PENGUKURAN TEKANAN DARAH DAN FAKTOR YANG

FISIOLOGI MANUSIA
PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG
TEKANAN DARAH ARTERI

Muhammad Reza Jaelani
153112620120030

Muh. Reza Jaelani
153112620120030

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI II
I.

Acara Latihan
Pengukuran Secra Tak Langsung Tekanan Darah Arteri pada Orang

II.

Tujuan Latihan
Latihan ini bertujuan untuk :
1. Mempelajari penggunaan sphygmomanometer dalam pengukuran

tekanan darah arteri brakhialis dengan cara auskultasi dan palpasi,
serta menerangkan perbedaan hasil kedua pengukuran tersebut.
2. Membandingkan hasil pengukuran tekanan darah pada berbagai
sikap ; berbaring, duduk, dan berdiri. Menguraikan berbagai faktor
penyebab perubahan hasil pengukuran tekanan darah pada ketiga
sikap tersebut.
3. Membandingkan hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan
sesudah kerja otot, dan menjelaskan berbagai faktor penyebab
perubahan tekanan darapaih sebelum dan sesudah kerja otot.

III. Dasar Teori
Jantung Adalah pompa otot beruang empat yang mendorong darah
bersirkulasi. Jantung memiliki pemacu intrinsik. Pada manusia
normalnya sekitar 3-5 L darah per menit yang dipompa oleh jantung,
pada saat aktivitas berat seperti olahraga , kemampuan pompa
jantung dapat meningkat sampai dengan 20 L per menit.
Denyut jantung diinisiasi oleh nodus sinoatrial (SA node). Depolarisasi
spontan SA node memberikan impuls untuk kontraksi jantung.
Lajunya dimodulasi oleh saraf otonom.
Denyut jantung menimbulkan sirkulasi jantung yang menggambarkan

peristiwa selama satu denyutan jantung. Pada permulaan siklus
sampai akhir distol, seluruh jantung mengalami relaksasi. Katup
atrioventrikular (Katup trikuspidaalis) membuka karena tekanan atrium
Muh. Reza Jaelani
153112620120030

masih lebih besar dari ventrikel. Katup pulmonalis dan katup aorta
tertutup, karena tekanan arteri pulmonalis dan tekanan aorta lebih
besar daripada tekanan ventrikel. Siklus dimulai saat SA node
memulai sistol atrial yang kemudian berlanjut ke sistol ventrikel.
Segera setelah katup semilunaris menutup, ventrikel dengan cepat
berelaksasi.
Selama proses sirkulasi jantung terjadi rambatan gelombang tekanan
yang disebut pulsasi arteri perifer. Bentuk pulsasi ini dipengaruhi oleh
compliance dan diameter arteri. Arteri yang kaku atau arteri kecil
memiliki pulsasi yang lebih tajam karena tidak bisa mengabsorpsi
energy dengan mudah.
Kekuatan kontaksi jantung berhubungan erat dengan hukum Starling
yang menyatakan bahwa “energy yang dilepaskan selama kontraksi
bergantung pada panjang serabut awal”

Konsekuansi dari hukum Starling ini berhubungan dengan tekanan
darah yang berhubungan dengan curah jantung, bahwa volume
sekuncup ventrikel kiri dan kana adalah sama. Hal tersebut agar
terjadi keseimbangan darah agar tidak terakumulasi di paru-paru.
Pada

hukum

Starling

didapatkan

hipotesis

postural

yang

menyebabkan perubahan tekanan darah akibat posisi tubuh.
Jika seseorang berdiri dari posisi tengkurap, gravitasi menyebabkan

darah terkumpul di tungkai dan tekanan vena sentral akan menurun,
hal ini menurrunkan curah jantung dan akibatnya terjadi penurunan
tekanan darah. Hipotesis postural dalam keadaan normal dikoreksi
dengan cepat melalui repleks baroreseptor.
Regulasi akut tekanan darah arteri merupakan hasil kontrol dari
baroreseptor yang terdapat di sinus karotis dan arkus aorta. Sinus
karotikus adalah bagian pembuluh darah yang paling mudah
teregang. Sinyal yang dijalarkan dari setiap sinus karotikus akan
melewati saraf hering yang sangat kecil ke saraf kranial ke-9
(glosofaringeal) dan kemudian ke nukleus traktus solitarius (NTS) di
Muh. Reza Jaelani
153112620120030

