IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI SEKOLAH DASAR X, Y, DAN Z KOTA JAYAPURA.

(1)

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu xi

DAFTAR ISI

Hal

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Halaman Pernyataan... iii

Kata Pengantar ... iv

Ucapan Terima Kasih ... v

Abstrak ... ix

Daftar Isi... xi

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Gambar ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Sistematika Penulisan Tesis ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 17

A. Hakekat Pendidikan Inklusif ... 17

1. Konsep Dasar Pendidikan Inklusif ... 18

2. Pengertian Pendidikan Inklusif ... 20

3. Karakteristik Pendidikan Inklusif ... 24

a. Kurikulum ... 24

b. Pendekatan Pembelajaran ... 25

c. Proses Pembelajaran ... 25

d. Sistem Evaluasi ... 26

4. Dasar Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif ... 26

a. Landasan Historis ... 26

b. Landasan Filosofis ... 30

c. Landasan Yuridis ... 31

d. Landasan Pedagogis ... 34

e. Landasan Empiris ... 34

5. Perencanaan Pendidikan Inklusif ... 35

6. Kesempatan dan Tantangan ... 51

7. Kurikulum Pluralitas Kebutuhan Belajar Individu ... 52

8. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Pendidikan Inklusif ... 53


(2)

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu xii

B. Sekolah Dasar Inklusi ... 56

BAB III METODE PENELITIAN ... 57

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 57

B. Desain Penelitian ... 58

C. Metode Penelitian ... 60

D. Definisi Konsep ... 61

E. Instrumen Penelitian ... 65

F. Teknik Pengumpulan Data ... 69

G. Teknik Keabsahan Data ... 72

H. Teknik Analisis Data ... 75

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 77

A. Hasil Penelitian ... 77

1. Pemahaman Guru dan Orang Tua Tentang Pendidikan Inklusif ... 73

2. Pemahaman Guru dan Orang Tua Tentang Anak Berkebutuhan Khusus ... 111

3. Penerimaan Guru, Anak dan Orang Tua Terhadap Pendidikan Inklusif ... 130

4. Penerimaan Guru, Anak dan Orang Tua Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus ... 154

5. Pelayanan Guru, Anak dan Orang Tua Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus ... 180

6. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Pendidikan Inklusif ... 222

B. Pembahasan ... 263

1. Pemahaman Guru dan Orang Tua Tentang Pendidikan Inklusif ... 264

2. Pemahaman Guru dan Orang Tua Tentang Anak Berkebutuhan Khusus ... 265

3. Penerimaan Guru, Anak dan Orang Tua Terhadap Pendidikan Inklusif ... 268

4. Penerimaan Guru, Anak dan Orang Tua Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus ... 270

5. Pelayanan Guru, Anak dan Orang Tua Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus ... 271

6. Faktor Pendukung Impementasi Pendidikan Inklusif ... 273

7. Faktor Pendukung Implementasi Pendidikan Inklusif ... 273

BAB V PENUTUP ... 281


(3)

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu xiii

B. Saran ... 288 DAFTAR PUSTAKA ... 292 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN-LAMPIRAN


(4)

1

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu `

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kebijakan tersebut memberi warna baru bagi anak berkebutuhan khusus. Ditegaskan dalam pasal 5 tentang pendidikan khusus di sebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusi atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang memungkinkan terobosan dan inovasi dalam pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus berupa penyelenggaraan pendidikan inklusif. Secara lebih operasional, hal tersebut diperkuat dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan.

Sebagaimana diketahui bahwa masih banyak anak-anak Indonesia yang sampai sekarang ini tidak dapat menikmati suasana belajar di bangku sekolah. Tidak sedikit pula anak-anak putus sekolah bahkan tidak sekolah sama sekali karena alasan ekonomi yang kemudian diperparah lagi dengan mahalnya biaya pendidikan sekarang ini. Disini peran pendidikan inklusif dibutuhkan sebagai pelindung terhadap hak-hak dasar anak untuk mendapatkan layanan pendidikan


(5)

2

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu `

secara merata. Seperti dalam penjelasan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyatakan bahwa:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (2003: Depdiknas Republik Indonesia).

Sekolah Luar Biasa (SLB) sebagai lembaga pendidikan khusus tertua menampung anak dengan berbagai jenis kelainan ataupun satu kelainan, Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) menampung berbagai jenis anak berkelainan, sedangkan pendidikan terpadu adalah sekolah biasa yang menampung anak berkelainan dengan kurikulum, guru, sarana dan prasarana pembelajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang sama. Memasuki akhir milenium kedua, visi dan misi kelembagaan sudah cenderung kepada bentuk integrasi. Suatu bentuk dimana anak luar biasa, anak berkebutuhan khusus dalam pendidikan inklusif menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat.

Munculnya berbagai bentuk istilah yang berhubungan dengan kelembagaan dan layanan pendidikan yang diperuntukkan bagi mereka yang membutuhkan layanan kebutuhan khusus seperti Normalisasi dan Integrasi

Mainstreaming, Least Restrictive Environment, Institusionalisasi dan Inklusif.

Dewasa ini inklusi merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang dipandang ideal untuk dilaksanakan. Sekolah reguler dengan orientasi inklusif merupakan alat yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat


(6)

3

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu `

yang inklusif dan mencapai Pendidikan Bagi Semua; lebih jauh, sekolah semacam ini akan memberikan pendidikan yang lebih efektif kepada mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi dan pada akhirnya akan menurunkan biaya bagi seluruh sistem pendidikan (Zulkifli Sidiq, Pendidikan Inklusif Suatu Strategi Menuju

Pendidikan Untuk Semua, 2012).

Hak memperoleh pendidikan merupakan salah satu hak azazi manusia yang dilindungi dan dijamin oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun nasional. Dokumen pendidikan untuk semua (Deklarasi Dunia Jomtien, 1990) ingin memastikan bahwa semua anak, tanpa kecuali, memperoleh pendidikan. Akan tetapi, di Indonesia misalnya, menurut data Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia tahun 2002, hanya sekitar 7,5% anak penyandang cacat usia sekolah yang sudah memperoleh pendidikan formal di sekolah. Sedangkan menurut data Direktorat Pendidikan Sekolah Luar Biasa Departemen Pendidikan Nasional (2006: 7), jumlah anak berkebutuhan khusus usia sekolah di Indonesia adalah 317.000 anak. Dari jumlah tersebut, 66.610 anak berkebutuhan khusus atau sekitar 21% telah memperoleh layanan pendidikan pada Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan sekolah terpadu. Hal ini berarti bahwa masih banyak anak berkebutuhan khusus, yakni sekitar 79% atau 250.442 di Indonesia belum memperoleh layanaan pendidikan. Pendidikan inklusif diyakini sebagai satu pendekatan pendidikan yang inovatif yang dapat memperluas kesempatan pendidikan bagi semua anak berkebutuhan khusus termasuk para penyandang cacat.


(7)

4

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu `

Upaya yang dilakukan pemerintah agar semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus, memperoleh akses sekolah adalah menjadikan sekolah umum sebagai sekolah inklusi, yaitu sekolah yang memberikan kesempatan kepada anak yang memiliki kebutuhan khusus dapat belajar di kelas bersama-sama dengan anak lain yang tidak berkebutuhan khusus. Dengan pemberian layanan khusus sehingga anak berkebutuhan khusus memiliki kesempatan yang sama dengan anak lain untuk mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran di sekolah tersebut. Melalui pendidikan inklusif diharapkan anak berkebutuhan khusus dapat dididik bersama-sama dengan anak normal lainnya. Tujuannya adalah agar tidak ada kesenjangan diantara anak berkebutuhan khusus dengan anak normal lainnya. Diharapkan pula anak dengan kebutuhan khusus dapat memaksimalkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya.

Tujuan dari semua upaya menuju pendidikan inklusif adalah kesejahteraan anak berkebutuhan khusus baik secara permanen maupun temporer untuk memperoleh pendidikan dan segala haknya sebagai warga negara. Apakah penempatan anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler saat ini benar-benar baik bagi kesejahteraannya, hal ini membutuhkan waktu untuk membuktikannya, tetapi kita dapat percaya itu akan terjadi selama mereka diberi kesempatan dan dukungan yang tepat sebagaimana dirancang bagi mereka. Hingga saat ini yang tampak pasti adalah jumlah anak berkebutuhan khusus yang bersekolah telah meningkat secara signifikan, sehingga target untuk mewujudkan pendidikan untuk semua pada tahun 2015 tampaknya menjadi lebih realistis.


