KEBIJAKAN PERTANIAN YANG MEMARJINALKAN PETANI DAN MERUNTUHKAN KEDAULATAN PANGAN

KEBIJAKAN PERTANIAN YANG MEMARJINALKAN PETANI DAN
MERUNTUHKAN KEDAULATAN PANGAN
Oleh
Dyah Candra Dewi
Peneliti di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada
Abstrak
Revolusi hijau yang didengungkan mampu memberikan dampak positif bagi industri pertanian
global, dan bahkan mampu merubah wajah petanian dalam negeri seperti di Indonesia
khususnya. Pergeseran paradigma petani dalam mengelola lahan-lahan pertanian sejak
revolusi hijau, hingga saat ini belum mampu memberikan efek bagi kedaulatan pangan dalam
negeri. Swasembada pangan yang menjadi ikon kebijakan para penguasa era orde baru juga
belum mampu menahan gejolak pasar. Kran impor terus dibuka oleh pemerintah selaku
pemegang kendali (otoritas tunggal) pangan. Oleh karena hal ini, kehidupan para petani
semakin berada dalam pusara kekuatan pemburu rente, para pemain-pemain pasar yang
menentukan harga dan kebutuhan pasar. Dengan demikian, kehidupan para petani-petani
lokal semakin terhimpit diantara kekuatan negara dengan kebijakan fiskalnya serta kekuatan
pemodal dengan kekuatan jaringan bisnisnya. Petani tidak lagi memiliki posisi tawar bagi
negara, dan petani cendrung termarginalkan oleh kebijakan-kebijakan yang lebih memihak
pasar.
Kata Kunci : Petani, Kebijakan Pangan, Kesejahteraan Petani


sejarah kehidupan manusia. Maka dari itu

PENDAHULUAN
Di

tengah

berbagai

kemajuan

muncul pertanyaan besar, apakah yang

dahsyat yang telah dicapai dunia di era

salah

globalisasi ini manusia justru dihadapkan

industrialisasi pertanian saat ini? Apakah


pada suatu fenomena yang meresahkan,

peningkatan

yakni

global.

mengimbangi pesatnya laju pertumbuhan

Kerawanan pangan ini diperkirakan akan

dunia sebagaimana diramalkan Malthus?

lebih

2020.

Atau, apakah kesalahan sebenarnya tidak


Modernisasi pertanian seperti revolusi hijau

terletak dalam sistem produksi melainkan

atau

pertanian

di luar itu seperti misalnya distorsi dalam

lainnya memang telah secara signifikan

sistem distribusi (Tim PSPK UGM. “Kajian

meningkatkan

pangan.

Pemodelan Desa Mandiri Pangan Provinsi


bersamaan

dengan

DIY).

produksi

pangan

kerawanan
akut

lagi

pangan
pada

bentuk-bentuk


Namun

industri

produktivitas

ironisnya

tingginya

tahun

kenaikan

dengan

modernisasi

produksi


pangan

dan
tidak

Dalam konteks kondisi kerawanan

tersebut dunia justru tengah menghadapi

pangan

bahaya kelaparan yang oleh sejumlah

langkah apa yang harus ditempuh oleh

pakar

negara-negara


dinilai

sebagai

terparah

dalam

global,

bagaimana
sedang

cara

atau

berkembang?
44


Pertanyaan ini menjadi penting karena

puluh satu persen stimulus fiskal berujud

Indonesia adalah salah satu bangsa yang

penghapusan Bea Masuk dan PPN impor

menjadi korban dari kerawanan dan krisis

(Maksum, 2010).

pangan global. Ketika isu terperangkapnya

Dari

kemudahan

fiskal


dapat

Indonesia dalam jebakan pangan global

diketahui impikasinya, diantaranya adalah

kembali mencuat, persoalan substantifnya

semua kebijakan pada akhirnya akan

sebetulnya tidak pernah bergeser. Bahwa

bermuara pada semakin murahnya barang

betul persoalan mikro yang terkait dengan

impor termasuk komoditas pangan. Hal

produktifitas usaha tani, meliputi pupuk,


tersebut sekaligus menguatkan paradigma

sumberdaya air, benih, teknologi, kredit

ketahanan pangan yang dibangun atas

usaha

dasar

tani,

SDM

pertanian,

dan

memurah-murahkan


sebagainya, memang perlu dibenahi. Akan

pangan

tetapi ada persoalan makro yang membuat

kenyataan ini yang paling diuntungkan

segala

dan

adalah para importir dan juga industri non-

peningkatan produksi usaha tani tidak

agro karena keuntungannya yang besar

mencapai kemajuan ekonomi pada tingkat

akibat

pasar dan tataniaga.

Kemudahan

kemajuan

penelitian

melalui

pangan

importasi.

komoditas

dan

impor

UMR
ini

Dalam

rendah.

menyebabkan

Persoalan makro hingga saat ini

adanya ketidak-adilan sektoral bagi para

sudah semakin akut dan penting untuk

petani. Biaya produksi yang tinggi tidak

segera dicarikan solusi. Berpangkal pada

mampu diimbangi dengan harga produksi,

pilihan kebijakan perekonomian nasional

karena dengan dalih inflasi, komoditas

yang sangat dikotomis memperhadapkan

pangan harus murah. Belum lagi dengan

dua sektor perekonomian utama bangsa :

terjadinya persaingan tidak fair antara

sektor

produk petani lokal dan produk impor.

perkotaan-industri-modern

pada

satu sisi dan sektor pedesaan-pertaniantradisional pada sisi yang lain. Watak

KEBIJAKAN IMPOR BERAS
Makna sebutir pangan senantiasa

sektoral yang sangat ekstrim : industri yang
yang

berubah menurut peradabannya. Awalnya

domestik,

dia hanyalah hasil peradaban hunting and

adalah masalahnya. Sejarahnya, sektor

gathering. Tidak ada nilai ekonomi, sosial,

industri hanya bisa layak ketika segala

dan apalagi politik padanya. Perubahan

kemudahan fiskal, tataniaga, moneter, dan

makna terjadi pada peradaban slash and

bahkan

burn,

berbasis

impor

dan

berbasis

sumberdaya

sampai

perundang-undangan.

pertanian
alam

pada

kemudahan

Hingga

delapan

mengarah

pada

ekstensifikasi.

