberikan masukan agar siswa siswi SMP Islam Insan Kamil dapat mengenali karakteristik yang ada dalam dirinya, sehingga dalam pergaulan sehari-hari tidak tidak ada kesenjangan antara teman yang satu dengan yang lainnya. serta agar siswa dapat optimal menyalurkan potensi dirinya tanpa hambatan emosional yang dapat membuat siswa tidak nyaman dalam proses belajarnya.

c. Bagi Penulis

Dengan penelitian ini membantu peneliti sebagai wahana latihan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan, dan dapat dijadikan bahan pertimbangan peneliti selanjutnya.

E. Definisi Konsep

Agar diketahui maksud judul penelitian ini, maka berikut dijelaskan beberapa konsep sebagai berikut:

1. Bimbingan dan Konseling Islam

Bimbigan dan konseling menurut Sherter dan Stone yang terdapat dalam buku Syamsu Yusuf adalah “procces of helping an individual to


(22)

14

understand himself and his world” yang artinya adalah bahwa bimbingan dan konseling itu merupakan sebuah proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami diri dan lingkungannya.16

Bimbingan dan konseling Islam menurut H. M. Arifin adalah usaha pemberi bantuan kepada seseorang yang mengalami kesulitan, baik lahiriah maupun batiniah, yang menyangkut kehidupan, dimasa kini dan masa mendatang. Bantuan tersebut berupa pertolongan di bidang mental spiritual. Dengan maksud agar orang yang bersangkutan mampu mengatasi kesulitannya dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri, melalui dorongan dari kekuatan iman, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.17

Adapun dalam penelitian ini, akan dilakukan beberapa langkah yang diantaranya yaitu ketika pertama kali bertemu dengan konseli, peneliti akan meminta foto bersama guna kepentingan penelitian ini, selanjutnya peneliti akan meneliti dengan cara membaca wajahnya konseli melalui foto yang didapatkan, kemudian menganalisa kelebihan serta kekurangan yang ada pada diri konseli, tahap terakhir peneliti akan memberikan konseling tentang kelebihan atau potensi yang ada pada diri konseli agar bisa dikembangkan secara maksimal dan juga bisa beradaptasi dengan teman-temannya serta bisa meregulasi emosinya dengan baik.

16Syamsu Yusuf, Nurihsan Juntika, Landasan Bimbingan dan konseling (Bandung: Remaja Rosdyakarya). Hal. 5.

17H.M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Golden TerayonPress, 1982), hal. 2.


(23)

15

2. Face Reading

Face reading merupakan cara memahami sifat dan karakter seseorang melalui pembacaan karakter wajah atau dalam bahasa ilmiah disebut dengan Fisiognomi. Fisiognomi adalah salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengenal karakter seseorang dengan mudah hanya dengan melihat wajah, karena wajah merupakan anggota tubuh yang biasanya menjadi titik perhatian.18

Dalam penelitian ini face reading diambil hanya melalui gambar/foto wajah konseli yang kemudian foto itu diteliti untuk memberi masukan kepada siswa agar dapat meningkatkan keterampilan regulasi emosinya.

Adapun pemanfaatan face reading dalam penelitian ini adalah agar mengetahui bagaimana karakteristik konseli melalui wajahnya. Karena dengan mengetahui karakteristik konseli, maka kelebihan-kelebihan yang terdapat pada diri konseli dapat dikembangkan dan juga sebagai acuan untuk membimbing konseli dalam meningkatkan regulasi emosinya.

Diharapkan adanya face reading ini dapat memberi manfaat untuk konseli agar senantiasa dapat memperkuat hubungan antar teman. Serta untuk meneropong potensi yang dimiliki dan mengawalnya melalui treatment (perlakuan) yang sesuai sehingga proses perjalanan belajarnya menjadi kondusif.


(24)

16

3. Regulasi Emosi

Menurut William James dalam buku ini dijelaskan bahwa emosi adalah keadaan jiwa yang menampakkan diri dengan sesuatu perubahan yang jelas pada tubuh.Jadi, emosi setiap orang adalah keadaan jiwanya tetapi nampak secara nyata pada perubahan jasmaniahnya.

Emosi manusia pada pokoknya dapat dibedakan dalam dua macam. Pertama yaitu emosi halus dan menyenangkan, misalnya kasih sayang. Kedua yaitu emosi yang kasar dan menyebalkan. Emosi yang kedua ini banyak ragamnya dan satu diantara banyak menjadi penghalang sukses ialah marah.19

Reivich dan Shatte mendefinisikan regulasi emosi sebagai kemampuan untuk tenang di bawah tekanan. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang dibawah tekanan, meliputi semua kesadaran dan ketidaksadaran strategi yang digunakan untuk menaikkan, memelihara, mengontrol dan menurunkan emosi sehingga berpengaruh pada perasaan, perilaku, dan respon fisiologis.

Adapun regulasi emosi yang ingin ditingkatkan dari diri konseli adalah yang awalnya sangat mudah marah, cenderung egois, dan tidak mudah berbaur dengan temannya akan lebih bisa meregulasi semua menjadi lebih baik. Karena semua manusia berhak untuk dibimbing kearah yang lebih baik. Diharapkan agar konseli bisa meregulasi emosinya seperti

19Yadi Purwanto, Rahmat Mulyono, Psikologi Marah (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), hal.8


(25)

17

mengurangi sifat egois antar teman dan lebih mudah mengontrol emosi marahnya agar teman-temannya bisa nyaman berteman serta konseli bisa belajar dengan optimal dengan bantuan teman-temannya.

Dengan bantuan face reading ini, konseli akan menemukan sejatinya potensi-potensi yang dia punya agar lebih bisa dikembangkan dan membantu konseli agar semakin bisa menata rapi emosinya ketika berhubungan dengan orang lain.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada umumnya sebuah penelitian menggunakan dua model metode penelitian, yaitu metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif. Fokus dalam penelitian ini adalah Bimbingan dan Konseling Islam dengan Face reading untuk meningkatkan regulasi emosi Seorang Siswi Kelas VIII Di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo. Guna mendalami fokus tersebut jenis penelitian ini mengggunakan metode penelitian kualitatif (qualitative research). Metode penelitian kualitatif sebagaimana yang diungkapkan Bogdan dan Taylor sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.20

Penelitian kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala sosial

20 Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 4


(26)

18

budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku.21

Penelitian kualitatif dipilih karena fenomena yang diamati perlu pengamatan terbuka, lebih mudah berhadapan dengan realitas, kedekatan emosional antar peneliti dan subjek/konseli sehingga didapatkan data yang mendalam, dan bukan pengangkaan. Penelitian kualitatif memiliki tujuan untuk mengeksplorasi kekhasan pengalaman seseorang ketika mengalami suatu fenomena sehingga fenomena tersebut dapat di buka dan dipilah sehingga dicapai suatu pemahaman yang ada. Metode kualitatif tidak menggunakan pertanyaan yang rinci, biasanya hanya dimulai dengan pertanyaan yang umum, tetapi kemudian meruncing dan mendetail karena peneliti memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada partisipan dalam mengungkapkan pikiran dan pendapatnya.