(8)

5

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu `

Menurut Permendiknas nomor 70 tahun 2009 pasal 2, menjelaskan bahwa pendidikan inklusif bertujuan:

memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya; 2) mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua anak sebagaimana yang dimaksud pada angka 1). Pendidikan inklusif perlu didukung oleh nilai dan keyakinan. Hal tersebut akan berkembang seiring dengan implementasinya dan tidak harus disempurnakan sebelumnya. Tetapi jika pihak-pihak yang terlibat mempunyai konflik nilai dan keyakinan, dan jika konflik tersebut tidak diselesaikan dan disadari dengan baik, maka implementasi pendidikan inklusif tidak akan berjalan lancar. Pendidikan inklusif bukanlah merupakan suatu cetak biru, artinya bila satu kesalahan utama terjadi, maka akan mempengaruhi implementasi pendidikan inklusif. Bahkan ada asumsi beranggapan bahwa solusi yang diadopsi dalam mengimplementasi pendidikan inklusif dari suatu budaya/konteks dapat mengatasi permasalahan dalam budaya/konteks lain yang sama sekali berbeda. Lagi-lagi, berbagai pengalaman menunjukkan bahwa solusi harus dikembangkan secara lokal dengan memanfaatkan potensi dan sumber-sumber daya lokal, jika tidak, solusi tersebut tidak akan bertahan lama. Pendidikan inklusif merupakan proses yang dinamis, agar pendidikan inklusif terus hidup, diperlukan adanya monitoring partisipatori yang berkesinambungan, yang melibatkan semua stakeholder dalam refleksi diri yang kritis. Satu prinsip inti dari pendidikan inklusif adalah harus tangap terhadap keberagaman secara fleksibel, senantiasa berubah dan tidak dapat diprediksi.


(9)

6

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu `

Jadi, pendidikan inklusif harus tetap hidup dan berjalan sesuai dengan amanah konstitusi.

Setiap daerah memiliki sumber daya manusia, karakteristik, dan kultur serta sistim sosial yang sangat mendasar. Jika hal-hal tersebut dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif, niscaya implementasi itu akan berjalan sesuai dengan tujuan yang direncanakan. Faktor-faktor inilah yang tidak dipertimbangkan ketika implementasi pendidikan inklusif digulirkan, sehingga menimbulkan masalah-masalah yang paling mendasar dalam pelaksanaan implementasi pendidikan inklusif.

Setiap sistem sosial yang ada disetiap daerah memiliki cara tersendiri dalam mengadopsi implementasikan pendidikan inklusif, begitu halnya guru, anak dan orang tua di sekolah-sekolah inklusi. Sikap dan cara penerimaan dari setiap sistem sosial tentunya selalu berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Ada daerah yang sebelum pendidikan inklusif digulirkan, sistem sosialnya sudah menerima dan memahami tentang pendidikan inklusif, memahami tentang anak berkebutuhan khusus, bahkan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus sudah baik. Hal tersebut didukung dengan sumber daya manusia, saluran informasi dan komunikasi yang baik. Namun, ada juga daerah yang sistem sosialnya belum menerima dan memahami pendidikan inklusif bahkan anak berkebutuhan khusus. Ketika masalah-masalah ini tidak ditanggapi dengan serius, maka akan menimbulkan permasalahan-permasalah yang lebih kompleks dalam implementasi pendidikan inklusif.


(10)

7

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu `

Ideologi dan pendekatan pendidikan inklusif pertama kali muncul dalam dokumen international pada tahun 1994 dalam The Salamanca Statement. pernyataan tersebut di uraikan sebagai berikut:

Kami, para delegasi Konferensi Dunia tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus yang mewakili sembilan puluh dua pemerintah dan dua puluh lima organisasi internasional, yang berkumpul di sini di Salamanca, Spanyol, dari tanggal 7-10 Juni 1994, dengan ini menegaskan kembali komitmen kami terhadap Pendidikan bagi Semua, mengakui perlunya dan mendesaknya memberikan pendidikan bagi anak, remaja dan orang dewasa penyandang kebutuhan pendidikan khusus di dalam sistem pendidikan reguler, dan selanjutnya dengan ini menyetujui Kerangka Aksi mengenai Pendidikan Kebutuhan Khusus, yang semangat ketetapan-ketetapan serta rekomendasi-rekomendasinya diharapkan akan dijadikan pedoman oleh pemerintah-pemerintah serta organisasi-organisasi (Salamanca, 1994: 7)

Pendekatan ini belum sepenuhnya dilaksanakan dan diterapkan di seluruh Indonesia. Namun, kecenderungannya adalah semakin dapat diterima oleh masyarakat luas walaupun masih banyak masalah-masalah yang dihadapi dilapangan, seperti halnya di Kota Jayapura. Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan anak pada umumnya. Hal ini berarti bahwa setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

Survei penjaringan anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar Kota Jayapura dalam rangka implementasi pendidikan inklusif oleh Tuning Supriadi, widyaiswara Lembaga Peningkatan Mutu Pendidikan (LPMP) Papua bidang PLB pada tahun 2005/2006 di Kota Jayapura terdapat 3859 anak yang di duga


(11)

8

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu `

mengalami gangguan dan hambatan dalam proses pembelajaran. Inilah yang menjadi salah satu dasar pertimbangan bahwa sangat tepat bila Kota Jayapura dijadikan sebagai salah satu tempat implementasi pendidikan inklusif, tanpa mempertimbangkan permasalah-permasalah seperti; sumber daya manusia, karakteristik, sistem sosial dan kultur budaya yang sangat mendukung implementasi pendidikan inklusif itu sendiri.

Kelanjutan dari implementasi pendidikan inklusif, pada tahun 2007/2008 sebuah hasil penelitian dari orang sama (Tuning Supriadi) menyimpulkan bahwa implementasi pendidikan inklusif di Kota Jayapura berjalan dengan lancar. Kenyataan yang ada dilapangan tidak sesuai dengan hasil penelitian tersebut. Oleh karena itu, peneliti ingin mengkaji secara mendalam permasalahan-permasalahan implementasi pendidikan inklusif pada sekolah dasar inklusi tersebut. Kurangnya sosialisasi, sumber daya manusia, saluran komunikasi dan sistem sosial menimbulkan respons negatif dalam implementasi pendidikan inklusif sehingga memunculkan permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaannya.

Sebagai data pendukung dari permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan berkaitan dengan implementasi pendidikan inklusif peneliti mengumpulkan informasi melalui wawancara dengan 18 guru (masing-masing 6 orang) dari ketiga sekolah inklusi diperoleh gambaran bahwa ditemukan berbagai permasalahan-permasalahan yang kompleks dalam implementasi pendidikan inklusif yang sangat mendasar. Permasalahan-permasalahan tersebut berkaitan dengan pemahaman tentang pendidikan inklusif, pemahaman tentang anak berkebutuhan khusus, penerimaan terhadap pendidikan inklusif, penerimaan


(12)

9

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu `

terhadap anak berkebutuhan khusus, pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus, faktor-faktor yang mendukung dan menghambat implementasi pendidikan inklusif di sekolah dasar penyelenggara inklusi.

Mungkinkah masalah-masalah di atas menyebabkan hingga pendidikan inklusif tidak berjalan lancar sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 70 tahun 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010, Konvensi PBB tentang Hak Anak tahun 1989, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948, Deklarasi Bandung tahun 2004 dan kebijakan lainnya.

Bagaimanakah solusi yang akan diambil untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut? Karena, tidak adil apabila masalah-masalah dalam pelaksanaan implementasi pendidikan inklusif di Kota Jayapura tidak diselesaikan dan dicari solusi pemecahaannya. Sementara Kota Jayapura dipercaya/ditunjuk sebagai salah satu tempat penyelenggaraan implementasi pendidikan inklusif oleh pemerintah (pusat melalui Dinas Pendidikan Provinsi Papua pada saat itu) melalui Sekolah Dasar antara lain: Sekolah Dasar Negeri Inpres Waena Permai, Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Kristen (YPK) Yoka Baru, dan Sekolah Dasar Negeri Inpres VIM I Kota Jayapura Provinsi Papua sejak tahun 2006.

Masalah-masalah ini jangan dibiarkan berlarut-larut, harus dipecahkan dan dicarikan solusinya, sehingga pelaksanaan pendidikan inklusif di Kota Jayapura akan berjalan lancar sesuai dengan cita-cita dan idiologi pendidikan inklusif, amanah konstitusi, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun


(13)

10

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu `

2003, Permendiknas Nomor 70 tahun 2009, Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2010, selain itu tidak akan menimbulkan kesenjangan sosial dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Keberhasilan pendidikan inklusif di Indonesia bukan karena keberhasilan pada satu daerah tertentu sebagai tolak ukur, akan tetapi perlu dipertimbangkan bahwa setiap daerah memiliki sumber daya manusia, karakteristik, sistem sosial dan kultur yang sangat berbeda, juga memiliki permasalahan-permasalahan yang berbeda. Namun, bagaimanakah keberhasilan pendidikan itu dapat dilihat dan dirasakan secara menyeluruh/merata bagi segenap masyarakat/warga Negara Indonesia.

