PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN SIKAP ILMIAH SISWA SEKOLAH DASAR.

(1)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Operasional... 7

F. Asumsi Penelitian... 9

G. Hipotesis Penelitian... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 11

1. Definisi Model Pembelajaran Inkuiri ... 11

2. Komponen Pembelajaran Inkuiri ... 12

3. Pendekatan dalam Pembelajaran Inkuiri ... 13

4. Jenis-Jenis Pembelajaran Inkuiri ... 14

5. Tahap-tahap dalam Model Pembelajaran Inkuiri ... 16

B. Keterampilan Proses Sains ... 17


(2)

3. Pengembangan Keterampilan Proses Sains di SD ... 27

4. Penilaian Keterampilan Proses Sains ... 28

C. Sikap Ilmiah ... 28

1. Definisi Sikap Ilmiah ... 28

2. Aspek Sikap Ilmiah ... 29

3. Penilaian Sikap Ilmiah ... 30

4. Pengembangan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran IPA SD ... 31

D. Aplikasi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dalam Mengembangkan Keterampilan Proses Sains dan Sikap IlmiahSiswa SD ... 33

E. Deskripsi Materi Konsep Daur Air dan Kegiatan Manusia yang Mempengaruhinya serta Konsep Peristiwa Alam ... 36

BAB III METODE PENELITIAN... 40

A. Metode dan Desain Penelitian ... 40

B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 41

C. Prosedur Penelitian... 42

D. Instrumen Penelitian... 44

E. Analisis Data Hasil Uji Coba Instrumen ... 49

F. Teknik Pengumpulan Data ... 55

G. Teknik Analisis Data Hasil Penelitian ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Peningkatan Keterampilan Proses Sains dalam Pembelajaran Inkuiri Terbimbing... 59

B. Peningkatan Sikap Ilmiah Siswa dalam Pembelajaran Inkuiri Terbimbing... 65

C. Pembahasan... 71

1. Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dalam Meningkatkan Keterampilan Proses Sains ... 71 2. Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Sikap


(3)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal.

2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 4.1 4.2 4.3

Indikator dalam Aspek Keterampilan Proses Dasar... Indikator dalam Aspek Keterampilan Proses Terpadu...

Jenis Keterampilan Proses Sains yang Harus Dikuasai

Siswa SD...

Indikator dalam Setiap Aspek Sikap Ilmiah... Aspek Keterampilan Proses Sains dan Sikap Ilmiah yang Dikembangkan dalam Penelitian dengan Model Inkuiri

Terbimbing... Deskripsi Materi Konsep Daur Air dan Kegiatan Manusia yang Mempengaruhinya serta Konsep Peristiwa Alam... Sebaran Soal Tes Keterampilan Proses Sains... Sebaran Butir Pernyataan Skala Sikap Ilmiah

dan Indikatornya... Aspek yang Diungkap pada Lembar Pedoman Wawancara... Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Keterampilan Proses Sains... Pedoman untuk Menginterpretasi Indeks Diskriminasi Soal... Rekapitulasi Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Tes

Keterampilan Proses Sains... Pedoman untuk Menginterpretasi Indeks Kesukaran Soal... Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Tes Keterampilan Proses Sains... Pedoman untuk Menginterpretasi Nilai N-gain... Hasil Tes Keterampilan Proses Sains... Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data Nilai

Keterampilan Proses Sains... Peningkatan (N-Gain) Keterampilan Proses Sains...

19 24 27 29 35 37 46 47 49 50 52 53 54 54 57 59 60 61


(5)

4.4

4.5 4.6 4.7

4.8 4.9

4.10 4.11 4.12

Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data N-Gain

Keterampilan Proses Sains... Hasil Uji Hipotesis untuk Variabel Keterampilan Proses Sains... Hasil Pengukuran Sikap Ilmiah... Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data Nilai Sikap

Ilmiah... Peningkatan (N-Gain) Sikap Ilmiah... Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data Peningkatan Sikap Ilmiah... Hasil Uji Hipotesis untuk Variabel Sikap Ilmiah... Hasil Pengukuran Setiap Aspek Sikap Ilmiah... Kategori Peningkatan Tiap Aspek Sikap Ilmiah...

61 61 65

66 67

67 68 70 71


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal.

2.1 3.1

3.2 4.1

4.2

4.3

4.4 4.5

Model Pengembangan Sikap Ilmiah... Desain Penelitian The Matching Only Pretest-Posttest Control

Group Design...

Bagan Alir Penelitian... Diagram Nilai Pretest, Posttest, dan Peningkatan (N-gain) Keterampilan Proses Sains... Diagram Nilai Sikap Ilmiah Awal, Sikap Ilmiah Akhir, dan Peningkatan (N-gain)Sikap Ilmiah... Diagram Pengembangan Keterampilan Proses Sains dalam Penelitian Pembelajaran Inkuiri Terbimbing... Diagram Peningkatan Tiap Aspek Keterampilan Proses Sains.. Diagram Peningkatan Setiap Aspek Sikap Ilmiah...

32

41 45

62

68

78 81 88


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran. Hal.

1 Kisi-kisi Soal Tes Keterampilan Proses Sains... 96

2 Soal Tes Keterampilan Proses Sains... 114

3 Kisi-kisi Skala Sikap Ilmiah Siswa... 122

4 Skala Sikap Ilmiah Siswa... 125

5 RPP dan LKS Pertemuan 2... 127

6.1 Data Nilai Pretest KPS Kelas Eksperimen... 139

6.2 Data Nilai Postest KPS Kelas Eksperimen... 140

6.3 Data Nilai Pretest KPS Kelas Kontrol ... 141

6.4 Data Nilai Posttest KPS Kelas Kontrol... 142

6.5 Nilai Pretest, Posttest, Gain dan N-Gain KPS Kelas Eksperimen... 143

6.6 Nilai Pretest, Posttest, Gain dan N-Gain KPS Kelas Kontrol. 144 7.1 Data Nilai Sikap Ilmiah Awal Kelas Eksperimen... 145

7.2 Data Nilai Sikap Ilmiah Akhir Kelas Eksperimen... 146

7.3 Data Nilai Sikap Ilmiah Awal Kelas Kontrol... 147

7.4 Data Nilai Sikap Ilmiah Akhir Kelas Kontrol... 148

7.5 Nilai Sikap Ilmiah Awal, Akhir, Gain dan N-gain Kelas Eskperimen... 149

7.6 Nilai Sikap Ilmiah Awal, Akhir, Gain dan N-gain Kelas Kontrol... 150

8 Hasil Analisis Data SPSS untuk Aspek Keterampilan Proses Sains... 151

9 Hasil Analisis Data SPSS untuk Aspek Sikap Ilmiah... 157

10 Pedoman Wawancara... 163

11.1 11.2 Hasil Analisis Validitas dan Relaibilitas Butir Soal Tes KPS dengan SPSS... Hasil Analisis Anates Butir Soal Tes KPS... 165 167 12 Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian... 176


(8)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan oleh Conant (Pusat Kurikulum, 2007: 8) sebagai serangkaian konsep yang saling berkaitan dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih lanjut. Sejalan dengan pengertian tersebut, Tim Pusat Kurikulum Depdiknas (2007: 8) menyebutkan bahwa perkembangan IPA tidak hanya ditandai oleh kehadiran fakta-fakta, namun juga ditandai dengan kemunculan metode ilmiah, yang terwujud melalui serangkaian kerja ilmiah, yang mengembangkan pula nilai dan sikap ilmiah.