Dalam mengumpulkan, mengungkapkan berbagai masalah dan tujuan yang hendak dicapai, maka penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus (case study). Menurut Moh. Nadzir, Studi Kasus adalah penelitian tentang status obyek penelitian yang berkaitan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan atau khas dari personalitas.22

Jadi pada penelitian ini, penulis menggunakan penelitian studi kasus karena penulis ingin melakukan penelitian dengan cara mempelajari

21 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Rineka Karya, 1998), hal. 20 22Moh. Nazir, MetodePenelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hal. 63


(27)

19

individu secara rinci dan mendalam selama kurun waktu tertentu untuk membantunya memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik.

2. Sasaran dan lokasi penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah seorang pelajar SMP yang mengalami kesulitan dalam mengelola emosinya, karena banyak diantara teman-temannya yang mengeluh dengan sikapnya yang suka berubah-ubah.Sedangkan peneliti adalah seorang mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya yang bernama Arina Rifqiyani. Adapun Lokasi penelitian yaitu di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo.

3. Jenis dan sumber data

Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah kualitatif, yakni data yang meliputi gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi tentang latar belakang konseli, konselor dan masalah, proses pemberian Bimbingan dan Konseling dalam menangani keterampilan untuk meregulasi emosi dan hasil dari proses pemberian Bimbingan dan Konseling.

Terdapat dua sumber data dalam penelitian ini, yakni data primer dan data sekunder. Sumber data primer adalah subyek penelitian yang dijadikan sebagai sumber informasi penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau pengambilan data secara langsung23 atau dikenal dengan

istilah interview (wawancara). Data yang diperoleh langsung dari konseli


(28)

20

dan guru Bimbingan Konseling. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari wali kelas dan teman-teman sekolahnya.

4. Tahap-tahap penelitian

Adapun tahap-tahap penelitian menurut buku metodologi penelitian kualitatif adalah:

a. Tahap pra lapangan

1) Menyusun rencana penelitian

Dalam hal ini peneliti akan memahami sebab-sebab atau hal-hal yang mempengaruhi konseli. Setelah mengetahui maka peneliti akan membuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi konsep dan membuat rancangan data-data yang peneliti perlukan.

2) Memilih lapangan penelitian

Dalam hal ini peneliti memilih lapangan penelitian di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo.

3) Mengurus perizinan

Surat izin untuk penelitian dibuat secara tertulis dan ditujukan kepada kepala sekolah SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo sebagai bentuk birokrasi dalam penelitian.

4) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan

Peneliti akan mengenali keadaan yang sesuai dengan keadaan di lapangan serta menyiapkan perlengkapan yang


(29)

21

diperlukan di lapangan, kemudian peneliti mulai mengumpulkan data yang ada di lapangan.

5) Memilih dan memanfaatkan konseli

Konseli adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi serta latar belakang kasus tersebut. Konseli dalam penelitian ini adalah konseli, guru wali kelas, dan teman-teman konseli di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo.

6) Menyiapkan perlengkapan penelitian

Peneliti menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan, pedoman wawancara, alat tulis, map, buku, perlengkapan fisik, izin penelitian, dan semua yang berhubungan dengan penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan deskripsi data lapangan.

7) Persoalan etika penelitian

Etika penelitian pada dasarnya yang menyangkut hubungan baik antara peneliti dengan subjek penelitian, baik secara perorangan maupun kelompok. Maka peneliti harus mampu memahami kebudayaan, adat istiadat ataupun bahasa yang di gunakan, kemudian ”untuk sementara” peneliti menerima seluruh nilai dan norma yang ada di dalam masyarakat.24Dalam penelitian

ini berdasarkan kode etik dan norma yang ada di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo.

24Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1988), hal. 85-92


(30)

22

b. Tahap lapangan

1) Memahami latar penelitian

Sebelum peneliti memasuki lapangan, peneliti perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu. Disamping itu perlu mempersiapkan diri baik secara fisik maupun secara mental.

2) Memasuki lapangan

Saat memasuki lapangan peneliti akan menjalin hubungan yang baik dengan subjek-subjek penelitian, sehingga akan memudahkan peneliti untuk mendapatkan data.

3) Berperan serta dalam mengumpulkan data

Dalam tahap ini yang harus peneliti pengarahan batas studi serta memulai memperhitungkan batas waktu, tenaga ataupun biaya. Disamping itu juga mencatat data yang telah didapat di lapangan yang kemudian analisis di lapangan.

4) Tahap Analisis Data

Suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Peneliti menganalisis data yang dilakukan dalam suatu proses yang berarti pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data yang dilakukan dan dikerjakan secara intensif. Kemudian menghasilkan tema dan hipotesis yang sesuai dengan kenyataan. 5. Teknik Pengumpulan Data


(31)

23

Hal yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum mengadakan penelitian adalah menentukan teknik yang akan digunakan dalam mengumpulkan data, harus diperlihatkan cara dan hakekat pemakaian metode pengumpulan datanya. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.25

Dalam penelitian kualitatif teknik pengumpulan data sangat penting guna mendapatkan data dalam sebuah penelitian. Tanpa mengetahui tenik pengumpulan data maka penelitian tidak akan mendapatkan data sesuai dengan apa yang diharapkan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan (observasi), wawancara mendalam (in dept interview), dan studio dokumentasi.

Adapun lebih jelasnya sebagai berikut: a) Observasi (pengamatan)

Observasi atau Pengamatan merupakan suatu unsur penting dalam penelitian kualitatif, observasi dalam konsep yang sederhana adalah sebuah proses atau kegiatan awal yang dilakukan oleh peneliti untuk bisa mengetahui kondisi realitas lapangan penelitian. Menurut Black dan Champion.26 Observasi adalah mengamati dan mendengar

25 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 224

26 James A. Black dan Dean J. Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal. 286


(32)

24

perilaku seseorang selama beberapa waktu, tanpa melakukan manipulasi atau pengendalian serta mencatat penemuan yang memungkinkan atau memenuhi syarat untuk digunakan kedalam tindakan analisis.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi. Observasi adalah peneliti terlibat langsung dengan kegiatan subjek yang sedang diteliti atau dengan orang yang dijadikan sebagai sumber penelitian dengan mengikuti apa yang dikerjakan oleh subjek yang diteliti.27

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengobservasi mengenai keseharian konseli. Bagaimana keseharian konseli dengan teman, guru, atau bahkan dengan orang tua konseli. Peneliti juga ingin mengobservasi cara berkomunikasi serta karaktersitik konseli dalam setiap kegiatan baik pada saat di sekolah maupun saat dilingkungan rumahnya.

b) Wawancara

Wawancara merupakan bagian penting dalam penelitian kualitatif sehingga peneliti dapat memperoleh data dari berbagai konseli secara langsung. Penelitian kualitatif sangat memungkinkan untuk penyatuan teknik observasi dengan wawancara. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nasution28 bahwa dalam sebuah penelitian

27 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R dan D (Bandung Alfabeta, 2010), hal . 227

28 S. Nasution, Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 2003), hal. 69


(33)

25

kualitatif observasi saja, belum memadai itu sebabnya observasi harus dilengkapi dengan wawancara.

