MEMAHAMI KEHIDUPAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DALAM LINGKUNGAN SOSIO-KULTURAL MEREKA :Kajian Tentang Wanita Pekerja Seks komersial Di Kotamadya Bandung.

(1)

i

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 6

C. Tujuan Penelitian 7

D. Manfaat Penelitian 8

BAB II TINJAUAN TEORITIK

A. Tinjauan Tentang Kebutuhan dan Kondisi Hidup 9

B. Pekerja Seks Komersial

1. Pengertian Wanita Tuna Susila 11

2. Ciri-Ciri Wanita Pekerja Seks Komersial 14

C. Faktor-Faktor Penyebab 16

D. Dampak Negatif Pekerja Seks Komersial 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian 24

B. Sumber Data 28

C. Klarifikasi Konsep 29

D. Teknik Pengumpulan Data 30

E. Validitas 32

F. Analisis Data 34


(2)

ii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA

A. Latar Belakang Sosial Dalam Kehidupan PSK (Social Setting) 37

1. Tingkat Pendidikan PSK 39

2. Status Pernikahan dan Agama PSK 40

3. Alasan Menjadi PSK 40

4. Penghasilan PSK 41

5. Pengaruh Lingkungan 41

6. Faktor Ketakberdayaan Dalam Tatanan Sosial 41 7. Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Diskriminasi

Terhadap Perempuan 42

8. Harapan PSK 43

9. Karaktreristik PSK di Kotamadya Bandung 43 10. Lokasi Penelitian

a. Deskripsi Lingkungan (Peta Lokasi) 44 b. Perbandingan Latar Sosial Tiap Lokasi 56 c. Analisis dari Hasil Tanya Jawab

1) Latar Belakang Penyebab 61

2) Analisis Interaksi Antara Responden Dengan Lingkungan

Sosio-Kultural Mereka 67

3) Jejaring PSK 74

B. Upaya Mencari Jalan Keluar 1. Permasalahan

1.1. Masalah Sosial 76

1.2. Masalah Tidak Ada Modal Keahlian dan Keterampilan yang

Memadai 78

1.3. Masalah Menanggung Biaya Hidup Keluarga 79 1.4. Dampak Negatif Wanita Pekerja Seks Komersial 80 2. Kebutuhan-Kebutuhan Untuk Memperbaiki Kehidupan PSK 82

3. Pemecahan Masalah 83


(3)

iii

3.2. Program Peningkatan Pendapatan 91

4. Metode dan Teknik

a. Metode 94

b. Teknik yang Dipakai

a) Teknik Penyuluhan dan Bimbingan 95 b) Teknik Yang Mengarah Pada Perubahan Perilaku 95

c) Teknik Konseling 97

(a) Bimbingan Fisik 97

(b) Bimbingan Mental 97

(c) Bimbingan Sosial 98

(d) Bimbingan Keterampilan 98

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan. 99

1. Kemiskinan dan Ketimpangan dalam Pemerataan Pendapatan 99

2. Pendidikan 100

3. Pengangguran 101

4. Lepasnya Kendali Sosial dari Keluarga dan Lingkungan 102

B. Rekomendasi. 103

1. Kepada Keluarga dan Masyarakat 103

2. Kepada Pemerintah. 104

3. Kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO). 106

4. Kepada Peneliti Selanjutnya. 106

Daftar Pustaka 108

Lampiran - Lampiran


(4)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial terdiri dari laki-laki dan perempuan yang hidup bersama-sama di masyarakat dan berinteraksi satu sama lain karena kepentingan yang sama. Oleh karena itu, pergaulan antara laki-laki dan perempuan di tengah masyarakat merupakan suatu yang tidak dapat di hindari. Ini merupakan sebuah realitas dan tidak dapat pula pungkiri bahwa ketika terjadi interaksi, sering kali muncul rasa suka atau senang satu sama lain.

Namun naluri ini sering disalahgunakan, dengan mengatasnamakan kebebasan, hubungan laki-laki dan perempuan yang semula merupakan hubungan tolong-menolong dan kerja sama antara sesama manusia berubah menjadi hubungan “jinsiyah” atau hubungan kejantanan dan kebetinaan. Muncul pengertian bahwa hubungan pria dan wanita hanyalah sebatas hubungan atas dasar kecintaan yang sebenarnya untuk memuaskan hawa nafsu (seksualitas) semata. Untuk mewujudkan itu, maka diciptakanlah sarana-sarana yang dapat membangkitkan naluri seksual, melalui media masa (media cetak maupun media elektronik) yang berpengaruh terhadap munculnya naluri tersebut. Bisa dilihat bagaimana tayangan iklan, mode busana, film dan sinetron yang semuanya menggambarkan perilaku pergaulan bebas muda-mudi dan secara jelas menjurus ke arah pornografi dan pornoaksi. Sementara di masyarakat, pacaran dan segala bentuk aktivitas (seperti duduk berduaan


(5)

berbicara sambil berpegangan tangan, jalan berdua, berciuman dan seterusnya) di anggap merupakan hal yang biasa dan sesuai dengan trend masa kini. Sebaliknya orang yang membatasi diri dalam bergaul dianggap kuper, kuno, tidak normal dan seterusnya.

Akibatnya, terjadi kerusakan akhlak dan penurunan moral yang cukup parah dan sangat memprihatinkan terjadi di dalam masyarakat. Fenomena kumpul kebo dan pelacuran juga sampai pada dunia pendidikan (munculnya istilah ayam kampus, ayam abu-abu dan ABG pelajar SLTP) hingga pada perilaku seks menyimpang (lesbian dan homo) yang merupakan gejala patologi sosial yang ada di masyarakat, menggerogoti dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan keluarga dan masyarakat. Kasus hamil diluar nikah, pelecehan seksual, aborsi, penyakit kelamin dan yang paling parah penyakit HIV/AIDS, merupakan bukti yang menunjukan bahayanya masalah ini bagi tatanan sosial dalam masyarakat.

Pada masa lalu eksploitasi terhadap wanita di kenal sebagai sebuah fenomena. Seiring perkembangan pengetahuan, diketahui bahwa ada bentuk-bentuk pekerja wanita yang bisa dikategorikan sebagai pekerjaan yang mudah dicari dan banyak menghasilkan keuntungan yang sekaligus sebagai pekerjaan yang tercela bagi seorang wanita. Satu bentuk pekerjaan tersebut yaitu pekerjaan yang terjun dalam dunia pelacuran. Tidak bisa ditolerir tindakan yang melibatkan wanita-wanita dalam pekerjaan yang tercela ini. Mereka melakukan pekerjaan tercela ini atau terjerumus ke dunia pelacuran ini karena adanya faktor ketidakmampuan keluarga dan ketidakmampuan masyarakat


(6)

3

melindungi mereka dan lain-lain. Faktor budaya dan pemahaman agama yang sempit yang menempatkan wanita dalam posisi inferior dan pria pada posisi superior merupakan juga salah satu penyebabnya. Sayangnya persoalan ini jarang sekali diangkat sebagai suatu prioritas utama. Hal yang sama, juga terjadi dalam hal peningkatan kesehatan terhadap wanita, maupun pekerjaan wanita.

