PENGARUH PEMBELAJARAN BERBANTUAN GEOGEBRA TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN VISUAL THINKING SISWA SMP.

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBANTUAN GEOGEBRA

TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN

DAN VISUAL THINKING SISWA SMP

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

SRI GUMANTI

1204649

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Berbantuan GeoGebra terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan

Visual Thinking Siswa SMP” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya

saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Maret 2014 Yang membuat pernyataan,


(4)

ABSTRACT

SRI GUMANTI (1204649). The Influence of Learning Using GeoGebra towards The Improvement of Understanding Abilities and Visual Thinking of Junior High School Student.

This research is conducted in order to describe and to analyze the improvement of understanding abilities and visual thinking among students who get scientific learning using GeoGebra with students who get scientific learning without using GeoGebra. This research is a quasi-experiment with nonequivalent control-group design. Population used in this research is the whole students of grade VII of one of state Junior High School in Cimahi. There are two classes as samples in this research. The samples are taken from 12 classes by using purposive sampling technique. Learning activity in experiment class uses scientific approach using GeoGebra, meanwhile, the control class uses scientific approach without using GeoGebra. Some instruments used in this research are pretest, posttest, and questioner, t-Test, Mann-Whitney, one- and two way Anova significance level 0.05 after all requirements of test fulfilled are used to seek differences in the improvement of understanding abilities and visual thinking of students. The result of research is analyzed by Microsoft Excel 2013 and SPSS version 20. Based on the research, the results are: (1) There are no differences in improvement of understanding abilities between students who get scientific learning using GeoGebra and students who get scientific learning without using GeoGebra; (2) Based on grouping of students in mathematics abilities, there are no differences in improvement of understanding abilities between students who get scientific learning using GeoGebra and those students who get scientific learning without using GeoGebra; (3) There are differences in improvement of visual thinking abilities between students who get scientific learning using Geogebra and students who get scientific learning without using GeoGebra; (4) Based on grouping of students in mathematics abilities, there are differences in improvement of visual thinking abilities between students who get scientific learning using GeoGebra and those students who get scientific learning without using GeoGebra. The differences lie on upper and down class and middle and down; (5) Students have good responds toward mathematics lesson and learning using GeoGebra.

Keywords: scientific approach, learning using GeoGebra, understanding abilities, visual


(5)

Sri Gumanti. (1204649). Pengaruh Pembelajaran Berbantuan GeoGebra terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Visual Thinking Siswa SMP.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menelaah peningkatan kemampuan pemahaman dan visual thinking antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbantuan GeoGebra, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa berbantuan GeoGebra. Jenis penelitian ini merupakan kuasi eksperimen. dengan desain penelitian The Nonequivalent Control-Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII salah satu SMP Negeri di Cimahi dengan mengambil dua kelas sebagai sampel menggunakan teknik purposive sampling dari 12 kelas yang tersedia. Kelas eksperimen memperoleh pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbantuan GeoGebra, dan kelas kontrol memperoleh pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa berbantuan GeoGebra. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah pretes dan postes untuk kemampuan pemahaman dan visual thinking serta angket pendapat siswa. Untuk melihat adanya perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan visual thinking siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, digunakan uji-t, Mann-Whitney, Anova dua jalur dan Anova satu jalur pada taraf signifikansi 0,05, setelah prasyarat pengujian terpenuhi. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan Microsoft Excel 2013 dan SPSS versi 20. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa (1) Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbantuan GeoGebra dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa berbantuan GeoGebra; (2) Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbantuan GeoGebra dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa berbantuan GeoGebra ditinjau dari kelompok kemampuan matematis siswa; (3) Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan visual thinking siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbantuan GeoGebra dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa berbantuan GeoGebra; (4) Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan visual thinking antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbantuan GeoGebra dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa berbantuan GeoGebra ditinjau dari kelompok kemampuan matematis siswa, perbedaan terjadi pada kelompok atas dan bawah serta kelompok tengah dan bawah; (5) Siswa mempunyai pendapat yang positif terhadap pelajaran matematika dan pembelajaran berbantuan GeoGebra.

Kata kunci : pendekatan saintifik, pembelajaranan berbantuan GeoGebra, kemampuan pemahaman, visual thinking.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRACT ... vi

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Definisi Operasional ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16

A. Kemampuan Pemahaman ... 16

B. Visual Thinking ... 21

C. Sofware GeoGebra ... 22

D. Pembelajaran Matematika Berbantuan GeoGebra ... 29

E. Pendekatan Saintifik ... 30

F. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya ... 35

G. Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

A. Desain Penelitian ... 38

B. Populasi dan Sampel ... 39

C. Variabel Penelitian ... 40

D. Instrumen Penelitian ... 40

1. Soal Tes Kemampuan Pemahaman dan Visual Thinking ... 40

2. Angket Pendapat Siswa ... 48

E. Prosedur Penelitian ... 49


(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Hasil Penelitian ... 56

1. Hasil Penelitian Kemampuan Pemahaman ... 57

2. Hasil Penelitian Kemampuan Visual Thinking ... 74

3. Analisis Pendapat Siswa ... 89

B. Pembahasan ... 91

1. Kemampuan Pemahaman dan Visual Thinking siswa ... 92

2. Pembelajaran Berbantuan GeoGebra ... 95

3. Keterbatasan Penelitian ... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

A. Kesimpulan ... 104

B. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 106


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Pedoman Pemberian Skor ... 41

3.2 Klasifikasi Koefisien Korelasi Validitas Instrumen ... 42

3.3 Daftar Hasil Uji Validitas Butir Soal Kemampuan Pemahaman dan Visual Thinking ... 43

3.4 Klasifikasi Interpretasi Koefisien Reliabilitas ... 44

3.5 Daftar Hasil Uji Reliabilitas Butir Soal Kemampuan Pemahaman dan Visual Thinking ... 44

3.6 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda ... 45

3.7 Daftar Hasil Uji Daya Pembeda Soal Kemampuan Pemahaman dan Visual Thinking ... 46

3.8 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 47

3.9 Daftar Hasil Uji Tingkat Kesukaran Soal Kemampuan Pemahaman dan Visual Thinking ... 47

3.10 Kesimpulan Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Pemahaman dan Visual Thinking ... 48

3.11 Klasifikasi Gain Ternormalisasi ... 53

3.12 Analisis Data Pendapat Siswa ... 55

4.1 Statistik Deskriptif Kemampuan Pemahaman ... 57

4.2 Data Hasil Uji Normalitas Pretes Kemampuan Pemahaman ... 59

4.3 Data Hasil Uji Homogenitas Varians Kemampuan Pemahaman Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 59

4.4 Data Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Pretes Kemampuan Pemahaman Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 61

4.5 Data Rata-rata dan Klasifikasi N-Gain Kemampuan Pemahaman ... 62

4.6 Deskriftif N-Gain Kemampuan Pemahaman Siswa Ditinjau Dari KKM ... 63

4.7 Data Hasil Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Pemahaman Siswa Ditinjau Dari KKM ... 64

4.8 Data Hasil Uji Homogenitas Varians N-Gain Kemampuan Pemahaman Siswa Ditinjau Dari KKM ... 65

4.9 Data Hasil Uji Anova Dua Jalur N-Gain Kemampuan Pemahaman Siswa Ditinjau Dari KKM ... 65

4.10 Data Hasil Uji Homogenitas Varians N-Gain Kemampuan Pemahaman Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Ditinjau Dari KKM ... 68

4.11 Data Hasil Uji Anova Satu Jalur N-Gain Kemampuan Pemahaman Siswa Kelas Eksperimen Ditinjau Dari KKM ... 70

4.12 Data Hasil Uji Anova Satu Jalur N-Gain Kemampuan Pemahaman Siswa Kelas Kontrol Ditinjau Dari KKM ... 70

4.13 Data Hasil Uji Homogenitas Varians N-Gain Kemampuan Pemahaman Masing-masing KKM ... 71

4.14 Data Hasil Uji Perbedaan Rata-rata N-Gain Kemampuan Pemahaman Masing-masing KKM ... 73


(9)

4.15 Statistik Deskriptif Kemampuan Visual Thinking ... 74 4.16 Data Hasil Uji Normalitas Pretes Kemampuan Visual Thinking ... 75 4.17 Data Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Pretes Kemampuan Visual Thinking

Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 77 4.18 Data Rata-rata dan Klasifikasi N-Gain Kemampuan Visual Thinking ... 77 4.19 Deskriftif N-Gain Kemampuan Visual Thinking Siswa Ditinjau Dari KKM .. 78 4.20 Data Hasil Uji Homogenitas Varians N-Gain Kemampuan Visual Thinking

Ditinjau dari KKM ... 79 4.21 Data Hasil Uji Anova Dua Jalur N-Gain Kemampuan Visual Thinking Siswa

Ditinjau Dari KKM ... 79 4.22 Data Hasil Uji Scheffe N-Gain Kemampuan Visual Thinking antar KKM ... 82 4.23 Data Data Hasil Uji Anova Satu Jalur N-Gain Kemampuan Visual Thinking

Siswa Kelas Eksperimen Ditinjau Dari KKM ... 84 4.24 Data Hasil Uji Homogenitas Varians Skor N-Gain Kemampuan Visual

Thinking Siswa Kelas Eksperimen Ditinjau Dari KKM ... 84 4.25 Data Hasil Uji Tamhane N-Gain Kemampuan Visual Thinking Siswa Kelas

Eksperimen antar KKM ... 85 4.26 Data Hasil Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Visual Thinking Siswa

berdasarkan KKM ... 86 4.27 Data Hasil Uji Homogenitas Varians Skor N-Gain Kemampuan Visual

Thinking Kelompok Atas dan Tengah ... 87 4.28 Data Hasil Uji Perbedaan Rata-rata N-Gain Kemampuan Visual Thinking

