TOLERANSI BERAGAMA PARA PELAJAR DITINJAU DARI LATAR BELAKANG ORMAS KEAGAMAAN (Studi deskriptif pada SMA Ma’arif Bandung, SMA Muhammadiyah 3 Plus Bandung dan MA PERSIS Pajagalan Bandung).

(1)

TOLERANSI BERAGAMA PARA PELAJAR DITINJAU DARI

LATAR BELAKANG ORMAS KEAGAMAAN

(Studi deskriptif pada SMA Ma’arif Bandung, SMA Muhammadiyah 3 Plus Bandung dan MA PERSIS Pajagalan Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh

Asep Miftah Suhendar 1001405

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Muhammadiyah 3 Plus Bandung dan MA PERSIS

Pajagalan Bandung)

Oleh

Asep Miftah Suhendar

1001405

Sebuah Skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada

Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Asep Miftah Suhendar 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis.


(3)

TOLERANSI BERAGAMA PARA PELAJAR DITINJAU DARI LATAR BELAKANG ORMAS KEAGAMAAN

(Studi deskriptif pada SMA Ma’arif Bandung, SMA Muhammadiyah 3 Plus Bandung dan MA Persis Pajagalan Bandung)

Disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Makhmud Syafe’i, M.Ag., M.Pd.I. NIP.19550428 198803 1001

Pembimbing II

Drs. H. Wahyu, M.Pd. NIP.19591017 198803 1002

Mengetahui

Ketua Prodi IlmuPendidikan Agama Islam,

Dr. H. Endis Firdaus, M. Ag. NIP.195703031988031001


(4)

Vii

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ………. i

KATA PENGANTAR ………. ii

UCAPAN TERIMA KASIH ……… iii

ABSTRACT... v

ABSTRAK ……….………….. vi

DAFTAR ISI ……… vii

DAFTAR TABEL ...………... ix

DAFTAR BAGAN...……… x

DAFTAR GAMBAR ..……… xi

DAFTAR LAMPIRAN ..………. xii

PEDOMAN TRANSLITERASI DARI ARAB KE LATIN INDONESIA. xii i BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Penelitian ………... 1

B. Identifikasi Masalah Penelitian ……….. 10

C. Rumusan Masalah Penelitian ………...…... 11

D. Tujuan Penelitian ……… 12

E. Manfaat Penelitian ……….. 13

F. Struktur Organisasi Skripsi ………. 14

BAB II TOLERANSI BERAGAMA DAN PELAJAR YANG MEMILIKI LATAR BELAKANG ORMAS KEAGAMAAN 16 A. Toleransi Beragama...……… 16

B. Pelajar...……….. 36


(5)

D. Kerangka Pemikiran...……… 55

E. Hipotesis Penelitian...………. 59

BAB III METODE PENELITIAN ………. 60

A. Lokasi Penelitian ……...………. 60

B. Desain Penelitian ……… 65

C. Metode Penelitian ………... 66

D. Definisi Operasional ……….. 69

E. Instrumen Penelitian ………... 70

F. Proses Pengembangan Instrumen ………...….... 73

G. Prosedur Penelitian...………. 84

H. Teknik Pengumpulan Data ….….………... 85

I. Analisis Data . ... 98

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 98

A. Hasil Penelitian ………...…………... 98

B. Pembahasan Data …...………. 10 9 BAB V SIMPULAN DAN SARAN...……….. 11

8 A. Simpulan...………... 11

8 B. Saran...……… 11

9 DAFTAR PUSTAKA ………. 12

1 DAFTAR RALAT ……….. 12


(6)

6

LAMPIRAN ... 12 7


(7)

STUDENT RELIGIOUS TOLERANCE BASED ON

BACKGROUND

OF RELIGIOUS ORGANIZATION

(Descriptive Study In SMA Ma’arif Bandung, SMA Muhammadiyah 3 Plus and MA PERSIS Pajagalan Bandung)

Asep Miftah Suhendar

Program Study of Science Islamic Education, Faculty of Social Sciences Education, University of Education Indonesia

ABSTRACT

The religious harmony can be realized if the religions have a high tolerance value. Included among students, religious tolerance is already a thing to be possessed to create harmony among students. However, that the focus of this research is the problem is student high school (SMA) who has a different religious background organizations in the Bandung city. Therefore, the purpose of this study was to determine the value of religious tolerance students who have a background of religious organizations. The tolerance value is measured from several aspects, there is the social interaction between learners who have different religious organizations, respecting differences in the understanding and confidence of the students who have a background of religious organizations, and religious rituals worship the difference those students who have a background of religious organizations. The method used in this research is descriptive and quantitative approach. While data collection techniques were performed in this study were interviews and questionnaires. Interviews were conducted to the vice headmaster of curriculum field to determine the material tolerance given to the students. While a scale of questionnaire in the form of a checklist distributed to students. While the data obtained from the questionnaire is processed through descriptive analysis with the help of SPSS program version 20. After the data is acquired, processed and analyzed through the application of SPSS program version 20, it is obtained that the values of religious tolerance students who have a background of religious organizations in the high category. In conclusion, the value of religious tolerance that those students who have a background of religious organizations are in the high category.


(8)

vii


(9)

TOLERANSI BERAGAMA PARA PELAJAR DITINJAU DARI

LATAR BELAKANG ORMAS KEAGAMAAN

(Studi Deskriptif Pada SMA Ma’arif Bandung, SMA Muhammadiyah 3 Plus dan MA PERSIS Pajagalan Bandung)

Asep Miftah Suhendar

Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia

ABSTRAK

Kerukunan umat beragama dapat terwujud jika para penganut agama tersebut memiliki nilai toleransi yang tinggi. Termasuk dikalangan pelajar, toleransi beragama sudah merupakan suatu hal yang harus dimiliki untuk menciptakan kerukunan antar pelajar. Namun yang menjadi fokus masalah pada penelitian ini adalah para pelajar jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) yang memiliki latar belakang ormas keagamaan yang berbeda di kota Bandung. Maka dari itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai toleransi beragama para pelajar yang memiliki latar belakang ormas keagamaan. Nilai toleransi tersebut diukur dari beberapa aspek antara lain adalah interaksi sosial antar pelajar yang memiliki ormas keagamaan berbeda, menghormati perbedaan pemahaman serta keyakinan para pelajar yang memiliki latar belakang ormas keagamaan, dan menghormati perbedaan ritual ibadah para pelajar yang memiliki latar belakang ormas keagamaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan menggunakan pendekatan kuantitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah wawancara dan angket. Wawancara dilakukan kepada wakil kepala sekolah bidang kurikulum untuk mengetahui materi toleransi yang diberikan kepada para pelajar. Sedangkan angket yang berupak skala dalam bentuk checklist disebar kepada para pelajar. Sementara data yang diperoleh dari angket diolah melalui analisis deskriptif dengan menggunakan bantuan dari aplikasi SPSS versi 20. Setelah data diperoleh, diolah dan dianalisis melalui aplikasi SPSS versi 20 tersebut, maka diperoleh bahwa nilai toleransi beragama para pelajar yang memiliki latar belakang ormas keagamaan ada dalam kategori tinggi. Kesimpulannya, bahwa nilai toleransi beragama para pelajar yang memiliki latar belakang ormas keagamaan berada dalam kategori tinggi.


(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak kekayaan dalam berbagai hal seperti budaya, bahasa, suku dan lain sebagainya. Selain yang telah disebutkan di atas, ada satu lagi yang dimiliki oleh Indonesia yaitu keberagaman agama yang dianut oleh setiap warga negaranya. Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islām. Sekalipun demikian, Indonesia bukanlah negara teokrasi yang menjadikan ajaran Islām tertentu sebagai konstitusinya, sebab disamping umat Islām yang merupakan mayoritas, terdapat pula pemeluk agama lain yang juga menjadi pemilik sah negeri ini (Muhammad, 2013, hlm. 11-12).

Hindu, Budha dan Islām masuk ke Indonesia jauh sebelum Indonesia menyatakan merdeka terhadap penjajahan yang dilakukan oleh Jepang dan Belanda. Sebagai agama yang mayoritas dianut oleh warga negara Indonesia, sangat masuk akal jika umat muslim Indonesia memiliki pengaruh terhadap bangsanya. Sehingga kemerdekaan yang diperoleh oleh bangsa Indonesia tidak terlepas dari campur tangan umat muslim yang juga berjuang dalam melepaskan belenggu penjajahan, meskipun tidak sedikit pengaruh yang dimiliki oleh agama lain dalam memperjuangkan dan memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Sehingga agama-agama dan organisasi masyarakat yang ada di Indonesia, baik ormas keagamaan maupun ormas non-keagamaan sudah hidup berdampingan dengan damai dalam upaya memberikan sebuah kemerdekaan, bahkan sampai dengan masa sekarang ini, meskipun sudah masuk agama lain ke Indonesia selain ketiga agama di atas (Muhammad, 2013, hlm. 42-43).


(11)

Indonesia merupakan negara yang merujuk kepada pancasila sebagai dasar negara, dengan semboyan Indonesia yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”. Semboyan yang dimiliki bangsa Indonesia itu dibuat dengan kesadaran masyarakat akan kenyataan bahwa negaranya memiliki banyak perbedaan dalam segala hal(Hayat, 2013, hlm. 25).

Di Indonesia sendiri ada enam agama yang sah dan diakui oleh negara sebagai keyakinan bagi setiap warga negaranya.Keenam agama yang diakui di Indonesia merupakan agama-agama besar di dunia. Keberagaman yang dimiliki Indonesia dalam berbagai hal terutama keyakinan terhadap agama menjadikan Indonesia sebagai negara yang unik, menarik sekaligus kaya akan tradisi (Muhammad, 2013, hlm. 11).

Munculnya ormas-ormas keagamaan tidak terlepas dari keberadaan agama-agama yang ada di Indonesia, karena ormas keagamaan lahir akibat adanya sejumlah penganut agama tertentu yang mengorganisasikan diri untuk kepentingan tertentu (Athorida, 2010, hlm. 33).