Berangkat dari permasalahan tersebut di atas, maka peneliti ingin mengkaji dan meneliti lebih mendalam secara sistematis “Implementasi Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar X, Y, dan Z Kota Jayapura”, sehingga solusi terhadap permasalahan tersebut dapat di atasi sedini mungkin dan amanah pendidikan untuk semua dapat terwujud.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Implementasi pendidikan inklusif di Sekolah Dasar X, Y, dan Z Kota Jayapura diperhadapkan dengan berbagai permasalahan-permasalahan baik bersifat interen maupun eksteren. Selain itu dipengaruhi oleh faktor-faktor pendukung maupun faktor penghambat. Masalah-masalah dalam implementasi

pendidikan inklusif di sekolah dasar tersebut diidentifikasi sebagai berikut: 1) pemahaman tentang pendidikan inklusif, 2) pemahaman tentang anak


(14)

11

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu `

berkebutuhan khusus, 3) penerimaan terhadap pelaksanaan pendidikan inklusif, 4) penerimaan terhadap anak berkebutuhan khusus, 5) pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus, 6) faktor-faktor pendukung dan 7) penghambat pelaksanaan implementasi pendidikan inklusif di Sekolah Dasar Kota Jayapura. Ketika masalah-masalah itu disatukan, maka menjadi sebuah masalah yang sangat kompleks yang akan menghambat implementasi pendidikan inklusif.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, kemudian masalah ini

dirumuskan dalam pertanyaan “Bagaimanakah Implementasi Pendidikan Inklusif

di Sekolah Dasar X, Y, dan Z Kota Jayapura”. Pertanyaan tersebut selanjutnya diuraikan dalam rumusan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pemahaman guru dan orang tua di Sekolah Dasar X, Y, dan Z tentang pendidikan inklusif?

2. Bagaimanakah pemahaman guru dan orang tua di Sekolah Dasar X, Y, dan Z tentang anak berkebutuhan khusus?

3. Bagaimanakah penerimaan guru, anak dan orang tua di Sekolah Dasar X, Y, dan Z terhadap pelaksanaan pendidikan inklusif?

4. Bagaimanakah penerimaan guru, anak dan orang tua di Sekolah Dasar X, Y dan Z terhadap anak berkebutuhan khusus?

5. Bagaimanakah pelayanan guru, anak, dan orang tua di Sekolah Dasar X, Y, dan Z terhadap anak berkebutuhan khusus?

6. Apakah faktor-faktor pendukung implementasi pendidikan inklusif di Sekolah Dasar X, Y, dan Z?


(15)

12

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu `

7. Apakah faktor-faktor penghambat implementasi pendidikan inklusif di Sekolah Dasar X, Y, dan Z?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mengetahui proses dan implementasi pendidikan inklusif di Sekolah Dasar X, Y, dan Z Kota Jayapura. Secara khusus bertujuan untuk menemukan dan memperoleh gambaran tentang:

1. Pemahaman guru dan orang tua di Sekolah Dasar X, Y, dan Z tentang pendidikan inklusif.

2. Pemahaman guru dan orang tua di Sekolah Dasar X, Y, dan Z tentang anak berkebutuhan khusus.

3. Penerimaan guru, anak dan orang tua di Sekolah Dasar X, Y, dan Z terhadap pelaksanaan pendidikan inklusif.

4. Penerimaan guru, anak dan orang tua di Sekolah Dasar X, Y dan Z terhadap anak berkebutuhan khusus.

5. Pelayanan guru, anak, dan orang tua di Sekolah Dasar X, Y, dan Z terhadap anak berkebutuhan khusus.

6. Faktor-faktor pendukung implementasi pendidikan inklusif di Sekolah Dasar X, Y, dan Z.

7. Faktor-faktor penghambat implementasi pendidikan inklusif di Sekolah Dasar X, Y, dan Z.


(16)

13

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu `

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bernilai guna baik untuk keperluan teoritik maupun secara aplikatif. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis:

Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan implementasi pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi.

2. Manfaat Aplikatif: a. Sekolah

Bermanfaat sebagai evaluasi diri, penyusunan visi dan misi serta rencana strategi pengembangan implementasi pendidikan inklusif baik jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang di sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif.

b. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura

Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan implementasi pendidikan inklusif di lingkungan Kota Jayapura, khususnya pada bidang pendidikan dasar dan menengah.

c. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Papua

Sebagai alat evaluasi dan acuan pengambilan kebijakan dalam sistem implementasi pendidikan inklusif di Provinsi Papua.


(17)

14

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu `

d. Direktorat PK/LK Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Sebagai alat evaluasi diri dalam mengambil kebijakan untuk memperbaiki dan mengembangkan implementasi pendidikan inklusif di Provinsi Papua, khususnya di Kota Jayapura kearah yang lebih baik.

E. Sistematika Penulisan Tesis

Sistimatika penulisan tesis yang akan dilalui dalam penelitian Implementasi Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar X. Y dan Z Kota Jayapura adalah sebagai berikut.

Halaman Judul Halaman Pengesahan Halaman Pernyataan Kata Pengantar Ucapan Terima Kasih Abstrak

Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang Penelitian

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian


(18)

15

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu `

D. Manfaat Penelitian

E. Sistematika Penulisan Tesis Bab II Kajian Pustaka

A. Hakekat Pendidikan Inklusif

1. Konsep Dasar Pendidikan Inklusif 2. Pengertian Pendidikan Inklusif 3. Karakteristik Pendidikan Inklusif

a. Kurikulum

b. Pendekatan Pembelajaran c. Proses Pembelajaran d. Sistem Evaluasi

4. Dasar Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif a. Landasan Historis

b. Landasan Filosofis c. Landasan Yuridis d. Landasan Pedagogis e. Landasan Empiris

5. Perencanaan Pendidikan Inklusif 6. Kesempatan dan Tantangan

7. Kurikulum Pluralitas Kebutuhan Belajar Individu

8. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Pendidikan Inklusif


(19)

16

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu `

B. Sekolah Dasar Inklusi Bab III Metode Penelitian

A. Lokasi dan Subjek Penelitian B. Desain Penelitian

C. Metode Penelitian D. Definisi Konsep E. Instrumen Penelitian F. Teknik Pengumpulan Data G. Teknik Keabsaan Data H. Analisis Data

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Hasil Penelitian

B. Pembahasan

Bab V Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan

B. Saran Daftar Pustaka Lampiran-Lampiran Riwayat Hidup Lampiran


(20)

57

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Jayapura. Sekolah dasar tersebut antara lain: Sekolah Dasar Negeri Inpres Waena Permai, Sekolah Dasar YPK Yoka Baru, dan Sekolah Dasar Negeri Inpres VIM I sebagai sekolah yang ditunjuk oleh pemerintah pusat sebagai sekolah inklusi melalui pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan Propinsi Papua (pada saat itu) untuk menyelenggarakan implementasi pendidikan inklusif.

Subjek penelitian ini adalah guru, anak dan orang tua yang berada di Sekolah Dasar penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Jayapura. Penetapan pemilihan ketiga subjek penelitian tersebut atas dasar pertimbangan sebagai berikut.

1. Sekolah dasar tersebut merupakan sekolah dasar yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Papua sebagai Sekolah Dasar penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Jayapura.

2. Implementasi pendidikan inklusif belum berjalan sebagaimana diamanahkan dalam undang-undang dan peraturan pemerintah, serta diperhadapkan pada permasalah-permasalahan yang bersifat rumit dan kompleks.

3. Perlunya difusi yang lebih baik terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah dasar inklusi Kota Jayapura.


(21)

58

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

B. Desain Penelitian

Menurut Suchman (1967) desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian (Moh. Nasir, 2009:84). Untuk menerapkan metode ilmiah dalam praktek penelitian, maka diperlukan suatu desain penelitian yang sesuai dengan kondisi, seimbang dengan dalam dangkalnya penelitian yang akan dikerjakan. Sesuai dengan metode penelitian di atas, maka desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini untuk meneliti Implementasi Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar X, Y, dan Z Kota Jayapura, dapat digambarkan pada bagan di bawah ini:


(22)

59

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Desain Penelitian C. D. E. F. G.

Gambar 3.1 Desain Penelitian INPUT (MASALAH)

BAGAIMANAKAH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSI DI SD X, Y, DAN Z KOTA JAYAPURA

PROSES (METODE PENELITIAN) 1. Pendekatan Penelitian 2. Metode Penelitian 3. Desain Penelitian

OUTPUT

(HASIL ANALISIS) STUDI PENDAHULUAN (EMPERIK)

STUDI PUSTAKA (RASIO)

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI SEKOLAH DASAR X, Y, DAN Z KOTA JAYAPURA

Bagaimanakah penerimaan guru, anak dan orang tua Tentang ABK Bagaimanakah Pemahaman guru, dan orang tua tentang PI Bagaimanakah Pemerimaan guru, anak dan orang tua Tentang PI Bagaimanakah Pemahaman guru, dan orang tua tentang ABK Bagaimanakah pelayanan guru, anak dan orang tua terhadap ABK

Display Data Wawancara Observasi

Kesimpulan Rekomendasi dan

Saran Reduksi Data Verifikasi Data Studi Dokumentasi TEKNIK KEABSAHAN DATATEKNIK ANALISIS DATA TEKNIK PENGUMPULAN

DATA DAN PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENELITIAN Apakah faktor-faktor pendukung dan penghambat Pelaksanaan PI


(23)

60

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

C. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan biasanya dimaksudkan dengan arah atau cara yang diambil untuk menuju sesuatu sasaran. Dalam pengertian yang lebih luas pendekatan juga dapat diartikan sebagai to come near to in any sense atau jalan yang diambil untuk melakukan sesuatu. Pendekatan-pendekatan yang dipilih biasanya berasaskan teori-teori atau generalisasi tertentu.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (Sugiono, 2010: 9). Selain itu, masalah dalam penelitian kualitatif bersifat sementara, tentatif dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di lapangan (Sugiono, 2007: 238).