Kelompok Atas dan Kelompok Tengah ... 88 4.29 Data Hasil Uji Mann-Whitney Rata-rata N-Gain Kemampuan Visual

Thinking Kelompok Bawah ... 89 4.30 Hasil Analisis Data Pendapat Siswa ... 90


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1 Suasana Pembelajaran ... 97

4.2 Siswa berdiskusi menyelesaikan LKS ... 97

4.3 Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya ... 98

4.4 Siswa mempresentasikan penyelesaian soal ... 98

4.5 Papan informasi kelas ... 99

4.6 Hasil pekerjaan siswa yang dipasang di papan informasi kelas ... 99

4.7 Pendapat siswa ... 100

4.8 Pendapat siswa ... 101


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A ... 111

A.1 Silabus ... 112

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 118

A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 153

A.4 Lembar Latihan Siswa Kelas Eksperimen ... 187

A.5 Lembar Latihan Siswa Kelas Kontrol ... 204

A.6 Kisi-kisi dan Soal Tes Kemampuan Pemahaman ... 221

A.7 Kisi-kisi dan Soal Tes Kemampuan Visul Thinking ... 224

A.8 Kisi-kisi Angket Pendapat Siswa ... 226

A.9 Angket Siswa ... 227

LAMPIRAN B ... 229

B.1 Soal Uji Coba Tes Kemampuan Pemahaman ... 230

B.2 Soal Uji Coba Tes Kemampuan Visual Thinking ... 232

B.3 Data Nilai Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Pemahaman ... 234

B.4 Data Nilai Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Visual Thinking... 235

B.5 Hasil Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Data Skor Uji Coba Tes Kemampuan Pemahaman dengan SPSS 20 dan Program Excel ... 236

B.6 Hasil Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Data Skor Uji Coba Tes Kemampuan Visual Thinking dengan SPSS 20 dan Program Excel ... 241

LAMPIRAN C ... 245

C.1 Soal Pretes/Postes Kemampuan Pemahaman dan Visual Thinking 246 C.2 Data Nilai Pretes, Postes, dan N-Gain Kemampuan Pemahaman Siswa Kelas Eksperimen ... 249

C.3 Data Nilai Pretes, Postes, dan N-Gain Kemampuan Pemahaman Siswa Kelas Kontrol ... 253

C.4 Data Nilai Pretes, Postes, dan N-Gain Kemampuan Visual Thinking Siswa Kelas Eksperimen. ... 257

C.5 Data Nilai Pretes, Postes, dan N-Gain Kemampuan Visual Thinking Siswa Kelas Kontrol ... 261

C.6 Pengolahan Data dan Uji Statistik Pretes, Postes dan N-Gain Kemampuan Pemahaman ... 265

C.7 Pengolahan Data dan Uji Statistik Pretes, Postes dan N-Gain Kemampuan Visual Thinking ... 284

C.8 Data dan Hasil Pengolahan Angket Siswa ... 305


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan perubahan zaman. Indonesia sebagai negara berkembang terus berupaya untuk menyiapkan sumber daya manusia yang dapat memenuhi tantangan perubahan zaman, yaitu mereka yang memiliki kemampuan berpikir secara kritis, logis, sistematis, dan kreatif, sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan secara mandiri dengan penuh percaya diri.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi tujuan tersebut adalah dengan program pendidikan matematika, yang secara substansial dapat mendorong pengembangan kemampuan berpikir siswa. Suryadi (2012) menyatakan pengembangan kemampuan berpikir antara lain dapat dilakukan melalui matematika yang secara substansial memuat pengembangan kemampuan berpikir, yang berlandaskan pada kaidah-kaidah penalaran secara logis, kritis, sistematis, dan akurat. Oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan matematika diberikan di sekolah, baik pada jenjang pendidikan dasar maupun pendidikan menengah.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dijelaskan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik, mulai dari sekolah dasar, untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Adapun tujuan umum pembelajaran matematika dalam KTSP yang tertuang dalam Permendiknas No.22 Tahun 2006, adalah agar peserta didik memiliki kemampuan untuk :


(13)

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika di atas, para ahli di bidang matematika merumuskan lima kemampuan matematis yang harus dikuasai oleh siswa dari tingkat dasar sampai menengah. Kelima kemampuan matematis tersebut adalah pemahaman konsep, penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan (Depdiknas, 2006).

Dalam kaitannya dengan tuntutan dan harapan pendidikan matematika, Sumarmo (2004) mengatakan pendidikan matematika pada hakekatnya mempunyai dua arah pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa datang. Untuk kebutuhan masa kini, pembelajaran matematika mengarah pada pemahaman konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya, sedangkan untuk kebutuhan di masa yang akan datang, pembelajaran matematika mempunyai arti lebih luas, yaitu mengembangkan kemampuan bernalar, berpikir sistematis, kritis, dan cermat, menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat metematika, dan mengembangkan sikap objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, serta untuk menghadapi masa depan yang selalu berubah. Dengan demikian pembelajaran matematika hendaknya mengembangkan proses dan keterampilan berpikir siswa.


(14)

3

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menetapkan pemahaman, pengetahuan, dan kemampuan matematis yang harus diperoleh siswa, mulai dari taman kanak-kanak hingga kelas 12. Standar isi pada NCTM memuat bilangan dan operasi, aljabar, geometri, pengukuran, analisis data, dan peluang yang secara eksplisit dijelaskan sebagai kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran. Standar prosesnya memuat kemampuan pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi, dan representasi yang merupakan cara penting untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan (NCTM, 2000).

Dari uraian di atas, terdapat persamaan tujuan pembelajaran matematika dalam KTSP, NCTM dan pendapat para ahli, bahwa kemampuan pemahaman merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh siswa dalam belajar matematika. Hal itu memberi pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sekedar hapalan. Namun dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti konsep matematika yang dipelajari. Seperti dalam taksonomi Bloom (Suherman, 2003), kemampuan pemahaman (comprehension) dikategorikan ke dalam jenjang kognitif kedua dari 6 kategori jenjang kognitif tersebut, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kategori pemahaman menggambarkan suatu pengertian di mana siswa mampu mengkonstruksi makna dari pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan maupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar komputer.

Kemampuan pemahaman matematis penting untuk dimiliki siswa, karena kemampuan tersebut merupakan prasyarat seseorang untuk memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis. Ketika seseorang belajar memahami konsep-konsep matematika, saat itulah orang tersebut mulai merintis kemampuan-kemampuan berpikir matematis yang lainnya, salah satunya adalah kemampuan-kemampuan pemecahan masalah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sumarmo (2003) yang menyatakan pemahaman matematis penting dimiliki siswa, karena diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika, masalah dalam disiplin ilmu lain, dan masalah dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan visi pengembangan


(15)

pembelajaran matematika untuk memenuhi kehidupan masa kini. Turmudi (2009) menyatakan siswa harus belajar matematika dengan pemahaman membangun pengetahuan baru secara aktif dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya. Belajar matematika dengan pemahaman akan menjadikan siswa mampu menerapkan prosedur, konsep-konsep dan proses matematika.

Akan tetapi, fakta saat ini menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika masih belum memuaskan. Wahyudin (Bano, 2012) mengemukakan hasil penelitian terhadap siswa SMP di Kota Bandung menunjukkan hanya sebagian kecil siswa yang memiliki kemampuan pemahaman yang cukup. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil kemampuan pemahaman siswa masih berkisar di bawah 50 % dari skor ideal (Kurnaeni, 2011; Rahmah, 2012; Mariana, 2012; Yusmanita, 2012).

Salah satu penyebab rendahnya kemampuan pemahaman adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan. Selama ini pembelajaran matematika di sekolah pada umumnya masih menggunakan pembelajaran konvensional. Pada pelajaran matematika, siswa masih kurang terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang berlangsung masih bersifat teacher centered. Guru tampak sangat mendominasi dalam menentukan semua kegiatan pembelajaran (Suherman, dkk., 2003). Guru menyampaikan materi, memberikan contoh soal dan latihan soal yang sifatnya rutin serta diakhiri dengan memberikan tugas rumah. Aktivitas pembelajaran yang dilaksanakan seperti itu mengakibatkan terjadinya proses penghafalan konsep dan prosedur, dan pemahaman konsep matematika yang rendah, sehingga siswa tidak dapat menggunakannya dalam menyelesaikan permasalahan yang bersifat kompleks, siswa menjadi robot yang harus mengikuti aturan atau prosedur yang berlaku sehingga terjadi pembelajaran mekanistik, tidak terjadi pembelajaran yang bermakna (Usdiyana, 2009).

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Rif’at (2001), kegiatan belajar seperti sekarang ini membuat siswa cenderung belajar menghafal dan tanpa memahami atau tanpa mengerti apa yang diajarkan oleh gurunya. Kondisi seperti ini sering tidak disadari oleh guru matematika dalam proses pembelajaran yang lebih dikenal dengan sebutan rote learning. Selain itu, menurut Yusmanita


(16)

5

(2012), hal yang menyebabkan rendahnya kemampuan matematis siswa adalah karena siswa kurang bisa mengaitkan materi yang sudah dipelajari sebelumnya dan juga karena terbiasa mengerjakan soal yang sederhana saja.

Permasalahan ini merupakan tantangan yang harus diatasi dan dicari bagaimana solusinya agar pembelajaran matematika dapat menarik minat siswa dan dapat mengembangkan kemampuan berpikir mereka. Diperlukan berbagai upaya supaya pembelajaran dapat mengembangkan kemampuan pemahaman siswa.