Menurut Hadi yang tertulis dalam buku karya Burhan Bungin dijelaskan bahwa wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan jalan tanya-jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini wawancara merupakan alat utama dalam menggali data tentang regulasi emosi siswa.

Pada tahap ini, dilakukan wawancara secara intensif dan mendalam terhadap para konseli, dengan cara wawancara yang tidak terstruktur dengan menggunakan panduan yang memuat garis besar lingkup penelitian, dan dikembangkan dengan bebas selama wawancara berlangsung akan tetapi tetap pada sebatas ruang lingkup penelitian, dengan tujuan agar tidak kaku dalam memperoleh informasi dengan mempersiapkan terlebih dahulu gambaran umum pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara mendalam secara umum merupakan suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan konseli atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara dimana pewawancara dan konseli terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.29

Peneliti mengamati kenyataan dan mengajukan pertanyaan dalam

29 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 108


(34)

26

wawancara hingga berkembang secara wajar berdasarkan ucapan dan buah pikiran yang dicetuskan oleh orang yang diwawancarai.30

Maksud dalam penelitian ini penulis memaparkan data hasil penelitian di lapangan yakni tentang hasil face reading untuk meregulasi emosi siswa di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo.

Pada tahap wawancaraini peneliti akan mengajukan beberapa pertayaan mengenai keseharian dan karakteristik konseli ketika disekolah maupun di lingkungan rumahnya,. Peneliti akan mengajukan beberapa pertanyaan kepada teman, sahabat, guru, atau bahkan kepada orang tua konseli.

c) Dokumentasi

Merupakan suatu metode atau teknik yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk mengungkapkan atau mencari berbagai informasi dari sumber-sumber yang berkaitan dengan masalah penelitian. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.31 Biasanya dokumentasi ini berupa pengambilan foto atau

video aktifitas dari subyek yang ditelitinya. Kemudian dari foto-foto itulah diolah sehingga menjadi sebuah catatan lapangan, dan dari foto-foto itu bisa diketahui bagaimana kenyataan di lapangan.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berupa tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan dan

30 Andi Prastowo, Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Diva Press, 2010), hal. 14


(35)

27

semacamnya. Dokumen yang berbentuk gambar dapat berupa foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Sedangkan dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain. Studi dokumen dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.

6. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif proses analisis data berlangsung sebelum peneliti ke lapangan, kemudian selama di lapangan dan setelah di lapangan, sebagaimana yang diungkapkan Sugiyono32 bahwa analisis data

telah dimulai sejak dirumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan terus berlanjut sampai penulisan hasil penelitian. Oleh karena itu, analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yakni proses mengumpulkan dan menyusun secara baik data-data yang didapatkan melalui observasi, wawancara, dan dokumen serta berbagai bahan lain yang berkaitan dengan fokus penelitian. Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.33

a. Analisis sebelum di lapangan

32 Soerjono Soekanto, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), h. 10.


(36)

28

Sebelum terjum ke lapangan peneliti melakukan analisis terhadap berbagai data yang berkaitan dengan Face reading untuk meningkatkan regulasi emosi seorang siswa SMP, baik skripsi, tesis, tulisan dalam bentuk buku, jurnal maupun tulisan lepas lain yang ditemukan di berbagai media cetak maupun elektronik.

Proses analisis data dilakukan secara terus-menerus untuk menemukan hal-hal penting untuk membantu mempermudah dalam mengkaji penelitian ini. namun proses analisis dilakukan pada tahap ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah berada di lapangan dan mengumpulkan data-data yang terkait dengan masalah penelitian.

b. Analisis di lapangan dengan menggunakan model Miles dan Huberman Miles dan Huberman menyatakan bahwa aktifitas dalam analisis data pada kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas analisis data sebagaimana yang diungkapkan tersebut meliputi tiga unsur yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan, sebagai berikut:

1) Reduksi Data (Reduction Data)

Merupakan langkah awal dalam menganalisis data dalam penelitian ini.Kegiatan reduksi data bertujuan untuk mempermudah peneliti dalam memahami data yang telah dikumpulkan. Data yang telah dikumpulkan dari lapangan memalui observasi, wawancara


(37)

29

direduksi dengan cara merangkum, memilih hal-hal yang pokok dan penting, mengklarifikasi sesuai fokus yang ada pada masalah dalam penelitian ini. Reduksi data memerlukan kecerdasan dan keluasan wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui diskusi tersebut, maka wawasan peneliti akan berkembang sehingga dapat mereduksi data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan.34

Proses mereduksi data merupakan bagian dari analisis untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan membuang yang tidak perlu dan mengorganisir data dengan baik sehingga proses kesimpulan akhir nanti terlaksana dengan baik.

Dalam penelitian ini, aspek-aspek yang direduksi adalah hasil observasi maupun wawancara menyangkut konsep diri remaja yaitu.Pemenuhan aspek-aspek dimaksud memudahkan dalam melakukan penyajian data dan berujung pada penarikan kesimpulan dari hasil penelitian ini.

2) Penyajian Data (Display Data)

Merupakan tahapan kedua dalam aktivitas menganalisa data seperti yang dikemukakkan oleh Miles dan Huberman. Dalam proses penyajian data peneliti menyajikan data secara jelas dan

34 Ismail Nawawi, Metoda Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi Interdisipliner untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/ Ekonomi Islam, Agama, Manajemen, dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), hal. 258


(38)

30

singkat untuk memudahkan dalam memahami masalah yang diteliti, baik secara keseluruhan maupun bagian demi bagian. Untuk itu menurut Nasution35 bahwa data yang bertumpuk dan laporan

yang tebal akan sulit dipahami, oleh karena itu agar dapat melihat gambaran atau bagian-bagian tertentu dalam penelitian harus diusahakan membuat berbagai macam matriks, uraian singkat, networks, chart dan grafik. Sementara itu Miles dan Huberman mengungkapkan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif. Sebagaimana dengan proses reduksi data, penyajian data dalam penelitian ini tidaklah terpisah dari analisis data. Hal pertama yang dilakukan dalam proses penyajian data pada penelitian ini adalah penggambar secara umum hasil penelitian ini dimulai dari lokasi penelitan yaitu di kediaman subjek.

3) Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dan verifikasi adalah tahapan terakhir dalam teknik analisis data pada peneltian kualitatif. Dari proses pengumpulan data, peneliti mulai mencatat semua fenomena yang muncul dan melihat sebab akibat yang terjadi sesuai dengan masalah penelitian ini.dari berbagai aktifitas dimaksud maka peneliti membuat kesimpulan berdasarkan data-data awal yang ditemukan, data-data dimaksud masih bersifat sementara. Penarikan


(39)

31

kesimpulan ini berubah menjadi kesimpulan akhir yang akurat dan kredibel karena proses pengumpulan data oleh peneliti menemukan bukti-bukti yang kuat, valid dan konsisten dalam mendukung data-data yang dimaksud.

