MANAJEMEN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH X DI KOTA BANDUNG.
MANAJEMEN PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH X
DI KOTA BANDUNG
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Study Pendidikan Kebutuhan Khusus
Oleh:
Cucu Laelasari
1104496
PROGRAM STUDY PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
(2)
Oleh Cucu Laelasari
Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Study Pendidikan Kebutuhan Khusus
© Cucu Laelasari 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
(3)
1104496
Manajemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
Sekolah X di Kota Bandung
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
PEMBIMBING:
Pembimbing I,
Prof. Dr. H. Iim Wasliman, M. Pd. M. Si. NIP. 194701121967051001
Pembimbing II,
Juang Sunanto, M. A. Ph. D. Nip. 196105151987031002
Diketahui
Ketua Program Study Pendidikan Kebutuhan Khusus Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
(4)
“Manajemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Sekolah X
di Kota Bandung”. Penelitian ini tentang manajemen sekolah dalam
menyelenggarakan pendidikan inklusif yang mencakup fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengontrolan pada komponen-komponen manajemen sekolah: kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, kesiswaan, keuangan, sarana prasarana, dan hubungan sekolah dan masyarakat, dengan tujuan untuk menggali, menghimpun, dan menganalisis informasi empirik penyelenggaraan pendidikan inklusif sekolah X. Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara terhadap beberapa sumber data terkait dengan garapan manajemen, observasi semi terstruktur, dan triangulasi. Data dianalisis melalui tahapan reduksi, data disajikan proses verifikasi penarikan penarikan kesimpulan awal. Dari data yang ditemukan dan dianalisis, menghasilkan gambaran bahwa sekolah X sudah menjalankan manajemen pendidikan inklusif mulai dari perencanaan, mengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan terhadap komponen-komponen manajemen sekolah, namun ada beberapa hal yang belum dilaksanakan secara optimal, kurikulum direncanakan di awal tahun berdasarkan asesmen namun pada proses pembelajaran masih terkesan terpisah antara siswa reguler dan siswa ABK, belum menerima siswa dengan berbagai jenis ABK, tenaga pendidik belum 100% memenuhi kualifikasi akademik, belum seluruh guru mengajar sesuai dengan pendidikan yang diampunya, sudah memiliki tenaga khusus yang tergabung dalam tim TSI, sarana prasarana sekolah dipenuhi oleh yayasan dengan mempertimbangkan kebutuhan sekolah, asesibilitas ABK belum sepenuhnya terpenuhi, pembiayaan sepenuhnya oleh yayasan, sekolah hanya merencanakan dan melaporkan yang dipenuhi oleh yayasan. Sekolah sudah menjalin hunbungan dengan pihak lain. Rekomendasi untuk sekolah penyelenggara inklusi, kurikulum yang dimodifikasi dapat dilaksanakan dengan melibatkan ABK dalam pembelajaran, siswa ABK jenis apa pun bisa diterima dengan diimbangi tenaga khusus yang sesuai kulaifikasi akademik, dan kompetensi pendidik, sarana prasarana memberi asesibilitas bagi ABK, anggaran dirumuskan dalam RKAS/RKS, hubungan (net working) dengan pihak lain agar dijalin, dibina dan diperluas.
(5)
CUCU LAELASARI: “The Management of Implementation of Inclusive Education at School X in Bandung City.” This research concerning school management in inclusive education that
includes the functions of planning, organizing, directing and controlling on the components of management: curriculum, educators and educator assistance, student affairs, finance, infrastructure, and school community and society, with the aim to explore, to collect and to analyze empirical information dealing with inclusive education at school X. the research was conducted using a descriptive method with qualitative approach to data collection techniques interviewing multiple data resources associated with the claim management, semi-structured observation, and triangulation. Data were analyzed through the stage of reduction, the data presented withdrawal verification process of early conclusion. The data found were analyzed, generating an illustration that school X is running inclusive education management from planning, organizing, directing and controlling of the school management, but there are some things that have not been implemented optimally, the curriculum is planned in the beginning of the year based on assessment but the learning process is still impressed separate between regular students and students with special needs, not accept students with various types of students with special needs, the educators are not 100% in line with academic qualifications, not all teachers teach in accordance with their disciplines, the school has special teachers that has joined with TSI team, school infrastructure met by taking into consideration the of student with special needs are not fulfill thoroughly, financing entirely by foundations, the school only plan and report that has fulfilled by foundation. The school has a good relationship with others. Recommendation for school organizer of inclusion, the modification of curriculum can be carried out with students with special needs in teaching and learning, all types of handicap students can be accepted, it is supported by special teachers that in line with academic qualification and educators competencies, infrastructure gives the easiness for students with special needs, the budget is formulated in RKAS/RKS, the relationship (net working) with others should be forged, nurtured and expanded.
(6)
ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI………..……... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN ...
ii iii iv v vi vii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. B. C. D. E. F.
Latar Belakang ...………... Rumusan Masalah ... ………... Tujuan Penelitian ...………... Manfaat Penelitian ... ………... Definisi Konsep ..………... Metode Penelitian .………...
1 10 13 14 15 19
BAB II LANDASAN TEORI MANAJEMEN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
A. Manajemen Pendidikan 1.
2. 3.
Pengertian Manajemen ... Fungsi Manajemen ... Garapan Manajemen Sekolah ...
21 23 29 B. Pendidikan Inklusif
1. 2. 3. 4. 5.
Pengertian Pendidikan Inklusi ... Landasan Pendidikan Inklusif ... Prinsip-prinsip Pendidikan Inklusif ... Karakteristik Pendidikan Inklusif ... Tujuan Pendidikan Inklusif ...
46 49 60 62 63 C. Manajemen Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
1. Manajemen Kurikulum Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ………... 2. Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ……… 3. Manajemen Kesiswaan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ………... 4. Manajemen Keuangan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ………... 5. Manajemen Sarana Prasarana Sekolah Penyelenggara
Pendidikan Inklusif ……… 6. Manajemen Hubungan Masyarakat Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ………
65 66 68 70 71 72
BAB III METODE PENELITIAN
A. B. C.
Lokasi dan Subyek Penelitian………... Metode Penelitian... Instrumen Penelitian ...
74 74 77
(7)
BAB IV HASIL METODE DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ... 95 B. Pembahasan ... 125
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan ... 144 B. Rekomendasi ... 149 DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN ...
Viii 152
(8)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Paradigma terhadap pendidikan anak berkebutuhan khusus kian hari kian berubah dan mengalami perkembangan yang menggembirakan, perubahan ini ditunjukkan terutama dengan sikap yang positif baik dari pemerintah, sekolah, orang tua, siswa bukan berkebutuhan khusus, serta masyarakat luas. Hal ini ditunjukkan pemerintah dengan mengupayakan berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, serta penerimaan oleh sekolah dan masyarakat sehingga anak berkebutuhan khusus memiliki kesempatan yang lebih luas untuk mendapatkan pendidikan yang layak sesuai kebutuhan dan potensinya.
Perubahan dari pendidikan segresi, integrasi hingga pendidikan inklusif merupakan bentuk kepedulian pemerintah dan masyarakat dalam mencerdaskan bangsa. Pendidikan inklusif merupakan solusi sekaligus pembaharuan pendidikan yang cukup strategis dalam upaya mencerdaskan bangsa, pendidikan inklusif membantu mengentaskan program wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintah, menekan angka tidak naik dan tidak lulus, lebih-lebih pendidikan inklusif sebagai pelopor penghapusan diskriminasi terhadap perbedaan dan keragaman yang dimiliki oleh setiap peserta didik tanpa melihat
(9)
sekolah ramah. Pendidikan inklusif memungkinkan anak dapat belajar di tempat yang dekat dengan lingkungan di mana mereka berada, anak dapat belajar bersama-sama dengan anak-anak pada umumnya sehingga saling mengisi dan memberi arti, semua anak dapat terakomodasi tanpa memandang perbedaan fisik, intelektual, emosional, sosial, maupun kondisi lainnya, kebutuhan belajar anak dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhannya. Pendidikan inklusif adalah layanan pendidikan yang semaksimal mungkin mengakomodasi semua anak didik termasuk anak yang berkebutuhan khusus di sekolah atau lembaga pendidikan atau tempat lain (diutamakan yang terdekat dengan tempat tinggal anak didik) bersama teman-teman sebayanya dengan memperhatikan perbedaannya. (Tim Pendidikan Inklusif Jawa Barat, 2003 4)
Pendidikan inklusif juga sebagai implementasi pemerataan hak warga negara atas perolehan pendidikan dan pengajaran yang layak Sebagaimana yang tertuang dalam UUD RI Tahun 1945 dengan jelas dan tegas menjamin bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan, kemudian UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dipertegas juga dengan Peraturan Mendiknas No. 70 tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
(10)
Banyak sekolah yang sudah menyelenggarakan pendidikan inkusif baik yang ditunjuk oleh pemerintah maupun dengan mengajukan sendiri. Dalam penyelenggaraannya, sekolah mengacu pada standar sekolah umum yang dikeluarkan oleh pemerintah di mulai dari standar kelulusan, standar isi, standar proses, standar pengelolaan, standar tenaga pendidik dan kependidikan, standar sarana prasarana, standar pembiayaan, maupun standar penialaian, ditambah dengan pedoman-pedoman khusus penyelenggaraan pendidikan inklusif, namun dalam penyelenggaraannya masih dapat menemui kendala-kendala di lapangan.