Tetapi, pada kenyataannya IPA seringkali dianggap sebagai mata pelajaran membosankan dan rumit yang hanya menampilkan sekumpulan teori, fakta, dan rumus sebagai hapalan. Pendapat seperti ini tidak menggambarkan keutuhan IPA sebagai body of knowledge karena hanya memandang IPA dari segi penguasaan produk. Pendapat seperti itu umumnya muncul sebagai akibat dari proses pengajaran IPA yang bersifat didaktik, di mana pengetahuan ditransfer menggunakan metode ceramah. Siswa tidak terbiasa dihadapkan pada kegiatan eksperimen atau penyelidikan untuk membuktikan konsep atau memperoleh pengetahuan. Padahal, pembelajaran IPA yang efektif harus senantiasa


(9)

2

menyelaraskan antara penguasaan konsep, pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Kenyataan yang dihadapi bertentangan dengan hakikat IPA. Jika kita kembali menelaah hakikat IPA yang mengandung empat unsur (produk; proses; aplikasi; dan sikap ilmiah) serta latar belakang kurikulum mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar (selanjutnya disebut SD), dapat dilihat dengan jelas bahwa pembelajaran IPA hendaknya dilakukan secara inkuiri ilmiah. Hal ini dimaksudkan agar pendidikan IPA dapat menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah, mengkomunikasikan serta mengaplikasikan ketiga aspek tersebut sebagai aspek penting kecakapan hidup. Artinya, pendidikan IPA berorientasi pada pengembangan potensi manusia agar memiliki pemahaman mengenai alam sekitarnya dan mampu memecahkan masalah atau pertanyaan yang berkenaan dengan peristiwa atau fenomena alam dalam kehidupannya kelak.

Selaras dengan hakikat IPA dan latar belakang kurikulum mata pelajaran IPA, UNESCO menyatakan empat pilar pendidikan, yaitu 1) learning to know, 2)

learning to do, 3) learning to be dan 4) learning to live togeteher. Keempat pilar

tersebut dikembangkan secara hirarkis, mulai dari tingkatan paling rendah, yaitu

learning to know atau hanya belajar untuk sekedar tahu. Dalam hal ini, IPA hanya

dipelajari sebagai produk. Seperti paparan sebelumnya, dalam belajar IPA, siswa harus difasilitasi untuk memperoleh pengetahuan melalui bekerja ilmiah dengan objek atau peristiwa alam (learning to do) agar pengetahuannya lebih bermakna, serta agar keterampilan proses dan sikap ilmiahnya berkembang. Pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dikembangkan melalui bekerja ilmiah tersebut


(10)

3

selanjutnya diharapkan akan menetap dalam diri siswa, sehingga siswa menjadi individu yang unggul dalam bidang IPA seperti halnya seorang ilmuwan (learning

to be). Pada akhirnya, siswa harus mampu mengaplikasikan seluruh potensinya

tersebut tidak hanya dalam konteks personal, namun juga sosial masyarakat dan global (learning to live together). Namun, umumnya siswa SD Indonesia baru menempati tingkat paling rendah, hanya belajar untuk mengetahui saja, dengan kemungkinan pemahamannya pun belum tuntas.

Urgensi pelaksanaan pembelajaran inkuiri ilmiah yang disebutkan di atas, diperkuat oleh tujuan pembelajaran IPA SD (Pusat Kurikulum, 2007: 16) yaitu agar siswa:

(1)memahami konsep-konsep IPA, (2) memiliki keterampilan proses, (3) mempunyai minat mempelajari alam sekitar, (4) bersikap ilmiah, (5) mampu menerapkan konsep-konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, (6) mencintai alam sekitar, serta (7) menyadari kebesaran dan kegungan Tuhan.

Nyatanya, setelah meninjau Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran IPA SD yang berhubungan dengan inkuiri ilmiah dan keterampilan proses sains (Pusat Kurikulum, 2007: 16; BSNP, 2006: 3-12) tampak hal-hal sebagai berikut.

Siswa kelas 1 3, belum diperkenalkan pada inkuiri ilmiah, pembelajaran masih terbatas pada pengembangan keterampilan proses dasar pengamatan, klasifikasi, menyimpulkan hasil pengamatan, melakukan percobaan sederhana, menyimpulkan hasil percobaan yang dikembangkan secara parsial. Kompetensi dasar yang memuat keterampilan proses hanya 27%.


(11)

4  Siswa kelas 4, baru mulai diperkenalkan dengan inkuiri ilmiah yang

mengintegrasikan keterampilan proses dasar, misalnya membuat suatu karya/model untuk menunjukkan perubahan energi gerak akibat pengaruh udara. Persentase kemunculan keterampilan proses sains sebesar 19%.

Siswa kelas 5, nampak adanya pengembangan inkuiri ilmiah yaitu pada kompetensi dasar menyimpulkan hasil penyelidikan tentang perubahan sifat benda baik sementara maupun tetap dan membuat suatu karya/model dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya. Dalam kompetensi dasar kedua, siswa dituntut untuk merancang sendiri langkah kerja. Keterampilan proses sains memiliki porsi hanya 13% dalam standar isi.

Siswa kelas 6, muncul aspek keterampilan proses sains dalam inkuiri ilmiah seperti melakukan percobaan untuk menyelidiki hubungan antara gaya dan gerak dan menyajikan informasi tentang perpindahan dan perubahan energi listrik. Kompetensi dasar yang memuat keterampilan proses hanya 17%.

Dari uraian tersebut, terlihat bahwa siswa kelas 1 – 6, masih kurang sekali diperkenalkan pada inkuiri ilmiah yang mengembangkan keterampilan proses sains sebagai ciri penting pada mata pelajaran IPA. Sebagian besar kompetensi yang diukur ditekankan pada aspek kognitif, seperti menjelaskan atau mendeskripsikan.

Hal lain yang melatarbelakangi penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Dokmë et.al (2011: 3470), Dokmë dan Aydinli (2009: 546), dan Tarmidzi (2010) yang mengkaji pengaruh pembelajaran inkuiri terhadap keterampilan proses sains. Ketiga hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa


(12)

5

pembelajaran inkuiri berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan proses sains, namun hasilnya masih belum optimal. Penyebab kurang optimalnya pencapaian peningkatan keterampilan proses sains disebabkan beberapa hal, yaitu keterbatasan alokasi waktu pembelajaran, keterbatasan kemampuan guru mengaplikasikan pembelajaran inkuiri, kurangnya sarana dan sumber belajar serta jumlah siswa yang terlalu banyak dalam satu kelas.

