PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP EKSPRESI BUD

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP EKSPRESI
BUDAYA TRADISIONAL (EBT) OLEH NEGARA
SEBAGAI PEMEGANG HAK CIPTA KEKAYAAN
INTELEKTUAL KOMUNAL MASYARAKAT
Tugas Dalam Mata Kuliah Hukum Kekayaan Intelektual

BAYU AKBAR WICAKSONO
E1A014149

Kelas A

Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
2016

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara luas yang memiliki jumlah penduduk melebihi 250 juta jiwa dan

kaya akan keanekaragaman budaya serta kearifan local yang terluas di dunia. Potensi budaya
yang sangat besar ini harus dilindungi oleh negara karena mempunyai nilai ekonomi yang sangat
tinggi. Namun perlindungan dan pemanfaatan atas keanekaragaman budaya ini belum terstruktur
dan koordinatif dengan proses dan mekanisme yang mengedepankan pentingnya Hak kekayaan
Intelektual (HKI) sebagai suatu sistem hukum yang mengatur perlindungan Ekspresi Budaya
Tradisional (EBT). EBT merupakan istilah yang di gunakan WIPO (World International
Property Organization) dalam berbagai fora internasional Pemaknaan EBT yang dikemukakan

oleh WIPO ditujukan untuk memberikan garisan terhadap suatu karya budaya yang bersifat
tradisional dan dimiliki oleh suatu masyarakat tradisional sebagai karya intelektual yang berasal
dari kebudayaan tradisional milik kelompok masyarakat tradisional. Pemberian makna tersebut
akan menjadi acuan untuk menetapkan suatu karya intelektual dari budaya tradisional dan
mengkaitkannya pada satu kelompok masyarakat sebagai pengemban.

Dalam glosarium hak cipta dan hak terkait, Eddy Damian berpendapat bahwa EBT merupakan
suatu ciptaan dalam bidang seni yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional
sebagai kultur bangsa yang merupakan sumber daya bersama dikembangkan dan dipelihara atau
dilestarikan oleh komunitas atau masyarakat tradisional tertentu atau organisasi sosial tertentu
dalam kurun waktu secara berkesinambungan.1 EBT bersifat “religio magis agraris rural”
merupakan bentuk material yang berkembang dari generasi ke generasi dan bukan kebaruan

hanya berupa pengulangan, diampu secara komunal dan tidak selalu bermakna dalam budaya
industri2

1

Eddy Damian, Glosarium Hak Cipta dan Hak Terkait, Bandung, Alumni, hlm. 29-30
Miranda Risang Ayu, Harry Alexander, Wina Puspitasari, Hukum Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional
dan Ekspresi Budaya Tradisional, Bandung, Alumni, hlm. 5
2

Hingga tahun 2013, EBT di Indonesia dilindungi oleh beberapa ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang tersebar. Namun, di penghujung tahun 2014, undang-undang hak
cipta yang diberlakukan di Indonesia cukup memberi harapan atas perlindungan EBT. Hal ini
tertuang dalam pasal 38 UUHC sebagai berikut :

(1). Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh negara
(2). Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya
tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(3). Penggunaaan ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya.

(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai hak cipta yang dipegang oleh Negara atas ekspresi
budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
Pemerintah.

Permasalahannya adalah budaya masyarakat tradisional tidak mengenal hak cipta. Nilai-nilai
budaya masyarakat setempat tidak mengenal kepemilikan individu terhadap suatu karya cipta
dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni. Keadaan ini tampak jelas dalam penghargaan
atas kreativitas dan karya seni dalam masyarakat tradisional. 3 Jika kita melihat negara Malaysia
telah mempunyai suatu Undang-Undang Tahun 2005 Akta 645 Tentang Warisan Kebangsaan
(Undang-Undang Warisan Kebangsaan). Sedangkan Australia sudah melakukan dokumentasi
pada kesenian-kesenian suku asli Aborigin dan mempunyai dokumen lengkap terkait dengan
expressions of folklore yang dimiliki suku Aborigin sebagai suku asli Australia.4 Di lain pihak,

beberapa kekayaan intelektual dan EBT Indonesia telah diakui sebagai milik bangsa lain seperti
Tari Pendet, Wayang, dan Reog Ponorogo yang di klaim merupakan kekayaan tradisional
Malaysia. Demikian juga naskah kuno masyarakat adat Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara
telah dimiliki dan digitalisasi oleh Malaysia.

3


Budi Agus Riswandi, Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Jakarta, RajaGrafindo

Persada, 2005, hlm. 204
4

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20725/mempersoalkan-perlindunganitraditional-knowledgei, akses

tanggal 9 Oktober 2016 pukul 11:32 WIB

I.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang di sebutkan sebelumnya, maka identifikasi masalah yang dikemukakan
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah implementasi asas perlindungan hukum terhadap EBT yang merupakan
kekayaan intelektual komunal masyarakat ditinjau dari Undang Undang Hak Cipta ?
2. Apakah upaya-upaya Pemerintah dalam mengelola EBT telah sesuai dengan prinsip-prinsip
HKI?

BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Perlindungan Hukum Terhadap EBT Masyarakat Yang Merupakan Kekayaan
Intelektual Komunal
Perlindungan hukum terhadap HKI mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam
tatanan internasional dan bahkan menjadi salah satu issue pada pada era globalisasi dan
liberalisasi sekarang ini. Khusunya sejak disepakatinya perjanjian internasional tentang Aspekaspek Hak kekayaan Intelektual dalam Perdagangan (Trade Related Aspects of Intellectual
Property

Right-TRIPs

Agreement),

yang

merupakan

bagian

tidak

terpisahkan


dari

perjanjian tentang Pendirian World Trade Organization (WTO) yang telah diratifikasi oleh 150
lebih negara di dunia . Perjanjian ini mengukuhkan penegakan hukum (law enforcement) yang
lebih dan memperluas ruang lingkup perlindungan HKI dari perjanjian internasional sebelumnya
yang diprakarsai oleh World Intellectual Property Organization(WIPO).seperti Perjanjian Bern
(art and literary work) dan Perjanjian Paris (Intellectual Property) dan Perjanjian Washington.

Banyaknya Negara yang menjadi peserta perjanjian TRIPs menunjukkan, kepedulian
masyarakat internasional terhadap perlindungan HKI. Hal ini membawa dampak terhadap upaya
peningkatan perlindungan HKI di tinkgat lokal /nasional termasuk Indonesia. Pada dasa warsa
terakhir ini Indonesia telah meratifikasi perjanjian-perjanjian internasional di bidang HKI dan
melakukan revisi juga mengeluarkan peraturan baru di bidang perundang undangan HKI.

Walaupun demikian perkembangan di bidang perlindungan HKI dihadapkan pada
isu yang menyangkut kepentingan potensi kekayaan intelektual yang berasal dari sebagian besar
Negara berkembang termasuk Indonesia, yaitu perlindungan kekayaan intelektual berbasis
pengetahuan tradisional atau tradisional knowlegde (TK), traditional cultural expression
(TCe) atau folklore dan genetic resources (GR).Kekayaan intelektual tradisional yang berupa


karya cipta ataupun pengetahuan merupakan hasil kreativitas seseorang atau kelompok
masyarakat sebagai

ungkapan

tradisi

budaya turun

temurun

dari

satu

generasi ke

generasi dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidupnya yang ditransmisikan


secara lisan dan penciptanya anonim.5 Suatu kekayaan tradisional dapat berupa karya cipta
tradisional (folklore) dan pengetahuan tradisional (traditional knowledge). Folklor adalah hasil
karya tradisional sebagai ungkapan seni (Traditional Cultural Expressions) dan Traditional
Knowledge adalah aspek pengetahuan yang mengandung unsur teknologi.6 Ciri yang melekat

pada hasil karya ataupun temuan tradisional mengandung nilai-nilai kearifan dalam hubungan
manusia dengan manusia, dengan alam dan Tuhannya. Kekayaan intelektual tradisional
ini dilestarikan, dikembangkan serta dijadikan bagian identitas budaya terutama oleh kelompok
masyarakat lokal dan atau masyarakat yang adat yang berada di sebagian besar wilayah Negara
berkembang dan Indonesia.

Persoalan terjadi pada ekspresi budaya tradisional atau EBT (Traditional Cultural
Expressions/Expressions

of

Folklore) sebagai

salah


satu

bentuk

darikekayaan intelektual tradisional. EBT memiliki nilai budaya yang sangat besar sebagai
bentuk warisan budaya yang terus menerus berkembang bahkan dalam masyarakat modern di
penjuru dunia. Sementara di sisi lain, mereka juga memegang peran penting sebagai bagian dari
identitas sosial dan wujud ekspresi budaya dari suatu masyarakat lokal.

Ekspresi budaya tradisional Indonesia juga mempunyai potensi ekonomi yang
menjanjikan terutama terkait dengan industri pariwisata dan industri ekonomi kreatif. Di bidang
industri pariwisata misalnya, industri pariwisata di Bali yang hampir semuanya berbasis
EBT mempunyai sumbangan yang sangat besar sebagai sumber pendapatan ekonomi daerah
dan menjadikan Bali dikenal seluruh dunia. Di bidang industri ekonomi kreatif terutama produk
kerajinan berbasis EBT seperti, kerajinan batik, ukir kayu, ukir tembaga, perak adalah produk
mempunyai sumbangan yang cukup besar untuk menyumbang devisa negara.