Pasal 1 Peraturan Menteri No. 70 Tahun 2009 berbunyi:
“Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.”
Bunyi pasal di atas sering diartikan mengikut sertakan siswa dengan berkebutuhan khusus (kelainan) belajar bersama-sama siswa bukan kebutuhan khusus dalam sekolah reguler, pendidikan inklusif dipersepsikan sama dengan integrasi, sehingga anak yang menyesuiakan dengan sistem sekolah pada akhirnya anak berkebutuhan khusus diperlakukan sama seperti peserta didik lainnya
(11)
di sekolah tersebut, tanpa mendapat pelayanan yang khusus sesuai kebutuhannya.
Akibat dari pemahaman seperti yang diuraikan di atas timbullah permasalahan-permasalahan berkaitan dengan implementasi penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah karena dipengaruhi berbagai faktor, baik faktor kebijakan, politik maupun sosial budaya.
Dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya ditemukan permasalahan-permasalahan itu di antaranya: Ada kekhawatiran sekolah (kepala sekolah dan guru) apabila menerima ABK akan menurunkan reputasi sekolah mereka, tidak semua warga sekolah memiliki sikap positif terhadap anak-anak berkebutuhan khusus sehingga anak-anak berkebutuhan sering menjadi bahan olok-olok teman-teman lainnya, bahkan gurunya sendiri, sehingga terjadi bullying, masih ada sekolah yang masih pilih-pilih siswa dalam menerima siswa terutama siswa dengan kebutuhan khusus, masih ada juga sekolah inklusi yang belum menyediakan tenaga khusus di sekolah untuk menangani ABK sehingga siswa ABK harus mengikuti kurikulum yang digunakan untuk anak reguler pada umumnya, pembinaan terhadap tenaga pendidik dan kependidikan belum mengarah pada pendidikan inklusif, kalau pun ada jumlahnya sangat terbatas, guru belum menyusun program pembelajaran individual berdasarkan identifikasi dan asesmen, selain itu belum jelasnya sistem penilaian yang cocok untuk menilai kemajuan hasil belajar siswa
(12)
ABK, pelaksanaan pembelajaran yang belum menggunakan dan memanfaatkan media, metode, dan lingkungan sebagai sumber belajar yang variatif untuk memenuhi perbedaan dan kebutuhan siswa yang berbeda-beda, guru belum melakukan koordinasi dan belum membentuk team teaching dalam proses pembelajaran, sekolah belum berkolaborasi dengan pihak lain atau tenaga ahli khusus dalam menangani anak berkebutuhan khusus yang berfungsi juga sebagai media konsultasi, advokasi, dan pengembangan SDM sekolah, sarasa prasarana atau fasilitas sekolah belum mengakomodir seluruh siswa dengan keberagaman siswa yang ada di sekolah sehingga asesibilitas kurang mendukung keberhasilan pembelajaran, perencanaan dan pengaturan pembiayaan sekolah yang belum berani memberi peluang dan anggaran lebih pada pemenuhan kebutuhan pendidikan inklusif, hubungan sekolah dengan pihak-pihak lain belum seluruhnya dijalin oleh sekolah terutama berkaitan dengan pendidikan inklusif, padahal hal ini sangat penting untuk bersama-sama meningkatkan pendidikan dan sosialisasi penerimaan ABK di masyarakat, hubungan yang bisa dijalin dengan pemerintah, orang tua, atau dokter, psikolog, dan pihak-pihak lain yang dapat bertanggung jawab terhadap pendidkan dan perkembangan anak berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
Permasalahan-permasalahan yang muncul seperti yang dikemukakan di atas bila dikelompokkan menjadi
(13)
permasalahan-permasalahan sekolah dalam mengelola komponen manajemen sekolah dalam pengelolaan kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, kesiswaan, sarana prasarana, pembiayaan, dan hubungan sekolah dengan masyarakat. Permasalahan itu timbul akibat sekolah belum optimal dalam mengatur atau mengelola komponen-komponen tadi, sekolah belum merencanakan dengan matang apa, siapa, kapan, di mana, berapa, dan bagaimana setiap komponen itu dijalankan. Misalnya dalam mengelola kesiswaan, berapa siswa yang mau diterima, kriteria penerimaannya seperti apa, bagaimana penempatannya, siapa pengajar dan tenaga-tenaga lain yang ikut serta dalam mengajar, membimbing dan membina siswa, apa saja kegiatan yang akan diikuti siswa, kapan mereka belajar, kapan mereka mendapat bimbingan, bagaimana bimbingan konselingnya, fasilitas apa saja yang dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan belajar mereka, bagaimana penilaiannya, bagaimana pelaksanaannya, dan sebagainya. Begitu juga dengan komponen-komponen lainnya. Hal ini perlu dijalankan sekolah sesuai dengan fungsi manajemen sekolah yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan karena segala sesuatu akan direncanakan sebelum dilaksanakan agar dapat mencapai tujuan, diorganisasikan tentang apa, siapa, kapan, dan bagaimana tujuan itu dapat dicapai, diarahkan oleh pimpinan dengan pengaturan sumber daya yang ada, dan
(14)
keberhasilannya akan diawasi atau dikontrol sehingga meminimalisir penyimpangan.
Permasalahana-permasalahan di atas berkaitan dengan bagaiamana sekolah penyelenggara pendidikan inklusif memenej atau mengatur kurikulum sekolah pendidikan inklusif, pengaturan tenaga pendidik dan kependidikannya, pengaturan kesiswaan mulai dari penerimaan siswa, penempatan, dan aktivitas siswa, pengaturan sarana prasarana yang menunjang pendidkan inklusif mulai dari merencanaka fasilitas apa yang dibutuhkan oleh sekolah, hingga pada pencatatan dan pelaporannya, perencanaan keuangan, penggunaan keuangan, dan pengawasannya, serta bagaimana sekolah menjalin hubungan dengan masyarakat dalam menunjang pendidikan unklusif.
Stakes dan Hornby dalam Weishaar dan Borsa (2001:15) mengutip tujuh isu yang menjadi factor pengontrol kemajuan pendidikan inklusif, factor yang ketujuh “The last factor deals with management. Management has had difficulty in coordinating planning for regular education and special education. This lack of coordination continues to creat issuses dealing with funding, curriculum, and staff
develppment.” Weishar dan Borsa (2001:15) masih dalam buku yang sama mengutip yang dikemukakan Stainback dan Bray merangkum tujuh factor penting yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan inklusif, factor-factor tersebut adalah:
(15)
2. Collaboration,
3. Refocused use of assessment, 4. Support for staff and students, 5. Funding,
6. Effective parental involvement,
7. Curricula adaptation and adopting of effective instructional practice.
Oleh karena permasalahan-permasalahan berkaitan dengan bagaimana sekolah mengelola komponen-komponen manajemen tadi, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, karena masih banyak sekolah yang tidak merencanakan kegiatan dan anggaran sekolah sehingga belum terarah dalam mencapai tujuan yang optimal, apa lagi berhubungan dengan memanusiakan manusia, hal ini sangat esensi. Penelitian ini akan berkaitan dengan manajemen sekolah terhadap fungsi-fungsi manajemen yang menyangkut perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan pengawasan (controlling) pada garapan manajemen 1) Manajemen Kurikulum, 2) Manajemen Tenaga Pendididk dan Kependidikan, 3) Manajemen Kesiswaan, 4) Manajemen Keuangan, 5) Manajemen Sarana Prasarana, dan 6) Manajemen Hubungan Sekolah dan
(16)
Masyarakat, berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang timbul di lapangan seperti yang dikemukakan di atas.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 Pasal 51 ayat 1 menyatakan pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Standar pengelolaan menurut PP No. 19 tahun 2005 adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Jadi manajemen sekolah memegang peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efsien.