Berdasarkan fokus masalah, tujuan, subjek penelitian, dan karakteristik data, maka pendekatan penelitian yang dianggap tepat dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pilihan pendekatan tersebut didasarkan atas alasan bahwa peneliti bermaksud memperoleh dan mendeskripsikan data-data dan fenomena-fenomena tentang ”Implementasi Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar X, Y, dan Z Kota Jayapura”.

2. Metode Penelitian

Mengingat sifat data dan fokus penelitian ini, maka digunakan metode penelitan yaitu metode deskriptif. Menurut Whitney (1960) metode deskriptif


(24)

61

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat (Moh. Nasir, 2009: 54). Tujuan dari penelitian deskripsi adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Dengan metode deskriptif juga dapat diselidiki kedudukan (status) fenomena atau faktor dan melihat hubungan antar satu faktor dengan faktor lain. Karenanya, metode deskriptif juga dinamakan metode studi kasus (Moh. Nasir, 2009: 55).

Dalam metode deskriptif, peneliti bisa saja membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komperatif. Ada kalanya peneliti mengadakan klasifikasi terhadap fenomena-fenomena dengan menetapkan suatu standar atau norma tertentu. Dengan metode deskriptif peneliti dapat menyelidiki kedudukan (status) fenomena atau faktor-faktor dan melihat hubungan antara satu faktor dengan faktor yang lain.

D. Definisi Konsep

1. Implementasi Pendidikan Inklusif a. Pengertian Implementasi

Dalam Kamus Bahasa Inggris (1996:313), implementation diartikan sebagai pelaksanaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi adalah pelaksanaan, penerapan pertemuan yang kedua bermaksud mencari bentuk tentang hal yang disepakati dulu (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2005: 427). Secara sederhana implementasi diartikan pelaksanaan atau penerapan. Majone dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2002), mengemukakan


(25)

62

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

implementasi sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah perluasan aktivitas

yang saling menyesuaikan”. Pengertian implementasi sebagai aktivitas yang

saling menyesuaikan juga dikemukakan oleh Mclaughin (dalam Nurdin dan Usman, 2004). Adapun Schubert (dalam Nurdin dan Usman, 2002:70)

mengemukakan bahwa ”implementasi adalah sistem rekayasa”.

Sedangkan menurut Susilo (2007: 174) “implementasi merupakan suatu penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun nilai dan sikap”. Dalam Oxford Advance Learner Dictionary dikemukakan bahwa implementasi adalah put something into effect (penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak).

Dari beberapa definisi di atas, maka disimpulkan bahwa implementasi adalah suatu kegiatan atau usaha untuk penerapan ide, konsep, kebijakan, dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak dalam bentuk perubahan pengetahuan, ketrampilan, maupun nilai dan sikap dalam suatu proses interaksi. b. Pengertian Pendidikan Inklusif

Menurut Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 pasal 1 pendidikan inklusif adalah:

sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan anak pada umumnya.


(26)

63

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

layanan pendidikan yang mengakomodasi semua anak termasuk anak yang memiliki kebutuhan khusus untuk dapat sekolah di sekolah atau lembaga pendidikan (diutamakan yang terdekat dengan tempat tinggal anak) bersama dengan teman-teman sebayanya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki oleh anak ( 2003:4).

Sementara menurut Juang Sunanto dalam tulisannya yang berjudul Pendidikan yang Terbuka Untuk Semua, menyebutkan bahwa pendidikan inklusif adalah:

pendidikan yang memberikan layanan kepada setiap anak tanpa terkecuali. Pendidikan yang memberikan layanan terhadap semua anak tanpa memandang kondisi fisik, mental, intelektual, sosial, emosi, ekonomi, jenis kelamin, suku, budaya, tempat tinggal, bahasa dan sebagainya. Semua anak belajar bersama-sama, baik di kelas/ sekolah formal maupun nonformal yang berada di tempat tinggalnya yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing anak (2004:3).

Dari kedua definisi tersebut, maka disimpulkan bahwa implementasi pendidikan inklusif adalah aktivitas pelaksanaan, penerapan dan evaluasi pendidikan yang memberikan pelayanan terhadap semua anak tanpa memandang kekurangan dan kelemahan anak agar dapat belajar bersama-sama, baik di kelas/luar kelas sekolah formal maupun nonformal yang berada di tempat tinggalnya disesuaikan dengan kondisi, potensi dan kebutuhan masing-masing anak.

2. Sekolah Dasar Inklusi

Menurut Soedijarto (2000: 46) bahwa:

sekolah sebagai pusat pembelajaran yang bermakna dan sebagai proses sosialisasi dan pembudayaan kemampuan, nilai, sikap, watak, dan perilaku hanya dapat terjadi dengan kondisi infrastruktur, tenaga kependidikan, sistem kurikulum, dan lingkungan yang sesuai.


(27)

64

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

sekolah sebagai sarana pendidikan berfungsi juga sebagai lembaga untuk menyeleksi dan memilih manusia yang berbakat, terampil dan mampu, sehingga masyarakat berkembang ke arah kondisi yang bermanfaat (meritocracy), dan dapat memenuhi kondisi masyarakat yang dipersiapkan untuk masa depan.

Dari berbagai pendapat dan teori di atas, disimpulkan sekolah adalah suatu tempat dengan iklim yang dikondisikan untuk belajar dan mempersiapkan anak memenuhi perannya di masa sekarang dan masa mendatang.

Sekolah dasar inklusi adalah suatu tempat tingkat dasar dengan iklim yang dikondisikan untuk belajar dan mempersiapkan anak dan memberikan pelayanan terhadap semua anak tanpa memandang kekurangan atau kelemahan anak agar dapat belajar bersama-sama, baik di kelas/luar kelas sekolah formal maupun non formal yang berada di tempat tinggalnya disesuaikan dengan kondisi, potensi dan kebutuhan masing-masing untuk memenuhi perannya di masa sekarang dan masa mendatang.

3. Pemahaman Pendidikan Inklusif

Adalah merepresentasikan suatu langkah yang tidak sekedar mengingat saja, namun mensyaratkan untuk mentransformasikan informasi ke dalam suatu bentuk yang dapat dipahami dengan mengubah atau memanupulasi informasi berkaitan dengan pendidikan inklusif.

4. Pemahaman Anak Berkebutuhan Khusus

Adalah merepresentasikan suatu langkah yang tidak sekedar mengingat saja, namun mensyaratkan untuk mentransformasikan informasi ke dalam suatu bentuk yang dapat dipahami dengan mengubah atau memanupulasi informasi berkaitan dengan anak berkebutuhan khusus.


(28)

65

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

5. Penerimaan Terhadap Pendidikan Inklusif

Adalah suatu tindakan yang menunjukan tingkat pemikiran terbuka terhadap gagasan baru mengenai topik yang kontroversial dalam pendidikan inklusif.

6. Penerimaan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus

Adalah suatu tindakan yang menunjukan tingkat pemikiran terbuka terhadap gagasan baru mengenai topik yang kontroversial berkaitan dengan anak berkebutuhan khusus.

7. Pelayanan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus

Adalah suatu tindakan yang menunjukan minat, keterlibatan dan bahkan komitmen berkaitan dengan anak berkebutuhan khusus.

8. Faktor Pendukung Implementasi Pendidikan Inklusif

Adalah suatu cara atau tindakan dalam bentuk fisik maupun psihis yang mendukung implementasi pendidikan inklusif.

9. Faktor Penghambat Implementasi Pendidikan Inklusif

Adalah suatu cara atau tindakan dalam bentuk fisik maupun psihis yang menghambat implementasi pendidikan inklusif.

E. Istrumen Penelitian

Dalam peneltian ini, peneliti menggunakan manusia sebagai instrumen utama yaitu peneliti sendiri, karena instrumen manusia dalam penelitian kualitatif


(29)

66

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dipandang lebih cermat dan teliti. Sebagai instrumen utama dalam menjaring data, peneliti juga menggunakan instrumen pengumpulan data berupa pedoman wawancara, pedoman observasi, dan pedoman dokumentasi.