Telah banyak penelitian dengan berbagai metode atau pendekatan yang dipilih sebagai usaha perbaikan proses pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman siswa, di antaranya oleh Yenni, Suryadi dan Kusnandi (2012) melalui pembelajaran kooperatif tipe TGT, Ruhyadi dan Nurlaelah (2013) melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD, serta Anggraeni dan Sumarmo (2013) melalui pendekatan kontekstual dan strategi formulate-share-listen-create (FSLC). Semua penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa peningkatkan kemampuan pemahaman siswa dengan metode atau pendekatan yang dipilih lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Selain kemampuan pemahaman, kemampuan visual thinking juga penting untuk diperhatikan, karena visual thinking dapat menjadi sumber alternatif bagi siswa bekerja dalam matematika. Visualisasi merupakan bagian penting yang dibutuhkan dalam pengajaran matematika untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan pemahaman matematis. Hal ini terlihat dalam beberapa hasil penelitian yang membahas keuntungan menggunakan visual thinking dalam meningkatkan pemahaman matematika, menyelesaikan masalah, serta dalam proses pembuatan koneksi (Hadarmard dalam Thornton, 2001; Thornton, 2001; Wilson, P., Cooney, T., & Stinson, D., 2005).

Menurut Van Hiele (Suherman, dkk., 2003) terdapat 5 tahap belajar dalam geometri, yaitu tahap pengenalan (visualisasi), tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi dan tahap akurasi. Kemampuan visualisasi merupakan kemampuan paling dasar, sehingga kemampuan pemahaman konsep akan dipengaruhi oleh kemampuan visualisasi dan ini merupakan hubungan sebab akibat, artinya


(17)

kemampuan visualisasi yang tinggi akan menyebabkan pemahaman konsep yang tinggi atau sebaliknya. Hasil penelitian Dwirahayu (2012) menyatakan bahwa ada keterkaitan antara kemampuan visualisasi dan pemahaman konsep, di mana kemampuan visualisasi siswa memberi pengaruh terhadap pemahaman konsep, meskipun pengaruhnya sangat kecil yaitu 0,132.

Selanjutnya, lemahnya kemampuan visual thinking juga akan menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah matematis, karena itu peningkatan kemampuan visual thinking sangat penting untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah matematis. Modelminds (2012) menyebutkan 10 alasan mengapa visual thinking penting dalam menyelesaikan masalah yang kompleks, yaitu: (1) Visual thinking membuat masalah kompleks mudah dipahami; (2) Hasil visualisasi suatu masalah yang kompleks, menjadi mudah dalam berkomunikasi dan bagi orang lain untuk menyelesaikannya; (3) Visual thinking membantu orang berkomunikasi lintas budaya dan rintangan bahasa; (4) Visual thinking membuat komunikasi dari sisi emosional masalah kompleks menjadi lebih mudah; (5) Visualisasi membantu memfasilitasi penyelesaian masalah non-linier; (6) Visualisasi dari suatu masalah memungkinkan orang untuk berpikir bersama dengan masing-masing ide lain dengan menciptakan bahasa bersama; (7) Pemetaan visual suatu masalah dapat membantu untuk melihat kesenjangan di mana solusinya dapat ditemukan; (8) Visualisasi membantu orang untuk mengingat, membuat ide-ide konkret dan kemudian pada akhirnya menciptakan hasil yang lebih akurat; (9) Visual thinking dapat memberi gambaran yang penting belajar dari kesalahan-kesalahan; (10) Visualisasi berfungsi sebagai motivasi terbesar untuk mencapai tujuan.

Pentingnya visualisasi dalam menyelesaikan masalah, juga dikemukakan oleh Rif’at (2001), untuk menyelesaikan masalah matematika, selain sajian analitik, juga diperlukan sajian visual. Walaupun sajian visual telah digunakan dalam pembelajaran, sajian tersebut terutama diperankan sebagai alat bantu, sehingga penyelesaian masalah tetap dikerjakan secara analitik. Dengan demikian diperlukan pembelajaran matematika di mana sajian visual bukan sekedar digunakan sebagai alat bantu, tetapi secara bersamaan juga berperan sebagai


(18)

7

strategi dan alat berpikir dalam menyelesaikan masalah, khususnya masalah– masalah yang berciri visual serta dapat divisualkan.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa pemahaman dan visual thinking merupakan kemampuan penting yang harus dimiliki siswa untuk dapat menyelesaikan masalah matematis, karena itu dalam melaksanakan pembelajaran matematika guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar dengan aktif, agar kemampuan pemahaman dan visual thinking siswa dapat berkembang dengan baik. Pembelajaran matematika harus dapat merangsang siswa untuk mencari sendiri (exploration), untuk melakukan penyelidikan sendiri (inquiry), untuk melakukan pembuktian (proof) terhadap suatu dugaan (conjecture) yang mereka buat, kemudian berusaha untuk mencari tahu jawaban atas pertanyaan teman atau gurunya (Turmudi, 2010).

Sejalan dengan pikiran tersebut di atas, menurut Sumarmo (2004), guru matematika hendaknya menguasai kumpulan pengetahuan masa lalu yang kemudian diteruskan kepada peserta didik, dan juga menguasai proses, pendekatan dan metode matematika yang sesuai, sehingga mendukung peserta didik berpikir kritis, menggunakan nalar secara efektif dan efisien, serta menanamkan benih sikap ilmiah, disiplin, bertanggung jawab, keteladanan, dan rasa percaya diri disertai dengan iman dan taqwa. Dengan demikian, guru harus berusaha melakukan pembelajaran dengan berbagai pendekatan dan metode yang melibatkan siswa secara aktif dan memfasilitasi siswa, sehingga dapat mengembangkan kemampuan siswa secara maksimal.

Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat dilakukan adalah pendekatan pembelajaran seperti yang diamanahkan dalam Kurikulum 2013, yaitu pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik mengembangkan proses pembelajaran supaya siswa dapat mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir dan keterampilan psikomotor melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang. Dalam pembelajaran pendekatan saintifik, siswa melakukan kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan mengkomunikasikan apa yang sudah ditemukan dalam kegiatan analisis (Permendikbud, 2013).


(19)

Seiring dengan perubahan yang terjadi pada abad 21 yang ditandai dengan berkembangnya teknologi informasi yang sangat pesat, menuntut pula

perubahan paradigma pembelajaran. Dalam uji publik Kurikulum 2013, disebutkan mengenai pergeseran paradigma belajar dengan mempertimbangkan beberapa ciri abad 21 serta penerapan model pembelajaran yang sesuai. Berikut beberapa ciri abad 21 dan model pembelajaran yang menyesuaikan: 1) Informasi: Informasi pada waktu sekarang ini sudah sangat berlimpah dan tersedia luas kapan dan dimana saja, terutama melalui media digital. Pada saat sekarang ini sudah bukan waktunya informasi didominasi oleh guru. Peserta didik dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber, guru hendaknya menjadi motivator yang memotivasi peserta didik untuk mencari tahu serta menjadi mentor dalam upaya memperoleh informasi yang benar dan kredibel; 2) Komputasi: Berkembangnya perangkat teknologi memungkinkan mesin melakukan pekerjaan komputasi dengan lebih cepat dan akurat. Pembelajaran hendaknya diarahkan untuk merumuskan masalah (menanya) tidak hanya sekedar menyelesaikan masalah (menjawab); 3) Otomasi: Pekerjaan yang sifatnya rutin dan berulang-ulang dengan prosedur yang sudah baku semakin lama akan digantikan oleh mesin. Pembelajaran hendaknya diarahkan untuk tak sekedar berpikir mekanistis (rutin) tapi lebih kepada berpikir analitis (pengambilan keputusan). Saat ini mesin atau komputer masih kalah jauh dengan kemampuan manusia berpikir analitis; 4) Komunikasi: Pekerjaan-pekerjaan di abad 21 memerlukan adanya komunikasi yang kompleks serta adanya kolaborasi dan kerjasama dalam menyelesaikan masalah. Komunikasi dan kolaborasi juga tak sekedar bekerja dalam kelompok yang kecil dan lokal tapi bisa jadi dalam skala yang besar dan global. Pembelajaran hendaknya diarahkan kepada melatih kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi dengan baik (Kemdikbud, 2013).

Memperhatikan ciri-ciri pembelajaran abad 21 yang diuraikan di atas, dalam pembelajaran guru hendaknya menjadi motivator dan mentor bagi siswa untuk memperoleh informasi; menggunakan teknologi; dan melatih kemampuan siswa dalam berkomunikasi dan berkolaborasi dengan baik.


(20)

9

Dalam Kurikulum 2013, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tidak lagi menjadi pelajaran tersendiri, tetapi TIK digunakan sebagai sarana atau media pembelajaran semua mata pelajaran. Oleh karena itu, seorang guru yang profesional dituntut untuk mampu mengatasi perkembangan itu dengan melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran, baik terkait dengan pendekatan, model, media, strategi dan lain-lainnya dengan menggunakan TIK.

NCTM memberi perhatian terhadap pentingnya teknologi, karena teknologi merupakan sarana yang penting untuk mengajar dan belajar matematika, karena matematika diajarkan dengan cara yang berbeda, teknologi memperluas matematika yang dapat diajarkan dan meningkatkan belajar siswa. Siswa dapat pemahaman berbeda yang menyenangkan dan dapat merasa bebas bereksplorasi sehingga meningkatkan performa mereka dalam pembelajaran matematika. Siswa tidak lagi terpaku hanya pada cara menggambar grafik secara manual saat menyelesaikan masalah, tetapi mereka dapat memanfaatkan waktunya untuk memahami gambar yang telah dibuat dan memikirkan ide-ide baru bagaimana menyelesaikan masalah tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, teknologi komputer sebagai alat bantu pembelajaran sudah semestinya disertakan dalam pembelajaran matematika seperti yang dinyatakan dalam KTSP, bahwa untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya (Depdiknas, 2006). Menggunakan teknologi dalam pembelajaran sudah menjadi suatu kewajiban bagi

guru. The ISTE’s National Educational Technology Standards for Teachers (NETS∙T) menekankan adanya peningkatan peran penggunaan teknologi dalam

meningkatkan pembelajaran dan menunjukkan dalam indikator standar dan prestasi guru dalam lima bidang juga mendorong penggunakan teknologi yang tepat dalam pendidikan (Haciomeroglu, Bu, Schoen, dan Hohenwarter, 2009).

