KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP MUTU SEKOLAH DI SMPN KOTA BANDUNG.

(1)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERNYATAAN ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

ABSTRAK v

KATA PENGANTAR vi

UCAPAN TERIMA KASIH ix

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR GAMBAR xviii DAFTAR LAMPIRAN xvix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 12

C. Rumusan Masalah ... 13

D. Tujuan Penelitian ... 15

E. Manfaat Penelitian ... 15

F. Kerangka Penelitian ... 17

G. Definisi Operasional ... 21

H. Asumsi Penelitian ... 23

I. Hipotesis Penelitian ... 25


(2)

ii BAB II LANDASAN TEORITIS

A. Konsep Administrasi Pendidikan ... 27

1. Pengertian Administrasi Pendidikan ... 27

2. Kedudukan Variabel Penelitian dalam Administrasi Pendidikan ... 29

B. Kemampuan Profesional Tenaga Pendidik ... 31

1. Konsep Profesi Keguruan ... 31

2. Kemampuan Profesional Tenaga Pendidik ... 35

3. Pengembangan Kemampuan Profesional Tenaga Pendidik .... 42

C. Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah ... 45

1. Konsep Kepemimpinan ... 45

2. Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 49

3. Kepemimpian Transformasional ... 56

4. Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah ... 65

D. Budaya Organisasi ... 69

1. Konsep Budaya Organisasi ... 69

2. Karakteristik dan Pembentukan Budaya Organisasi ... 72

3. Budaya Sekolah ... 81

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 86

BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metodologi Penelitian ... 89


(3)

iii

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 94

D. Teknik Pengumpulan Data ……….. 99

E. Prosedur Pengolahan Data ……… 103

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Penelitian ……….. 113

1. Analisis Data Responden ... 113

2. Analisis Data Deskriptif ... 115

a. Deskripsi Data ... 115

b. Persentase Skor Masing-Masing Variabel X1, X2, dan Y .. 118

3. Kecenderungan Umum Responden terhadap Variabel ... 123

4. Uji Persyaratan Analisis ... 125

a. Uji Homogenitas ... 125

b. Uji Normalitas ... 127

c. Uji Linieritas ... 130

d. Uji Korelasi antar Variabel ... 133

4. Pengujian Hipotesis ... 140

a. Pengujian Hipotesis Sederhana ... 141

b. Pengujian Hipotesis Ganda ... 148

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 152

1. Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah ... 152

2. Budaya Organisasi ... 159


(4)

iv 4. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah

terhadap Kemampuan Profesional Tenaga Pendidik ... 177 5. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kemampuan

Profesional Tenaga Pendidik ... 181 6. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah

terhadap Budaya Organisasi ... 185 7. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah

dan Budaya Organisasi Sekolah terhadap Kemampuan

Profesional Tenaga Pendidik ... 189 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ... 192 B. Implikasi ... 194 C. Rekomendasi ... 196

DAFTAR PUSTAKA 200


(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Perubahan sistem ekonomi, sosial, politik, dan budaya telah berdampak langsung terhadap tuntutan perubahan atas mutu pendidikan. Dengan demikian, sebagai ujung tombak pendidikan, sekolah diharapkan dapat membenahi diri untuk mengantisipasi tuntutan para stakeholder atas peningkatan kualitas layanannya. Sekolah tidak sekedar sebagai tempat untuk menuntut ilmu dan keterampilan saja melainkan juga merupakan tempat untuk membentuk manusia yang beriman dan bertakwa yang menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan sebagai bekal untuk menjalani kehidupan. Oleh karena itu setiap pengelola sekolah berupaya untuk meningkatkan di berbagai bidang terkait dengan pelayanannya terhadap para peserta didik dan masyakarat.

Salah satu upaya yang harus dilakukan oleh para pengelola sekolah adalah dengan membentuk sekolah sebagai suatu organisasi pendidikan yang bersifat kondusif dengan mengembangkan suasana demokratis di kalangan personilnya yang meliputi staf tata usaha dan tenaga pendidik atau guru. Suasana kondusif sangat diperlukan mengingat semakin beratnya tuntutan masyarakat terhadap kualitas sekolah, sedangkan pengelola atau kepala sekolah tidak akan mampu untuk menjawab tuntutan tersebut tanpa menjalin kerjasama yang baik dengan setiap personil sekolah, terutama sekali para tenaga pendidik atau guru.


(6)

Sebagai ujung tombak pembelajaran tenaga pendidik atau guru juga menghadapi tuntutan tugas yang sangat berat. Tuntutan terhadap tugas dan tanggungjawab guru akan sulit terpenuhi tanpa didukung oleh suasana kerja yang sehat. Agar suatu sekolah dapat berjalan secara efektif sangat bergantung kepada kemampuan Kepala Sekolah, partisipasi, dan tanggung jawab seluruh personil sekolah.

Pendidikan menengah kejuruan melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dengan penguasaan keterampilan yang memadai untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang keahlian yang dipelajarinya. Upaya untuk mencapai tujuan pendidikan menengah kejuruan tersebut diantaranya melalui pengembangan berbagai program yang diharapkan akan mampu menjawab tuntutan perubahan di segala bidang untuk menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan sehingga mampu bersaing di dalam dunia kerja.

Mutu program-program dimaksud harus didukung oleh tenaga pendidik yang memiliki kemampuan profesional dengan kinerja efektif dan kualitas manajemen yang baik dari lembaga yang bersangkutan. Hal ini ditunjukkan dari penguasaan kompetensi guru dan Kepala Sekolah yang menjalankan kepemimpinannya secara efektif dan mampu bekerja sama dengan bawahan secara profesional, serta melaksanakan tugasnya masing-masing dengan penuh tanggung jawab.


(7)

Agar guru memiliki kemampuan profesional yang memadai, diperlukan seorang pemimpin sekolah yang mampu merubah perilaku setiap personil sekolah melalui pembentukan budaya organisasi (sekolah) yang kondusif terhadap pengembangan diri dan sekolah yang dipimpinnya. Dalam menjalankan fungsinya, Kepala Sekolah harus mampu menanamkan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan rasa hormat di dalam diri para bawahannya terhadap dirinya sehingga mereka termotivasi untuk melakukan tugasnya lebih dari yang diharapkan.

Kepala Sekolah memiliki peran yang sangat berarti dalam membentuk kesamaan gerak sehingga terbentuk budaya organisasi (sekolah) dalam mencapai tujuannya. Kepala Sekolah memiliki wewenang secara formal untuk mentransformasikan berbagai keinginan stakeholders ke dalam bentuk pengelolaan sekolah dan berupaya untuk memberikan motivasi serta menanamkan kesadaran kepada para bawahannya tentang pentingnya kualitas hasil kerja, kerjasama tim dan lebih mengutamakan kepentingan sekolah dari pada pribadinya. Dengan demikian Kepala Sekolah harus memiliki sikap dan gaya kepemimpinan yang mampu menggerakkan para bawahannya untuk berkorban demi organisasi (sekolah) yang dipimpinnya, dan tidak memandang sekolah hanya sebagai tempat tugas semata.

Kepemimpinan Kepala Sekolah, diharapkan mampu untuk beradaptasi dengan perkembangan yang ada, terutama sekali yang berkaitan dengan isu-isu terkini dalam dunia pendidikan. Kepala Sekolah dituntut untuk dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan orang-orang dalam organisasi


(8)

sekolah, menciptakan budaya yang baik dan mempersatukan berbagai perbedaan untuk menciptakan hubungan yang produktif. Hal ini sejalan dengan ungkapan Supriadi dalam Mulyasa (2007:25) bahwa: ”Erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan menurunnya perilaku nakal peserta didik.” Oleh karena itu, dalam memimpin dan mengelola sekolah, seorang Kepala Sekolah harus memiliki keterampilan tertentu, pengorbanan dan menjadi teladan bagi guru dan stafnya maupun siswa dan orang tua.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa menjadi seorang kepala sekolah tidak lah mudah, untuk menjadi kepala sekolah bukanlah sekedar mampu memimpin tetapi juga harus mampu bertindak secara profesional. Hampir semua kepala sekolah direkrut dari para pendidik yang berpengalaman dan sukses. Sebagai pendidik sangat mungkin mereka sudah profesional, tetapi sebagai pengelola sekolah haruslah seorang profesional di bidang itu, malah harus lebih profesional daripada para pendidik, sebab peranan pengelola sekolah lebih besar dibandingkan dengan peranan para pendidik dalam mensukseskan pendidikan.

Kepala Sekolah merupakan pendorong atau motivator atas pengembangan diri dan kemampuan profesional para bawahannya. Seorang pemimpin yang efektif harus mampu membangun motivasi, menentukan arah, mengelola perubahan dengan tepat, dan mempengaruhi sikap dan perilaku seluruh anggota organisasi melalui budaya sekolah yang inovatif, yang tidak menghambat kreatifitas dengan memperhatikan potensi kekuatan kerja.


(9)

Untuk membentuk budaya organisasi (sekolah) yang efektif, Kepala Sekolah berkewajiban mengkomunikasikan visi dan misi sekolah kepada setiap personil. Budaya sekolah merupakan nilai-nilai, kepercayaan, dan tindakan sebagai hasil kesepakatan bersama yang melahirkan komitmen seluruh personil untuk melaksanakannya secara konsekuen dan konsisten. Kebudayaan sekolah harus kondusif dengan memperhatikan berbagai potensi bagi pemberdayaan segenap sumber daya yang ada secara optimal dan memberikan kesempatan bagi setiap personil untuk berkreasi dan berinovasi di dalam pelaksanaan tugasnya sesuai dengan visi dan misi sekolah tersebut. Dengan demikian kebudayaan yang positif akan mempengaruhi pengembangan diri dan kompetensi profesional setiap personil dalam upaya proses peningkatan mutu sekolah khususnya dan mutu pendidikan secara umum.

Guru sebagai tenaga pendidik merupakan komponen utama dalam proses pendidikan yang bertugas untuk membentuk sikap dan perilaku serta mentransformasikan pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik agar mampu mengembangkan ilmu dan keterampilannya secara mandiri. Para tenaga pendidik dituntut harus mampu bersikap profesional dalam mengembangkan sikap, pengetahuan, pemahaman dan keterampilan untuk melaksanakan proses pembelajaran secara efektif dan efisien.