Landasan penyusunan kisi-kisi penelitian ini adalah buku Pedoman Khusus dan Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif yang dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional tahun 2009. Kisi-kisi penelitian tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian KISI-KISI PENELITIAN FOKUS PENELITIAN RUANG LINGKUP INDIKATOR TEKNIK PENGUM-PULAN DATA

INSTRUMEN INFORMAN

Implementasi Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar X, Y dan Z Kota Jayapura

Pemahaman tentang Pendidikan Inklusif

1. Guru dan orang tua mapu menjelaskan konsep Pendidikan Inklusif 2. Guru dan orang tua mampu menjelaskan konsep keberagaman anak

3. Guru dan orang tua mampu menerangkan pengembangan pemahaman Pendidikan Inklusif

4. Guru mampu menjelaskan tentang manajemen kurikulum dalam Pendidikan Inklusif

5. Guru mampu menjelaskan tentang manajemen proses pembelajaran dalam Pendidikan Inklusif

6. Guru mampu

menerangkan manajemen sarana prasarana dalam Pendidikan Inklusif

7. Guru mampu menerangkan tentang manajemen pembiayaan Wawancara Wawancara Wawancara Observasi Wawancara Observasi Wawancara Observasi Wawancara Observasi Wawancara Observasi Pedoman wawancara Pedoman wawancara Pedoman observasi Guru Orang tua Guru Orang tua Guru Orang tua Guru Guru Guru Guru


(30)

67

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dalam Pendidikan Inklusif

8. Guru mampu menerangkan tentang manajemen lingkungan (hubungan sekolah dengan masyarakat) dalam Pendidikan Inklusif Wawancara Observasi Guru Pemahaman tentang Anak Berkebutuhan Khusus

1. Guru dan orang tua mampu menjelaskan konsep Anak Berkebutuhan Khusus

2. Kemampuan guru dan orang tua menerangkan jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus

3. Kemampuan guru dan orang tua dalam menjeaskan karakteristik anak berkebutuhan khusus

4. Kemampuan guru dan orang tua dalam mengembangkan pemahaman Anak Berkebutuhan Khusus Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Pedoman wawancara Guru Orang tua Guru Orang tua Guru Orang tua Penerimaan tentang Pendidikan Inklusif Penerimaan tentang Anak Berkebutuhan Khusus

1. Persetujuan guru, anak dan orang tua tentang penerimaan Pendidikan Inklusif

2. Komitmen guru, anak dan orang tua untuk melanjutkan Pendidikan Inklusif

1. Persetujuan guru, anak dan orang tua tentang penerimaan Anak Berkebutuhan Khusus

2. Komitmen guru, anak dan orang tua untuk memberikan kesempatan kepada Anak

Berkebutuhan Khusus melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar.

Wawancara Pedoman wawancara Guru Anak Orang tua Pelayanan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus

1. Guru, anak dan orang tua mampu menjelaskan tentang konsep pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus

2. Menjelaskan bentuk pelayanan yang sudah diberikan kepada Anak Berkebutuhan Khusus

3. Menerangkan bentuk

Wawancara Wawancara Observasi Pedoman wawancara Guru Anak Orang tua Guru Anak Orang tua


(31)

68

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dukungan pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah dasar inklusi:

a. Pengembangan jaringan kerja b. Sumber penilaian c. Tinjauan terhadap

penerapan strategi inklusi

d. Pengembangan evaluasi e. Sumber daya

(personal) bagi anak

Wawancara Guru

Faktor pendukung dan penghambat Implementasi Pendidikan Inklusif

1. Menjelaskan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan implementasi pendidikan inklusif antara lain: hukum dan perundang-undangan.

2. Menjelaskan kerjasama guru dan orang tua dalam kaitan dengan

implementasi pendidikan inklusif

3. Menjelaskan manajemen sekolah dalam kaitan dengan implementasi pendidikan inklusif antara lain:

a. Kepesertadidikan

b. Kurikulum

c. Proses pembelajaran

d. Tenaga pendidik dan kependidikan

e. Sarana-prasarana

f. Pembiayaan

Wawancara Observasi Domunentasi Wawancara Observasi Wawancara Observasi Dokumentasi Wawancara Observasi Wawancara Observasi Wawancara Observasi Dokumentasi Wawancara Observasi Dokumentasi Wawancara Observasi Pedoman wawancara Pedoman Observasi Pedoman Dokumentasi Pedoman wawancara Pedoman Observasi Pedoman wawancara Pedoman Observasi Pedoman Dokumentasi Pedoman wawancara Pedoman Observasi Pedoman wawancara Pedoman Observasi Pedoman wawancara Pedoman Observasi Pedoman Dokumentasi Pedoman wawancara Pedoman Observasi Pedoman Dokumentasi Pedoman wawancara Pedoman Observasi Guru Orang tua Guru Orang Tua Guru Laporan Bulanan Guru Guru Guru Laporan Bulanan Guru Sekolah Visualisasi Gambar Sekolah Guru


(32)

69

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

g. Lingkungan Wawancara Observasi Pedoman wawancara Pedoman Observasi Pedoman Dokumentasi Guru

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1) Wawancara, 2) Observasi dan 3) Dokumentasi. Adapun uraian dari teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data

NO DATA TEKNIK INSTRUMEN

1 Pemahaman guru dan orang tua tentang pendidikan inklusif.

Wawancara Observasi

Pedoman wawancara Pedoman observasi

2 Pemahaman guru dan orang tua tentang anak

berkebutuhan khusus.

Wawancara Pedoman wawancara

3 Penerimaan guru, anak dan orang tua terhadap

pelaksanaan pendidikan inklusif.

Wawancara Pedoman wawancara

4 Penerimaan guru, anak dan orang tua terhadap anak berkebutuhan khusus.

Wawancara Pedoman wawancara

5 Pelayanan guru, anak, dan orang tua terhadap anak berkebutuhan khusus.

Wawancara Observasi

Pedoman wawancara Pedoman observasi

6 Faktor-faktor pendukung

implementasi pendidikan inklusif Wawancara Observasi Dokumentasi Pedoman wawancara Pedoman observasi Pedoman dokumentasi

7 Faktor-faktor penghambat implementasi pendidikan inklusif Wawancara Observasi Dokumentasi Pedoman wawancara Pedoman observasi Pedoman dokumentasi 1. Wawancara


(33)

70

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu wawancara terstruktur. Peneliti menggunakan pedoman wawancara agar tidak keluar dari fokus yang telah ditentukan. Data yang dikumpulkan melalui wawancara bersifat uraian kata. Dalam penelitian ini, wawancara ditujukan terhadap guru, anak dan orang tua. Sasaran-saranan wawancara dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut: 1) Wawancara terhadap guru untuk memperoleh data-data tentang pemahaman tentang pendidikan inklusif, pemahaman tentang anak berkebutuhan khusus, penerimaan tentang pelaksanaan pendidikan inklusif, penerimaan tentang anak berkebutuhan khusus, pelayanan terhadap anak bekebutuhan khusus,

faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi pendidikan inklusif. 2) Wawancara dilaksanakan terhadap anak untuk memperoleh data-data tentang

penerimaan tentang pelaksanaan pendidikan inklusif, penerimaan tentang anak berkebutuhan khusus, dan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus dalam implementasi pendidikan inklusif. 3) Wawancara dilaksanakan terhadap orang tua untuk memperoleh data-data tentang pemahaman tentang pendidikan inklusif, pemahaman tentang anak berkebutuhan khusus, penerimaan tentang pelaksanaan pendidikan inklusif, penerimaan tentang anak berkebutuhan khusus, dan pelayanan terhadap anak bekebutuhan khusus dalam implementasi pendidikan. 2. Observasi

Menurut D. Sudjana S. Pengamatan (observasi) ”adalah teknik yang digunakan dengan mengkaji suatu gejala dan peristiwa melalui upaya mengamati dan mencatat data secara sistematis ( 2007:327).” Observasi digunakan selama penelitian berlangsung untuk mencermati beragam fenomena sejak tahap studi


(34)

71

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

orientasi suasana lingkungan penelititan, implementasi, sampai evaluasi hasil. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat fenomena-fenomena yang berkaitan dengan pemahaman tentang pendidikan inklusif, pemahaman tentang anak berkebutuhan khusus, pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus, faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi pendidikan inklusif.

Adapun observasi tersebut bersifat langsung non partisipatori, artinya dalam penelitian ini peneliti melakukan pengamatan secara langsung tanpa terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan sehingga tidak mempengaruhi kealamian dari segala sesuatu yang terjadi di lokasi penelitian.

3. Dokumentasi

Studi dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data dalam bentuk visualisasi, yaitu foto-foto yang berkaitan dengan kondisi sarana prasarana sekolah, proses belajar mengajar, dan aksesibilitas anak. Dokumen-dokumen tertulis berupa data umum sekolah, identitas kepala sekolah, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, kesiswaan, dan data inventaris/perabot sekolah yang berhubungan dengan masalah-masalah implementasi pendidikan inklusif. Dalam penelitian ini data dokumentasi baik dalam bentuk visualisasi maupun dokumen tertulis digunakan sebagai data pendukung, melengkapi dan mempertegas data hasil wawancara dan observasi tentang faktor pendukung dan penghambat implementasi pendidikan inklusif. Peneliti memanfaatkan visualisasi dan dukumen-dokumen tertulis yang dihasilkan oleh peneliti sendiri. Dalam


(35)

72

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

pengambilan visualisasi dan dokumen-dokumen tertulis, peneliti berusaha menjaga keaslian dari gambar dan data tertulis yang diambil.

G. Teknik Keabsahan Data

Untuk melakukan pengujian keabsahan data hasil penelitian, peneliti menggunakan triangulasi dan member Cheking. Menurut Iskandar bahwa

“triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap suatu data” (2010: 230). Sementara menurut Jhon W. Creswell, bahwa:

member cheking dapat dilakukan dengan membawa kembali laporan akhir atau deskripsi-deskripsi atau tema-tema spesifik kehadapan partisipan untuk mengecek apakah mereka merasa bahwa laporan/deskripsi/ tema tersebut sudah akurat (2010: 287).