Meskipun banyak sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yang belum menjalankan sesuai dengan standar pengelolaan dan pedoman penyelenggaraan pendidikan inklusif, namun ada di antaranya yang sudah menjalankannya, di antaranya sekolah yang menjadi tempat penelitian penulis, dilakukan di Sekolah X di kota Bandung, yang sudah menyelenggarakan pendidikan inklusif sejak awal didirikannya mulai dari TK, SD, SMP, dan SMA, namun penelitian ini dilakukan hanya pada jenjang SMP saja. Sejak berdirinya Sekolah X sudah menyelenggarakan pendidikan inklusif dengan menerima siswa dengan kebutuhan khusus sebanyak 21 orang dalam
(17)
tiga tingkatkan dengan berbagai kekhususannya, sekolah juga memiliki tenaga khusus yang menangani anak berkebutuhan khusus, oleh karena itu penulis ingin lebih memperoleh informasi, gambaran, sekaligus menganalisis bagaimana manajemen sekolah dijalankan di Sekolah X sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini berangkat dari asumsi bahwa sekolah merupakan organisasi yang dikelola dan dilaksanakan oleh berbagai komponen yang saling terkait dan menunjang satu sama lain dalam mencapai tujuan organisasi. Komponen-komponen tersebut bekerja dalam satu sistem sesuai dengan perannya masing-masing, dipimpin dan diarahkan oleh seorang menejer. Demikian juga dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah, untuk meningkatkan mutu pendidikan inklusif perlu adanya sistem pengelolaan yang sistematis, terencana, terkoordinasi, terorganisir, terarah, terukur, dan terkontrol, oleh karena itu perlu dikembangkan suatu sistem manajemen yang dapat mendukung terhadap peningkatan mutu pendidikan inklusif dengan memberdayakan semua komponen manajemen sebagai strategi dalam peningkatan mutu pendidikan inklusif dengan garapan manajemen kurikulum, kesiswaan, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana prasarana, pembiayaan, dan hubungan masyarakat.
(18)
Berdasarkan paparan di atas manajemen yang bagaiamanakah yang sekiranya dapat mendukung kegiatan pendidikan inklusif yang akhirnya penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat berjalan sesuai harapan dan mencapai hasil yang optimal di suatu sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dengan rumusan: Bagaimanakah manajemen
sekolah X dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif?
Oleh karena begitu banyaknya masalah manajeman sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, maka dalam penelitian ini diperinci dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana manajemen kurikulum sekolah X sebagai penyelenggara pendidikan inklusif?
a. Bagaimana kurikulum dirancang dalam mencapai tujuan pendidikan?
b. Bagaimana kurikulum dilaksanakan agar peserta didik memperoleh pengalaman belajar untuk mencapai tujuan? c. Bagaimana Pengelolaan proses pembelajaran?
d. Bagaimana evaluasi kurikulum dilaksanakan dalam mengukur tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan?
2. Bagaimana manajemen tenaga pendidik dan kependidikan sekolah? a. Bagaimana perencanaan dan pengadaan tenaga pendidik dan
(19)
b. Bagaimana pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah X?
c. Bagaimana pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah X?
d. Bagaimana evaluasi tenaga pendidik dan kependidikan Sekolah X?
3. Bagaimana manajemenen kesiswaan di sekolah X?
a. Bagaimana sistem penerimaan siswa baru, penetuan jumlah siswa, dan orientasi siswa baru?
b. Bagaimana pengelolaan bimbingan dan konseling siswa? c. Bagaimana pengelolaan aktivitas siswa?
4. Bagaimana manajemen keuangan di sekolah X? a. Dari sumber mana saja dana itu diperoleh? b. Bagaimana perencanaan penggunaan dana? c. Bagaimana evaluasi penggunaan dana tersebut?
5. Bagaimana manajemen sarana dan prasarana sekolah X sebagai penyelenggara pendidikan inklusif?
a. Bagaimana perencanaan sarana dan prasarana dalam menunjang pendidikan inklusif?
b. Bagaimana pengadaan sarana prasarana yang menunjang pendidikan inklusif?
c. Bagaimana inventarisir / pencatatan sarana prasarana di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif?
(20)
d. Bagaimana penataan dan pemeliharaan sarana dan prasarana di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif?
6. Bagaimana manajemen hubungan sekolah X dengan masyarakat? a. Pihak-pihak mana saja yang dapat bekerjasama dengan
sekolah?
b. Bagaimana sekolah X menciptakan, membina dan memelihara hubungan dengan masyarakat?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menggali, menghimpun, dan menganalisis informasi empirik penyelenggaraan pendidikan inklusif sekolah X sebagai dasar dalam menentukan manajemen yang sesuai dengan kebutuhan sekolah pada umumnya dalam melaksanakan pendidikan inklusif dilihat dari tantangan yang dihadapi dan peluang yang dimiliki sekolah. Secara khusus penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran tentang:
1. Manajemen kurikulum sekolah X sebagai penyelenggara pendidikan inklusif.
2. Manajemen Tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah X 3. Manajemen kesiswaan sekolah X.
4. Manajemen keuangan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan inklusif
(21)
5. Manajemen sarana prasarana sekolah X sebagai penyelenggara pendidikan inklusif.
6. Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat sekolah X sebagai penyelenggara pendidikan inklusif.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan baik secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan menambah keilmuan tetang bagaimana implementasi pendidikan inklusif dijalankan dalam manjemen sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat bagi:
a. Pemerintah, sebagai pemegang kebijakan dalam menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan dalam menentukan strategi pendidikan inklusif, khususnya pemerintah daerah kabupaten, atau dinas pendidikan.
b. Bagi sekolah termasuk kepala sekolah dan guru, sebagai acuan dalam mengelola sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan
(22)
inklusif dalam memberikan pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah tersebut.
c. Bagi orang tua dalam menentukan pilihan pendidikan yang tepat bagi anaknya disesuaikan dengan kebutuhannya.
d. Bagi peneliti, menambah ilmu dan wawasan sebagai bekal dalam ikut serta menjalankan pendidikan inklusif di sekolah.
E. Definisi Konsep
Penelitian ini dilandasi tinjauan teoritis dengan berbagai kajian teori yang digunakan sebagai landasan analisis dan pedoman dalam membahas hasil penelitian. Yaitu:
1. Pendidikan inklusi
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional yang di dalamnya mengamanatkan tujuan dan fungasi pendidikan, termasuk sistem pendidikan untuk peserta didik dengan kebutuhan khusus. Dari undang-undang ini kemudian hadir berbagai peraturan tentang pendidikan, salah satunya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang mencakup delapan (8) standar. Inti kebijakan ini adanya sistem pendidikan yang bersifat umum sebagai tolok ukur minimal kulaitas layanan pendidikan. Implementasi dari kebijakan tersebut diharapakan setiap layanan pendidikan dapat mencapai standar pelayanan minimal.
(23)
Pendidikan inklusif mempunyai arti bahwa sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa mempedulikan keadaan fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, atau kondisi-kondisi lain, termasuk anak-anak penyandang cacat anak-anak berbakat (gifted children), pekerja anak dan anak jalanan, anak di daerah terpencil, anak dari kelompok etnik dan bahasa minoritas dan anak-anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan dari kelompok masyarakat (Salamanca Statement, 1994).
Pendidikan inklusif sebagai sebuah pendekatan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan belajar bagi semua anak, remaja dan orang dewasa yang difokuskan secara spesifik kepada mereka yang rawan dan rapuh, terpinggirkan dan terabaikan. Prinsip pendidikan inklusif di adopsi dari Konferensi Salamanca tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus (UNESCO, 1994)
Pendidikan inklusif merupakan model pendidikan yang memberi kesempatan bagi siswa yang berkebutuhan khusus untuk belajar bersama siswa-siswa lain seusianya yang tidak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi lahir atas dasar prinsip bahwa layanan sekolah seharusnya diperuntukkan untuk semua siswa tanpa menghiraukan perbedaan yang ada, baik siswa dengan kondisi kebutuhan khusus, perbedaan sosial, emosional, cultural, maupun bahasa, (Florian, 2008).
Atas dasar pengertian dan dasar pendidikan inklusi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang berusaha mengakomodasi segala jenis perbedaan dari peserta didik tanpa diskriminasi baik secara konseptual
(24)
Stainback dan stainback (1990) dalam Wasliman, 2007 mengemukakan bahwa sekolah yang inklusif adalah sekolah yang menampung semua siswa dikelas yang sama. Sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya terpenuhi.
Pendidikan inklusif memiliki karakteristik bahwa pendidikan diperuntukan bagi semua dengan menggunakan kurikulum yangdisesuaikan dengan kebutuhan siswa secara individu, dengan menciptakan lingkungan belajar yang ramah bagi peserta didik, pembelajaran dititik beratkan pada proses pembelajaran dengan berpusat pada anak dengan pendekatan komprehensif sehingga memberi kesempatan kepada setiap siswa, sehingga siswa memperoleh hak yang sama.
2. Manajemen Sekolah
Manajemen sering diartikan sebagai administrasi. Manajemen merupakan pengelolaan sumber daya yang dimiliki baik berupa manusia, mesin, uang, metoda material, dan pemasaran yang dimiliki sekolah dalam proses yang bekerja secara sistematis.
