Suatu Eksperimen Mengenai Perubahan Sikap Terhadap Perilaku Berpacaran Sebelum dan Sesudah Pemberian Informasi Mengenai Seksualitas pada Siswa Kelas XI SMA "X" di Bandung.

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan guna mengatahui gambaran mengenai perubahan sikap terhadap perilaku berpacaran sebelum dan setelah pemberian informasi mengenai seksualitas pada siswa kelas XI SMA “X” di Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metoda purposive sampling, sasaran penelitian dipilih berdasarkan karakteristik populasi yang telah ditentukan.

Alat ukur yang digunakan adalah dengan kuesioner yang terdiri dari open ended question dan kuesioner dengan skala likert yang disusun berdasarkan Teori Sikap. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon.

Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa sikap terhadap sebagian besar perilaku berpacaran yang diujikan mengalami perubahan setelah pemberian informasi, namun perubahan yang terjadi tidak signifikan. Hal ini terjadi karena adanya norma agama yang cukup kuat dalam diri responden. Sedangkan sikap pada beberapa perilaku berpacaran tidak menunjukkan perubahan setelah mendapatkan informasi mengenai seksualitas.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi pihak sekolah, para siswa, dan orangtua dalam usaha untuk melakukan pencegahan agar remaja tidak melakukan hubungan seksual pranikah.

Peneliti mengajukan saran bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian yang setopik, agar meneliti mengenai pengaruh pemberian informasi mengenai seksualitas pada sikap terhadap hubungan seksual pranikah pada siswa-siswi yang bersekolah di sekolah yang tidak berbasis agama.


(2)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSEMBAHAN

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR BAGAN xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah 1

1.2. Identifikasi Masalah 7

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 8

1.3.1. Maksud Penelitian 8

1.3.2. Tujuan Penelitian 8

1.4. Kegunaan Penelitian 8

1.4.1. Kegunaan Teoretis 8

1.4.2. Kegunaan Praktis 8

1.5. Kerangka Pikir 9


(3)

1.7. Hipotesis Penelitian 21

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sikap 22

2.1.1. Definisi Sikap 22

2.1.2. Ciri-ciri Sikap 22

2.1.3. Komponen-komponen Sikap 23

2.1.4. Karakteristik Sikap 24

2.1.4.1. Valensi 24

2.1.4.2. Multipleksitas 25

2.1.4.3. Konsistensi dalam Sistem Sikap 25

2.1.4.4. Keterkaitan dalam Konstelasi Sikap 26

2.1.4.5. Konsonansi dalam Cluster Sikap 27

2.1.5. Kaitan Sikap dengan Perilaku 28

2.1.5.1. Teori Tindakan Beralasan (Reasoning Action) 28

2.1.5.2. Model Proses 28

2.1.5.3. Alasan Hubungan antara Sikap dengan Perilaku 29

2.1.6. Pembentukan Sikap 30

2.1.6.1. Teori Belajar 30

2.1.6.2. Teori Keseimbangan: Konsistensi Kognitif pada Sikap 32

2.1.6.3. Teori Disonansi 33

2.1.6.4. Teori Persepsi Diri 35


(4)

Sikap 37

2.1.7. Perubahan Sikap 39

2.1.7.1. Dua Macam Perubahan Sikap 39

2.1.7.2. Dua Hipotesis tentang Perubahan Sikap 39 2.1.7.3. Perubahan Sikap dalam Kaitannya dengan Faktor-faktor Lain 39

2.2. Remaja 44

2.2.1. Definisi Remaja 44

2.2.2. Ciri-ciri Remaja 45

2.2.3. Perkembangan Seksualitas Remaja 46

2.3. Informasi 47

2.3.1. Definisi 47

2.3.2. Cara Memberikan Informasi 47

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian 57

3.2. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional 58 3.2.1. Sikap Terhadap Hubungan Seksual Pranikah 58

3.2.2. Informasi Mengenai Seksualitas 59

3.2.2.1. Seminar Mengenai Seksualitas 60

3.3. Alat Ukur 63

3.3.1. Bentuk Alat Ukur 64

3.3.2. Klasifikasi Jawaban 65


(5)

3.5. Populasi dan Teknik Penarikan Sample 66

3.5.1. Populasi Sasaran 66

3.5.2. Karakteristik Populasi 67

3.5.3. Karakteristik Sampel 67

3.5.4. Teknik Penarikan Sampel 67

3.6. Teknik Analisis 67

3.7. Hipotesis Statistik 68

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 73

4.1.1. Gambaran Responden 73

4.1.2. Gambaran Jawaban Responden Mengenai Perilaku Berpacaran

Yang Bisa Dilakukan Saat Pacaran 74

4.1.3. Hasil Pengujian Statistik 77

4.1.3.1. Uji Statistik Wilcoxon 77

4.1.3.2. Perubahan Valensi Sikap Terhadap Perilaku Berpacaran Sesudah Pemberian Informasi Mengenai Seksualitas 81 4.1.4. Gambaran Perubahan Komponen-komponen Sikap Terhadap

Perilaku Berpacaran Sesudah Pemberian Informasi

Mengenai Seksualitas 82

4.1.4.1Gambaran Perubahan Komponen Kognisi Terhadap Perilaku Berpacaran Sesudah Pemberian Informasi Mengenai


(6)

4.1.4.2.Gambaran Perubahan Komponen Afeksi Terhadap Perilaku Berpacaran Sesudah Pemberian Informasi Mengenai

Seksualitas 83

4.1.4.3.Gambaran Perubahan Komponen Konasi Terhadap Perilaku Berpacaran Sesudah Pemberian Informasi Mengenai

Seksualitas 84

4.2. Pembahasan 85

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 90

5.2. Saran 93

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

Daftar Tabel

Tabel 4.1. Jumlah dan Persentase Responden

Berdasarkan Jenis Kelamin 70

Tabel 4. 2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia 70 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan

Perilaku yang Boleh Dilakukan Saat Pacaran 70 Tabel 4.4. Distribusi Responden Terhadap

Perilaku yang Bisa Dilakukan Saat Pacaran,

yang Pada Kedua Test Disebutkan Sebagai Jawaban 72 Tabel 4.5. Distribusi Jumlah Responden

Berdasarkan Perilaku No petting 73

Tabel 4.6. Hasil Pengujian Hipotesis dengan Uji Statistik Wilcoxon 73 Tabel 4.7. Perubahan Valensi Sikap Terhadap

Perilaku Berpacaran Sesudah Pemberian Informasi

Mengenai Seksualitas 77

Tabel 4.8. Gambaran Perubahan Komponen Kognisi

Terhadap Perilaku Berpacaran Sesudah Pemberian Informasi

Mengenai Seksualitas 78

Tabel 4.9. Gambaran Perubahan Komponen Afeksi

Terhadap Perilaku Berpacaran Sesudah Pemberian Informasi


(8)

Tabel 4.10. Gambaran Perubahan Komponen Konasi

Terhadap Perilaku Berpacaran Sesudah Pemberian Informasi


(9)

DAFTAR BAGAN

1.7. Bagan Kerangka Pikir 20


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Kuesioner Sikap

Lampiran B Kuesioner Evaluasi Penyampaian Materi

Lampiran C Tabel Uji Wilcoxon Terhadap Data Pre-test dan Post-test Mengenai Sikap Terhadap Perilaku Berpacaran

Lampiran D Tabel Perubahan Valensi Komponen-komponen Sikap Terhadap Perilaku Berpacaran

Lampiran E Tabel Perubahan Valensi Sikap dan Komponen-komponen Sikap Terhadap Perilaku Berpacaran

Lampiran F Data Mentah Evaluasi Penyampaian Materi

Lampiran G Materi Seminar 1 Pengajran Firman Tuhan Tentang Seks Lampiran H Diskusi Kelompok

Lampiran I Perkembangan Seksualitas Secara Dewasa dan Bertanggungjawab Lampiran J Anatomi, Fisiologi Genitalia dan Penyakit Kelamin pada Pria Lampiran K Sex Education


(11)

RAHASIA

LAMPIRAN A

Kata Pengantar

Kami sedang melakukan penelitian dengan topik ”Pengaruh Pemberian Informasi Mengenai Seksualitas pada Sikap terhadap Hubungan Seksual Pranikah”. Dalam kesempatan ini, kami memohon bantuan saudara/i untuk dapat mengisi kuesioner ini.

Perlu kami ingatkan, tidak ada jawaban yang salah dalam mengisi kuesioner ini. Semua jawaban yang saudara/i berikan adalah benar. Dan jawaban saudara/i berikan akan kami jaga kerahasiaannya. Oleh karena itu, kami mohon saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan sejujur-jujurnya, sesuai dengan kondisi saudara/i saat ini.

Sebelum dan sesudahnya, kami mengucapkan terima kasih atas kesediaan saudara/i untuk mengisi kuesioner ini.

Bandung, November 2006


(12)

RAHASIA

Identitas

Jenis Kelamin : L / P

Umur : tahun

Status : Sedang berpacaran / Sedang tidak berpacaran

Bagian 1. Pilihlah jawaban yang menurut dapat menggambarkan diri Saudara secara tepat

1. Kapan terakhir kali Saudara mendapatkan informasi mengenai seksualitas a. 1 – 2 hari lalu

b. 3 – 4 hari lalu c. 5 – 6 hari lalu d. 1 minggu lalu

2. Sumber informasi apa yang Saudara pakai terakhir kalinya? Dan tuliskan alasan Saudara memakai sumber tersebut.

No Sumber Informasi Alasan

1 Orangtua

2 Orang yang lebih tua 3 Guru

4 Buku yang bersifat ilmiah 5 Seminar / Lokakarya 6 Teman

7 Buku porno 8 Film porno 9

Bagian 2. Tuliskan jawaban Saudara untuk persoalan di bawah ini.

1. Menurut Saudara, apa saja yang bisa dilakukan orang-orang yang sedang pacaran? a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.

2. Saudara diberi kesempatan untuk memberi pendapat terhadap perilaku yang Saudara sebutkan di atas, dengan penilaian sebagai berikut:

Nilai 1 : Jika Saudara sangat tidak setuju dengan perilaku tersebut Nilai 2 : Jika Saudara tidak setuju dengan perilaku tersebut

Nilai 3 : Jika Saudara ragu untuk memberi nilai terhadap perilaku tersebut Nilai 4 : Jika Saudara setuju dengan perilaku tersebut

Nilai 5 : Jika Saudara sangat setuju dengan perilaku tersebut

No Perilaku yang bisa dilakukan Nilai

(sesuai urutan jawaban no 3) 1 2 3 4 5 a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.


(13)

RAHASIA

3. Apa yang Saudara rasakan jika Saudara mendapatkan kesempatan untuk melakukan perilaku tersebut dengan pacar Saudara:

Nilai 1 : Jika Saudara sangat tidak senang dengan perilaku tersebut Nilai 2 : Jika Saudara tidak senang dengan perilaku tersebut

Nilai 3 : Jika Saudara ragu untuk memberi nilai terhadap perilaku tersebut Nilai 4 : Jika Saudara senang dengan perilaku tersebut

Nilai 5 : Jika Saudara sangat senang dengan perilaku tersebut

No Perilaku yang bisa dilakukan Nilai

(sesuai urutan jawaban no 3) 1 2 3 4 5 a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.