Adapun uraian teknik pengujian keabsahan data dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Tabel 3.3 Teknik Keabsaan Data

NO DATA TEKNIK KEABSAHAN DATA

1 Pemahaman guru dan orang tua tentang pendidikan inklusif

a. Guru dan orang tua mapu menjelaskan konsep Pendidikan Inklusif

b. Guru dan orang tua mampu menjelaskan konsep keberagaman anak

c. Guru dan orang tua mampu menerangkan pengembangan pemahaman Pendidikan Inklusif

d. Guru mampu menjelaskan tentang manajemen kurikulum dalam Pendidikan Inklusif

Member Cheking

Member Cheking

Triangulasi


(36)

73

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

e. Guru mampu menjelaskan tentang manajemen proses pembelajaran dalam Pendidikan Inklusif

f. Guru mampu menerangkan manajemen sarana prasarana dalam Pendidikan Inklusif g. Guru mampu menerangkan tentang

manajemen pembiayaan dalam Pendidikan Inklusif

h. Guru mampu menerangkan tentang manajemen lingkungan (hubungan sekolah dengan masyarakat) dalam Pendidikan Inklusif

Triangulasi

Triangulasi

Triangulasi

Triangulasi

2 Pemahaman guru dan orang tua tentang anak berkebutuhan khusus

a. Guru dan orang tua mampu menjelaskan konsep Anak Berkebutuhan Khusus b. Kemampuan guru dan orang tua

menerangkan jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus

c. Kemampuan guru dan orang tua dalam menjeaskan karakteristik anak berkebutuhan khusus

d. Kemampuan guru dan orang tua dalam mengembangkan pemahaman Anak Berkebutuhan Khusus

Member Cheking

Member Cheking

Member Cheking

Member Cheking

3 Penerimaan guru, anak dan orang tua terhadap pelaksanaan pendidikan inklusif

a. Persetujuan guru, anak dan orang tua tentang penerimaan Pendidikan Inklusif b. Komitmen guru, anak dan orang tua untuk

melanjutkan Pendidikan Inklusif

Member Cheking

Member Cheking

4 Penerimaan guru, anak dan orang tua terhadap anak berkebutuhan khusus

a. Persetujuan guru, anak dan orang tua tentang penerimaan Anak Berkebutuhan Khusus

b. Komitmen guru, anak dan orang tua untuk memberikan kesempatan kepada Anak

Member Cheking


(37)

74

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berkebutuhan Khusus melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar.

5 Pelayanan guru, anak, dan orang tua terhadap anak berkebutuhan khusus

a. Guru, anak dan orang tua mampu menjelaskan tentang konsep pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus

b. Menjelaskan bentuk pelayanan yang sudah diberikan kepada Anak Berkebutuhan Khusus

c. Menerangkan bentuk dukungan pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah dasar inklusi:

1) Pengembangan jaringan kerja 2) Sumber penilaian

3) Tinjauan terhadap penerapan strategi inklusi

4) Pengembangan evaluasi

5) Sumber daya (personal) bagi anak

Member Cheking

Member Cheking Triangulasi Data

Member Cheking

6 Faktor-faktor pendukung dan penghambat implementasi pendidikan inklusif a. Menjelaskan kebijakan-kebijakan yang

berkaitan dengan implementasi pendidikan inklusif antara lain: hukum dan perundang-undangan.

b. Menjelaskan kerjasama guru dan orang tua dalam kaitan dengan implementasi pendidikan inklusif

c. Menjelaskan manajemen sekolah dalam kaitan dengan implementasi pendidikan inklusif antara lain:

1) Kepesertadidikan 2) Kurikulum

3) Proses pembelajaran

4) Tenaga pendidik dan kependidikan 5) Sarana-prasarana

6) Pembiayaan 7) Lingkungan

Member Cheking Triangulasi Data


(38)

75

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

H. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data yang dikemukakan oleh Nasution (2003: 129). Adapun analisis data yang dimaksud diuraikan sebagai berikut:

1. Reduksi Data (Penyajian Data)

Reduksi data berarti mengambil bagian pokok atau intisari dari data yang telah diperoleh yang mencakup pemahaman guru dan orang tua tentang pendidikan, tentang anak berkebutuhan khusus, penerimaan guru, anak dan orang tua tentang pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus, pelayanan guru, anak dan orang tua terhadap anak berkebutuhan khusus, faktor pendukung dan penghambat implementasi pendidikan inklusif. Data tersebut kemudian merangkum dan mencari tema atau pola dari setiap data agar mudah dipahami. Selain itu, peneliti memberi kode untuk mempermudah proses analisis data dan membuat catatan lapangan agar data lebih mudah dikendalikan. Data yang sudah ditata kemudian dipilah-pilah atau dikelompokkan berdasarkan pertanyaan penelitian.

2. Display Data (Pengelompokan Data)

Data yang sudah diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan sistematis rumusan masalah kemudian disajikan dalam deskriptif sehingga data


(39)

76

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mudah dibaca dan dipahami serta mampu menggambarkan keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian.

3. Verivikasi Data (Penarikan Kesimpulan)

Penarikan kesimpulan dilakukan sejak dari awal hingga akhir proses penelitian guna mempermudah peneliti untuk mendapatkan makna dari setiap data yang dikumpulkan. Kesimpulan yang diambil senantiasa diverifikasi selama penelitian berlangsung untuk menjaga tingkat kepercayaan penelitian.

Adapun skema analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini tergambar pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.2 Langkah-Langkah Analisis Data Kualitatif Sumber: Miles dan Huberman (1984:16)

Data Collection

Data Reduktion

Data Display

Conciusion Drawing/Verifying


(40)

281

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Merujuk kepada hasil temuan dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan terdahulu berdasarkan fenomena-fenomena esensial di lapangan, maka dirumuskan kesimpulan sebagai berikut.

1. Pemahaman Tentang Pendidikan Inklusif

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa guru di Sekolah Dasar Negeri Inpres Waena Permai, SD YPK Yoka Baru dan SD Negeri Inpres VIM I belum paham pendidikan inklusif. Hal itu ditunjukan dengan indikasi-indikasi dimana guru belum memahami konsep pendidikan inklusif, melaksanakan penetapan standar kompetensi dan kompetensi dasar, menyusun silabus, penetapan kelender pendidikan dan jam pelajaran, keterlibatan guru dalam kurikulum yang berjalan, seting pembelajaran, penjabaran kelender pendidikan, penyusunan program pembelajaran persemester, penyusunan rencana pembelajaran, penyusunan program kurikuler dan ekstrakurikuler, pelaksanaan penilain pembelajaran, pelaksanaan kenaikan kelas, laporan kemajuan belajar anak, program perbaikan dan pengayaan pelajaran, sarana prasarana yang ada di sekolah, manajemen pembiayaan, manajemen lingkungan dalam hal ini hubungan sekolah dengan masyarakat dalam penyelenggaraan, manajemen lingkungan yakni hubungan sekolah dengan Sekolah Luar Biasa dan Sekolah Dasar Luar Biasa belum terlaksana secara inklusi.


(41)

282

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Selain indikasi-indikasi di atas, ketersedian Guru Pembimbing Khusus sangat diharapkan untuk membantu guru di sekolah regular. Guru Pembimbing khusus di harapkan dapat menjadi inisiator, fasilitator, monitoring, motivator dan dapat memberikan kontribusi yang besar dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus. Namun, sampai saat ini pemerintah belum dapat memfasilitasi pengadaan Guru Pembimbing Khusus (GPK) di sekolah penyelenggara inklusi.

Selain guru orang tua juga belum memahami konsep pendidikan inklusif. Keterbatasan itu akibat minimya informasi yang diperoleh dari guru, kurangnya sosialisasi dan pelatihan dari pihak terkait. Sehingga hal itu berdampak terhadap pemahaman orang tua. Oleh karena itu diperlukan suatu pemahaman yang baik dan lebih mendalam dalam bentuk penataran, pelatihan dan sosialisasi tentang pendidikan inklusif di sekolah penyelenggara.

2. Pemahaman Tentang Anak Berkebutuhan Khusus

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa guru di Sekolah Dasar Negeri Inpres Waena Permai, SD YPK Yoka Baru dan SD Negeri Inpres VIM I belum paham tentang anak berkebutuhan khusus. Hal tersebut ditunjukan dengan indikasi-indikasi kurangnya pemahaman tentang konsep, cara mengidentifikasi, jenis-jenis, dan karakteristik anak berkebutuhan khusus. Penafsiran tentang konsep anak berkebutuhan khusus di artikan secara sempit, lebih melihat kecacatan secara fisik. Namun itulah persepsi guru, sebab mereka memberikan


(42)

283

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

pendapat berdasarkan apa yang dilihat, bukan karena apa yang diperoleh dan dipelajari dari pihak penanggungjawab.