daerah medula batang otak. Arkus aorta adalah bagian yang paling
kenyal dan teregang setiap kali terjadi ejeksi ventrikel kiri. Sinyal dari
arkus aorta dijalarkan melalui saraf kranial ke-10 (vagus) juga ke
dalam area yang sama di medula oblongata. Pada keadaan normal
sinus karotikus lebih berperan dalam mengendalikan tekanan darah
dibanding arkus aorta, dimana arkus aorta memiliki ambang rangsang
aktivasi statik yang lebih tinggi dibanding sinus karotikus yaitu ~110

mmHg vs ~50 mmHg. Arkus aorta juga memiliki ambang rangsang
dinamik yang lebih tinggi dibanding sinus karotikus, tetapi tetap
berespons saat baroreseptor sinus karotikus telah jenuh.
Baroreseptor berespons terhadap tekanan yang berubah cepat.
Dalam batas kerja tekanan arteri normal, perubahan tekanan yang
kecil akan menimbulkan refleks otonom yang kuat untuk mengatur
kembali tekanan arteri tersebut kembali ke nilai normal. Sehingga
mekanisme umpan balik baroreseptor berfungsi lebih efektif bila
masih dalam batas tekanan yang biasanya diperlukan.
Banyaknya jalur neuronal yang saling berinteraksi untuk mengatur
aliran impuls saraf otonom memberi banyak peluang untuk integrasi
berbagai stimulus yang mempengaruhi tekanan darah, seperti: faktor
emosi (takut, marah, cemas), stres fisik (nyeri, kerja fisik, perubahan
suhu), kadar O2 dalam darah, dan glukosa, juga level tekanan darah
yang di kontrol oleh baroreseptor.
Kendali kemoreseptor sistem kardiovaskuler meliputi kemoreseptor
sentral dan perifer. Kemoreseptor sentral pada medula oblongata
sensitif terhadap penurunan pH otak akibat peningkatan PCO2 di
arteri. Peningkatan PCO2 arteri menstimulasi kemoreseptor sentral
untuk menginhibisi area vasomotor dengan hasil akhir peningkatan

keluaran simpatis dan terjadi vasokonstriksi. Kemoreseptor perifer
berperan

mengendalikan

ventilasi

paru

dan

terletak

dekat

baroreseptor, yaitu badan karotis dan badan aorta. Penurunan PO 2

Muh. Reza Jaelani
153112620120030


arteri

menstimulasi

kemoreseptor

perifer

untuk

menyebabkan

vasodilatasi pembuluh darah.
Pengaturan tekanan darah jangka panjang mengatur homeostasis
sirkulasi melalui sistem humoral endokrin dan parakrin vasoaktif yang
melibatkan ginjal sebagai organ pengatur utama distribusi cairan
ekstraseluler.
Sebagai pelengkap dari mekanisme neuronal yang bereaksi cepat
dalam mengendalikan resistensi perifer dan curah jantung, kendali
jangka menengah dan jangka panjang melalui sistem humoral

bertujuan untuk memelihara homeostasis sirkulasi. Pada keadaan
tertentu, sistem kendali ini beroperasi dalam skala waktu berjam-jam
hingga berhari-hari, jauh lebih lambat dibandingkan dengan refleks
neurotransmiter oleh susunan saraf pusat. Sebagai contoh, saat
kehilangan akibat perdarahan, kecelakaan, atau mendonorkan
sekantung darah, akan menurunkan tekanan darah dan memicu
proses untuk mengembalikan volume darah kembali normal. Pada
keadaan tersebut pengaturan tekanan darah dicapai terutama dengan
meningkatkan volume darah, memelihara keseimbangan cairan tubuh
melalui mekanisme di ginjal dan menstimulasi pemasukan air untuk
normalisasi volume darah dan tekanan darah.
IV. Alat, Bahan, dan Cara Kerja
 Alat

1. Sphygmomanometer
2. Steteskop


Cara Kerja
1. Pengukuran Tekanan Darah Arteri Brakhialis pada Sikap

Berbaring, Duduk, Dan Berdiri.
1) Orang percobaan dibiarkan berbaring dengan tenang selama
10 menit.
Muh. Reza Jaelani
153112620120030