Pelacuran atau yang juga sering disebut prostitusi (berasal dari bahasa Latin pro-stituere) secara sederhana dapat diartikan “membiarkan diri melakukan persundalan, perzinaan, percabulan, dan pergendakan”. Pelacuran adalah penyerahan diri secara badaniah seorang wanita untuk pemuasan laki-laki siapapun yang menginginkannya dengan pembayaran. Pekerja seks komersial dan pelacuran pada dasarnya tidak dapat dipisahkan, hal tersebut dapat dilihat dari pengertian pelacuran yang dikemukakan oleh Tjahjo Purnomo dan Ashadi Siregar (1984:10-11) bahwa:

“Prostitusi atau pelacuran adalah suatu perbuatan seorang wanita memperdagangkan atau menjual tubuhnya, yang dilakukan untuk memperoleh bayaran dari laki-laki yang datang dan wanita tersebut tidak ada pencaharian yang lain kecuali yang diperolehnya dari perhubungan sebentar-sebentar dengan banyak orang”.

Pelacuran adalah pekerjaan paling tua di dunia dan fungsional dalam sistem sosial masyarakat selama berabad-abad. Sebenarnya, pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual dan komersial atas kaum perempuan, merendahkan harkat dan martabat perempuan. Ini sebenarnya justru menjadi pelanggaran hak azasi manusia (HAM). Di beberapa negara, undang-undang


(7)

anti pelacuran telah ditetapkan, karena dianggap sebagai salah satu eksploitasi seksual dan komersial atas perempuan.

Exploitation de’l homme par l’homme adalah satu kata yang dibenci oleh setiap orang yang cinta akan kemerdekaan, namun, tanpa disadari eksploitasi manusia atas manusia itu dilaksanakan secara bersama-sama. Laki-laki mengeksploitasi perempuan, dan perempuan mengeksploitasi rekan sejawatnya.

Mengapa perempuan paling banyak dieksploitasi? Ada suatu budaya yang sengaja dihembuskan sehingga perempuan adalah merupakan sesuatu obyek yang menarik. Budaya salah kaprah dengan dibungkus modernisasi itulah yang berhembus sehingga membuat perempuan ikut mengeksploitasi rekan sejenisnya. Memang hanya laki-laki yang tidak bertanggungjawab yang melakukan ekploitasi ini, akan tetapi selanjutnya perempuanlah yang asyik mengeksploitasi dirinya sendiri.

Bergantung kepada "kelas"-nya, maka para pelacur punya "daerah operasi" yang berbeda. Di antara mereka ada yang beroperasi di jalan-jalan ramai (itulah: "lubang jalan-jalan"), ada yang di kompleks lokalisasi. Ada yang menunggu panggilan di rumah tertentu (karena dipanggil itulah, maka ada istilah “call girl” --wanita panggilan, atau bisa juga disebut “taxi girl”, karena datangnya dengan berkendaraan taksi). Dan mereka melakukan itu tentu memiliki sebab atau alasan kuat yang mendorong mereka untuk tetap berkerja pada pekerjaan yang menurut sebagian orang adalah pekerjaan yang tidak baik


(8)

5

atau benar baik secara moralitas dipandang dari norma masyarakat yang berlaku dan norma agama.

Pelacuran diciptakan oleh struktur masyarakat, yang mendesak kaum perempuan maupun lelaki, untuk memilih pekerjaan ini sebagai jalan keluar dari kesulitan ekonomi yang dihadapinya. Selain itu pelacuran disebabkan oleh rendahnya pendidikan dan peluang kerja.

Kemiskinan juga membuka peluang terjadinya kekerasan terhadap perempuan, baik secara fisik, psikis maupun seksual yang menyebabkan terjadinya cedera, perceraian, kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang pada gilirannya membuat perempuan terjerumus dalam prostitusi. Belum lagi dengan merebaknya pornografi dan gaya hidup bebas yang membuat semakin banyak saja terjadi kasus kehamilan di luar nikah, dengan minimnya tingkat pendidikan sementara ia punya tanggung jawab untuk mengasuh anaknya maka menjadi PSK adalah solusi yang termudah. (http://www.pikiran-rakyat.com)

Pelacuran menyimpan kompleksitas yang tidak mudah diurai dan memendam persoalan dilematis yang gawat. Tidak ada orang yang benar-benar bercita-cita dan memilih menjadi pelacur, meski juga tidak jarang yang gampang menjalani pekerjaan sebagai PSK secara sadar dan profesional karena desakan hidup yang tidak terhindarkan. Tetapi tidak gampang menemukan jawaban yang sebenarnya mengapa seseorang menjadi PSK.

Menghapuskan sama sekali kegiatan para PSK seperti rencana penutupan lokalisasi atau operasi penertiban tampaknya tidak mungkin. Justru ini akan menimbulkan dampak lain dan tidak menyelesaikan masalah. Barangkali yang


(9)

paling mungkin adalah tindakan agar dampak negatif yang ditimbulkannya tidak meluas ke masyarakat, misalnya dampak kesehatan yaitu munculnya PMS termasuk HIV-AIDS. Untuk itu perlu dipahami latar belakang dan motivasi mereka menjadi PSK; apakah oleh faktor ekonomis, faktor psikologis, biologis, bahkan mungkin politis.

Penulis mencoba meneliti permasalahan mengenai pelacuran dari sudut pandang ilmu sosial dengan lebih memfokuskan pada masalah kehidupan seorang wanita yang menggeluti pekerjaan menjadi pekerja seks komersial dan mencoba mengambil judul penelitian mengenai:

“Memahami Kehidupan Pekerja Seks Komersial Dalam Lingkungan Sosio-Kultural Mereka (Kajian Tentang Wanita Pekerja Seks Komersial Di Kotamadya Bandung)”

B. Rumusan Masalah

Masalah yang akan dijadikan topik penelitian secara umum difokuskan pada kajian terhadap persoalan “Memahami Kehidupan Pekerja Seks Komersial Dalam Lingkungan Sosio-Kultural Mereka (Kajian Tentang Wanita Pekerja Seks Komersial Di Kotamadya Bandung)”

Secara khusus masalah yang akan diteliti difokuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah keadaan lingkungan sosio-kultural PSK, yang meliputi latar belakang tingkat pendidikan, ekonomi, dan masalah-masalah yang terkait dalam kehidupan keseharian?

2. Bagaimana dan apa yang melatar belakangi pengambilan keputusan untuk memasuki pekerjaan sebagai penjaja seks?


(10)

7

3. Faktor-faktor apakah yang mendukung dan menghambat program penanggulangan masalah PSK?

Penelitian ini khusus dilakukan pada kasus tertentu, yaitu para wanita pekerja seks komersial (PSK) yang berada di beberapa lingkungan jalan Kodya Bandung. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip-prinsip penelitian kualitatif, hasil-hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan pada populasi lain, tetapi lebih ditujukan untuk menggambarkan kebenaran yang terjadi di lapangan saat ini.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban dari permasalahan yang dikemukakan di atas, dan secara umum untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang kehidupan pekerja seks komersial dalam lingkungan sosio-kultural mereka. Secara khusus penelitian ini bertujuan:

1. Memperoleh informasi dan data yang mendeskripsikan tentang keadaan lingkungan sosio-kultural PSK, yang meliputi latar belakang tingkat pendidikan, ekonomi, dan masalah-masalah yang terkait dalam kehidupan keseharian.

2. Mengetahui dan mendeskripsikan latar belakang pengambilan keputusan untuk memasuki pekerjaan sebagai pejaja seks.

3. Mencoba memperoleh informasi faktor-faktor yang mendukung dan menghambat penanggulangan masalah ini.


(11)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut tujuan-tujuan penelitian yang diperoleh. Manfaat-manfaat ini dapat dibagi menjadi:

1. Manfaat Teoritik

Memberikan masukan-masukan (input) yang dapat memberikan pemahaman bagi orang-orang yang mengajarkan pendidikan ilmu sosial dan orang-orang yang mengkaji permasalahan sosial mengenai kompleksnya permasalahan yang menyebabkan seseorang memilih dan memutuskan suatu pekerjaan yang kadang disadarinya dapat merugikan dirinya sendiri dan lingkungan sosialnya.