Ada banyak pengertian dan konsep yang disampaikan para ahli terkait dengan sistem manajemen pendidikan.
George R. Terry, 1964 dalam Wasliman, 2007
menyebutkan bahwa: „management is distinct procees of planning,
(25)
accomplish stated objektive the use of human beings and other
resources.’
Longenecker dan Pringgle (1981) masih dalam Wasliman, 2007 mendefinisikan bahwa:
Manajemen sebagai proses pengadaan dan pengkombinasian sumber daya manusia, finansial, dan fisik untuk mencapai tujuan pokok organisasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan suatu proses pengaturan atau penataan dan cara kerja sumber daya manusia, material, dana, alat, dan metode dengan mengintegrasikan sumber-sumber yang semula tidak berhubungan satu dengan lainnya menjadi suatu sistem yang komprehensif dan integratif untuk mencapai tujuan usaha suatu organisasi, yaitu dengan menjalankan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian menjadi suatu rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh dalam proses pendayagunaan semua sumber daya secara efektif dan efesien disertai penetapan cara pelaksanaannya oleh seluruh jajaran dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Manajemen sekolah merupakan suatu kegiatan yang memiliki nilai filosofi tinggi. Ia harus dapat mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efesien. Pada hakikatnya upaya tersebut dilakukan untuk meningkatkan performansi (kinerja) sekolah dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan, baik tujuan nasional maupun lokal institusional, (Ruhiat, 2010: 31).
3. Manajemen Sekolah dalam Pendidikan Inklusif
Manajemen pendidikan inklusif merupakan proses pengaturan dan pengelolaan sumber daya yang terkait dengan
(26)
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta tindak lanjut hasil evaluasi pada sistem pendidikan inklusif yang menyangkut kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, kesiswaan, pendanaan, sarana prasarana, dan hubungan sekolah dengan masyarakat.
Stainback dan stainback (1990) dalam wasliman, 2007 mengemukakan bahwa:
Sekolah yang inklusif adalah sekolah yang menampung semua siswa dikelas yang sama. Sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya terpenuhi.
Oleh karena itu keterkaitan manajemen yang menyangkut kurikulum, kesiswaan, ketenagaan, sarana prasarana, pembiayaan, serta hubungan masyarakat mutlak diperlukan dalam implementasi manajemen sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif dengan
metode penelitian deskriptif. Penelitian kualitatif adalah “Penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran, orang secara individual maupun kelompok” ( Syaodih, 2010:60).
(27)
berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau baik kondisi individual maupun kelompok.
Metoda pengumpulan data penelitian ini dengan menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi, serta penggabungan dari ketiga teknik (triangulasi).
Untuk memperoleh data yang komfrehensif maka dilakukan penelitian pada subyek penelitian yang merupakan komponen sekolah yaitu:
1. Kepala sekolah
2. Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum 3. Wakil Kepala Sekolah Urusan kesiswaan 4. Wakil kepala Sekolah Urusan Sarana prasarana 5. Humas
6. Guru mata pelajaran 7. Psikolog
8. Tenaga Administrasi 9. Petugas perpustakaan 10.Koordinator Inklusi 11.Guru Khusus/HBT 12.Komite sekolah/orang tua
(28)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah swasta yang menyelenggarakan pendidikan inklusif di kota Bandung yaitu SMP X yang terletak di Jl. Lapang Golf No. 11 Arcamanik Bandung.
Subjek penelitian ini adalah semua komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, yaitu kepala sekolah, Wakasek Kurikulum, Wakasek Kesiswaan, Wakasek Sarana Prasarana, Humas, guru mata pelajaran, Koordinator Inklusi, HBT, Tenaga perpustakaan, tenaga administrasi (Tata Usaha), ,Psikolog, dan orang tua siswa.
Peneliti memilih SMP X untuk dilakukan penelitian karena sekolah X ini sudah menyelenggarakan pendidikan inklusif sejak berdirinya, dan serius dalam menangani ABK di sekolah.
B. Metode Penelitian
Tujuan penelitian ini pada akhirnya untuk mencari gambaran bagaimana pendidikan inklusif dilaksanakan di suatu sekolah penyelenggara inklusi, untuk menjawab apa, siapa, di mana, kapan, dan bagaimana, oleh karena itu Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan
(29)
kualitatif, Penelitian kualitatif (qualitative research) “adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran, orang secara individual maupun kelompok” ( Syaodih, 2010:60).
Metoda penelitian penelitian kualitatif bersifat deskriptif “Setiap fenomena atau peristiwa mempunyai potensi untuk dijadikan isu kunci yang memungkinkan dapat memberikan pemahaman peneliti atas suatu masalah yang lebih menyeluruh tentang apa yang dipelajarinya”(Umar, 2007:5)
Masyhuri dan Zainudin (2008:19) mengemukakan bahwa “Penelitian kualitatif adalah sebuah proses inquiri yang menyelidiki masalah-masalah sosial dan kemanusiaan dengan tradisi metodologi yang berbeda”. Selanjutnya beliau juga mengatakan “Peneliti membangun sebuah gambaran yang kompleks dan holistik,menganalisa kata-kata, melaporkan pandangan atau opini para informan, dan keseluruhan studi berlangsung dalam latar situasi alamiah wajar (natural setting)
Penelitian kualitatif bersifat sementara dan bisa berubah selama proses penelitian, data yang diperoleh dibiarkan sebagaimana adanya bukan sebagaimana mestinya, seperti yang dikemukakakn oleh Sugiyono (2009:213) “Peneliti kualitatif dituntut dapat menggali data berdasarkan apa yang diucapkan, dirasakan, dan dilakukan oleh
(30)
partisipan atau sumber data”. Dalam melakukan penelitian peneliti membuat catatan-catatan atas apa yang didengar dan dilihat sebagaimana adanya di lapangan.
Langkah yang dilakukan dalam penelitian ini mengidentifikasi permasalahan yang muncul kemudian memfokuskan permasalahan pada apa ayang akan diteliti, melakukan study pendahuluan, selanjutnya melakukan study litelatur dari beberapa teori tentang permasalahan manajemen pendidikan di sekolah, berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan inklusif, melakukan penggalian data dan observasi.
Bila digambarkan desain penelitian seperti berikut:
Manajemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Sekolah X di Kota Y
Studi Pendahuluan
(Empirik) Studi Pustaka
Input
Manajemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Sekolah X di Kota Y
Manajemen Personil
Manajemen
Kesiswaan Manajemen Keuangan
Manajemen Sarana Prasarana OUTPUT HASIL ANALISIS
Kesimpulan Rekomendasi dan Saran PROSES Teknik Analisis dan
Keabsahan Data Teknik Pengumpulan Data Manajeme n Hub Sekolah & Masyarakat Manajemen Kurikulum Desain Penelitian
(31)
C. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri sebagaimana yang diungkapkan Sugiyono (2009:222) “Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kulaitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan”. Yang dimaksud validasi human instrument adalah seberapa dalam wawasan peneliti terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap biadang yang akan ditelitinya, dan kesiapan peneliti memasuki lingkungan sebagai obyek yang akan ditelitinya baik siap secara akademik maupun siap logistiknya. Selanjutnya Nasution (1988) yang dikutip oleh Sugiyono (2009:223)
Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain dari pada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.
Walaupun pada awalnya permasalah masih belum jelas, ahirnya peneliti memfokuskan permasalahan dan menyusun instrumen sederhana seperti berikut ini:
(32)
Tabel 3.1
KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN
No .
Dimensi Pertanyaan Penelitian
Indikator Sumber Data Teknik
1. Manajemen
Kurkulum
Bagaimana manajemen
kurikulum di
sekolah X sebagai penyelenggara pendidikan inklusif? a.Bagaimana kurikulum
dirancang dalam
mencapai tujuan
pendidikan? b.Bagaimana kurikulum
dilaksanakan agar
peserta didik
memperoleh pengalaman belajar
untuk mencapai
tujuan? c.Bagaimana Pengelolaan proses pembelajaran? d.Bagaimana evaluasi kurikulum dilaksanakan dalam
mengukur tingkat
ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan?