Kesimpulan-kesimpulan yang ada kemudian diverifikasi selama penelitan berlangsung. Yaitu berupa pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran peneliti selama masa penulisan (penyusunan dan pengolahan data), tinjauan ulang pada catatan-catatan selama masa penelitian di lapangan, tinjauan kembali dengan seksama berupa tukar pikiran dengan para ahli (pembimbing) untuk mengembangkan kesepakatan intersubjektif, serta membandingkan dengan temuan-temuan data lain yang berkaitan dengan bimbingan konseling Islam siswa kelas VIII SMP Islam Insan Kamil.

Kesimpulan penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum ada yang berupa deskripsi atau gambaran yang sebelumnya belum jelas menjadi jelas.36

Dengan demikian ketiga unsur dalam analisis data merupakan satu kesatuan atau unsur penting dalam analisis hasil sebuah penelitian kualitatif sebagaimana yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman. Maka dari itu analisis data dalam penelitian ini merupakan sebuah proses untuk mencari serta menyusun secara

36 Ismail Nawawi, Metoda Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi Interdisipliner untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/ Ekonomi Islam, Agama, Manajemen, dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012),. h. 259


(40)

32

sistematik data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumen sehingga berakhir dengan kesimpulan yang mudah dipahami.

7. Teknik pemeriksaan keabsahan data

Pemeriksaan keabsahan data dalam kualitatif sangat diperlukan untuk menguji ataupun memeriksa akurasi data yang telah dikumpulkan dari proses penelitian ini berlangsung. Menurut Nasution pemeriksaan keabsahan data diperlukan untuk membuktikan hasil yang diamati sudah sesuai dengan kenyataan dan memang sesuai dengan sebenarnya ada atau kejadiannya.Teknik yang digunakan dalam pemeriksaan keabsahan data penelitian ini adalah Triangulasi Data.

Triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan data yang diperoleh dari beberapa teknik penggaliaan data yang digunakan, seperti observasi, wawancara, pencatatan lapangan (field

note) dan dokumentasi.37 Triangulasi data ini biasanya ada dua cara yang

dilakukan oleh peneliti yaitu:

a. Membandingkan semua hasil data yang diperoleh dari lapangan mulai dari data observasi, wawancara dan dokumentasi, hal ini dilakukan untuk mencari keabsahan dari data-data yang telah diperoleh.

b. Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumentasi, yang tujuannya untuk mengkomparasikan antara kedua data tersebut.


(41)

33

Oleh karena itu dalam penelitian ini diadakan pengecekan terhadap validasi data yang telah diperoleh dengan mengkonfirmasi antara data/informasi yang diperoleh dari sumber lain yaitu teman dari subjek, saudara atau keluarga subjek, tetangga, guru atau wali subjek. Peneliti membandingkan data hasil wawancara dari subjek penelitian dengan data hasil observasi dan mencocokkannya kemudaian mengalisis.

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab pokok bahasan yang meliputi:

BAB PERTAMA : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, subyek penelitian, jenis dan sumber data, tahap-tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, teknik pemeriksaan keabsahan data, dan sistematika pembahasan.

BAB KEDUA : Kerangka teoritik meliputi kajian pustaka yang membahas tentang Bimbingan dan Konseling Islam, analisa Face reading, dan Langkah-langkah dalam pemberian bantuan melalui Bimbingan dan Konseling. Keterampilan regulasi emosi, yang dapat digunakan untuk menyalurkan potensi dirinya tanpa hambatan emosional yang dapat membuat siswa tidak nyaman dalam proses belajarnya.

BAB KETIGA :Penyajian data terdiri dari deskriptif umum objek penelitian. Deskriptif umum objek penelitian membahas tentang: gambaran


(42)

34

lokasi penelitian, deskripsi klien, deskripsi masalah dan deskripsi konselor. Sedangkan deskripsi proses penelitian membahas tentang: proses Bimbingan dan Konseling Islam denganFace reading untuk meningkatkan regulasi emosi Seorang Siswi Kelas VIII Di SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo.

BAB KEEMPAT : Analisis data yang mana analisis data yaitu analisis data mengenai proses pencegahan ketidakoptimalan proses belajar akibat tidak stabilya emosi dengan menggunakan face reading untuk siswi kelas VIII SMP Islam Insan Kamil.

BAB KELIMA : Penutup, penutup merupakan bagian terakhir. Di mana pada bagian ini akan membahas tentang kesimpulan, saran dan lampiran-lampiran.


(43)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritik

1. Bimbingan dan Konseling Islam

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam

Bimbingan dan Konseling Islam secara etimologis merupakan akronim dari istilah yang berasal dari bahasa Inggris dan bahasa Arab, Istilah dari bahasa Inggris Guidance and Counseling. Kata Guidance itu sendiri berasal dari kata kerja to guide yang secara bahasa berarti menunjukkan, membimbing atau menuntun orang lain ke jalan yang benar. Sedangkan dalam bahasa Arab dalam bentuk masdar yang secara harfiah berarti selamat, sentosa atau damai. Dari kata kerja sallama diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri. Dengan demikian arti pokok Islam secara kebahasaan adalah

ketundukan, keselamatan, dan kedamaian.1

Hakikat Bimbingan dan konseling Islam adalah upaya membantu individu belajar mengembangkan fitrah dan atau kembali kepada fitrah dengan cara memberdayakan iman, akal, dan kemauan yang dikaruniakan Allah SWT. Kepadanya untuk untuk mempelajari tuntutan

1Aswadi, Iyadah dan Ta’ziyah Perspektif Bimbingan Konseling Islam, (Surabaya :


(44)

36

Allah dan Rasul-Nya agar fitrah yang ada pada individu berkembang

dengan benar dan kukuh sesuai dengan tuntunan Allah.2

Bimbingan Konseling Islam menurut Samsul Munir Amin ialah “Proses pemberian bantuan terarah, kontinue dan sistematis kepada setiap individu (oleh konselor) agar ia (konseli) dapat mengembangkan potensi keagaman yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternaslisasikan nilai-nilai yang terkandung didalam AL-Qur’an dan Al-Hadits Rasulullajh SAW.”3

Dapat diartikan pula, bahwa Bimbingan Konseling Islam ialah proses pemberian bantuan kepada individu terhadap eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan

akhirat.4

b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam

Adapun tujuan-tujuan dari bimbingan dan konseling adalah sebagai

berikut: 5

1) Manusia dibekali dengan potensi akal, pendengaran, penglihatan

dan hati serta petunjuk ilahiyah, sehingga seharusnya ia melaksanakan tugas-tugas keagamaan yang diberikan Allah kepada dirinya, sebagai kholifah, yaitu orang yang melaksanakan apa yang

telah dilaksanakan genarasi sebelumnya, sekaligus sebagai abdullah

yaitu penyembah Allah. Dalam konsep Al-qur’an dijelaskan tentang

2Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Islami (Teori Dan Praktik), (Yogyakarta :

Pustaka Pelajar, 2013), hal. 22

3Samsul Munir, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta : Amzah, 2010), hal. 23

4 Anik Masruroh dan Ragwan Albar, Bimbingan Konseling Islam dalam Mengatasi

Depresi Seorang Remaja Korban Pornografi di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jagir Wonokromo Surabaya, dalam Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam Fak.Dakwah UIN SA, vol 1, 2011, hal. 164

5 Komaruddin, Dakwah dan Konseling Islam (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2008),


(45)

37

konsep Rububiyah atau perantara dan Uluhiyah atau memprioritaskan untuk selalu mendekatkan diri pada Allah,

masing-masing surat Ibrohim [14] ayat 01 dan surat al-Ahzab [33] ayat

70-71. Adapun bunyi ayatnya disebutkan berurutan sesuai isi di atas yakni:

Artinya: “Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”(QS. Ibrohim:01).