Seorang guru merupakan orang yang harus digugu dan ditiru, dalam arti orang yang memiliki kharisma atau wibawa hingga perlu untuk ditiru dan diteladani. Menurut Jean D. Grambs dan C. Morris McClare dalam Hamzah B. Uno (2007:15) bahwa: "teachers are those persons who consciously direct the


(10)

experiences and behavior of an individual so that education takes places." Dengan demikian maka guru adalah orang yang secara sadar bertanggung jawab untuk mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik. Seorang guru harus memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan.

Sebagai suatu profesi, guru merupakan jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai pendidik dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi, guru tidak hanya bertindak sebagai penyaji informasi, tetapi juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 1 menyebutkan bahwa:

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Guru yang profesional dibangun melalui penguasaan sejumlah kemampuan yang secara nyata diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas pekerjaannya. Kemampuan guru perlu dikembangkan terus menerus sehingga penyelenggaraan pendidikan didukung oleh tenaga pendidik yang profesional dalam melaksanakan tugas, mampu menempatkan diri sesuai dengan jabatan dan memiliki kepribadian yang mendukung pelaksanaan tugasnya.


(11)

Tuntutan terhadap tugas dan tanggungjawab guru, tidak akan dapat terpenuhi tanpa didukung oleh kepemimpinan kepala sekolah yang kuat dan budaya organisasi yang kondusif. Hal ini disebabkan oleh kinerja guru yang pada dasarnya membutuhkan konsentrasi dan kegairahan dalam bekerja, dan hal itu dapat terwujud apabila kebutuhan guru terpenuhi secara adil dan layak, sehingga akan menimbulkan kepuasan, kenyamanan dan ketenangan dalam bekerja bahkan rela mengorbankan kepentingan pribadi demi tercapainya apa yang menjadi tujuan organisasi (sekolah).

Kemampuan keahlian guru harus terus dikembangkan dan tidak hanya terbatas pada penguasaan prinsip mengajar saja. Karena kemampuan seorang guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didiknya, maka dia harus selalu merasa terdorong dan termotivasi untuk selalu berupaya mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesionalnya. Di lingkungan sekolah, hal ini merupakan kewajiban kepala sekolah untuk menciptakan budaya sekolah yang dapat memberikan stimulus bagi pengembangan diri dan peningkatan kemampuan profesional guru tersebut.

Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan profesional guru, baik faktor internal guru itu sendiri diantaranya seperti; kualifikasi pendidikan, pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, kemampuan untuk mengembangkan silabus, pemanfaatan teknologi pembelajaran, tuntutan terhadap perolehan kesejahteraan yang layak, dan lain-lain. Di samping itu faktor eksternal yang juga mempengaruhi profesionalitas seorang guru diantaranya berupa; gaya kepemimpinan Kepala Sekolah, budaya sekolah yang memberikan dan


(12)

mendorong kesempatan untuk mengembangkan diri, sikap masyarakat terhadap kualitas pendidikan, dan masih banyak lagi faktor-faktor lainnya.

Sampai saat ini penguasaan kemampuan profesional yang harus dimiliki oleh seorang guru masih dirasakan kurang. Walaupun pemerintah, melalui Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005, telah berupaya untuk meningkatkan martabat guru dengan diakuinya guru sebagai suatu profesi. Akan tetapi pada kenyataannya penguasaan kemampuan standar yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional belum mengalami perubahan yang berarti. Kondisi ini terjadi diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik di perkotaan apalagi di daerah.

Belum optimalnya kemampuan profesional pendidik di daerah, dijumpai peneliti di Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Berdasarkan pengamatan peneliti, kondisi pendidikan menengah kejuruan di Kabupaten Bangka cukup diminati oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah siswa yang menempuh pendidikan di SMK-SMK yang ada di kabupaten tersebut cukup banyak. Terdapat beberapa SMK yang mengelola program keahlian yang sama akan tetapi tidak menyebabkan ada SMK swasta yang terpaksa ditutup karena kekurangan murid.

Sampai dengan penelitian ini dilakukan, SMK-SMK yang ada di Kabupaten Bangka terdiri tujuh sekolah negeri dan swasta dengan program keahlian yang bervariasi. Program keahlian-program keahlian yang diselenggarakan meliputi: Akuntansi, Penjualan, Administrasi Perkantoran, Multimedia, Teknik Komputer


(13)

Jaringan, Teknik Mekanik Otomotif, Teknik Elektro (Audio Video), Nautika, Teknologi Pelayaran Laut, dan Tataboga.

Dari tujuh SMK yang ada lima diantaranya adalah SMK yang diselenggarakan oleh masyarakat melalui yayasan-yayasan pendidikan swasta, sedangkan SMK yang diselenggarakan oleh pemerintah hanya dua. Pada umumnya SMK swasta ini sudah berusia cukup tua dan bahkan ada yang menjadi cikal-bakal berdirinya SMK Negeri. Oleh karena itu walaupun berstatus swasta beberapa SMK tetap diminati oleh masyarakat karena dipandang telah cukup berkualitas dipandang dari usia dan keberhasilannya dalam menghasilkan lulusan setiap tahunnya.

Kualitas suatu sekolah tidak dapat diukur hanya dari jumlah tamatannya saja, kita perlu mempelajari juga kualitas pengelolaan setiap aktifitas pendidikan dan pembelajaran di dalam sekolah tersebut yang meliputi kepala sekolah, guru dan personil kependidikan lainnya. Tenaga pendidik/guru merupakan ujung tombak yang menentukan kualitas suatu proses pembelajaran. Oleh karena itu, untuk mencapai suatu kualitas pembelajaran yang baik maka guru yang mengelola pembelajaran itu harus memiliki kemampuan profesional yang baik pula. Kualitas kemampuan profesional guru dapat dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari dalam guru itu sendiri maupun dari luar dirinya.

Di samping itu, kualitas sekolah sangat tergantung juga kepada kepala sekolah di dalam mengelola dan memberdayakan seluruh potensi sumber daya sekolah terutama sekali para guru. Walaupun dalam kenyataannya kegiatan kepala sekolah sehari-hari di sekolah tidak menunjang terbinanya kemampuan


(14)

profesional guru. Hal ini disebabkan gaya kepemimpinan kepala sekolah yang terlalu berorientasi pada tugas sehingga pembinaan terhadap kemampuan guru kurang mendapat perhatian. Tentu saja ini menjadi tantangan bagi pihak penyelenggara sekolah, yaitu dinas pendidikan dan/ yayasan serta stakeholders pendidikan lainnya agar terus berupaya meningkatkan kualitas kepala sekolah agar mampu menciptakan suasana sekolah yang menyenangkan dengan nuansa belajar dan peningkatan diri bagi semua warga sekolah itu.

Sampai dengan penelitian ini dilakukan, banyak kesempatan yang telah diberikan pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bangka maupun pemerintah pusat (Depdiknas) kepada para pendidik pada SMK Negeri dan Swasta di Kabupaten Bangka untuk meningkatkan kualitas diri dan pengembangan kompetensinya. Para guru SMK sering mendapat undangan dari pemerintah pusat melalui Pusat Pengembangan dan Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPTK) untuk mengikuti berbagai macam kegiatan pelatihan dan pengembangan kompetensi guru SMK. Akan tetapi kualitas pembelajaran di sekolah setelah para guru mengikuti berbagai kegiatan tersebut tidak mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesempatan untuk menerapkan dan mengembangkan keterampilan yang baru di peroleh para guru dimaksud di sekolah masing-masing.

Kurangnya perhatian kepala sekolah terhadap hasil yang diperoleh para guru setelah mengikuti kegiatan pelatihan dan pengembangan itu membuat para gur selalu kembali kepada gaya mengajarnya yang lama. Mereka enggan untuk mencoba mempraktekkan ilmu dan keterampilan yang baru diperolehnya. Guru


(15)

kembali kepada tugas-tugas rutinnya mengajar dengan suasana Proses Belajar Mengajar (PBM) yang monoton. Akan tetapi tidak semua kepala SMK di Kabupaten Bangka bersikap seperti yang disebutkan di atas.

Pada SMK yang tergolong besar kepala sekolahnya sangat antusias terhadap upaya pengembangan diri para tenaga pendidiknya. Kepala sekolah seperti itu menyadari kualitas tenaga pendidik akan berdampak langsung terhadap kualitas sekolah. Sehingga ia akan selalu berusaha untuk memonivasi dan memfasilitasi upaya pengembangan diri para guru di sekolahnya.

Sikap kepemimpinan sekolah yang kurang perhatian seperti ini menyebabkan mengajar, bagi para guru hanyalah rutinitas biasa saja. Mereka tidak terdorong untuk mencari dan melakukan terobosan-terobosan baru untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan pendidikan yang menjadi tugas utama mereka. Para guru sibuk dengan tugas rutin mereka masing-masing, diskusi diantara mereka hanya berkaitan dengan matadiklat yang mereka ampu saja. Komunikasi di antara mereka terkesan formal dan hanya berkaitan pelaksanaan pengajaran saja, tanpa ada upaya untuk melakukan perubahan-perubahan. Karena untuk melakukan upaya perubahan harus berani menanggung resiko berupa teguran atau bahkan sanksi dari kepala sekolah karena anggapan tidak mentaati perintah.

Selain itu terdapat juga kepala SMK yang memandang bahwa sekolah hanyalah tempat bertugas semata, yang penting baginya adalah kegiatan pembelajaran di sekolah tetap berjalan lancar. Para pendidik seolah-olah tidak dipandang sebagai kelompok intelektual yang mempunyai kebutuhan untuk


(16)

mengembangkan diri. Kepala sekolah seperti ini memiliki wawasan yang sempit tentang dunia pendidikan. Suasana sekolah diciptakan seformal mungkin, para guru dan tenaga kependidikan lain harus melaksanakan tugas rutin sesuai dengan rincian dan uraian tugas yang telah ditentukan.