Pemahaman konsep tentang anak berkebutuhan khusus belum dipahami orang tua dengan baik. Ketidakpahaman akibat kurang komunikasi antara orang tua dengan guru, profesional dan sebaliknya. Orang tua memandang bahwa semua anak yang ada di sekolah memiliki kemampuan dan kebutuhan yang sama, sehingga tidak ada usaha dalam mengembangkan kemampuan berkaitan dengan pemahaman anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu sangat dibutuhkan pemberian informasi dari mereka yang memiliki tanggungjawab dan kewenangan berkaitan dengan pemahaman konsep anak berkebutuhan khusus.

3. Penerimaan Terhadap Pendidikan Inklusif

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa guru di Sekolah Dasar Negeri Inpres Waena Permai, SD YPK Yoka Baru dan SD Negeri Inpres VIM I belum menerima pendidikan inklusif. Dibutuhkan penanaman konsep yang lebih baik melalui kegiatan-kegiatan seperti; penataran, sosialisasi dan pelatihan berkaitan dengan pendidikan inklusif. Sehingga akan tumbuh dan tertanam suatu sikap berkaitan dengan penerimaan pendidikan inklusif di sekolah.

Penerimaan anak terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di ketiga sekolah penyelenggara, bahwa anak tidak menerima pendidikan inklusif. Ketidakadaan penerimaan disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap konsep pendidikan inklusif dan konsep anak berkebutuhan khusus. Selain itu tidak adanya informasi yang diperoleh dari guru dan orang tua dalam kaitan dengan hal tersebut di atas.


(43)

284

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tanggapan orang tua berkaitan dengan penerimaan tentang pendidikan inklusif, bahwa secara keseluruhan orang tidak menerima pendidikan inklusif di sekolah tempat anak-anak mereka menempuh pendidikan.

4. Penerimaan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa guru di Sekolah Dasar Negeri Inpres Waena Permai, SD YPK Yoka Baru dan SD Negeri Inpres VIM I belum menerima anak berkebutuhan khusus sekolah di sekolah tersebut. Bahwa, anak berkebutuhan khusus memiliki sekolah sendiri yang dapat menampung mereka untuk belajar, bukan di sekolah regular. Penolakan terhadap anak di sebabkan karena keterbatasanya pengetahuan berkaitan dengan konsep anak berkebutuhan khusus. Guru melihat anak berdasarkan kecacatannya, bukan kebutuhan belajar mereka. Pengetahuan guru terhadap anak berkebutuhan khusus masih sangat kurang.

Anak sekolah regular belum menerima anak berkebutuhan khusus untuk sekolah di sekolah mereka. Anak tidak menerima dan tidak berkomitmen memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk sekolah bersama-sama mereka. Konsep mereka bahwa anak berkebutuhan khusus memiliki sekolah khusus untuk belajar. Ketidaksetujuan anak disebabkan kurangnya pemahaman pengetahuan pendidikan inklusif dan anak berkebutuhan khusus. Selain itu tidak adanya pengaruh yang diberikan oleh guru dan orang tua dalam kaitan dengan keberadaan anak berkebutuhan khusus di sekolah.

Tanggapan orang tua berkaitan dengan penerimaan anak berkebutuhan khusus di sekolah, bahwa hampir secara keseluruhan orang tidak menerima anak


(44)

285

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

berkebutuhan khusus sekolah di sekolah tempat anak-anak mereka bersekolah. Sikap itu muncul karena ketidakpahaman orang tua tentang anak berkebutuhan khusus. Orang tua beranggapan bahwa anak tersebut tepatnya di sekolah khusus, yaitu Sekolah Luar Biasa dan Sekolah Dasar Luar Biasa. Karena di sekolah tersebut mereka dapat ditangani oleh guru yang khusus pula.

5. Pelayanan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa guru di Sekolah Dasar Negeri Inpres Waena Permai, SD YPK Yoka Baru dan SD Negeri Inpres VIM I belum memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus mengikuti pembelajaran seperti anak pada umumnya, tanpa ada usaha guru dalam memodifikasi dan mengakomodasi kebutuhan belajar anak. Jika pembelajaran bagi anak dilakukan seperti itu di sekolah, maka anak berkebutuhan khusus akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan pembelajaran yang ada di sekolah regular. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah pemahaman yang lebih mendalam berkaitan dengan pelayanan anak. Kegiatan tersebut dapat dilaksanakan melalui penataran, pelatihan dan sosialisasi layanan anak berkebutuhan khusus secara bertahap, sehingga masalah-masalah yang di hadapi di sekolah berkaitan dengan layanan anak dapat di tangani dengan baik, dan tujuan pendidikan untuk semua dapat terwujud.

Kaitan dengan anak di sekolah regular, pelayanan yang sudah diberikan kepada anak berkebutuhan khusus masih terbatas berupa layanan pembelajaran, orientasi, mobilitas dan interaksi sosial. Namun secara keseluruhan dari ketiga


(45)

286

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

sekolah disimpulkan bahwa anak belum memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus.

Dalam memberikan layanan terhadap anak berkebutuhan khusus belum nyata partisipasi dari orang tua, sehingga disimpulkan bahwa orang tua belum memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus. Kurangnya informasi dari pihak sekolah kepada orang tua tentang layanan anak berkebutuhan khusus berdampak terhadap kontribusi yang berikan kepada anak. Orang tua memandang anak berkebutuhan khusus sama dengan anak-anak pada umumnya tanpa memperimbangkan kekhususan yang di alami setiap anak.

6. Faktor Penghambat Implementasi Pendidikan Inklusif

Berdasarkan hasil penelitian, maka faktor-faktor penghambat implementasi pendidikan inklusif di SD Negeri Inpres Waena Permai, SD YPK Yoka Baru, dan SD Negeri Inpres VIM I Kota Jayapura yang ditemukan dilapangan diuraikan sebagai berikut.

a. Kepesertadidikan; proses asesmen sampai dengan penempatan anak di kelas belum terlaksana.

b. Kurikulum; modifikasi kurikulum belum terlaksana.

c. Tenaga Pendidik; sumber daya manusia (ketersedian Guru Pembimbing Khusus) belum ada. .

d. Kegiatan Pembelajaran dalam pelaksanaannya belum inklusi.

e. Manajemen sekolah menyangkut perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan, dan penilaian belum berjalan dengan baik. f. Penilaian dalam seting inklusi belum terlaksana.


(46)

287

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

g. Pembiayaan dalam implementasi masih terbatas dan belum tranparansi. h. Pembiayaan yang diperuntukkan bagi SD Negeri Inpres Waena Permai dan

SD Negeri Inpres VIM I dalam operasional kegiatan pendidikan inklusif sudah dihentikan.

i. Sarana prasarana khusus untuk anak disabilitas belum memadai. j. Pemberdayaan lingkungan belum terlaksana dengan baik.

k. Belum tersedianya alat-alat khusus bagi anak berkebutuhan khusus.

l. Tidak tersedianya Sumber Daya Manusia berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah.

m. Aksesibilitas bagi anak berkebutuhan khusus masih sangat kurang.

n. Kurangnya dukungan pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah Kota Jayapura dan Provinsi Papua dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. 7. Faktor Pendukung Implementasi Pendidikan Inklusif

Faktor-faktor pendudukung implementasi pendidikan inklusi di SD Negeri Inpres Waena Permai, SD YPK Yoka Baru, dan SD Negeri Inpres VIM I Kota Jayapura berdasarkan hasil penelitian adalah:

a. Sarana prasarana umum sudah baik.

b. Hubungan kerjasama antara guru, anak dan orang tua berjalan baik.

c. Kepala sekolah sebagai pengambil kebijakan di sekolah sangat respon dan terbuka menerima kekurangan, berniat memperbaiki dan melanjutkan pendidikan inklusif di sekolah masing-masing.


(47)

288

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, kemudian disarankan kepada:

1. Sekolah Dasar

Sekolah menyelenggarakan pelatihan untuk kepentingan dilingkungan sekolah seperti pelatihan pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus, sikap penerimaan terhadap pendidikan inklusif, sikap penerimaan terhadap anak berkebutuhan khusus, dan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus.

Usulan-usulan berkaitan dengan keikutsertaaan guru, orang tua dan anak dalam pelatihan seperti: kepesertadidikan; khususnya berkaitan dengan asesmen, modifikasi kurikulum, pengangkatan tenaga pendidik; khususnya Guru Pembimbing Khusus kepada pemerintah daerah setempat, pembelajaran inklusi, manajemen sekolah; menyangkut perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan, dan penilaian yang inklusi, penilaian dalam seting inklusi, bantuan rutin dan subsidi pembiayaan dalam implementasi pendidikan inklusif, sarana prasarana khusus untuk anak disabilitas, pemberdayaan lingkungan sekolah yang inklusi, alat-alat khusus bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah, pengadaan aksesibilitas dalam bentuk sarana prasarana bagi anak berkebutuhan khusus. Agar di kemudian hari penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat berjalan dengan baik, sehingga cita-cita pendidikan inklusif dapat tercapai di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.


(1)

290

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

penerimaan terhadap pendidikan inklusif, sikap penerimaan terhadap anak berkebutuhan khusus, dan pelayanan terhadap anak berkebuthan khusus.