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar (71), Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar (72)” (QS.

al-Ahzab :71-72).6

2) Membentuk pribadi sehat menurut islam yang diukur berlandaskan

fungsi iman sebagai penuntun kognitif, afektif dan psikomotorik

manusia. Dalam hal ini berarti berfikir, bertindak dan berbuat sesuai dengan fitrahnya yang mengarahkan pada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, meliputi mencintai Allah, bertaqwa, mengakui


(46)

38

kesalahan ber-ma’ruf dan nahi mungkar, memelihara hubungan

dengan Allah dan sesama manusia, berpandangan hidup lurus, saling menolong dalam kebaikan dan melarang berbuat dosa, batinnya kuat, berlaku sabar dan adil, bernasehat tentang kebenaran, selalu mengingat Allah, menjaga keseimbangan dunia dan akhirat, selalu berfikir positif dan menjaga silaturrahim. Adapun persaudaraan dan

tolong-menolong serta amar ma’ruf nahi mungkar yang dikonsepkan

di atas sesuai dengan kandungan ayat-ayat sebagai berikut:

Persaudaraan pada suratal-Hujurat [49] ayat 10, amar maruf nahi

mungkar pada surat al-Taubah [09] ayat 71. Adapun bunyi ayatnya

disebutkan berurutan sesuai isi di atas yakni:

Artinya: “orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”(QS. al-Hujurat:10).

Artinya: “dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh


(47)

39

Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”(QS.

al-Taubah: 71).7

3) Menjaga dari pribadi yang tidak sehat, berupa tidak berfungsinya

iman. Sehingga melupakan Allah, dhalim, kafir, musyrik, syirik, munafik, mengikuti hawa nafsu.

4) Perberdayaan iman yaitu beragama tauhid dan penerima kebenaran,

terikat perjanjian dengan Allah dan mengakui bahwa Allah sebagai

Tuhannya, dibekali akal, pendengaran, penglihatan, hati dan

petunjuk ilahiyah sebagai kholifah dan abdullah, bertanggung jawab

atas perbuatannya, serta diberi kebebasan menurut jalan hidupnya sesuai dengan fitrahnya. Hal ini telah disebutkan dalam Al-qur‟an

surat al- Furqon [25] ayat 63 yang berbunyi:

Artinya: “dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan”(QS. al- Furqon: 63).

c. Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam

Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga sifat. Secara tradisional, umum dan khusus.

1. Secara tradisional, fungsi Bimbingan dan Konseling Islam dapatt

digologkan pada tiga bentuk, yaitu :


(48)

40

a. Fungsi remedial atau Rehabilitatif, yang berkaitan dengan

penyesuaian diri, penyembuhan masalah psikologis, pemulihan kesehatan mental dan mengatasi gangguan emosional.

b. Fungsi Edukatif, pendidikan maupun pengembangan yang terkait

dengan bantuan penigkatan keterampilan-keterampilan maupun kecakapan hidup.

c. Fungsi Preventif (pencegahan), upaya ini dapat ditempuh melalui

pengembangan strategi dan program-program yang dapat digunakan untuk mengantisipasi dan menghindarkan berbagai resiko hidup yang tidak perlu.

2. Adapun fungsi serta peran dari bimbingan dan konseling adalah

sebagai berikut:

a) Pemahaman, yaitu membantu klien agar memiliki

pemahaman terhadap dirinya dan lingkungannya.

b) Preventif, yaitu upaya konselor untuk mengantisifasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya supaya tidak terjadi pada diri klien. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan pada klien tentang cara menghindari diri dari perbuatan yang merugikan.

c) Pengembangan, yaitu konselor berupaya untuk menciptakan

lingkungan yang kondusif. membantu klien agar potensi yang

telah disalurkan untuk dikembangkan lagi agar lebih baik.8


(49)

41

Konselor membimbing klien pada proses pengembangan potensi dirinya.

d) Perbaikan (kuratif), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat

penyembuhan. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada klien yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, keluarga

maupun karir. 9

e) Penyusaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu klien

agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap kehidupan sosialnya.

Peran Bimbingan dan Konseling adalah untuk membantu klien menyadari kekuatan mereka sendiri, menemukan hal-hal yang merintangi penggunaan kekuatan itu, dan memperjelas tentang pribadi seperti apa yang diinginkan oleh klien. Bimbingan dan appraisal konseling untuk mencegah terjadinya perpecahan antar teman sesuai

prinsip preventif, untuk memperbaiki hubungan sosial terhadap guru,

teman, maupun orang tuanya sebagai langkah kuratif, dan sebagai

langkah untuk meningkatkankeharmonisankomunikasi atau

devolepment melalui peningkatan regulasi emosiyang ada pada diri

konseli, karena dengan menggunakan face reading maka akan

diketahui apa saja kelebihan dan kekurangan yang bisa dioptimalkan untuk kearah yang lebih baik.

9Syamsu Yusuf, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Rosda Karya, 2005),


(50)

42

3. Secara Spesifik, fungsi Bimbingan dan Konseling Islam dapat digolongkan pada empat bentuk, yaitu :

a. Fungsi Pencegahan (Prevention)

b. Fungsi Penyembuhan Dan Perawatan (Treatment) c. Fungsi Penyucian (Stenisasi)

d. Fungsi Pembersihan (Punfication)10

d. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam

1. Asas-asas kebahagiaan dunia akhirat

Kebahagiaan hidup duniawi, bagi seorang muslim hanya merupakan kebahagiaan yang sifatnya sementara, kebahagiaan akhiratlah yang menjadi tujuan utama, sebab kebahagiaan akhirat merupakan kebahagiaan abadi yang amat banyak.

2. Asas Fitrah

Manusia menurut Islam, dilahirkan dalam atau membawa fitrah, yaitu berbagai kemampuan potensi bawaan dan kecenderungan sebagai muslim atau beragama Islam. Fitrah kerap kali diartikan sebagai bakat, kemampuan atau potensi diri.

3. Asas Lillahi ta’ala

Bimbingan dan konseling Islam diselenggarakan semata-mata karena Allah. Konsekuensi dari asas ini berarti pembimbing melakukan tugasnya dengan penuh keikhlasan, tanpa pamrih, sementara yang dibimbing pun menerima atau meminta bimbingan

10Aswadi, Iyadah dan Ta’ziyah Perspektif Bimbingan Konseling Islam, (Suabaya :


(51)

43

dan atau konseling dengan ikhlas dan rela, karena semua pihak merasa bahwa yang dilakukan adalah karena dan untuk pegabdian kepada Allah semata.