2) Disiapkan sphygmomanometer yang hendak digunakan
3) Pada fossa cubiti dilakukan palpasi untuk mencari denyut
arteri brakhialis, dan pada pada pergelangan tangan dicari
denyut arteri radialis.
4) Setelah OP berbaring selama 10 menit, dilakukan pengukuran
tekanan darah dengan cara aukultasi.
5) Tanpa melepas sphygmomanometer, OP disuruh untuk
duduk. Dibiarkan rileks selam 3 menit. Kemudian dilakukan
pengukuran kembali tekanan darah dengan cara yang sama
seperti poin 3 dan 4.
6) Tanpa melepaskan sphygmomanometer, OP disuruh untuk
berdiri. Setelah 3 menit berdiri, dilakukan kembali pengukuran
tekanan darah sama seperti pada point 3 dan 4.
2. Pengukuran Tekanan Darah Sesudah Kerja Otot

1) Sebelum OP melakukan aktivitas fisik, dilakukan pengukuran
tekanan darah OP pada sikap duduk.
2) Tanpa melepaskan manset sphygmomanometer, OP disuruh
berlari di tempat dengan frekuensi +/- 20 kali per menit
selama 2 menit.
3) Segera setelah itu OP disuruh duduk rileks. Kemudian
dilakukan pengukuran tekanan darah OP. Pengukuran
diulangi setiap menit, sampai dengan tekanan darah kembali
seperti semula
V. Hasil Percobaan
1. Tekanan Darah Arterial Brakhialis pada Berbagai Sikap
Nama OP

: Riska Amalia Idris

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur


: 21 Tahun

Berat Badan

: 43 Kg

Tinggi Badan

: 154 cm
Muh. Reza Jaelani
153112620120030

1. Sikap Berbaring Terlentang
Secara Auskultasi
Sistole/Diastole

: 110/80 mmHg

Secara Palpasi
Sistole

: 110 mmHg

2. Sikap Duduk
Secara Auskultasi
Sistole/Diastole

: 110/90 mmHg

Secara Palpasi
Sistole

: 110 mmHg

3. Sikap Berdiri
Secara Auskultasi
Sistole/Diastole

: 120/80 mmHg

Secara Palpasi
Sistole

: 120 mmHg

2. Tekanan Darah Arterial Brakhialis Sebelum dan Sesudah Kerja Otot
Nama OP

: Dwi Prasetyo

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tekanan Darah Sebelum Kerja Otot
Sistole

: 120 mmHg

Diastole : 90 mmHg

Muh. Reza Jaelani
153112620120030

Pemulihan Sesudah Kerja Otot Selama 2 Menit :
Menit Ke-

Sistole (mmHg)

Diastole (mmHg)

1

140

100

2

130

90

3

130

90

4

120

90

5

-

-

dst

-

-

VI. Pembahasan
Pada keadaan berbaring telentang didapatkan rata-rata tekanan darah
sebesar 110/80 mmHg, sedangkan pada keadaan duduk tekanan darah
110/90 mmHg, pada keadaan berdiri tekanan darah 120/80 mmHg.
Pengukuran tekanan darah menunjukkan peningkatan dari posisi berbaring
telentang, duduk dan berdiri.

Naiknya tekanan sistolik dan diastolik

dipengaruhi oleh :
1. Tonus Otot Tonus.
Otot ketika berbaring telentang lebih kecil dibandingkan dengan tonus
pada saat duduk atau berdiri. Ketika duduk atau berdiri tonus otot
meningkat sehingga oksigen yang dibutuhkan menjadi lebih besar dan
curah

jantung (cardiac output) menjadi lebih besar. Keadaan ini

menyebabkan peningkatan tekanan sistolik dan tekanan diastolic serta
denyut jantung.
2. Efek Gravitasi dan baroreseptor
Pada perubahan posisi tubuh, tekanan darah bagian atas tubuh akan
menurun karena pengaruh gravitasi. Darah akan mengumpul pada
pembuluh kapasitans vena ekstermitas inferior sehingga pengisian
atrium kanan jantung berkurang dengan sendirinya curah jantung juga
berkurang. Penurunan curah jnatung akibat pengumpulan darah pada
anggota tubuh bagian bawah cenderung mengurangi darah ke otak.