Terbatasnya sumberdaya menggesernya
45

menjadi pendekatan intensifikasi dan makin

Banyak ahli ekonomi menyatakan

eksploitatif. Kini, sebutir beras menjadi

tidak ada masalah dengan impor. Benar

semakin strategis, sarat makna. Dia bukan

adanya bahwa ekspor-impor adalah hal

lagi

biasa. Akan tetapi, sekali lagi, ketika

komoditas

finansial,

tetapi

multi

berkenaan dengan komoditas strategis dan

dimensional (Maksum, 2011)
penting

hajad hidup 240 juta jiwa, keputusan

dalam kelangsungan hidup umat manusia,

ekspor-impor itu mestinya tidak hanya

karena menyediakan 20 persen kebutuhan

berbasis

kalori penduduk dunia. Karena berbagai

Sepenuhnya urusan ini harus dipandang

keunggulannya, beras menjadi makanan

sebagai urusan ekonomi politik, hak asasi

pokok hampir 50 persen penduduk dunia.

dan

Selain itu, usaha perberasan menjadi

politiknya yang sangat luas. Ketahanan

sumber

miliar

dengan: availability-accessability-reliability-

penduduk dunia. Beras juga memainkan

quality, telah dimaknai secara apa-adanya

peran penting dalam menjaga stabilitas

dengan konsentrasi penuh pada urusan

ekonomi dan politik suatu negara. Karena

ketersedian

itu, beras sering disebut sebagai komoditas

tersedia-terjangkau-merata-aman

strategis (Bahagijo, 2006). Oleh karenanya,

konsumen, maka itulah ketahanan pangan,

importasi

ini

meski ketergantungannya terhadap impor

senantiasa diputuskan pemerintah berdalih

memuncak karena jebakan pangan murah.

finansial dengan penekanan bahwa impor

Orientasi ini telah memanjakan import

lebih murah dari memproduksi, adalah

based industry /IBI meneguk keuntungan

kebijakan yang bersifat jangka pendek

dengan

yang

dimensi

industry /DBI dan menafikan kepentingan

karakter pangan yang berkaitan dengan

politik paling esensial bagi sebuah negara:

masalah HAM, kearifan lokal, dan spiritual

Kedaulatan (Maksum, 2010).

Beras

memainkan

penghidupan

pangan

tidak

pro

peran

bagi

yang

petani.

2

selama

Multi

tataniaga

keadilan

karena

membunuh

finansial.

implikasi

(availability).

Kebijakan

seharusnya menjadi pertimbangan setiap

dan

sosial-

Sepanjang
sampai

domestic

pemerintah

penurunan

bea

adalah adanya krisis kedaulatan dalam

termasuk

didalamnya

sistem

nasional.

pangan, tentunya sangat tidak adil dan

Orientasi impor dan pemurah-murahan

jelas bukan kebijakan pro poor. Alasan

harga pangan bisa jadi menjadi pangkal

penurunan bea masuk tersebut adalah

keterjebakan

meringankan impor dan beban Bulog.

sistem

pangan

pangan

yang

sertamerta merampas kedaulatan petani.

Impor

dilakukan

barang

dalam

kebijakan pangan. Kekhawatiran utama
ketahanan

masuk

based

adalah

dengan

alasan

impor,
bahan

yang
46

sederhana, yaitu agar stok pangan aman.

1996-2003 Indonesia per tahun rata-rata

Bahwa produksi dan efisiensi rendah,

mengimpor beras 2,83 juta ton, gula 1,6

akibat banjir di beberapa daerah, gagal

juta ton, jagung 1,2 juta ton, kedelai 0,8 juta

panen

dan

dianggap

lainnya.

jauh

Sehingga

impor

ton, serta beberapa bahan pangan lain

murah

untuk

(Bahagijo,

lebih

menstabilkan

harga,

dibanding

memperbaiki kondisi pertanian. Kebijakan
impor

tidak

pernah

2006).

Tabel

berikut

menunjukkan persentase beberapa jenis
komoditas impor tahun 2010.

memperdulikan

implikasinya terhadap produksi pangan

Tabel 2.
Importasi Kebutuhan Pangan Strategis

lokal.
Impor beras tidak lagi dimonopoli
oleh Bulog, sesuai dengan saran dan
keinginan IMF, Indonesia meliberalisasi
impor beras dengan menerapkan tarif
impor beras nol persen pada tahun 1998.
Dengan demikian petani tidak memperoleh
insentif untuk memproduksi beras, bahkan
dibiarkan bertarung dengan beras impor
yang lebih murah. Dengan dicabutnya
monopoli Bulog sebagai importir tunggal,

Sumber: Pusdatin Departemen Pertanian

diterapkannya tarif impor rendah hingga
saat ini, dan penurunan harga beras di

KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH

pasar internasional, maka banjir impor

Dalam

beras tak terbendung.