4. Apa yang akan Saudara lakukan jika Saudara mendapat kesempatan untuk melakukannya: Nilai 1 : Jika Saudara sangat menolak untuk melakukannya

Nilai 2 : Jika Saudara akan menolak perilaku tersebut

Nilai 3 : Jika Saudara ragu untuk memberi nilai terhadap perilaku tersebut Nilai 4 : Jika Saudara melakukan perilaku tersebut

Nilai 5 : Jika Saudara sangat antusias untuk melakukannya

No Perilaku yang bisa dilakukan Nilai

(sesuai urutan jawaban no 3) 1 2 3 4 5 a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.

5. Menurut Saudara, perilaku apa yang boleh dilakukan mereka yang sedang pacaran, dan apa akibatnya? No Perilaku yang Boleh Dilakukan Akibat

a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.


(14)

RAHASIA

6. Menurut Saudara, perilaku apa yang tidak boleh dilakukan mereka yang sedang pacaran, dan apa akibatnya? No Perilaku yang Tidak Boleh Dilakukan Akibat

a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.

7. Menurut Saudara, apa yang perlu dilakukan agar tidak melakukan perilaku seperti no 8? Silahkan tuliskan juga alasan Saudara, mengapa menyarankan demikian.

No Pencegahan dengan: Alasan

a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.

8. Bagaimana perasaan Saudara saat Saudara berhasil untuk tidak melakukan hal yang tidak boleh dilakukan saat pacaran?

Apa yang menyebabkan Saudara merasa demikian?

9. Bagaimana perasaan Saudara jika suatu saat Saudara melakukan hal yang menurut Saudara tidak boleh dilakukan saat pacaran? Dan apa yang menyebabkan Saudara merasakan hal itu?

Apa yang menyebabkan Saudara merasa demikian?

Bagian 3. Lingkarilah jawaban yang sesuai dengan kondisi Saudara

1. Saudara pernah mengisi kuesioner yang dibagikan pada tanggal 11 Oktober 2006? Ya / Tidak


(15)

LAMPIRAN B

EVALUASI PEMBERIAN INFORMASI

Berikut adalah beberapa pernyataan mengenai topik seminar yang baru saja Saudara ikuti. Saudara diharapkan memberikan penilaian terhadap pernyataan dibawah ini secara jujur, sesuai dengan keadaan Saudara.

Berikan tanda (benar) pada salah satu kolom yang tersedia di samping pernyataan.

Keterangan:

Saudara memberikan tanda pada:

STS bila Saudara Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut TS bila Saudara Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut

R bila Saudara Ragu-ragu dengan pernyataan tersebut S bila Saudara Setuju dengan pernyataan tersebut SS bila Saudara Sangat Setuju dengan pernyatan tersebut


(16)

LAMPIRAN B

EVALUASI PEMBERIAN MATERI Bagian 1

No Indikator STS TS R S SS

1 Pembicara memberikan informasi dengan percaya diri 2 Pembicara menguasai materi yang diberikan

3 Pembicara menghargai jawaban yang diberikan peserta 4 Pembicara menggunakan kalimat yang dipahami 4 Pembicara memberikan kesempatan untuk tanya jawab

5 Pembicara memberikan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan peserta 6 Materi yang diberikan sesuai dengan tujuan pemberian informasi 7 Materi disampaikan secara menarik

8 Suara pembicara jelas terdengar

9 Gambar yang dipantulkan melalui LCD / OHP terlihat dengan jelas 10 Sirkulasi udara dalam ruangan baik

11 Cahaya dalam ruangan terang 12 Tempat duduk membuat ngantuk

13 Saya mengerti pembicaraan yang dilakukan selama seminar 14 Seminar ini sesuai dengan harapan saya yang semula 15 Saya mendapat manfaat dari seminar ini

16 Saya dapat menggunakan informasi dari seminar ini dalam kehidupan sehari-hari

Bagian 2

1. Hal baru apa yang Saudara dapatkan di seminar ini?

2. Manfaat apa yang Saudara dapatkan dari seminar ini?

3. Hal-hal apa saja yang menurut Saudara sudah baik dan perlu dipertahankan dari seminar ini?


(17)

Lampiran C

Tabel Uji Satatistik Wilcoxon Terhadap Data Pre-test dan Post Test Mengenai Sikap Terhadap Perilaku Berpacaran

No Perilaku Berpacaran

Mean

Z 2

Tailed Hasil Pengujian Keterangan

Pre-Test

Post-test

1 Berpegangan tangan 13.26 13.11 -0.531 0.595 Terdapat perbedaan, namun tidak signifikan semakin negatif 2 Lip kiss 8.87 8.26 -0.941 0.347 Terdapat perbedaan, namun tidak signifikan semakin negatif 3 Berpelukan 11.10 10.63 -0.602 0.547 Terdapat perbedaan, namun tidak signifikan semakin negatif 4 Sexual intercourse 4.13 3.63 -0.674 0.500 Terdapat perbedaan, namun tidak signifikan semakin negatif 5 Jalan-jalan 13.22 13.44 -0.322 0.748 Terdapat perbedaan, namun tidak signifikan semakin positif 6 Mencium pipi 11.88 12.00 -0.431 0.666 Terdapat perbedaan, namun tidak signifikan semakin positif 7 Makan bersama 13.86 14.00 0.000 1.000 Tidak terdapat perbedaan Tetap

8 Ngobrol bersama 14.00 14.17 -0.378 0.705 Terdapat perbedaan, namun tidak signifikan semakin positif 9 Kencan 13.33 14.00 -1.134 0.257 Terdapat perbedaan, namun tidak signifikan semakin positif 10 Curhat 14.20 13.20 -1.105 0.269 Terdapat perbedaan, namun tidak signifikan semakin negatif 11 Meraba-raba tubuh pasangan 7.00 5.80 -0.552 0.581 Terdapat perbedaan, namun tidak signifikan semakin negatif 12 Mencium kening 12.25 12.50 -0.272 0.785 Terdapat perbedaan, namun tidak signifikan semakin positif 13 Merangkul bahu 12.25 12.25 0.000 1.000 Tidak terdapat perbedaan Tetap

14 Membelai rambut 13.00 10.50 -0.447 0.655 Terdapat perbedaan, namun tidak signifikan semakin negatif 15 Menyayangi 14.50 14.50 0.000 1.000 Tidak terdapat perbedaan Tetap

16 SMS / Telepon 13.50 14.50 -0.447 0.655 Terdapat perbedaan, namun tidak signifikan semakin positif 17 Bercanda bersama 14.50 12.00 -1.342 0.180 Terdapat perbedaan, namun tidak signifikan semakin negatif


(18)

Tabel Perubahan Valensi Komponen-komponen Sikap Terhadap Perilaku Berpacaran

No Perilaku Berpacaran Jumlah Kognitif Afeksi Konasi

Pre-test Post-test Perubahan Pre-test Post-test Perubahan Pre-test Post-test Perubahan

1 Berpegangan tangan 27 122 119 Semakin negatif 121 119 Semakin negatif 115 116 Semakin positif

2 Lip kiss 23 68 63 Semakin negatif 69 66 Semakin negatif 67 61 Semakin negatif

3 Berpelukan 19 69 66 Semakin negatif 72 70 Semakin negatif 70 66 Semakin negatif

4 Sexual intercourse 16 20 19 Semakin negatif 23 19 Semakin negatif 23 20 Semakin negatif

5 Jalan-jalan 9 40 42 Semakin positif 40 43 Semakin positif 39 36 Semakin negatif

6 Mencium pipi 8 30 32 Semakin positif 33 32 Semakin negatif 32 32 Tetap positif

7 Makan bersama 7 33 33 Tetap positif 32 33 Semakin positif 32 32 Tetap positif

8 Ngobrol bersama 6 29 27 Semakin negatif 28 29 Semakin positif 27 29 Semakin positif

9 Kencan 6 27 28 Semakin positif 27 28 Semakin positif 26 28 Semakin positif

10 Curhat 5 25 22 Semakin negatif 24 22 Semakin negatif 22 22 Tetap positif

11 Meraba-raba tubuh pasangan 5 8 8 Tetap negatif 8 7 Semakin negatif 9 8 Semakin negatif

12 Mencium kening 4 18 17 Semakin negatif 15 18 Semakin positif 16 15 Semakin negatif

13 Merangkul bahu 4 17 16 Semakin negatif 16 16 Tetap positif 16 17 Semakin positif

14 Membelai rambut 2 9 7 Semakin negatif 9 7 Semakin negatif 8 7 Semakin negatif

15 Menyayangi 2 10 10 Tetap positif 9 10 Semakin positif 10 9 Semakin negatif

16 SMS / Telepon 2 9 10 Semakin positif 9 10 Semakin positif 9 9 Tetap positif


(19)

Tabel Perubahan Valensi Sikap dan Komponen-komponen Sikap Terhadap Perilaku Berpacaran

No Perilaku Berpacaran Perubahan

Valensi

Perubahan Kognisi

Perubahan Afeksi

Perubahan

Konasi Keterangan

1 Berpegangan tangan semakin negatif Semakin negatif Semakin negatif Semakin positif Masih dalam range positif 2 Lip kiss semakin negatif Semakin negatif Semakin negatif Semakin negatif Masih dalam range negatif 3 Berpelukan semakin negatif Semakin negatif Semakin negatif Semakin negatif Masih dalam range positif 4 Sexual intercourse semakin negatif Semakin negatif Semakin negatif Semakin negatif Masih dalam range negatif 5 Jalan-jalan semakin positif Semakin positif Semakin positif Semakin negatif Masih dalam range positif 6 Mencium pipi semakin positif Semakin positif Semakin negatif Tetap positif Masih dalam range positif 7 Makan bersama Tetap positif Tetap positif Semakin positif Tetap positif Masih dalam range positif 8 Ngobrol bersama semakin positif Semakin negatif Semakin positif Semakin positif Masih dalam range positif 9 Kencan semakin positif Semakin positif Semakin positif Semakin positif Masih dalam range positif 10 Curhat semakin negatif Semakin negatif Semakin negatif Tetap positif Masih dalam range positif 11 Meraba-raba tubuh pasangan semakin negatif Tetap negatif Semakin negatif Semakin negatif Masih dalam range negatif 12 Mencium kening semakin positif Semakin negatif Semakin positif Semakin negatif Masih dalam range positif 13 Merangkul bahu Tetap positif Semakin negatif Tetap positif Semakin positif Masih dalam range positif 14 Membelai rambut semakin negatif Semakin negatif Semakin negatif Semakin negatif Masih dalam range positif 15 Menyayangi Tetap positif Tetap positif Semakin positif Semakin negatif Masih dalam range positif 16 SMS / Telepon semakin positif Semakin positif Semakin positif Tetap positif Masih dalam range positif 17 Bercanda bersama semakin negatif Semakin negatif Semakin negatif Semakin negatif Masih dalam range positif


(20)

1

Pengajaran Firman Tuhan Tentang Seks

Oleh: Ev. Chang Khui Fa

1. Kej 1 : 27. Allah menciptakan manusia sebagai mahluk seks (sexual being). Manusia adalah spiritual being: pada dasarnya suka kepada hal-hal rohani. Manusia adalah social being: pada dasarnya suka bersosialisasi dengan orang lain.

Manusia adalah sexual being: pada dasarnya suka pada seks. Ada identitas seks laki-laki dan perempuan.

Identitas seks dicipta oleh Tuhan dan Tuhan menyatakan: segala yang dicupta sungguh amat baik (Kej 1 : 31).

Keperbedaan identitas seks membuat pria dan wanita saling tertarik satu dengan yang lain (Kej 2 : 21 – 23).