Usulan-usulan dan keikutsertaaan dalam pelatihan seperti: pemahaman pendidikan inklusif, pemahaman anak berkebutuhan khusus, penerimaan pendidikan inklusif, penerimaan anak berkebutuhan khusus, pelayanan anak berkebutuhan khusus, kepesertadidikan berkaitan dengan asesmen anak sampai dengan penempatan anak di dalam kelas, kurikulum dimodifikasi, mengangkat tenaga pendidik dan di sekolah inklusi; seperti; Guru Pembimbing Khusus, pembelajaran dalam seting inklusi, manajemen sekolah menyangkut perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan, dan penilaian yang inklusi, pembelajaran seting inklusi, bantuan biaya rutin dan subsidi dalam implementasi pendidikan inklusif, pengadaan dan renovasi sarana prasarana dan aksesibilitas bagi anak berkebutuhan khusus, pemberdayaan lingkungan sekolah dalam konteks inklusi, pengadaan alat-alat khusus bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah, dan dukungan lain baik fisik maupun psihis dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif.

4. Direktorat PK/LK Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Sebagai alat evaluasi diri dalam mengambil kebijakan untuk memperbaiki dan mengembangkan penyelenggaran pendidikan inklusif di Provinsi Papua kearah yang lebih baik dan bijaksana. Hal-hal yang perlu dilakukan meliputi: menyelenggarakan pelatihan/penataran dan studi banding bagi guru dan orang tua serta usulan-usulan berkaitan dengan pemahaman pendidikan inklusif, pemahaman anak berkebutuhan khusus, penerimaan pendidikan inklusif,


(2)

Irwanto Paerunan, 2012

penerimaan anak berkebutuhan khusus, pelayanan anak berkebutuhan khusus, kepesertadidikan berkaitan dengan asesmen anak sampai dengan penempatan anak di dalam kelas, kurikulum dimodifikasi, mengangkat tenaga pendidik dan di sekolah inklusi; seperti; Guru Pembimbing Khusus, pembelajaran dalam seting inklusi, manajemen sekolah menyangkut perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan, dan penilaian di sekolah inklusi, penilaian dalam seting inklusi, mengalokasikan bantuan dana rutin dan subsidi untuk pembiayaan implementasi pendidikan inklusif, pengadaan dan renovasi sarana prasarana untuk aksesibilitas anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi, pemberdayaan lingkungan, dan pengadaan alat-alat khusus bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi.

5. Peneliti Lain

Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Pendidikan Kebutuhan Khusus, kususnya yang berkaitan dengan implementasi pendidikan inklusif. Bahwa dalam penyelenggara pendidikan inklusi perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: pemahaman guru dan orang tua tentang pendidikan inklusif, pemahaman guru dan orang tua tentang anak berkebutuhan khusus, penerimaan guru, anak dan orang tua tentang pendidikan inklusif, penerimaan guru, anak dan orang tua tentang anak berkebutuhan khusus, pelayanan guru, anak dan orang tua tentang pendidikan inklusif, faktor pendukung implementasi pendidikan inklusif, dan faktor penghambat implementasi pendidikan inklusif. Sehingga penyelenggaraan pendidikan inklusif yang merupakan salah satu inovasi dalam bidang pendidikan di Indonesia dapat terlaksana dengan baik.


(3)

292

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (1996). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Bogdan C. Dan Biklen S.K. (1982). Qualitative Research for Education An

Introduktion To theory and method. Boston: Allinand bacon inc.

Creswell W. Jonh. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,

dan Mixed). Edisi Ketiga Cetakan I. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Pendidikan Luar Biasa. (2006b). Manajemen Sekolah Dalam

Pendidikan inklusif. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Direktorat PSLB. (2009). Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.

Echols John, M. & Shadily Hassan. (1996). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

Johsen, Berit H dan Miriam D. Skjorten. (2003). Pendidikan Kebutuhan Khusus

Sebuah Pengantar. Bandung: Unipub Forlag.

http://www.geogle.com/kelas inklusif.htm, diakses tanggal 12 Februari 2012. http://sutriyani.blogspot.com/2009/05/manajemen-strategik-dalam-peningkatan.

html /26 September 2011.

(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/19601015198710 1-ZULKIFLI_SIDIQ/PENDIDIKAN_INKLUSIF_SUATU_STRATEGI_ MENUJU_PENDIDIKAN_UNTUK_S.pdf/10 Mei 2012.

Iskandar. (2010). Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kualitatif dan

Kuantitatif). Cetakan Kedua. Jakarta: Gaung Persada Prees.

Kurniaty. (2010). Implementasi Layanan Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar 9

Mutiara Bandung. Bandung: Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu


(4)

Lehmann Kay. (2010). Leamer Satisfaction in Online Learning by Traci Skog A

Research Paper Submitted in Pmiial Fulfillment of the Requirements for the Master of Science Degree In Education Approved. 2 Semester

CreditsThe Graduate School University of Wisconsin-Stout.

Mahmud M. (2004). Layanan Bimbingan Bagi Anak berkebuthan Khusus di

Sekolah dasar. Pedagogoa Jurnal Ilmu Pendidikan. (2) Nomor 1, April

2004, (ISSN 1693-5276), 33-45.

Maleong L. J. (1998). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Debdikbut Dirjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kerja Kependidikan.

Munir Mahmud & Novia Windy. (2006). Kamus Lengkap Inggris-Indonesia

Indonesia-Inggris. Surabaya: Kashiko.

Nasir Moh. (2009). Metode Penelitian. Cetakan Ketujuh. Bandung: Ghalia Indonesia.

Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Nomor 17 tahun 2010 Tentang

Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Jakarta: PPRI.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (2009) Nomor 70 tahun 2009 Tentang Pendidikan inklusif bagi peserta didik yang Memiliki

kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.

Jakarta: Permendiknas.

Permendiknas . (2009). No 70 Tahun 2009. Tentang Pendidikan inklusif Bagi

Anak Yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan atau Bakat Khusus. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Salamanca. (1994). Pernyataan salamanca dan Kerangka aksi Mengenai

Pendidikan kebutuhan khusus Konferensi dunia Tentang pendidikan kebutuhan khusus: Akses dan kualitas. (diterjemahkan oleh Didi Tarsidi).

Spanyol, 7-10 juni 1994.

Semiawan, C. (1978). Lingkungan belajar yang mengundang suatu pendekatan

bermakna dalam meningkatkan perkembangan anak retardasi mental.

Disertasi. Jakarta: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Soedijarto. (2000). Pendidikan nasional sebagai wahana mencerdaskan

kehidupan bangsa dan membangun peradaban negara-bangsa (Sebuah


(5)

294

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Smith, J. David (Editor ahli : M. Sugiarmin dan Mif Baihaqi). (2006). Inklusi

Sekolah Ramah Untuk Semua. Bandung :Seri Pencerdasan.

Somad, P dan Hemawati, T. (1996). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Jakarta: Depdikbud Dikti.

Sudjana D. (2007). Sitem dan Manajemen Pelatihan Teori dan Aplikasi. Bandung: Penerbit Falah.

Sudjana. (2002). Metoda Statistik. Bandung: Tarsito.

Sugiono. b. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sujana Nana. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Jakarta :PT Remaja Rosda Karya.

Sunanto Juang. (2012). Media Dunia Disabilitas (diffa). Nomor 14-Februai 2012. Tim Redaksi Fokusmedia. (2003). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional

(No. 20 Tahun 2003). Bandung: Fokusmedia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. (2003). Sistem

Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Republik

Indonesia.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.


(6)

RIWAYAT HIDUP

IRWANTO PAERUNAN, anak sulung dari delapan bersaudara yang dilahirkan di Ambon, pada tanggal 25 Agustus 1970. Anak dari pasangan Soediro dan Yohana Nurnianingsih (almarhum). Menamatkan pendidikan pertamanya di TK Benteng Kota Ambon, kemudian melanjutkan pendidikan di SD V Kota Madya Ambon sampai kelas dua, ketika naik kelas tiga pindah ke SD Negeri 146 Pangli dan lulus pada tahun 1984. Tamat dari SD melanjutkan ke SMP Negeri Bori dan selesai pada tahun 1987, kemudian melanjutkan ke SPG Kristen Rantepao dan selesai pada tahun 1990. Tahun 1990 kuliah di SGPLB Negeri Bulurokeng Ujung Pandang, dan tahun 1991 melanjutkan ke IKIP Ujung Pandang dan selesai pada tahun 1996. Melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia pada tahun 2010 dengan konsentrasi pendidikan Jurusan Pendidikan Kebutuhan Khusus (PKKh).

Sejak sekolah hingga sekarang penulis aktif dikegiatan OSIS, Pramuka, HMJ PLB Ujung Pandang, PMKO, FKM Sekolah Pascasarjana UPI, dan terlibat dalam lomba karya inovasi produktif. Tahun 1996 mendapat juara II tingkat Nasional LKIP pada PIMNAS ke-9 di UTS Surabaya. Sementara ini bekerja di SLB Negeri Pembina Tingkat Provinsi Papua mulai tahun 1999 sampai sekarang.