1. Kurikulum
yang digunakan
2. Silabus
3. RPP
4. Program
pembelajara n individual
5. Pemetaan
SK dan KD
6. Mata
pelajaran wajib
7. Pengelolaan
proses pembelajara n
8. Kegiatan
pengembang an diri
9. Muatan lokal
10. Pengaturan
beban belajar
11. Kegiatan
kecakapan hidup
12. Kalender
pendidikan
13. Penilaian
14. Ketuntasan
minimal (KKM setiap mata pelajaran)
15. Kriteria kenaikan kelas dan kelulusan
-PKS
Kurikulum
- Guru Mata
Pelajaran - GPK - Wawancara - Observasi - Dokumentasi - Angket
2. Manajemen
Tenaga
Bagaimana
manajemen tenaga
1. Status kepala
sekolah
Kepala Sekolah Wawanc ara
(33)
dan Tenaga Kependidik an kependidikan (personil) sekolah? a.Bagaimana
perencanaan dan
pengadaan tenaga
pendidik dan
tenaga
kependidikan di
sekolah X? b.Bagaimana pembinaan
pendidik dan
tenaga
kependidikan di
sekolah X? c.Bagaimana pemberdayaan
pendidik dan
tenaga
kependidikan di
sekolah X? /pengangkata n kepala sekolah 3. Standar kepala sekolah
4. Jumlah guru
dan tenaga pendidik lainnya 5. Latar belakang pendidikan 6. Perekrutan tenaga pendidik dan kependidika n 7. Pembinaan dan pengembang an kompetensi tenaga pendidik dan kependidika n 8. Peningkatan kualifikasi SDM 9. Pemberdaya an tenaga pendidik dan kependidika n 10. Reward dan punishmen bagi tenaga pendidik dan kependidik an sebagai pfungsi controlling Administrasi (kepegawaian Dokume ntasi
3. Manajemen
Kesiswaan
Bagaimana manajemenen
kesiswaan di
sekolah X? 1. Perencanaan penerimaan siswa baru 2. Proses PKS Kesiswaan
(34)
penerimaan siswa
baru, penetuan
jumlah siswa, dan
orientasi siswa
baru? b.Bagaimana pengelolaan
bimbingan dan
konseling siswa? c.Bagaimana pengelolaan aktivitas siswa?
siswa baru
3. Jumlah siswa
baru yang diterima 4. Penjaringan siswa baru 5. Penjaringan ABK 6. Orientasi siswa 7. Penempatan dan formulasi siswa ABK 8. Bimbingan konseling 9. Kegiatan kesiswaan 10. Penyaluran bakat minat termasuk ABK
4. Manajemen
Keuangan
Bagaimana
manajemen
keuangan di sekolah X?
a.Dari sumber
mana saja dana itu diperoleh, b.Bagaimana perencanaan penggunaannya, dan c.Evaluasi
penggunaan dana
tersebut?
1. Sumber dana
diperoleh 2. Rencana penggunaan dana 3. Pelaporan 4. Evaluasi Kepala Sekolah Tenaga Administrasi (Keuangan) Wawanc ara Dokume ntasi
5. Manajemen
Sarana Prasarana
Bagaimana
manajemen sarana dan prasarana di sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif? a.Bagaimana perencanaan sarana
dan prasarana
dalam menunjang
1) Perencanaan sarana prasarana 2) Sarana prasarana yang dimiliki sekolah 3) Pengadaan sarana prasarana 4) Inventarisasi
PKS Sarana
- Tenaga
Administrasi (Sarana)
Wawancara
Observasi
(35)
inklusif?
b.Sarana prasarana apa saja yang yang
dibutuhkan yang
dapat menunjang
terselenggaranya pendidikan inklusif? c.Bagaimana
pengadaan sarana
prasarana yang
menunjang pendidikan inklusif? d.Bagaimana
inventarisir /
pencatatan sarana
prasarana di
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif?
prasarana
5) Penataan dan
pemeliharaa
n sarana
prasarana
6. Manajemen
Hubungan Sekolah dengan Masyarakat Bagaimana manajemen
hubungan sekolah
X dengan
masyarakat?
a.Kelompok-kelompok mana
saja yang ada di
masyarakat yang
dapat diajak
kerjasama dengan sekolah?
b.Bagaimana
sekolah X
menciptakan,
membina dan
memelihara
hubungan dengan
masyarakat? 1. Sekolah menjalin hubungan dengan masyarakat 2. Teknik-teknik sekolah dalam menjalin hubungan dengan masyarakat 3. Peranan masyarakat terhadap sekolah
PKS Humas
Komite sekolah/orang tua Wawanc ara Dokume ntasi
Dari kisi-kisi di atas kemudian diturunkan menjadi panduan wawancara dan selanjutnya menjadi daftar pertanyaan untuk
(36)
akan menjadi sumber data. Panduan wawancara dilengkapi dengan form sebagai data pendukung yang akan memperkuat data yang diperoleh melaui wawancara.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data ( Arikunto, 2005).
Sugiyono (2009:224) “Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data”.
Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui beberapa teknik pengumpulan data sesuai dengan tahapan dan data yang ingin diperoleh pada setiap tahapannya, karena penelitian kualitatif pengumpulan data dilakukan pada setting alamiah dari sumber primer, mengumpulkan data dari hasil observasi, wawancara yang mendalam dan dokumentasi, seperti yang dikemukakan Catherin Marshall, Gretcen B. Rossman dalam Sugiyono (2009:225) ‟ the fundamental methods relied on by qualitative researchers for gathering information are, participation in the setting, direct observation, in depth
interviewing, document review’
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
(37)
1. Wawancara
“Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu” (Sugiyono, 2009:231)
Dalam melakukan wawancara peneliti menggunakan wawancara semiterstruktur (semistructur Interview) yang termasuk
in-dept interview karena dalam pelaksanaannya wawancara lebih
bebas namun tetap terarah, peneliti melakukan pencatatan dan merekam jawaban yang disampaikan oleh sumber data. Sebelum wawancara mulai dilakukan ditempuh langkah-langkah:
1) Menentukan jadwal wawancara
2) Kepada siapa wawancara akan dilakukan
3) pokok-pokok masalah apa yang akan menjadi bahan pembicaraan
4) menyiapkan panduan wawancara 5) membuka alur wawancara
6) mengawali atau membuka alur wawancara 7) menuliskan hasil wawancara
8) mengkonfirmasikan iktisar hasil wawancara
9) mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang diperoleh Wawancara dilakukan kepada kepala sekolah untuk memperoleh gambaran umum tentang implementasi inklusi di
(38)
sekolah tersebut. Bagaimana manajemen penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah tersebut berkaitan dengan manajemen kurikulum, tenaga pendidik atau personil, kesiswaan, pendanaan, manajemen sarana prasarana, dan hubungan masyarakat.
Wawancara juga dilakukan secara khusus kepada personil khusus yang menangani sesuai dengan komponen manajemen. Untuk menggali manajemen kurikulum dilakukan wawancara kepada wakasek urusan kurikulum dan koordinator inklusi, dan HBT, manajemen kesiswaan kepada wakasek urusan kesiswaan, guru, psikolog, dan koordinator inklusi, manajemen sarana prasarana kepada wakasek urusan sarana prasarana, perpustakaan, UKS dan tenaga administrasi, manajemen tenaga pendidik dan kependidikan kepada tenaga administrasi dan kepala sekolah, manajemen keuangan kepada kepala sekolah dan tenaga administrasi, manajemen hubungan masyarakat kepada humas dan kepala sekolah.
2. Observasi
Untuk memeperkuat data yang diperoleh melalui wawancara peneliti juga melakukan observasi. Marshall (1995) dalam Sugiyono (2009:226) ‘ trough observation, the researcher
(39)
behavior’. “melalui observasi, peneliti belajar tentang prilaku, dan makna dari prilaku tersebut”.
Menurut Patton dalam Nasution yang dikutip oleh Sugiyono (2009:228) dinyatakan bahwa manfaat observasi adalah sebagai berikut:
a) Dengan observasi, di lapangan peneliti akan lebih mampu memahami konteks dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh. b) Dengan observasi, maka akan diperoleh pengalaman langsung,
sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan sebelumnya. Pendekatan induktif membuka memungkinkan melakukan penemuan atau discovery.
c) Dengan observasi, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu, karena telah dianggap “biasa” dan karena itu tidak akan terungkapkan dalam wawancara.
d) Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkap oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutup-tutupi karena dapat merugikan nama lembaga.
(40)
e) Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang di luar persepsi responden, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif.
f) Melalui pengamatan di lapangan, peneliti tidak hanya mengumpulkan data yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi, dan merasakan suasana situasi sosial yang diteliti.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi tak berstruktur karena fokus penelitian belum jelas, fokus observasi berkembang selama kegiatan observasi berlangsung, sebagaimana yang dikemukakakn oleh Sugiyono, 2009:228
Observasi tidak berstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan.
Observasi dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data yang dihasilkan berdasarkan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan manajemen di sekolah tersebut, selanjutnya menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan memaknai atau menarik kesimpulan dari kejadian atau peristiwa yang diamati.
(41)
3. Dokumentasi
Hasil penelitian melalui wawancara dan observasi akan lebih kuat dan dapat dipercaya apabila didukung oleh dokumen-dokumen yang bisa berupa catatan masa lalu, tulisan, gambar, atau karya-karya seseorang. “Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.”( Sugiyono 2009:240).