Agar memiliki kualitas yang baik diperlukan seorang kepala sekolah yang profesional dengan sikap dan penguasaan kompetensi sebagai pimpinan yang baik pula. Kepala sekolah bukan hanya sekedar seorang pemimpin, ia adalah seorang figur yang harus menjadi cotoh tauladan bagi para guru dan personil lainnya. Seorang kepala sekolah harus menumbuhkan sikap optimis para warga sekolah terhadap masa depan karier mereka dan sekolah. Sehingga dalam menjalankan fungsinya ia akan mendapat bantuan dan dukungan dari para bawahannya.

B. BATASAN MASALAH

Penelitian tentang pengaruh kepemimpinan transfrmasional Kepala Sekolah dan budaya organisasi terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik memiliki ruang lingkup yang sangat luas. Untuk melihat kepemimpinan Kepala Sekolah, peneliti akan mengamati gaya kepemimpinan transformasional Kepala Sekolah, yang meliputi definisi, karakterisik, dan sifat-sifat kepemimpinan transformasional Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri dan Swasta di Kabupaten Bangka.

Budaya organisasi bisa dilihat dari konsep, unsur-unsur yang mempengaruhi budaya, manifestasi dan karakteristik budaya, fungsi, pembentukan dan pengelolaan budaya. Dalam penelitian ini budaya organisasi


(17)

yang diamati adalah kebudayaan sekolah yang terbentuk dengan gaya kepemimpinan transformasional Kepala Sekolah yang menanamkan kesadaran para guru akan pentingnya sekolah sehingga rela mengorbankan kepentingan pribadi dengan berorientasi kepada kerjasama kelompok, kualitas hasil, keberanian untuk berinovasi dan mengambil resiko, serta kecermatan dan ketelitian dalam melaksanakan tugasnya.

Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru maka kemampuan profesional guru dapat di lihat dari penguasaan kompetensi yang dimiliki oleh guru yang meliputi; kemampuan di dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik (kompetensi pedagogik), sikap, sifat dan perilaku yang mulia (kompetensi kepribadian), kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat (kompetensi sosial), dan penguasaan pengetahuan bidang ilmu, teknologi dan/seni budaya yang diampunya (kompetensi profesional).

Pembatasan tersebut didasarkan pada masalah penelitian yang akan dikaji, yakni ”Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi Terhadap Kemampuan Profesional Tenaga Pendidik” pada SMK di Kabupaten Bangka.

C. RUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan latar belakang penelitian ini maka permasalahan sebagaimana dikemukakan di atas dirumuskan dalam bentuk pertanyaan


(18)

penelitian sebagai berikut: ”Sejauh manakah kepemimpinan transformasional Kepala Sekolah dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Bangka?”

Untuk memberikan arahan dan panduan bagi peneliti di dalam merumuskan langkah-langkah pada penelitian ini, selanjutnya permasalahan tersebut diformulasikan ke dalam pertanyaan-pertanyaan yang lebih khusus, yaitu:

1. Bagaimanakah kepemimpinan transformasional kepala sekolah pada SMK di Kabupaten Bangka?

2. Bagaimanakah budaya organisasi pada SMK di Kabupaten Bangka?

3. Bagaimanakah kemampuan profesional tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka?

4. Sejauh manakah kepemimpinan transformasional Kepala Sekolah berpengaruh terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka?

5. Sejauh manakah budaya organisasi sekolah berpengaruh terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka? 6. Sejauh manakah kepemimpinan transformasional kepala sekolah

berpengaruh terhadap budaya organisasi pada SMK di Kabupaten Bangka? 7. Sejauh manakah kepemimpinan tranformasional Kepala Sekolah secara

bersama-sama dengan budaya organisasi sekolah berpengaruh terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka?


(19)

D. TUJUAN PENELITIAN

Sesuai dengan permasalahan yang dibahas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan akurat mengenai:

1. Gambaran kepemimpinan transformasional Kepala Sekolah saat penelitian dilakukan pada SMK di Kabupaten Bangka.

2. Gambaran budaya organisasi pada SMK di Kabupaten Bangka saat penelitian dilakukan.

3. Gambaran tentang kemampuan profesional tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka saat penelitian dilakukan.

4. Sejauh mana pengaruh kepemimpinan transformasional Kepala Sekolah terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka.

5. Sejauh mana pengaruh budaya organisasi sekolah terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka.

6. Sejauh mana pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap budaya organisasi pada SMK di Kabupaten Bangka.

7. Sejauh mana pengaruh kepemimpinan transformasional Kepala Sekolah secara bersama-sama dengan budaya organisasi sekolah berpengaruh terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka.

E. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, sebagai berikut:


(20)

1. Teoritis:

Secara teoritis diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan wawasan ilmu administrasi pendidikan khususnya dalam memanfaatkan dan mengembangkan teori tentang kepemimpinan pendidikan, budaya (organisasi) sekolah, dan pengaruhnya terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik secara umum dan khususnya pada pendidikan menengah kejuruan.

2. Praktis:

Sebagai bahan masukan dan kajian dalam upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan dan pengelolaan sekolah, bagi:

a. Kepala Sekolah

Hasil penelitian menjadi masukan dalam hal bagaimana upaya-upaya yang mungkin untuk dilakukan dalam pembentukan dan pemanfaatan budaya sekolah yang adaptif terhadap perubahan dan berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan pendidikan.

b. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam rangka melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk melakukan penjaminan terhadap mutu pendidikan dasar dan menengah, khususnya pendidikan menengah kejuruan di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

c. Peneliti

1) Memberikan pengetahuan yang berarti untuk memahami secara lebih komprehensif mengenai proses dan berbagai upaya peningkatan mutu


(21)

pendidikan melalui kepemimpinan tranformasional Kepala Sekolah, budaya organisasi (sekolah), dan kemampuan profesional tenaga pendidik secara umum dan pada SMK secara khusus.

2) Memberikan keterampilan dalam menganalisis berbagai permasalahan pengelolaan sekolah, khususnya terkait dengan kepemimpinan Kepala Sekolah, budaya organisasi (sekolah), dan kemampuan profesional tenaga pendidik secara umum dan pada SMK secara khusus.

F. KERANGKA PENELITIAN

Agar terjadinya proses belajar mengajar dan meneruskan nilai–nilai luhur yang efektif perlu adanya kerja sama yang baik antara guru dan siswa, orang tua dan masyarakat disekitarnya sudah barang tentu di bawah koordinasi seorang manajer, yaitu kepala sekolah.

Asumsi bahwa kepemimpinan merupakan salah satu faktor utama dalam keberhasilan organisasi tidak menjadi keraguan. Berbagai teori mengungkapkan bahwa tanpa kepemimpinan yang baik, organisasi tidak akan mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien. Kemampuan kepala sekolah dalam mentransformasikan perubahan dari luar ke dalam lingkungan sekolah merupakan faktor penting dalam menciptakan budaya sekolah yang kompetitif. Tanpa memiliki seorang pemimpin yang mampu membentuk budaya organisasi yang kondusif dan kuat bagi pengembangan diri dan karier tenaga pendidik, suatu sekolah tidak akan mampu berfungsi sebagai agen perubahan secara optimal.


(22)

Perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang transformasional tercermin dari dimensi-dimensi: kharisma, inspirasi, stimulasi intelektual, dan kepekaan individual. Dengan penguasaan dimensi-dimensi secara baik kepala sekolah akan dapat menciptakan budaya sekolah dan meningkatkan kemampuan profesional para bawahannya khususnya tenaga pendidik. Kepala sekolah yang efektif harus memiliki kharisma yang kuat karena akan menjadi contoh dan teladan bai setiap anggota sekolah, baik tenaga pendidik dan non kependidikan serta siswa bahkan menjadi perhatian masyarakat di luar lingkungan sekolah. Disamping itu perilaku transformasional kepala sekolah harus memberikan inspirasi bagi para bawahannya dalam melakukan fungsi dan tugasnya secara optimal. Dalam melakukan fungsi dan tugas pokoknya kepala sekolah yang transformasional akan berperilaku menaruh perhatian terhadap para bawahan dan mencoba untuk memberikan stimulus bagi pengembangan diri dan kemampuan para bawahannya untuk mencapai hasil kerja yang optimal.

Kepemimpinan sekolah menjadi faktor yang akan menghubungkan dan merekonstruksi budaya sekolah sehingga pencapaian tujuan sekolah dapat dilakukan dengan berkembangnya kemampuan profesional tenaga pendidik yang dipimpinnya. Budaya organisasi positif dan kuat akan dapat mempengaruhi kemampuan profesional pendidik. Budaya organisasi yang positif tercermin dari sejauh mana nilai-nilai bersama dalam suatu sekolah memberikan kesemptan kepada para anggota khususnya tenaga pendidik untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko dalam melaksanakan tugas, memiliki perhatian terhadap kerincian, bekerja secara kelompok, berorientasi pada hasil, agresif, dan merasa


(23)

mantap terhadap profesinya. Disamping itu budaya sekolah yang positif juga mencerminkan sejauh mana pihak manajemen dalam proses pencapaian tujuan organisasi (sekolah) memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan setiap anggotanya.

Semakin baik penguasaan perilaku transformasional oleh kepala sekolah dan semakin kuat nilai-nilai budaya sekolah yang positif maka akan dapat meningkatkan kemampuan profesional tenaga pendidik yang meliputi: kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran (kompetensi pedagogik), karakteristik kepribadian mulia yang harus dimiliki oleh seorang guru (kompetensi kepribadian), kemampuan menjalin hubungan sosial dengan masyarakat (kompetensi sosial), dan kemampuan dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya (kompetensi profesional). Optimalisasi terhadap penguasaan kompetensi-kompetensi ini akan dapat mendukung kepala sekolah melalui sikap dan komitmen yang tinggi terhadap nilai-nilai yang dianut di sekolah dalam upaya pencapaian visi, misi dan tujuan sekolah.

Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut:


(24)

Gambar 1.1

Kerangka Pemikiran Penelitian

Keterangan:

= Pengaruh yang diteliti = Umpan Balik

= Pengaruh dari faktor-faktor lain (tidak ditelti) = Pengaruh bersama

Karisma Inspirasi Stimulasi Intelektual Kepekaan Individual Inovasi dan Pengambilan Resiko Perhatian thd detail Orentasi pada Orang Orientasi pada Hasil Orientasi pada Tim Keagresifan Kemantapan • Kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran. • Karakteristik kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang guru. • Kemampuan menjalin hubungan sosial dengan masyarakat. • Kemampuan dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya. Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah (X1) Budaya Organisasi (X2) Kemampuan Profesional Tenaga Pendidik (Y)

Visi, Misi dan Tujuan Sekolah

Faktor-faktor lain


(25)

G. DEFINISI OPERASIONAL

Dalam upaya menghindarkan perbedaan interpretasi terhadap pokok permasalahan yang akan dikaji dalam peneltian ini, berikut dikemukakan definisi operasional setiap variabel dalam penelitian ini yaitu, sebagai berikut:

1. Kepemimpinan transformasional kepala sekolah:

Kepemimpinan transformasional kepala sekolah adalah gaya kepemimpinan kepala sekolah yang berwawasan jauh ke depan dan berupaya memperbaiki dan mengembangkan organisasi bukan hanya untuk kepentingan saat ini saja akan tetapi juga untuk masa yang akan datang. Dalam menjalankan fungsinya, kepala sekolah yang transformasional selalu berupaya untuk menumbuhkan kesadaran dan motivasi para tenaga pendidik dalam melaksanakan tugas sebaik mungkin melalui kharisma dan kemampuannya memberikan inspirasi, stimulasi, dan perhatian individu para bawahannya.

Kepala sekolah yang transformasional mencurahkan perhatian kepada kebutuhan pengembangan diri, mengubah kesadaran dan membantu para bawahan dalam mencari solusi terhadap berbagai permasalahan baik yang bersifat pribadi maupun yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas, menggairahkan, membangkitkan, dan memotivasi para tenaga pendidi agar lebih giat demi mencapai tujuan sekolah.

2. Budaya organisasi (sekolah):

Budaya organisasi (sekolah) adalah karakter khas yang dimiliki sekolah sesuai dengan norma, nilai dan kebiasaan di sekolah itu dalam


(26)

penyelenggaraan pendidikan untuk menumbuh-kembangkan peserta didik menjadi manusia-manusia yang berkualitas. Norma, nilai dan kebiasaan yang merupakan ciri khas sekolah, akan membedakan sekolah itu dari sekolah-sekolah lainnya. Budaya sekolah-sekolah yang kondusif akan memberikan keleluasaan kepada para guru untuk melakukan inovasi dalam melaksanakan pengajaran dan memacu keberanian untuk mencoba metoda-metoda pembelajaran yang baru.

Di samping itu, budaya sekolah yang kondusif juga memungkinkan para guru untuk melaksanakan tugas secara cermat dan berkualitas, bekerja dalam kelompok atau tim, dan memberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan, menumbuhkan persaingan positif di antara para tenaga pendidik yang pada akhirnya akan menanamkan rasa kesetiaan para guru terhadap organisasi (sekolah).

3. Kemampuan profesional tenaga pendidik

Kemampuan profesional tenaga pendidik/guru merupakan penguasaan terhadap kompetensi ideal seorang guru yang harus dimiliki, dihayati, dan diaktualisasikan dalam sikap, perilaku dan pelaksanaan tugas sehari-hari sebagai seorang pendidik. Kemampuan tersebut berupa:

a. Kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik (kompetensi pedagogik).

b. Karakteristik kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang guru (kompetensi kepribadian).


(27)

c. Kemampuan untuk menjalin hubungan sosial dengan masyarakat (kompetensi sosial).

d. Kemampuan dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya (kompetensi profesional).

H. ASUMSI PENELITIAN

Arikunto S. (2003:60-61) mengatakan bahwa asumsi penelitian dipandang sebagai landasan teori atau titik tolak pemikiran yang digunakan dalam suatu penelitian yang kebenarannya diterima oleh peneliti. Lebih lanjut, peneliti perlu merumuskan asumsi-asumsi penelitian agar: (1) terdapat landasan berpijak yang kokoh bagi masalah yang sedang diteliti; (2) mempertegas variabel-variabel yang menjadi fokus penelitian; dan (3) berguna untuk menentukan dan merumuskan hipotesis. Rumusan asumsi-asumsi penelitian ini dilakukan dengan menelaah berbagai konsep dan teori yang berkaitan dengan kepemimpinan transformasional kepala sekolah, budaya organisasi (sekolah), dan kemampuan profesional tenaga pendidik.

Berdasarkan ungkapan tersebut maka penulis merumuskan asumsi penelitian ini adalah, sebagai berikut :

1. Efektifitas Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugasnya tercermin pada tingkat dan kualitas usaha, tujuan, jasa, hasil dan kemampuan yang dihasilkan oleh peserta didik dan sekolah, Sergiovani dalam Mulyasa (2007:85).


(28)

2. Untuk mencapai tujuan pendidikan pada tingkat sekolah secara efektif sesuai maka diperlukan sosok kepala sekolah yang mampu untuk menciptakan dan memanfaatkan suatu budaya sekolah yang memberikan kesempatan dan mendorong tumbuh dan berkembangnya semangat kreatif dan inovatif para tenaga pendidik.

3. Kepemimpinan transformasional merupakan ”a process in which leaders and followers raise to higher levels of morality and motivation.” Burns dalam Rosmiaty dan Kurniadi (2009:151). Kepemimpinan ini akan dapat menumbuhkan kesadaran para anggota sekolah dengan memunculkan ide-ide produktif, hubungan yang sinergis, tanggungjawab, kepedulian, untuk mencapai tujuan bersama.

4. Terbentuknya budaya organisasi berangkat dari filsafat yang dimiliki oleh pendiri organisasi, selanjutnya budaya tersebut digunakan sebagai kriteria dalam memperkerjakan karyawan. Tindakan manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima dan tidak. Bagaimana karyawan harus disosialisasikan akan tergantung pada tingkat keberhasilan yang dicapai dalam mencocokkan nilainilai karyawan baru dengan nilai-nilai organisasi dalam proses seleksi maupun pada preferensi manajemen puncak oleh metode-metode sosialisasi. (Komariah dan Triatna, 2006:114)

5. Kinerja guru pada dasarnya merupakan aktualisasi kemampuan profesional yang dimilikinya, dengan kata lain peningkatan kemampuan profesional guru akan memberikan manfaat positif dalam peningkatan kualitas sekolah.


(29)

6. Peningkatan kemampuan profesional guru dapat dilakukan melalui upaya: (1) memaksimalkan efektivitas guru dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggungjawabnya, (2) memberikan fasilitas terhadap kemungkinan mobilitas guru ke tugas-tugas lain di masa yang akan datang, dan (3) meningkatkan komitmen guru terhadap pekerjaannya. Hamzah B. Uno (2007:24)

I. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap budaya organisasi dan kemampuan profesional tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka

2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kepeminpinan transformasional Kepala Sekolah terhadap budaya organisasi pada SMK di Kabupaten Bangka. 3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara budaya organisasi sekolah

terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka.

4. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kepemimpinan transformasional Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi secara bersama-sama terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka.


(30)

J. POPULASI DAN SAMPEL

Menurut Sugiyono (2007:90) bahwa: “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Dengan demikian, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri dan Swasta yang berada di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Alasan menentukan tenaga pendidik atau guru sebagai obyek penelitian ini karena para tenaga pendidik atau guru merupakan orang yang merasakan secara langsung gaya kepemimpinan dan budaya di lingkungan sekolah mereka. Mengingat jumlah populasi guru SMK Negeri dan Swasta yang berada di Kabupaten Bangka keseluruhannya berjumlah 205 orang, maka untuk meminimalkan waktu dan biaya dalam penelitian ini, tidak semua populasi dijadikan sebagai responden. Peneliti menggunakan metode penelitian sample untuk menelaah pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah, budaya organisasi dan kemampuan profesional tenaga pendidik.

Arikunto (2003:117), menyatakan bahwa yang dimaksud dengan sampel adalah “sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Sedangkan menurut Sugiyono (2007:73), yang dimaksud dengan sampel adalah “bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tertentu”. Dalam menentukan sampel yang akan dijadikan obyek dalam penelitian ini, peneliti menggunakan cara perhitungan sampel yang didasarkan pada pendugaan proporsi populasi menggunakan penghitungan yang dirumuskan oleh Taro Yamane atau slovin.


(31)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. METOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan tahapan yang dilakukan dalam melakukan penelitian yang meliputi pengumpulan, penyusunan, analisis, dan interprestasi data yang diperoleh. Sugiyono (2007:3) mengatakan bahwa metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Sedangkan Arikunto (2003:160) mendefinisikan: “Metode penelitian sebagai cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”. Penggunaan pendekatan kuantitatif pada penelitian ini karena data yang diperoleh dengan menggunakan angka dan menganalisis datanya dengan menggunakan statistik

Menurut Mc Millan dan Shumacher dalam Sukardi (2003:157) penelitian deskriptif adalah penelitian yang menyangkut status sesuatu pada masa sekarang dan masa yang lalu. Jenis penelitian ini menerangkan tentang prestasi, sikap, perilaku atau karateristik lain suatu kelompok atau subyek. Lebih lanjut Sukardi mengatakan bahwa penelitian deskriptif ditujukan untuk menggambarkan secara sistematis fakta dan karateristik obyek atau subyek yang teliti secara tepat. Cara ini berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia.

Berdasarkan pendekatan ini, penelitian ini termasuk penelitian survei. Menurut Kerlinger dalam Sugiyno (2007:160) “penelitian survei mengkaji


(32)

populasi yang besar maupun kecil dengan menyeleksi serta mengkaji sampel yang dipilih dan populasi itu untuk menemukan insidensi, distribusi dan interelasi relatif dari variabel-variabel sosiologi dan psikologi”. Penelitian survei pada umumnya melakukan suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam. Sejalan dengan itu Singarimbun dan Effendi (1995:3) mengatakan bahwa penelitian survei adalah “penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok”.