4. Asas bimbingan seumur hidup

Manusia hidup tidak akan ada yang sempurna dan selalu bahagia, mungkin saja manusia akan mengalami kesulitan dan kesusahan. Oleh karena itulah bimbingan dan konseling Islam diperlukan sebagai pendidikan seumur hidup selama hayat masih dikandung badan, karena belajar menurut Islam wajib dilakukan oleh semua orang Islam tanpa membedakan usia.

5. Asas kesatuan jasmaniah rohaniah

Manusia itu dalam hidupnya didunia merupakan satu kesatuan jasmaniah-rohaniah. Bimbingan dan konseling Islam memperlakuka konselinya sebagai makhluk jasmaniah-rohaniah, tidak memandangya sebagai makhluk biologis semata, atau makhluk rohaniah semata. Akan tetapi membantu individu untuk hidup dalam keseimbangan jasmaniah-rohaniah.

6. Asas keseimbangan rohaniah

Rohani manusia memiliki unsur daya kemampuan berpikir, merasakan atau menghayati dan kehendak atau hawa nafsu, serta juga akal. Orang yang dibimbing diajak untuk mengetahui apa-apa yang perlu diketahuinya dan apa-apa yang perlu dipikirkannya, sehingga memperoleh keyakinan, tidak menerima begitu saja tetapi


(52)

44

juga tidak menolak begitu saja. Orang yang dibimbing diajak untuk menginternalisasikan norma dengan semua kemampuan rohani, bukan cuma mengikuti hawa nafsunya.

7. Asas kemaujudan individu

Bimbingan dan konseling Islam, berlangsung pada citra manusia menurut Islam, memandang seorang individu merupakan suatu maujud (eksistensi) tersendiri. Individu mempunyai hak dan perbedaan dari individu yang lainnya.

8. Asas sosialitas manusia

Manusia merupakan makhluk sosial, maka dalam bimbingan dan konseling Islam sosialitas manusia diakui dengan memperhatikan hak individu juga diakui dalam batas tanggung jawab sosial.

9. Asas kekhalifahan manusia

Sebagai khalifah, manusia harus memelihara

keseimbangan, sebab problem-problem kehidupan kerap muncul dari ketidakseimbangan yang diperbuat oleh manusia itu sendiri.

10.Asas keselarasan dan keadilan

Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan,

keseimbangan, keserasian dalam segala segi. Dengan kata lain Islam menghendaki manusia berlaku “adil” terhadap hak dirinya sendiri, hak orang lain, hak alam semesta (hewan, tumbuhan, dsb), dan juga hak Tuhan.


(53)

45

11.Asas pembinaan akhlaqul-karimah

Bimbingan dan konseling Islam membantu konseli dalam memelihara, mengembangkan, dan menyempurnakan sifat-sifat yang baik dari konseli tersebut..

12.Asas kasih sayang

Bimbingan dan konsleing Islam dilakukan berlandaskan kasih sayang, sebab dengan kasih sayanglah bimbingan dan konseling akan berhasil.

13.Asas saling menghargai dan menghormati

Dalam bimbingan dan konseling Islam kedudukan pembimbing atau konselor dengan yang dibimbing atau konseli pada dasarnya sama. Perbedaannya terletak pada fungsinya saja, yakni pihak yang satu memberikan bantuan dan yang satu menerima bantuan. Hubungan yang terjalin merupakan hubungan yang saling menghormati sesuai dengan kedudukan masing-masing sebagai makhluk Allah.

14.Asas musyawarah

Bimbingan dan konseling Islam dilakukan dengan asas

musyawarah artinya antara konselor dengan konseli terjadi dialog yang baik, satu sama lain tidak saling mendiktekan, tidak ada perasaan tertekan dan keinginan tertekan.

15.Asas keahlian

Bimbingan dan konseling Islam dilakukan dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki kemampuan keahlian


(54)

46

dibidang tersebut. Baik keahlian secara metodologi dan teknik-teknik bimbingan dan konseling, maupun dalam bidang yang menjadi permasalahan (objek garapan/materi) bimbingan dan

konseling.11

e. Unsur-unsur dalam proses bimbingan dan konseling Islam

Bimbingan dan konseling Islam memiliki beberapa unsur atau komponen yang paling terkait dan saling berhubungan satu sama lain, yaitu :

1. Konselor

Konselor adalah orang yang bermakna bagi konseli,

konselor menerima apa adanya dan bersedia sepenuh hati membantu konseli mengatasi masalahnya disaat yang amat kritis sekalipun dalam upaya menyelamatkan konseli dari keadaan yang tidak menguntungkan baik untuk jangka pendek dan utamanya jangka panjang dalam kehidupan yang terus berubah.

2. Konseli

Konseli adalah orang yang sedang menghadapi masalah karena dia sendiri tidak mampu dalam menyelesaikan masalahnya. Sekalpun konseli adalah individu yang memperoleh bantuan, dia bukan objek atau individu yang pasif atau yang tidak memiliki kekuatan apa-apa. Dalam konteks konseling individu

11Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konsling dalam Islam, cet.III, (Yogyakarta : UII


(55)

47

adalah subyek yang memiliki kekuatan, motivasi, memiliki kemauan untuk berubah dan pelaku bagi perubahan dirinya.

3. Masalah

Menurut Sudarsono dalam kamus konseling, masalah adalah

suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang atau kelompok

menjadi rugi atau sakit dalam melakukan sesuatu.12

f. Prinsip- prinsip Dasar Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam.

Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling Islam diantaranya:

1. Membantu individu untuk mengetahui, mengenal, dan memahami

keadaan dirinya sesuai dengan hakikatnya (mengingatkan kembali ke fitrahnya).

2. Membantu individu menerima keadaan dirinya sebagaimana

adanya, baik dan buruknya, kekuatan dan kelemahannya, sebagai sesuatu yang telah ditakdirkan oleh Allah, namun manusia hendaknya menyadari bahwa diperlukan ikhtiar sehingga dirinya mampu bertawakkal kepada Allah SWT.

3. Membantu individu memahami keadaan (situasi dan kondisi) yang

dihadapinya.

4. Membantu individu menemukan alternatif pemecahan masalah.

Membantu individu mengembangkan kemampuannya

mengantisipasi masa depan, sehingga mampu memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan keadaan sekarang dan

12Aswadi, Iyadah Dan Ta’ziyah Perspektif Bimbingan Konseling Islam, (Surabaya :


(56)

48

memperkirakan akibat yang akan terjadi, sehingga membantu mengingat individu untuk lebih berhati-hati dalam melakukan

perbuatan dan bertindak.13

g. Langkah- langkah Bimbingan dan Konseling Islam

Adapun langkah-langkah dalam Bimbingan dan Konseling Islam, diantaranya adalah:

1. Identifikasi

Langkah ini dimaksudkan untuk mengenal kasus beserta gejala-gejala yang nampak. Dalam langkah ini pemimbing mencatat kasus-kasus yang perlumendapat bimbingan dan memilih kasus mana yang akan mendapatkan bantuan terlebih dahulu.