2. Manfaat Praktis

Mencoba memberikan rekomendasi atau pertimbangan bagi praktisi pendidikan dan praktisi yang bergerak dalam bidang penanggulangan masalah-masalah sosial terutama pelacuran wanita untuk dapat menentukan kebijakan dan pengembangan suatu program yang dapat menanggulangi masalah-masalah sosial yang terjadi.


(12)

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma penelitian kualitatif dengan melakukan pendekatan penelitian studi kasus secara terbatas dan memakai prosedur penelitian etnografi sejalan dengan rumusan masalah yang diajukan yaitu “Memahami Kehidupan Pekerja Seks Komersial Dalam Lingkungan Sosio-Kultural Mereka (Kajian Tentang Wanita Pekerja Seks Komersial Di Kotamadya Bandung)”.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan memahami permasalahan yang terjadi di lingkungan pekerja seks komersial dan tata cara yang berlaku dalam komunitas mereka serta situasi-situasi tetentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap dan pandangan-pandangan mereka.

Penelitian ini dilakukan untuk meneliti kehidupan pekerja seks komersial yang berada di beberapa lokasi jalan Kota Bandung, dalam penelitian ini dipilih paradigma penelitian kualitatif. Paradigma penelitian kualitatif memandang realitas secara majemuk, hasil konstruksi sosial, dan kebenaran yang diperoleh bersifat relatif yang hanya berlaku pada wilayah geografis tertentu, memiliki prinsip bahwa ilmu itu dikembangkan tidak bebas nilai. Menurut Mulyana (2001:21) paradigma penelitian ini sering dihubungkan dengan bentuk-bentuk penelitian interpretif, fenomenologis, konstruktivis, naturalistik, holistik, dan eksploratorik.


(13)

Sesuai dengan pandangan paradigma penelitian kualitatif, masalah yang di teliti ini adalah sebuah realitas sosial yang membutuhkan sebuah pemahaman sehingga dalam pengumpulan data dilakukan wawancara secara langsung dan observasi untuk mencari suatu pemahaman tersebut. Paradigma penelitian kualitatif berpandangan bahwa realitas sosial tidak dapat dipisahkan dari pikiran dan persepsi subjek (orang yang diteliti maupun peneliti). Realitas sosial merupakan hasil konstruksi manusia. Karena setiap orang memiliki pandangan, pengalaman, atau makna yang berbeda tentang suatu peristiwa. Setiap orang bebas melakukan konstruksi dan memberi interprestasi tentang realitas secara subjektif.

Dalam paradigma kualitatif, peneliti harus berhubungan dengan subjek yang diteliti secara langsung. Keeratan hubungan antara kedua pihak akan berpengaruh pada seberapa banyak pengetahuan tersembunyi (tacit knowledge) dari lapangan dapat terungkap, dan seberapa dalam informasi dan makna dapat dimunculkan. Dalam paradigma ini seorang peneliti dalam memahami sebuah realitas tidak membawa alat ukur. Peneliti menggali pandangan orang tentang realitas itu tanpa dikerangka oleh konstruksi pertanyaan.

Penelitian kualitatif ini mempelajari setting alamiah dari subjek yang ditelaah, mencoba memahaminya, mengiterprestasikan fenomenanya berdasarkan makna yang diberikan subjek (Denzin dan Lincoln, 1998:3). Secara implisit penelitian ini menekankan pada proses makna mengenai suatu fenomena atau peristiwa, sifat-sifat realitas sebagai hasil konstruksi sosial


(14)

26

analisis berbagai hubungan atau relasi/interaksi yang terbentuk akibat berbagai aktivitas yang dilakukan subjek. (Denzin dan Lincoln, 1998:8).

Cresswell (1998:40) menjelaskan tentang studi kasus yang menunjuk kepada kajian yang terikat waktu dan tempat tertentu, serta didukung bahan kontekstual berkaitan dengan setting kasus tersebut. Data dikumpulkan dari berbagai sumber untuk mengungkapkan gambaran mendalam mengenai kasus tersebut.

Studi kasus dapat juga dijelaskan sebagai eksplorasi tentang “sistem terbatas” (bounded system) atau bisa juga beberapa kasus yang setelah melewati waktu tertentu, melalui pengumpulan data secara mendalam yang berasal dari berbagai sumber informasi. Sumber informasi yang dapat digunakan, menurut Yin (2000), adalah dokumentasi, catatan arsip, wawancara, observasi langsung, observasi partisipan, dan artefak fisik.

Penelitian etnografis menurut Cresswell (1998:40), adalah sebuah riset yang mengkaji perilaku suatu kelompok atau individu yang terkait dalam suatu kebudayaan. Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara, kemudian tema-tema hasil wawancara dimunculkan dan dikembangkan. Etnografi mendeskripsikan interprestasi tentang sosial budaya suatu sistem kelompok. Deskripsi yang dijelaskan mencakup pola perilaku, kebiasaan, dan cara hidup. Penelitian ini melakukan observasi partisipasi dalam jangka waktu yang lama. Peneliti mencari makna dari perilaku, bahasa, dan interaksi dari kultur bersama dalam kelompok.


(15)

Menurut Spradley (1997:3-4), peneliti bukan saja mempelajari masyarakat, tetapi juga belajar dari masyarakat. Untuk menemukan prinsip-prinsip hidup yang tersembunyi dari pandangan hidup suatu kelompok masyarakat, seorang peneliti harus menjadi seorang murid yang cermat menyerap berbagai informasi dari subjek yang ditelitinya. Peneliti menyerap informasi berdasarkan pandangan orang dalam.

Hasil penelitian etnografi, menggambarkan potret kultural (cultural portrait) yang holistik suatu kelompok sosial. Peneliti menjelaskan bagaimana pandangan para aktor dalam kelompok itu tentang kebudayaan itu (emic), serta interprestasi peneliti mengenai hal tersebut berdasarkan suatu perspektif (etic) (Cresswell, 1998:60).

Desain penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, memahami kehidupan wanita yang menjadi pekerja seks komersial serta permasalahan yang ditimbulkan oleh pekerjaan ini, dengan memverifikasinya melalui telaah mengenai karakteristik wanita pekerja seks komersial yang ada di Kotamadya Bandung, melalui latar belakang sosial, ekonomi, budaya serta aspek-aspek psikologinya. Dalam hal ini peneliti melakukan pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi partisipan untuk lebih mengetahui permasalahan yang diteliti sesuai dengan paradigma kualitatif yang mengharuskan kita memperhatikan realitas sosial yang terjadi dan menurut metode yang digunakan adalah studi kasus dan etnografi yang mengharuskan peneliti untuk menggambarkan potret kultural (cultural portrait) yang holistik


(16)

28

suatu kelompok sosial untuk mengungkapkan secara mendalam mengenai kasus yang diteliti.

Observasi partisipan dalam penelitian ini hanya mencoba untuk melakukan pendekatan dalam menimbulkan kepercayaan dan kenyamanan dalam berkomunikasi antara subyek yang diteliti dan peneliti. Tindakan-tindakan yang dilakukan dimaksudkan untuk mempermudah usaha pengumpulan data dan memahami pandangan dari subyek yang diteliti.

Karena studi ini berada dalam bingkai pendidikan ilmu pengetahuan sosial (P-IPS), maka kajian tentang wanita pekerja seks komersial ini kecuali ditinjau sebagai masalah sosial juga dipelajari kemungkinan terbukanya pelayanan sosial dan pelayanan pendidikan bagi mereka, agar terbuka alternatif lain dalam kehidupan mereka.