Teknik dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah catatan yang digunakan dalam kegiatan penelitian seperti catatan wawancara, catatan observasi, lembar pengamatan, visualisasi dan dokumen-dokumen: model raport narasi, RPP mata pelajaran, dan PPI, data jumlah siswa, data guru, asemen, hasil asesmen, form hasil ujian inklusi. Semua dokumen tersebut dijadikan sumber informasi untuk menggali makna.
4. Triangulasi
Data yang diperoleh melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi kemudian digabungkan agar data yang diperoleh lebih konsisten, tuntas, dan pasti.
Sugiyono (2009:241) mengemukakan bahwa:
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai
(42)
Gambar 3.2 Triangulasi “Sumber” Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan teknik ini untuk mempertajam dan memperkuat data, data yang diperoleh melalui wawancara, diperkuat dengan observasi dan juga dokumentasi. Selain itu peneliti melakukan wawancara kepada beberapa sumber data untuk memperoleh data yang sama, sehingga data yang diperoleh bukan hanya dari satu sumber data saja, sehingga menghasilkan data yang lebih kuat dan akurat.
E. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif data diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data yang bermacam-macam disebut triangulasi dan dilakukan secara terus menerus sehingga memperoleh data kualitatif sehingga menyulitkan untuk dianalisis. Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2009:243) „The most serious and central difficulty in the use of qualitative data
Wawancara Mendalam
A
B
(43)
is that methods of analysis are not well’. Dalam buku yang sama dikutip pernyataan Susan Stainback yang menyatakan „ There are no guidelines in qualitative research for determining how much data and data analysis are necessary to support and assertion, conclusion,
or theory’. Berdasarkan pernyataan di atas Sugiyono (2009:244)
mengemukakan bahwa :
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan komunikasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Proses analisis data penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Namun walaupun demikian analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. “Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu” ( Sugiyono, 2008: 246).
Pada saat peneliti melakukan wawancara sebetulnya peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai, bila setelah dianalisis jawaban ternyata dirasakan kurang, atau belum memuaskan, peneliti akan melakukan wawancara lagi dan mempertajam wawancara sampai tahap tertentu sehingga data yang
(44)
diperoleh lebih kredibel. “Aktivitas analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh” (Miles & Huberman dalam Sugiyono, 2010).
Dalam penelitian ini data dianalisis dengan mengidentifikasi tema-tema pada hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi, mengelompokannya sesuai dengan unit-unit yang diteliti, memetakan secara visual faktor-faktor yang terkait dengan penelitian, kemudian penemuan-penemuan itu dihimpun atau dibentuk bagan. Selanjutnya data diinterpretasi dengan menghubungkan nasihat profesional melalui pandangan kritis dan menghubungkannya dengan pemikiran para ahli dalam berbagai literatur, selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan.
Berikut ini langkah-langkah analisis data:
1. Reduksi Data
Penelitian di lakukan oleh peneliti dengan upaya mengambil data sebanyak-banyaknya sehingga data-data tersebut akan sangat sulit dan kompleks, semakin lama peneliti di lapangan akan semakin banyak data yang diambil. Apabila data yang diambil cukup banyak memerlukan pencatatan yang teliti dan rinci. Data-data tersebut harus dirangkum, dipilih mana yang dianggap pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting sesuai tema dan dicari polanya dengan mereduksi data, sebagaimana yang
(45)
dikemukakan Sugiyono (2009:247) “Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan memepermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data, dan mencarinya bila diperlukan”.
Dalam mereduksi data, peneliti membuat rangkuman dari hasil wawancara dengan sumber data berdasarkan komponen manajemen tertentu, data-data yang diperoleh kemudian dikelompokkan menurut komponennya, kemudian dipilih mana saja data yang fokus pada komponen manajemen tertentu, selanjutnya dimaknai dan dipisahkan berdasarkan tema yang sama. Data-data yang diperoleh dikelompokan pada aspek manajemen, data mana saja yang termasuk aspek perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan atau evaluasi. Data mana saja yang termasuk manajemen kurikulum, manajemen tenaga pendidik dan kependidikan, manajemen kesiswaan, manajemen sarana prasarana, manajemen keuangan, dan manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat.
2. Display Data (Penyajian Data)
Setelah data direduksi selanjutnya data disajikan atau display data, data-data yang sudah dikelompokan, sudah difokuskan pada bidang garapan masing-masing kemudian disajikan. Penyajian data bisa bermacam-macam, bisa berupa
(46)
bagan, grafik, diagram berdasarkan hubungan kategori atau sejenisnya, namun bisa juga disajikan dalam bentuk uraian singkat. Miles dan Huberman yang dikutip Sugiyono (2009:249) menyatakan „ the most frequent form of display data for qualitative research that in the past has been narrative text‟ maksudnya “yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif”.
Dalam penelitian ini peneliti menyajikan data hasil reduksi data dalam bentuk uraian yang menggambarkan bagaimana fenomena itu berlangsung, apa, siapa, di mana, dan bagaimana. Seluruh data yang didapatkan dipilah dan dikelompokan sesuai dengan bidang garapan manajemen sekolah, kemudian dipaparkan agar dapat memberi gambaran dan mempermudah langkah kerja selanjutnya.
3. Verifikasi Data
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Setelah data direduksi, kemudian disajikan, maka langkah berikutnya adalah verifikasi atau penarikan kesimpulan awal, penarikan kesimpulan ini bersifat sementara, karena kesimpulan awal ini akan berubah bila tidak didukung oleh bukti-bukti pada pengumpulan data berikutnya, namun apabila bukti-bukti itu konsisten dan valid ketika kembali mengumpulkan data ke lapangan, maka kesimpulan
(47)
sementara yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Sugiyono (2009: 253) mengemukakan bahwa:
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas dapat berupa hubungan kausal, atau interaktif, hipotesis, atau teori.
Pada tahap veripikasi ini peneliti dapat menarik kesimpulan sementara bahwa manajemen dibutuhkan dalam segala aktivitas, apalagi dalam mengelola pendidikan, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengontrolan bukan hanya kata-kata indah dalam dokumen, tetapi harus benar-benar dipraktekkan. Setiap komponen manajemen tidak bisa berdiri sendiri, tidak ada komponen yang lebih penting dan komponen pendukung atau dianggap tidak penting, karena semua komponen manajemen sekolah memegang peranan yang sangat penting dan harus terintegrasi, karena apabila satu komponen saja lemah maka akan menjadikan komponen yang lainnya pun lemah pula. Menangani peserta didik memerlukan keseriusan berbagai aspek, penanganan siswa yang didahului dengan identifikasi, asesmen, dan psikotes lebih memungkinkan seswa mengembangkan potensi yang dimilikinya karena dengan demikian guru tahu harus bagaimana menangani siswa dengan karakter masing-masing dengan penanganan yang tepat oleh orang yang tepat. Lingkungan
(48)
ABK lebih nyaman dan percaya diri sehingga mereka lebih berkembang.
Gambar 3.3 Komponen dalam Analisis (Interactive Model)
Data
collection
Data Reduction
Data Display
Conclusion: drawing/verifying
(49)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Dari keterangan dan data-data yang diperoleh dari berbagai nara sumber melalui wawancara, observasi langsung, study dokumentasi dan penggabungan dari ketiga teknik pengumpulan data di atas, kemudian hasil penelitian dianalisis dengan membandingkan dengan berbagai teori dalam berbagai literatur serta mendiskusikannya dengan ahli, maka dapat penulis simpulkan bahwa Sekolah X beritikad sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif terbukti pada visi, misi, dan tujuan sekolah secara tersurat yang memenunjukkan memberi ruang bagi keberagaman peserta didik.
Dalam mengelola pendidikan secara umum Sekolah X sudah menjalankan fungsi-fungsi manajemen mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, serta pengontrolan terhadap setiap komponen manajemen sekolah, baik manajemen kurikulum, manajemen tenaga pendidik dan kependidikan, manajemen kesiswaan, manajemen keuangan, manajemen sarana prasarana, maupun manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, namun ada beberapa fungsi secara khusus belum sepenuhnya dijalankan oleh Sekolah X, berikut ini
(50)
1. Manajemen Kurikulum
Sekolah sudah merencanakan kurikulum di awal tahun, rencana disusun berdasarkan asesmen untuk siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus oleh tim, dan melakukan evaluasi, pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus menggunakan program PPI yang disusun oleh tim Teenage Self Improovment (TSI) dan pelaksanaannya berupa team teaching bersama Home Base Teacher (HBT), hal ini sudah sesuai dengan fungsi perencanaan dan sesuai dengan kriteria sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, namun dalam implementasi kurikulum ketika dilakukan observasi di kelas pada saat guru melaksanakan proses pembelajaran guru kurang melibatkan siswa berkebutuhan khusus untuk terlibat aktif baik secara fisik, kognitif, emosi, maupun sosial dalam dinamika kelompok di kelas, pemebelajaran dilakukan oleh guru mata pelajaran hanya diperuntukan bagi anak reguler saja dan guru mata pelajaran pun menggunakan RPP untuk anak reguler, padahal dilakukan dalam setting inklusi, sehingga anak berkebutuhan khusus tidak terkena dampaknya. Guru ketika mengajar juga kurang memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran yang dapat merangsang belajar siswa sesuai tipe pembelajar apakah dia tipe audio, visual, atau kinestetik.