2. Diagnosa

Langkah diagnosa yaitu langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi kasus beserta latar belakangnya. Dalam langkah ini kegiatan yang dilakukan ialah mengumpulkan data dengan mengadakan studi kasus dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data, kemudian ditetapkan masalah yang dihadapi serta latar belakangnya.

3. Prognosa

13Musnamar, Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: UII


(57)

49

Langkah prognosa ini untuk menetapkan jenis bantuan atau terapi apa yang akan dilaksanakan untuk membimbing kasus

ditetapkan berdasarkan kesimpulan dalam langkah diagnosa.

4. Terapi

Langkah terapi yaitu langkah pelaksanaan bantuan atau bimbingan. Langkah ini merupakan pelaksanaan yang ditetapkan dalam prognosa.

5. Langkah Evaluasi dan Follow Up

Langkah ini dimaksudkan untuk men ilai atau mengetahui sampai sejauh manakah langkah terapi yang telah dilakukan telah

mencapai hasilnya. Dalam langkah follow-up atau tindak lanjut,

dilihat perkembangan selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih

jauh.14

2. Face Reading

a.Sejarah dan Perkembangan

Sejak zaman Aristoteles, para ilmuan dan filsuf telah merasa takjub dengan hubungan antara ciri fisik individu dengan watak kepribadian antara suku fisik seseorang dengan perilakunya. Fisiognomi, yakni kajian mengenai wajah, telah berusia sekitar 2.700 tahun. Ilmu ini telah menarik perhatian para ilmuan selama bertahun-tahun.Pembacaan wajah pertama kali diketahui dilakukan oleh bangsa Cina, yang melakukannya untuk mendiagnosa penyakit. Kemudian,

14Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV. Ilmu,


(58)

50

petunjuk yang diperoleh dari struktur wajah digunakan untuk menentukan jenis kepribadian, termasuk memperkirakan kerangka waktu dalam kehidupan seseorang ketika dia mencapai potensi besarnya.

Menjelang akhir abad ke-18, Johann Kaspar Lavater seorang pastor, guru, penyair, dan seniman dari Austria, melakukan proyek untuk membuat klasifikasi ciri-ciri wajah sekaligus kemampuan dan

kecenderungan mental. Essay in Physiognomy tulisannya menjadi

sumber utama dalam bidang ini, dan dia menjadi terkemuka sebagai penemu ilmu pengetahuan yang baru ini.

Di awal abad ke-19, Frans Joseph Gall mengajukan sebuah teori yang menyebutkan sebuah teori bahwa bentuk dan kontur tengkorak menjadi petujuk mengenai wilayah tertentu dalam otak yang memiliki kekuatan dan berpengaruh. Dia mengidentifikasi 27 titik penting dalam

tengkorakyang mencerminkan perilaku individu.15

Ilmu seni membaca wajah ini sudah berusia sekitar 2000 tahun dan dikenal pertama kali di Tiongkok. Awalnya, para ahli menggunakan cara untuk mengobati penyakit, lama-kelamaan, petunjuk yang diperoleh dengan mengamati struktur wajah digunakan juga untuk menentukan kepribadian seseorang.

Salah satu penelitian itu dilakukan oleh seorang hakim di Los Angeles bernama Edward Jones sekitar tahun 1930-an. Selama menjadi hakim di persidangan selalu memperhatikan mimik dan perilaku


(1)

110

dengan eksplorasi ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits. Sehingga konseli mendapatkan pandangan kehidupan yang baru. c) Membacakan hasil analisis face reading d) Konseli didorong untuk mengaplikasikan nilai dalam permasalahan yang dihadapi sehingga menemukan kehidupan seerti yang konseli harapkan. e) Konselor memberi nasihat, motivasi, serta pengertian bahwa konseli mempunyai banyak potensi yang perlu dikembangkan. Konseli dianjurkan untuk senantiasa bersikap tenang menghadapi segala tekanan yang menimpanya.

2. Setelah dilaksanakan upaya “Bimbingan dan Konseling Islam dengan

Face readinguntuk meningkatkan regulasi seorang siswi kelas VIII di

SMP Islam Insan Kamil Sidoarjo” dikategorikan cukup berhasil. Hal itu

dapat dilihat dari perhitungan prosentase yakni 70 % yang tergolong dalam kategori 60-70 (dikategorikan cukup berhasil). Keberhasilan tersebut dibuktikan dengan adanya perubahan secara menyeluruh, konseli memahami cara menyikapi kepribadiannya. Konseli mengetahui kelebihan dan kekurangan pribadinya, serta menemukan solusi menyelesaikannya. Konseli juga mengetahui potesinya dan cara mengembangkannya. Konseli menemukkan cara untuk menjadi teman yang baik bagi temannya, murid yang baik bagi ustadzahnya, dan anak yang baik bagi orang tuanya.

B. Saran

Dalam penelitian ini, peneliti menyadari masih jauh dari

kesempurnaan.Oleh karena itu, peneliti berharap kepada peneliti selajutnya untuk lebih menyempurnakan hasil penelitian yang tentunya menunjuk pada


(2)

111

hasil penelitian yang sudah ada, dengan harapan agar penelitian yang

dihasilkan nantinya dapat menjadi baik.Dalam hal ini Face

Readingmerupakan hal yang baru bagi konseling.Namun dalam penelitian peneliti berusaha membahasnya dalam ranah konseling, kemudian dikaitkan dengan peningkatan regulasi emosi seorang remajasetingkat sekolah menengah pertama.Jadi, peneliti berharap adanya koreksi perbaikan untuk peneliti lebih lanjut. Adapun sasaran sarannya yakni sebagai berikut:

1. Bagi para konselor, konseli, dan pembaca dalam menggunakan bimbingan dan konseling islam dengan Face Reading alangkah lebih baik jika proses konseling dilakukan dalam jangka waktu yang lebih panjang untuk lebih efisien dalam keberhasilan proses konseling, sehingga konseli bisa meregulasi diri secara tepat dengan menggunakan personal peace prosedur. Dengan cara ini, kejadian negatif dalam dalam 3 bulan konseli akan dapat mengatasi 90-270 permasalahan. Setelah 3 bulan akan merasa jauh lebih baik secara fisikmaupun emosi dan merasa lebih toleransi terhadap kejadian negatif sehari-hari akan semakin besar. Hubungan-hubungan yang dibangun akan lebih baik, dan permasalah baik fisik maupun psikis yang selama ini menghantui hidup secara perlahan tapi [asti akan lenyap, Bahkan tekanan darah dan pernafasan akan membaik.