B. Sumber Data

Sesuai dengan judul penelitian yaitu memahami kehidupan pekerja seks komersial dalam lingkungan sosio-kultural mereka (kajian tentang wanita pelacur di Kotamadya Bandung).

Dalam penelitian ini subjeknya adalah wanita pekerja seks komersial di beberapa lokasi jalan Kotamadya Bandung. Wawancara dilakukan kepada wanita PSK yang sedang beraktivitas di jalan-jalan pada waktu-waktu tertentu serta kehidupan mereka sehari-hari.

Sumber data dalam penelitian ini meliputi:

1. Sumber data primer/utama, yakni para wanita pekerja seks komersial di Kotamadya Bandung yang bersedia menjadi responden penelitian.


(17)

2. Sumber data sekunder/penunjang, yaitu data lain yang tersedia di Kantor Departemen Sosial Jawa Barat dan dokumen laporan-laporan yang berkaitan dengan studi permasalahan tentang wanita pekerja seks komersial (studi literatur).

C. Klarifikasi Konsep

Untuk memperjelas dan mempertegas pengertian dalam penggunaan konsep penelitian sehingga tidak menimbulkan kesalahan dalam persepsi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan judul, maka penulis mencoba memberikan batasan tentang penelitian ini sebagai berikut:

1. Karakteristik wanita pekerja seks komersial yang ada di Kotamadya Bandung. Kondisi fisik meliputi kebersihan, kondisi kesehatan tubuh, perawakan. Aktivitas sosial sehari-hari diluar lingkungan maupun didalam lingkungan

pekerjaan responden.

Status seperti status marital, status pekerjaan, status domisili.

2. Pekerja Seks komersial di dalam penelitian ini adalah wanita yang mencari nafkah dengan melakukan pekerjaan tersebut di lokasi jalan Kotamadya Bandung

3. Persepsi wanita pekerja seks komersial mengenai profesi pekerjaannya tehadap masalah yang ditimbulkannya secara psikologis, sosial ekonomi, dan budaya di sekitar lingkungannya serta harapan perubahan tidak hanya pada aspek perilaku saja tetapi juga pada keseluruhan pribadinya (self).


(18)

30

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan untuk keperluan studi ini adalah berbagai hal mengenai:

a. Latar belakang sosial-ekonomi responden. Mengenai kondisi keluarga respoden dan kondisi responden itu sendiri, seperti:

• Pekerjaan dan penghasilan keluarga

• Status sosial orang tua atau keluarga di masyarakat • Pekerjaan atau keahlian yang dimiliki responden • Pengalaman kerja

• Penghasilan yang di terima setelah menjadi PSK • Dipergunakan untuk apa saja penghasilan tersebut

• Penghasilan yang diperoleh mencukupi kebutuhan dan memperbaiki kondisi responden atau tidak.

b. Latar belakang kultural responden. Mengenai lingkungan tempat dimana responden berasal dan dimana responden tinggal, seperti:

Kebiasaan atau budaya menikah pada usia muda dan kebiasaan kawin cerai di daerah responden.

Sikap dan tindakan masyarakat terhadap praktek prostitusi yang dilakukan oleh warganya

c. Latar belakang psikologis responden. Mengenai beberapa hal yang menyangkut kehidupan pribadi responden, seperti:

a. Latar belakang dan kondisi keluarga b. Masa lalu kehidupannya


(19)

d. Latar belakang untuk terjun menjadi PSK e. Alasan menjadi PSK

f. Reaksi atau tanggapan keluarga setelah mengetahu responden menjadi PSK

g. Responden memikirkan atau tidak resiko yang diterimanya setelah terjun menjadi PSK

h. Responden menyenangi pekerjaan ini

Untuk memperoleh data yang diharapkan, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Pengumpulkan data primer/data utama

• Observasi, yaitu cara yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dengan pengamatan langsung terhadap objek yang sedang diteliti. Pengamatan dilakukan pada subjek penelitian yakni para wanita PSK yang sedang beraktivitas di jalan-jalan pada waktu-waktu tertentu serta kehidupan mereka sehari-hari. Selain itu untuk melihat interaksi sosial antara subjek penelitian dengan lingkungan sosio-kulturalnya. Observasi ini dilakukan sebelum wawancara dan sesudah wawancara untuk menunjang hasil wawancara yang telah dilaksanakan.

• Teknik pengumpulan data lainnya adalah dengan melakukan wawancara yaitu cara yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada responden dengan menggunakan pedoman wawancara yang disiapkan untuk menggali lebih jauh permasalahan-permasalahan yang akan


(20)

32

diteliti. Wawancara ini dilakukan dengan cara tatap muka antara peneliti dengan responden.

The guarantee of objectivity in human science is the participation in dialogue between the investigator and the investigated, in which reciprocal interaction occurs, (Marry Hesse, 1980) dalam Guba dan Lincoln (1985:357).

2. Pengumpulan data sekunder/data penunjang

Studi dokumentasi dan literatur, yaitu cara yang digunakan untuk mengumpulkan data melalui laporan-laporan atau dokumen lain yang berkaitan dengan masalah wanita pekerja seks komersial yang ada di Kantor Pemkot Bandung, Kanwil Departemen Sosial Propinsi Jawa Barat, perpustakaan serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang terkait. E. Validitas

Guba dalam Noeng Muhadjir (1996:126) menjelaskan ada tiga teknik untuk menguji terpercayanya temuan, yaitu: a) memperpanjang waktu tinggal dengan mereka, b) observasi lebih tekun, dan c) menguji secara triangulasi. Ada tiga tujuan untuk tinggal lebih lama dengan mereka, yaitu: (a) mempelajari budaya mereka, (b) menguji informasi yang salah, dan (c) menumbuhkan kepercayaan. Tinggal lebih lama memungkinkan kita memperluas skop dan menambah data, sedang mengobservasi lebih tekun memungkinkan kita menghayati lebih dalam, demikian Guba. Sedangkan triangulasi merupakan metaphor dari triangulasi radio, yaitu mencari titik sumber pemancar dengan memasang antena dua titik tertentu, dengan geometri


(21)

dapat dicari titik sumber pemancar tersebut. Denzin (1978) memyarankan empat modus triangulasi, yaitu: (a) menggunakan sumber ganda, (b) menggunakan metode ganda, (c) menggunakan peneliti ganda, dan (d) menggunakan teori yang berbeda-beda.

Sedangkan Creswell (1997:213) menyatakan, “He expands on two procedural concepts: triangulation and member checking. He suggest that triangulation of information-searching for convergence of information-relates directly to “data situations” in developing in a case study…

Untuk tingkat kredibilitas setiap informasi yang diperoleh dalam penelitian ini mesti mendapatkan pembenaran dari sumber informasinya maupun sumber lain. Untuk memperoleh tingkat kredibilitas tersebut, dilaksanakan beberapa kegiatan sebagai berikut:

1. Informasi yang terkumpul dalam catatan lapangan melalui wawancara, dikonfirmasikan secara langsung kepada responden untuk memperoleh pembenaran juga untuk mendapatkan kritik atau koreksi, dan responden lainnya memungkinkan lebih lengkapnya dan menjamin keabsahan informasi tersebut. Tahapan ini biasanya disebut tahapan Trianggulasi yang dilakukan untuk memeriksa kebenaran data. Menurut Nasution (1996: 32) “trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan cara memanfaatkan sesuatu di luar data sebagai pembanding yang dapat digunakan untuk memeriksa keabsahan data”

2. Kegiatan berikutnya, mengkonfirmasikan hasil penelitian sementara kepada sumber data untuk memperoleh kebenaran data dan informasi,


(22)

34

juga untuk mendekati ketuntasan bagi pengelolahan data selanjutnya. Kemudian melakukan member check dengan teman sejawat untuk memperoleh respons dan kritik ilmiah. Member check merupakan kegiatan yang tidak dapat diabaikan, karena kegiatan ini merupakan langkah pengecekan ulang data yang telah diperoleh peneliti dari responden. F. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik analisis data kualitatif melalui langkah-langkah sebagai berikut:

Pertama, meringkaskan data kontak langsung dengan orang, kejadian dan situasi di tempat penelitian. Antara lain termasuk memilih dan meringkaskan dokumen yang relevan. Di dalam penelitian ini, peneliti memilih data yang diperoleh dari responden pada saat pengumpulan data, dengan memilah dan memilih data yang memberikan informasi yang jelas dan menjawab kebutuhan akan data yang diperlukan.