Penetapan

Liberalisasi perdagangan dunia juga

Inpres

nomor

9/2001

Kebijakan

tentang

Perberasan

diantaranya diatur tentang pelaksanaan

Indonesia

kebijakan harga dasar pembelian (HDP)

terhadap pangan impor. Pada periode

gabah dan beras oleh pemerintah dengan

1989-1991,

sebagai

pedoman Harga Dasar Pembelian oleh

pengekspor pangan dengan nilai sekitar

Bulog dengan harga Rp 1.519 per kg

US$ 418 juta per tahun. Namun sejak 1994

gabah kering giling dan Rp 2.470 per kg

Indonesia

pengimpor

beras sesuai dengan persyaratan yang

pangan murni. Pada periode 1998-2000,

ditentukan. Dalam implementasinya tidak

Indonesia mengimpor pangan rata-rata

dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga

US$ 863 juta per tahun. Selama periode

kebijakan

meningkatkan ketergantungan
Indonesia

beralih

tercatat

menjadi

perberasan

terus

diperbaiki.
47

Hingga pada tahun 2005 muncul Inpres
nomor 13/2005 yang mulai berlaku Januari

Menurut Inpres nomor 7/2009, 1 kg

2006, dalam Inpres ini harga pembelian

beras membutuhkan 1,515 kg gabah, dari

pemerintah (HPP) untuk gabah kering

hitungan

panen (GKP) naik dari Rp 1.330 per kg

menetapkan

menjadi Rp 1.730 per kg. HPP beras juga

apabila dikonversikan dengan gabah, tanpa

mengalami penyesuaian dari Rp 2.790

memperhitungkan

menjadi Rp 3.550 per kg.

transportasi dan penyimpanan. Dari harga

Dalam Inpres no 13/2005 tidak lagi

tersebut
harga

pemerintah

hanya

pembelian

beras

biaya

penggilingan,

tersebut dapat diketahui dengan jelas

digunakan frasa „harga dasar‟ tetapi harga

bahwa

pembelian

pemerintah

keuntungan. Kebijakan HPP ini pun tidak

pembelian

oleh

Bulog

(HPP).

Titik

berganti

ke

penggilingan.

pro

petani

petani,

tidak

bahkan

memperoleh

malah

merugikan

petani. Belum lagi dengan persyaratan

Perubahan ini menuai banyak kritik.

kualitas

gabah

yang

karena

Pergantian frasa „harga dasar‟ menjadi

kharakteristiknya tidak selalu dapat sesuai

HPP dinilai sebagai taktik pemerintah untuk

standar yang ditetapkan oleh pemerintah,

lepas tangan terhadap harga gabah petani.

yaitu berkaitan dengan tingkat kekeringan

Pembelian di penggilingan juga dinilai tidak

dan keutuhan (Maksum, 2011).

tepat karena tidak ada petani yang menjual

petani, karena terjadi perubahan tempat

KEBIJAKAN IMPOR KOMODITAS
PANGAN YANG MEMARJINALKAN
PETANI
Adalah fakta bahwa pasar pertanian

yang semula di tingkat petani menjadi di

kita telah dibanjiri berbagai produk luar

gabahnya di penggilingan. Kenaikan harga
HPP tidak serta merta dapat dinikmati

tingkat penggilingan. Perubahan ini tentu
saja

menambah

(Khudori,

2008:

biaya
263).

transportasi
Tabel

berikut

menunjukkan HPP Inpres tanpa insentif:

negeri. Bukan hanya buah dan sayuran,
namun di negeri yang mengaku sebagai
produsen tempe inipun masih mengimpor
kedelai
Pengakuan

sebagai

bahan

swasembada

bakunya.
beras

yang

pernah diraih ternyata tidak mengurangi
jumlah impor setiap tahunnya. Negara yang
HPP/
13/
3/
1/
8/
Inpres 2005
2007
2008
2008
GKP
1.730
2.035 2.200 2.400
GKG
2.280
2.600 2.840 3.040
Beras
3.550
4.000 4.300 4.000
Sumber : Inpres 13/2005, 3/2007, 1/2008,
8/2008, 7/2009, diolah

7/
2009
2.640
3.345
5.060

sebagian

besar

menggantungkan

hidupnya

penduduknya
di

sektor

pertanian ini seakan-akan tidak pernah
mampu menjadi produsen utama yang
dapat memenuhi kebutuhan pangan dalam
48

produsen

yang

menyesuaikan dengan harga beras dunia.

terhadap

harga

Disamping itu aktifitas perdagangan beras

komoditasnya. Sepertinya tidak ada lagi

antar daerah dan antar waktu menurun

tempat bagi petani negeri ini untuk menjadi

karena sumber suplainya lebih terbuka.

pemilik

negerinya

Pedagang dapat memilih sumber beras

sendiri. Tidak ada perhatian terhadap

dari impor atau domestik sesuai dengan

mereka, tidak ada perlindungan apalagi

yang menguntungkan sehingga tidak harus

bantuan yang signifikan untuk para petani

melakukan

yang sebenarnya sangat berperan dalam

berlebihan karena beras setiap saat mudah

membangun negeri. Secara ringkas posisi

diperoleh.

petani saat ini adalah : (1) produsen bahan

distribusi, tidak dapat dipungkiri bahwa

pangan murah, (2) korban kebijakan fiskal

biaya transportasi merupakan komponen

yang memarginalkan petani, (3) pengaman

yang relatif mahal di Indonesia. Sumber

inflasi dengan memurah-murahkan harga

tanaman pangan yang sebagian besar

pangan,

bemper

terkonsentrasi di Indonesia bagian barat

ketenagakerjaan ketika pemerintah tidak

mengakibatkan biaya transportasi untuk

mampu

mendistribusikan bahan pangan ke seluruh

negeri,

dan

memiliki

menjadi

daya

pasar

tawar

pertanian

(4)

di

menjadi

menyediakan

lapangan

kerja

(Maksum, 2010).