Di sisi lain, kurangnya kesempatan siswa melakukan inkuiri ilmiah juga berdampak pada rendahnya sikap ilmiah siswa. Dalam berinkuiri ilmiah, siswa dituntut untuk memiliki sikap ilmiah seperti tanggung jawab, tekun, berpikiran terbuka, dan mampu bekerja sama. Sikap-sikap tersebut tidak dapat ditumbuhkembangkan dalam pembelajaran yang hanya mengandung kegiatan mendengar, melihat dan mencatat apa yang disampaikan guru. Asumsi mengenai adanya hubungan antara kurangnya kegiatan inkuiri ilmiah dengan rendahnya keterampilan proses sains dan sikap ilmiah didukung dengan hasil telaah terhadap standar isi KTSP mata pelajaran IPA kelas 1-6. Kompetensi dasar yang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sikap ilmiahnya hanya sekitar 9 dari 119 kompetensi dasar, atau hanya sebesar 0,08%.

Hal-hal yang telah dipaparkan di atas mendorong peneliti melakukan penelitian yang mengaplikasikan pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa. Pemilihan inkuiri terbimbing didasarkan pada perkembangan kognitif siswa SD yang diasumsikan belum mampu melakukan inkuiri murni. Adapun judul penelitian kali ini adalah


(13)

6 “Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Sikap Ilmiah Siswa SD”

B. Rumusan Masalah

Beranjak dari latar belakang masalah, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian adalah “Bagaimana peningkatan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran IPA di SD melalui pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing?” Rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan keterampilan proses sains siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri terbimbing dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional?

2. Bagaimana peningkatan sikap ilmiah siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional?

C. Tujuan Penelitian

Relevan dengan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian secara umum adalah untuk mendapatkan gambaran tentang peningkatan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing. Adapun tujuan penelitian secara khusus adalah sebagai berikut.


(14)

7

1. Menganalisis perbedaan peningkatan keterampilan proses sains siswa antara yang mendapatkan pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dengan yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional.

2. Menganalisis perbedaan peningkatan sikap ilmiah siswa antara yang mendapatkan pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dengan yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat umum yang diharapkan dari penelitian ini yaitu agar data hasil penelitian ini dapat dijadikan bukti empiris tentang potensi model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam meningkatkan keterampilan proses sains dan memupuk sikap ilmiah siswa. Lebih khusus lagi, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

a. guru sebagai bahan rujukan dalam memperbaiki proses pembelajaran dengan mengaplikasikan model pembelajaran inkuiri terbimbing, dan b. mahasiswa LPTK dan peneliti dalam memperkaya hasil penelitian

terdahulu yang nantinya dapat digunakan dalam melaksanakan penelitian dalam kajian sejenis.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan dalam mengidentifikasi variabel penelitian, berikut dijelaskan definisi operasional terhadap variabel yang diteliti.


(15)

8

1. Model inkuiri terbimbing merupakan model pembelajaran yang melibatkan kegiatan siswa bereksperimen menggunakan panduan LKS untuk menguji suatu hipotesis di bawah bimbingan guru. Langkah pembelajaran inkuiri terbimbing terdiri atas: (a) tahap penyajian masalah; (b) pengumpulan data untuk verifikasi; (c) pengumpulan data melalui eksperimen; (d) pengorganisasian, perumusan, dan penjelasan; dan (e) analisis proses inkuiri. 2. Keterampilan proses sains merupakan sekumpulan keterampilan fisik dan

mental yang dikembangkan melalui kegiatan inkuiri. Keterampilan proses sains yang diukur dalam penelitian terdiri atas keterampilan: (a) mengklasifikasi; (b) merumuskan hipotesis; (c) merencanakan/melakukan eksperimen dan mengontrol variabel; (d) menginterpretasi data; (e) mengkomunikasikan; (f) memprediksi; dan (g) menyimpulkan. Instrumen yang digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains berupa soal tes pilihan ganda sebanyak 15 soal.

3. Sikap ilmiah adalah sekumpulan sikap motivasional, sosial, praktikal atau perilaku, dan reflektif/kognitif seperti yang dimiliki seorang ilmuwan dan mempengaruhi keinginan seseorang untuk ikut serta dalam kegiatan ilmiah, serta cara seseorang merespon kepada orang lain, objek, atau peristiwa alam. Sikap ilmiah yang diteliti terdiri atas: (a) sikap ingin tahu; (b) sikap respek terhadap data; (c) sikap penemuan dan kreativitas; (d) sikap berpikiran terbuka; (e) sikap kerjasama; (f) sikap berpikir kritis; (g) sikap ketekunan; dan (h) sikap peka terhadap lingkungan sekitar. Pengukuran aspek sikap ilmiah


(16)

9

dilakukan dengan menggunakan instrumen skala sikap yang berisi 21 butir pernyataan.

F. Asumsi Penelitian

Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan model pembelajaran inkuiri yang sesuai dilaksanakan dalam pembelajaran IPA SD kelas V. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa siswa kelas V belum terbiasa melakukan inkuiri bebas baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarga sehingga bimbingan dari guru atau orang dewasa masih sangat diperlukan dalam kegiatan inkuiri. Melalui pembelajaran inkuiri terbimbing siswa dapat mengembangkan dan meningkatkan keterampilan proses sains dasar maupun terpadu sekaligus memupuk sikap ilmiah seperti yang telah dibuktikan dalam penelitian terdahulu. Dalam penelitian kali ini, peneliti mengasumsikan bahwa faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi pengembangan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa relatif tidak berbeda ditinjau dari karakteristik dan latar belakang siswa.

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teoritis terhadap literatur dan hasil penelitian yang relevan, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian kali ini adalah:

1. Ha1 : terdapat perbedaan yang signifikan pada aspek peningkatan

keterampilan proses sains antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.


(17)

10

2. Ha2 : terdapat perbedaan yang signifikan pada aspek peningkatan sikap ilmiah

antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.


(18)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Pelaksanaan pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing kemudian dilihat pengaruhnya terhadap peningkatan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa pada kelas eksperimen.

Desain penelitian yang dipilih yaitu “Matching Only Pretest Posttest Control Group Design”. Desain ini melibatkan dua kelompok sampel, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang dipilih tanpa melalui random

sampling. Keterampilan proses sains dan sikap ilmiah kedua kelompok diukur dua

kali, yaitu pada saat pretest dan posttest. Pretest dilakukan untuk mengetahui keadaan awal apakah terdapat perbedaan antara kedua kelompok. Hasil pretest yang diharapkan adalah tidak adanya perbedaan tingkat keterampilan proses sains maupun sikap ilmiah yang signifikan antara kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Pretest dan posttest terhadap kedua kelompok dilakukan menggunakan instrumen yang sama (Sugiyono, 2011: 113; Fraenkel dan Wallen, 2007: 276-278). Hasil posttest kedua kelompok selanjutnya dibandingkan untuk membuktikan adanya perbedaan tingkat keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa. Desain penelitian yang digunakan ditampilkan dalam Gambar 3.1.