Menurut Muhammad (2013, hlm. 51) “Sampai sekarang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat the meeting place of world religions”.Selain itu, dalam sambutan yang disampaikan Kakanwil Provinsi Jawa Barat H. Saeroji, pada penutup kegiatan Pembinaan Pemuda dan Siswa khonghucu, di Sekretariat MAKIN Bandung, Jl. Cibadak 255i Bandung, Rabu (19/juli/2013), yang tersedia dalam websiteKementerian Agama Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat. Ia menyebutkan bahwa Indonesia

telah

mendapatkan penghargaan World Statesment Award (WSA). Penghargaan ini diberikan oleh Appeal of Consience Foundation (ACF) dari Amerika Serikat karena prestasi Indonesia dalam menangani kerukunan dan toleransi kehidupan beragama yang diperlihatkan umat Islam Indonesia, dan tidak pernah terjadi di negara lain yang mayoritas non muslim.


(12)

Sudah menjadi kenyataan bahwa bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa dengan corak masyarakat yang plural. Pluralitas masyarakat Indonesia ditandai dengan kenyataan adanya ikatan-ikatan sosial yang berdasarkan perbedaan suku bangsa, pemahaman agama, adat serta kedaerahan (Hayat, 2013, hlm. 25). Dengan pengelolaan pluralisme yang baik, Indonesia dapat memberikan sumbangan besar bagi peradaban dalam pengembangan kehidupan yang toleran, baik antar golongan, etnis maupun antar umat beragama (Hayat, 2013, hlm. 21). Dengan sikap saling menghormati perbedaan pemahaman dalam agama Islām maupun antar umat beragama yang dimiliki oleh bangsa Indonesia mampu menempatkan Indonesia sebagai negara toleran yang didalamnya hidup agama-agama besar dengan damai.

Hayat (2013, hlm. 25) mengungkapkan bahwa Kemajemukan yang dimiliki Indonesia ternyata memiliki dua sisi, yaitu sisi positif dan sisi negatif. Sisi positifnya yaitu dengan kemajemukan Indonesia dalam berbagai hal dapat menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan dan daya tarik tersendiri sebagai potensi besar. Hal demikian terjadi apabila setiap individu dari masyarakat Indonesia menghargai dan menerima kemajemukan yang ada. Serta sisi negatifnya ialah dengan kemajemukan yang dimiliki Indonesia bisa menimbulkan konflik jika kesemua kemajemukan itu tidak diatur, dihargai dan diterima sebagai kenyataan, maka konflik tersebut bisa muncul kapan saja dan dimana saja tanpa diduga sebelumnya. Konflik itu muncul disebabkan oleh beberapa faktor antaralain; Tidak saling pengertian antarpemeluk agama, adanya kesalahan dan kekeliruan dalam memahami teks-teks keagamaan dan masuknya unsur kepentingan lain diluar kepentingan agama yang luhur (Suryana, 2011, hlm. 127).

Adapun menurut Muhammad (2013, hlm. 81), ia mengemukakan bahwa:

Heterogenitas seperti ini dipandang oleh para ahli sebagai sumber konflik yang dapat mengancam persatuan bangsa. Sebab, masing-masing pemeluk agama memiliki misi suci untuk menyebarkan agamanya kepada orang-orang yang berada di luar agamanya. Jika tugas suci ini berhadapan satu


(13)

sama lain, tidak dapat dihindarkan, akan muncul rivalitas, yang pada gilirannya dapat menyulut konflik.

Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki nilai toleransi dan kerukunan antar umat beragama, tetapi konflik antar umat beragama bisa muncul kapan saja dan bisa mencemari negara Indonesia yang sudah memiliki nilai toleransi dan kerukunan umat beragama. Konflik tersebut telah dirasakan sendiri oleh bangsa Indonesia dalam perjalanan sejarahnya. Tidak sedikit konflik yang sudah terjadi pada bangsa Indonesia yang diakibatkan dari perbedaan agama maupun konflik dalam agama itu sendiri. Konflik yang pernah terjadi atas dasar agama di Indonesia, di antaranya kerusuhan di Lampung, pada tahun 1989, kerusuhan di Timor-Timur, tahun 1985, kerusuhan di Rengasdengklok, tahun 1997, kerusuhan di Makasar, tahun 1997, kerusuhan di Ambon, tahun 1998, kerusuhan di Poso, Kupang serta daerah-daerah lainnya (Sudiadi, 2009, hlm. 33).

Pada zaman sekarang konflik itu masih dirasakan, terutama setelah peristiwa peledakan gedung kembar World Trade Centre (WTC) pada tanggal 11 September 2011 yang menuduh golongan Islām sebagai pelaku dari peristiwa tersebut melalui organisasi al-Qaidaħ yang dipimpin oleh Usama bin Ladin (Muhammad, 2013, hlm. 61). Peristiwa tersebut kemudian menimbulkan berbagai upaya internasional untuk menangkal terorisme. Ironisnya, upaya penangkalan tersebut tidak diiringi dengan konsep yang komprehensif, tetapi cenderung menghakimi Islām sebagai yang bertanggungjawab atas kejadian itu (Hayat, 2013, hlm. 57). Meskipun jika dilihat dengan kasat mata, konflik yang cakupannya dunia itu tidak ada kaitannya dengan agama, tetapi unsur agama melekat pada peristiwa itu setelah Islām dituduh sebagai pelaku penyerangan. Peristiwa peledakan itu terus merambat sampai ke Indonesia, banyak konflik-konflik yang terjadi di Indonesia seperti bom Bali, peledakan hotel serta penyerangan-penyerangan lainnya yang lagi-lagi menuduh kaum Islām khususnya kaum Islām radikal


(14)

yang menjadi aktor dari konflik tersebut, hingga akhirnya dipukul rata bahwa umat muslim dikaitkan dengan teroris(Muhammad, 2013, hlm. 65).

Apakah semua umat Islām itu jahat, keras, dan suka menumpahkan darah

orang yang dianggapnya musuh? Tentu saja tidak, tidak semua umat muslim

dan tidak semua golongan Islām bersikap demikian serta tidak semua muslim menganggap orang lain sebagai musuh. Menurut Saebani (2007, hlm. 2)

“perilaku dan kepentingan personal akan dipengaruhi oleh kepentingan institusional”. Jadi institusi atau lembaga yang diikuti oleh seseorang akan mempengaruhi tingkahlaku orang tersebut. Bukan individu tetapi institusilah yang mempengaruhi baik atau buruknya perilaku umat muslim melalui kepentingan-kepentingan yang terdapat pada institusi tersebut.

Seharusnya umat muslim yang merupakan penduduk mayoritas di Indonesia bisa menghargai dan menghormati pemeluk agama lain maupun kelompok-kelompok Islām yang memiliki perbedaan pemahaman, yang sama-sama memiliki hak dan ditetapkan oleh peraturan untuk tinggal dan menjalankan ajaran agamanya di Indonesia. Apalagi setelah mendapatkan berbagai prestasi dan penghargaan dunia sebagai negara toleran. Namun,setelah peristiwa 11 September 2011 selesai, bermunculan aliran-aliran Islām keras yang bahkan memusuhi hingga mengkafirkan pemerintah dan orang-orang diluar alirannya meskipun masih satu agama yaitu Islām. Hingga akhirnya, munculnya aliran ini disinyalir merupakan cikal bakal penyebab konflik dalam agama yang diakibatkan perbedaan pemahaman dan keyakinan. Sehingga konflik itu dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu konflik intern dalam agama dan konflik antar umat beragama (Hayat, 2013, hlm. 111). Konflik yang terjadi antar umat beragama pernah terjadi di negeri ini, namun konflik intern umat beragama yang cakupannya besar belum pernah terjadi, yang ada hanya letupan-letupan kecil saja yang jika dibiarkan tanpa pengelolaan akan berubah menjadi konflik yang besar pula (Hayat, 2013, hlm. 42).


(15)

Begitupun dengan kemajemukan serta keberagaman pemahaman yang ada

dalam agama Islām di Indonesia, perbedaan pemahman itu menjadi warna,

namun tidak sedikit perselisihan terjadi di dalamnya. Dapat kita ketahui

bahwa Islām di Indonesia terdapat beberapa kelompok yang memiliki

perbedaan pemahaman mengenai ajaran agama. Menurut Saebani (2007, hlm. 2) kelompok-kelompok tersebut terbentuk dari kesamaan ideologis dalam beragama, kemudian disosialisasikan melalui wadah yang dibentuk melalui kesamaan rasa dan persepsi, sehingga terbentuklah organisasi atau lembaga yang diproses secara terus menerus. Pada akhirnya kita ketahui banyak organisasi-organisasi Islām atau yang sering disebut dengan istilah ormas

keagamaan Islām bermunculan di Indonesia. Contoh ormas Islām besar yang

ada di Indonesia adalah Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan

Islām (PERSIS), dll.

Indonesia merupakan negara toleran, cinta damai dan ramah (Hayat, 2013, hlm. 26). Hal itu dilihat dari keberagaman agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang hidup berdampingan dengan damai dan saling menghargai dalam kurun waktu yang lama, bahkan sebelum kemerdekaan yang diperoleh Indonesia, masyarakatnya sudah hidup damai dalam keragaman agama, suku, budaya dan bahasa. Karena Indonesia mayoritas

penduduknya beragama Islām, jadi predikat toleran juga menghinggapi kaum

muslim Indonesia. Bagaimana tidak, meskipun Islām di Indonesia terbagi

kepada beberapa golongan, tetapi kondisi interaksi sosial tetap terjalin dengan baik sampai sekarang ini, terlepas dari perbedaan terhadap pemahaman

menganai Islām itu sendiri.