Penelitian deskriptif di sini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai kepemimpinan transformasional kepala sekolah, budaya organisasi, dan kemampuan profesional tenaga pendidik, khususnya SMK negeri dan swasta di Kabupaten Bangka yang merupakan responden dalam penelitian ini. Penelitian verifikatif bertujuan untuk menguji kebenaran dari hipotesis yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan. Dalam penelitian ini akan diuji hipotesis yang berkaitan dengan pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah (X1) terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik (Y), pengaruh budaya

organisasi (X2) terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik (Y) dan

pengaruh kedua variabel tersebut secara bersama-sama (X1, X2) terhadap

kemampuan profesional tenaga pendidik (Y).

Penelitian deskriptif dan verifikatif menggunakan metoda survey explanatory dengan teknik uji korelasi. Menurut Kerlinger dalam Sugiyono, (2007:7) penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi,


(33)

dan hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis. Menurut Sukardi (2003:193) bahwa penelitian survei merupakan kegiatan penelitian yang mengumpulkan data pada saat tertentu dengan tiga tujuan penting, yaitu (1) mendiskripsikan keadaan alami yang hidup saat itu, (2) mengidentifikasikan secara terukur keadaan sekarang untuk dibandingkan dan (3) menentukan hubungan sesuatu diantara kejadian yang spesifik. Sedangkan explanatory bersifat korelasi dan bertujuan untuk menjelaskan pemahaman kita mengenai fenomena yang penting melalui identifikasi hubungan antara dua variabel atau lebih. Jadi metode ini walaupun uraiannya mengandung deskripsi, tetapi sebagai penelitian korelasional yang berfokus pada penjelasan hubungan antar variabel.

B. VARIABEL PENELITIAN

Variabel adalah gejala bervariasi, yang menjadi objek penelitian (Arikunto, 2003: 126). Sedangkan Sugiyono (2007:38) menyatakan bahwa: ”Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.

Variabel dalam setiap penelitian selalu didefinisikan atau dibatasi pengertiannya secara operasional. Variabel-variabel yang dioperasionalisasikan adalah semua variabel yang terkandung dalam hipotesis penelitian yang dirumuskan, yaitu: dengan cara menjelaskan pengertian-pengertian kongkrit dari setiap variabel, sehingga dimensi dan indikator-indikatornya serta kemungkinan derajat nilai atau ukurannya dapat ditetapkan.


(34)

Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua katagori, yaitu variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Pengertian kedua variabel tersebut menurut Sugiyono (2007:39) adalah:

1). Variabel Independent: variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, antecendent. Dalam bahasa indonesia sering disebut variabel bebas. Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terikat).

2). Variabel Dependent: sering disebut sebagai variabel out put, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian adalah kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya organisasi sebagai variabel bebas (independent variabel) dan kemampuan profesional tenaga pendidik sebagai variabel terikat (dependent variabel). Operasional variabel penelitian dalam hubungan ini, dimaksudkan untuk mendeskripsikan dan memudahkan dalam menetapkan pengukuran terhadap variabel-variabel yang akan diamati. Operasioanl variabel digunakan sebagai dasar dalam pembuatan kuesioner, sehingga dapat membantu dalam menjaring data setepat mungkin.


(35)

1. Kepemimpinan transformasional kepala sekolah:

Kepemimpinan transformasional kepala sekolah (variabel bebas X1) adalah

gaya kepemimpinan kepala sekolah yang berwawasan jauh ke depan dan berupaya memperbaiki dan mengembangkan organisasi bukan hanya untuk kepentingan saat ini saja akan tetapi juga untuk masa yang akan datang. Dalam menjalankan fungsinya, kepala sekolah yang transformasional berupaya untuk menumbuhkan kesadaran dan motivasi para bawahan untuk melaksanakan tugas sebaik mungkin melalui kharisma dan kemampuannya memberikan inspirasi, stimulasi intelektual, serta kepekaan individual terhadap para bawahannya.

Kepala sekolah yang transformasional mencurahkan perhatian kepada hal-hal dan kebutuhan pengembangan diri masing-masing bawahannya; mengubah kesadaran dan membantu para bawahan dalam memandang masalah lama dengan cara-cara baru; menggairahkan, membangkitkan, dan memotivasi para bawahan untuk lebih giat demi mencapai tujuan sekolah.

2. Budaya organisasi:

Budaya organisasi (Variabel bebas X2) adalah sistem makna bersama yang

dianut oleh kepala sekolah, para guru, para siswa, dan semua personil sekolah yang membedakan sekolah itu dari sekolah-sekolah lainnya. Budaya organisasi yang kondusif harus memberikan keleluasaan kepada para guru untuk melakukan inovasi dan pengambilan resiko, memungkinkan para guru untuk melaksanakan tugas secara cermat dan berkualitas, bekerja dalam kelompok atau tim, adanya penghargaan dan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan, menumbuhkan persaingan positif, serta menanamkan kesetiaan terhadap organisasi (sekolah).


(36)

3. Kemampuan profesional tenaga pendidik

Kemampuan profesional tenaga pendidik merupakan penguasaan terhadap kompetensi ideal yang harus dimiliki oleh seorang guru untuk dihayati dan diaktualisasikan dalam sikap, perilaku dan pelaksanaan tugas sehari-hari sebagai seorang pendidik. Kemampuan tersebut berupa:

a. Kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik (kompetensi pedagogik).

b. Karakteristik kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang guru (kompetensi kepribadian).

c. Kemampuan untuk menjalin hubungan sosial dengan masyarakat (kompetensi sosial).

d. Kemampuan dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya (kompetensi profesional).

C. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 1. Penentuan Populasi Penelitian

Dalam melakukan penelitian diperlukan data yang sesuai dengan tujuan pembahasan masalah yang diteliti. Sumber data yang terkumpul dapat dipergunakan untuk menjawab masalah penelitian atau menguji hipotesis dan mengambil kesimpulan. Sumber data ini disebut dengan populasi dan dapat diperoleh dengan menentukan obyek penelitian, baik berupa manusia, peristiwa maupun gejala-gejala yang terjadi.


(37)

Penentuan populasi dalam suatu penelitian merupakan tahapan penting, karena dapat memberikan informasi atau data yang berguna bagi penelitian. Menurut Sugiyono (2007:90) bahwa: “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

Nawawi dalam Riduwan dan Akdon, (2007:237-238) mengemukakan pengertian populasi adalah sebagai berikut: “Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif pada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang lengkap”.

Untuk mendapatkan populasi yang relevan, maka seorang peneliti terlebih dahulu mengidentifikasi jenis-jenis data yang diperlukan dalam penelitian tersebut, yaitu mengarah pada permasalahan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah guru-guru SMK Negeri dan Swasta di Kabupaten Bangka yang terdiri dari tujuh sekolah, sebagaimana tertera di dalam tabel 3.1.


(38)

Tabel 3.1

Populasi SMK Negeri dan Swasta di Kabupaten Bangka No

Urt Nama SMK Program Keahlian

1. SMK Negeri 1 Sungailiat 1. Akuntansi 2. Penjualan

3. Administrasi Perkantoran 4. Multimedia

2. SMK Negeri 2 Sungailiat 1. Nautika

2.Tekn. Pelayaran Laut 3. SMK Yapensu Sungailiat 1. Akuntansi

2. Penjualan

3. Administrasi Perkantoran 4. Multimedia

4. SMK El John Sungailiat 1. Akuntansi 2. Penjualan 3. Tataboga

5. SMK Muhammadiyah Sungailiat 1. Tek. Mekanik Otomotif 2. Teknik Elektro (Audio Video)

6. SMK Yapenkos 1. Akuntansi

2. Penjualan

7. SMK YPN 1. Tekn. Mekanik Otomotif

2. Tekn. Komp. Jaringan Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka

Alasan menentukan tenaga pendidik atau guru sebagai obyek penelitian ini karena para tenaga pendidik atau guru merupakan orang yang merasakan secara langsung gaya kepemimpinan dan budaya di lingkungan sekolah mereka. Populasi penelitian mencakup para guru SMK Negeri dan Swasta yang berada di Kabupaten Bangka yang sekaligus merupakan sumber data primer pada penelitian ini, berjumlah 205 orang dengan alokasi sebagaimana tertera pada tabel 3.2.


(39)

Tabel 3.2

Jumlah Tenaga Pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka

No

Urt Nama SMK Jumlah Tenaga

Pendidik

1. SMK Negeri 1 Sungailiat 46

2. SMK Negeri 2 Sungailiat 26

3. SMK Yapensu Sungailiat 43

4. SMK El John Sungailiat 28

5. SMK Muhammadiyah Sungailiat 23

6. SMK Yapenkos 20

7. SMK YPN 19

Total 205

Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka

2. Penentuan Sampel

Penarikan sampel dari suatu populasi memiliki aturan atau teknik tersendiri. Dengan menggunakan teknik yang tepat, peneliti dapat menarik data yang realibel. Arikunto (2003:117), menyatakan bahwa yang dimaksud dengan sampel adalah “sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Sedangkan menurut Sugiyono (2007:73), yang dimaksud dengan sampel adalah “bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tertentu”.

Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri tertentu yang akan diteliti. Karena itu ketentuan-ketentuan penarikan sampel dalam setiap kegiatan penelitian menjadi penting. Pengambilan sampel dari populasi memerlukan suatu teknik tersendiri representatif atau mewakili populasi dan kesimpulan yang dibuat menjadi tepat atau valid dan dapat dipercaya.


(40)

Dalam penelitian ini teknik penentuan data dengan sampel didasarkan pada beberapa pertimbangan diantaranya, yaitu: adanya keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti, keterbatasan dana sebagai penunjang utama dari pelaksanaan penelitian, dapat mempercepat penelitian dan memperoleh hasil penelitian yang dapat dianggap lebih tepat karena wilayah penelitian yang dibatasi akan lebih memungkinkan peneliti dapat mengolah data lebih detail.