pelosok

Penetapan harga dasar gabah telah

penumpukan
Selain

negeri

itu,

stok
dalam

menjadi

tinggi.

secara
sistem

Masih

ditambah lagi dengan kondisi infrastruktur

dilaksanakan pemerintah sejak lama, dan

jalan

selama ini dirasakan cukup efektif. Namun

tambahan dalam proses distribusi.

yang

pada tahun-tahun terakhir, kasus harga

buruk

Badan

menambah

Pusat

Statistik

biaya
(BPS)

dasar gabah banyak muncul. Pasar yang

mencatat

terbuka dengan harga luar negeri yang

hingga

murah dan tarif impor yang tidak efektif

mencapai USD 829 juta atau setara

adalah

dengan 7,04 triliun rupiah . Uang sebanyak

tidak

diamankan,

mungkin

kecuali

harga

dengan

dasar

menyerap

ini

nilai

bulan

impor
Juli

digelontorkan

beras

tahun

Indonesia

2011

pemerintah

telah

untuk

seluruh surplus beras di pasar dunia.

mendatangkan sebanyak 1,57 juta ton

Karena dengan harga dasar yang lebih

beras yang berasal dari Vietnam (892,9

tinggi dari harga luar negeri aliran masuk

ribu ton), Thailand (665,8 ribu ton), Cina

dari pasar dunia ke pasar domestik tidak

(1.869 ton), India (1.146 ton), Pakistan (3,2

terbendung.

ribu ton), dan beberapa negara lain (3,2

Efek besar yang ditimbulkan dari

ribu ton). Data ini dirilis BPS pada Selasa 6

arus beras impor adalah harga beras

September 2011. Kenaikan jumlah impor

dalam negeri akan tertekan rendah karena

dari bulan Juli hingga November cukup
49

tajam, sebagaimana data BPS tercatat total

negara

impor

sudah

memperbaikinya, tapi pada kenyataannya

menjadi 2,5 juta ton dengan nilai USD 1,3

banyak petani yang harus berswadaya.

miliar (www.finance.detik.com).

Kondisi-kondisi tersebut masih diperparah

hingga

November

2011

untuk

membangun

dan

lagi ketika musim panen harga gabah
Tabel 3
Jumlah dan Nilai Impor Beras Januari –
November 2011

anjlok,

akibat

dari

ketidak

ampuhan

kebijakan stabilisasi harga dan rendahnya
harga pembelian gabah di tingkat petani.

Jumlah
Negara Asal
Impor
(ton)
Cina
3.500
Vietnam
1.600.000
Thailand
847.300
Total
2.450.000
Setara
Sumber : BPS, 2011

Untuk menekan laju inflasi, petani pula

Nilai

yang
USD 11 Jt
USD 835,6 Jt
USD 475,8 Jt
USD 1,3 Miliar
Rp 11.7 Triliun

Dana sebesar itu tentunya dapat
digunakan untuk program kebijakan yang
lebih bersifat jangka panjang, dan tentu
saja tanpa merugikan petani. Kharakter
petani saat

ini masih belum

banyak

berubah, kepemilikan lahan petani ratarata

sempit,

menggunakan

teknologi

sederhana serta modal usaha tani yang
terbatas.
karena

Keterbatasan
hasil

produksi

modal

tersebut

pertanian

harus

dikorbankan,

pemerintah

harus

karena

mengusahakan

pemenuhan kebutuhan pangan penduduk
dengan memurah-murahkan harga beras
sehingga rakyat masih mampu membeli.
Kebijakan tersebut tentu saja melemahkan
posisi tawar petani dan memperlemah nilai
tukar sektor pertanian. Dengan kondisi
seperti

itu,

bagaimana

meningkatkan

petani

produksinya?

dapat
Namun

kurangnya produksi pangan nasional akan
dijawab pemerintah dengan usaha instan
(impor).
LIBERALISASI KOMODITAS PANGAN

tidak

Salah

satu

cara

kapitalisme

seberapa banyak, namun biaya usaha tani

mengusai

yang dikeluarkan sangat tidak sebanding

masuk melalui sektor pangan. Setelah

dengan harga jual gabah tingkat petani.

Perang

Dunia

Dua

Subsidi yang selama ini diberikan tidak

Negara

bekas

jajahan

tepat

menghadapi

sasaran,

karena

lebih

banyak

perekonomian

lokal

berakhir,
yang

persoalan

adalah
banyak
merdeka
sulitnya

dinikmati oleh mereka yang bukan petani

menyediakan pangan bagi penduduknya.

kecil, seperti subsidi pupuk yang lebih

Perusahaan multinasional hadir ditengah

menguntungkan para pedagang dan petani

masalah pangan tersebut menawarkan

besar. Bangunan irigasi banyak yang

teknologi canggih, yakni bibit padi hibrida,

rusak,

rekayasa

mestinya

merupakan

kewajiban

genetika

yang

memiliki
50

produktivitas sangat tinggi. Saat padi lokal

Selain itu penggunaan bibit padi

hanya mampu menghasilkan padi 3 atau 4

hibrida juga telah menghilangkan bibit padi

ton per ha dengan masa panen 2 kali

lokal yang memiliki kemampuan untuk

setahun,

dikombinasikan

melakukan regenerasi. Penggunaan bibit

dengan pupuk kimia nenawarkan hasil 7-8

hibrida juga membawa implikasi pada

ton per ha dengan masa tanam 3 kali

ketergantungan pada penggunaan pupuk.

setahun. Sebuah tawaran menarik yang

Kebutuhan akan bibit dan pupuk hanya

kemudian diadopsi oleh Indonesia dengan

dapat dipenuhi melalui pembelian kepada

segala

MNC, karena produksi bibit dan pupuk lokal

padi

biaya,

hibrida

penyediaan

infrastruktur

pertanian, subsidi pupuk dan saprodi,

tidak

subsidi

Indonesia pun secara pasti telah pula

transportasi

dikucurkan

(Retnandari, 2010).
Dengan

beras

revolusi

Indonesia

hijau
mampu

mengeluarkan negara ini dari predikat
pengimpor

beras

terbesar

di

dunia.