Pada dasarnya predikat toleran yang dimiliki Umat Islām tidak hanya

menghormati perbedaan pemahaman dalam Islām itu saja, melainkan menghormati perbedaan agama juga disinggung oleh ajaran Islām. Hal demikian selaras dengan Firman Allāh swt. yang kebanyakan orang menyebutnya sebagai ayat toleransi, yang termaktub dalam ayat al-Qur`ān


(16)

   

اِب

ِ

 



ُ َ



Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islām);

Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allāh, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan

Allāh Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Q.S. al-Baqaraħ [2]: 256)1

Dari ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Islām melalui Muhammad saw. telah menerapkan dasar toleransi dalam interaksi sosial dengan umat dari agama lain. Selain itu, dasar toleransi telah dibentuk melalui perjanjian-perjanjian antara kaum muslim dengan penganut agama lain (Munawwir, 1984, hlm.134). Dan masih banyak ayat-ayat lain dalam

al-Qur`ān yang menyinggung tentang toleransi, seperti surat al-Kāfirūn [109]: 6, al-Ḥujurāt [49]: 13 dan surat Hūd [11]: 119. Asbābunnuzūl dari ayat 256 dari surat al-Baqaraħ di atas yang tercantum dalam kitab al-Qur`ān adalah bahwa:

Ibnu Abbas berkata: Ada Seseorang sahabat Anar yang berasal dari Bani Salim bin Auf yang bernama Hushain. Ia mengajak dua anaknya yang

beragama Nasrani untuk masuk Islām. namun, mereka menolak. Hushain

pun mengadukan hal itu kepada Rasullulah, Apakah aku perlu memaksa

kedua anakku untuk masuk Islām? Atas pertanyaan itu, Allāh menurunkan

ayat 256 dari surat al-Baqaraħ. (HR. Ibnu Jarir)

1Seluruh teks ayat al-Quran dan terjemahnya dalam skripsi ini dikutip dari software al-Quran in

word yang disesuaikan dengan Alhidayah Al-Quran Tafsir Per Kata Tajwid kode Angka yang diterjemahkan oleh Yayasan Penyelenggara/penafsir Al-Quran Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran Departemen Agama Republik Indonesia penerbit Kalim tahun 2011.


(17)

Sebab turun ayat 256 dari surat al-Baqaraħ di atas menunjukan bahwa

Islām merupakan agama yang menghormati dan menghargai perbedaan keyakinan seseorang terhadap agama. Sekalipun anak sendiri, sebagai seorang muslim tidak sepatutnya memaksakan anaknya untuk masuk ke

dalam Islām. Terhadap sesuatu yang sifatnya mendasar seperti ketauhidan pun Islām sangat menghormati dan menghargainya, apalagi sesuatu perbedaan yang sifatnya cabang atau bahkan interaksi sosial antara golongan

dalam agama Islām maupun antar umat beragama, Islām sudah sangat toleran.

Begitupun dengan orang-orang yang memegang teguh agama Islām harus memiliki nilai toleransi beragama yang sangat tinggi. Oleh karena itu, dengan melihat kemajemukan yang ada di Indonesia, sudah seharusnya umat muslim yang tinggal di Indonesia memiliki nilai toleransi beragama yang tinggi.

Nilai toleransi harus dimunculkan oleh setiap manusia yang beragama, bukan hanya dari satu pihak saja dan bukan dari golongan mayoritas saja, untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang damai. Oleh sebab itu, setiap umat beragama harus memiliki nilai toleransi yang sama, termasuk Islām. Sebagai agama mayoritas yang banyak dianut oleh masyarakat Indonesia, sudah

seharusnya umat Islām memiliki sikap saling menghormati dan menghargai pemeluk agama lainnya. Menurut Hayat (2013, hlm. 119), ia mengemukakan:

Penggunaan terminologi mayoritas-minoritas untuk kelompok agama tertentu dapat memicu lahirnya emosi konflik kelompok minoritas agama tetentu karena dipersepsikan adanya pengistimewaan kepada kelompok mayoritas. Sikap kelompok mayoritas untuk mengayomi yang minoritas dan yang minoritas menyadari keberadaannya di tengah masyarakat mayoritas penting untuk ditumbuhkan mengingat sebaran komposisi umat beragama di berbagai wilayah Indonesia yang sangat beragam

Oleh karena itu, Islām yang jumlah umatnya mayoritas harus bisa mengayomi penganut agama lain supaya kerukunan dan toleransi beragama dapat terjalin dengan baik. Namun, tidak semua perbedaan yang ada dalam

Islām di Indonesia harus ditoleri. Sebagai umat muslim yang tinggal di Indonesia seharusnya kita menyadari kemajemukan pendapat mengenai


(18)

Islām. Seorang muslim sudah seharusnya memiliki nilai toleransi terhadap

perbedaan pemahaman terkecuali perbedaan yang menyangkut akidah(Masduqi, 2011, hlm. xxii).

Ormas-ormas agama di Indonesia sangat memegang teguh konsep Islām menurut pemahaman kelompoknya. Sehingga pemahaman terhadap Islām diturunkan oleh masing-masing kelompok kepada saudara, anak dan kerabatnya. Salah satu proses transfer pemahaman yang dilakukan ormas

Islām adalah dengan proses pendidikan, bagaimana ormas-ormas Islām seperti NU, Muhammadiyah dan PERSIS mendirikan lembaga-lembaga pendidikan (Athorida, 2010, hlm. 15-16).

Materi tentang toleransi sebenarnya sudah diberikan di jenjang Sekolah Dasar (SD)sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan maupun Pendidikan Agama Islam. Selain itu dewasa ini, tiap sekolah sedang menggembor-gemborkan mengenai pendidikan karakter yang di dalamnya memuat berbagai macam karakter, yang salah satunya adalah karakter toleransi. Jadi, sudah seharusnya para pelajar memiliki nilai toleransi, ataupun setidaknya mengenal istilah toleransi meskipun dalam skala yang kecil. Namun, Hasil penelitian survei yang

dilakukan oleh Lembaga Kajian Islām dan Perdamaian (LaKIP) Jakarta pada tahun 2010 diperoleh sebanyak 48,9% siswa di Jabodetabek menyatakan persetujuan terhadap aksi radikal dan intoleransi (Munip, 2012, hlm. 160).

Hasil survey tersebut begitu mengejutkan, bagaimana kalangan pelajar sudah menyatakan persetujuananya terhadap aksi radikal yang merupakan penyebab intoleransi. Jika itu dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan siswa akan memiliki keperibadian yang suka berbuat kekerasan dalam mencapai tujuannya. Dan hal ini menunjukan bahwa radikalisme yang berujung pada intoleransi telah menghantui masyarakat sekolah (Muhammad, 2013, hlm.61).


(19)

Sekarang, nilai toleransi bangsa Indonesia patut dipertanyakan kembali. Masih bisakah Indonesia disebut sebagai negara toleran dan damai antarpemeluk agamanya? Lebih khususnya lagi Muslim Indonesia yang merupakan umat mayoritas, apakah masih bisa Islām di Indonesia dikatakan sebagai agama toleran pada zaman sekarang ini? Kita juga patut mempertanyakan nilai toleransi pelajar yang memiliki latar belakang ormas keagamaan seperti NU, Muhammadiyah dan PERSIS yang merupakan generasi penerus, karena menurut hasil pra-penelitian yang dilakukan peneliti diperoleh bahwa pelajar yang memiliki latar belakang ormas keagamaan seperti NU, Muhammadiyah dan PERSIS, merasa asing dengan orang di luar ormasnya dan merasa benar dengan apa yang dipegangnya serta menyalahkan orang yang diluar ormasnya. Hal demikian itu merupakan awal dari munculnya intolerasi(Munawwir, 1984, hlm. 17).

Oleh karena itu, untuk mempertahankan Islām dan pelajar muslim sebagai agama dan umat yang toleran serta hidup dengan rukun, maka diperlukan beberapa upaya untuk menangani masalah tersebut. Pendidikan merupakan aset utama yang menjadi peluang besar untuk bisa mempertahankan nilai toleransi yang sudah melekat di Indonesia supaya tetap tumbuh dan berkembang dengan subur(Masduqi, 2011, hlm. 16). Dengan memberikan pemahaman dan pengenalan kepada pelajar mengenai pentingnya menumbuhkan nilai toleransi antarpemeluk agama maupun dalam cakupan intern agama, maka diharapkan kedepannya bangsa Indonesia dan umat Islam di Indonesia dapat kembali muncul dengan nilai toleransinya yang luhur antar umat beragama maupun intern dalam agama Islām. Karena pelajar sekarang merupakan penerus bagi generasi mendatang.

Oleh karena itu, pertanyaan serta pernyataan di atas menjadi pendorong dan rangsangan bagi peneliti untuk melaksanakan penelitian. Sehingga peneliti melakukan penelitian dengan judul TOLERANSI BERAGAMA PARA PELAJAR DITINJAU DARI LATAR BELAKANG ORMAS


(20)

KEAGAMAAN(Studi deskriptif pada SMA Ma’arif Bandung, SMA Muhammadiyah 3 Plus Bandung dan MA PERSISPajagalan Bandung).

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Penelitian pada dasarnya berangkat dari permasalahan-permasalahan yang ada dalam kehidupan. Hal demikian sejalan dengan pendapat Arikunto (2010, hlm.69) “Memilih masalah penelitian adalah suatu langkah awal dari suatu

kegiatan penelitian”. Oleh karena itu, penelitian ini tidak terlepas dari masalah-masalah yang terdapat dalam kehidupan yang menyebabkan dilaksanakannya sebuah penelitian. Masalah-masalah itu diantaranya adalah:

1. Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya memiliki ragam keyakinan dalam beragama. Sehingga di Indonesia rentan terjadi kekerasan dan konflik yang mengatasnamakan agama.

2. Adanya perbedaan pemahaman dalam Islām, yang jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan perselisihan antar sesama saudara se-iman.

3. Adanya sikap fanatik terhadap satu golongan dalam Islām, sehingga menganggap salah golongan yang lain.

4. Adanya sifat merasa benar sendiri dan menyalahkan golongan lain ketika berada pada satu golongan/organisasi tertentu.

5. Nilai toleransi yang mulai hilang serta munculnya sikap radikal dikalangan pelajar.

6. Sering terjadi tawuran, kekerasan antar pelajar sampai pembunuhan yang dilakukan oleh pelajar kepada temannya sendiri yang terjadi akhir-akhir ini.

Dari beberapa permasalahan di atas, yang menjadi fokus masalah yang akan diteliti adalah nilai toleransi beragama yang dimiliki oleh pelajar tingkat sekolah menengah atas (SMA) yang memiliki latar belakang ormas

keagamaan yang dikhususkan kepada tiga ormas Islām yaitu Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyan dan Persatuan Islām (PERSIS).


(21)

C. Rumusan Masalah Penelitian

Masalah utama penelitian ini adalah seberapa jauh tingkat toleransi pelajar di jenjang SMA yang memiliki latar belakang ormas keagamaan terhadap pemahaman agamanya

.