2. Kej 1 : 28. Allah menciptakan seks dalam konteks pernikahan, melalui pemberkatan oleh Tuhan baru kemudian muncul perintah untuk beranak cucu dan bertambah banyak.

3. Kej 2 : 24. Laki-laki dan perempuan yang sudah diberikati menjadi satu daging. Satu daging = yada. Saling mengenal satu dengan yang lain.

4. Mat 19 : 6. Pernikahan ini adalah untuk seumur hidup, melalui pernikahan manusia belajar saling mengasihi, setia, komitmen.

Setelah manusia jatuh dalam dosa, terjadilah penyalahgunaan seks.

Lihat kisah Amnon dan Tamar (2 Sam 13 : 1 – 22)

a. Seks hanya merupakan pemuasan biologis, tidak menyatu dengan kebutuhan manusia (loved and to beloved).

b. Seks menjadi pemuasan dari jiwa manusia yang kosong dan kesepian. c. Seks terpisah dari totalitas manusia.


(21)

2

d. Amnon memaksa berhubungan seks tidak melalui pemberkatan nikah, tidak merencanakan untuk berkeluarga dan tidak ingin mengenal Tamar.

Konsekuensi jika tidak taat kepada Firman Tuhan:

Pada Wanita

1. Muncul perasaan bersalah, merasa dirinya kotor, bekas, harga diri jatuh. 2. Kerugia lebih besar pada kenikmatan yang didapat (hilangnya virginity). 3. Seks seharusnya sebagai permulaan dari new and permanent relationship

hilang dan berganti dengan perasaan ditipu. 4. Muncul dendam dan hopeless.

5. Kehamilan yang tidak diinginkan.

Pada Pria

1. Penyesalan yang terus menerus. 2. Merendahkan / menghina pasangan.

3. Keraguan: jangan-jangan pada setiap orang dia melakukan hal yang sama. 4. Hilang kepercayaan dir (bagi yang baru melakukan, yang sudah sering hati

nuraninya menjadi mati).

5. Tidak lagi menikmati seks, karena merasa diri terjerat di dalam rasa bersalah.

Gadis S:

Seperti kebanyakan orang, saya bermaksud menunggu sampai pernikahan untuk melakukan hubungan seks. Tetapi kemudian saya bertemu dengan seorang pemuda yang menjadi sangat istimewa bagi saya. Kami berpacaran selama 1.5 tahun dan selama 12 bulan yang pertama saya melawan semua tekanan fisik yang diinginkannya dari saya. Saya menjelaskan berulang-ulang bawa saya ingin menunggu, tetapi akhirnya saya menyerah. Tentu saja, pada saat itu kami saling mencintai satu sama lain dan ingin merencanakan pernikahan.

Tetapi tidak begitu lama setelah kami bermain cinta, ia memutuskan bahwa ia tidak mencintai saya lagi., kemudian kami berpisah. Perasaan bersalah dan luka hati yang saya alami berlangsung sembilan bulan. Selama bulan-bulan itu saya


(22)

3

harus berbicara kepada banyak teman yang mengerti saya untuk belajar memaafkan diri saya dan untuk mengatasi keinginan yang besar untuk memperhatikan pemuda itu lagi.

Tetapi sampai sekarang saya masih merasakan rasa sakit yang tidak pernah bisa hilang secara menyeluruh.

Pengajaran Perjanjian Baru Tentang Seks 1 Kor 7 : 2 – 5

1. Tuhan memulihkan seks dalam pernikahan (setia dalam pernikahan)

2. Suami dan istri sama-sama memiliki kebutuhan seksual dan harus saling dipuaskan dalam pernikahan.

3. Suami / istri tidak hanya memuaskan diri sendiri, tetapi harus saling memuaskan. Ini adalah tanda kesewasaan.


(23)

1

Diskusi Kelompok

1. Apa pandangan Saudara mengenai gaya pacaran sekarang ini?

Tujuan pacaran akhir-akhir ini sudah sangat bervariasi. Mulai dari ”ingin mencoba” sampai kepada ”ingin mencari pasangan hidup”. Demikian juga halnya dengan gaya pacaran sudah semakin bervariasi. Mulai dari ”jalan-jalan bareng ke mall” sampai ”melakukan ML”.

Lip kiss yang dulu masih dilakukan oleh mereka yang sudah menikah, sekarang sudah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh pasangan remaja yang berpacaran. Gaya berpacaran sudah jauh berbeda sekarang ini jika dibandingkan dengan beberapa puluh tahun yang lalu.

2. Apakah kita mengikutinya?

Karena gaya berpacaran yang sudah terkesan ”tanpa batas” menjadi hal yang biasa bagi beberapa orang, tidak menutup kemungkinan ada beberapa dari remaja SMA setuju dengan gaya tersebut. Bagaimana dengan Saudara. Apakah Saudara setuju dengan gaya seperti itu?

3. Beberapa contoh kasus yang bisa kita diskusikan sata ini.

a. Sepasang kekasih melakukan ML sebelum menikah. Bagaimana pendapat Saudara mengenai kondisi ini. Apakah boleh dilakukan?

b. Bagaimana jika mereka melakukannya secara sadar dan atas dasarsuka sama suka?

4. Kenapa kita tidak diharapkan mengikut arus?

Hal ini berhubungan dengan hakikat dan fungsi seks itu sendiri. Seks adalah sesuatu yang baik, sakral, yang berarti bahwa kita melakukan seks dengan 3 syarat. (1) Dengan orang yang tepat, (2) di pada waktu yang tepat, dan (3) di tempat yang tepat. Orang yang tepat adalah pribadi yang telah menikah dengan Saudara. Waktu yang tepat adalah setelah Saudara mendapatkan pemberkatan nikah, atau telah disahkan secara hukum. Sedangkan tempat yang tepat mengacu pada wadah untuk melakukan seks, yaitu wadah


(24)

2

pernikahan itu sendiri. Dan tentunya hal ini juga memiliki arti harafiah juga, yang berarti “tidak melakukan seks di sembarangan tempat”, dimana banyak orang dapat melihat, dan – mungkin – dapat membuat orang lain terangsang. Fungsi seks itu sendiri adalah untuk melakukan mandat ilahi, “beranak cuculah”. Saya mengartikan pernyataan ini sebagai kesiapan hati para pasangan yang ingin melakukan hubungan seks, baik secara mental maupun materi. Jika pasangan tersebut siap untuk beranak cucu, lakukanlah. Jika belum siap, jangan lakukan (toh mereka menikah belum belum tentu siap memiliki anak). Nah, jika ada beberapa dari Saudara yang sekarang sudah siap silahkan lakukan sesuai dengan hakekat seks, dan bukan hanya fungsinya.

Coba Saudara pikirkan masa depan Saudara. Apakah jika kita mengumbar nafsu dengan sembarangan orang di sembarangan tempat dapat membuat hidup lebih baik?

Cukup banyak orang yang pernah melakukan hubungan seks pranikah menyesal setelah mereka melakukannya. Jika mereka memiliki kesempatan, mereka akan kembali ke masa lalu dan mencegah dirinya untuk melakukan hal itu. Pertanyaannya adalah, apakah kita mau mengulang penyesalan mereka? Mungkin kita bepikir bahwa laki-laki tidak merasakan sama seperti yang dirasakan perempuan.

Saya mendapat sharing dari teman, bahwa saat pacar mengetahui cewenya sudah hamil – bahkan sudah melakukan aborsi – sang pacar mulai melakukan hal yang kasar kepada cewenya. Dalam bayangan saya, apakah sang pacar ingin menghindar dari cewenya? Karena tidak bisa, sang pacar “memaksa” sang cewe untuk jauh dari dia dengan cara memukuli dan berbicara kasar kepada pacarnya. Atau, sang pacar tidak ingin melihat cewenya yang sudah tidak perawan lagi?

Apapun alasannya, jangan pernah membayar harga yang tidak perlu untuk masa depan Saudara.


(25)

3

5. Bagaimana cara kita mengontrolnya?

Pertanyaan ini sebenarnya mudah untuk dijawab. Saya yakin sebagian besar – bahkan semua – peserta mengetahui jawabannya. Tapi sulit untuk dilakukan, karena kondisi lingkungan kita yang kurang kondusif untuk dapat membuat kita menahan diri.

Hal sederhana yang dapat kita lakukan adalah: a. Go west, when the evil go east

Ketahuilah kelemahanmu. Apa yang dapat membuat Saudara terangsang secara birahi. Jika rasangan itu datang, menjauhlah dari situ.

Contohnya, saya akan terangsang jika melihat lawan jenis memakai pakaian renang. Jika demikian kedaannya, jangan berenang di ”jam sibuk”, atau ”jangan lama-lama berenangnya”. Atau apapun, yang membuat Saudara tidak terangsang.

b. Hindari tempat yang sepi

Sebagai manusia yang memiliki dorongan seksual, ada saat-saat tertentu dorongan itu begitu besar, sehingga merangsang kita untuk melakukan hal yang kurang baik. Jika sudah demikian, jangan pernah sendirian di tempat yang tertutup. Pergilah keluar dengan teman-temanmu, entah ke mana. Karena kesunyian dapat memicu Saudara untuk melakukan perilaku seksual yang kurang baik.

c. Hindari pacaran di tempat yang sepi dan gelap

Kita akan lebih mudah melakukan hal yang kurang benar jika tidak ada yang mengawasi. Sharing dari seorang teman. Sepasang pasangan muda mudi melakukan hubungan seksual saat di rumah kontraknya tidak ada orang lain selain pasangan tersebut.

Dan di beberapa film juga memperlihatkan bahwa hubungan seksual lebih banyak dilakukan di malam hari, dibanding siang hari.


(26)

4

d. Lakukan kegiatan lain yang dapat mengembangkan diri

Olah raga, belajar kelompok, jalan-jalan atau bercanda bersama teman-teman merupakan beberapa kegiatan yang dapat menghindarkan diri dari perbuatan seksual yang kurang baik.

Saat kita terfokus pada kegiatan yang kita lakukan, kita akan cenderung untuk tidak memikirkannya. Termasuk ketika kita letih, biasanya fokus kita lebih menuju ”bagaimana saya dapat membuat diri saya tidak letih”. Oleh karena itu, cari dan lakukan kegiatan yang dapat mengembangkan diri Saudara.

e. Looking beyond today

Saudara diberi kesempatan untuk memikirkan dengan baik masa depan yang seperti apa yang Saudara impikan terjadi dalam hidup Saudara dan anak-anak Saudara, bahkan cucu-cucu Saudara dan generasi-generasi di bawah Saudara. Apakah hubungan seksual pranikah dapat membantu Saudara mewujudkan impian itu?

Hubungan seksual pranikah hanya memberikan kenikmatan sesaat, dan kekacauan dalam jangka waktu yang lama. Apakah kenikmatan sesaat dapat membayar masa depan yang cerah?

Resiko negatif hubungan seksual pranikah lebih besar, dibandingkan dengan kenikmatan sesaat yang Saudara dapatkan.

Akhir kata, pertimbangkan segala sesuatu yang mungkin akan Saudara hadapi saat Saudara terdorong untuk melakukan hubungan seksual pranikah yang kurang atau tidak baik.

Besok kita akan mengetahui dengan lebih jelas mengenai seksualitas. Dengarkanlah dengan baik, dan kami bergarap semua yang diberikan pembicara dapat memberikan manfaat yang praktis untuk dapat kita lakukan di kehidupan sehari-hari.