(19)

41

Gambar 3.1. Desain Penelitian The Matching-Only Pretest-Posttest Control

Group Design

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian dilakukan di SD Negeri Percobaan Cileunyi yang berlokasi di Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. SD Negeri Percobaan Cileunyi merupakan Sekolah Berstandar Internasional (SBI) yang diterapkan pada pembelajaran kelas 1 hingga kelas 3. Sedangkan pembelajaran untuk kelas 4, 5, dan 6 hingga saat ini masih dalam tahap Rancangan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI).

Populasi yang dipilih adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri Percobaan Cileunyi yang tersebar di tiga kelas sebanyak 89 orang siswa. Selanjutnya dipilih 30 siswa kelas C untuk dijadikan anggota kelas eksperimen dan 30 siswa kelas A sebagai anggota kelas kontrol. Seluruh sampel yang dipilih dianggap mewakili populasi dengan karakteristik yang sama ditinjau dari tingkat usia, tempat tinggal, serta latar belakang.

Kelompok eksperimen

M O X O

Kelompok kontrol


(20)

42 C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini terbagi ke dalam tiga tahap sebagai berikut.

1. Tahap persiapan dan pengembangan instrumen.

a. Identifikasi masalah dengan membaca artikel hasil penelitian terdahulu mengenai pengaruh aplikasi pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap aspek keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa SD serta kajian terhadap standar isi KTSP yang memuat indikator keterampilan proses dan sikap ilmiah.

b. Studi literatur untuk menemukan teori dan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan model inkuiri, keterampilan proses sains dan sikap ilmiah.

c. Penentuan subjek penelitian. Siswa SD Percobaan Negeri Cileunyi dipilih sebagai sampel penelitian yang dibagi ke dalam dua kelompok sampel, satu kelas sebagai kelas kontrol dan satu kelas lain sebagai kelas eksperimen.

d. Penyusunan instrumen. Instrumen penelitian dibagi menjadi dua jenis, yaitu instrumen tes dan nontes. Instrumen tes digunakan untuk menilai keterampilan proses sains berupa 15 butir soal pilihan ganda. Sedangkan instrumen nontes dalam bentuk: (1) skala sikap digunakan untuk mengukur sikap ilmiah siswa; (2) lembar wawancara untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai pembelajaran inkuiri terbimbing.


(21)

43

g. Analisis hasil uji coba instrumen, yang terdiri atas uji daya pembeda, tingkat kesukaran soal, validitas dan reliabilitas butir soal.

h. Revisi instrumen berdasarkan analisis data hasil uji coba instrumen.

2. Tahap pelaksanaan.

a. Pretest diberikan pada kedua kelompok sampel guna mendapatkan data

mengenai tingkat keterampilan proses sains sebelum perlakuan diberikan. b. Penyebaran lembar skala sikap ilmiah dilakukan untuk mengetahui sikap

ilmiah siswa sebelum perlakuan diberikan.

c. Perencanaan pembelajaran model inkuiri terbimbing di kelas eksperimen, meliputi kegiatan:

1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) model inkuiri terbimbing untuk diaplikasikan di kelas eksperimen dengan materi bumi dan alam semesta. Konsep yang dipelajari tentang daur air dan kegiatan manusia yang mempengaruhinya serta peristiwa alam.

2) Mempersiapkan media serta sumber belajar yang diperlukan.

d. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional di kelas kontrol masing-masing sebanyak tiga kali pertemuan.

e. Posttest untuk memperoleh data keterampilan proses sains siswa setelah

diberi perlakuan.

f. Penyebaran lembar skala sikap ilmiah untuk memperoleh data sikap ilmiah siswa setelah perlakuan diberikan.


(22)

44

g. Wawancara dengan siswa untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai pembelajaran inkuiri terbimbing.

3. Tahap pengolahan dan analisis data.

a. Menentukan rerata nilai pretest dan posttest keterampilan proses sains serta sikap ilmiah siswa.

b. Melakukan uji hipotesis untuk melihat adanya perbedaan antara peningkatan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol menggunakan teknik statistik dengan program SPSS for Window version 17.

c. Menarik kesimpulan penelitian.

Alur penelitian di atas secara garis besar ditampilkan dalam Gambar 3.2.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian terdiri atas: 1. Soal tes keterampilan proses sains.

Instrumen tes dirancang dalam bentuk soal pilihan ganda. Perangkat soal digunakan untuk memperoleh data pretest maupun posttest pada kedua kelompok sampel dengan pokok bahasan proses daur air dan kegiatan manusia yang memengaruhinya serta peristiwa alam. Tabel 3.1 menyajikan penyebaran aspek keterampilan proses sains dalam soal yang telah diuji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran serta daya pembedanya.


(23)

45

Identifikasi masalah

Studi literatur

Penentuan sampel penelitian

Penyusunan instrumen

Judgement instrumen

Uji coba instrumen

Analisis data hasil uji coba

Revisi instrumen Penyusunan RPP model inkuiri

terbimbing

Pretest keterampilan proses sains dan pemberian angket sikap ilmiah di kedua kelas

Pembelajaran inkuiri terbimbing

Pembelajaran konvensional Observasi

Pengolahan dan analisis data hasil penelitian

Posttest keterampilan proses sains dan pemberian angket sikap ilmiah

Di kedua kelas

Penarikan kesimpulan (pembuktian hipotesis)


(24)

46 Tabel 3.1. Sebaran Soal Tes Keterampilan Proses Sains

Sub pokok

bahasan Aspek KPS Indikator

No. Item

soal

Jumlah soal

(1) (2) (3) (4) (5)

Jenis daur air Mengklasifik asi

Mengidentifikasi perbedaan dan

persamaan antara peristiwa

1 1

Proses daur air Merumuskan hipotesis

Menyatakan hubungan antara dua variabel berdasarkan pemikiran deduktif

3 1

Kegiatan manusia yang mempenga- ruhi daur air

Merancang/ melakukan eksperimen

Menentukan langkah kegiatan untuk memperoleh data melalui penyelidikan

Menentukan alat dan bahan untuk percobaan

 Mengidentifikasi variabel bebas dan kontrol dalam pengujian

9 10 11 3 Kegiatan manusia yang mempengaru hi daur air

Peristiwa alam

Menginterpre

tasi data 

Mengidentifikasi hubungan antara satu variabel dengan variabel lain dalam seri data sebagai dasar untuk menarik kesimpulan

Menggabungkan beberapa informasi

7 15 2  Kegiatan manusia yang mempe-ngaruhi daur air

Menyimpul-kan 

Membuat kesimpulan yang merangkum dan konsisten dengan bukti terkumpul

 Menarik kesimpulan berdasarkan hasil interpretasi terhadap data

6 13 2 Kegiatan manusia yang mengganggu proses daur air Peristiwa alam Mengkomuni

kasikan 

Menggunakan tabel dalam mencatat dan mengorganisasikan data

 Menggunakan diagram dalam

mencatat dan mengorganisasikan data

12

14

2

Proses daur air

Kegiatan manusia yang mempengaru

Memprediksi  Memprediksi peristiwa yang mungkin

terjadi berdasarkan sekumpulan bukti

 Mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecenderungan / pola yang sudah ada