Masalah utama ini dirinci ke dalam beberapa pertanyaan khusus dan operasional sebagai berikut:

1. Bagaimana pentingnya toleransi beragama bagi pelajar yang memiliki latar belakang ormas keagamaan?

2. Bagaimanakondisitoleransiberagama dilingkunganpelajarSMA

Ma’arif Bandung, SMA Muhammadiyah 3 Plus Bandung dan MA PERSISPajagalan Bandung?

3. Bagaimana pendidikanmenjadi media dalam menanamkan nilai toleransi terhadappelajarpadaSMA Ma’arif Bandung, SMA Muhammadiyah 3 Plus Bandung dan MA PERSISPajagalan Bandung?

D. Tujuan Penelitian

Pada penelitian ini ada dua macam yang menjadi tujuan penelitan, yaitu:

1. Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat toleransi beragama pelajar pada jenjang SLTA sebagai generasi penerus bangsa Indonesia yang dituntut untuk menumbuhkan nilai toleransi beragama.

2. Tujuan khusus

a.

Mengetahui pentingnya toleransi beragama bagi pelajar yang memiliki latar belakang ormas keagamaan.


(22)

b. Mengetahui kondisitoleransiberagama dilingkunganpelajar yang memilikiperbedaanormaskeagamaan.

c. Mengetahui proses pendidikanmenjadi media dalam menanamkan nilai toleransiterhadappelajarpadalembaga yang memilikilatarbelakangormaskeagamaan.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapakan memberikan manfaat bagi beberapa pihak diantaranya:

1. Peneliti

Penelitian ini memberikan manfaat bagi peneliti diantaranya yaitu pengalaman sebagai peneliti yang mengamati secara langsung mengenai toleransi beragama para pelajar yang memiliki latar belakang ormas keagamaan. Selain itu, peningkatan dan pengembangan pengetahuan mengenai keadaan toleransi beragama masyarakat Indonesia, khususnya dikalangan pelajar pada jenjang SLTA yang merupakan generasi penerus bangsa, sehingga peneliti mampu meningkatkan nilai toleransi beragama, umumnya peneliti bisa memberikan pemahaman kepada pelajar mengenai pentingnya memupuk nilai toleransi beragama.

2. Pendidik

Pada penelitian ini, diharapkan bisa memberikan manfaat bagi para pendidik supaya bisa lebih dalam menanamkan dan memupuk nilai toleransi kepada para pelajar, karena sikap toleransi merupakan salah satu sikap yang harus dimiliki oleh para pelajar sebagai generasi penerus bangsa. Supaya kedepannya para pelajar bisa bersaing secara


(23)

sehat dalam segala bidang dengan menciptakan kesuksesan dan kebanggaan negara dan agama.

3. Pendidikan

Manfaat bagi pendidikan sendiri adalah bahwa nilai toleransi beragama penting untuk dimunculkan terutama pada para pelajar yang nantinya akan menjadi penerus bangsa Indonesia dan nantinya akan masuk pada lingkungan yang memiliki keberagaman pemahaman dan keyakinan dalam agama yang dianut oleh masyarakatnya. Oleh karena itu penting sekiranya dalam proses pendidikan di sekolah yang memiliki latar belakang ormas keagamaan untuk memunculkan pendidikan toleransi, baik toleransi beragama maupun toleransi secara umum sebagai masukan pemahaman nilai toleransi pelajar untuk senantiasa ditumbuhkembangkan di Negeri ini. Sehingga peneliti mengharapkan kedepannya pendidikan di Indonesia bisa terus maju dan berkembang dengan tanpa kekerasan, tawuran, perselisihan, dan musuh-musuhan dengan teman pelajar yang lain yang disebabkan dari merosotnya nilai toleransi yang ada pada para pelajar yang memiliki latar belakang ormas keagamaan khususnya dan umumnya pada para pelajar di seluruh Indonesia.

4. Bangsa Indonesia

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengaruh bagi bangsa Indonesia. Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, bahasa, suku serta agama, oleh karena itu nilai toleransi beragama masyarakat Indonesia harus senatiasa dipupuk, apalagi Indonesia bukan merupakan negara yang menetapkan satu agama saja sebagai ideologi yang harus dianut oleh setiap masyarakatnya.Dengan penelitian ini, diharapkan mampu memberikan pengaruh positif untuk senantiasa menumbuhkembangkan nilai toleransi antar umat beragama


(24)

nilai toleransi beragama antar sesama umat muslim yang memiliki pemahaman dan keyakinan berbeda-beda.

F. Struktur Organisasi Skripsi

1. Bab I (Pendahuluan), pada bagian ini terdapat studi pendahuluan dari penelitian, rincian dari bagian ini adalah Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah Penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Struktur Organisasi Skripsi.

2. Bab II (Landasan Teori), pada bagian ini membahas mengenai landasan teori atau kajian pustaka dari penelitian, yaitu konsep toleransi beragama, pelajar dan ormas keagamaan. Serta membahas mengenai kerangka pemikiran dan hipotesis dari penelitian itu sendiri.

3. Bab III (Metode Penelitian), pada bagian ini akan dibahas mengenai lokasi penelitian, desain penelitian, meteode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisis data.

4. Bab IV (Hasil Penelitian dan Pembahasan), pada bagian ini akan dibahas mengenai temuan penelitian dan bahasan mengenai nilai-nilai toleransi beragama di Indonesia, khusunya di kalangan pelajar tingkat SMA yang ditinjau dari latar belakang ormas keagamaan.

5. Bab V (Kesimpulan dan Rekomendasi), pada bahasan ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari penelitian yang dilakukan.


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian menurut Macdonald dalam Soehartono (1999, hlm. 1) merupakan “kegiatan yang sistematik yang dimaksudkan untuk menambah pengetahuan baru atas pengetahuan yang sudah ada, dengan cara yang dapat dikomunikasikan dan dapat dinilai kembali.”

Sedangkan menurut Hillway dalam Nazir (2011, hlm, 12) Penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang teliti dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut.

Sementara itu Whitney dalam Nazir (2011, hlm. 12) mendefinisikan “Penelitian merupakan suatu metode untuk menemukan kebenaran, sehingga penelitian juga merupakan metode berfikir secara kritis.”

Dan penelitian dalam kamus besar bahasa indonesia (2008, hlm. 1428) merupakan “kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum.”

Dari beberapa definisi penelitian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian merupakan sebuah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan kritis terhadap sebuah permasalahan untuk memperoleh pemecahannya atau pengujian terhadap suatu hipotesis.

A. Lokasi Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian yang dilakukan membutuhkan lokasi sebagai tempat untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan. Pada penelitian ini dilaksanakan ditiga lembaga sekolah yang memiliki latar belakang ormas


(26)

keagamaan, yaitu SMA Ma’arif, SMA Muhammadiyah 3 Plus dan MA PERSIS Pajagalan Bandung. Berikut tiga lokasi penelitian secara terperinci;

a) SMA Ma’arif Bandung

SMA Ma’arif bertempat di Jalan Terusan Galunggung No. 9. Desa/kelurahan Lingkar Selatan. Kecamatan Lengkong. Kota Bandung. Lokasi sekolah berdampingan satu lokasi dengan kantor PW NU.

Gambar 3.1 Peta Lokasi SMA Ma’arif Bandung

Sumber: Google Earth b) SMA Muhammadiyah 3 Plus Bandung

SMA Muhammadiyah 3 Plus bertempat di Jalan Banteng Dalam No. 6. Kelurahan Turangga. Kecamatan Lengkong. Kota Bandung.Lokasi sekolah tepat dibelakang rumah sakit muhammadiyah.


(27)

Gambar 3.2 Peta Lokasi SMA Muhammadiyah 3 Plus Bandung

Sumber: Google Earth

c) MA PERSIS Pajagalan Bandung

MA PERSIS Pajagalan beralamat di jalan Pajagalan No. 14-16.

Gambar 3.3 Peta Lokasi MA Pajagalan Bandung

Sumber: Google Earth

2. Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2012, hlm. 80) “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek, subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

Sedangkan menurut Riduwan (2013, hlm. 54) “populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian”.

Sementara menurut Prasetyo & Lina (2005, hlm. 119) “populasi adalah keseluruhan gejala/satuan yang ingin diteliti”.


(28)

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah para pelajar tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) yang memiliki latar belakang ormas keagamaan di kota Bandung.

3. Sampel Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampel

Menurut Sugiyono (2012, hlm. 81): “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”.

Menurut Prasetyo & Lina(2005, hlm. 119) “sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti.”

Sementara menurut Arikunto(2010, hlm. 174), “sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.”

Adapun yang menjadi sampel dari penelitian ini adalah pelajar SMA Ma’arif, SMA Muhammadiyah 3 Plus dan MA PERSIS Pajagalan Bandung.

Sementara teknik pengambilan atau penarikan sampel merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mengambil sampel yang representatif dari populasi (Riduwan, 2013, hlm. 11).

Pada dasarnya teknik sampling dapat dikelompokan kepada dua yaitu Probability Sampling dan Nonprobability Sampling. Yang termasuk kepada Probability Sampling adalah simple random, proportionate stratified random, disproportionate stratified random, dan area random. Sedangkan yang termasuk kepada Nonprobability Sampling meliputi, sampling sistematis, sampling kuota, sampling aksidental, purposive sampling, sampling jenuh, dan snowball sampling (Sugiyono,2012, hlm. 82).

Secara skematis, macam-macam teknik sampling tersebut dapat dipahami lebih lanjut pada gambar di bawah.


(29)

Bagan 3.1 Macam-macam Teknik Sampling

Sumber: Sugiyono (2012, hlm. 81)

Pada penelitian yang telah dilaksanakan, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampling kuota yang merupakan bagian dari nonprobability sampling, karena teknik pengambilan sampel ini tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2012, hlm. 84). Peneliti membatasi jumlah sampel yang akan dijadikan responden sebanyak 30 sampel dari setiap sekolah, yaitu 30 sampel dari SMA Ma’arif, 30 sampel dari SMA Muhammadiyah 3 Plus, dan 30 sampel dari MA PERSIS Pajagalan. Jika dijumlahkan, semua sampel terkumpul sebanyak 90 sampel dari tiga sekolah. Dikarenakan jumlah sampel

Teknik Sampling

Probability Sampling

1. simple random 2. proportionate stratified random 3. disproportionate

stratified random 4. area random.