(27)

1

PERKEMBANGAN SEKSUALITAS

SECARA DEWASA DAN BERTANGGUNG JAWAB

(dr. Rita Astriani)

1. PENDAHULUAN

Manusia diciptakan dengan dilengkapi dengan berbagai organ untuk bertahan hidup dan mempertahankan kelangsungan keberadaannya lewat sistem reproduksi. Kita mengenal manusia diciptakan sebagai pria dan wanita, dimana masing-masing mempunyai perbedaan dalam sistem dan peran dalam reproduksi yang mengikat, tidak mungkin ditukar.

Nafsu merupakan tanda kehidupan manusia. Nafsu merupakan pusat di otak yang berhubungan erat dengan pusat memori dan pusat lainnya. Itulah sebabnya mengapa penting mengisi memori dengan moral, agama, tata susila, dan lain-lain sejak kecil. Nafsu dapat dikendalikan apabila sejak kecil sudah diajarkan bagaimana mengendalikan diri jika nafsu muncul.

Nafsu seksual yang disalurkan lewat kasih sayang dan pada tempatnya, akan mendatangkan kenikmatan kedua belah pihak, tetapi nafsu seksual yang tidak dikendalikan akan menimbulkan malapetaka bagi diri sendiri dan orang lain yang terkait.

2. ANATOMI ALAT REPRODUKSI WANITA

Alat reproduksi wanita bagian luar yang disebut sebagai vulva, terdiri dari: - Bibir luar kemaluan (Labia Mayora)

Merupakan bagian di sebelah kanan dan kiri. Bagian atas disebut mons veneris.

- Bibir dalam kemaluan (Labia Minora)

Terletak di sebelah dalam dari labia mayora kanan dan kiri. Keduanya bertemu di bagian depan / atas klitoris.

- Klitoris (Klentit)

Merupakan bagian yang terletak di pertemuan kedua labia minora di depan atas. Berukuran sebesar kacang kedelai, penuh berisi ujung-ujung saraf,


(28)

2

sehingga sangat peka terhadap rangsangan rabaan. Klitoris merupakan pusat rangsangan erotik.

- Hymen

Atau selaput dara. Merupakan pemisah antara dunia luar dengan liang sanggama (vagina). Berupa selaput tipis, di bagian tengahnya terdapat lobang. Bentuknya bermacam-macam.

Alat reproduksi wanita bagian dalam terdiri dari: a. Vagina (Liang sanggama)

Merupakan saluran yang bermuara ke dunia luar, bagian dalamnya merupakan tempat muara dari mulut rahim. Vagina merupakan bagian yang paling penting dalam bersanggama. Dinding sepanjang vagina berlendir, yang berasal dari lendiri mulut rahim dan dinding vagina sendiri. Lendir vagina bersifat asam.

b. Uterus

Terletak di bagian rongga perut, terdiri dari otot rahim yang membentuk dinding rahim, selaput lendir rahim, dan rongga rahim di bagian dalam. Pada kedua ujung kiri dan kanan bagian atas, berlanjut ke saluran telur. Bagian bawah lebih langsung dan bermuara ke vagina disebut leher rahim (serviks uteri).

Selaput lendiri rahim ini akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu sejalan dengan pergaruh hormon estrogen dan progesteron. Oleh pengaruh hormon estrogen selaput lendir akan semakin menebal. Oleh pengaruh progesteron selaput lendir rahim akan berisi lebih banyak cairan dan lendir. Apabila tidak terjadi kehamilan, maka selaput lendir rahim akan mengalami pengelupasan, rontok secara bertahap, sehingga terjadi luka dan mengeluarkan darah. Darah yang keluar tidak membeku karena adanya enzim antibeku yang dikeluarkan oleh sel-sel selaput lendir rahim yang rontok secara siklis.


(29)

(30)

4

c. Tuba fallopi atau saluran telur

Merupakan bagian yang menghubungkan rongga rahim dengan rongga perut. Berada di bagian atas kiri dan kanan rahim. Bagian ujung yang lepas, melebar seperti jari dan telapak tangan, yang dapat bergerak menelungkupi indung telur yang mengalami pemasakan sel telur, sehingga telur yang masak itu dapat segera ditangkap masuk ke saluran telur.

d. Ovarium (Indung telur)

Terletak di samping kanan dan kiri rahim, dekat muara saluran telur. Ukuran kurang lebih 2.5 – 3 cm. Di bagian dalam terdiri dari butiran-butiran calon telur. Pada setiap siklus menstruasi umumnya hanya sebutir telur yang masak.

3. FISIOLOGI ALAT REPRODUKSI

Fisiologi alat reproduksi sangat tergantung interaksi hormon dalam tubuh, khususnya hormon yang diproduksi di otak maupun di alat reproduksi itu sendiri.

Hormon-hormon itu antara lain:

- Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH)

Diproduksi di Hipotalamus. Hormon ini mulai aktif menjelang akil balik. GnRH merangsang pusat kendali hormon di dasar tengkorak, yaitu hipofisis. Hipofisis akan menghasilkan Folikel Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).

- FSH

Hormon ini berperan memicu indung telur, sehingga sekelompok sel-sel terpengaruh, namun sebutir saja yang akan mengalami proses pemasakan. Folikel tersebut akan semakin membesar. Sel-sel di sekitarnya akan semakin banyak, sehingga merupakan kesatuan sel telur masak yang disebut folikel De Graaf. Sel-sel disekitar sel telur itu akan menghasilkan hormon estrogen yang khas sebagai hormon kelamin wanita. Estrogen ini akan menyebabkan buah dada wanita tumbuh membesar, mempengaruhi


(31)

5

selaput lendir rahim sehingga semakin menebal. Estrogen ini kadarnya akan semakin meningkat dan menurunkan kadar FSH, sebaliknya hipofisis akan menghasilkan hormon LH.

- LH

Hormon ini akan memacu folike De Graff, sehingga telur masak, lalu keluar dari indung telur, masuk ke saluran telur. Dengan keluarnya telur yang masak itu, sel-sel sekitar yang tertinggal akan berubah menjadi korpus luteum, yang menghasilkan hormon progesteron. Progesteron ini yang mempengaruhi selaput lendir rahim yang sudah tebal ini menjadi gemuk karena berisi banyak lendir dan zat makanan, sehingga apabila ada pembuahan, maka rahim sudah siap menerima telur yang sudah dibuahi. Jika tidak terjadi pembuahan, selaput lendir tadi akan mengelupas dan terjadi menstruasi. Pada saat ini kadar estrogen dan progesteron turun, sehingga hipofisis mulai memproduksi FSH.

4. PERKEMBANGAN MASA REMAJA

Yang disebut dengan masa remaja terdiri dari masa pubertas dan masa adolescentia. Masa pubertas adalah masa antara usia 12 – 16 tahun dan masa adolescentia adalah masa antara usia 17 – 22 tahun.

Masa remaja merupakan salah satu fase dari perkembangan manusia, yaitu merupakan masa transisi dari masa anak ke masa dewasa. Yang menjadi sifat-sifat utama pada masa ini antara lain adanya perubahan-perubahan yang menonjol baik dalam jasmani maupun psikis.

Perubahan-perubahan dalam segi jasmaniah adalah pada masa ini mulailah bekerja hormon-hormon seksual, sehingga terjadi perubahan-perubahan pada jasmani anak, misalnya menstruasi, membesar buah dada, pinggul mulai melebar, timbulnya rambut-rambut pada tempat tertentu, dsb.

Tingkat kecepatan perkembangan tidaklah selalu sama bagi setiap anak dalam kurun waktu 14 – 20 tahun tersebut. Seorang anak dapat mencapai tingkat kematangan seksual lebih cepat daripada kematangan mental maupun emosional, serta dapat juga terjadi sebaliknya.


(32)

6

Dalam segi psikologisnya, terjadi juga perubahan-perubahan antara lain: - Timbulnya minat terhadap dirinya

- Timbulnya minat terhadap jenis kelamin yang lain

- Timbulnya kesadaran akan dirinya sebagai individu yang berpribadi sendiri

- Timbulnya keinginan untuk dipuji orang lain, lebih-lebih oleh jenis kelamin yang berbeda.

5. DORONGAN SEKSUAL REMAJA

Dorongan seksual adalah suatu dorongan yang muncul dalam diri seseorang yang berhubungan dengan alat kelamin, pada pria penis, dan pada wanita vagina. Pada mulanya dorongan seksual seksual muncul dengan sendirinya, tetapi kemudian dorongan seksual seseorang dapat dibangkitkan oleh atau dengan menggunakan stimulus-stimulus dari luar seperti foto porno, percakapan, video maupun bacaan.

Dorongan seksual akan meningkat menjadi suatu kebutuhan pada masa remaja. Mengapa demikian? Pada masa remaja ditandai pertumbuhan pesat yang muncul dari fisik dan muncul tanda-tanda seks sekunder, sehingga kita dapat membedakan apakah anak remaja adalah pria atau wanita dengan hanya melihat bentuk tubuhnya. Melihat kondiri fisik tubuhnya didukung oleh adanya kandungan hormon seksual yang semakin meningkat dalam tubuhnya, remaja mulai mencoba-coba mengunakan tubuhnya dalam segala kegiatan, salah satu diantaranya adalah untuk menyalurkan dorongan seksualnya. Hal ini terjadi karena salah satu sifat remaja adalah adanya dorongan eksperimentasi.

Remaja yang sedang mencari identitas diri, sangat dipengaruhi oleh perkataan dan perbuatan teman sebayanya. Bila ada teman yang melakukan salah satu bentuk penyaluran seksual, apalagi teman dijadikan model oleh dirinya, maka anak remaja tesebut akan berusaha mengikutinya.


(33)

7

Dalam menyalurkan dorongan seksual yang meningkat, seorang tidak harus melakukan hubungan seksual. Lakukan beberapa hal, diantaranya:

a. Bertumbuh dalam iman kepada Tuhan b. Aktif dalam kegiatan keagamaan c. Olah raga

d. Kegiatan sehubungan dengan sekolah e. Menyalurkan hobi

f. Berani berkata TIDAK pada diri sendiri dan teman, serta menyiapkan alasan yang dapat diterima untuk menolak melakukan hubungan seksual. g. Menjauhi tempat atau kondisi yang rawan godaan, dll.

6. HUBUNGAN SEKS PRANIKAH

Dalam suatu penelitiaan di AS sekitar tahun 1936 – 1950, mereka yang setuju hubungan seks pranikah mengemukakan alasan sebagai berikut:

a. Sebagai pelepasan dorongan seksual (padahal semakin dilepas, semakin tidak terkendali)

b. Untuk mendapatkan kepuasan fisik dan psikis (padahal kepuasan sejati tidak didapat dengan hubungan seks, dan pada akhirnya sering kali malah menimbulkan trauma fisik dan psikis)

c. Untuk memupuk perasaan emosional dengan pacar (padahal yang dipupuk hanya nafsu yang tidak terkendali dan bukan kasih sayang)

d. Melatih fisik dan mental dalam menghadapi perkawinan (padahal perkawinan bukan hanya masalah seks dan perkawinan yang benar harus didasari masa pacaran yang benar sesuai dengan Firman Tuhan)

e. Dll

Situasi dan jawaban tersebut mungkin tidak jauh berbeda dengan kota besar di Indonesia saat ini.