Kedua, pengkodean. Dalam pengkodean ini memperhatikan beberapa hal: a) digunakan simbul atau ringkasan; b) kode dibangun dalam suatu struktur tertentu; c) kode dibangun dengan tingkat rinci tertentu; d) keseluruhan kode dibangun dalam suatu sistem yang integratif. Di dalam kegiatan ini, peneliti membuat matrik data yang dibutuhkan lalu di beri kode yang nantinya apabila data yang dikumpulkan sudah di pilih dan akan di simpan akan di katagorikan dengan memberikan kode-kode sesuai dengan informasi yang ada dalam data tersebut.


(23)

Ketiga, dalam analisis selama pengumpulan data adalah pembuatan catatan obyektif. Peneliti perlu mencatat sekaligus mengklarifikasikan dan mengedit jawaban atau situasi sebagaimana adanya, faktual atau obyektif-deskriptif.

Keempat, penyimpanan data. Dalam penyimpanan data ini ada tiga hal yang diperhatikan: a) diberi label, b) mempunyai format yang uniform, dan memperhatikan normalisasi tertentu, dan c) menggunakan angka indeks dengan sistem yang terorganisasi baik. Dalam kegiatan ini setiap data yang diperoleh melalui pengumpulan data dikumpulkan berdasarkan waktu, nama responden dan lokasi penelitian.

Kelima, analisis antar lokasi, dimana ada kemungkinan bahwa studi dilakukan pada lebih dari satu lokasi. Karena di dalam penelitian dilakukan di beberapa lokasi, maka di lakukan suatu persiapan dan pengamatan dengan menyusun sebuah matrik data yang dibutuhkan untuk mengetahui apakah social setting antar lokasi memiliki kesamaan atau perbedaan dalam satau kasus yang sedang diteliti ini.

Keenam, pembuatan ringkasan sementara antar lokasi. Isinya lebih bersifat matrik tentang ada tidaknya data yang dicari pada setiap lokasi. Di sini dibuat catatan per-lokasi penelitian, yang mana dari catatan yang merupakan hasil atau informasi antar lokasi itu dibandingkan dengan data yang diperlukan untuk setiap lokasi apakah ada atau tidak, sehingga kita bisa melihat apakah ada perbedaan dalam social setting setiap lokasi terhadap satu permasalahan. Selain teknik analisis data yang diberikan oleh Miles dan Huberman, penulis juga melakukan diskusi, yaitu kegiatan mencari informasi tambahan


(24)

36

melalui berbagai elemen masyarakat berpotensi yang ikut terkait atau memahami permasalahan yang sedang diteliti. Diskusi ini dilakukan di beberapa pertemuan yang biasanya diadakan oleh aktivis-aktivis LSM yang peduli dalam mengatasi berbagai permasalah yang ada di dalam masyarakat, selain itu diskusi dilakukan di klinik PKBI di Jalan PasirKaliki. Klinik ini memberikan pengobatan dan penyuluhan kesehatan bagi para wanita pekerja seks komersial dan para waria.

G. Lokasi dan Objek Penelitian

Lokasi penelitian meliputi jalan Cihampelas, jalan Ir. Djuanda (Dago) sampai jalan Merdeka (Bandung Indah Plaza, jalan Braga dan jalan Veteran), jalan Asia-Afrika (Alun-alun, jalan Alkateri dan jalan ABC), dan jalan Pasirkaliki di Kota Bandung. Objek penelitian yang diteliti adalah wanita pekerja seks komersial yang ada di Kota Bandung.


(25)

99

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan.

Pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual secara komersial atas perempuan yang merendahkan harkat dan martabat perempuan dan merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Kegiatan pelacuran dapat di lihat dari dua sisi. Sisi pertama adalah suplay (penawaran) yang merupakan jawaban dari faktor yang paling signifikan yaitu kemiskinan. Walaupun kemiskinan bukan satu-satunya faktor pendorong terjadinya pelacuran, karena di dalam aktivitas pelacuran terdapat juga faktor sosial-budaya dan psikologis. Sisi kedua adalah demand (permintaan). Masalah ini juga terkait dalam pusat-pusat kerja yang terkonsentrasi pada daerah-daerah tertentu tertuma pada kota-kota besar. Bisa ditemui banyak pekerja laki-laki atau wanita, yang berpindah dari pedesaan ke perkotaan. Mereka meninggalkan keluarganya, kemudian muncullah tempat-tempat hiburan yang biasa dikunjungi para pekerja. Dunia hiburan ini kemudian membutuhkan para pekerja seks.

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan pada Bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa semua ini terjadi akibat dari, sebagai berikut:

1. Kemiskinan dan Ketimpangan dalam Pemerataan Pendapatan.

Kemiskinan dan pemerataan pendapatan masih merupakan alasan klasik yang selalu dipakai untuk menjawab semua permasalahan mengenai penyebab


(26)

100

pelacuran, tanpa ada langkah tepat untuk segera mengentaskannya. Hal ini bisa disebabkan karena perhatian pemerintah hanya tercurah pada sektor industri modern dan jasa komersial sebagai penunjang pembangunan sektor ekonomi, tetapi tidak begitu memperhatikan aspek lain yang dibutuhkan sebagai modal dasar sumberdaya insaninya yakni pendidikan yang akan memberikan pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan didalam bekerja. Dengan minimnya keahlian yang dimiliki membuat kurangnya kemampuan dalam bersaing untuk memperoleh kerja, ditambah lagi dengan kecilnya daya serap pada setiap sektor kerja membuat banyak orang tidak dapat bekerja.

Dengan tidak dapat bekerja berarti tidak memiliki penghasilan, sedangkan pemenuhan kebutuhan hidup memerlukan uang sebagai alat pertukaran. Untuk hal ini sebagian orang rela melakukan apa saja agar bisa mendapatkan suatu imbalan berupa uang atau apapun yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka.

2. Pendidikan

Rendahnya kesempatan dan mahalnya biaya pendidikan, juga merupakan alasan yang selalu dipakai sebagian orang untuk sebagai dalih atas ketidak sanggupan mereka berpikir rasional dalam memutuskan bagaimana mereka bersikap dan berperilaku. Padahal pendidikan berperan penting dalam kehidupan, juga merupakan prasyarat pembangunan suatu bangsa. Pendidikan adalah sarana pembentukan manusia-manusia terampil dan produktif yang pada gilirannya dapat, membuka lapangan kerja dan mempercepat


(27)

kesejahteraan masyarakat. Proses pendidikan diperlukan untuk memberikan kesempatan kepada setiap orang supaya tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pendidikan merupakan modal yang menjadikan manusia memiliki berbagai kemampuan untuk menjawab berbagai tantangan dan permasalahan dalam kehidupannya. Oleh sebab itu pendidikan sesungguhnya melekat dengan kehidupan manusia dan merupakan bagian dari kehidupannya. Pendidikan dapat mengubah perilaku manusia, pendidikan diharapkan dapat memberikan pengetahuan (knowledge) yang dapat memberikan suatu pertimbangan dalam perilaku atau bersikap (behavior) dan memberikan berbagai keterampilan.