Nonprobability Sampling

1. sampling sistematis 2. sampling kuota

3. sampling aksidental 4. purposive sampling

5. sampling jenuh 6. snowball sampling


(30)

teknik sampling kuota. Hal tersebut senada dengan Riduwan(2013, hlm. 62), ia menyebutkan bahwa teknik sampling kuota merupakan teknik penentuan sampel dari populasi yang memiliki ciri-ciri tertentu sampai jumlah (jatah) yang dikehendaki atau pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti.

Oleh karena itu, peneliti menentukan jumlah sampel sebanyak 90 orang yang tersebar merata di tiga sekolah, dengan jumlah 30 sampel disetiap sekolahnya. Tindakan ini merujuk pada saran-saran dalam menentukan ukuran sampel yang terdapat pada buku Research Methods For Businessdalam (Sugiyono, 2012, hlm. 91), bahwa ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500 sampel dan jika sampel dibagi dalam kategori, maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 sampel.

Sampel yang berjumlah 30 dari setiap sekolah tersebut tidak diambil dengan membatasi kelas, melainkan peneliti sendiri yang menentukan siapa saja dan dari kelas mana saja sampel diambil, serta tidak dibatasi jenis kelamin. Hal demikian karena peneliti merasa bahwa dari kelas manapun pelajar yang berada di sekolah yang dijadikan tempat penelitian memiliki latar belakang ormas keagamaan yang sama dan merata, serta bisa menggambarkan populasi.

B. Desain Penelitian

Menurut Nazir (2011, hlm. 84), “desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian.” Dalam pengertian sempit, desain penelitian hanya mengenai pengumpulan dan analisis data saja. Sedangkan dalam pengertian luas, desain penelitian mencakup semua kegiatan penelitian dari mulai perencanaan dan pelaksanaan penelitian.


(31)

Desain penelitian bukan untuk melihat bahwa penelitian itu ilmiah atau tidak ilmiah, melainkan dilihat dari segi baik atau tidak baik. Desain yang tepat sekali tidak pernah ada. Hipotesis dirumuskan bisa dirumuskan dalam bentuk alternatif, karena itu desain juga dapat berbentuk alternatif-alternatif. Sehingga desain yang dipilih banyak ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan praktis (Nazir, 2011, hlm. 85).

Pada penelitian yang telah dilakukan, desain yang digunakan adalah desain penelitian deskriptif bentuk survei yang merupakan studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat, dengan menggunakan statistik untuk proses analisisnya. Jenis desain penelitian ini dikemukakan oleh Shah dalam Nazir (2011, hlm. 88).

C. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Pemilihan sebuah metode penelitian yang digunakan harus disesuaikan dengan prosedur, alat serta desain penelitian. Ketika sebuah metode penelitian sesuai dengan prosedur, alat serta desain penelitian, maka proses penelitian akan berjalan linear terhadap tujuan penelitian yang telah ditetapkan (Nazir, 2011, hlm. 44).

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Karena penelitian yang telah dilaksanakan ini memaparkan kondisi atau gejala yang merupakan sebuah kenyataan yang diambil pada saat penelitian, hal demikian senada dengan yang terdapat pada Arikunto (2010, hlm. 234) bahwa di dalam penelitian deskriptif tidak diperlukan administrasi dan pengontrolan terhadap perlakuan.

Oleh karena itu, menurut Best penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan


(32)

karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat (Sukardi, 2007, hlm. 157).

Pada penelitian deskriptif juga tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan kenyataan yang ada pada waktu penelitian tentang suatu variabel, gejala atau keadaan. Lebih umumnya, Nazir (2011, hlm. 54) memberikan definisi mengenai metode deskriptif: “Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.”

Sedangkan Whitney dalam Nazir (2011, hlm. 54) menyebutkan bahwa “Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.”

Selanjutnya menurut Sudjana & Ibrahim (2010, hlm. 64) “Metode deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang.”

Berikut langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam metode penelitian deskriptif menurut Sudjana & Ibrahim (2010, hlm. 65-68), adalah sebagai berikut; Perumusan masalah, menentukan jenis informasi yang diperlukan, menentukan prosedur pengumpulan data, menemtukan prosedur pengolahan informasi atau data, dan menarik kesimpulan penelitian.

Lebih rincinya Ary dkk. (2011, hlm. 471-473) memaparkan beberapa langkah dalam melakukan penelitian deskriptif yaitu sebagai berikut;

a) Pernyataan masalah

b) Identifikasi informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah c) Pemilihan atau pengembangan instrumen pengumpul data

d) Identifikasi populasi-sasaran dan penentuan prosedur penarikan sampel yang diperlukan


(33)

f) Pengumpulan data g) Analisis data h) Pembuatan laporan

2. Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini, pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif karena kajian yang akan dibahas pada penelitian ini merupakan sebuah gejala dari populasi atau sampel yang konkrit, terukur, teramati, tetap serta memiliki hubungan gejala yang bersifat sebab akibat. Pendekatan penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, pendekatan penelitian digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, proses pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, serta analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012, hlm. 8).

Pendekatan positivistik yang merupakan nama lain dari pendekatan kuantitatif memandang kenyataan sebagai suatu yang berdimensi tunggal, fragmental, dan cenderung bersifat tetap. Karena itu, sebelum dilakukakn penelitian dapat disusun rancangan yang terinci dan tidak akan berubah-ubah selama penelitian berlangsung. Dan hasil penelitian merupakan generalisasi dan prediksi, berdasarkan hasil-hasil pengukuran serta keberhasilan hasil penelitian didukung oleh validitas cara/alat yang digunakan (Sudjana & Ibrahim, 2010, hlm. 6-7).

Selanjutnya Sugiyono (2012, hlm. 8) menambahkan bahwa filsafat positivisme yang menjadi landasan dari pendekatan penelitian kuantitatif memandang realitas/fenomena itu dapat diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat.


(34)

yang representatif. Proses penelitian bersifat deduktif, dimana untuk menjawab rumusan masalah digunakan konsep atau teori sehingga dapat dirumuskan hipotesis. Hipotesis tersebut selanjutnya diuji melalui pengumpulan data dari lapangan. Untuk pengumpulan data tersebut digunakan instrumen penelitian. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan statistik deskriptif atau inferensial sehingga dapat disimpulkan apakah hipotesis yang dirumuskan terbukti atau tidak. Penelitian kuantitatif pada umumnya dilakukan pada sampel yang diambil secara acak, sehingga kesimpulan hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi dimana sampel tersebut diambil.

D. Definisi Operasional

Manusia diciptakan berbeda tiap individunya, hal itu yang mempengaruhi cara berpikir serta cara memahami maksud dari tulisan orang lain. Untuk menghindari salah penafsiran serta sebagai penjelasan yang lebih spesifik sesuai dengan judul dan maksud peneliti sehingga mampu mencapai suatu alat ukur yang yang sesuai dengan hakikat variabel yang sudah di definisikan konsepnya. Berikut beberapa definisi yang dimaksud oleh peneliti.

Toleransi beragama adalah tindakanmenghargai, menghormati, sabar, dan tidak mengganggu atau melecehkan terhadap kayakinan dan pemahaman yang berbeda dan juga terhadap orang yang memiliki perbedaan keyakinan dan pemahaman dalam lingkup agama Islām.

Pelajar adalah orang yang sedang belajar dan mencari ilmu dengan bimbingan pengajar. Pelajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelajar SMA Ma’arif, SMA Muhammadiyah 3 Plus, dan MA PERSIS Pajagalan.

Ormas keagamaan adalah organisasi masyarakat yang dibentuk oleh kesadaran masyarakat dan bergerak dalam bidang agama Islām. Ormas


(35)

Keagamaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ormas Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, dan Persatuan Islām.

Kerukunan umat beragama ialah terciptanya hubungan yang harmonis, dinamis, rukun dan damai di antara sesama umat beragama di Indonesia (Diputhera, 2002, hlm. 83).

Studi deskriptif adalah studi yang berusaha mendeskripsikan nilai toleransi beragama yang dimiliki oleh para pelajar tingkat SMA yang memiliki latar belakang ormas keagamaan di SMA Ma’arif, SMA Muhammadiyah 3 Plus, dan MA PERSIS Pajagalan.

E. Instrumen Penelitian 1. Instrumen penelitian

Menurut Emory dalam Sugiyono (2012: 102). Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam. Meneliti dengan data yang sudah ada lebih tepat kalau dinamakan membuat laporan dari pada melakukan penelitian. Namun demikian dalam skala yang paling rendah laporan juga dapat dinyatakan sebagai bentuk penelitian.

Sedangkan menurut Arikunto (2010, hlm. 101) “Instrumen penelitian adalah alat bantu atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalan kegiatan mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis, lengkap, cepat dan mudah”.

Karena pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka dalam proses penelitian harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian (Sugiyono, 2012: 102).


(36)

Dalam penyusunan suatu instrumen harus memiliki skala pengukuran yang merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga apabila instrumen tersebut digunakan dalam penelitian untuk pengukuran sampel, akan menghasilkan data kuantitatif. Pada penelitian yang telah dilaksanakan oleh peneliti, skala yang digunakan adalah skala sikap. Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolak, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan ada dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif (Sudjana & Ibrahim, 2010, hlm. 107).

Skala sikap yang digunakan peneliti adalah skala likert dalam bentuk checklist. Karena menurut Sugiyono (2012, hlm. 93) “skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial”. Pada penelitian ini, peneliti menyusun angket menggunakan skala sikap dengan membuat beberapa pernyataan yang disampingnya disediakan kolom untuk meminta pendapat atau persetujuan dari responden. Selain menggunakan instrumen berupa angket dengan menggunakan skala sebagai alat pengukur responden, pada penelitian ini juga menggunakan instrumen wawancara sebagai alat untuk memperoleh data yang dibutuhkan.

2. Tujuan Instrumen Penelitian

Dalam penelitian yang telah dilaksanakan, instrumen yang digunakan ada dua macam yaitu angket dan wawancara. Kedua instrumen ini memiliki tujuan sebagi berikut:

a. Instrumen angket untuk mengetahui nilai toleransi yang dimiliki pelajar di SMA Ma’arif, SMA Muhammadiyah 3 Plus dan MA PERSIS Pajagalan Bandung sebagai responden.


(37)

b. Instrumen wawancara untuk mengetahui peran penting toleransi beragama dan proses pendidikanmenjadi media dalam menanamkan nilai toleransi pada pelajar di SMA Ma’arif, SMA Muhammadiyah 3 Plus dan MA PERSIS Pajagalan Bandung sebagai responden.