Keberhasilan peningkatan produksi beras
tersebut

juga

diikuti

dengan

gerakan

“makan nasi” sehingga seluruh penduduk
Indonesia mengkonsumsi nasi. Bahkan
saat itu orang dimasukkan dalam golongan
miskin

dan

terbelakang

mengkonsumsi

Kondisi

pertanian

mengalami ketergantungan terhadap MNC,

mengadopsi

produksi

mencukupi.

nasi

apabila

sebagai

tidak

makanan

pokoknya. Keberhasilan produksi beras ini
tanpa terasa diikuti oleh hilangnya berbagai

sementara

kejayaan

beras

itu

tidak

berlangsung lama, karena setelah tahun
1990 Indonesia kembali terpuruk dalam
sektor perberasan, impor terus meningkat
setiap tahunnya. Sangat ironis, karena
hampir semua penduduk telah terbiasa
mengkonsumsi beras dan meninggalkan
sumber karbohidrat lokal. Bahkan survival
strategy

dalam

pemenuhan

kebutuhan

pangan pun menjadi sangat bias beras.
Banyak daerah dengan produksi pertanian
non beras yang umumnya memiliki nilai jual

kearifan lokal dalam penyediaan pangan.

lebih

Sebelumnya hampir di setiap daerah di

penduduknya

Indonesia mengenal sumber karbohidrat

mengkonsumsi

lokal yang telah disediakan oleh alam.

pokok. Sehingga hasil penjualan produk

Orang Madura dan NTT mengkonsumsi

pertaniannya kemudian digunakan untuk

jagung,

membeli beras.

masyarakat

Indonesia

Timur

mengkonsumsi sagu, penduduk Papua

rendah

dari

beras,

sudah
nasi

namun
terbiasa

sebagai

makanan

Penguasaan atas pangan Negara

Pedalaman mengkonsumsi ubi, bahkan

berkembang

oleh

Negara

maju

juga

orang Jawa mengkonsumsi berbagai jenis

bersumber dari kebijakan Negara maju

umbi sebagai sumber pangan karbohidrat.

atas produk pangan mereka. Dengan
51

menggunakan mekanisme yang tidak diatur

Amerika Serikat adalah negara yang serius

dalam perjanjanjian perdagangan dunia,

menggarap pasar negara yang minus

Negara

beras, termasuk Indonesia (Retnandari,

maju

masih

tetap

melakukan

subsidi dalam jumlah besar bagi sektor
panggannya.

Sebagai

Negara

Salah satu resep yang ditawarkan

Eropa memberikan subsidi pada sapi

IMF adalah : harga beras dibuat rendah

mereka

agar dapat terjangkau konsumen miskin.

setidaknya

contoh,

2010).

US$

2

per

hari.

Pemberian subsidi pada sektor pertanian

Resep

itu memungkinkan Negara maju untuk

menyembuhkan,

menjual produk pertaniannya dengan harga

akutnya penyakit kemiskinan pada petani.

murah di pasar dunia. Logika sederhana

Bagaimana

ketika

di

rekomendasi tersebut negara secara tidak

supermarket Indonesia dapat diperoleh

langsung memaksa petani untuk menjual

dengan harga lebih murah dari pada harga

murah produk pertaniannya. Selain itu,

daging sapi lokal, maka konsumen akan

belitan hutang juga memaksa Indonesia

membeli daging sapi impor. Jika hal ini

untuk mengikuti

dibiarkan maka produk sapi lokal tak akan

“permainan” perdagangan dunia. Makanya

ada

kebijakan berbagai sektor di Indonesia

daging

yang

sapi

mau

dari

membeli,

Eropa

akibatnya

ini

tentu

saja

namun

tidak,

menambah

dengan

telah

menjadi peternak. Secara ekstrim ketika

ketentuan

seluruh peternak telah mati, tidak ada lagi

perdagangan

produk daging lokal, maka dengan mudah

Perjanjian Pertanian (AoA). Dalam sektor

harga daging impor akan naik. Inilah politik

pertanian,

dagang yang dengan mudah terjadi ketika

seluruh mata tarif komoditas pertanian,

negara tidak melakukan campur tangan

melalui ketentuan tarifikasi dan hambatan

apapun pada masa perdagangan bebas ini.

non tarif. Jumlah mata tarif komoditas

Bagi

pertanian

pertanian yang diikat di GATT (General

bukanlah sektor strategis dalam pengertian

Agreement on Tariffs and Trade), cikal

sebagai

bakal WTO, mencapai 1.341 komoditas.

maju

penyerap

sektor

tenaga

kerja

atau

penyedia pangan, sebab sektor ini di
Negara maju umumnya hanya mengusai
sebagian kecil penduduknya. Subsidi pada
sektor pertanian jelas merupakan kebijakan
politik

untuk

menguasai

Negara

lain.