Sejalan dengan hal itu, dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 mengenai Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru yang merupakan salah satu dari Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, memuat daftar kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial yang terintegrasi


(21)

dalam kinerja guru. Dalam daftar kompetensi tersebut, kompetensi memanfaatkan TIK terdaftar dalam Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional untuk semua kelompok guru. Kompetensi Inti dan Kompetensi Pedagogik Guru Mata Pelajaran adalah:

1. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.

2. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran yang diampu.

Dalam pendidikan matematika, potensi TIK khususnya komputer telah membawa keuntungan dan kemudahan baik bagi siswa maupun guru. Sebagaimana dikemukakan oleh Fletcher dan Glass dalam Kusumah (2011) bahwa potensi teknologi komputer sebagai media dalam pembelajaran matematika begitu besar, komputer dapat dimanfaatkan untuk mengatasi perbedaan individual siswa; mengajarkan konsep; melaksanakan perhitungan, dan menstimulir belajar siswa. Kusumah (2011) juga menyatakan hadirnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberi kesempatan kepada seluruh siswa untuk semakin leluasa mengakses informasi yang relevan sesuai kebutuhan dan tuntutan; bereksplorasi dan menemukan sendiri konsep-konsep matematika yang terkandung dalam program komputer yang diberikan. Jadi dengan teknologi komputer siswa tidak hanya belajar dari guru dan buku sebagai sumber belajar, tetapi mereka akan mendapat sumber belajar yang lebih banyak.

Dalam melaksanakan pembelajaran, seorang guru harus dapat memilih bentuk interaksi atau pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan. Ada berbagai macam pendekatan pembelajaran yang dikemas dalam bentuk program pembelajaran berbasis komputer atau Computer Based Instruction (CBI) yang dapat dilakukan, seperti: drill and practice, simulasi, tutorial dan permainan (Mukhtar dan Iskandar, 2012). Selain pendekatan tersebut, dapat juga dilakukan dalam bentuk penemuan, pemecahan masalah, presentasi atau demonstrasi, komunikasi tes dan sumber informasi, seperti yang dikemukakan oleh Kusumah (2011) bahwa terdapat beberapa bentuk interaksi pembelajaran berbasis IT/ICT, di antaranya adalah bentuk latihan dan praktek (drill and practice), tutorial, permainan (game), simulasi (simulation), penemuan (discovery), dan pemecahan


(22)

11

masalah (problem solving), presentasi atau demonstrasi, komunikasi tes dan sumber informasi.

Pengunaan TIK ini, telah turut pula memberi banyak alternatif metode dan model pembelajaran yang menggeser bentuk pendekatan dan metode konvensional. Salah satu model yang saat ini cukup potensial adalah pembelajaran e-learning. E-learning menjadi salah satu alternatif yang menarik karena dengan penggunaan e-learning akan memungkinkan terjadinya pembelajaran yang lebih baik dan dapat mendukung pembelajaran abad 21 dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. E-learning memberi kesempatan kepada siswa belajar secara mandiri melalui bahan ajar yang diprogram secara interaktif.

Saat ini banyak tersedia berbagai software, tool maupun konten pembelajaran e-learning yang dapat diperoleh dengan mudah melalui internet. Beberapa resource bahkan tersedia secara bebas dengan kualitas yang sudah teruji. Sebagai contoh misalnya software GeoGebra yang digunakan untuk pembelajaran matematika. Software ini sudah mendukung berbagai topik matematika dari geometri, aljabar, kalkulus dan banyak lagi topik lain.

Dengan beragam fasiltas yang dimiliki, GeoGebra dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran matematika untuk mendemonstrasikan atau memvisualisasikan konsep-konsep matematis serta sebagai alat bantu untuk mengkonstruksi konsep-konsep matematis. GeoGebra dikembangkan oleh Markus Hohenwarter pada tahun 2001. Menurut Hohenwarter (Mahmudi, 2011), GeoGebra adalah program komputer untuk membelajarkan matematika khususnya geometri dan aljabar. Program ini dapat dimanfaatkan secara bebas yang dapat diunduh dari www.geogebra.com. Program GeoGebra melengkapi berbagai program komputer untuk pembelajaran aljabar yang sudah ada, seperti Derive, Maple, MuPad, maupun program komputer untuk pembelajaran geometri, seperti Geometry’s Sketchpad atau CABRI. Menurut Hohenwarter (Mahmudi, 2011), bila program-program komputer tersebut digunakan secara spesifik untuk membelajarkan aljabar atau geometri secara terpisah, GeoGebra dirancang untuk membelajarkan geometri sekaligus aljabar secara simultan.


(23)

Menurut Hohenwarter (Mahmudi, 2011), program GeoGebra sangat bermanfaat bagi guru maupun siswa. Tidak sebagaimana pada penggunaan software komersial yang biasanya hanya bisa dimanfaatkan di sekolah, Geogebra dapat diinstal pada komputer pribadi dan dimanfaatkan kapan dan di manapun oleh siswa maupun guru. Bagi guru, GeoGebra menawarkan kesempatan yang efektif untuk mengkreasi lingkungan belajar online interaktif yang memungkinkan siswa mengeksplorasi berbagai konsep-konsep matematis. Menurut Lavicza dalam Hohenwarter (Mahmudi, 2011), sejumlah penelitian menunjukkan bahwa GeoGebra dapat mendorong proses penemuan dan eksperimentasi siswa di kelas. Dengan bantuan GeoGebra ini diharapkan siswa lebih memahami konsep-konsep matematika.

Program GeoGebra memungkinkan visualisasi sederhana dari konsep geometris yang rumit. Dengan fitur-fitur visualisasinya dapat secara efektif membantu siswa dalam mengajukan berbagai konjektur matematis. Putz (Rahman, 2010) menambahkan ketika siswa menggunakan GeoGebra, mereka akan berakhir dengan pemahaman yang lebih mendalam pada materi geometri. Hal ini mungkin terjadi, karena siswa diberikan representasi visual yang kuat dan juga terlibat dalam kegiatan mengkonstruksi yang mengarah pada pemahaman dan visual thinking yang baik. Selain itu, penggunaan GeoGebra juga diduga dapat memenuhi kebutuhan akan kurangnya peraga atau media. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Surya (2013), menyatakan pemakaian media atau alat peraga dapat digunakan sebagai alat bantu untuk memahami konsep dan pemecahan masalah matematika.

Dengan latar belakang yang telah dipaparkan, diharapkan dengan pemanfaatan software Geogebra yang diterapkan sesuai kebutuhan dalam pembelajaran matematika, dapat mengembangkan kemampuan pemahaman dan visual thinking siswa. Oleh sebab itu, penulis terdorong untuk melakukan

penelitian mengenai “Pengaruh Pembelajaran Berbantuan GeoGebra terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Visual Thinking Siswa SMP”.


(24)

13

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman siswa yang mengikuti pembelajaran berbantuan GeoGebra dengan siswa yang mengikuti pembelajaran biasa?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman siswa yang mengikuti pembelajaran berbantuan GeoGebra dengan siswa yang mengikuti pembelajaran biasa ditinjau dari Kelompok Kemampuan Matematis (KKM) siswa (atas, tengah, bawah)?

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan visual thinking siswa yang mengikuti pembelajaran berbantuan GeoGebra dengan siswa yang mengikuti pembelajaran biasa?

4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan visual thinking siswa yang mengikuti pembelajaran berbantuan GeoGebra dengan siswa yang mengikuti pembelajaran biasa ditinjau dari Kelompok Kemampuan Matematis (KKM) siswa (atas, tengah, bawah)?

5. Bagaimana pendapat siswa terhadap pembelajaran matematika berbantuan GeoGebra.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

1. peningkatan kemampuan pemahaman siswa yang mengikuti pembelajaran berbantuan GeoGebra dan siswa yang mengikuti pembelajaran biasa;

2. peningkatan kemampuan pemahaman siswa yang mengikuti pembelajaran berbantuan GeoGebra dan siswa yang mengikuti pembelajaran biasa ditinjau dari Kelompok Kemampuan Matematis (KKM) siswa (atas, tengah, bawah); 3. peningkatan kemampuan visual thinking siswa yang mengikuti pembelajaran


(25)

4. peningkatan kemampuan visual thinking siswa yang mengikuti pembelajaran berbantuan GeoGebra dan siswa yang mengikuti pembelajaran biasa ditinjau dari Kelompok Kemampuan Matematis (KKM) siswa (atas, tengah, bawah); 5. pendapat siswa terhadap pembelajaran matematika berbantuan GeoGebra.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat bagi kemajuan pendidikan matematika secara umum dan secara khususnya :

1. Memberikan motivasi kepada guru matematika untuk memanfaatkan teknologi dan sarana yang telah tersedia dalam bentuk media pembelajaran berbasis komputer yaitu software GeoGebra.

2. Memberikan pembelajaran alternatif yang dapat digunakan di kelas, khususnya dalam usaha meningkatkan pemahaman dan visual thinking siswa melalui pembelajaran berbantuan GeoGebra.

3. Dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan visual thinking siswa SMP. 4. Dapat menjadi landasan berpijak atau bahan referensi bagi peneliti dalam

rangka menindaklanjuti penelitian lainnya.