Dalam menentukan sampel yang akan dijadikan obyek dalam penelitian ini, peneliti menggunakan cara perhitungan sampel yang didasarkan pada pendugaan proporsi populasi dengan rumus seperti yang dikemukakan oleh Taro Yamane atau slovin dalam Riduwan dan Akdon, (2007: 254) yaitu:

1 2+ = Nd N n Keterangan :

N = ukuran populasi

n = ukuran sampel minimal

d2 = presisi ( ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 90%)

67 21 , 67 1 ) 1 , 0 ( 205 205 1 2

2 + = + = =

= Nd

N n

Berdasarkan penghitungan dengan rumus di atas maka ditentukan bahwa sampel penelitian ini sejumlah 67 orang guru SMK di Kabupaten Bangka. Sebagai langkah antisipasi terhadap terjadinya kekurangan atau kerusakan sebahagian data maka peneliti menambahkan tiga orang guru sebagai responden tambahan, dengan demikian jumlah guru yang dijadikan responden berjumlah 70 orang. Lebih lanjut sebaran sampel seperti yang tertera pada tabel 3.3.


(41)

Tabel 3.3.

Jumlah Sampel Penelitian No

Urt Nama SMK Jumlah Tenaga

Pendidik

1. SMK Negeri 1 Sungailiat 15

2. SMK Negeri 2 Sungailiat 9

3. SMK Yapensu Sungailiat 14

4. SMK El John Sungailiat 9

5. SMK Muhammadiyah Sungailiat 9

6. SMK Yapenkos 8

7. SMK YPN 7

Total 70

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA 1. Penyusunan Intrumen

Teknik pengumpul data dalam penelitian ini ialah teknik angket/kuesioner. Menurut Sugiono (2005:162) kuesioner (angket) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Teknik pengumpulan data melalui kuesioner ini dilakukan dengan pertimbangan; pengumpulan data dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, memudahkan dalam pengolahan data, dan lebih efisien ditinjau dari segi waktu, tenaga, dan biaya.

Angket dibuat dalam tiga macam, yaitu: angket pertama dibuat untuk mengumpulkan data tentang kemimpinan transformasional kepala sekolah. Angket kedua dibuat untuk mengumpulkan data tentang budaya organisasi (sekolah). Sedangkan angket ketiga dibuat untuk mengumpulkan data tentang


(42)

kemampuan profesional tenaga pendidik. Responden dipersilahkan untuk merespon pernyataan yang diajukan dalam angket sesuai dengan keadaan yang dirasakan.

Item-item pernyataan pada angket dibuat dengan mengacu kepada skala yang dikembangkan oleh Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Sugiyono, 2007:107). Dengan menggunakan skala Likert, maka variabel yang akan diukur, dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen berupa pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item dalam instrumen menggunakan skala Likert dengan memiliki gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang terdiri dari lima tingkatan. Alternatif jawaban pada angket penelitian diberi skor nilai 5 sampai dengan 1 untuk pernyataan positif dan 1 sampai dengan 5 untuk pernyataan negatif.

Dengan mempertimbangkan kepraktisan dan efisiensi dalam pelaksanaan pengumpulan data di lapangan, ketiga angket tersebut digabung menjadi paket yang terdiri dari sejumlah item pernyataan. Untuk mengetahui tentang kepemimpinan transformasional kepala sekolah, budaya organisasi, dan kemampuan profesional tenaga pendidik, diberikan opsi dengan kata-kata, yaitu: “Selalu”, “Sering”, “Kadang-Kadang”, “Jarang”, dan “Tidak Pernah”.

Untuk keperluan analisis data secara kuantitatif, jawaban terhadap “ pernyataan” diberi skor sebagai berikut:

a. Jawaban “Selalu” diberi nilai 5 b. Jawaban “Sering” diberi skor 4


(43)

c. Jawaban “Kadang-Kadang” diberi skor 3 d. Jawaban “Jarang” diberi skor 2

e. Jawaban “Tidak Pernah" diberi skor 1 2. Uji Coba Instrumen

Sebelum pengumpulan data yang sebenarnya dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji coba terhadap instrumen penelitian. Uji coba instrumen tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas instrumen yang meliputi sekurang-kurangnya “validitas” dan “reliabilitas” instrumen (Arikunto, 2003: 219). Selain itu, uji coba instrumen juga penting untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan responden untuk menjawab seluruh pertanyaan dalam instrumen dan untuk mengetahui apakah masih ada hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk melaksanakan penelitian yang sebenarnya di lapangan (Arikunto, 2003: 223).

Uji coba instrumen dalam penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bangka terhadap 30 responden yang dipilih secara acak. Responden untuk uji instrumen itu ditetapkan dengan pertimbangan bahwa 30 orang guru tersebut memiliki karakteristik yang relatif sama dengan subjek penelitian sesungguhnya dalam permasalahan yang dihadapi guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.

a. Uji Validitas Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Instrumen dinyatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur. Analisis validitas ini dengan cara mengkorelasikan skor yang ada pada setiap item dengan skor total. Formula


(44)

yang digunakan untuk menguji validitas instrumen/angket dalam penelitian ini adalah Pearson’s Coefficient of Correlation (Product Moment Coefficient) dari Karl Pearson atau “rumus korelasi product moment”, yaitu sebagai berikut:

[

2 2

][

2 2

]

) ( ) ( ) )( ( y y n x x n y x xy n rxy Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ = (Sugiyono; 2007:213) Keterangan:

rxy = besarnya koefisien korelasi n = jumlah responden

X = skor variabel X Y = skor variabel Y

Kriteria minimum untuk dianggap memenuhi syarat berdasarkan nilai r

tabel Product Moment maka diangap valid jika rhitung r tabel dan tidak valid

jika rhitung < r tabel dalam instrumen tersebut.

b. Uji Reliabilitas Instrumen

Setelah kriteria validitas diketahui, selanjutnya dilakukan uji reliabilitas instrumen. Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen angket sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama (homogen) diperoleh hasil yang relatif sama. Relatif sama berarti tetap


(45)

adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil beberapa kali pengukuran.

Mengingat karakteristik data yang diambil dengan skala likert dalam rentangan skor 1-5, maka untuk mengujinya peneliti menggunakan rumus Koefisien Alpha (σ) dari Cronbach (1951), yaitu:

        Σ −       − = 2 2 1 1 i b ii k k r σ σ

(Arikunto, 2006: 171) Keterangan:

rii = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan

2

b

σ

Σ = jumlah varians butir

2

i

σ = varians total

Untuk melihat validitas alat ukur (instrumen) yang digunakan dalam penelitian ini sebelum digunakan dalam pengumpulan data penelitian, kuesioner yang telah dibuat diujikan kepada 30 orang sebagai responden awal. Formula yang digunakan untuk menguji validitas instrumen/angket dalam penelitian ini adalah Pearson’s Coefficient of Correlation (Product Moment Coefficient) dari Karl Pearson atau “rumus korelasi product moment”, yaitu sebagai berikut:

[

2 2

][

2 2

]

) ( ) ( ) )( ( y y n x x n y x xy n rxy Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ =

Validitas instrumen penelitian dilihat melalui construct validity dengan menggunakan rumus korelasi dan reliabilitas melalui internal consistency-test


(46)

= 0.05, dan untuk n = 30 dengan derajat kebebasan (dk) = n - 2 maka nilai ttabel =

1,701.

Hasil yang diperoleh untuk setiap variabel yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Hasil Validitas Instrumen Variabel Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah (X1)

Instrumen untuk mengukur variabel X1 terdiri dari 35 item pernyataan.

Hasil uji validitas dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel

menunjukkan seluruh item pada instrumen variabel X1 memiliki nilai korelasi

yang signifikan, nilai thitung lebih besar dari ttabel. Seluruh nilai korelasi

masing-masing item lebih besar dari 0,300. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa seluruh item pernyataan yang digunakan untuk mengukur variabel X1 valid

dan dapat digunakan dalam penelitian ini.

Contoh penghitungan korelasi pada pengujian validitas item nomor satu dari instrumen variabel X1 adalah sebagai berikut:

a. Rumus korelasi untuk menghitung nilai validitas adalah:

2 2 2 2

( )( )

( ) ( )

xy

N XY X Y

r

N X X N Y Y

× Σ − Σ Σ

=

Σ − Σ   Σ − Σ

   

b. Penghitungan nilai korelasi

Dari tabel penolong di atas diketahui bahwa nilai–nilai sebagai berikut: N = 30

X

= 124 Y


(47)

2 X

= 540 2

Y

= 51395 XY

= 16308 rxy =

[

2

][

2

]

) 3825 ( 51395 30 ) 124 ( 540 30 ) (124)(3825 30x16308 − − − x x

rxy =

[

16200 15376

][

15407850 14630625

]

474300 489240

− −

rxy =

[

824 777225

]

14940 x

rxy =

640433400 14940

rxy =

25307 14940

rxy = 0,590

c. Pengujian Nilai Korelasi

Untuk menguji nilai korelasi yang diperoleh dilakukan uji t dimana nilai t diperoleh dari rumus :

Rumus : 2 2 1 hitung r n t r × − = −

Dari penghitungan di atas diperoleh nilai korelasi (r) = 0,590 sehingga

didapat nilai thitung:

349 , 0 1 28 590 , 0 − = hitung t 807 , 0 124 , 3 = hitung t 870 , 3 = hitung t


(48)

Sementara ttabel (α = 0,5 dengan derajat kebebasan (dk) = n – 2 = 28) =

1,701 dengan demikian thitung lebih besar dari ttabel (3,870 > 1,701) maka

item pernyataan nomor satu dinyatakan valid. c. Uji Reliabilitas

Dengan bantuan software SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 12.0 for windows dalam penghitungan reliabilitas instrumen variabel X1 adalah sebagai berikut :

Tabel 3.7.