dengan

mengikuti

perternak pun beralih profesi tak lagi

Negara

diselaraskan

bukan

yang
dunia,

Indonesia

ketentuan-

berlaku

dalam

salah

satunya

telah

mengikat

Indonesia juga mengikuti ketentuan WTO
dalam hal akses pasar, sehingga Indonesia
tidak pernah menutup pasar terhadap
komoditas hasil pertanian dunia. Dalam
shedule

of

commitment

Indonesia,

komitmen atas akses pasar diberikan untuk
52

dua komitmen yaitu beras dan produk-

terpinggirkan, mereka miskin dan mereka

produk

juga

seringkali tidak dianggap ada sehingga

mensyaratkan besaran dukungan domestik

tidak perlu didengarkan suaranya, kecuali

bagi sektor pertanian dan subsidi ekspor.

hanya pada saat menjelang pemilu tentu

Di

Indonesia

saja. Kepemilikan lahan petani rata-rata

memberikan komitmen untuk mengurangi

sempit, menggunakan teknologi sederhana

subsidi ekspor beras, baik dalam jumlah

serta modal usaha tani yang terbatas.

maupun nilainya (Khudori, 2010).

Keterbatasan modal tersebut karena hasil

Sungguh suatu ironi, Indonesia yang
masih tergolong negara agraris ini ternyata
masih menghadapi fakta bahwa negara
meminggirkan sektor pertanian. Padahal
sesungguhnya sektor pertanian adalah
sektor ekonomi yang strategis, karena
merupakan basis ekonomi rakyat di
pedesaan, yang menguasai hajat hidup
sebagian besar penduduk, dan menyerap
sebagian besar tenaga kerja. Sementara
negara-negara maju, yang mengandalkan
industri, berteknologi tinggi, umumnya
memproteksi petaninya, yang notabene
hanya
sedikit
jumlahnya,
namun
kebalikannya di Indonesia cenderung tidak
ramah pada petani, meskipun petani
merupakan mayoritas dan kontributor
utama dalam sistem ekonomi dan politik
(Arifin, 2001).
Globalisasi melalui agen-agennya

produksi pertanian tidak seberapa banyak,

yang disebut WTO, GATT dan lainnya turut

harga pembelian gabah di tingkat petani.

menghantam sektor pertanian Indonesia.

Untuk menekan laju inflasi, petani pula

Di negara agraris ini, menyejahterakan

yang

petani hanya sekedar janji manis pada saat

pemerintah

pemilu, dan hanya menjadi bumbu dalam

pemenuhan kebutuhan pangan penduduk

politik

sebagai

dengan memurah-murahkan harga beras

mendukung

sehingga rakyat masih mampu membeli.

pembangunan dan seharusnya mendapat

Kebijakan tersebut tentu saja melemahkan

perhatian,

posisi tawar petani dan memperlemah nilai

susu.

bidang

Selain

subsidi

Petani

yang
justru

WTO

ekspor

pencitraan.

stakeholder

itu

terabaikan.

Mereka

namun biaya usaha tani yang dikeluarkan
sangat tidak sebanding dengan harga jual
gabah tingkat petani. Subsidi yang selama
ini diberikan tidak tepat sasaran, karena
lebih banyak dinikmati oleh mereka yang
bukan petani kecil, seperti subsidi pupuk
yang lebih menguntungkan para pedagang
dan petani besar. Bangunan irigasi banyak
yang

rusak,

mestinya

merupakan

kewajiban negara untuk membangun dan
memperbaikinya, tapi pada kenyataannya
banyak petani yang harus berswadaya.
Kondisi-kondisi tersebut masih diperparah
lagi ketika musim panen harga gabah
anjlok,

akibat

dari

ketidak

ampuhan

kebijakan stabilisasi harga dan rendahnya

harus

dikorbankan,
harus

karena

mengusahakan

53

tukar sektor pertanian. Dengan kondisi

lainnya di tangan segelintir perusahaan

seperti

transnasional (Bahagijo, 2006).

itu,

bagaimana

meningkatkan

petani

produksinya?

dapat
Namun

kurangnya produksi pangan nasional akan
dijawab pemerintah dengan usaha instan :
impor.
Liberalisasi
pada

perdagangan

gilirannya

ketergantungan

pangan

meningkatkan

Indonesia

terhadap

pangan impor. Pada periode 1989-1991,
Indonesia tercatat sebagai pengekspor
pangan (net exporter) dengan nilai sekitar
US$ 418 juta per tahun. Namun sejak
1994, Indonesia beralih menjadi pengimpor
pangan murni (net food importer). Pada
periode 1998-2000 Indonesia mengimpor
pangan rata-rata US$ 863 juta per tahun.
Selama periode 1996-2003 Indonesia per
tahun rata-rata mengimpor beras 2,83 juta

PEREMPUAN

PETANI

TURUT

pertanian

perempuan

TERPINGGIRKAN
Di

sektor

memiliki peran penting. Mereka sangat
memahami dan menjadi pemain kunci
dalam pengelolaan dan penyimpanan jenis
padi. Mereka mampu bekerja sama secara
sinergis dengan petani laki-laki dalam
proses budi daya pertanian. Petani laki-laki
akan menyiapkan lahan pertanian dengan
membajak dan mengairi, dan selanjutnya
dalam

penanaman

dilakukan

oleh

Pembagian

benih

padi

petani
ini

akan

perempuan.
seakan-akan

mengisyaratkan bahwa kelembutan dan
kasih sayang perempuan selalu dibutuhkan

ton, gula 1,6 juta ton, jagung 1,2 juta ton,

dalam hal apapun yang berkaitan dengan

kedelai 0,8 juta ton, serta beberapa bahan

proses awal pertumbuhan.