 Menggunakan pola, menghubungkan

pola yang ada dan memperkirakan peristiwa yang akan terjadi

2 4, 5

8


(25)

47

2. Skala sikap ilmiah.

Skala sikap ilmiah merupakan instrumen untuk mengungkap data sikap ilmiah siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing maupun dengan pembelajaran konvensional. Butir pernyataan dirancang sesuai dengan indikator sikap ilmiah yang selanjutnya dilakukan validasi isi oleh ahli. Untuk lebih jelasnya, sebaran butir pernyataan setiap aspek sikap ilmiah dan indikatornya dapat dilihat dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Sebaran Butir Pernyataan Skala Sikap Ilmiah dan Indikatornya Aspek sikap

ilmiah Indikator

No. Item pernyataan

Jumlah pernyataan

(1) (2) (3) (4)

Sikap ingin tahu

(curiousity) 

Antusias mencari jawaban

 Menanyakan tentang materi yang tidak dipahami

 Antusias terhadap proses sains

1 2 6, 18

4

Sikap penemuan dan kreativitas (inventiveness and

creativity)

 Menyarankan langkah-langkah percobaan yang baru

 Menggunakan alat tidak seperti biasanya

 Menunjukkan pendapat/laporan berbeda dengan teman sekelas

3 13 21

3

Sikap kerjasama (cooperation)

Partisipasi aktif dalam kelompok 4, 5, 7 3

Sikap ketekunan (perseverance)

Menyelesaikan tugas tepat waktu

 Disiplin menyelesaikan tugas

8 16

2 Sikap berpikiran

terbuka (open mindedness)

 Menghargai pendapat/temuan orang lain

 Tidak merasa selalu benar

 Menerima saran dari teman

9 10 15

3

Sikap berpikir kritis (critical

thinking)

 Meragukan temuan teman

 Mengulangi kegiatan yang dilakukan

11 14

2

Sikap peka

terhadap

lingkungan sekitar (sensitivity to

environment)

 Perhatian pada kelestarian alam sekitar

 Partisipasi pada kegiatan sosial

12 20


(26)

48

(1) (2) (3) (4)

Sikap respek

terhadap data

(respect for

evidence)

 Tidak memanipulasi data

 Tidak mengabaikan data sekecil pun

17 19

2

3. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

RPP dirancang sebagai panduan dalam melaksanakan pembelajaran sesuai tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing. Sedangkan di kelompok kontrol dilakukan pembelajaran IPA menggunakan RPP untuk pembelajaran konvensional. RPP disusun dalam tiga kali pertemuan, dengan alokasi waktu masing-masing selama 2 x 35 menit. Pada pertemuan pertama materi yang dipelajari tentang proses daur air; pertemuan kedua membahas tentang kegiatan manusia yang mempengaruhi proses daur air, dan pertemuan terakhir membahas tentang peristiwa alam.

4. Lembar pedoman wawancara.

14 butir pertanyaan diajukan pada siswa setelah pembelajaran berakhir. Wawancara dilakukan untuk menjaring data mengenai respon emotif siswa, kesulitan yang dihadapi, serta kontribusi pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap peningkatan keterampilan proses sains juga sikap ilmiah siswa. Data dalam lembar wawancara digunakan dalam triangulasi data untuk melengkapi data kuantitatif. Tabel 3.3 menyajikan hal yang diungkap dalam wawancara.


(27)

49 Tabel 3.3 Aspek yang Diungkap pada Lembar Pedoman Wawancara Aspek yang

diungkap

Isi pertanyaan Nomor

pertanyaan

Jumlah pertanyaan

(1) (2) (3) (4)

Hal-hal umum

mengenai pembelajaran inkuiri terbimbing

 Respon emotif siswa terhadap pembelajaran

 Pengalaman memperoleh

pembelajaran inkuiri terbimbing

2, 3 1, 15

4

Hal-hal khusus mengenai

pembelajaran inkuiri terbimbing

 Kontribusi inkuiri terbimbing terhadap pemahaman siswa

 Partisipasi siswa dalam

pembelajaran inkuiri terbimbing

 Kesulitan yang ditemui dalam pembelajaran

 Kontribusi inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains

 Kontribusi inkuiri terbimbing terhadap sikap ilmiah

 Ketersediaan sumber belajar dan media

 Bimbingan yang diberikan guru baik melalui panduan LKS maupun saat pembelajaran berlangsung 4 5, 10 8 13 12, 14 11 6, 9 11

E. Analisis Data Hasil Uji Coba Instrumen

Terhadap instrumen soal tes keterampilan proses sains yang telah dinilai validitas kontennya oleh ahli, selanjutnya dilakukan uji coba instrumen di lapangan. Sedangkan untuk instrumen skala sikap, hanya dilakukan validasi konten oleh ahli. Hasil uji coba instrumen tes kemudian dianalisis validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soalnya. Di bawah ini dipaparkan mengenai analisis data hasil uji coba instrumen.


(28)

50

1. Uji Validitas Instrumen.

Instrumen tes keterampilan proses sains dan sikap ilmiah yang digunakan harus memenuhi prinsip validitas. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan suatu alat ukur (Arikunto, 2010: 63). Sugiyono mengatakan bahwa instrumen yang valid dapat menghasilkan data valid, artinya instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Akdon, 2008: 143).

Pengujian validitas dilakukan terhadap isi pertanyaan butir soal dan pernyataan yang berhubungan dengan sikap ilmiah. Tahapan dalam pengujian validitas tes keterampilan proses sains ada dua, yaitu validasi konten melalui konsultasi dengan ahli dan ujicoba instrumen terhadap 26 responden siswa kelas V SD Negeri Cibiru IX yang telah memperoleh pelajaran tentang bumi dan alam semesta di tahun pelajaran 2011/2012.

Analisis terhadap validitas soal tes dilakukan dengan aplikasi program SPSS for Window version 17 dengan penghitungan koefisien korelasi yang selanjutnya dikonsultasikan dengan harga r tabel. Jika rhitung > rtabel, maka item

soal dinyatakan valid (Usman, 2011: 358). Rekapitulasi hasil uji validitas instrumen ditunjukkan dalam tabel 3.4.

Tabel 3.4. Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Keterampilan Proses Sains Nomor

soal

r hitung r tabel Kategori

(1) (2) (3) (4)

1 0,743 ≥ 0,317 Valid


(29)

51

(1) (2) (3) (4)

4 -0,169  0,317 Tidak valid

5 0,456 ≥ 0,317 Valid

6 0,529 ≥ 0,317 Valid

7 0,391 ≥ 0,317 Valid

8 0,409 ≥ 0,317 Valid

9 0,441 ≥ 0,317 Valid

10 0,389 ≥ 0,317 Valid

11 0,278  0,317 Tidak valid

12 0,504 ≥ 0,317 Valid

13 0,487 ≥ 0,317 Valid

14 0,327 ≥ 0,317 Valid

15 0,592 ≥ 0,317 Valid

16 0,487 ≥ 0,317 Valid

17 0,550 ≥ 0,317 Valid

18 NN 0,317 -

19 0,422 ≥ 0,317 Valid

20 0,503 ≥ 0,317 Valid

21 0,405 ≥ 0,317 Valid

22 0,417 ≥ 0,317 Valid

Berdasarkan hasil rekapitulasi, maka soal yang valid ada 18 soal, yaitu soal nomor 1, 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 21, dan 22.