(51)
2. Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan
Dalam manajemen tenaga pendidik dan kependidikan Sekolah X sudah memiliki tenaga khusus yang menangani ABK berasal dari latar belakang pendidikan yang sesuai yaitu PLB dan psikologi sebagai pedagog, hal ini sudah sesuai dengan kriteria sekolah inklusif, namun sekolah belum sepenuhnya dapat merekrut tenaga pendidik dan kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan sesuai dengan standar kualifikasi sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri No. 16 Tahun 2007 tentang kualifikasi guru dan kompetensi guru. Sekolah juga belum memiliki tenaga administrasi (Tata Usaha) secara mandiri yang menangani masing-masing bidang keuangan, kesiswaan, dan sarana prasarana, tetapi kegiatan administrasi dilakukan oleh satu orang yang menangani keseluruhan administrasi untuk semua jenjang TK, SD, SMP, dan SMA, sama halnya dengan wakasek Humas, sekolah tidak memiliki humas tersendiri tetapi humas mencakup semua jenjang di bawah yayasan tersebut.
3. Manajemen Kesiswaan
Sebagai sekolah penyelenggara inklusif Sekolah X menjalankan sekolah ramah dengan merekrut siswa tanpa ada tes/seleksi masuk, yang ada psikotes dan asesmen, namun sekolah belum bisa menerima semua jenis kekhususan yang dimiliki anak
(52)
berkebutuhan khusus mengingat belum ada tenaga ahli dalam kekhususan tersebut (tuna netra).
4. Manajemen Keuangan
Sekolah X tidak menerima dana BOS dari pemerintah, biaya sekolah diperoleh dari orang tua siswa melalui yayasan, sebagai sekolah di bawah yayasan, Sekolah X belum dapat sepenuhnya mengelola keuangan sekolah, mulai dari menerima biaya dari sumber langsung (orang tua siswa) sampai pengelolaannya, semua pengelolaan keuangan dilakukan oleh tenaga keuangan yayasan, sekolah hanya mengelola biaya kegiatan yang diajukan dan dianggarkan yayasan setiap tahunnya berdasarkan usulan kebutuhan sekolah.
2. Manajemen Sarana Prasarana
Sarana prasarana seluruhnya disediakan oleh yayasan berdasarkan kebutuhan dengan skala prioritas. Sebagai sekolah inklusif sekolah X sudah memiliki sarana sebagai fasilitas belajar siswa secara umum, sekolah juga memiliki fasilitas khusus untuk menstimulasi siswa dengan kebutuhan khusus, ruang stimulasi, mesin jahit, sepeda untuk stimulasi motorik siswa, dapur, dan kamar mandi khusus, namun masih ada tangga di beberapa tempat sebelum masuk ruang kelas. Belum ada ramp untuk kursi roda, juga belum ada railing untuk pegangan, juga belum memiliki lift
(53)
untuk ke lantai dua, sedangkan aula yang berfungsi juga sebagai mushola berada di lantai dua.
3. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Dalam menjalin hubungan dengan masyarakat, Sekolah X sudah melakukan hubungan dan kerja sama dengan pihak lain, baik pemerintah, lembaga profit dan non-profit, serta masyarakat terutama orang tua, orang tua siswa reguler menerima keberadaan ABK di antara anak-anak mereka, dan merasa anak-anak mereka bermakna di tengah-tengah anak berkebutuhan khusus. Pertemuan dilakukan empat kali setahun. Namun sekolah belum merasa puas dengan peran pemerintah dalam membantu membina tenaga pendidik karena materi pelatihan bukan merupakan barang baru lagi karena para guru sudah mendapatkan pelatihan yang sama sebelumnya.
(54)
B. Rekomendasi
Berdasarkan temuan-temuan di lapangan dan dari kesimpulan yang disampaikan di muka penulis menyampaikan rekomendasi kepada:
1. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif khususnya sekolah X, umumnya sekolah penyelenggara pendidikan inklusif lainnya, dengan rekomendasi seperti berikut:
a. Sekolah sebagai suatu organisasi seyogyanya menjalankan fungsi-fungsi manajemen yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam setiap komponen manajemen di sekolah dalam upaya mencapai tujuan. b. Kurikulum KTSP yang sudah dimodifikasi dan diadaptasi serta disusun menjadi PPI, dalam implementasinya diharapkan tetap memperhatikan rambu-rambu standar proses agar seluruh anak merasa terlibat secara fisik, kognitif, emosi, maupun sosial di dalam kelas dalam dinamika kelompok yang merangsang siswa untuk belajar secara aktif, memberi ruang kreativitas, dan menyenangkan dalam setting inklusi.
c. Pengadaan tenaga pendidik dan kependidikan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan namun tetap harus berpedoman pada standar ketenagaan, memenuhi standar kualifikasi dan standar kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan, diawali
(55)
dengan perekrutan secara terbuka dengan standar yang jelas untuk menjaga kualitas.
d. Dalam turut mengembangkan pendidikan inklusif, sekolah hendaknya menerima berbagai jenis kebutuhuan siswa (tidak pilih-pilih siswa) dengan ditunjang tenaga khusus yang sesuai dengan kebutuhan siswa, sehingga pemerataan pendidikan bisa tercapai.
e. Penyediaan sarana prasarana sebaiknya mempertimbangkan kebutuhan belajar siswa serta dapat menunjang proses belajar mengajar siswa secara keseluruhan, dengan mengutamakan asesibilitas bagi siswa berkebutuhan khusus, sehingga lingkungan sekolah yang inklusif bisa tercapai.
f. Sebaiknya sekolah menyusun rencana dalam bentuk RKS untuk rencana empat tahun dan RKAS untuk kegiatan dan anggaran biaya tiap tahunnya berdasarkan analisis. Salah satu nalisis yang dapat digunakan adalah analisis SWOT untuk melihat kekuatan, kelemahan, kesempatan serta peluang yang dimiliki sekolah dalam mencapai tujuan sesuai visi misi sekolah, agar tujuan sekolah dapat tercapai secara efektif.
g. Karena sekolah merupakan bagian dari masyarakat sebaiknya sekolah lebih memperluas jalinan dengan pihak-pihak lain dengan membentuk organisasi, memperluas jaringan (net
(56)
pendidikan inklusif, baik dengan pihak pemerintah, swasta, dunia usaha, dan dunia kerja, baik nasional maupun internasional.
2. Untuk Peneliti Berikutnya
Pada penelitian ini penulis meneliti masalah fungsi-fungsi manajemen dalam komponen-komponen manajemen pendidikan inklusif dengan hanya satu sampel yang terlibat, sehingga kurang memperkaya gambaran penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah lainnya. Peneliti lain diharapkan bisa melakukan penelitian pada aspek lain dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, dengan sampel yang lebih luas atau focus penelitian yang lebih mendalam.
(57)
Abubakar dan Kurniatun C, T.(2012). “ Manajemen Keuangan Pendidikan” dalam
Manajemen Pendidikan (Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia). Bandung: Alfabeta.
Alimin, Z. (2008). “Pemahaman Konsep Pendidikan Kebutuhan Khusus dan Anak BerkebutuhanKhusus.(Online):http://zalimin.blogspot.com/2008/03/pemahaman -konsep pendidikan-kebutuhan.hyml.
Hamalik, O. (2008). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosda
Herawan, E dan Hartini, N. (2012). “Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan” dalam Manajemen Pendidikan (Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia). Bandung: Alfabeta.
Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentangPengesahan Konvensi Hak Anak. Minarti. (2011). Manajemen Sekolah. Mengelola Lembaga pendidikan Secara
Mandiri. Sleman Jogjakarta: Ar Ruz media.
Muhaimin, at al (2009). Manajemen Pendidikan (Aplikasinya dalam Penyusunan
Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah). Jakarta: kencana Prenada Media
Group.
Nuraedi dan Rosalin, N. (2012). “ Kerjasama Sekolah dan Masyarakat” dalam
Manajemen Pendidikan (Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia). Bandung: Alfabeta.
Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. 2007. “Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik. Departemen Pendidikan Nasional”. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. 2007. “Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik. Departemen Pendidikan Nasional”. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 07 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan
(58)
Peraturan Pemereintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan
Pidarta, M. (2011). Manajemen Pendidikan Indonesia.Jakarta: Rineka Cipta.