3. Pengangguran

Permasalahan semakin membengkaknya jumlah pengangguran, merupakan masalah pokok yang dihadapi oleh pemerintah, jika tingkat angka pengangguran tinggi, maka banyak sumberdaya terbuang percuma dan tingkat pendapatan masyarakat merosot. Situasi seperti ini jelas berpengaruh pada kehidupan sehari-hari masyarakat, dan apabila yang terkena kepada perempuan yang berpendidikan rendah hal ini memicu ke arah pelacuran.

Kebanyakan orang-orang masuk dalam katagori pengangguran terselubung (underemployment); apabila orang bekerja dibawah kapasitas maksimal. Pengangguran ini meliputi orang yang bekerja secara normal dengan waktu penuh tetapi produktivitasnya relatif rendah sehingga tidak membawa pengaruh terhadap pendapatan. Akan tetapi lebih banyak orang masuk dalam katagori pengangguran penuh atau terbuka (open unemployment); yakni


(28)

102

orang-orang yang sebenarnya mampu dan ingin bekerja, akan tetapi tidak mendapatkan kesempatan pekerjaan sama sekali.

Untuk penggangguran tertutup, banyak orang yang berusaha mencari kerja sambilan di luar pekerjaan utamanya, sedangkan bagi para penggangguran terbuka mereka berusaha membuka kesempatan atau mencari celah untuk bisa bekerja. Akan tetapi bagi sebagian orang dalam usaha mencari pekerjaan tersebut, mereka kadang tidak begitu mempertimbangkan baik buruknya penilaian masyarakat terhadap profesi yang dijalaninya serta resiko kerja yang akan dialaminya apabila dia menjalani profesi tersebut.

4. Lepasnya Kendali Sosial dari Keluarga dan Lingkungan

Lepasnya kendali dari keluarga dan lemahnya kendali sosial dari lingkungan sekitar para responden merupakan suatu penyebab terjadinya perbuatan ini. Keluarga kadang tidak dapat dengan penuh memperhatikan kegiatan setiap anggota keluargannya apalagi apabila mereka sudah berada jauh dari keluarga tersebut seperti beberapa dari responden yang memiliki keluarga yang jauh dari tempatnya tinggal sekarang.

Kendali sosial dari lingkungan masyarakat sekitarnya juga lemah, karena masyarakat hanya bisa menghakimi dengan stigma buruk pada mereka yang terlibat dalam pekerjaan ini tanpa memberikan suatu solusi atau menerima kembali mereka setelah beralih pekerjaan. Hal ini yang terkadang membuat pekerjaan ini susah untuk ditanggulangi.


(29)

B. Rekomendasi.

Memang prostitusi tidak mungkin diberantas secara total. Namun, bukan berarti keberadaan prostitusi tidak dapat diminimalisasi. Untuk itu diperlukan metode yang tepat, holistik, dan integratif. Kita harus mengubah pola pikir dari beranggapan bahwa para PSK ini sebagai (satu-satunya) "biang" terjadinya prostitusi.

Berdasarkan hasil-hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan dalam rangka memahami kehidupan pekerja seks komersial, dapat merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Kepada Keluarga dan Masyarakat

a. Perlu diberikan pemahaman yang lebih luas dan mendalam kepada keluarga dan masyarakat tentang prinsip kemandirian yang menjadi prinsip utama dalam bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga mencegah terjadinya salah satu dari bagian keluarga melakukan tindakan-tindakan pelacuran atau menjadi korban dalam aktivitas prostitusi.

b. Bagi keluarga terutama masyarakat perlu adanya kesadaran akan pentingnya pemberian kesempatan dan penerimaan kembali bagi para mantan PSK yang berusaha kembali pada kehidupannya sebelum menggeluti profesi sebagai pelacur. Hal ini penting agar supaya mantan PSK yang sudah menjalani rehabilitasi tidak kembali pada profesi semula.


(30)

104

2. Kepada Pemerintah.

a. Mendesak pemerintah untuk melakukan program pendidikan dan pemberdayaan secara sunggung-sungguh bukan hanya bersifat sementara bagi para PSK yang terjaring dan yang sudah direhabilitasi, untuk selanjutnya dipantau dan dievaluasi sampai tuntas dan dilakukan secara terus dengan memberikan peluang dan kesempatan pada mereka untuk berperan serta dalam aktivitas ekonomi dan sosialisasi untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka.

b. Pemerintah harus berusaha untuk meningkatkan program pendidikan dan keterampilan yang bisa menciptakan manusia Indonesia agar lebih mandiri, tidak bergantung pada bantuan dari siapapun. Kemandirian tersebut menciptakan rasa berkecukupan dalam hal kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang dan papan, kesehatan, pendidikan, dan rasa aman), sehingga memiliki jati diri menjadi diri seutuhnya yang memiliki keberanian untuk maju tanpa mengindahkan norma yang ada.

c. Pemerintah memasukan program pendidikan seks di sekolah. Tujuan utama dari pendidikan seks di sekolah adalah perkenalan pada kesehatan seksual. Untuk mencapai tujuan ini, program ini harus menyediakan informasi yang akurat tentang seksualitas manusia, kesempatan untuk klarifikasi nilai, keterampilan untuk mengembangkan hubungan interpersonal, dan bantuan dalam mewujudkan kehidupan seksual yang bertanggung jawab, termasuk


(31)

penerapan perilaku dan sikap yang sehat yang berhubungan dengan perilaku seksual. Efektivitas pendidikan seks diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang masalah-masalah seksual, termasuk cara mengembangkan kemampuan interpersonal yang berkaitan dengan perilaku seksual, dan menerapkan nilai-nilai yang tepat. Program pendidikan ini dapat bekerjasama dengan klinik kesehatan di sekolah atau lembaga-lembaga yang terkait di luar pihak sekolah.

d. Pemerintah meratifikasi dan menjalankan dengan serius Konvensi PBB tahun 1949 – Konvensi Menentang Perdagangan Manusia dan Eksploitasi Pelacur. – Dengan menyelidiki perdagangan manusia, laki-laki maupun perempuan, anak-anak atau dewasa, untuk dijadikan pelacur dan mengambil langkah lebih jauh melalui hukum, peraturan-peraturan, pendataan khusus, dan langkah lain yang dibutuhkan terhadap orang-orang yang mengelola atau dicurigai mengelola pelacuran.

e. Melaksanakan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Perlindungan dan penegakan serta pemenuhan Hak Asasi Manusia merupakan tanggung jawab pemerintah di samping juga masyarakat. Pemerintah harus berkomitmen kuat untuk menerapkan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, oleh sebab itu perlu dikembangkan suatu mekanisme pelaksanaan hukum yang efektif untuk melindungi


(32)

hak-106

hak warga masyarakat, terutama hak-hak kelompok yang rentan terhadap tindakan pelanggaran HAM.

3. Kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO).

a. Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai organisasi non-kepemerintahan perlu ikut dalam pembangunan masyarakat, di mana tidak hanya menekankan pada pendekatan satu masalah saja, tetapi juga multi masalah. Karena di dalam permasalahan ini, diperlukan adanya keterlibatan layanan yang professional dalam menghadapi permasalahan ini.

b. LSM memberikan informasi dan pemahaman pada masyarakat bahwa semua permasalahan yang terjadi di dalam suatu masyarakat, menuntut peran serta dan peran aktif masyarakat itu sendiri dalam penyelesaian dan penanggulangannya. Karena permasalahan yang terjadi mau tidak mau merupakan dampak dari kurangnya kesungguhan masyarakat dalam penanganan dan penanggulangan masalah tersebut.