(34)

8

a. Terkena penyakit menular seksual (PMS), seperti gonnorrhoe, sifilis, ulcus molle, granuloma inguinale, herpes genitalis, HIV / AIDS

b. Menimbulkan konfik batin dalam diri karena perasaan berdosa

c. Merugikan kaum wanita, karena mereka yang sudah melakukan hubungan seks panikah dianggap nilai kesuciannya rendah

d. Menjadi hamil sebelum menikah

e. Drop out dari sekolah (terutama wanita)

f. Merusak konsep dan sikap pemuda tentang seks

g. Meningkatkan ketidakpercayaan dan ketakutan, serta kecurigaan h. Merusak arti penting bulan madu

i. Biasanya mendorong untuk melakukan berulang-ulang

Bagaimana upaya pencegahan seks pranikah?

a. Tanamkan nilai-nilai keimanan, moral, susila, sejak dini agar kelak tumbuh kemampuan mengendalikan diri dalam menghadapi rangsangan seksual

b. Hindari kontak dengan pornografi

c. Bila pacaran jangan biarkan tenggelam dalam rangsangan seks yang menggoda, kenikmatan yang timbul akibat rangsangan seks mendorong mereka mengejar kenikmatan yang lebih dalam

d. Bila pacaran, jangan biarkan erotik zone dirangsang

e. Hindari terbukanya peluang untuk melakukan seks pranikah

f. Ingatkan bahayanya, bila ada teman berada dalam situasi yang menjurus ke hubungan seksual pranikah

g. Ciptakan kelompok yang mampu saling menahan dorongan seks

h. Peran serta masyarakat untuk saling mengawasi adanya peluang terjadinya hubungan seks pranikah, kegiatan pornigrafi

i. Wanita yang tidak ingin melakukan hubungan seks pranikah, sekalipun dengan pacar / tunangan, harus berani mengatakan TIDAK apabila menjurus ke tindakan hubungan seks pranikah


(35)

9

j. Salurkan dorongan seks ke kegiatan olah raga, kesenian, organisasi, yang disebut sublimasi

k. Penyuluhan yang melibatkan para pendidik, pakar, tokoh agama kepada remaja

l. Penghargaan atas kesucian sebelum menikah m. DOA


(36)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pacaran adalah salah satu perilaku seksual yang penting dalam perkembangan sosial remaja, khususnya dalam relasi dengan lawan jenis. Dalam menjalin relasi, remaja dapat melakukan berbagai macam aktivitas bersama. Aktivitas yang mereka lakukan dapat mulai dari perilaku yang tidak ada kontak fisik sampai melakukan kontak fisik. Misalnya, perilaku jalan-jalan sampai melakukan hubungan seksual pranikah.

Berbicara mengenai perilaku berpacaran yang tidak ada kontak fisik relatif tidak menyalahi aturan masyarakat. Misalnya jalan-jalan bersama tidak akan menyalahi aturan masyarakat, namun tetap ada batasan tertentu yang bagi beberapa orang menjadi penting seperti jam pulang. Namun jika berbicara mengenai perilaku berpacaran yang melibatkan kontak fisik, beberapa remaja memberikan batasan-batasan perilka apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Beberapa remaja menyetujui bahwa berpegangan tangan, membelai rambut, atau memeluk pinggang masih boleh dilakukan, namun tidak setuju dengan lip kiss, bahkan hubungan seksual pranikah.

Hubungan seksual pranikah adalah salah satu masalah seksual yang besar di sepanjang peradaban manusia. Salah satu faktor yang menjadi penyebab semakin berkembangnya masalah seksual adalah kurangnya informasi masyarakat mengenai seksualitas. Penelitian WHO (Intisari, 2001) menemukan bahwa


(37)

2

pendidikan seks ternyata dapat mengurangi atau mencegah hubungan seksual yang sembarangan. Tidak heran jika sekarang terjadi perubahan pandangan manusia terhadap seksualitas. Dulunya banyak orang membatasi diri untuk membicarakan masalah seksualitas, sekarang malah banyak dibahas oleh media massa, majalah ilmiah atau populer, televisi, atau situs-situs internet.

Sejalan dengan semakin terbukanya penyampain informasi mengenai seksualitas, semakin banyak pula sumber informasi yang tersedia, mulai dari informasi yang mendidik sampai informasi yang tidak mendidik. Fenomena ini pada akhirnya kurang mampu menyelesaikan masalah seksualitas manusia karena sumber informasi yang tidak mendidik, seperti buku, majalah, komik, situs internet, iklan atau film yang bersifat mengeksploitasi tubuh manusia atau yang menyalahgunakan fungsi seksual manusia, dapat digunakan untuk memuaskan dorongan seksual belaka dan bukan ditujukan sebagai sarana untuk memandang seksualitas secara dewasa, benar dan bertanggung jawab. Banyaknya informasi yang tidak mendidik ini mulai mempengaruhi orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak.

Remaja yang sedang tertarik dengan seksualitas mulai terdorong untuk mencari informasi mengenai seksualitas dengan berbagai cara, yaitu dengan bertanya kepada orangtua, membaca artikel di majalah atau media massa, browsing internet, menonton film, membaca cerita dan membicarakan seksualitas dengan teman sebaya. Namun informasi yang tersedia tidak semuanya mendidik. Cukup banyak orang yang menyajikan informasi yang tidak mendidik dan mulai mengambil keuntungan dari remaja. Informasi yang diberikan dikemas dengan


(38)

3

menarik, berupa gambar atau cerita yang menbgeksploitasi naluri seksual, sehingga remaja mau mengkonsumsi informasi tersebut.

Dari penelitian yang dilakukan pada bulan September 2004, Synovate menemukan bahwa sekitar 65% informasi tentang seks remaja dapatkan dari kawan dan 35% sisanya dari film porno. Ironisnya, hanya 5% dari responden remaja ini yang mendapatkan informasi tentang seks dari orangtuanya (http://www.dnet.net.id/kesehatan/seputarsex/detail.php?id=7148). Padahal, orangtua adalah pihak yang sangat diharapkan untuk memberikan penjelasan mengenai seksualitas kepada para remaja. Kondisi remaja yang memiliki kecenderungan untuk berdiskusi masalah seksual dengan teman sebayanya membuat mereka seakan-akan lupa bahwa ada pribadi yang dapat memberikan informasi mengenai seksualitas dengan lebih tepat dan jelas.

Keluarga seakan-akan menjadi wadah yang kurang mampu memberikan informasi yang memuaskan bagi remaja, membuat remaja mencoba mencari informasi dari tempat lain yang cenderung bersifat mengeksploitasi naluri seksual. Saat mereka menerimanya, tidak ada penjelasan dari pihak yang lebih mengerti tentang informasi tersebut, sehingga pemahaman mereka tentang seksualitas menjadi minim dan kurang jelas, bahkan keliru. Informasi yang mereka peroleh dapat mengakibatkan kecenderungan perilaku seksual yang kurang baik. Remaja dapat meniru perilaku seksual yang menurut mereka menarik dari media-media informasi tersebut. Salah satu perilaku yang cukup banyak ditayangkan di media


(39)

4

informasi, dan yang menjadi sorotan dalam penelitian ini, adalah hubungan seksual pranikah.

Informasi yang mendidik maupun yang tidak mendidik dapat mengubah sikap remaja terhadap perilaku berpacaran. Sikap terhadap perilaku berpacaran merupakan faktor dalam diri manusia yang mendorongnya untuk mendekati atau menjauhi perilaku tertentu dalam berpacaran. Remaja yang memiliki sikap yang positif terhadap hubungan seksual pranikah akan mendorong remaja melakukan hubungan seksual pranikah, sedangkan sikap yang negatif terhadap hubungan seksual pranikah akan mendorong remaja untuk menjauhi hubungan seksual pranikah.

Majalah Kosmopolitan edisi Februari 2005 mengungkapkan bahwa film porno sering memberikan pemahaman bahwa organ seksual laki-laki dapat ereksi dalam waktu yang lama saat melakukan hubungan seksual, dan ukuran organ seksual yang besar menjadi dambaan perempuan atau pasangan. Sangat memungkinkan bahwa remaja – yang sering menonton film porno – mulai memiliki pemahaman yang sama. Iklan sering mempromosikan produk tertentu dengan bantuan model yang sexy, sehingga remaja, khususnya putri, mempunyai pemahaman bahwa sangat penting menjadi sexy. Demikian halnya dengan film-film atau cerita-cerita dari dunia barat, yang cukup banyak menayangkan hubungan seksual pranikah. Film atau cerita tersebut memberikan pemahaman bahwa hubungan seksual pranikah adalah sesuatu yang biasa dan tidak memiliki nilai sakral (Intisari, 2001). Pemahaman ini dapat mengubah sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah, sehingga ada kemungkinan sikap remaja


(40)

5

cenderung mengarah pada hubungan seksual pranikah yang tidak sesuai dengan norma masyarakat Indonesia.

Pada tanggal 28 Januari 2005, Synovate Research mempublikasikan hasil survei yang dilakukan terhadap 450 responden dari empat kota – Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan – dengan kisaran usia responden antara 15 – 24 tahun (http://www.dnet.net.id/kesehatan/seputarsex/detail.php?id=7148). Dari survei diketahui bahwa 44% responden mengaku sudah mempunyai pengalaman seks di usia 16 – 18 tahun. Para responden sadar bahwa seharusnya menunda hubungan seks sampai menikah (68%) dan mengerti bahwa hubungan seksual pranikah itu tidak sesuai dengan nilai dan agama mereka (80%). Sebagian dari responden mengaku bahwa hubungan seks itu dilakukan tanpa rencana. Sebanyak 37% responden pria mengaku bahwa mereka merencanakan hubungan seks dengan pasangannya. Sementara, 39% responden perempuan mengaku dibujuk melakukan hubungan seks oleh pasangannya. Ketika responden ditanya mengenai perasaan mereka setelah melakukan hubungan seksual pranikah itu, 47% responden perempuan merasa menyesal karena takut hamil, berdosa, hilang keperawanan dan takut ketahuan orang tua. "Mereka juga tahu bahwa ada beberapa jenis penyakit yang ditularkan dari hubungan seksual. Misalnya 93% tahu tentang AIDS dan 34% tahu Sipilis. Kalau tentang AIDS, 82% responden tahu dari televisi, 20% dari internet dan hanya 10% yang tahu dari orang tuanya," kata Camita Wardhana, Project Director Synovate yang mempresentasikan hasil penelitian ini.


(41)

6

Penduduk Indonesia pada bulan Mei 2005 terdata berjumlah 213 juta, 30% di antaranya – sebanyak 62 juta penduduk – adalah remaja berusia 10 - 24 tahun. Hasil survey di 12 kota dan di kota Medan menunjukkan perkiraan angka sekitar 5,5 - 11% remaja melakukan hubungan seksual sebelum usia 19 tahun, sedang usia 15 - 24 tahun mencapai 14,7 - 30% (www.yourcompany.com).

Berhubungan dengan pemberian informasi, sudah cukup banyak organisasi di Indonesia mulai memberikan informasi tentang seksualitas, seperti organisasi-organisasi religius, organisasi-organisasi-organisasi-organisasi nasional atau internasional yang memiliki beban untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai seksualitas bagi masyarakat, khususnya remaja. Bahkan cukup banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui kehidupan seksualitas remaja dan mencoba meningkatkan kualitas pemberian informasi seksual untuk remaja di kemudian hari.

Pemberian informasi mengenai seksualitas sebagian besar bertujuan agar peserta memperlakukan seksualitas secara dewasa. Informasi ini memberikan penjelasan bagaimana menjalin relasi yang baik dengan lawan jenis, dan apa yang perlu dilakukan agar tidak terjadi hubungan seksual pranikah. Informasi ini memberikan pemahaman bahwa ada konsekuensi yang harus dihadapi oleh individu yang melakukan hubungan seksual pranikah. Dengan mempertimbangkan konsekuensi tersebut, maka peserta diajak untuk melakukan upaya pencegahan, sehingga tidak melakukan hubungan seksual pranikah.