E. Definisi Operasional

Untuk memperoleh kesamaan dan menghindarkan penafsiran yang berbeda terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, diberikan beberapa batasan istilah sebagai berikut:

1. Kemampuan pemahaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman relasional, yaitu pemahaman terhadap konsep di mana siswa dapat mengaitkan satu konsep/prinsip dengan konsep/prinsip lainnya secara benar.

2. Kemampuan visual thinking adalah kemampuan dalam memahami, menafsirkan dan memproduksi semua jenis informasi, kemudian mengubahnya ke dalam gambar, grafik atau bentuk-bentuk lainnya.


(26)

15

3. GeoGebra adalah software untuk membelajarkan matematika, khususnya geometri dan aljabar secara simultan. Fitur-fitur visualisasinya dapat secara efektif membantu siswa dalam mengajukan berbagai konjektur matematis. 4. Pembelajaran berbantuan GeoGebra yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik, sesuai dengan Kurikulum 2013 dengan berbantuan GeoGebra.

5. Pembelajaran biasa adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik sesuai dengan Kurikulum 2013 tanpa berbantuan GeoGebra.

6. Peningkatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan pemahaman dan visual thinking siswa, yang ditinjau berdasarkan gain ternormalisasi (N-Gain) dari perolehan skor pretes dan postes siswa.

Gain ternormalisasi (g) =


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Sejalan dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui pengaruh pembelajaran berbantuan GeoGebra terhadap kemampuan pemahaman dan visual thinking siswa, metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen. Pada kuasi eksperimen ini, subyek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subyek apa adanya (Ruseffendi, 2010). Penelitian dengan menggunakan desain kuasi eksperimen ini dilakukan dengan mempertimbangan bahwa kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokkan secara acak.

Desain yang digunakan adalah kelompok kontrol tidak ekivalen (Nonequivalent Control Group Design). Penelitian dilakukan pada siswa dari dua kelas, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil dari kelompok kontrol ini akan menjadi pembanding bagi kelompok eksperimen untuk mengetahui apakah hasil penerapan pembelajaran di kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Kelompok eksperimen melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbantuan GeoGebra dan kelompok kontrol yang melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa berbantuan GeoGebra.

Untuk melihat perbedaan yang signifikan mengenai peningkatan kemampuan pemahaman dan visual thinking siswa pada kedua kelas tersebut, dilakukan pretes dan postes. Pretes diberikan untuk melihat kesetaraan kemampuan awal kedua kelas sebelum diberi perlakuan, sedangkan postes diberikan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pembelajaran berbantuan GeoGebra terhadap kemampuan pemahaman dan visual thinking siswa, dan melihat perbedaan yang siginifikan mengenai kemampuan pemahaman dan visual thinking antara kelompok yang diberi pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbantuan GeoGebra dengan pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa


(28)

39

berbantuan GeoGebra. Diagram dari desain penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

E : O X 1 O --- K : O X 2 O

(Ruseffendi, 2010) Keterangan :

E : Kelas eksperimen K : Kelas kontrol

X1 : Pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbantuan GeoGebra X2: Pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa berbantuan GeoGebra O : Pemberian pretes/ postes kemampuan pemahaman dan visual thinking

B. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 1 Cimahi. Hal ini didasarkan pada pertimbangan, bahwa SMP Negeri 1 Cimahi merupakan salah satu sekolah sasaran implementasi Kurikulum 2013 yang memiliki fasilitas laboratorium komputer yang memadai, sehingga memungkinkan untuk melakukan kegiatan pembelajaran berbantuan komputer. Adapun subyek pada penelitian ini adalah siswa kelas VII, karena implementasi Kurikulum 2013 baru dilaksanakan di kelas VII dan pada kelas VII Semester 1 terdapat materi geometri yaitu segitiga. Penentuan sampel pada penelitian ini tidak memungkinkan untuk dilakukan secara acak murni. Oleh karena itu, sampling yang mungkin dilakukan adalah ’Purposive Sampling’, sampel dipilih secara sengaja dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011). Sampel diambil berdasarkan kesepakatan antara pihak sekolah (Wakil Kepala Sekolah bidang kurikulum dan guru mata pelajaran matematika) dengan peneliti. Dari sejumlah kelas VII yang ada, akan diambil dua kelas sebagai subyek sampel. Kelas VII-L sebagai kelompok eksperimen yang akan melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbantuan GeoGebra dan kelas VII-K sebagai kelompok kontrol yang melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa berbantuan GeoGebra .


(29)

Terpilihnya Kelas VII-L sebagai kelompok eksperimen dengan pertimbangan bahwa siswa di kelas tersebut, sebagian besar sudah menguasai penggunaan komputer sehingga tidak akan ada kendala apabila diberikan pembelajaran dengan berbantuan GeoGebra.

Pada penelitian ini siswa dikelompokkan pula berdasarkan Kelompok Kemampuan Matematis (KKM) siswa pada masing-masing kelas, meliputi KKM atas, KKM tengah, dan KKM bawah. Pengelompokkan KKM siswa berdasarkan nilai matematika sebelum penelitian dilaksanakan, yaitu nilai rapor mid semester. Nilai tersebut diurutkan dari siswa yang memiliki nilai tertinggi sampai dengan nilai terendah. Setelah diurutkan, dibagi menjadi tiga bagian dengan mengikuti kurva distribusi normal, yaitu 27% merupakan KKM atas dan 27% merupakan KKM bawah, sedangkan sisanya merupakan KKM tengah.

C.Variabel Penelitian

Penelitian ini melibatkan dua jenis variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang dapat dimanipulasi sehingga dapat mempengaruhi variabel lain, sedangkan variabel terikat adalah hasil yang diharapkan setelah terjadi manipulasi pada variabel bebas. Pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik berbantuan GeoGebra dan pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik tanpa berbantuan GeoGebra merupakan variabel bebas, sedangkan yang merupakan variabel terikatnya adalah kemampuan pemahaman dan visual thinking siswa.

D.Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, digunakan instrumen penelitian yaitu:

1. Soal Tes Kemampuan Pemahaman dan Visual Thinking

Soal tes dalam penelitian ini merupakan seperangkat soal kemampuan pemahaman dan visual thinking. Soal tes diberikan pada saat pretes dan postes. Soal yang diberikan berbentuk uraian yang dimaksudkan agar proses dan cara berfikir siswa dalam menyelesaikan soal dapat terlihat dengan jelas. Sesuai


(30)

41

dengan pendapat Ruseffendi (1991), yang mengemukakan bahwa salah satu kelebihan tes uraian adalah kita bisa melihat dengan jelas proses berpikir melalui jawaban-jawaban yang diberikan siswa.

Materi tes diambil dari materi pelajaran Matematika SMP kelas VII Kurikulum 2013 semester ganjil, yaitu segitiga. Dalam penyusunan soal ini, akan terlebih dahulu disusun kisi-kisi soal, yang mencakup pokok bahasan, aspek kemampuan yang diukur, indikator, dan banyaknya butir soal yang dilanjutkan dengan penyusunan soal serta kunci jawaban. Skor yang diberikan pada setiap jawaban siswa ditentukan berdasarkan pedoman penskoran. Skor ideal pada suatu butir soal ditentukan berdasarkan banyak tahapan yang harus dilalui pada soal tersebut.

Adapun pedoman penskoran dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut Tabel 3.1

Pedoman Pemberian Skor

Skor Respon Siswa

0 Tidak ada jawaban/salah menginterpretasikan

1 Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah

2 Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti), penerapan konsep lengkap, namun mengandung perhitungan yang salah

3 Jawaban hampir lengkap (sebagian petunjuk diikuti, penerapan konsep secara lengkap dan benar, namun mengandung sedikit kesalahan

4 Jawaban lengkap (hampir semua petunjuk soal diikuti), penerapan konsep secara lengkap dan benar, dan melakukan perhitungan dengan benar Agar penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan, tentunya diperlukan alat ukur yang baik. Alat ukur tersebut salah satunya adalah soal tes yang dinilai validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya. Untuk validitas muka dan validitas isi, soal tes tersebut terlebih dahulu dikonsultasikan kepada pakar dalam pendidikan matematika, dalam hal ini peneliti meminta pertimbangan dosen pembimbing. Kemudian untuk memeriksa validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran, soal tes diujicobakan pada siswa yang telah memperoleh materi tersebut, yaitu siswa kelas VIII dan kemudian dilakukan analisis.


(31)

a. Analisis Validitas Butir Soal

Alat ukur yang akan digunakan dalam suatu penelitian, harus memenuhi validitas yang baik, agar hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Ukuran validitas butir soal untuk menunjukkan seberapa jauh soal tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Menurut Suherman (2003), suatu alat evaluasi disebut valid apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi, sedangkan menurut Ruseffendi (2010), suatu instrumen dikatakan valid bila untuk maksud dan kelompok tertentu, instrumen itu mengukur apa yang semestinya diukur. Dengan demikian, sebelum diujicobakan kepada obyek penelitian, tiap butir soal tes diukur validitas isinya dengan meminta pertimbangan kepada para pakar.

Sebuah soal dikatakan valid bila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Untuk menentukan perhitungan validitas butir soal digunakan rumus korelasi produk momen (Arikunto, 2012), yaitu:

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑ Keterangan :

rx y: Koefisien korelasi.