3. Cara Menggunakan Instrumen Penelitian

Instrumen angket dan wawancara yang dipakai dalam penelitian ini sangat mudah digunakan. Instrumen angket disebar kepada 90 orang responden yang tersebar merata di tiga sekolah sebanyak 30 responden setiap sekolahnya. Adapun cara menggunakan angket tersebut adalah dengan cara memberi tanda checklist pada kolom yang telah disediakan di samping kanan pernyataan. Adapun cara pemberian skor pada setiap item pernyataannya adalah seperti tabel di bawah ini.

Tabel 3.1Kriteria Pemberian Skor Instrumen Angket

Pernyataan Sikap Alternatif Jawaban

Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju

Pernyataan Positif 3 2 1

Pernyataan Negatif 1 2 3

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jika pernyataan positif maka pilihan setuju diberi skor tiga, pilihan kurang setuju diberi skor dua, dan pilihan tidak setuju diberi skor satu. Sebaliknya jika pernyataan itu negatif, maka pilihan setuju diberi skor satu, pilihan kurang setuju diberi skor dua, dan pilihan tidak setuju diberi skor tiga.

Sedangkan cara menggunakan instrumen wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti sama seperti halnya peneliti yang lain, yaitu awalnya peneliti membuat pedoman wawancara yang kemudian disetujui


(38)

benar faham dan menguasai tentang apa yang akan ditanyakan, dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah wakil kepala sekolah bidang kurikulum. Kemudian peneliti bertemu dengan responden dan mewawancarainya dengan berpatokan pada pedoman wawancara yang telah dibuat sebelumnya. Jawaban dari responden direkam oleh peneliti dengan persetujuan terlebih dahulu dari responden.

F. Proses Pengembangan Instrumen

Setelah peneliti menentukan jenis instrumen penelitian, maka tahap selanjutnya adalah pengembangan instrumen. Adapun tujuan dari pengembangan instrumen itu sendiri adalah untuk menguji kebenaran penelitian dengan data yang dikumpulkan menggunakan alat pengumpul data yang tepat. Alat ukur atau instrumen dipilih apabila alat itu sesuai dan memenuhi kebutuhan pengukuran yang disebut instrumen baku karena telah melalui proses pembakuan yaitu melalui alat ukur yang sesuai dengan tujuan pengukuran. Oleh karena itu, menurut Purwanto (2010, hlm. 189-201)pengembangan instrumen diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menentukan Jenis Instrumen

Dalam penelitian yang telah dilaksanakan, instrumen yang digunakan untuk memperoleh data adalah angket dan wawancara. Instrumen angket peneliti gunakan untuk memperoleh data mengenai nilai toleransi beragama para pelajar di sekolah yang dijadikan tempat penelitian. Angket tersebut berupa skala likert dalam bentuk checklistsebagai alat untuk mengukur responden. Jumlah item pernyataan dalam angket tersebut berjumlah 50 pernyataan setelah diseleksi dalam uji validitas yang awalnya berjumlah 70 item pernyataan. Sedangkan instrumen wawancara, peneliti gunakan untuk memperoleh data mengenai proses pendidikan toleransi di sekolah yang menjadi tempat penelitian. Data tersebut dijadikan data sekunder untuk melengkapi data primer yang diperoleh dari instrumen angket.


(39)

2. Menentukan Banyak Butir

Banyaknya butir yang dapat ditulis dari suatu daerah ukur variabel tidak terhingga jumlahnya. Oleh karena itu, dalam menentukan jumlah butir item tidak ditentukan jumlahnya, tergantung peneliti untuk menentukan jumlah yang akan digunakan untuk memperoleh data.

3. Menentukan Waktu Pengerjaan

Pada point ini, hanya digunakan pada tes hasil belajar. Oleh karena itu, peneliti tidak menggunakan pengembangan dalam menentukan waktu pengerjaan.

4. Menentukan Kunci Jawaban

Kunci jawaban soal berupa pilihan dari beberapa alternatif karena merupakan kunci jawaban yang bersifat objektif. Pengembangan ini tidak peneliti gunakan, karena penelitian yang dilakukan tidak menggunakan instrumen tes dalam memperoleh data dari responden.

5. Menentukan Peserta Uji Coba

Menurut Purwanto (2010, hlm. 194) peserta uji coba instrumen penelitian dapat dilakukan pada:

a. Sampel lain yang tidak menjadi sampel responden penelitian. b. Kelompok diluar populasi yang mempunyai karakteristik

mendekati responden penelitian, atau

c. Peserta uji coba sekaligus responden penelitian.

Pada penelitian yang telah dilaksanakan, peneliti mengambil peserta uji coba yang merupakan sampel lain yang tidak menjadi sampel responden penelitian. Sampel uji coba instrumen yang dipakai adalah pelajar dari tiga sekolah yang dijadikan tempat penelitian yaitu SMA Ma’arif, SMA Muhammadiyah 3 Plus, dan MA PERSIS Pajagalan


(40)

masing-masing 10 orang tiap sekolahnya. Namun, ke-30 orang peserta uji coba instrumen tersebut bukan orang yang dijadikan responden.

6. Menentukan Waktu Uji Coba

Menurut Purwanto (2010, hlm. 194), waktu menjadi satu hal yang sangat penting diinformasikan untuk melihat berapa lama jarak antara waktu uji coba dengan waktu penelitian untuk memperhitungkan seberapa besar kemungkinan masuknya efek belajar dalam pengumpulan data penelitian.

Uji coba Instrumen angket dilaksanakan tanggal 26 April tahun 2014. Sedangkan proses penelitian dengan menyebar angket dilaksanakan pada tangga 29 April tahun 2014 jadi ada jeda waktu dua hari semenjak uji coba instrumen sampai penelitian dilaksanakan.

7. Menentukan Aturan Skoring Uji Coba

Menurut Kerlinger dalam Purwanto (2010, hlm. 195), “pengukuran adalah pemberian angka pada objek-objek atau kejadian-kejadian menurut aturan tertentu.”

Dalam penelitian yang dilakukan, cara menentukan skor pada tiap item dalam uji coba instrumen digunakan cara sebagai berikut; karena alat ukur penelitian menggunakan skala likert, maka peneliti menggunakan alternatif pilihan setuju, kurang setuju, dan tidak setuju pada penrnyataan. jika pernyataan item positif maka skor yag diberikan adalah 3 untuk pilihan setuju, 2 untuk pilihan kurang setuju, dan 1 untuk pilihan tidak setuju. Sedangkan untuk pernyataan negatif, maka skor yang diberikan adalah 1 untuk pilihan setuju, 2 untuk pilihan kurang setuju, dan 3 untuk pilihan tidak setuju.

8. Menentukan Kriteria Uji Coba a. Reliabilitas


(41)

Reliabilitas menunjukan kemampuan memberikan hasil pengukuran yang relatif tetap. Berbagai metode dapat digunakan untuk menuji reliabilitas hingga menghasilkan indeks reliabilitas (Purwanto, 2010, hlm. 196).

Dalam uji reliabilitas instrumen yang dilakukan peneliti adalah menggunakan rumus Alpha, karena angket yang digunakan peneliti memiliki rentang skor 1-3. Senada dengan itu, bahwa rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0. Dengan rumus sebagai berikut (Arikunto, 2010, hlm. 239):

�11= 1 1−∑� 2 �2

Keterangan:

11 = Reliabilitas Instrumen

k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal.

∑� 2 = Jumlah varians butir

2

=

Varians total

Setelah perhitungan selesai dan diketahui reliabilitas instrumennya, kemudian dikategorikan atau diklasifikasikan dengan melihat tabel klasifikasi reliabilitas di bawah.

Tabel 3.2 Kriteria Reliabilitas

Nilai Klasifikasi

<0,20 Derajat reliabilitas sangat rendah (tidak reliabel)

0,21 – 0,40 Derajat reliabilitas rendah 0,41 – 0,70 Derajat reliabilitas sedang 0,71 – 0,90 Derajat reliabilitas tinggi


(42)

0,91 – 1,00 Derajat reliabilitas sangat tinggi Sumber : Azwar (2012, hal. 149).

Dalam penelitian yang dilakukan, untuk menguji reliabilitas instrumen yang digunakan, peneliti menggunakan aplikasi SPSS versi 20 dalam komputer guna membantu proses pengerjaan. Sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Pengujian Reliabilitas Instrumen dengan Aplikasi SPSS versi 20

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on Standardized Items

N of Items

,943 ,945 70

Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa instrumen angket yang digunakan untuk mengumpulkan data nilai toleransi beragama pelajar memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,943, sehingga dapat dinyatakan bahwa instrumen angket yang dibuat peneliti termasuk dalam kategori reliabilitas sangat tinggi.

b. Validitas

1) Validitas isi (Content Validity)

Validitas isi menunjukan pada sejauh mana instrumen tersebut mencerminkan isi yang dikehendaki. Dalam proses validitas isi memerlukan penelaahan yang cermat dan kritis terhadap butir-butir angket, karena butir-butir angket itu erat hubungannya dengan wilayah isi yang ditentukan (Arydkk. 2011, hlm. 295-296). Oleh karena validitas isi berkaitan dengan


(43)

pertanyaan mengenai seberapa lengkap butir-butir yang digunakan telah memadai atau dapat mengungkap sebuah konsep. Maka untuk menguji apakah butir-butir angket yang digunakan untuk mengukur sebuah konsep tertentu telah memadai atau mampu menggambarkan konsep yang dikehendaki. Pada pengembangan instrumen angket ini, butir-butir angket dimintakan evaluasinya kepada para ahli, diantaranya:

Tabel 3.4 Ahli Judgment Instrumen

No Nama Keterangan

1 Prof. Dr. H. Makhmud Syafe’i, M.Ag., M.Pd.I. Pembimbing I

2 Drs. H. Wahyu, M.Pd. Pembimbing II

3 Dr. H. Endis Firdaus, M.Ag. Ahli Judgement

4 Dr. Munawar Rahmat, M.Pd. Ahli Judgement

5 Drs. Udin Supriadi, M.Pd. Ahli Judgement

2) Validitas kriteria

Validitas kriteria merupakan jenis validitas yang dilakukan setelah instrumen dinilai dan disetujui oleh para ahli (Riduwan, 2013, hlm. 98). Pengujian validitas kriteria dilakukan dengan cara membandingkan atau mengkorelasikan antara nilai (skor) hasil pengukuran instrumen dengan kriteria atau standar tertentu yang dipercaya dapat digunakan untuk menilai (mengukur) suatu variabel.