Muh. Reza Jaelani
153112620120030

Secara reflektoris, hal ini akan merangsang baroreseptor. Respon yang
ditimbulkan baroreseptor berupa peningkatan tekanan pembuluh darah
perifer, peningkatan tekanan jaringan pada otot kaki dan abdomen,
peningkatan frekuensi respirasi, kenaikan frekuensi denyut jantung serta
sekresi zat-zat vasoaktif. Kedua efek ini (gravitasi dan baroreseptor)
dapat meningkatkan tekanan darah sistolik dan diastolic serta denyut
nadi.
Pada percobaan pengaruh latihan fisik terhadap tekanan darah di kelompok
kami, didapatkan peningkatan aktivitas pada Tekanan darah. Peningkatan
tekanan darah ini merupakan hasil dari respon kardiovaskular terhadap
adanya kontraksi otot. Kerja ini juga berfungsi untuk mengangkut O2 yang
dibutuhkan oleh otot untuk melakukan kontraksi selama latihan Pada
latihan fisik terjadi peningkatan curah jantung dan redistribusi darah dari
organ yang kurang aktif ke organ yang aktif. Peningkatan curah jantung
dilakukan dengan meningkatkan isi sekuncup dan denyut jantung. Disaat
melakukan latihan fisik maka otot jantung akan mengkonsumsi O 2 yang
ditentukan oleh faktor tekanan dalam jantung selama kontraksi sistole.
Ketika tekanan meningkat maka konsumsi O2 ikut naik pula. Konsumsi O2
oleh otot jantung ini dapat dihitung dengan mengalikan denyut nadi dan
tekanan darah sistolik.
Pada menit ke-4 setelah melakukan latihan ada penurunan tekanan darah
baik pada tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik.
Penurunan tekanan darah setelah melakukan latihan fisik terjadi karena
pembuluh darah mengalami pelebaran dan relaksasi.
Aktivitas fisik menyebabkan perlemasan pembuluh-pembuluh darah,
sehingga tekanan darah menurun. Sama halnya dengan melebarnya pipa
air akan menurunkan tekanan air. Dalam hal ini, latihan fisik/olahraga dapat
mengurangi tahanan perifer. Penurunan tekanan darah juga dapat terjadi
akibat berkurangnya aktivitas memompa jantung Otot jantung pada orang
yang rutin melakukan latihan fisik sangat kuat, maka otot jantung pada
individu tersebut berkontraksi lebih sedikit daripada otot jantung individu
Muh. Reza Jaelani
153112620120030

yang jarang berolahraga, untuk memompakan volume darah yang sama.
Karena olahraga dapat menyebabkan penurunan denyut jantung, maka
olahraga akan menurunkan cardiac output, yang

pada akhirnya

menyebabkan penurunan tekanan darah. Peningkatan efisiensi kerja
jantung dicerminkan dengan penurunan tekanan sistolik, sedangkan
penurunan tahanan perifer dicerminkan dengan penurunan tekanan
diastolik.
3. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Sikap dan Posisi tubuh dalam pengukuran darah menunjukan pengaruh
dan perbedaan hasil pengukuran . Perbedaan ini disebabkan pengaaruh
Tonus dan aliran darah yang terinferensi gaya gravitasi akibat posisi
duduk
2. Pemberian Aktivitas Fisik pada OP menimbulkan peningkatan tekanan
darah. Peningkatan tekana darah terjadi akibat peningkatan curah
jantung yang berperan dalam jalur kecukupan energy. Peningkatan
darah yang secara tiba-tiba dapat dikendalikan menjadi normal kembali
beberapa menit kemudian
Saran
Peningkatan tekanan darah dapat terjadi secara tiba-tiba. Banyak faktor
yang dapat mempengaruhi tekanan darah. Peningkatan tekanan darah juga
merupakan salah satu faktor resiko pnyakit kardiovaskuler. Untuk itu untuk
kontrol monitoring tekanan darah agar tidak terlalu fluktuatif adalah dengan
rutin

melakukan

olahraga,

menjaga

asupan

makanan

(mengurangi

konsumsi garam natrium), pengendalian emosi, dan kontrol rutin tekanan
darah.

Muh. Reza Jaelani
153112620120030

4. Daftar Pustaka
1. Ward, Jeremy., Robert Clarke., Robert Linden. 2005. At Glance Fisiologi.
Diterjemahkan oleh : Indah Retno Wardhani. Jakarta : Erlangga.
2. http://resikopenyakit.blogspot.co.id/2013/03/pengaruh-posisi-tubuhterhadap-tekanan.html
3. http://www.scribd.com/doc/179081363/Pengaruh-posisi-tubuh-terhadaptekanan-darah-dan-denyut-nadi-doc#scribd

Muh. Reza Jaelani
153112620120030