Beberapa organisasi selain memberikan penjelasan mengenai seksualitas, juga mengundang beberapa orang yang pernah mengalami kekecewaan setelah


(42)

7

melakukan hubungan seksual pranikah. Ada juga beberapa organisasi yang memutar film mengenai aborsi, dengan tujuan agar peserta mulai memperhatikan akibat dari hubungan seksual pranikah. Namun apakah pendengar informasi mengenai seksualitas menjadi menolah untuk melakukan hubungan seksual pranikah?

Mungkin beberapa pendengar informasi memiliki sikap yang cenderung menolak untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Namun beberapa responden dapat menjadi penjadi penasaran dan mencoba melakukan hubungan seksual pranikah. Bahkan, bagi beberapa pasangan remaja, lip kiss menjadi salah satu perilaku yang wajib dilakukan untuk membuktikan rasa cinta.

Banyaknya pemberian informasi yang sudah dilakukan seakan-akan tidak mampu mengubah pandangan mereka mengenai perilaku berpacaran, dan mengurangi jumlah remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah. Fenomena ini kemudian memunculkan pertanyaan, “Apakah informasi yang diberikan oleh organisasi-organisasi tersebut dapat mengubah sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah?”. Sehubungan dengan itu, peneliti tertarik untuk meneliti perubahan sikap terhadap perilaku berpacaran sebelum dan sesudah pemberian informasi mengenai seksualitas pada remaja SMA di Bandung.

1.24 Identifikasi Masalah

Apakah terjadi perubahan sikap terhadap tiap-tiap perilaku berpacaran setelah remaja mendapatkan informasi tentang seksualitas melalui seminar?


(43)

8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Mengetahui gambaran mengenai perubahan sikap terhadap perilaku berpacaran yang mungkin terjadi setelah mendapatkan informasi mengenai seksualitas yang diberikan melalui seminar pada siswa kelas XI SMA ”X” di Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan sikap terhadap perilaku berpacaran sebelum dan setelah pemberian informasi mengenai seksualitas pada siswa kelas XI SMA ”X” di Bandung.

1.43 Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis

1. Memperdalam pemahaman yang lebih jelas tentang Psikologi Pendidikan, khususnya dalam kaitannya dengan perubahan sikap terhadap perilaku berpacaran setelah pemberian informasi mengenai seksualitas pada remaja SMA di Bandung.


(44)

9

1.4.2. Kegunaan Praktis

1. Instansi pendidikan dapat memberikan informasi mengenai seksualitas kepada siswa SMA.

2. Agar orangtua mengetahui bahwa informasi mengenai seksualitas dapat mengubah sikap terhadap perilaku berpacaran pada remaja, sehingga orangtua dapat mendukung anak remaja untuk mendengarkan informasi mengenai seksualitas dari organisasi yang dapat dipercaya untuk memberikan informasi yang benar mengenai seksualitas.

3. Agar remaja mengetahui bahwa informasi mengenai seksualitas dapat mengubah sikap terhadap perilaku berpacaran pada remaja, sehingga remaja dapat berpartisipasi dalam mendengarkan informasi mengenai seksualitas dari organisasi yang dapat dipercaya untuk memberikan informasi yang benar mengenai seksualitas.

1.5. Kerangka Pikir

Tahap perkembangan remaja memiliki ciri khas yang tidak dimiliki tahap perkembangan yang lain. Pada tahap ini tubuh remaja mulai memproduksi hormon estrogen, bagi remaja putri, dan hormon testosteron, bagi remaja putra. Produksi hormon ini berpengaruh pada perkembangan fisik dan juga psikologis. Secara fisik, terjadi perkembangan fungsi-fungsi seksual menjadi lebih matang dan siap untuk melakukan reproduksi. Dan salah satu perkembangan remaja secara psikologis adalah ketertarikan dengan hal yang bersifat seksual. Ketertarikan ini dapat membuat mereka mencari informasi mengenai seksualitas


(45)

10

dimana dan kapan saja. Dengan menggunakan sumber-sumber informasi yang sudah sangat tidak terbatas, membuat remaja dengan bebas mengakses informasi mengenai seksualitas.

Remaja dapat mengetahui perilaku-perilaku berbagai macam perilaku berpacaran melalui informasi yang mereka peroleh. Cukup banyak informasi yang memperlihatkan macam-macam perilaku berpacaran. Misalkan film barat sering kali memperlihatkan perilaku berpacaran mulai jalan-jalan bersama sampai melakukan hubungan seksual.

Thornburg (1982) mengelompokkan perilaku berpacaran berdasarkan level intimacy. Yang pertama adalah no petting, yaitu perilaku berpacaran yang tidak tergolong petting dan sexual intercourse, misalnya berpegangan tangan, jalan-jalan bersama, makan bersama, merangkul pasangan, dan perilaku lainnya. Yang kedua adalah petting yang dibagi menjadi tiga, yaitu light petting (contohnya, mencium bibir dan memainkan lidah saat berciuman), middle petting (contohnya, menstimulasi payudara dengan tangan atau dengan mulut), heavy petting (contohnya, menstimulasi alat kelamin dengan tangan atau dengan mulut). Yang ketiga adalah sexual intercourse, yaitu perilaku memasukkan penis ke dalam vagina pasangan.

Informasi yang diperoleh remaja dapat memunculkan sikap tertentu terhadap perilaku-perilaku berpacaran. Informasi yang mempengaruhi kognisi dapat menjadikan mereka memandang perilaku-perilaku berpacaran adalah baik atau buruk untuk dilakukan. Dengan mempertimbangkan bahwa dorongan seksual remaja akan semakin meningkat yang mulai terlihat dari ketertarikan mereka


(46)

11

dengan lawan jenis (Udri, 1987, dalam Steinberg, 2002), dapat saja informasi mengenai seksualitas menjadi hal yang menarik bagi remaja. Sehingga informasi ini juga dapat menyentuh komponen afeksi mereka terhadap perilaku-perilaku seksual. Melalui informasi yang mereka peroleh, dapat juga memicu rasa penasaran remaja untuk melakukan perilaku-perilaku berpacaran tertentu. Kondisi ini memiliki arti bahwa informasi juga dapat menyentuh komponen konasi remaja. Ketiga komponen sikap, yaitu komponen kognisi, afeksi dan konasi, yang tersentuh oleh informasi mengenai seksualitas yang diperoleh remaja akan memunculkan sikap tertentu terhadap perilaku-perilaku berpacaran.

Pembentukan sikap ini juga dipengaruhi oleh proses pemuasan kebutuhan remaja terhadap objek tertentu. Remaja akan mengembangkan sikap positif terhadap objek-objek yang memuaskan keinginan-keinginannya, dan akan mengembangkan sikap negatif terhadap objek-objek yang menghalangi pencapaian tujuannya (Sianiwati, 1997). Remaja yang memiliki dorongan seksual mendapatkan pemuasan melalui perilaku-perilaku berpacaran. Remaja akan melakukan perilaku-perilaku berpacaran yang dianggap dapat memuaskan dorongan seksualnya. Remaja dapat memiliki sikap yang positif terhadap perilaku-perilaku tersebut. Misalnya, jika perilaku no petting dianggap dapat memuaskan dorongan seksual, maka remaja cenderung bersikap positif terhadap perilaku no petting.

Dan keanggotaan remaja dalam kelompok juga menjadi faktor yang penting dalam pembentukan sikap. Individu yang mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok akan cenderung memiliki sikap yang mendapat dukungan


(47)

12

kelompok dimana idividu menjadi anggotanya. Dengan kata lain, sikap individu cenderung mencerminkan belief, nilai-nilai, dan norma-norma kelompoknya.

Adapun sikap adalah kecenderungan untuk bertindak mendekati atau menjauhi obyek tertentu Bogardus (Mueller, 1991). Sikap memiliki tiga komponen, yaitu komponen kognisi, afeksi dan konasi. Sianiwati (1997; Smith, 2002) memberikan penjelasan bahwa komponen kognitif terdiri atas belief (kepercayaan) dan pengetahuan individu tentang suatu obyek. Komponen afeksi mengacu pada emosi-emosi dan perasaan yang berkaitan dengan objek tertentu. Komponen ini yang memberikan karakter mendorong, mendesak dan memotivasi sikap.

Sedangkan komponen konasi merupakan tendensi untuk bertindak dengan cara tertentu pada suatu objek tertentu (Baron, 1982). Jika sikap terhadap perilaku berpacaran bernilai positif, maka remaja akan cenderung bersedia untuk melakukan dan mendukung perilaku berpacaran. Sebaliknya jika sikap terhadap perilaku berpacaran bernilai negatif, maka remaja akan cenderung menolak dan menjauhi perilaku berpacaran.

Dengan sikap mereka terhadap perilaku-perilaku berpacaran yang sudah terbentuk, maka diberikan informasi mengenai seksualitas kepada responden. Informasi mengenai seksualitas yang diberikan kepada remaja dapat menyentuh ketiga komponen sikap, yaitu komponen kognisi, afeksi dan konasi. Materi-materi seminar yang diberikan merupakan informasi yang menyentuh komponen kognisi, afeksi dan konasi. Beberapa informasi hanya menyentuh komponen kognisi, dan komponen kognisi ini memiliki kemungkinan untuk mengubah komponen afeksi


(48)

13

dan konasi, walau kurang kuat. Jika ditambah dengan informasi yang dapat menyentuh komponen afeksi, maka kemungkinan untuk mengubah sikap akan semakin besar. Misalnya informasi mengenai akibat-akibat yang dihadapi remaja saat melakukan hubungan seksual pranikah akan menyentuh komponen afeksinya. Apalagi ditambah dengan informasi yang dapat menggungah komponen konasi, misalnya mengenai cara-cara yang dapat dilakukan agar tidak melakukan hubungan seksual pranikah. Maka lebih besar lagi kemungkinan untuk mengubah sikap remaja terhadap perilaku berpacaran.

Perubahan ini akan terjadi bila ada proses belajar dalam diri remaja.

Bandura (1977) memberikan pemahaman bahwa suatu stimulus akan diolah oleh individu terlebih dahulu sebelum mengeluarkan respon terhadap stimulus tersebut. Apapun output dari pengolahan itu erat kaitannya dengan proses belajar. Stimulus akan diolah dengan mengacu pada pengetahuan masa lalu. Pada saat seminar, remaja akan dihadapkan pada permasalahan seksualitas (stimulus). Remaja juga akan dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan yang dapat dipertanggung-jawabkan, sehingga pada masa depan saat mereka dihadapkan pada masalah seksualitas, mereka memiliki bekal informasi yang dapat mereka pakai sebagai pertimbangan dalam memutuskan perilaku apa akan mereka lakukan. Informasi ini akan diolah dengan mempertimbangkan banyak hal dari sudut pandang yang berbeda, yaitu sudut pandang dari objek sikap yang memiliki keterjalinan dengan sikap terhadap perilaku berpacaran. Hasil pertimbangan ini akan memutuskan apakah sikap terhadap perilaku berpacaran akan berubah atau tidak.