pangan lainnya. Semua itu – banjir pangan

Sejak

dulu

hingga

sekarang

impor, hambatan untuk melakukan ekspor

perempuan menjadi penentu ketahanan

komoditas, dan tidak adanya subsidi bagi

pangan

petani,

petani

pertanian modern membuat petani makin

berkurang, beban utang tinggi di kalangan

tergantung pada sarana produksi pertanian

petani, bertambahnya petani tunakisma,

modern seperti benih, pupuk dan pestisida.

dan meningkatnya jumlah penduduk rawan

Mekanisasi pertanian dan penggunaan

pangan. Budaya dan cara hidup petani pun

mesin penggiling padi menyebabkan peran

makin

pertanian

perempuan petani terpinggirkan. Kearifan

masyarakat desa yang selama berabad-

lokal digusur oleh pengetahuan modern

abad

pemenuhan

yang tidak berakar budaya lokal. Hak kaum

kebutuhan sendiri dan berkelanjutan lenyap

perempuan petani diabaikan dengan makin

ditelan

menguatnya

membuat

terpinggir.
berorientasi
konsentrasi

pendapatan

Sistem
pada

kepemilikan

tanah,

penguasaan benih, dan alat-alat produksi

keluarga.

Namun

cengkeraman

desakan

perusahaan

transnasional. Peran kaum perempuan
54

pangan

penghargaan sesuai dengan peran penting

telah

mereka. Perempuan petani memiliki akses

dimanipulasi oleh kebijakan nasional dan

jauh lebih kecil dibanding petani laki-laki

kesepakatan

dalam hal sumber daya produktif maupun

sebagai

penjaga

keluarga

dan

ketahanan

komunitas

lokal

internasional

(Bahagijo,

layanan pemerintah.

2006).

Semakin

Penggunaaan varietas baru dan

terpinggirkannya

penggunaan teknologi mekanisasi sejak

perempuan petani di sektor pertanian

revolusi hijau mengakibatkan hilangnya

memaksa perempuan petani untuk mencari

beberapa

sumber

kesempatan

kerja

bagi

penghidupan

lain

sebagai

perempuan petani. Perempuan petani yang

dukungan pemenuhan kebutuhan domestik

biasa bekerja dengan ani-ani tidak lagi

yang

tampak pada saat ini, demikian pula

perempuan adalah pihak yang akan selalu

dengan proses penyiapan bibit dengan

menjadi tumpuan ketika kondisi ekonomi

teknologi yang berdasarkan kearifan petani

rumah tangga semakin dalam kondisi

dan biasa dilakukan secara sinergis antara

kekurangan akibat cekikan mahalnya harga

petani perempuan dan petani laki-laki
dalam keluarga pun sangat jarang lagi
terjadi. Begitu pun dengan munculnya
penggilingan-penggilingan

padi

yang

biasanya dimiliki oleh para pemilik modal
maupun

petani

meminggirkan

kaya,

petani

turut

pula

perempuan

yang

sebelumnya berperan dalam proses panen
sebagai

penumbuk

perempuan

petani

kesempatan

terbatas

padi.

Saat

hanya
dalam

ini

memiliki
sektor

pertanian, diantaranya sebagai buruh tani
dan buruh angkut hasil panen. Kesempatan
mereka sebagai buruh tani harus bersaing

semakin

mahal.

Sebenarnya

kebutuhan pokok. Perempuan merupakan
pihak yang lebih adaptif dan luwes dalam
menghadapi

keterbatasan

dan

keterpurukan. Dengan kepemilikan lahan
pertanian yang sempit mereka mampu
mendapatkan
melalui

tambahan

pengolahan

penghasilan

hasil

tanaman

sampingan seperti sayuran maupun ketela.
Meskipun dengan ketrampilan terbatas
mereka mampu membuat kerajinan yang
memiliki
mampu

nilai

ekonomis.

masuk

perdagangan

Mereka

dalam

meskipun

juga

kegiatan

dengan

modal

dengan buruh tani laki-laki, akibatnya

terbatas dan komoditas perdagangan yang

mereka

sangat minimal.

tidak

jarang

harus

bersedia

Peningkatan kebutuhan hidup yang

mendapatkan upah yang lebih rendah dari
petani laki-laki. Hingga saat ini perempuan

terus

petani

perempuan petani untuk menjadi tenaga

memang

belum

mendapatkan

terjadi

mendorong

sebagian

55

kerja di luar negeri. Menjadi tenaga kerja

struktur

wanita (TKW) merupakan pilihan untuk

(Sayogyo, 1985 dalam Suyanto, 1996).

mendapatkan

Tetapi dalam kenyataannya teori tersebut

penghasilan

yang

lebih

dalam

keluarga

tidak

Di luar negeri ini pun mereka hanya

sumbangan

bekerja sebagai pekerja kelas rendahan,

kelangsungan hidup keluarganya tergolong

sebagai buruh pabrik dan sebagian besar

besar, tetapi hal ini tampaknya tidak diikuti

pembantu rumah tangga. Banyak berita

dengan terjadinya perubahan peran kaum

menyebutkan

perempuan dalam proses pengambilan

TKW

kita

tidak

keputusan

negeri

urusan keluarga.

akibat

kebodohan

dan

Meskipun

perempuan

mendapatkan perlakuan yang layak di
orang

terbukti.

sendiri

besar guna mengatasi kerawanan pangan.

bahwa

banyak

itu

yang

dalam

menyangkut

berbagai

ketidakberdayaan.
Sebagai pihak yang selalu menjadi

PENUTUP
Kebijakan pangan merupakan paket

peran utama pada saat kondisi terpuruk,
perempuan juga menjadi korban pertama
dalam kondisi yang sama. Peningkatan
kebutuhan hidup tidak jarang memaksa
perempuan untuk mengalah dalam hal
kecukupan pangan, kebutuhan aktualisasi
diri

dan

akses

pengorbanan

pendidikan.