2. Uji reliabilitas.

Reliabilitas adalah ketepatan atau keajegan alat ukur dalam mengukur apa yang diukurnya, artinya kapanpun alat ukur tersebut digunakan akan memberikan hasil yang sama (Sugiyono, 2011: 173; Arikunto, 2010: 86-87). Nilai koefisien korelasi diperoleh dengan menggunakan aplikasi software SPSS for Window version 17 dengan teknik split-half. Hasil analisis menunjukkan harga koefisien korelasi Guttman split-half sebesar 0,808.


(30)

52

Sedangkan harga r tabel (95%)(26)adalah sebesar 0,317. Karena r hitung > r tabel,

maka perangkat soal tes dinyatakan reliabel (Soeharto & Sururi, 2007: 56).

3. Uji Daya Pembeda Soal

Analisis daya pembeda soal dilakukan untuk membedakan kemampuan siswa yang digolongkan memiliki kemampuan rendah dan kemampuan tinggi (Arikunto, 2010: 211). Daya pembeda soal disebut indeks diskrimasi (D) yang nilainya antara 0,00 – 1,00. Selanjutnya nilai D diinterpretasikan berdasarkan pedoman dalam Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Pedoman untuk Menginterpretasi Indeks Diskriminasi Soal

Indeks Diskriminasi Kategori

0,00 – 0,20 Soal jelek

0,20 – 0, 40 Soal cukup baik

0,40 – 0,70 Soal baik

0,70 – 1,00 Soal baik sekali

Negatif Soal tidak baik dan harus dibuang

Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab oleh siswa-siswa berkemampuan tinggi saja. Seluruh peserta uji coba dikelompokkan terlebih dahulu ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok atas (siswa berkemampuan tinggi) dan kelompok bawah (siswa berkemampuan rendah). Untuk tujuan ini seluruh peserta tes kemudian diranking mulai dari yang mendapatkan skor tertinggi hingga terrendah.

Rekapitulasi hasil analisis daya pembeda yang diperoleh menggunakan program ANATES for Window Version 4.0. ditampilkan pada tabel 3.6.


(31)

53 Tabel 3.6. Rekapitulasi Hasil Analisis Daya Pembeda

Soal Tes Keterampilan Proses Sains Nomor

soal

Indeks diskriminasi (D) Kategori

(1) (2) (3)

1 1,00 Baik sekali

2 0,86 Baik sekali

3 0,00 Jelek

4 0,00 Jelek

5 0,43 Baik

6 0,71 Baik sekali

7 0,71 Baik sekali

8 0,57 Baik

9 0,30 Baik

10 0,57 Baik

11 0,14 Jelek

12 0,71 Baik sekali

13 0,43 Baik

14 0,14 Jelek

15 0,57 Baik

16 0,71 Baik sekali

17 0,29 Jelek

18 0,00 Jelek

19 0,71 Baik sekali

20 0,86 Baik sekali

21 0,43 Baik

22 0,71 Baik sekali

Berdasarkan tabel, maka soal-soal yang memiliki daya pembeda baik adalah soal bernomor 1, 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 15, 16, 19, 20, 21, dan 22.

4. Analisis Tingkat Kesukaran Soal.

Analisis tingkat kesukaran soal dilakukan untuk memilih soal-soal dengan kategori baik, yaitu soal-soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar, atau soal-soal dalam kategori sedang. Tingkat kesukaran soal ditandai dengan indeks kesukaran yang diberi lambang P. Arikunto (2010,


(32)

54

210) menuliskan kategori indeks kesukaran seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.7. Semakin besar indeks kesukaran soal, maka soal tersebut semakin mudah, begitu pun sebaliknya.

Tabel 3.7. Pedoman untuk Menginterpretasi Indeks Kesukaran Soal

Indeks kesukaran Kategori

0,00 – 0,30 Soal sukar

0,30 – 0,70 Soal sedang

0,70 – 1,00 Soal mudah

Analisis tingkat kesukaran soal dilakukan dengan program ANATES for

Window Version 4.0. Hasil analisis tingkat kesukaran soal ditunjukkan dalam

Tabel 3.8.

Tabel 3.8. Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Tes Keterampilan Proses Sains

No. soal Indeks Tingkat kesukaran (P) Kategori

(1) (2) (3)

1 0,69 Sedang

2 0,58 Sedang

3 0,00 Sangat sukar

4 0,19 Sukar

5 0,58 Sedang

6 0,65 Sedang

7 0,58 Sedang

8 0,65 Sedang

9 0,85 Mudah

10 0,65 Sedang

11 0,92 Sangat mudah

12 0,54 Sedang

13 0,69 Sedang

14 0,96 Sangat mudah

15 0,69 Sedang

16 0,69 Sedang

17 0,92 Sangat mudah


(33)

55

(1) (2) (3)

20 0,54 Sedang

21 0,69 Sedang

22 0,62 Sedang

Diketahui dari tabel di atas bahwa soal yang memiliki tingkat kesukaran baik ada 15 soal. Berdasarkan hasil analisis terhadap data uji coba instrumen, maka soal yang memenuhi keempat parameter soal yang baik (validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran) adalah soal nomor 1, 2, 5, 6, 7, 8, 10, 12, 13, 15, 16, 19, 20, 21, dan 22.

F. Teknik Pengumpulan Data

Data-data penelitian dikumpulkan menggunakan teknik yang disesuaikan dengan jenis data dan instrumen yang dikembangkan, yaitu sebagai berikut.

1. Teknik tes. Tes terdiri atas pretest dan posttest menggunakan perangkat soal pilihan ganda untuk mengumpulkan data kuantitatif tentang tingkat keterampilan proses sains siswa.

2. Teknik non tes. Instrumen yang memuat rating scale digunakan untuk menjaring data mengenai sikap ilmiah siswa. Instrumen ini diberikan sebelum dan sesudah perlakuan diberikan pada kelas eksperimen. Sedangkan pada kelas kontrol, instrumen diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran konvensional dilaksanakan. Guna melengkapi data penelitian, peneliti melakukan observasi proses pembelajaran dan wawancara dengan siswa di akhir pembelajaran.


(34)

56 G. Teknik Analisis Data Hasil Penelitian

Data-data kuantitatif yang diperoleh dari hasil pretest dan posttest serta skala sikap ilmiah selanjutnya dianalisis dan kemudian digunakan dalam pengujian hipotesis. Analisis data yang dilakukan terdiri atas langkah-langkah:

1. Mengubah skor keterampilan proses sains dan sikap ilmiah ke dalam bentuk nilai dengan skala 0-100.

2. Menghitung rerata nilai pretest dan posttest keterampilan proses sains serta sikap ilmiah, standar deviasi dan variansinya menggunakan program

Microsoft Excel for Window.