(49)

14

Pada tahap perkembangan remaja, kognisi remaja juga sudah memiliki lima kemampuan berpikir yang lebih mantap dan efektif (Keating, 1990 dalam

Steinberg, 2002), yaitu kemampuan berpikir mengenai kemungkinan sebab-akibat, mampu berpikir abstrak, mulai berpikir mengenai proses berpikir itu sendiri, mampu berpikir secara multidimensional, dan mampu melihat suatu objek secara relatif daripada absolut. Kemampuan ini akan membantu remaja mengolah semua informasi, dan pada akhirnya akan membantu remaja untuk memutuskan sesuatu untuk dilakukan.

Dan dengan menggunakan cara-cara dalam menyampaian materi seminar, sikap remaja terhadap perilaku berpacaran akan lebih besar kemungkinan untuk berubah. Terciptanya mood remaja yang baik, rasa nyaman terhadap komunikator, ketakutan yang moderat dan adanya motivasi dari remaja terhadap materi yang diberikan, juga akan menggugah komponen afeksi responden. Jika informasi mengenai seksualitas dan cara penyampaian informasi diberikan diberikan dengan tepat dan konsisten, maka kemungkinan untuk mengubah sikap remaja terhadap perilaku berpacaran akan semakin besar. Komunikator yang memberikan argumen dengan cara yang tepat dapat mengubah sikap remaja menjadi positif terhadap perilaku yang boleh dilakukan remaja, atau mengubah sikap menjadi lebih negatif terhadap perilaku yang tidak atau belum boleh dilakukan remaja.

Cara-cara penyampaian informasi akan dijelaskan satu per satu. Yang pertama adalah, menurut pendapat Smith (2000), kemampuan untuk mempengaruhi orang lain memungkinkan individu untuk dapat mengembangkan, memperkuat, bahkan mengubah sikap. Saat komunikator memberikan argumen


(50)

15

yang jelas dan masuk akal mengenai perilaku berpacaran, ada kemungkinan sikap remaja mengenai perilaku berpacaran akan berubah. Jika komunikator memberikan penjelasan dan argumen yang masuk akal mengenai keburukan dari perilaku berpacaran, ada kemungkinan remaja akan memiliki sikap yang negatif terhadap perilaku berpacaran. Demikian juga halnya jika komunikator memberikan penjelasan dan argumen yang masuk akal mengenai kebaikan atau keuntungan dari perilaku berpacaran, maka remaja akan memiliki kesempatan untuk mengubah sikapnya menjadi positif terhadap perilaku berpacaran.

Kondisi mood yang baik saat menerima informasi, menurut Smith (2000), akan mengurangi kewaspadaan remaja terhadap hal yang dapat melawan penjelasan dan argumen yang diberikan komunikator. Ketidakwaspadaan ini membuat remaja menjadi cenderung tidak mengolah informasi tersebut. Dan saat mood remaja sedang baik, ia cenderung mengalah pada argumen yang diberikan oleh komunikator, karena mereka tidak lagi mengolah informasi dengan hati-hati.

Leventhal (1970 dalam Smith, 2000) memberikan pendapat bahwa dalam usaha mengubah sikap, remaja diberikan kesadaran mengenai konsekuensi yang ditimbulkan apabila melakukan suatu aktivitas. Hal ini menurut Smith (2000) dengan menimbulkan kecemasan dalam derajat yang moderat, remaja terdorong dan termotivasi untuk memiliki sikap yang negatif tentang obyek tertentu. Saat remaja merasa cemas, maka remaja akan dituntut untuk memikirkan fakta atau argumen yang membuat mereka cemas. Namun informasi yang menimbulkan kecemasan yang berlebihan akan menjadikan remaja tidak peduli, menolak dan


(51)

16

mencoba untuk menciptakan pemikiran yang bertentangan dengan informasi yang diberikan komunikator (Janis & Terwillinger, 1962 dalam Smith, 2000).

Perlu juga diperhatikan bahwa komunikator sebaiknya berusaha untuk tetap memotivasi remaja untuk menerima informasi yang diberikan. Santrock

(1998) berpendapat bahwa dengan membantu remaja untuk berinteraksi dengan lingkungan dapat memotivasi remaja dalam belajar. Hal ini dapat dilakukan dengan berinteraksi langsung dengan remaja mengenai ide-ide mereka mengenai meteri yang akan atau sedang diberikan kepada mereka.

Dalam menyampaikan informasi, komunikator juga dapat memberikan kesan yang mengejutkan (Sri Esti, 2002), misalnya dengan memberikan suatu cerita yang lucu dan menarik atau penyajian materi yang disertai dengan gambar dan warna yang menarik. Saat remaja tertarik dengan materi dan komunikator, remaja akan lebih mudah untuk menerima dan mengingat informasi yang diberikan.

Dalam usaha agar remaja dapat mengingat informasi yang diberikan, Sri Esti (2002) berpendapat bahwa informasi yang disusun dengan baik dan yang dihubungkan dengan informasi yang telah ada dalam ingatan jangka panjang dapat membantu remaja menampung dan mengingat informasi-informasi yang diberikan. Dengan kata lain, komunikator diharapkan mampu memprediksi sejauh mana pengetahuan mengenai seksualitas yang dimiliki oleh remaja, dan membantu mereka untuk mengingat kembali informasi yang ada dalam pikirkan mereka. Komunikator dapat mengadakan tanya jawab singkat dengan remaja. Setelah itu, komunikator akan memberikan informasi yang benar kepada remaja.


(52)

17

Remaja yang kurang mengetahui cara untuk mengontrol dorongan seksual bisa saja memiliki sikap yang positif terhadap perilaku berpacaran. Sikap ini memungkinan untuk diubah dengan memberikan solusi kepada remaja (Smith, 2000) mengenai pengontrolan dorongan seksual. Misalnya dengan menyarankan remaja untuk berolahraga atau melakukan aktivitas yang dapat mengembangkan potensi diri.

Dengan mengacu pada cara penyampaian informasi ini, tetap ada kemungkinan sikap remaja tidak akan berubah. Bisa saja ada faktor-faktor lain dalam lingkungan yang berperan dalam diri idividu yang membuat individu memutuskan untuk tidak mengubah sikap mereka terhadap perilaku-perilaku berpacaran, bahkan sikap mereka menjadi positif terhadap perilaku yang melanggar norma masyarakat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut adalah karakteristik sikap, kepribadian individu tersebut dan keanggotaan individu dalam kelompoknya (Sianiwati, 1997). Karakteristik sikap yang dapat mempengaruhi valensi sikap adalah keterjalinannya dengan objek sikap yang lain. Remaja yang memiliki sikap yang positif terhadap ajaran-ajaran agama dapat memiliki sikap yang negaitif terhadap beberapa perilaku seksual. Hal ini terjadi jika ada hubungan yang erat antara sikap terhadap ajaran-ajaran agama dengan sikap terhadap perilaku-perilaku berpacaran. Berbeda halnya jika ternyata kedua objek sikap ini tidak memiliki keterjalinan yang kuat, bahkan tidak ada jalinannya, maka ada kemungkinan remaja memiliki sikap yang positif terhadap ajaran-ajaran agama


(53)

18

dan semua perilaku berpacaran, atau memiliki sikap yang negatif terhadap ajaran-ajaran agama dan semua perilaku berpacaran.

Hal kedua yang mempengaruhi valensi pada komponen-komponen sikap adalah kepribadian individu tersebut. Individu yang mudah terpengaruhi akan lebih mudah untuk mengubah sikap awal mereka dibandingkan dengan mereka yang sulit dipengaruhi. Demikian juga halnya dengan remaja yang cenderung mempertahankan sikapnya, akan sulit membuka diri untuk menerima perubahan. Dan remaja yang memiliki kebutuhan untuk mendapatkan kejelasan yang tinggi terhadap objek tertentu akan bereaksi kuat terhadap informasi baru yang bertentangan dengan sikap yang dimilikinya; mereka menjadi sulit untuk mentolerir hal-hal yang bertentangan (Sianiwati, 1997).

Hal ketiga adalah keanggotaan individu dalam kelompoknya. Individu yang memiliki keeratan yang kuat dengan kelompoknya akan cenderung ikut dengan sikap kelompok terhadap objek tertentu. Jika ada usaha untuk mengubah sikap salah satu anggota, maka sikap anggota ini akan cenderung sulit berubah, karena ingin mempertahankan statusnya dalam kelompok (Sianiwati, 1997).

Belum lagi memperhitungkan kenyataan bahwa sumber informasi masih tetap ada di lingkungan remaja. Setelah mendapatkan informasi mengenai seksualitas, bisa saja remaja mengambil waktu tertentu untuk mencari informasi mengenai seksualitas dari sumber-sumber lain. Tidak akan menjadi masalah jika infromasi yang mereka dapatkan benar adanya dan dapat dipertanggungjawabkan, walaupun, secara teoretis, kondisi ini akan memberikan data yang bias terhadap hasil penelitian.


(54)

19

Tanpa mengabaikan faktor yang mempengaruhi perubahan sikap remaja, sikap remaja terhadap perilaku-perilaku berpacaran dapat berubah menjadi lebih positif atau lebih negatif terhadap perilaku-perilaku berpacaran, atau menunjukkan sikap yang tidak berubah terhadap perilaku-perilaku berpacaran. Dan tentu saja tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan valensi dalam komponen-komponen sikap terhadap perilaku-perilaku berpacaran sebelum dan sesudah mendapatkan informasi mengenai seksualitas.

Hal yang lebih perlu ditekankan adalah isi dari seminar. Festinger (1957 dalam Smith, 2000) mengatakan bahwa informasi yang tepat dan benar mengenai obyek sikap tertentu cenderung akan menciptakan sikap tertentu terhadap obyek tersebut.


(55)

(56)

21

1.6 Asumsi

1. Remaja memiliki rasa ingin tahu yang besar mengenai seksualitas 2. Remaja memiliki pengetahuan awal mengenai seksualitas

3. Sikap terhadap perilaku berpacaran merupakan hasil belajar, yang bisa berupa sikap positif maupun sikap negatif

4. Karena merupakan hasil belajar, sikap terhadap perilaku berpacaran dapat diubah

5. Komponen-komponen dalam sikap terhadap perilaku berpacaran pada remaja meliputi komponen kognisi, afeksi dan konasi

6. Informasi yang diterima dapat mengubah dunia kognisi, afeksi dan konasi 7. Perubahan pada salah satu komponen sikap dapat memberi dampak perubahan

pada sikap

1.7. Hipotesis Penelitian

Ada perubahan sikap terhadap tiap-tiap perilaku berpacaran sebelum dan setelah pemberian informasi mengenai seksualitas pada siswa kelas XI SMA “X” di Bandung


(57)

90

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah menguraikan hasil penelitian, maka pada bab ini akan disimpulkan beberapa hal penting, serta saran-saran dalam kaitannya dengan perubahan sikap terhadap perilaku berpacaran sebelum dan setelah pemberian informasi mengenai seksualitas pada siswa kelas XI SMA “X” di Bandung.

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Informasi mengenai seksualitas dapat mengubah sikap responden terhadap sebagian besar perilaku berpacaran – yaitu perilaku berpeganga tangan, lip kiss, berpelukan, sexual intercourse, jalan-jalan, mencium pipi, ngobrol bersama, kencan, curhat, meraba-raba tubuh pasangan, mencium kening, membelai rambut, SMS / telepon, dan bercanda bersama – namun tidak menunjukkan perubahan yang signifikan.

2. Informasi yang diberikan dapat mengubah komponen kognisi, afeksi dan konasi pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa kelas XI SMA ”X” di Bandung menjadi lebih negatif adalah perilaku lip kiss, berpelukan, sexual intercourse, membelai rambut dan bercanda bersama.