X : Skor item butir soal Y : Jumlah skor total tiap soal n : Jumlah subyek

Koofisien korelasi hasil perhitungan, diinterpretasikan sebagai berikut: Tabel 3.2

Klasifikasi Koefisien Korelasi Validitas Instrumen Nilai Validitas Interpretasi

xy

r  0,20 validitas sangat rendah 0,20 < rxy  0,40 validitas rendah

0,40 < rxy  0,60 validitas cukup 0,60 < rxy  0,80 validitas tinggi 0,80 < rxy  1,00 validitas sangat tinggi (Arikunto, 2012)


(32)

43

Hasil rekapitulasi uji validitas kemampuan pemahaman dan visual thinking menggunakan SPSS versi 20.0 disajikan dalam Tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3

Data Hasil Uji Validitas Butir Soal Kemampuan Pemahaman dan Visual Thinking Kemampuan Nomor

Soal

Koefisien (rxy)

Kriteria Klasifikasi Kesimpulan

Pemahaman

1 0,765 Valid Tinggi Dipakai

2 0,623 Valid Tinggi Dipakai

3 0,817 Valid Sangat tinggi Dipakai

4 0,754 Valid Tinggi Dipakai

5 0,768 Valid Tinggi Dipakai

Visual Thinking

1 0,291 Valid Rendah Tidak dipakai

2 0,647 Valid Tinggi Dipakai

3 0,768 Valid Tinggi Dipakai

4 0,799 Valid Tinggi Dipakai

Tabel 3.3 menunjukkan bahwa soal nomor 1 kemampuan visual thinking mempunyai klasifikasi yang rendah maka soal tersebut tidak dipakai.

b. Analisis Realibilitas

Suatu soal dikatakan memiliki reliabilitas yang baik, bila soal itu dapat memberikan hasil yang relatif tetap sama (konsisten), jika diberikan pada subyek yang sama walaupun dilakukan oleh orang yang berbeda di manapun dan kapanpun (Suherman, 2003)

Untuk mengukur reliabilitas tes prestasi belajar yang berbentuk uraian atau angket dan skala bertingkat diujikan dengan rumus Alpha (Arikunto, 2012) yaitu:                

2

2 1 1 t i n n r  Keterangan :

r = koefisien reliabilitas

n = banyaknya butir soal

2 i

 = variansi skor setiap item

2 t


(33)

Untuk menginterpretasikan koefisien reliabilitas digunakan kriteria menurut Guilford (Suherman, 2003) sebagai berikut:

Tabel 3.4

Klasifikasi Interpretasi Koefisien Reliabilitas Interval Interpretasi Realibilitas

r 0,20 sangat rendah

0,20 < r 0,40 rendah 0,40 < r 0,60 sedang 0,60 < r 0,80 tinggi

0,80 < r 1,00 sangat tinggi

Hasil rekapitulasi perhitungan uji reliabilitas soal kemampuan pemahaman dan visual thinking yang sudah valid menggunakan SPSS versi 20.0 disajikan dalam Tabel 3.5 berikut

Tabel 3.5

Data Hasil Uji Reliabilitas Butir Soal Kemampuan Pemahaman dan Visual Thinking Kemampuan rhitung Kriteria Kategori

Pemahaman 0,789 Reliabel Tinggi

Visual Thinking 0,660 Reliabel Tinggi

Hasil uji reliabilitas pada Tabel 3.5 menunjukkan bahwa soal kemampuan pemahaman dan visual thinking telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk digunakan dalam penelitian yaitu reliabel dengan kategori tinggi.

c. Analisis Daya Pembeda

Kemampuan suatu soal untuk dapat membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah disebut sebagai daya pembeda. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik, apabila memang siswa yang pandai dapat mengerjakan soal dengan baik, sedangkan siswa yang kurang pandai tidak dapat mengerjakan soal dengan baik. Daya pembeda dihitung dengan membagi siswa ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok atas terdiri dari siswa-siswa yang tergolong pandai dan kelompok bawah terdiri dari


(34)

45

siswa-siswa yang tergolong kurang pandai. Analisis daya pembeda mengkaji apakah soal yang diberikan punya kemampuan dalam membedakan siswa yang termasuk kedalam kategori yang memiliki kemampuan tinggi dan kemampuan rendah. Daya pembeda dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Surapranata, 2006) :

B

A n

B n

A DP

Keterangan :

DP : Daya pembeda

A : Jumlah skor peserta tes pada kelompok atas

B : Jumlah skor peserta tes pada kelompok bawah

A

n : Jumlah peserta tes kelompok atas x skor ideal

B

n : Jumlah peserta tes kelompok bawah x skor ideal

Hasil perhitungan daya pembeda, kemudian diinterpretasikan dengan klasifikasi yang dikemukan oleh Suherman (2003) sebagai berikut:

Tabel 3.6

Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda Nilai Daya Pembeda Interpretasi

DP  0,00 sangat jelek 0,00 < DP 0,20 jelek 0,20 < DP 0,40 cukup

0,40 < DP 0,70 baik 0,70 < DP 1,00 sangat baik

Hasil rekapitulasi perhitungan uji daya pembeda soal kemampuan pemahaman dan visual thinking tersaji pada Tabel 3.7 berikut:


(35)

Tabel 3.7

Data Hasil Uji Daya Pembeda Soal Kemampuan Pemahaman dan Visual Thinking Kemampuan Nomor

Soal

Koefisien Daya

Pembeda Interpretasi

Pemahaman

1 0,86 Sangat baik

2 0,36 Cukup

3 0,61 Baik

4 0,68 Baik

5 0,54 Baik

Visual Thinking

2 0,36 Baik

3 0,50 Baik

4 0,36 Cukup

d. Analisis Tingkat Kesukaran

Tingkat mutu butir soal pada suatu tes dapat diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut. Menurut Surapranata (2006), soal yang baik adalah soal yang mempunyai tingkat kesukaran yang memadai dalam arti tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Menurut Suherman (2003), indeks kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung dengan menggunakan Rumus:

Keterangan :

IK = Indeks Kesukaran

= Jumlah skor peserta tes kelompok atas. = Jumlah skor peserta tes kelompok bawah.

= Skor maksimum

Menurut Suherman (2003) klasifikasi tingkat kesukaran soal sebagai berikut:


(36)

47

Tabel 3.8

Kriteria Tingkat Kesukaran

Kriteria Indeks Kesukaran Klasifikasi IK = 0,00 Sangat Sukar

0,00  IK  0,30 Sukar

0,30 IK ≤ 0,70 Sedang

0,70 IK ≤ 1,00 Mudah

IK = 1,00 Sangat Mudah

Hasil rekapitulasi perhitungan uji tingkat kesukaran soal kemampuan pemahaman dan visual thinking tersaji pada Tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9

Data Hasil Uji Tingkat Kesukaran Soal Kemampuan Pemahaman dan Visual Thinking

Kemampuan Nomor Soal

Koefisien Indeks Kesukaran

Interpretasi

Pemahaman

1 0,57 Sedang

2 0,79 Mudah

3 0,70 Sedang

4 0,59 Sedang

5 0,73 Mudah

Visual Thinking

2 0,55 Sedang

3 0,29 Sukar

4 0,52 Sedang

e. Kesimpulan Hasil Uji Coba Butir Soal Tes Kemampuan Pemahaman dan

Visual Thinking.

Setelah dilakukan perhitungan validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran butir soal tes kemampuan pemahaman dan visual thinking kesimpulan hasil uji coba disajikan pada Tabel 3.10. Data hasil uji coba dan hasil validasi butir soal secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran B.


(37)

Tabel 3.10

Kesimpulan Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Pemahaman dan Visual Thinking

Kemampuan Nomor

Soal Keterangan Kesimpulan

Pemahaman

1 Memenuhi semua kriteria Digunakan

2 Walau sudah memenuhi semua kriteria, dengan DP cukup dan IK mudah, tapi soal serupa dengan soal nomor 1 yang lebih baik

Tidak digunakan 3 Memenuhi semua kriteria Digunakan, 4 Memenuhi semua kriteria Digunakan 5 Memenuhi semua kriteria Digunakan Visual

Thinking

1 Mempunyai validitas rendah Tidak digunakan

2 Memenuhi semua kriteria Digunakan

3 Memenuhi semua kriteria Digunakan 4 Memenuhi semua kriteria Digunakan

2. Angket Pendapat Siswa

Angket pendapat siswa bertujuan untuk mengetahui pendapat siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika berbantuan GeoGebra. Angket ini diberikan kepada siswa di kelas eksperimen setelah seluruh proses pembelajaran dilaksanakan. Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat kisi-kisi terlebih dahulu. Kemudian melakukan uji validitas isi butir angket siswa dengan meminta pertimbangan dan arahan dari pembimbing.

Angket siswa ini disusun mengacu pada skala Likert, terdiri dari 22 pernyataan yang terbagi atas 12 pernyataan positif dan 10 pernyataan negatif. Pada angket disediakan empat skala pilihan, yaitu : Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pilihan Netral (N) tidak digunakan, untuk menghindari jawaban aman, juga untuk mendorong siswa menunjukkan keberpihakkan terhadap pernyataan yang diajukan.

Dalam menganalisis hasil angket, skala kualitatif ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Untuk pernyataan positif, SS diberi skor 5, S diberi skor 4, TS diberi skor 2 dan STS diberi skor 1. Sebaliknya untuk pernyataan negatif, SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 4 dan STS diberi skor 5.