3. Menguji normalitas data dengan menggunakan program SPSS for Window

verison 17 dengan menggunakan uji one sample Kolmogorov Smirnov. Nilai

assimptot signifikansi kemudian dibandingkan dengan nilai α = 0,05. Jika Sig

 α (0,05), maka data tidak berdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai Sig ≥ α (0,05), maka data berdistribusi normal (Riduwan, dkk, 2011: 71).

4. Menguji homogenitas dua varians data nilai keterampilan proses sains dan sikap ilmiah dengan teknik One-way Annova. Dasar pengambilan keputusannya jika Sig. α (0,05), maka data tidak homogen; dan jika Sig ≥α (0,05) maka data homogen.

5.Jika sebaran data normal dan homogen, kemudian dilakukan uji statistik

paired sample t-test untuk membandingkan dua rerata nilai pretest dan posttest keterampilan proses sains dan sikap ilmiah. Jika nilai t hitung > t tabel,


(35)

57

variabel tersebut dikatakan mengalami peningkatan yang signifikan. Jika sebaran data tidak normal maka uji statistik yang digunakan adalah statistik nonparametris dengan teknik pengujian Mann-Whitney.

6. Kemudian untuk mengetahui besarnya peningkatan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah, digunakan rumus N-gain sebagai berikut.

g = � −� �

� ��� −� � (3.1) (Arikunto, 2010)

Spost = skor posttest Spre = skor pretest

Smaks = skor maksimal ideal

Kemudian nilai g dikonsultasikan ke dalam tabel 3.9 untuk diinterpretasi.

Tabel 3.9 Pedoman untuk Menginterpretasi Nilai N-gain

Interval N-gain Kategori

g > 0,7 Tinggi

0,3  g  0,7 Sedang

g < 0,3 rendah

7. Terhadap data N-gain dilakukan kembali uji normalitas dan homogenitas dengan teknik seperti langkah 2, 3, dan 4. Jika t hitung > t tabel dan jika nilai α 

0,05, maka Ho ditolak, di mana:

Ho : µ1 = µ2


(36)

58

dengan

Ho1 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan keterampilan

proses sains siswa yang mendapat pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dengan yang mendapat pembelajaran konvensional.

Ha1 : terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan keterampilan

proses sains siswa yang mendapat pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dengan yang mendapat pembelajaran konvensional.

Ho2 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan sikap ilmiah

siswa yang mendapat pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dengan yang mendapat pembelajaran konvensional.

Ha2 : terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan sikap ilmiahsiswa

yang mendapat pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dengan yang mendapat pembelajaran konvensional.

µ1 : peningkatan keterampilan proses sains atau sikap ilmiah siswa kelas

eksperimen; dan

µ2 : peningkatan keterampilan proses sains atau sikap ilmiah siswa kelas

kontrol.

Pengolahan data statistik untuk uji hipotesis dilakukan menggunakan program


(37)

89

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap data hasil penelitian, peneliti dapat menarik kesimpulan:

Pertama, pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan pengaruh yang positif terhadap pengembangan keterampilan proses sains siswa. Hal ini dibuktikan dengan perbedaan peningkatan keterampilan proses sains yang signifikan antara siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri terbimbing dengan yang belajar melalui model konvensional. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil uji statistik yang menunjukkan nilai t hitung (6,466) > t tabel (95%) (n=29) dengan

Sig. (0,000) < 0,05.

Keterampilan proses sains yang menggabungkan keterampilan mental kognitif dan keterampilan fisik motorik, seperti melakukan eksperimen mampu dikuasai dengan baik oleh siswa yang belajar dengan model inkuiri terbimbing. Selain itu, pembelajaran inkuiri terbimbing juga mampu meningkatkan keterampilan berhipotesis, menginterpretasi data, menyimpulkan, dan memprediksi lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional. Dengan kata lain, pembelajaran inkuiri yang bersifat minds-on dan hands-on dapat secara langsung melatih dan meningkatkan keterampilan proses sains siswa.


(38)

90

Kedua, pembelajaran inkuiri terbimbing ternyata kurang menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan sikap ilmiah siswa. Hal ini dibuktikan dengan besar t hitung (0,114) < t tabel (1,699) dengan signifikansi = 0,910

> 0,05. Hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu lemahnya alat ukur yang digunakan sehingga hanya mampu mengukur pengetahuan siswa tentang sikap ilmiah, kurangnya kesempatan siswa melakukan kegiatan inkuiri bebas sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing, serta keterbatasan alokasi waktu pembelajaran.

B. Saran

Merujuk pada kesimpulan yang diperoleh, maka untuk dapat memperbaiki kelemahan penelitian di kemudian hari peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut.

1. Agar lebih dapat mengembangkan keterampilan proses sains secara umum, sebaiknya guru memberikan tugas berupa pekerjaan rumah bagi siswa yang dapat mengembangkan keterampilan prosesnya. Secara khusus, untuk meningkatkan keterampilan mengklasifikasi, sebaiknya guru menyediakan lebih banyak sumber atau media belajar yang dapat digunakan siswa untuk mengembangkan keterampilan mengklasifikasinya.

2. Pengukuran sikap ilmiah sebaiknya dilakukan dengan menggunakan instrumen angket yang dilengkapi dengan instrumen pengukuran lainnya, misalnya lembar observasi untuk memperoleh data yang lebih akurat dan


(39)

91

3. Untuk lebih mengembangkan serta meningkatkan sikap ilmiah reflektif (berpikiran terbuka, berpikir kritis, dan respek terhadap data), sebaiknya pembelajaran inkuiri terbimbing dilaksanakan dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya dengan alokasi waktu yang rasional agar guru lebih memiliki banyak waktu untuk memberikan pemodelan dan melakukan upaya-upaya yang relevan.

4. Pemupukan sikap ilmiah hendaknya tidak hanya dilakukan dalam pembelajaran IPA, namun juga dalam pembelajaran yang memadukan IPA dengan mata pelajaran lain mengingat sikap ilmiah tidak hanya aplikatif dalam bidang ilmu sains.


(1)

56

G. Teknik Analisis Data Hasil Penelitian

Data-data kuantitatif yang diperoleh dari hasil pretest dan posttest serta skala sikap ilmiah selanjutnya dianalisis dan kemudian digunakan dalam pengujian hipotesis. Analisis data yang dilakukan terdiri atas langkah-langkah:

1. Mengubah skor keterampilan proses sains dan sikap ilmiah ke dalam bentuk nilai dengan skala 0-100.

2. Menghitung rerata nilai pretest dan posttest keterampilan proses sains serta sikap ilmiah, standar deviasi dan variansinya menggunakan program Microsoft Excel for Window.

3. Menguji normalitas data dengan menggunakan program SPSS for Window verison 17 dengan menggunakan uji one sample Kolmogorov Smirnov. Nilai assimptot signifikansi kemudian dibandingkan dengan nilai α = 0,05. Jika Sig

 α (0,05), maka data tidak berdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai Sig ≥

α (0,05), maka data berdistribusi normal (Riduwan, dkk, 2011: 71).