Rohiat. (2010). Manajemen Sekolah. Teori Dasar dan praktik. Bandung: Rafika Aditama.
Sagala, S. (2008). Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan.Bandung:Alfabeta
Sagala, S. (2009). Manajemen Stratejik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Smith J, D. (2006). Inklusi Sekolah ramah untuk semua (Penerjemah: Denis, Ny Erica. Editor ahli: M. Sugiarmin, MIF Baihaqi). Bandung: Nuansa.
Sudaryah, A dan Nurdin, D. (2012). “ Manajemen implementasi Kurikulum”, dalam
Manajemen Pendidikan (Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia). Bandung: Alfabeta.
Sukinah. (2010). Manajemen Pendidikan Inklusif. Jurnal Pendidikan Khusus Vol. 7. No. 2. Nopember 2010 .
Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sururi dan Nasihin, N. (2012). “Manajemen Peserta Didik” dalam (Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia). Bandung:
Alfabeta.
Suryosubroto.(2004). Manajemen Pendidikan di sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Syaodih S, N. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda.
Tarsidi, D. (2011). “Paradigma HAM dalam Pendidikan Inklusif: Kesempatan dan Tantangan”.(Online) d.tarsidi.blogspot.com.
(59)
Terry R, G dan Rue W, L. (2012) . Principles of Management (alih bahasa G.A. Ticoalu). Jakarta: Bumi Aksara.
Undand-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1954 Pasal 31. UNESCO. (1994) Salamanca Statement.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat. Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang Sisidiknas No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wasliman, I .(2007). Manajemen Sistem pendidikan kebutuhan Khusus.Perangkat Pengajaran Modul. Bandung: Upi Pascasarjana.
Weishaar,M. dan Borsa C, J. (2001). Inclusive Educational Administration. New York: McGraw-Hill.
(1)
Cucu Laelasari, 2013
B. Rekomendasi
Berdasarkan temuan-temuan di lapangan dan dari kesimpulan yang disampaikan di muka penulis menyampaikan rekomendasi kepada:
1. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif khususnya sekolah X, umumnya sekolah penyelenggara pendidikan inklusif lainnya, dengan rekomendasi seperti berikut:
a. Sekolah sebagai suatu organisasi seyogyanya menjalankan fungsi-fungsi manajemen yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam setiap komponen manajemen di sekolah dalam upaya mencapai tujuan. b. Kurikulum KTSP yang sudah dimodifikasi dan diadaptasi serta disusun menjadi PPI, dalam implementasinya diharapkan tetap memperhatikan rambu-rambu standar proses agar seluruh anak merasa terlibat secara fisik, kognitif, emosi, maupun sosial di dalam kelas dalam dinamika kelompok yang merangsang siswa untuk belajar secara aktif, memberi ruang kreativitas, dan menyenangkan dalam setting inklusi.
c. Pengadaan tenaga pendidik dan kependidikan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan namun tetap harus berpedoman pada standar ketenagaan, memenuhi standar kualifikasi dan standar kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan, diawali
(2)
Cucu Laelasari, 2013
dengan perekrutan secara terbuka dengan standar yang jelas untuk menjaga kualitas.
d. Dalam turut mengembangkan pendidikan inklusif, sekolah hendaknya menerima berbagai jenis kebutuhuan siswa (tidak pilih-pilih siswa) dengan ditunjang tenaga khusus yang sesuai dengan kebutuhan siswa, sehingga pemerataan pendidikan bisa tercapai.
e. Penyediaan sarana prasarana sebaiknya mempertimbangkan kebutuhan belajar siswa serta dapat menunjang proses belajar mengajar siswa secara keseluruhan, dengan mengutamakan asesibilitas bagi siswa berkebutuhan khusus, sehingga lingkungan sekolah yang inklusif bisa tercapai.
f. Sebaiknya sekolah menyusun rencana dalam bentuk RKS untuk rencana empat tahun dan RKAS untuk kegiatan dan anggaran biaya tiap tahunnya berdasarkan analisis. Salah satu nalisis yang dapat digunakan adalah analisis SWOT untuk melihat kekuatan, kelemahan, kesempatan serta peluang yang dimiliki sekolah dalam mencapai tujuan sesuai visi misi sekolah, agar tujuan sekolah dapat tercapai secara efektif.
g. Karena sekolah merupakan bagian dari masyarakat sebaiknya sekolah lebih memperluas jalinan dengan pihak-pihak lain dengan membentuk organisasi, memperluas jaringan (net
(3)
Cucu Laelasari, 2013
pendidikan inklusif, baik dengan pihak pemerintah, swasta, dunia usaha, dan dunia kerja, baik nasional maupun internasional.
2. Untuk Peneliti Berikutnya
Pada penelitian ini penulis meneliti masalah fungsi-fungsi manajemen dalam komponen-komponen manajemen pendidikan inklusif dengan hanya satu sampel yang terlibat, sehingga kurang memperkaya gambaran penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah lainnya. Peneliti lain diharapkan bisa melakukan penelitian pada aspek lain dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, dengan sampel yang lebih luas atau focus penelitian yang lebih mendalam.
(4)
viii
Cucu Laelasari, 2013
Daftar Pustaka
Abubakar dan Kurniatun C, T.(2012). “ Manajemen Keuangan Pendidikan” dalam
Manajemen Pendidikan (Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia). Bandung: Alfabeta.
Alimin, Z. (2008). “Pemahaman Konsep Pendidikan Kebutuhan Khusus dan Anak BerkebutuhanKhusus.(Online):http://zalimin.blogspot.com/2008/03/pemahaman -konsep pendidikan-kebutuhan.hyml.
Hamalik, O. (2008). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosda
Herawan, E dan Hartini, N. (2012). “Manajemen Tenaga Pendidik dan
Kependidikan” dalam Manajemen Pendidikan (Tim Dosen Administrasi
Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia). Bandung: Alfabeta.
Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentangPengesahan Konvensi Hak Anak. Minarti. (2011). Manajemen Sekolah. Mengelola Lembaga pendidikan Secara
Mandiri. Sleman Jogjakarta: Ar Ruz media.
Muhaimin, at al (2009). Manajemen Pendidikan (Aplikasinya dalam Penyusunan
Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah). Jakarta: kencana Prenada Media
Group.
Nuraedi dan Rosalin, N. (2012). “ Kerjasama Sekolah dan Masyarakat” dalam
Manajemen Pendidikan (Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia). Bandung: Alfabeta.
Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. 2007. “Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik. Departemen Pendidikan Nasional”. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. 2007. “Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik. Departemen Pendidikan Nasional”. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 07 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan
(5)
viii
Cucu Laelasari, 2013
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidkan Inklusif.
Peraturan Pemereintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan
Pidarta, M. (2011). Manajemen Pendidikan Indonesia.Jakarta: Rineka Cipta.
Rohiat. (2010). Manajemen Sekolah. Teori Dasar dan praktik. Bandung: Rafika Aditama.
Sagala, S. (2008). Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga
Kependidikan.Bandung:Alfabeta
Sagala, S. (2009). Manajemen Stratejik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Smith J, D. (2006). Inklusi Sekolah ramah untuk semua (Penerjemah: Denis, Ny Erica. Editor ahli: M. Sugiarmin, MIF Baihaqi). Bandung: Nuansa.
Sudaryah, A dan Nurdin, D. (2012). “ Manajemen implementasi Kurikulum”, dalam
Manajemen Pendidikan (Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia). Bandung: Alfabeta.
Sukinah. (2010). Manajemen Pendidikan Inklusif. Jurnal Pendidikan Khusus Vol. 7. No. 2. Nopember 2010 .
Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sururi dan Nasihin, N. (2012). “Manajemen Peserta Didik” dalam (Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia). Bandung:
Alfabeta.
Suryosubroto.(2004). Manajemen Pendidikan di sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Syaodih S, N. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda.
Tarsidi, D. (2011). “Paradigma HAM dalam Pendidikan Inklusif: Kesempatan dan Tantangan”.(Online) d.tarsidi.blogspot.com.
(6)
viii
Cucu Laelasari, 2013
Tarsidi, D. (2008). “Pendidikan Inklusif ketika Sedikit Sumber” (online): http://d-tarsidi. Blogspot.com-rangkuman.html.
Terry R, G dan Rue W, L. (2012) . Principles of Management (alih bahasa G.A. Ticoalu). Jakarta: Bumi Aksara.
Undand-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1954 Pasal 31. UNESCO. (1994) Salamanca Statement.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat. Undang Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang Sisidiknas No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wasliman, I .(2007). Manajemen Sistem pendidikan kebutuhan Khusus.Perangkat Pengajaran Modul. Bandung: Upi Pascasarjana.
Weishaar,M. dan Borsa C, J. (2001). Inclusive Educational Administration. New York: McGraw-Hill.