2. Bagi para konselor, khususnya yang berkonsentrasi dibidang karir, untuk ikut terjun secara sukarela memberikan penyuluhan dan pelatihan bagi teman, orang yang sudah dewasa dan orang yang membutuhkannya dengan merekomendasikannya untuk mengikuti pelatihan dan yang lebih


(3)

112

penting mempunyai pedoman, memperbanyak referensi sebagai media agar konseli mempercayai apa yang kita terapkan. Konselor juga bisa bereksperimen dengan mengkombinasi bimbingan dan konseling dengan terapi-terapi yang ada sehingga keberhasilan jauh lebih baik dan sempurna.

3. Untuk para konseli dan pembaca dalam proses terapi, faktor kepercayaan sangat mempengaruhi keberhasilan terapi. Jika konseli meragukan proses terapi sangat disarankan oleh peneliti untuk membaca buku panduan dan melihat hasil yang sudah dilakukan oleh peneliti.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2011. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Pres

Arifin, H.M. .1982. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama.

Jakarta: Golden TerayonPress

Aswadi. 2009. Iyadah dan Ta’ziyah Perspektif Bimbingan Konseling Islam. Surabaya : Dakwah Digital Press

Black, James A. dan Dean J. Champion.2009. Metode dan Masalah Penelitian Sosial Bandung: Refika Aditama

Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya .Jakarta: Kencana

Departemen Agama, Terjemah Al-Qur‟anul karim, (Semarang: Alawiyah).

Djumhur dan Moh. Surya. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah.Bandung: CV. Ilmu

Dwi Sunar, Prasetyono. 2013. Membaca Wajah Orang. Jogjakarta: Diva Press Goleman, Daniel . 2004. Kecerdasan Emosional, terjemahan Oleh T. Hermaya.

Jakarta: PT Gramedia Utama

Hartono, Boy Soedarmadji. 2013. Psikologi Konseling. Jakarta: Prenada Media Grup

Hartono.2012. Psikologi Konseling. Jakarta: Kencana

Hubungan Antara Regulasi Emosi Dan Penerimaan Kelompok Teman Sebaya Pada Konseli Jurnal Psikologi Vol. 2 No. 2, Desember 2004

Hude, Darwis . 2006. Emosi . Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama

Iin, Susanto. 2014. 100 Cara Super Cepat Membaca Wajah. Jakarta: PT Gramedia Widiasrana Indonesia

Interdisipliner untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/ Ekonomi Islam, Agama, Manajemen, dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya


(5)

Kartika, Yuni. “Hubungan Antara Regulasi Emosi dan Penerimaan Kelompok

Teman Sebaya Pada Remaja”, Jurnal Penelitian, 2 (Desember, 2004) Komaruddin. 2008. Dakwah dan Konseling Islam.Semarang: PT. Pustaka Rizki

Putra

Masruroh, Anik dan Ragwan Albar, Bimbingan Konseling Islam dalam Mengatasi Depresi Seorang Remaja Korban Pornografi di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jagir Wonokromo Surabaya, dalam Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam Fak.Dakwah UIN SA, vol 1, 2011

Moleong, Lexi J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya

Munir, Samsul . 2010. Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta : Amzah Mushaf Al-Burhan, Al-Qur'an Wanita (Bandung: Media Fitrah Rabbani)

Musnamar, 1992. Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: UII Press

Nasution. 2003. Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif .Bandung: Tarsito Nawawi, Ismail. 2012. Metoda Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi

Prastowo, Andi . 2010. Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Diva Press

Purwanto, Yadi. Rahmat Mulyono. 2006. Psikologi Marah. Bandung: PT Refika Aditama

Rahim Faqih, Ainur. 2001. Bimbingan Konseling Islam.Yogyakarta: UII Press

Regulasi Emosi Odapus (Orang Dengan Lupus Atau Systemic Lupus Erythematosus)Jurnal Psikoogi Vol. 8 No. 1, Juni 2012

Soekanto, Soerjono . 1986. Metodologi Penelitian Hukum . Jakarta: UI Press Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D .Bandung:

Alfabeta


(6)

Sunar Prasetyono, Dwi . 2012.Membaca Wajah Orang, Jogjakarta: Diva Press Susanto, Iin. 2012. 100 Cara Supercepat Membaca Wajah. Jakarta: Gramedia Susilo, Budi . 2014. Membaca Kejujuran dan Kebohongan dari Raut Wajah.

Jogjakarta: Diva Press

Sutoyo, Anwar . 2013. Bimbingan dan Konseling Islami (Teori Dan Praktik).

Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Tickle, Naomi R. 2014. Cara Membaca Wajah. Jakarta: Ufuk Press

Udik Abdullah, Mas. 2005. Meledakkan IESQ dengan langkah takwa dan tawakkal. Jakarta: Zikrul Hakim

Willis, Sofyan S. 2013. Konseling Individual Teori Dan Praktek. Bandung: Alfabeta

Yusuf L.N, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. 2006. Landasan Bimbingan dan Konseling .Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Yusuf Moordiningsih, Muhammad. 2015. Regulasi Emosi Anak Cerdas Istimewa .Suakarta

Yusuf, Syamsu Nurihsan Juntika. 2005. Landasan Bimbingan dan konseling. Bandung: Remaja Rosdyakarya

(http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Psi/article/viewFile/24/24, diakses 18 April 2016).


Dokumen yang terkait

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIK MODELLING UNTUK MENINGKATKAN KEPEDULIAN REMAJA KEPADA ORANG TUA DI DESA BARENGKRAJAN KRIAN SIDOARJO.

0 0 111

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIK TIMING OF EVENT MODELS UNTUK MENINGKATKAN PERKEMBANGAN EMOSIONAL SEORANG ANAK DI DESA GROGOL KECAMATAN TULANGAN KABUPATEN SIDOARJO.

0 0 109

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DALAM MENINGKATKAN HARGA DIRI (SELF ESTEEM) SEORANG PEMUDA GAGAL BERCINTA DI DESA BALONGDOWO CANDI SIDOARJO.

0 2 77

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS UNTUK MENINGKATKAN SELF CONTROL SEORANG ANAK DI DESA GUMENG BUNGAH GRESIK.

6 42 114

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM PASCA FACE READING UNTUK MENINGKATKAN SELF ACCEPTANCE CALON ISTRI TERHADAP PASANGAN : STUDI KASUS CALON ISTRI DI BIRO KONSULTASI & KONSELING KELUARGA SAKINAH AL-FALAH.

3 4 133

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN STRATEGI RESTRUKTURING KOGNITIF UNTUK OPTIMALISASI BELAJAR SEORANG SISWA KELAS VIII DI MTS NURUL HUDA SAWO DUKUN GRESIK.

0 3 110

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN FINGER PRINT APPRAISAL UNTUK MENINGKATKAN KEYAKINAN PEMILIHAN JURUSAN SEORANG SISWA KELAS X DI SMA NURUL HUDA SURABAYA.

1 8 119

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIK MODELLING UNTUK MENGATASI ONLINE SHOP ADDICT : STUDI KASUS SEORANG WARGA KELURAHAN MAGERSARI DI SIDOARJO.

0 0 109

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF UNTUK MENANGANI DEPRESI SEORANG ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA DI TLASIH TULANGAN SIDOARJO.

0 0 97

Bimbingan dan Konseling Islam untuk Pasi

0 0 25