Uji validitas dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut (Nurgiyantoro dkk. 2009, hlm. 340):


(44)

=

N ∑ −(∑ ) (∑ )

{� ∑ 2− ∑ )2 { ∑ 2()2}

Keterangan:

X : Skor yang diperoleh subjek dari seluruh item Y : Skor total yang diperoleh dari seluruh item

∑ : Jumlah skor data dalam distribusi X

∑ : Jumlah skor dalam distribusi Y

∑ 2 : Jumlah kuadrat dalam skor distribusi X

∑ 2 : Jumlah kuadrat dalam skor distribusi Y

N : Banyaknya responden

Setelah hasil dari perhitungan diperoleh maka tahap selanjutnya adalah membandingkan dengan kriteria tertentu. Kriteria atau standar yang digunakan peneliti adalah Pruduct Moment. Dengan merujuk pada Pruduct Moment, maka Peneliti menggunakan validitas kriteria dalam instrumen angket yang berjumlah 70item pernyataan. Standar yang digunakan dalam validitas kriteria tersebut menggunakan ketentuan berikut: Jika

ℎ� ��> � maka valid dan ℎ� ��< � maka tidak valid

(Riduwan, 2013, hlm. 98).

Jika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran mengenai indeks korelasinya (r) sebagai berikut:

Tabel 3.5 Kriteria Penafsiran Validitas

Rentang skor Kriteria

Antara 0,800 sampai dengan 1,000 Sangat Tinggi Antara 0,600 sampai dengan 0,799 Tinggi Antara 0,400 sampai dengan 0,599 Cukup Tinggi Antara 0,200 sampai dengan 0,399 Rendah


(45)

Antara 0,000 sampai dengan 0,199 Sangat Rendah (tidak valid)

Sumber: Riduwan (2013, hlm. 98)

Dalam menghitung validitas item, peneliti menggunakan bantuan SPSS versi 20. Sehingga hasilnya dapat dilihat pada tabel hasil perhitungan uji validitas item instrumen angket yang termuat dalam lampiran.

Dari tabel hasil perhitungan uji validitas item instrumen angket di atas, diperoleh hasil bahwa dari 70 item penyataan dalam instrumen angket, 50 item penyataan mendapatkan kriteria valid, sedangkan 20 item pernyataan lagi memiliki kriteria tidak vaid. Sehingga dari 70 item pernyataan hanya digunakan sebanyak 50 item dalam pelaksanaan penelitian.

9. Menyusun Kisi-kisi Instrumen

Kisi-kisi artinya jaring-jaring. Kisi-kisi dibuat untuk menjaring data. Berikut kisi-kisi penelitian yang telah dilaksanakan.

Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Penelitian

No Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Aspek yang Diteliti Instrumen Penelitian Responden/ Sumber Keterang an 1 Bagaimana

peran penting toleransi beragama bagi pelajar yang memiliki latar belakang ormas keagamaan? Untuk mengetahui peran penting toleransi beragama bagi pelajar.  Seluk-beluk pelajar di lembaga pendidikan  Pentingnya nilai toleransi

Wawancara wakasek kurikulum


(46)

2 Bagaimana kondisi toleransi beragama dilingkungan pelajar SMA Ma’arifBandun g, SMA Muhammadiya h 3 Plus Bandung dan MA PERSISPajaga lan Bandung? Untuk mengatahui kondisi toleransi beragama dilingkungan pelajar SMA Ma’arifBandung , SMA Muhammadiyah 3 Plus Bandung dan MA PERSISPajagala n Bandung.  Perbedaan pemahaman dan keyakinan  Interaksi antar ormas Islām  Perbedaan ritual ibadah ormas Islām.

Angket Pelajar Peneliti menyebar angket kepada responden dengan jumlah yang telah ditentukan.

3 Bagaimana pendidikan menjadi media dalam menanamkan nilai toleransi terhadap pelajar pada SMA Ma’arif Bandung, SMA Muhammadiya h 3 Plus Bandung dan MA PERSISPajaga lan Bandung? Untuk mengatahui bagaimana pendidikan menjadi media dalam menanamkan nilai toleransi terhadap pelajar pada SMA Ma’arif Bandung, SMA Muhammadiyah 3 Plus Bandung dan MA

PERSISPajagala n Bandung.

 Cara dan bentuk menanamka n nilai toleransi  Model pembelajara n yang cocok untuk menanamka n nilai toleransi  Pengaruh lembaga dalam membentuk nilai toleransi pelajar

Wawancara wakasek kurikulum


(47)

Tabel 3.7 Kisi-kisi Instrumen Angket

No. Variabel Aspek Jumlah Item

Positif Negatif 1 Toleransi

beragama

Perbedaan Pemahaman dan keyakinan

5 6

Interaksi antar

ormas Islām 9 13

Perbedaan Ritual Ibadah

Ormas Islām

6 11

Jumlah 20 30

Kisi-kisi instrumen angket di atas telah dilakukan seleksi item pada uji validitas. Sehingga jumlah item berkurang karena ada item pernyataan yang tidak digunakan, yang pada awalnya berjumlah 70 item pernyataan berubah menjadi 50 item pernyataan.

Tabel 3.8 Kisi-kisi Instrumen Wawancara

No. Rumusan

masalah Pertanyaan Sumber

Teknik Penelitian 1 Bagaimana peran

penting toleransi beragama bagi pelajar yang memiliki latar belakang ormas keagamaan?

1. Setujukah ibu/bapakbahwa pada masa sekarang nilai toleransi beragama para pelajar SMA sudah mulai hilang? Kenapa? Bukti nyata? 2. Setujukah ibu/bapakjika

tindak kekerasan dan tawuran pelajar diakibatkan dari intoleransi pelajar? Kenapa? 3. Bagaimana tanggapan

ibu/bapak mengenai pelajar yang terlibat tawuran atau

Wakasek kurikulum


(48)

tindak kekerasan?

4. Solusi apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah tawuran dan tindak kekerasan?

5. Dari pemaparan di atas, menurut ibu/bapak seberapa penting toleransi beragama bagi seorang pelajar? 2 Bagaimana

pendidikan menjadi media dalam menanamkan nilai toleransi terhadap pelajar pada SMA Ma’arif Bandung, SMA Muhammadiyah 3 Plus Bandung dan MA

PERSISPajagala n Bandung?

6. Setujukah ibu/bapak jika pendidikan merupakan media yang efektif untuk

menanamkan nilai toleransi seseorang? Alasannya? 7. Upaya apa yang sudah dan

seharusnya dilakukan dalam pendidikan untuk

menanamkan nilai toleransi beragama pada pelajar? 8. Adakah upaya berbeda

dengan sekolah umum lainnya yang dilakukan di sekolah ini untuk

menanamkan nilai toleransi beragama? Kalo ya dalam bentuk apa?

9. Apakah disekolah ini para pelajar hanya diperkenalkan

kepada satu ormas Islām saja

secara parsial atau

diperkenalkan juga dengan ormas lainnya? alasannya? 10. Adakah materi khusus yang

Wakasek kurikulum


(49)

membahas keorganisasian yang diberikan kepada pelajar {misal: NU = ke-NU-an}? Jika ya, adakah materi toleransi di dalamnya yang membahas hubungan antar

ormas Islām? Alasannya?

11. Dalam Islām dikenal istilah tasamuh. Apakah ada perbedaan konsep tasamuh

dalam Islām dengan toleransi

secara umum? Alasannya? 12. Bagaimana proses/tindakan

yang sudah dan seharusnya dilakukan oleh sekolah ini dalam menumbuhkan toleransi antar pelajar yang memiliki latar belakang

ormas keIslāman?

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah yang dilakukan peneliti untuk memperoleh data berdasarkan kebutuhan. Pada penelitian yang telah dilakukan, peneliti merujuk kepada langkah-langkah penelitian yang dipaparkan dalam buku Arikunto (2010). Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:


(50)

Bagan 3.2 Langkah-langkah Penelitian.


(51)

H. Teknik Pengumpulan Data

Data merupakan suatu hal yang sangat penting keberadaannya dalam sebuah penelitian, karena penelitian tidak akan berjalan jika tidak menemukan data yang akan diolah. Pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian yang diperoleh dari sumber tertentu. Data yang dikumpulkan harus cukup valid untuk digunakan. Validitasi data dapat ditingkatkan jika alat pengukur serta kualitas dari pengambil datanya sendiri cukup valid (Nazir, 2011, hlm. 174).

Sumber data yang akan diperoleh pada penelitian ini adalah lembaga pendidikan yang terdiri dari para pelajar SMA Ma’arif Bandung, SMA Muhammadiyah 3 Plus Bandung dan MA PERSISPajagalan Bandung yang menjadi sumber primer dan sumber-sumber lainnya yang menjadi sumber data pelengkap.

Data yang akan diperoleh harus didapat sesuai kebutuhan dan dengan cara yang tepat pula. Oleh karena itu, perlu adanya teknik atau cara untuk mengumpulkan data yang akan diperoleh. Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk memperoleh dan mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan gabungan antara ketiganya (Sugiyono, 2012, hlm. 137). Adapun instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara dan angket.

1. Interview (wawancara)

Soehartono(1999, hlm. 67-68) memberikan definisi Interview sebagai berikut:

Interview adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau


(52)

Ada dua macam wawancara yang bisa dilakukan ketika peneliti ingin memperoleh data dari responden, yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur (Sugiyono, 2012, hlm. 138).

2. Kuesioner (angket)

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien. Karena dapat digunakan pada jumlah responden yang cakupannya besar dan tersebar (Sugiyono, 2012, hlm. 142).

Ada beberapa keuntungan dan kerugian dari teknik pengumpulan data berupa angket yang dikemukakan oleh (Soehartono, 1999, hlm. 65) adalah sebagai berikut:

Keuntungan teknik angket adalah:

a. Angket dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar karena dapat dikirim melalui pos.

b. Biaya yang diperlukan untuk membuat angket relatif murah. c. Angket tidak terlalu mengganggu responden karena pengisiannya ditentukan oleh responden sendiri sesuai dengan kesediaan waktunya.