(38)

49

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang ditempuh dalam penelitian ini terbagi ke dalam tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir, yaitu:

1. Tahap Persiapan

a. Melakukan persiapan dengan studi kepustakaan tentang teori-teori yang berhubungan dengan kemampuan pemahaman, visual thinking, software GeoGebra dan penerapannya dalam pembelajaran matematika.

b. Menyusun proposal penelitian dengan bimbingan dosen pembimbing kemudian diseminarkan. Setelah mendapat masukan dari tim penguji seminar proposal, proposal diperbaiki, kemudian disetujui oleh tim penguji.

c. Menyusun instrumen penelitian dan setelah disetujui dosen pembimbing kemudian melakukan uji instrumen. Uji coba instrumen dilakukan di kelas yang pernah mendapatkan materi segitiga, yakni di kelas VIII.

d. Memvalidasi instrumen, menganalisis dan merevisinya sebelum dilakukan penelitian.

e. Merancang rencana pembelajaran kelas ekperimen, rencana pembelajaran kelas kontrol, lembar kerja siswa (Lampiran A)

2. Tahap Pelaksanaan

a. Melakukan pemilihan sampel yaitu dengan memilih dua kelas dari kelas pararel yang ada untuk dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdasarkan beberapa pertimbangan.

b. Memberikan pretes terhadap kedua kelas, yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

c. Melaksanakan pembelajaran pendahuluan untuk mengenalkan GeoGebra pada kelas eksperiman.

d. Melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan berbantuan GeoGebra pada kelas eksperiman dan pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa berbantuan GeoGebra pada kelas kontrol. e. Memberikan postes kepada kedua kelompok dan angket pendapat siswa


(39)

3. Tahap akhir

a. Mengolah dan menganalisis hasil pretes dan postes serta hasil angket siswa untuk menguji hipotesis yang dirumuskan sebelumnya.

b. Membuat kesimpulan hasil penelitian berdasarkan hasil analisis data dan mengkaji hal-hal yang menjadi temuan, hambatan dan dukungan dalam menerapkan pembelajaran matematika berbantuan GeoGebra.

c. Menyusun laporan.

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif adalah data hasil tes kemampuan pemahaman dan visual thinking baik pretes maupun postes, sedangkan data kualitatif adalah data yang diperoleh dari angket siswa.

1. Analisis Data Kuantitatif

Data berupa hasil tes kemampuan pemahaman dan visual thinking siswa dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan uji statistik. Untuk pengujian hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, langkah pertama yang dilakukan adalah menguji kenormalan distribusi, apabila telah terpenuhi dilanjutkan dengan menguji kehomogenan variansi, uji kesamaan dua rata-rata, dan langkah terakhir adalah uji perbedaan dua rata-rata. Pemilihan uji statistik yang dilakukan tergantung dari kenormalan distribusinya. Perhitungan dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan bantuan software MS Excel 2013 dan IBM SPSS versi 20.0.

Pengolahan dan analisis data hasil tes kemampuan pemahaman dan visual thinking siswa menggunakan uji statistik dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari kedua kelas berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan


(40)

51

terhadap data pretes, data postes atau gain ternormalisasi (N-gain) menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk. Adapun rumusan hipotesisnya sebagai berikut:

Ho: Data berdistribusi normal

H1: Data tidak berdistribusi normal Berdasarkan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka Ho ditolak Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α =0,05), maka Ho diterima.

Apabila data tidak berdistribusi normal, dapat dilanjutkan ke pengujian nonparametrik Mann-Whitney.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan apabila kedua data yang diperoleh telah berdistribusi normal. Pengujian homogenitas variansi antara dua kelas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah variansi kedua kelas sama atau berbeda. Uji homogenitas dilakukan menggunakan uji Homogenitas of Varians (Levene Statistic). Adapun hipotesis yang akan diuji yaitu:

H0 :

Varians siswa kedua kelas homogen H1 :

Varians siswa kedua kelas tidak homogeny Keterangan:

: varians siswa kelas eksperimen : varians siswa kelas kontrol Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α = 0,05), maka Ho ditolak Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α = 0,05), maka Ho diterima

c. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Pretes

Apabila hasil uji normalitas dan uji homogenitas diperoleh bahwa kedua data berdistribusi normal dan homogen, maka pengujian kesamaan dua rata-rata


(41)

untuk data pretes menggunakan uji t independent sample test. Akan tetapi, apabila kedua data berdistribusi normal dan tidak homogen maka pengujian selanjutnya menggunakan uji t’ independent sample test sedangkan untuk data yang tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji non-parametrik Mann-Whitney.

Data pretes dianalisis menggunakan uji kesamaan dua rata-rata untuk mengetahui kemampuan pemahaman dan visual thinking siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada awal penelitian. Adapun rumusan hipotesisnya sebagai berikut:

Rata-rata skor pretes kelas eksperimen dan kontrol tidak berbeda

Rata-rata skor pretes kelas eksperimen dan kontrol berbeda Keterangan:

: Rata-rata skor pretes kelas eksperimen : Rata-rata skor pretes kelas kontrol

Kriteria pengujian hipotesis berdasarkan P-value (significance atau sig) sebagai berikut:

Jika sig (2 – tailed) ≤  ( = 0,05) maka H0 ditolak. Jika sig (2 – tailed) > (= 0,05) maka H0 diterima

Apabila hasil uji kesamaan dua rata-rata data pretes menunjukkan bahwa kedua kelas memiliki kemampuan pemahaman dan visual thinking yang sama, untuk melihat peningkatannya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata terhadap data postes. Akan tetapi, apabila hasil uji kesamaan dua rata-rata data pretes menunjukkan bahwa kedua kelas memiliki kemampuan pemahaman dan visual thinking yang berbeda, untuk melihat peningkatannya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata terhadap data gain ternormalisasi (N-gain).

Besarnya peningkatan kemampuan sebelum dan setelah pembelajaran dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (Indeks Gain):


(42)

53

Klasifikasi N-Gain menggunakan kategori indeks gain dari Hake (Meltzer, 2002) sebagai berikut:

Tabel 3.11

Klasifikasi Gain Ternormalisasi Besarnya Gain (g) Klasifikasi

g ≥ 0,70 Tinggi

0,30 ≤ g < 0,70 Sedang

g < 0,30 Rendah

d. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Postes atau Gain Ternormalisasi

(N-Gain)

Untuk menguji apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan visual thinking siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbantuan GeoGebra dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa berbantuan GeoGebra, dilakukan uji perbedaan dua rata-rata terhadap data postes atau gain ternormalisasi dengan0,05. Adapun rumusan hipotesisnya adalah:

H0 : Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan visual thinking siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbantuan GeoGebra dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa berbantuan GeoGebra. H1 : Peningkatan kemampuan pemahaman dan visual thinking siswa yang

mendapat pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbantuan GeoGebra lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa berbantuan GeoGebra.

Secara statistik, hipotesis di atas dapat dirumuskan sebagai berikut: H0 : 12


(43)

Keterangan: 1

 = rata-rata gain ternormalisasi kelas pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbantuan GeoGebra.

2

 = rata-rata gain ternormalisasi kelas pembelajaran dengan pendekatan saintifik tanpa berbantuan GeoGebra

Kriteria pengujian hipotesis berdasarkan P-value (significance atau sig) sebagai berikut:

Jika sig (1 – tailed) ≤  ( = 0,05) maka H0 ditolak. Jika sig (1 – tailed) > (= 0,05) maka H0 diterima.

Apabila persyaratan uji perbedaan dua rata-rata tidak terpenuhi maka uji statistika yang digunakan adalah uji nonparametrik Mann-Whitney.

2. Analisis Data Kualitatif

Data kualitatif dalam penelitian ini diperoleh dari angket siswa. Angket pendapat siswa bertujuan untuk mengetahui pendapat siswa kelas eksperimen terhadap kegiatan pembelajaran matematika berbantuan GeoGebra. Adapun langkah-langkah dalam menganalisis angket siswa adalah sebagai berikut: 1. Data yang diperoleh dari angket yang diberikan kepada 30 siswa dianalisis

dengan cara menghitung jumlah siswa yang menyatakan sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju dari masing-masing pernyataan

2. Skala kualitatif ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Untuk pernyataan positif, SS diberi skor 5, S diberi skor 4, TS diberi skor 2 dan STS diberi skor 1. Sebaliknya untuk pernyataan negatif, SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 4 dan STS diberi skor 5.

3. Mengitung persentase jumlah skor dari skor ideal pada setiap pernyataan. Skor ideal tiap pernyataan adalah 30 x 5 yaitu 150 (jika untuk pernyataan positif semua siswa memilih sangat setuju, dan memilih sangat tidak setuju untuk pernyataan negatif).

Contoh perhitungan analisis data pendapat siswa untuk tiap pernyataan tersaji pada Tabel 3.12:


(44)

55

Tabel 3.12

Analisis Data Pendapat Siswa No Jenis

Pernyataan

Jawaban Jumlah

Skor

Skor

Ideal Persentase

SS S TS STS

Positif

150 Skor

Persentase

4. Apabila persentase jumlah skor lebih besar dari persentase jumlah skor untuk jawaban netral, artinya siswa mempunyai sikap yang positif, sebaliknya apabila persentase jumlah skor lebih kecil dari persentase jumlah skor untuk jawaban netral artinya siswa mempunyai sikap yang negatif (Suherman, 2003).


(1)

105

Sri Gumanti, 2014

The Influence of Learning Using GeoGebra towards The Improvement of Understanding

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan hasil penelitian, maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran berbantuan GeoGebra hendaknya dijadikan pilihan model pembelajaran yang dapat digunakan guru di sekolah terutama pada materi-materi geometri yang membutuhkan pembuktian dengan visualisasi.

2. Guru perlu menyesuaikan materi yang akan diajarkan dan memperhitungkan waktu ketika menggunakan pembelajaran berbantuan GeoGebra daripada pembelajaran biasa.

3. Perlu dikembangkan bahan ajar dan soal-soal untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, agar siswa terbiasa mengerjakan soal-soal tersebut sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan visual thinking siswa.

4. Kontrol harus dilakukan dengan baik, seperti dalam pelaksanaan pretes dan postes, pengawasan harus dilakukan dengan ketat supaya diperoleh hasil yang akurat.

5. Sarana yang diperlukan untuk pelaksanaan pembelajaran berbantuan GeoGebra seperti LCD, komputer (Laptop) dan sarana penunjang yang lain harus tersedia dengan baik.