4. Kepada Peneliti Selanjutnya.

a. Melakukan penelitian lanjutan untuk mencari dan menemukan program atau model penanggulangan dan penanganan yang relevan dengan karakteristik, permasalahan, dan kebutuhan.

b. Melakukan penelitian lain dengan fokus masalah yang berbeda atau melakukan penelitian ulang dengan lebih memfokuskan pada


(33)

aspek-aspek tertentu dari penelitian ini yang belum terungkap jelas secara lebih mendalam.

c. Berusaha mencari alternatif terapi dalam menangani masalah pekerja seks komersial ini dilihat dari latar belakang yang mempengaruhi pengambilan keputusan untuk terjun pada pekerjaan ini.


(34)

108

DAFTAR PUSTAKA

Ardell, Donald B.. (1987), Pola Hidup Sehat. Bandung: Citra Adtya Bakti. Badan Pusat Statistik, Buletin Ringkas. BPS. BPS: (2004)

Badan Pusat Statistik dan Departemen Kesehatan, (2005). “Laporan Hasil Survei Surveilans Perilaku (SSP) 2002-2003 di Indonesia”.

Badan Pusat Statistik dan Departemen Kesehatan, (2005). “Situasi Perilaku Beresiko Tertular HIV Di Jawa Barat; Hasil SSP Tahun 2004-2005 Di Kabupaten Karawang, Kabupaten/Kota Bekasi, Dan Kota Bandung”. Brown, Louise. (2006), Sex Slaves (Sindikat Perdagangan Perempuan Di Asia).

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Cresswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry And Research Design: Chosing Among Five Traditions. London: Sage Publications, Inc.

Denzin, N.K. dan Y.S. Lincoln. 1988. The Lanscape Of Qualitative Research: Theories And Issues. London: Sage Publications.

Departemen Sosial Republik Indonesia (DepSos RI). (1996), Pola Dasar Pembangunan, Bidang Kesejahteraan Sosial. Jakarta: DepSos RI.

Djojohadikusumo, Sumitro. (1980), Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Gramedia

Dinas Sosial Propinsi Jawa Barat (DinSos Jabar). (2003), Pedoman Plaksanaan Balai Pemulihan Sosial Wanita Tuna Susila. Bandung: DinSos Jabar. Dinas Sosial Propinsi Jawa Barat (DinSos Jabar). (2000), Laporan Pelaksanaan

Kegiatan Pelayanan, Bimbingan Sosial, Fisik, Mental Dan Keterampilan Di PSKW “Sikih Asih” Cirebon. Cirebon: DinSos Jabar.

Fattah, Nanang. (2000). Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Faisal, Sanapiah. (2003). Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Gunawan, FX. Rudy. (2004), Dolly, Hitam Putih Prostitusi, Surabaya: Gagas Media.


(35)

Harun, Cut Zahri. “Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui Pendidikan Merupakan Kunci Keberhasilan Suatu Lembaga di Era Globalisasi dan Otonomi Daerah”. http://www.dikdasmen.pdk.go.id/ Hoesin, Iskandar. Perlindungan Terhadap Kelompok Rentan Dalam Perspektif

Hak Asasi Manusia. Makalah Disajikan dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional ke VIII Tahun 2003, Denpasar, Bali, 14 - 18 Juli 2003 Kartadinata, Sunaryo. (1997). Pendidikan dan Pengembangan SDM Bermutu Kartono, Kartini. (1997), Patologi Sosial. Jakarta: Rajawali Press.

Koentjaraningrat, (2000) Pengantar Ilmu Antropologi., Jakarta. PT. Renika Cipta.

Krech, D., Crutchfield, Richard S. dan Ballachey, Egerton L.. (1962) Individual In Society. University Of California, Berkeley: McGraw-Hill Bokk Company.

Lincoln, Yvoona S. and Guba, Egon G., (1985), Naturalistic Inquiry, Beverly Hills: Sage Publication.

Moleong, Lexy J. (1988). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. (2001). Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Rosda.

Nazir, Mohammad. (1980), Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia

Nasution, S. (1996), Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito. Purnomo, Tjahjo dan Siregar, Ashadi. (1984), Dolly, Membedah Dunia Pelacuran

Surabaya Kasus Komplek Pelacuran Dolly. Jakarta: Grafiti Press

Sastradipoera, Komaruddin. (2005) Mencari Makna di Balik Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Bandung. Kappa-Sigma.

Sedyaningsih, Endang R (1999). Perempuan-Perempuan Kramat Tunggak, Penerbit Suara Pembaharuan.

Simanjuntak, B. (1981), Beberapa Aspek Patologi Sosial. Bandung: Alumni Soemaryoto, Sri Redjeki, SH. “Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan


(36)

110

Spradley, J.P. (1997). Metode Penelitian Etnografi. Terj. Misbah Zulfa Elizabeth. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Tap MPR RI. (1994), Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara. BP7 Pusat. Taufik, A. (1994), Seks: Gerakan Mahasiswa. Bandung: Yayasan Saifik.

Unicef (2003). “Penelitian Partisipan: Anak Yang Dilacurkan Di Surakarta Dan Indramayu”

Wahyudin. (2003), Pengakuan Pelacur Jogja, Yogyakarta: TriDE.

Yin, R. (2000). Studi Kasus (Desain Dan Model). Cetakan Ke-3. Terj. M. Djauzi Mudzakir. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

http://www.Jabar.go.id/ http://www.wsu.edu/

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0704/13/0803.htm http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=193074 http://keluarga-besar-pkbi.tripod.com/id13.html

http://id.wikipedia.org

http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/mbrtpage3.html http://www.mediaindo.co.id/resensi/details.asp?id=26 http://www.dikdasmen.pdk.go.id/

http://www.prospektif.com/terkini/artikel.html?id=1515&PHPSESSID=040b7c4f 9026dde8c040dc89b84142d4

http://portal.komnasham.go.id/pls/portal/url/ITEM/FC4D71DF6AC928B4E03001 0A3001567F.

http://www.lfip.org/laws822/docs/Perdagangan%20manusiaSentraHAMfeb28.pdf

http://www.lfip.org/english/pdf/bali- seminar/Perlindungan%20terhadap%20kelompok%20rentan%20-%20iskandar%20hosein.pdf.

http://www2.dw-world.de/indonesia/panorama/Jugend_Bildung/1.182518.1.html http://www.gatra.com/2002-07-03/artikel.php?id=18691


(1)

105

penerapan perilaku dan sikap yang sehat yang berhubungan dengan

perilaku seksual. Efektivitas pendidikan seks diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan remaja tentang masalah-masalah seksual,

termasuk cara mengembangkan kemampuan interpersonal yang

berkaitan dengan perilaku seksual, dan menerapkan nilai-nilai yang

tepat. Program pendidikan ini dapat bekerjasama dengan klinik

kesehatan di sekolah atau lembaga-lembaga yang terkait di luar pihak

sekolah.

d. Pemerintah meratifikasi dan menjalankan dengan serius Konvensi

PBB tahun 1949 – Konvensi Menentang Perdagangan Manusia dan

Eksploitasi Pelacur. – Dengan menyelidiki perdagangan manusia,

laki-laki maupun perempuan, anak-anak atau dewasa, untuk dijadikan

pelacur dan mengambil langkah lebih jauh melalui hukum,

peraturan-peraturan, pendataan khusus, dan langkah lain yang dibutuhkan

terhadap orang-orang yang mengelola atau dicurigai mengelola pelacuran.

e. Melaksanakan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Perlindungan dan penegakan serta pemenuhan Hak Asasi Manusia

merupakan tanggung jawab pemerintah di samping juga masyarakat.