Uji Reliabilitas Instrumen Variabel

Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah (X1) Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items N of Items

,974 ,975 35

Dari hasil penghitungan dengan software SPSS versi 12.0 for windows diperoleh korelasi Cronbach’s Alpha = 0,974. Nilai koreasi ini sangat kuat bila dibandingkan dengan rtabel = 0,478. Dengan demikian

rhitung lebih besar dari rtabel (0,974 > 0,478), dan dapat disimpulkan bahwa

instrumen variabel X1 adalah reliabel.

2. Hasil Validitas Instrumen Variabel Budaya Organisasi (X2)

Cara penghitungan yang sama dengan Variabel X1 kemudian dilakukan

kembali pada Variabel X2. Variabel X2 diukur dengan 35 item pernyataan.


(49)

menunjukkan terdapat item instrumen variabel X2 memiliki nilai korelasi

yang tidak signifikan. Nilai thitung untuk item ke 7 dan 16 lebih kecil dari ttabel.

Nilai korelasi kedua item tersebut juga lebih kecil dari 0,300 atau kurang dari batas item yang dinyatakan valid jika digunakan kriteria yang dinyatakan dalam Sugiyono (1994 ; 109). Sehingga terdapat hanya 33 item yang valid dan digunakan dalam penelitian ini, sedangkan dua item yang tidak valid, tidak digunakan untuk mengukur variabel X2

Dari hasil penghitungan dengan software SPSS versi 12.0 for windows diperoleh korelasi Cronbach’s Alpha = 0,936. Nilai koreasi ini sangat kuat bila dibandingkan dengan rtabel = 0,478. Dengan demikian rhitung lebih besar

dari rtabel (0,936 > 0,478) dan dapat disimpulkan bahwa instrumen variabel X2

adalah reliabel.

3. Hasil Validitas Instrumen Variabel Kemampuan Profesional Tenaga Pendidik (Y)

Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap item pernyataan untuk variabel Y. Variabel Y diukur dengan 35 item pernyataan. Hasil uji validitas dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel menunjukkan terdapat item

variabel Y yang memiliki nilai korelasi tidak signifikan. Nilai thitung untuk item

ke 9; 10; 32; dan 33 lebih kecil dari ttabel. Nilai korelasi untuk ketiga item

tersebut juga lebih kecil dari 0,300 dan memiliki nilai korelasi yang kurang dari batas item yang dinyatakan valid jika digunakan kriteria yang dinyatakan dalam Sugiyono (1994 ; 109). Sehingga terdapat hanya 31 item yang valid dan


(50)

digunakan dalam mengukur variabel Y. Sedangkan empat item yang tidak valid selanjutnya tidak digunakan lagi dalam perhitungan uji hipotesis.

Dari hasil penghitungan dengan software SPSS versi 12.0 for windows diperoleh korelasi Cronbach’s Alpha = 0,856. Nilai koreasi ini sangat kuat bila dibandingkan dengan rtabel= 0,478. Dengan demikian rhitung lebih besar dari

rtabel (0,856 > 0,478) dan dapat disimpulkan bahwa instrumen variabel Y

adalah reliabel.

E. PROSEDUR PENGOLAHAN DATA

Untuk mengetahui makna dari data yang berhasil dikumpulkan, dilakukan analisis data. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data adalah:

1. Menyeleksi data agar dapat diolah lebih lanjut, yaitu dengan memeriksa jawaban responden sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

2. Menentukan bobot nilai untuk setiap kemungkinan jawaban pada setiap item variabel penelitian dengan menggunakan skala penilaian yang telah ditentukan, kemudian menentukan skornya.

3. Menghitung persentase skor rata-rata dari setiap variabel X1, X2, dan variabel Y. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan umum jawaban responden terhadap setiap variabel penelitian dengan menggunakan teknik Weighted Means Scored (WMS), dengan rumus sebagai berikut:

N X X =


(51)

Keterangan:

X = Skor rata-rata yang dicari

X = Jumlah skor gabungan (hasil kali frekuensi dengan bobot nilai untuk setiap alternatif jawaban)

N = Jumlah responden

Hasil penghitungan dijadikan pedoman untuk menentukan gambaran umum variabel di lapangan dengan cara dikonsultasikan dengan tabel kriteria dan penafsiran di bawah ini:

4,01 – 5,00 = Sangat baik 3,01 – 4,00 = Baik

2,01 – 3,00 = Cukup 1,01 – 2,00 = Rendah 0,01 – 1,00 = Sangat rendah 4. Uji Persyaratan Analisis

a. Uji Homogenitas, digunakan untuk mengetahui apakah data yang dihubungkan sejenis (homogen) dengan menggunakan teknik Chi Square (X ). Kriteria pengujiannya, bila 2 X2 hitungX2tabel maka homogen.

b. Uji Normalitas, digunakan untuk mengetahui apakah data yang dihubungkan berdistribusi normal, dengan menggunakan perhitungan uji Chi Square (X ). Kriteria pengujiannya, bila 2 X2 hitung

2

X tabel maka

distribusi data normal.

c. Uji Linieritas, dimaksudkan untuk menentukan kelinieran antara variabel yang dihubungkan. Kriteria pengujiannya, bila FhitungFtabel maka


(52)

d. Uji Korelasi antar Variabel, dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan secara signifikan antara variabel. Kriteria pengujian

tabel hitung t

t > , maka signifikan. 5. Uji Regresi Linier

Uji regresi digunakan untuk mencari hubungan fungsional (kausalitas) antara variabel. Uji ini menggunakan regresi linier sederhana dan regresi linier ganda.

a. Uji Regresi Linier Sederhana, digunakan untuk memprediksi variabel kemampuan profesional tenaga pendidik berdasarkan kepemimpinan transformasional kepala sekolah, memprediksi variabel kemampuan profesional tenaga pendidik berdasarkan variabel budaya organisasi, dan variabel kepemimpinan transformasional kepala sekolah berdasarkan variabel budaya organisasi.

Persamaan yang digunakan: ∩

Y = a + bX . Menguji signifikansinya,

dengan rumus:

s a b reg hitung

RJK JK F

Re ) / (

= dan kriteria pengujian FhitungFtabel,

maka signifikan.

b. Uji Regresi Linier Ganda, digunakan untuk mengetahui pola hubungan fungsional antara variabel kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama terhadap variabel kemampuan profesional tenaga pendidik.


(53)

Keterangan: ∩

Y = (baca Y topi), subyek variabel terikat yang diproyeksikan

X = variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu untuk diprediksikan a = nilai konstanta harga Y jika X = 0

b = nilai arah sebagai penentu prediksi yang menunjukkan nilai peningkatan (+) atau nilai penurunan (-) variabel Y.

Menguji signifikansinya, dengan rumus:

) 1 (

) 1 (

2 2

R m

m n R Fhitung

− − −

= , dan

kriteria pengujian FhitungFtabel, maka signifikan. 6. Menguji Hipotesis Penelitian

Pengujian hipotesis akan menggunakan analisis regresi sederhana dan regresi ganda. Pengujian menggunakan program SPSS versi 12.0 for windows. Semua pengujian dilakukan pada taraf nyata 0,05. Pengujian dilakukan sebagai berikut:

a. Analisis Regresi Sederhana

Hasil perhitungan ini dimaksudkan untuk mengetahui:

1). Besarnya pengaruh variabel kepemimpinan transformasional kepala sekolah (X1) terhadap variabel kemampuan profesional tenaga pendidik (Y).

2). Besarnya pengaruh variabel budaya organisasi (X2) terhadap variabel kemampuan profesional tenaga pendidik (Y).


(54)

3). Besarnya pengaruh variabel kemampuan kepemimpinan trans-formasional kepala sekolah (X1) terhadap variabel budaya organisasi (X2).

b. Analisis Regresi Ganda

Analisis regresi ganda dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik. Untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel X1 dan X2 terhadap variabel Y, digunakan rumus: KP = r

2

x 100% (Riduwan dan Akdon, 2007: 125). Untuk menginterpretasi kuatnya hubungan antar variabel digunakan pedoman yang dikemukakan Sugiyono (2007:214) sebagai berikut:

0,00 - 0,199 = Sangat lemah 0,20 - 0,399 = Lemah 0,40 - 0,599 = Sedang 0,60 - 0,799 = Kuat 0,80 - 1,000 = Sangat kuat


(55)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kepemimpinan transformasional kepala sekolah pada SMK di Kabupaten Bangka diukur dengan dimensi: (1) kharisma, (2) inspirasi, (3) stimulasi intelektual, dan (4) kepekaan individual. Berdasarkan penghitungan rata-rata skor pada variabel ini (X1) diperoleh angka 3,267, angka ini berada

pada kriteria ’baik’ dengan penafsiran ’tinggi’. Hal ini berarti bahwa perilaku transformatif kepala-kepala SMK di Kabupaten Bangka sudah baik .

2. Budaya organisasi pada SMK di Kabupaten Bangka diukur melalui persepsi responden terhadap nilai-nilai bersama dalam bentuk dimensi-dimensi (1) inovasi dan pengambilan resiko, (2) perhatian terhadap kerincian, (3) orientasi pada hasil, (4) orientasi pada orang, (5) orientasi pada tim, (6) keagresifan, dan (7) kemantapan. Tingkatan dimensi-dimensi ini ditunjukkan oleh skor rata-rata jawaban responden sebesar 3,620, angka ini berada pada kriteria ’baik’ dengan penafsiran ’tinggi’. Hal ini berarti bahwa budaya organisasi positif pada SMK di Kabupaten Bangka telah berkembang dengan baik.

3. Kemampuan tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka, diukur


(56)

melalui tingkat penguasaan terhadap dimensi-dimensi: (1) Kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran, (2) Sikap, sifat dan perilaku yang mulia, (3) Kemampuan menjalin hubungan sosial dengan masyarakat, (4) Kemampuan dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya. Kemampuan profesional tenaga pendidik ditunjukkan oleh rata-rata skor jawaban responden sebesar 3,680, angka ini berada pada kriteria ’baik’ dengan penafsiran ’tinggi’. Hal ini berarti bahwa kemampuan profesional tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka sudah cukup baik.

4. Hubungan dan pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik, setelah dilakukan penghitungan dan analisis data sederhana pada penelitian ini diperoleh angka 0,474 (22,47%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka ’cukup kuat’, akan tetapi pengaruhnya ’lemah’.