Kerugian teknik angket adalah:

a. Jika angket dikirim melalui pos, maka persentase yang dikembalikan relatif rendah.

b. Angket tidak dapat digunakan untuk responden yang kurang bisa membaca dan menulis.


(53)

c. Peranyaan-pertanyaan dalam angket dapat ditafsirkan salah dan tidak ada kesempatan untuk mendapat penjelasan.

Adapun angket yang digunakan penelitian adalah skala dalam bentuk checklist. Peneliti membuat pernyataan, dalam pernyataan tersebut menggunakan alternatif pilihan setuju, kurang setuju, dan tidak setuju pada penrnyataan. jika pernyataan item positif maka skor yag diberikan adalah 3 untuk pilihan setuju, 2 untuk pilihan kurang setuju, dan 1 untuk pilihan tidak setuju. Sedangkan untuk pernyataan negatif, maka skor yang diberikan adalah 1 untuk pilihan setuju, 2 untuk pilihan kurang setuju, dan 3 untuk pilihan tidak setuju.

I. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kuantitatif diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam proposal dengan menggunakan statistik. Terdapat dua macam statistik yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial meliputi statistik parametris dan statistik nonparametris (Sugiyono, 2012, hlm. 147).

Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Menurut Sugiyono (2012, hlm. 207) kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data dari tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.

1. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penelitian tidak langsung dianalisis begitu saja, melainkan sebelum dilakukan analisis data baik untuk keperluan


(1)

120

Asep Miftah Suhendar, 2014

Toleransi beragama para pelajar ditinjau dari latar belakakang ormas keagamaan(studi deskriptif pada sma ma’anif bandung,sma muhammadiyah 3 plus bandung da ma persis pajagalan bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

satu ormas saja yang melatar belakangi sekolah, tetapi harus disampaikan pula ormas-ormas agama lain yang ada di Indonesia dan bagaiman berinteraksi dengan ormas tersebut dengan damai dan saling menghormati perbedaan.

2. Kepada semua guru di Indonesia supaya menanamkan nilai toleransi beragama terhadap pelajar dalam setiap pembelajaran di kelas maupun di luar kelas, baik formal, informal muapun nonformal, karena toleransi beragama dianggap penting bagi masyarakat Indonesia yang memiliki berbagai macam perbedaan, termasuk keyakinan beragama. 3. Kepada guru PAI hendaknya memasukan pendidikan multikultural

dalam manyampaikan materi tentang agama, khususnya ketika menjelaskan masalah fiqih. Karena di Indonesia terdapat beberapa kelompok berupa ormas agama yang berbeda-beda dalam melaksanakan syari’at Islām mengenai fiqih. Seorang guru harus bisa menyentuh dan memaparkan materi dengan baik disertai pemahaman tentang keberagaman yang ada dalam masalah fiqih.

4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat mengevaluasi dan memperbaiki penelitian ini melalui kajian lebih dalam tentang toleransi beragama dengan menyesuaikan kondisi yang ada pada penelitian yang akan datang.


(2)

121

Asep Miftah Suhendar, 2014

Toleransi beragama para pelajar ditinjau dari latar belakakang ormas keagamaan(studi deskriptif pada sma ma’anif bandung,sma muhammadiyah 3 plus bandung da ma persis pajagalan bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

...(2011). Alhidayah Al-Quran Tafsir Per Kata Tajwid kode Angka. Banten: Kalim

Ahmad, K. (1968). Islam lawan fanatisme dan intoleransi. (S. S.H, Penerj.) Djakarta: Tintamas.

Anjar. (2012, 9 1-30). Intoleransi disemai di sekolah. Reformata, hal. 18.

Arifin, H. (2004). Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta: PT Golden Trayon Press.

Arikunto, S. (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rinek Cipta. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Ciptas.

Ary, D., Luchy Cheser Jacobs, & Asghar Razavieh. (2011). Pengantar Penelitian

Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Athorida, A. (2010). Ormas-Ormas Keagamaan di Indonesia. Bekasi: PT Pijar. Azwar, S. (2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Burhani, N. (2010, April 29). Sejarah IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) .

Dipetik juli 19, 2014, dari Muhammadiyah Studies: http://muhammadiyahstudies.blogspot.nl/2010/04/sejarah-ipm-ikatan-pelajar-muhammadiyah.html

Burhanudin, I. (2012). Persatuan Islam (Persis) Dan Nahdlotul Ulama (Nu). Tugas

Akhir, 4.

Cilacap, P. C. (t.thn.). IPNU. Dipetik jui 18, 2014, dari PCNU Cilacap: http://pcnucilacap.com/nu-cilacap/badan-otonom-nu/ipnu


(3)

122

Diputhera, O. (2002). Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan

Berbangsa. (W. Sairin, Penyunt.) Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Djauhari, A., Khoirul Huda Basyir, Rohadi Abdul Fatah, Mahrus el-Mawa, & Syamsul Hadi Thubany. (2007). Potret Gerakan Dakwah NU. Jogja: PP LDNU Publishing.

Fathurrohman, A. A., Abdul Kholik, Akhmad Roziqin, Chotib Amrullah, & Nur Ainiyah. (2013). Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Al-Kasyaf. Federspiel, H. M. (1996). Persatuan Islam: Pembaharuan Islam Indonesia Abad

XX. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hamdan. (2009). Paradigma Baru Pendidikan Muhammadiyah. jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Hayat, B. (2013). Mengelola Kemajemukan Umat Beragama. Jakarta: PT Saadah Pustaka Mandiri.

Hidayat, M. (2013, Januari 23). Keberagaman & toleransi beragama pada

kehidupan sosial di indonesia. Dipetik Maret 17, 2014, dari

Mohamadhidayat:

http://mohamadhidayatulloh.wordpress.com/2013/01/23/keberagaman-toleransi-beragama-pada-kehidupan-sosial-di-indonesia/.

Indonesia, D. P. (2013). Undang Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan. Jakarta: tidak diterbitkan.

Jalaluddin. (2003). Teologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Jalaluddin. (2011). Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Masduqi, I. (2011). Berislam Secara Toleran. Bandung: Mizan.

Maula, V. (2013, maret 18). Makalah Organisasi Masyarakat Islam di Indonesia.


(4)

http://ipina10.blogspot.com/2013/03/makalah-organisasi-masyarakat-islam-di.html

Muhammad, A. (2013). Agama dan Konflik Sosial. Bandung: Marja.

Mujib, A., & Jusuf Mudzakir. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. Munawwir, I. (1984). Sikap Islam terhadap Kekerasan, Damai, Toleransi dan

Solidaritas. Surabaya: PT Bina Ilmu.

Munip, A. (2012). Menangkal Radikalisme Agama di Sekolah. Jurnal Pendidikan

Islam, 160.

Nasional, D. P. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nazir, M. (2011). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Normayanti, L. (2012, Oktober 12). Ormas dalam Islam. Dipetik Mei 23, 2014, dari Lautan Ilmu: http://blog.umy.ac.id/linanormayanti/2012/10/12/ormas-dalam-islam/

Nugroho, F. (2012, mei 16). Toleransi dan kerukunan antar umat beragama di

indonesia. Dipetik juli 16, 2014, dari Ajank Nogroho: http://ajanknugroho.blogspot.com/2012/05/toleransi-dan-kerukunanantar-umat.html

Nurgiyantoro, B., Gunawan, & Marzuki. (2009). Statistik Terapan untuk

Ilmu-ilmu Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Prasetyo, B., & Lina Miftahul Jannah. (2005). Meode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Purwanto. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan

Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(5)

124

Ramayulis, & Nizar. (2009). Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem

Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya. Jakarta: Kalam Mulia.

Riau, K. K. (2013, September 10). 3 Unsur Konsep Kerukunan Umat Beragama. Dipetik juli 16, 2014, dari Kementerian Agama Kantor Wilayah Propinsi

Kepulauan Riau:

http://kepri.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=156983. Riduwan. (2013). Belajar Mudah Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Riduwan, & Sunarto. (2010). Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan,

Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Saebani, B. A. (2007). Sosiologi Agama. Bandung: PT Refika Aditama.

Saeroji. (2013, juni 28). KAKANWIL: Mari Menjadi Umat Terbaik, Baik Intern

maupun Antar Umat Beragama. Dipetik juli 16, 2014, dari Kementerian

Agama Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat:

http://jabar.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=149277 Soehartono, I. (1999). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Rosda. Sudarto. (1999). Konflik Islam-Kristen. Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Sudiadi, D. (2009). Menuju Kehidupan Harmonis dalam Masyarakat yang Majemuk. Kriminologi Indonesia, 33-42.

Sudjana, N., & Ibrahim. (2010). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Afabeta.

Sukardi. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sulistiawati, E. (2013, Februari 6). Pendekatan Dakwah NU, Muhammadiyah,


(6)

http://ekasulistiawati2.blogspot.com/2013/02/pendekatan-dakwah-nu-muhammadiyah.html.

Suryana, T. (2011). Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama.

Ta'lim, 127-136.

Syihab, U. (2010). Membangun Peradaban dengan Agama. Jakarta: Dian Rakyat.

Tentang Ikatan Pelajar Persatuan Islam . (t.thn.). Dipetik juli 18, 2014, dari

Ikatan Pelajar Persatuan Islam Kabupaten Bandung: http://ippkabbandung.wordpress.com/tentang-ipp/

Umar, B. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.

Wahyudin, U. (2014). Islamic Education and Moral Values 2. Bandung: Facil. Waskito, A. M. (2012). Mendamaikan Ahlus Sunnah di Nusantara. Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar.

Wisnumurti, A. A. (t.thn.). Peranan Forum Kerukunan Umat Beragama Dalam

Memelihara Dan Memantapkan Kerukunan Umat Beragama Di Kabupaten Tabanan. Dipetik juli 16, 2014, dari Yayasan Kesejahteraan

Kopri Proinsi Bali: http://www.yayasankorpribali.org/artikel-dan- berita/63-peranan-forum-kerukunan-umat-beragama-dalam-memelihara-dan-memantapkan-kerukunan-umat-beragama-di-kabupaten-tabanan.html Zuhri, A. M. (2010). Pemikiran KH. M. Hasyim Asy'ari tentang Ahl Al-Sunnah