Pemerintah harus berkomitmen kuat untuk menerapkan UU Nomor 39

Tahun 1999 tentang HAM, oleh sebab itu perlu dikembangkan suatu


(2)

hak-hak warga masyarakat, terutama hak-hak-hak-hak kelompok yang rentan

terhadap tindakan pelanggaran HAM.

3. Kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO).

a. Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai organisasi

non-kepemerintahan perlu ikut dalam pembangunan masyarakat, di mana

tidak hanya menekankan pada pendekatan satu masalah saja, tetapi

juga multi masalah. Karena di dalam permasalahan ini, diperlukan

adanya keterlibatan layanan yang professional dalam menghadapi

permasalahan ini.

b. LSM memberikan informasi dan pemahaman pada masyarakat bahwa

semua permasalahan yang terjadi di dalam suatu masyarakat,

menuntut peran serta dan peran aktif masyarakat itu sendiri dalam

penyelesaian dan penanggulangannya. Karena permasalahan yang

terjadi mau tidak mau merupakan dampak dari kurangnya

kesungguhan masyarakat dalam penanganan dan penanggulangan

masalah tersebut.

4. Kepada Peneliti Selanjutnya.

a. Melakukan penelitian lanjutan untuk mencari dan menemukan

program atau model penanggulangan dan penanganan yang relevan

dengan karakteristik, permasalahan, dan kebutuhan.

b. Melakukan penelitian lain dengan fokus masalah yang berbeda atau


(3)

aspek-107

aspek tertentu dari penelitian ini yang belum terungkap jelas secara

lebih mendalam.

c. Berusaha mencari alternatif terapi dalam menangani masalah pekerja

seks komersial ini dilihat dari latar belakang yang mempengaruhi


(4)

108

DAFTAR PUSTAKA

Ardell, Donald B.. (1987), Pola Hidup Sehat. Bandung: Citra Adtya Bakti. Badan Pusat Statistik, Buletin Ringkas. BPS. BPS: (2004)

Badan Pusat Statistik dan Departemen Kesehatan, (2005). “Laporan Hasil Survei

Surveilans Perilaku (SSP) 2002-2003 di Indonesia”.

Badan Pusat Statistik dan Departemen Kesehatan, (2005). “Situasi Perilaku

Beresiko Tertular HIV Di Jawa Barat; Hasil SSP Tahun 2004-2005 Di Kabupaten Karawang, Kabupaten/Kota Bekasi, Dan Kota Bandung”.

Brown, Louise. (2006), Sex Slaves (Sindikat Perdagangan Perempuan Di Asia). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Cresswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry And Research Design: Chosing

Among Five Traditions. London: Sage Publications, Inc.

Denzin, N.K. dan Y.S. Lincoln. 1988. The Lanscape Of Qualitative Research:

Theories And Issues. London: Sage Publications.

Departemen Sosial Republik Indonesia (DepSos RI). (1996), Pola Dasar

Pembangunan, Bidang Kesejahteraan Sosial. Jakarta: DepSos RI.

Djojohadikusumo, Sumitro. (1980), Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Gramedia

Dinas Sosial Propinsi Jawa Barat (DinSos Jabar). (2003), Pedoman Plaksanaan

Balai Pemulihan Sosial Wanita Tuna Susila. Bandung: DinSos Jabar.

Dinas Sosial Propinsi Jawa Barat (DinSos Jabar). (2000), Laporan Pelaksanaan

Kegiatan Pelayanan, Bimbingan Sosial, Fisik, Mental Dan Keterampilan Di PSKW “Sikih Asih” Cirebon. Cirebon: DinSos Jabar.

Fattah, Nanang. (2000). Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Faisal, Sanapiah. (2003). Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Gunawan, FX. Rudy. (2004), Dolly, Hitam Putih Prostitusi, Surabaya: Gagas Media.


(5)

109

Harun, Cut Zahri. “Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui

Pendidikan Merupakan Kunci Keberhasilan Suatu Lembaga di Era Globalisasi dan Otonomi Daerah”. http://www.dikdasmen.pdk.go.id/

Hoesin, Iskandar. Perlindungan Terhadap Kelompok Rentan Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. Makalah Disajikan dalam Seminar Pembangunan

Hukum Nasional ke VIII Tahun 2003, Denpasar, Bali, 14 - 18 Juli 2003 Kartadinata, Sunaryo. (1997). Pendidikan dan Pengembangan SDM Bermutu Kartono, Kartini. (1997), Patologi Sosial. Jakarta: Rajawali Press.

Koentjaraningrat, (2000) Pengantar Ilmu Antropologi., Jakarta. PT. Renika Cipta.

Krech, D., Crutchfield, Richard S. dan Ballachey, Egerton L.. (1962) Individual In

Society. University Of California, Berkeley: McGraw-Hill Bokk

Company.

Lincoln, Yvoona S. and Guba, Egon G., (1985), Naturalistic Inquiry, Beverly Hills: Sage Publication.

Moleong, Lexy J. (1988). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. (2001). Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu

Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Rosda.

Nazir, Mohammad. (1980), Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia

Nasution, S. (1996), Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito. Purnomo, Tjahjo dan Siregar, Ashadi. (1984), Dolly, Membedah Dunia Pelacuran

Surabaya Kasus Komplek Pelacuran Dolly. Jakarta: Grafiti Press

Sastradipoera, Komaruddin. (2005) Mencari Makna di Balik Penulisan Skripsi,

Tesis, dan Disertasi. Bandung. Kappa-Sigma.

Sedyaningsih, Endang R (1999). Perempuan-Perempuan Kramat Tunggak, Penerbit Suara Pembaharuan.

Simanjuntak, B. (1981), Beberapa Aspek Patologi Sosial. Bandung: Alumni Soemaryoto, Sri Redjeki, SH. “Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan


(6)

Spradley, J.P. (1997). Metode Penelitian Etnografi. Terj. Misbah Zulfa Elizabeth. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Tap MPR RI. (1994), Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara. BP7 Pusat. Taufik, A. (1994), Seks: Gerakan Mahasiswa. Bandung: Yayasan Saifik.

Unicef (2003). “Penelitian Partisipan: Anak Yang Dilacurkan Di Surakarta Dan

Indramayu”

Wahyudin. (2003), Pengakuan Pelacur Jogja, Yogyakarta: TriDE.

Yin, R. (2000). Studi Kasus (Desain Dan Model). Cetakan Ke-3. Terj. M. Djauzi Mudzakir. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

http://www.Jabar.go.id/ http://www.wsu.edu/

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0704/13/0803.htm http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=193074 http://keluarga-besar-pkbi.tripod.com/id13.html

http://id.wikipedia.org

http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/mbrtpage3.html http://www.mediaindo.co.id/resensi/details.asp?id=26 http://www.dikdasmen.pdk.go.id/

http://www.prospektif.com/terkini/artikel.html?id=1515&PHPSESSID=040b7c4f 9026dde8c040dc89b84142d4

http://portal.komnasham.go.id/pls/portal/url/ITEM/FC4D71DF6AC928B4E03001 0A3001567F.

http://www.lfip.org/laws822/docs/Perdagangan%20manusiaSentraHAMfeb28.pdf

http://www.lfip.org/english/pdf/bali- seminar/Perlindungan%20terhadap%20kelompok%20rentan%20-%20iskandar%20hosein.pdf.

http://www2.dw-world.de/indonesia/panorama/Jugend_Bildung/1.182518.1.html http://www.gatra.com/2002-07-03/artikel.php?id=18691