tersebut

Meskipun

mulia,

namun

semakin menurunkan penghargaan kepada
mereka. Lemahnya fisik akibat kurang
asupan
mengakibatkan

pangan,
mereka

kebodohan,
tidak

mampu

mengakses pekerjaan. Jikapun mampu
bekerja, posisi mereka selalu di bawah laki-

kebijakan yang teorisasinya telah lama
dirumuskan dan diterapkan oleh banyak
negara.
tujuan

semakin

sosial-ekonomi

besar

beragam
senantiasa

dicanangkan teramat populis dengan dalih
kepentingan

bagi

kesejahteraan
konsumen

keadilan

rakyat,

maupun

dan

baik

rakyat

produsen

pangan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan
pangan tidak hanya menyangkut segi
sosial-ekonomi namun juga pada politik.
Komoditas

pangan

khususnya

beras

sangat memainkan peran penting dalam
hajat

teoritis,

aplikasinya,

kedaulatan bangsa karena

laki dalam hal jabatan dan upah.
Secara

Dalam

hidup

pemenuhannya

orang

merupakan

banyak

merupakan

yang

keharusan.

sumbangan ekonomi pihak perempuan

Oleh karena itu beras tidak boleh menjadi

bagi kelangsungan hidup keluarganya,

komoditas yang harganya mahal sehingga

sebenarnya akan mempengaruhi alokasi

dapat memicu inflasi. Berbagai kebijakan

dan

ada

ditempuh untuk memurahkan harga beras,

disamping aspek pembagian kerja dan

salah satu yang paling kontroversial adalah

distribusi

kekuasaan

yang

56

kebijakan impor yang dirasa merupakan

negara-negara tersebut kaya, tetapi lebih

kebijakan yang semakin memarginalkan

pada karena pangan adalah cerminan

petani.

kedaulatan bangsa.
Di

negara

agraris

ini,

menyejahterakan petani hanya sekedar
janji manis pada saat pemilu, dan hanya

PUSTAKA PUSTAKA

menjadi bumbu dalam politik pencitraan.

Box, Richard C., 1998, Citizen Arifin,
Bustanul dan Rachbini, Didik J.
2001.
Ekonomi
Politik
dan
Kebijakan Publik. PT Grasindo
Jakarta.

Petani

sebagai

mendukung

stakeholder

yang

pembangunan

dan

seharusnya mendapat perhatian, justru
terabaikan. Mereka terpinggirkan, mereka
miskin

dan

dianggap

mereka

ada

seringkali

sehingga

tidak

tidak

perlu

didengarkan suaranya, kecuali hanya pada
saat menjelang pemilu tentu saja. Secara
ringkas posisi petani saat ini adalah : (1)
produsen bahan pangan murah, (2) korban
kebijakan
petani,

fiskal

(3)

yang

pengaman

memarginalkan
inflasi

dengan

memurah-murahkan harga pangan, (4)
menjadi bemper ketenagakerjaan ketika
pemerintah tidak mampu menyediakan
lapangan kerja.
Sudah
belajar

dari

menunjukkan

semestinya
sejarah.
bahwa

Indonesia

Banyak
pangan

fakta
dapat

digunakan sebagai senjata ampuh untuk
menekan suatu negara. Sejumlah negara
seperti Jepang telah merasakan embargo
kedelai,

negara

sebesar

Uni

Sovyet

Bahagijo, Sugeng (ed), 2006. Globalisasi
Menghempas Indonesia. Pustaka
LP3ES Indonesia.
Hadar, Ivan A. 2004. Utang, Kemiskinan
dan Globalisasi. Lapera Pustaka
Utama Yogyakarta.
Internasional Forum on Globalization.
2003. Globalisasi Kemiskinan dan
Ketimpangan. Cindelaras Pustaka
Rakyat Cerdas Yogyakarta.
Khudori.

2008. Ironi Negeri
INSISTPress Yogyakarta.

Beras.

Maksum, Mochammad. 2010. Rakyat Tani
Miskin. Adiyta Media Yogyakarta.
Maksum, Mochammad. 2011. Pedesaaan
Sebagai Sumber Pangan : Dalam
Cengkeraman
Gurita
Neoliberalisme dalam Ekonomi
Politik
Pangan.
Bina
Desa
Cindebooks.
Seabrook, Jeremy. 2006. Kemiskinan
Global Kegagalan Model Ekonomi
Neoliberalisasi.
Resist
Book
Yogyakarta.
Suyanto, Bagong. 1996. Kemiskinan dan
Kebijakan
Pembangunan:
Kumpulan Hasil
Penelitian. Aditya Media Yogyakarta

tercerai berai manakala ekspor gandum AS
dihentikan. Oleh karenanya sejauh ini
negara-negara maju masih memberikan
subsidi

demikian

petaninya

bukan

besar

kepada

semata-mata

para
karena

Sumber Lain :
Retnandari, Nunuk Dwi. 2010. Mengenal
Ilmu Ekonomi Sebagai Dasar
57

Pengambilan Kebijakan Publik.
Magister
Administrasi
Publik
Universitas Gadjah Mada.
Maksum, Mochammad. Makalah Seminar
„Harga
Pangan:
dari
Krisis
menuju
Stabilitas‟.
Diselenggarakan oleh Program
Magister Teknologi Pangan dan
Fakultas
Teknologi
Pangan
Universitas Katolik Soegijapranata
Semarang bekerjasama dengan
Perkumpulan Pelayanan Tani dan
Nelayan
Lestari
(P2TNL),
di
Semarang, Selasa, 11 Oktober
2011

58