6. Walaupun secara keseluruhan pendapat siswa terhadap pembelajaran yang dilaksanakan positif, masih ada beberapa siswa yang lebih menyukai pembelajaran dengan menghapal dan menggunakan rumus yang ada daripada menemukan rumus sendiri, perlu terus dilakukan upaya supaya siswa lebih termotivasi untuk belajar secara aktif.

7. Diperlukan penelitian lanjutan dengan berbagai software lain yang lebih menarik, sehingga siswa semakin termotivasi untuk belajar matematika dengan berbantuan komputer.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Alfeld, P. (2004). Understanding Mathematics. Peter Alfeld’s Home Page. Departement of Mathematics-College of Science-University of Utah. [Online]. Tersedia: http://www.math.utah.edu/~pa/math.html. [6 Juni 2013]

Anggraeni, D. dan Sumarmo, U. (2013). “Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMK melalui Pendekatan Kontekstual dan Strategi Formulate-Share-Listen-Create (FSLC). Jurnal Pendidikan Matematika Sigma Didaktika Volume 1 Nomor 2 Tahun 2013. Bandung: APMI-Program Studi Pendidikan Matematika FMIPA UPI. Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP). Jakarta: BNSP.

Bano, E. (2012). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMA melalui Pendekatan Metakognitif Berbantuan Autograph. Tesis. UPI Bandung. [tidak diterbitkan]

Dahlan, J.A. (2004) Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SLTP) melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disertasi. UPI Bandung. [tidak diterbitkan]

Depdiknas. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Dwirahayu, G. (2012). Pengaruh Strategi Pembelajaran Eksploratif Terhadap Peningkatan Kemampuan Visualisasi, Pemahaman Konsep Geometri, dan Karakter Siswa. Disertasi. UPI Bandung. [tidak diterbitkan]

Haciomeroglu, E.S.,Bu, L., Schoen, R.C., & Hohenwarter, M. (2009). Learning to Develop Mathematics Lessons with GeoGebra . MSOR Connections Volume 9 No 2-July 2009. [Online]. Tersedia: http://www.heacademy.ac.uk. [16 Maret 2013]

Kemendikbud. (2012). Pengembangan Kurikulum 2013. Paparan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Sosialisasi Kurikulum 2013 di Universitas Pendidikan Indonesia (16 Maret 2013).


(3)

107

Kemendikbud. (2013). Pendekatan dan Strategi Pembelajaran SD/SMP/SMA/SMK. Bahan Ajar Training Of Trainer (ToT) Implementasi Kurikulum 2013. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kemendikbud.

Kurnaeni, E. (2011). Peningkatan Kemampuan Matematik dan Kemampuan Representasi Matematik Siswa SMP dengan Metode Penemuan Terbimbing. Tesis. UPI Bandung. [tidak diterbitkan]

Kusumah, Y.S. (2011). Aplikasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Matematis Siswa. Makalah dalam kegiatan Pelatihan Aplikasi Teknologi dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana UPI. (16 Desember 2011).

Mahmudi, A. (2011). Pemanfaatan GeoGebra dalam Pembelajaran Matematika. Makalah pada Seminar Nasional. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Mariana, R. (2012). Implementasi Pembelajaran Aktif Dengan Metode Peer Lesson Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis. UPI Bandung. [tidak diterbitkan]

Meltzer, D.E. (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics.” American Journal of Physics. Vol. 70. Page. 1259-1268. [Online]. Tersedia: www.physics.iastate.edu/-per/doc/AJP-Dec2002-Vol-70-1259-1268.pdf. [6 juni 2013]

Modelminds. (2012). 10 Reasons Why Visual Thinking is Key to Complex

Problem Solving. May, 9, 2012 – 15:46. [Online]. Tersedia:

blog.modelmind.nl?p=5850. [6 Juni 2013]

Mukhtar dan Iskandar. (2012). Desain Pembelajaran Berbasis TIK. Jakarta: Referensi.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and

Standards for School Mathematics. [Online]. Tersedia di:

http://www.nctm.org/uploadedfiles/math_standards/12752_exec_pssm.pdf. Nurdin, E. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa melalui Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking. Tesis. UPI Bandung. [tidak diterbitkan].


(4)

Permendiknas. (2006). Lampiran Peraturan Menteri Pendidkan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang standar Isi. Jakarta: BSNP.

Permendikbud. (2013). Lampiran Peraturan Menteri Pendidkan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum. Jakarta: BSNP.

Rahmah, M. (2012). Pendekatan Induktif-Deduktif Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Pada Siswa SMP. Tesis. UPI Bandung. [tidak diterbitkan].

Rahman, R. (2010). Pengaruh Pembelajaran Berbantuan Geogebra Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif dan Self-Concept Siswa. Tesis. UPI Bandung. [tidak diterbitkan]

Rif’at M. (2001). Pengaruh Pola-pola Pembelajaran Visual Dalam Rangka

Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Masalah-Masalah

Matematika. Disertasi. UPI Bandung . [tidak diterbitkan]

Ruhyadi, T. dan Nurlaelah E. (2013). “Meningkatkan Kemampuan Pemahaman

Konsep dan Koneksi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD Disertai Tugas Bentuk Superitem”. Jurnal Pendidikan Matematika Sigma Didaktika Volume 1 Nomor 2 Tahun 2013. Bandung: APMI-Program Studi Pendidikan Matematika FMIPA UPI Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Guru Mengembangkan

Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

--- (2010). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito

Siregar, N. (2011).Pembelajaran Geometri Melalui Model PACE Berbantuan Geogebra sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Tesis. UPI Bandung. [tidak diterbitkan]

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI

Suherman, E., dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI


(5)

109

Sumarmo, U. (2004). “Pembelajaran Matematika Untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi: Makalah pada Pertemuan MGMP

Matematika SMP di Tasikmalaya”. Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematika serta Pembelajarannya. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI

--- (2006). “Pembelajaran Untuk Mengembangkan Kemampuan Berfikir Matematika: Makalah pada Seminar Nasional FMIPA UPI”.

Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematika serta

Pembelajarannya. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI. --- (2012). Evaluasi Dalam Pembelajaran Matematika: Bahan ajar

perkuliahan Evaluasi dalam Pengajaran Matematika Program S2 Pendidikan Matematika UPI.

Surapranata, S. (2006). Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Surya, E. (2011). Visual Thinking Dalam Memaksimalkan Pembelajaran Matematika Dapat Membangun Karakter Bangsa. [Online]. Tersedia: http://jurnal.upi.edu/file/Edi_S.pdf. [2 Juli 2013]

--- (2013). Peningkatan Kemampuan Representasi Visual Thinking pada Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kontekstual. Disertasi. UPI Bandung. [tidak diterbitkan]

Suryadi, D. (2012). Membangun Budaya Baru dalam Berpikir Matematika. Bandung: Rizqi Press.

Stokes, S. (2001). Visual Literacy in Teaching and Learning : A Literature Perspective. Electronic Journal for The Integration of Technology in

Education Volume 1 No.1. [Online]. Tersedia:

http://ejite.isu.edu/Volume1No1/Stokes.html. [19 Juli 2013]

Thornton, S. (2001). A Picture is Worth A Thousand Words. [Online] . Tersedia: http://math.unipa.it/~grim/A Thornton251.PDF. [1 Juli 2013]

Turmudi. (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Leuser Cita Pustaka.

Usdiyana, D. (2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Jurnal Pengajaran MIPA Vol.13.No 1


(6)

Warsono dan Hariyanto (2012). Pembelajaran Aktif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wilson, P., Cooney, T., & Stinson, D. (2005). Good Teaching : Journal of Mathematics Teacher Education 8:83–111 @Springer 2005 .DOI 10.1007/s10857-005-4796-7.

Wulanratmini, D. (2012). Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis dengan Pendekatan Creative Problem Solving melalui Media GeoGebra di Kota Bandung Propinsi Jawa Barat. Tesis. UPI Bandung. [tidak diterbitkan]

Yenni, Suryadi, D., dan Kusnandi. (2012). “Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Kemampuan Pemahaman Matematika Melalui Pembelajaran

Kooperatif Tipe TGT di MTs”. Jurnal Pendidikan Matematika Sigma Didaktika Volume 1 Nomor 1 Tahun 2012. Bandung: APMI-Program Studi Pendidikan Matematika FMIPA UPI

Yusmanita. (2012). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa SMA dengan Menggunakan Pendekatan Metakognitif. Tesis. UPI Bandung. [tidak diterbitkan].


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN SOFTWARE GEOGEBRA DAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG BERBANTUAN SOFTWARE GEOGEBRA.

0 6 47

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN REPRESENTASI MATEMATIK MELALUI METODE PENEMUAN TERBIMBING BERBANTUAN SOFTWARE GEOGEBRA PADA SISWA SMP NEGERI 25 PEKANBARU.

1 7 54

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBANTUAN GEOGEBRA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP, SPASIAL MATEMATIS DAN SIKAP SISWA SMP.

5 21 49

PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBANTUAN GEOGEBRA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP.

0 1 44

PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBANTUAN GEOGEBRA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP.

1 2 36

PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI VISUAL THINKING PADA PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL.

2 11 77

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBANTUAN GEOGEBRA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP, SPASIAL MATEMATIS DAN SIKAP SISWA SMP - repository UPI T MTK 1303174 Title

0 2 3

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBANTUAN GEOGEBRA TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN VISUAL THINKING SISWA SMP - repository UPI T MTK 1204649 Title

0 0 3

Pembelajaran Learning Cycle 5E berbantuan Geogebra terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis

0 2 12

PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN GEOGEBRA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN PERCAYA DIRI SISWA SMP MUHAMMADIYAH MAJENANG

0 0 17