4. Menguji homogenitas dua varians data nilai keterampilan proses sains dan sikap ilmiah dengan teknik One-way Annova. Dasar pengambilan keputusannya jika Sig. α (0,05), maka data tidak homogen; dan jika Sig ≥α (0,05) maka data homogen.

5.Jika sebaran data normal dan homogen, kemudian dilakukan uji statistik paired sample t-test untuk membandingkan dua rerata nilai pretest dan posttest keterampilan proses sains dan sikap ilmiah. Jika nilai t hitung > t tabel,


(2)

57 variabel tersebut dikatakan mengalami peningkatan yang signifikan. Jika sebaran data tidak normal maka uji statistik yang digunakan adalah statistik nonparametris dengan teknik pengujian Mann-Whitney.

6. Kemudian untuk mengetahui besarnya peningkatan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah, digunakan rumus N-gain sebagai berikut.

g = � −� �

���� −� � (3.1) (Arikunto, 2010)

Spost = skor posttest Spre = skor pretest

Smaks = skor maksimal ideal

Kemudian nilai g dikonsultasikan ke dalam tabel 3.9 untuk diinterpretasi. Tabel 3.9 Pedoman untuk Menginterpretasi Nilai N-gain

Interval N-gain Kategori

g > 0,7 Tinggi

0,3  g  0,7 Sedang

g < 0,3 rendah

7. Terhadap data N-gain dilakukan kembali uji normalitas dan homogenitas dengan teknik seperti langkah 2, 3, dan 4. Jika t hitung > t tabel dan jika nilai α 

0,05, maka Ho ditolak, di mana:

Ho : µ1 = µ2

Ha : µ

1 ≠

µ2


(3)

58 dengan

Ho1 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan keterampilan

proses sains siswa yang mendapat pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dengan yang mendapat pembelajaran konvensional.

Ha1 : terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan keterampilan

proses sains siswa yang mendapat pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dengan yang mendapat pembelajaran konvensional.

Ho2 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan sikap ilmiah

siswa yang mendapat pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dengan yang mendapat pembelajaran konvensional.

Ha2 : terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan sikap ilmiahsiswa

yang mendapat pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dengan yang mendapat pembelajaran konvensional.

µ1 : peningkatan keterampilan proses sains atau sikap ilmiah siswa kelas

eksperimen; dan

µ2 : peningkatan keterampilan proses sains atau sikap ilmiah siswa kelas

kontrol.

Pengolahan data statistik untuk uji hipotesis dilakukan menggunakan program SPSS for Window version 17.


(4)

89 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap data hasil penelitian, peneliti dapat menarik kesimpulan:

Pertama, pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan pengaruh yang positif terhadap pengembangan keterampilan proses sains siswa. Hal ini dibuktikan dengan perbedaan peningkatan keterampilan proses sains yang signifikan antara siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri terbimbing dengan yang belajar melalui model konvensional. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil uji statistik yang menunjukkan nilai t hitung (6,466) > t tabel (95%) (n=29) dengan

Sig. (0,000) < 0,05.

Keterampilan proses sains yang menggabungkan keterampilan mental kognitif dan keterampilan fisik motorik, seperti melakukan eksperimen mampu dikuasai dengan baik oleh siswa yang belajar dengan model inkuiri terbimbing. Selain itu, pembelajaran inkuiri terbimbing juga mampu meningkatkan keterampilan berhipotesis, menginterpretasi data, menyimpulkan, dan memprediksi lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional. Dengan kata lain, pembelajaran inkuiri yang bersifat minds-on dan hands-on dapat secara langsung melatih dan meningkatkan keterampilan proses sains siswa.


(5)

90 Kedua, pembelajaran inkuiri terbimbing ternyata kurang menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan sikap ilmiah siswa. Hal ini dibuktikan dengan besar t hitung (0,114) < t tabel (1,699) dengan signifikansi = 0,910

> 0,05. Hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu lemahnya alat ukur yang digunakan sehingga hanya mampu mengukur pengetahuan siswa tentang sikap ilmiah, kurangnya kesempatan siswa melakukan kegiatan inkuiri bebas sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing, serta keterbatasan alokasi waktu pembelajaran.

B. Saran

Merujuk pada kesimpulan yang diperoleh, maka untuk dapat memperbaiki kelemahan penelitian di kemudian hari peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut.

1. Agar lebih dapat mengembangkan keterampilan proses sains secara umum, sebaiknya guru memberikan tugas berupa pekerjaan rumah bagi siswa yang dapat mengembangkan keterampilan prosesnya. Secara khusus, untuk meningkatkan keterampilan mengklasifikasi, sebaiknya guru menyediakan lebih banyak sumber atau media belajar yang dapat digunakan siswa untuk mengembangkan keterampilan mengklasifikasinya.

2. Pengukuran sikap ilmiah sebaiknya dilakukan dengan menggunakan instrumen angket yang dilengkapi dengan instrumen pengukuran lainnya, misalnya lembar observasi untuk memperoleh data yang lebih akurat dan


(6)

91 3. Untuk lebih mengembangkan serta meningkatkan sikap ilmiah reflektif

(berpikiran terbuka, berpikir kritis, dan respek terhadap data), sebaiknya pembelajaran inkuiri terbimbing dilaksanakan dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya dengan alokasi waktu yang rasional agar guru lebih memiliki banyak waktu untuk memberikan pemodelan dan melakukan upaya-upaya yang relevan.

4. Pemupukan sikap ilmiah hendaknya tidak hanya dilakukan dalam pembelajaran IPA, namun juga dalam pembelajaran yang memadukan IPA dengan mata pelajaran lain mengingat sikap ilmiah tidak hanya aplikatif dalam bidang ilmu sains.


Dokumen yang terkait

Perbedaan Keterampilan Proses Sains Antara Siswa Yang Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur Dengan Siswa Yang Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Konsep Fotosintesis (Kuasi Eksperimen Di Mts. Nurul Falah Sangiang Kota Tange

10 36 212

Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa pada Materi Laju Reaksi

1 49 0

HUBUNGAN SKILL ARGUMENTASI ILMIAH DENGAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS INKUIRI TERBIMBING

5 25 63

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DAN KREATIVITAS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA.

0 6 31

PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA MATERI HIDROLISIS GARAM.

0 3 22

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PEMAHAMAN KONSEP GELOMBANG SISWA SMP.

0 0 55

PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SMP.

0 0 34

Pengembangan LKS IPA Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah dan Keterampilan Proses Sains Siswa.

0 0 1

PEMBELAJARAN KIMIA MELALUI MODEL PEMECAHAN MASALAH DAN INKUIRI TERBIMBING DITINJAU DARI KETERAMPILAN PROSES SAINS (KPS) DASAR DAN SIKAP ILMIAH SISWA | Rahma Guritno | Inkuiri 7745 16257 1 SM

0 0 9

Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis Pratikum Pada Topik Pengukuran Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP

0 0 11