5. Hubungan dan pengaruh budaya organisasi terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik, setelah dilakukan penghitungan dan analisis data sederhana pada penelitian ini diperoleh angka 0,551 (30,36%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara budaya organisasi dengan kemampuan profesional tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka ’cukup kuat’, akan tetapi pengaruhnya ’lemah’.


(1)

terhadap budaya organisasi, setelah dilakukan penghitungan dan analisis data sederhana pada penelitian ini diperoleh angka 0,705 (49,70%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara budaya organisasi dengan kemampuan profesional tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka ’ kuat’, akan tetapi pengaruhnya ’sedang’.

7. Hubungan dan pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik, setelah dilakukan penghitungan dan analisis korelasi dan regresi ganda diperoleh angka 0,564 (31,82%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama dengan kemampuan profesional tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka ’cukup kuat’, akan tetapi pengaruhnya ’lemah’. Sedangkan sisanya sebesar 68,18% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

B. IMPLIKASI

1. Kecenderungan umum jawaban responden menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional kepala sekolah berada pada kategori baik, yaitu 71,70% dari skor ideal. Jumlah prosentase ini berimplikasi bahwa penyelenggara pendidikan pada jenjang SMK, (Dinas Pendidikan Kabupaten/Provinsi, dan Yayasan) hendaknya memperhatikan perilaku kepala sekolah agar dapat mentransformasikan perubahan nilai-nilai dalam masyarakat ke pada SMK dalam rangka peningkatan kemampuan


(2)

peorfesional tenaga pendidik yang pada akgirnya akan berimbas kepada peningkatan kualitas pendidikan kejuruan. Bagi Kepala Sekolah, prosentase tersebut dapat dijadikan acuan dalam proses peningkatan pengetahuan dan kemampuan profresional kepemimpinannya.

2. Kecenderungan umum jawaban responden menunjukkan bahwa budaya organisasi berada pada kategori cukup baik, yaitu 75,58%. Kecenderungan ini berimplikasi bahwa budaya sekolah merupakan nilai-nilai yang akan mempersatukan setiap anggota sekolah dalam kesamaan visi, misi, kegiatan, dan meningkatkan komitmen untuk mencapai tujuan sekolah. Bagi kepala sekolah, perlu untuk memperhatikan nilai-nilai positif dan negatif budaya yang sudah tertanam di sekolah sehingga dapat mengidentifikasi nilai-nilai negatif yang kurang mendukung proses pencapaian tujuan dan melakukan perubahan-perubahan seperlunya dengan mempertimbangkan dampaknya bagi seluruh anggota sekolah. Bagi tenaga pendidik/guru budaya sekolah hendaknya meningkatkan komitmen terhadap tugas sambil secara bersama-sama membentuk suasana sekolah yang nyaman bagi semua pihak.

3. Kecenderungan umum jawaban responden untuk variabel kemampuan profesional tenaga pendidik berada pada kategori cukup baik, yaitu 74,82% dari skor ideal. Jumlah prosentase ini berimplikasi bahwa kinerja mengajar guru tersebut belum mencapai skor maksimal yang diharapkan. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap hasil pembelajaran khususnya peserta didik. Variabel kepemimpinan transfrmasional kepala sekolah dan


(3)

budaya organisasi yang diteliti merupakan faktor yang berkontribusi terhadap kemampuan profesional tenaga pendidik, disamping faktor-faktor lain seperti, motivasi, struktur desain organisasi, insentif, lingkungan, keluarga, kondisi politik, kondisi sosial, tingkat pendidikan, perkembangan teknologi dan informasi dan lain-lain. Oleh karena itu faktor-faktor tersebut perlu untuk mendapat perhatian baik oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Provinsi dan Pengurus Yayasan, untuk terus melakukan peningkatan kemampuan kepala sekolah dalam menciptakan budaya sekolah yang positif dengan kemampuan profesional tenaga pendidik yang baik agar tujuan sekolah dan tujuan pendidikan menengah kejuruan secara umum dapat tercapai secara optimal.

C. REKOMENDASI

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti ingin memberikan beberapa rekomendasi kepada peyelenggara pendidikan ditingkat SMK (Dinas Pendidikan dan Pengurus Yayasan), dan pengelola SMK (Kepala Sekolah), serta para tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka, yaitu sebagai berikut:

1. Kemampuan profesional tenaga pendidik pada SMK di Kabupaten Bangka sudah cukup baik akan tetapi masih belum optimal terutama pada dimensi kompetensi pedagogik. Oleh karena itu optimalisasi kemampuan profesional tenaga pendidik dapat dilakukan dengan lebih memperhatikan dimensi ini, sehingga tenaga pendidik dapat:


(4)

a) mengelola pembelajaran dengan memahami karakteristik peserta didik, menguasai teori dan prinsip-prinsip pembelajaran.

b) mengembangkan kurikulum sendiri dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pengembangan diri dan pembelajaran.

c) menjalin komunikasi yang efektif dengan sesama guru, siswa dan pihak-pihak yang berkepentingan bagi pengembangan potensi peserta didik.

Optimalisasi penguasaan kompetensi pedagogik dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan, workshop, seminar, dan aktifitas-aktifitas peningkatan kompetensi lain secara kerjasama baik antar sekolah (melalui MGMD), dengan Dinas Pendidikan, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), maupun dengan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK), serta Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), dan asosiasi profesi yang sesuai dengan program keahlian yang ada pada SMK di Kabupaten Bangka.

2. Kepemimpinan transformasional kepala sekolah menurut persepsi guru pada SMK di Kabupaten Bangka yang dijadikan responden pada penelitian ini cukup baik akan tetapi masih harus ditingkatkan terutama pada dimensi stimulasi intelektual. Berdasarkan temuan pada penelitian ini, optimalisasi peningkatan perilaku kepemimpinan transformasional kepala SMK di


(5)

Kabupaten Bangka dapat difokuskan pada dimensi ini. Kepala SMK harus dapat lebih mengembangkan sikap dan perilaku untuk menggali, mengolah dan mensosialisasikan gagasan-gagasan dan terobosan-terobosan baru untuk menstimulus tumbuh dan berkembangnya intelektualitas tenaga pendidik yang berkaitan dengan sumber, metode, dan pengelolaan pembelajaran secara keseluruhan. Proses optimalisasi peningkatan perilaku transformasional kepala sekolah ini dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, workshop, dan musyawarah kerja (MKKS) kerja sama antara dinas pendidikan dan yayasan dengan lembaga-lembaga peningkatan kompetensi seperti: LPTK, PPPPTK, atau pun LPMP, serta dan asosiasi profesi yang sesuai dengan program keahlian yang ada pada SMK di Kabupaten Bangka

3. Menurut hasil penelitian terhadap budaya organisasi pada SMK di Kabupaten Bangka ini, budaya yang tercipta pada SMK masih harus di kembangkan terutama pada dimensi inovasi dan pengambilan resiko dan keagresifan. Kedua dimensi ini berkaitan dengan penyediaan kesempatan oleh sekolah kepada tenaga pendidik untuk memancing tumbuh dan berkembangnya semangat berinovasi dan agresifitas dalam mencari dan menciptakan metode pembelajaran yang paling cocok di kalangan tenaga pendidik. Oleh karena itu para penyelenggara (Dinas Pendidikan Kabupaten/Provinsi dan Yayasan) secara bersama-sama dengan pengelola sekolah (kepala sekolah) untuk lebih menanamkan, mengelola, dan mengembangkan sikap-sikap yang inovatif dan berani untuk menghadapi


(6)

resiko bagi para tenaga pendidik dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dan lulusan.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan sikap-sikap ini ialah melalui kegiatan pelatihan peningkatan kreatifitas maupun perlombaan-perlombaan inovasi pembelajaran yang dilakukan secara kontinyu dan berjenjang, mulai dari tingkat sekolah sampai dengan provinsi. Dalam aktifitas-aktifitas ini dapat dilakukan secara kerjasama antara dinas pendidikan baik tingkat kabupaten maupun provinsi dengan lembaga-lembaga seperti: LPTK, PPPPTK, LPMP maupun asosiasi profesi sesuai dengan program keahlian yang ada pada SMK di Kabupaten Bangka khususnya , dan provinsi Kepulauan Bangka Belitung umumnya.


Dokumen yang terkait

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH, BUDAYA ORGANISASI, DAN KETERAMPILAN GURU Kontribusi Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah, Budaya Organisasi, Dan Ketrampilan Guru Terhadap Kinerja Guru SD Di UPT Dinas Pendidikan Kecamatan

0 1 14

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH, BUDAYA ORGANISASI, DAN KETERAMPILAN GURU Kontribusi Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah, Budaya Organisasi, Dan Ketrampilan Guru Terhadap Kinerja Guru SD Di UPT Dinas Pendidikan Kecamatan

0 1 16

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM SEKOLAH TERHADAP EFEKTIVITAS SEKOLAH PADA SEKOLAH DASAR NEGERI DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA.

0 0 97

PENGARUH KEPEMIMPINAN AUTENTIK KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM SEKOLAH TERHADAP MUTU SEKOLAH DASAR DI KOTA CILEGON.

4 13 68

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MUTU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN JOMBANG BANTEN.

0 0 74

PENGARUH PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM SEKOLAH TERHADAP MUTU SEKOLAH PADA SMPN DI KABUPATEN CIREBON.

0 5 64

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM SEKOLAH TERHADAP PENINGKATAN EFEKTIVITAS SEKOLAH PADA SMP NEGERI SE-KABUAPTEN PURWAKARTA.

0 0 72

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA SEKOLAH TERHADAP MUTU SEKOLAH DI SMP NEGERI DAN SWASTA WILAYAH KOTA BANDUNG.

0 1 93

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN IKLIM KERJA SEKOLAH TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU DI SMPN KOTA BANDUNG.

1 1 63

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM ORGANISASI SEKOLAH TERHADAP PRODUKTIVITAS SEKOLAH: Studi pada Madrasah Aliyah Kota dan Kabupaten Sorong.

0 0 67