(58)

91

3. Informasi yang diberikan dapat mengubah komponen kognisi dan afeksi menjadi lebih negatif, sedangkan komponen konasi menjadi lebih positif pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa kelas XI SMA ”X” di Bandung adalah perilaku berpegangan tangan.

4. Informasi yang diberikan dapat mengubah komponen kognisi dan konasi menjadi lebih negatif, sedangkan komponen afeksi menjadi lebih positif pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa kelas XI SMA ”X” di Bandung adalah perilaku mencium kening.

5. Informasi yang diberikan dapat mengubah komponen kognisi menjadi lebih negatif, sedangkan komponen afeksi dan konasi menjadi lebih positif pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa kelas XI SMA ”X” di Bandung adalah perilaku ngobrol bersama dan merangkul bahu.

6. Informasi yang diberikan dapat mengubah komponen kognisi, afeksi dan konasi pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa kelas XI SMA ”X” di Bandung, menjadi lebih positif, adalah perilaku kencan.

7. Informasi yang diberikan dapat mengubah komponen kognisi dan afeksi menjadi lebih positif, sedangkan komponen konasi menjadi lebih negatif pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa kelas XI SMA ”X” di Bandung adalah perilaku jalan-jalan.

8. Informasi yang diberikan dapat mengubah komponen kognisi dan afeksi yang semakin negatif, sedangkan komponen konasi tetap positif pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa kelas XI SMA ”X” di Bandung adalah perilaku curhat.


(59)

92

9. Informasi yang diberikan dapat mengubah komponen kognisi menjadi semakin positif, komponen afeksi menjadi semakin negatif, dan komponen konasi tetap positif pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa kelas XI SMA ”X” XI di Bandung adalah perilaku mencium pipi.

10. Informasi yang diberikan dapat mengubah komponen kognisi dan afeksi menjadi lebih positif, sedangkan komponen konasi tetap positif pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa kelas XI SMA ”X” di Bandung adalah perilaku SMS / telepon.

11. Informasi yang diberikan tidak mengubah komponen kognisi (tetap negatif), sedangkan komponen afeksi dan konasi berubah menjadi lebih negatif, pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa kelas XI SMA ”X” di Bandung adalah meraba-raba tubuh pasangan.

12. Informasi yang diberikan tidak mengubah komponen kognisi (tetap positif), sedangkan komponen afeksi berubah menjadi lebih positif, dan komponen konasi berubah menjadi lebih negatif, pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa kelas XI SMA ”X” di Bandung adalah perilaku menyayangi.

13. Informasi yang diberikan tidak mengubah komponen kognisi dan konasi (tetap positif), sedangkan komponen afeksi berubah menjadi lebih positif pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa kelas XI SMA ”X” di Bandung adalah perilaku makan bersama.

14. Keyakinan religius yang kuat dapat menjadi penyebab munculnya sikap yang negatif terhadap perilaku petting dan sexual intercourse, sehingga pada


(60)

93

saat informasi mengenai seksual diberikan kepada responden, mereka cenderung mempertahankan sikap awal mereka karena komunikator pun mendukung sikap yang negatif terhadap perilaku tersebut.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan, beberapa saran yang dapat diberikan peneliti:

1. Saran untuk kegunaan praktis

• Para remaja perlu memperkuat dasar iman kepada Tuhan Yang Maha Esa,

dengan mengikuti kegiatan-kegiatan religius yang dilakukan oleh rumah ibadah, sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Dengan demikian, diharapkan nilai religius yang mereka pegang dapat menjadikan sikap yang negatif terhadap perilaku-perilaku petting maupun sexual intercourse.

• Pihak sekolah perlu memperkuat dasar kepercayaan dalam diri para siswa

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan memberikan kelas khusus untuk membahas hal-hal yang bersifat religius. Dengan demikian, diharapkan dapat membantu para siswa untuk memiliki nilai religius yang dapat mendukung sikap yang negatif terhadap perilaku-perilaku petting maupun sexual intercourse.

• Orangtua tetap mendukung dan mendorong remaja untuk terlibat dalam

kegiatan religius yang dilakukan oleh rumah ibadah, sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Dengan demikian, diharapkan dapat


(61)

94

membantu para siswa untuk memiiki nilai religius yang dapat mendukung sikap yang negatif terhadap perilaku-perilaku petting maupun sexual intercourse.

2. Saran untuk penelitian lebih lanjut

• Untuk selanjutnya dapat dilakukan penelitian mengenai hubungan

keimanan dan sikap terhadap perilaku berpacaran.

• Alat ukur yang digunakan pada pre-test dan post-test lebih baik

menyebutkan perilaku berpacaran secara eksplisit, sehingga dapat memudahkan pengolahan data.

• Penelitian lebih lanjut yang dapat dilakukan adalah mengenai pengaruh

pemberian informasi mengenai seksualitas pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa-siswi yang bersekolah di sekolah yang tidak berbasis agama.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, Albert., 1977. Social Learning Theory. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Baron, Robert A., 1982. Exploring Social Psychology, 2nd Edition. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Chaplin, J.P., 1979. Dictionary of Psychology. New York: A Laurel Original

Christensen, Larry B., 1988. Experimental Methodology. Toronto: Allyn and Bacon, Inc.

Feldman, Robert S., 1985. Social Psychology: Theories, Research and Application. New York: McGraw-Hill, Inc.

Hughes, Richard L, Robert C. Ginnett, & Gordon J. Curphy., 2002. Leadership:

Enhancing The Lesson Of Experience. Toronto: McGraw Hill

Mueller, Daniel J., 1991. Measuring Social Attitudes: A Handbook for Researchers and Practitioner. New York: Collage Press

Santrock, John W., 1998. Adolescence. Boston: McGraw Hill

Sianiwati S. Hidayat & Katherine Komalasari, 1997. Pengantar Psikologi:

Konsep-konsep Dasar Dalam Psikologi Sosial. Bandung: Fakultas

Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Smith, Eliot R., Diane M. Mackie, 2000. Social Psychology. USA: Psychology Press


(63)

Steinberg, Laurence., 2002. Adolescence. New York: McGraw Hill

Thornburg, Harshel D., 1982. Development In Adolescence. California: Brooks/Cole Publishing Company


(1)

92

9. Informasi yang diberikan dapat mengubah komponen kognisi menjadi semakin positif, komponen afeksi menjadi semakin negatif, dan komponen konasi tetap positif pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa kelas XI SMA ”X” XI di Bandung adalah perilaku mencium pipi.

10. Informasi yang diberikan dapat mengubah komponen kognisi dan afeksi menjadi lebih positif, sedangkan komponen konasi tetap positif pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa kelas XI SMA ”X” di Bandung adalah perilaku SMS / telepon.

11. Informasi yang diberikan tidak mengubah komponen kognisi (tetap negatif), sedangkan komponen afeksi dan konasi berubah menjadi lebih negatif, pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa kelas XI SMA ”X” di Bandung adalah meraba-raba tubuh pasangan.

12. Informasi yang diberikan tidak mengubah komponen kognisi (tetap positif), sedangkan komponen afeksi berubah menjadi lebih positif, dan komponen konasi berubah menjadi lebih negatif, pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa kelas XI SMA ”X” di Bandung adalah perilaku menyayangi.

13. Informasi yang diberikan tidak mengubah komponen kognisi dan konasi (tetap positif), sedangkan komponen afeksi berubah menjadi lebih positif pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa kelas XI SMA ”X” di Bandung adalah perilaku makan bersama.

14. Keyakinan religius yang kuat dapat menjadi penyebab munculnya sikap yang negatif terhadap perilaku petting dan sexual intercourse, sehingga pada


(2)

93

Universitas Kristen Maranatha saat informasi mengenai seksual diberikan kepada responden, mereka cenderung mempertahankan sikap awal mereka karena komunikator pun mendukung sikap yang negatif terhadap perilaku tersebut.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan, beberapa saran yang dapat diberikan peneliti:

1. Saran untuk kegunaan praktis

• Para remaja perlu memperkuat dasar iman kepada Tuhan Yang Maha Esa,

dengan mengikuti kegiatan-kegiatan religius yang dilakukan oleh rumah ibadah, sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Dengan demikian, diharapkan nilai religius yang mereka pegang dapat menjadikan sikap yang negatif terhadap perilaku-perilaku petting maupun sexual intercourse.

• Pihak sekolah perlu memperkuat dasar kepercayaan dalam diri para siswa

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan memberikan kelas khusus untuk membahas hal-hal yang bersifat religius. Dengan demikian, diharapkan dapat membantu para siswa untuk memiliki nilai religius yang dapat mendukung sikap yang negatif terhadap perilaku-perilaku petting maupun sexual intercourse.

• Orangtua tetap mendukung dan mendorong remaja untuk terlibat dalam

kegiatan religius yang dilakukan oleh rumah ibadah, sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Dengan demikian, diharapkan dapat


(3)

94

membantu para siswa untuk memiiki nilai religius yang dapat mendukung sikap yang negatif terhadap perilaku-perilaku petting maupun sexual intercourse.

2. Saran untuk penelitian lebih lanjut

• Untuk selanjutnya dapat dilakukan penelitian mengenai hubungan

keimanan dan sikap terhadap perilaku berpacaran.

• Alat ukur yang digunakan pada pre-test dan post-test lebih baik

menyebutkan perilaku berpacaran secara eksplisit, sehingga dapat memudahkan pengolahan data.

• Penelitian lebih lanjut yang dapat dilakukan adalah mengenai pengaruh

pemberian informasi mengenai seksualitas pada sikap terhadap perilaku berpacaran pada siswa-siswi yang bersekolah di sekolah yang tidak berbasis agama.


(4)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Bandura, Albert., 1977. Social Learning Theory. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Baron, Robert A., 1982. Exploring Social Psychology, 2nd Edition. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Chaplin, J.P., 1979. Dictionary of Psychology. New York: A Laurel Original

Christensen, Larry B., 1988. Experimental Methodology. Toronto: Allyn and Bacon, Inc.

Feldman, Robert S., 1985. Social Psychology: Theories, Research and Application. New York: McGraw-Hill, Inc.

Hughes, Richard L, Robert C. Ginnett, & Gordon J. Curphy., 2002. Leadership: Enhancing The Lesson Of Experience. Toronto: McGraw Hill

Mueller, Daniel J., 1991. Measuring Social Attitudes: A Handbook for Researchers and Practitioner. New York: Collage Press

Santrock, John W., 1998. Adolescence. Boston: McGraw Hill

Sianiwati S. Hidayat & Katherine Komalasari, 1997. Pengantar Psikologi: Konsep-konsep Dasar Dalam Psikologi Sosial. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Smith, Eliot R., Diane M. Mackie, 2000. Social Psychology. USA: Psychology Press


(5)

Steinberg, Laurence., 2002. Adolescence. New York: McGraw Hill

Thornburg, Harshel D., 1982. Development In Adolescence. California: Brooks/Cole Publishing Company


(6)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Encarta Dictionary Tools 2004

Intisari: Edisi Kumpulan Artikel-artikel Psikologi, 2001

http://www.dnet.net.id/kesehatan/seputarsex/detail.php?id=7148

Majalah Kosmopolitan edisi Februari 2005

Tan Ming Kuang, SE., MSi., Modul Pelatihan W2M 2006, Study Skill

Yuhana, Pince., S. Psi., 2005. Studi Deskriptif Mengenai Prasangka Pelajar Etnis Tionghoa Terhadap Pelajar Etnis Pribumi di SMU ”X” Kota Tebing Tinggi. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universita Kristen Maranatha

www.ceritaremajaIndonesia.com