Namun perkembangan teknologi modern terutama di bidang telekomunikasi dapat
menimbulkan berbagai penggunaan secara tak pantas dari EBT yang ada. Berbagai bentuk
komersialisasi terhadap EBT terjadi bahkan hingga tingkat global tanpa seijin masyarakat adat

5

Sedyawati Edy, Warisan Tradisi, Penciptaan, dan Perlindungan , Makalah dalam Temu Wicara Perlindungan
Hukum Floklor dan Traditional Knowledge, Dirjen HKI, Departmen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta 13 Agustus
2003, halaman 3
6
Loc.Cit

pemiliknya. Komersialisasi ini juga disertai dengan berbagai bentuk distorsi, pengubahan
maupun modifikasi terhadap EBT secara tidak pantas

Perlu diakui bahwa konsep HKI yang kita anut berasal dari Barat, yaitu konsep yang didasarkan
atas kemampuan individual dalam melakukan kegiatan untuk menghasilkan temuan (invention).
Yang dilindungi oleh HKI adalah kepentingan ekonomi dari hasil kreasi manusia bukan wujud
bendanya dan bukan pula idenya. Bila dilihat dari akar budaya, HKI tidak mempunyai akar
dalam kebudayaan bangsa Indonesia dan juga tidak terdapat dalam sistem hukum adat.
7

Masyarakat adat pada umumnya tidak mengenal konsep HKI. Demikian juga konsep yang


menyangkut perlindungan hak cipta bukan merupakan ide yang dimiliki bangsa Indonesia. 8
Dalam Pasal 1 ayat 1 UUHC disebutkan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang
timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam
bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Ciptaan-ciptaan dilindungi Hak Cipta sebagai hak eksklusif, semata-mata diperuntukkan bagi
pencipta, pemegang hak cipta atau pihak lain yang memanfaatkan hak tersebut dengan seizin
pencipta. Hak eksklusif terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.

Dalam Pasal 1 ayat 1 UUHC disebutkan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang
timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam
bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Ciptaan-ciptaan dilindungi Hak Cipta sebagai hak eksklusif, semata-mata diperuntukkan bagi
pencipta, pemegang hak cipta atau pihak lain yang memanfaatkan hak tersebut dengan seizin
pencipta. Hak eksklusif terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.

EBT juga mempunyai potensi ekonomi yang menjanjikan terutama terkait dengan industry
pariwisata dan industri ekonomi kreatif seperti ukir kayu, ukir perak, tenunan adalah produk
yang mempunyai sumbangan yang cukup besar untuk menyumbang devisa negara. Namun
perkembangan teknologi informasi dapat menimbulkan berbagai penggunaan yang tak pantas
dari EBT yang ada. Berbagai komersialisasi terhadap EBT terjadi hingga tingkat global disertai
7
8

Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung, Mandar Maju, 1992, hlm. 32
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 1995, hlm. 27

dengan berbagai bentuk distorsi, pengubahan maupun modifikasi terhadap EBT secara tidak
pantas seperti klaim lagu tradisional Rasa Sayange tanpa otorisasi masyarakat adat Maluku
sebagai pemiliknya, atau pencurian naskah kuno Sulawesi Tenggara yang digitalisasi dan
dikomersialkan dalam museum di Malaysia merupakan pelecehan terhadap EBT Indonesia. .
Berbeda dengan hak cipta pada umumnya, ciri yang melekat pada EBT mengandung nilai-nilai
kearifan dalam hubungan manusia dengan manusia, dengan alam dan dengan Tuhannya. EBT
dilestarikan, dikembangkan serta dijadikan bagian identitas budaya oleh kelompok masyarakat
lokal atau masyarakat tradisional.

Paul Kurk menjelaskan bahwa EBT dalam masyarakat yang meliputi lagu tradisional, tarian
tradisional, cerita rakyat, dan lain-lain keberadaannya sudah ada sejak masyarakat terbentuk
sehingga jauh sebelum peraturan tertulis berlaku di masyarakat EBT sudah ada terlebih dahulu di
masyarakat komunal. Paul Kurk mendahulukan sistem tradisional daripada sistem Hak Kekayaan
Intelektual dalam sistem perlindungan EBT. Paul Kurk menyebutkan bahwa sistem tradisional
yang digunakan oleh satu masyarakat tertentu adalah dengan menggunakan hukum adat, dimana
hal ini sudah pernah dilakukan di beberapa negara Afrika yang terkenal memiliki banyak EBT
dibanding negara-negara Eropa. Kurk dalam hasil penelitiannya tersebut mengatakan bahwa
EBT meliputi praktekpraktek yang sangat berbeda antara satu komunitas dengan komunitas yang
lain, selain itu, kepemilikan dan pemanfaatannya juga haya dilakukan oleh beberapa kelompok
sosial tertentu yang didasarkan pada tingkatan pertalian dalam kekeluargaan dalam kelompok
sosial tertentu.9

9

Shabhi Mahmashani, Tesis, Konsep Kepemilikan Folklore Dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak
Cipta dan Rancangan Undang-Undang Tentang Perlindungan Dan Pemanfaatan Ekspresi Budaya Tradisional; Sebuah
Studi Perbandingan, 2010 Hlm 50

II. 2. Upaya-Upaya Pemerintah dalam Mengelola EBT berdasarkan dengan PrinsipPrinsip HKI Hak Cipta.

Untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas pelestarian ini dapat dilakukan dengan cara
penciptaan karya-karya derivasi atau modifikasi EBT tersebut dan memanfaatkan sistem HKI
khususnya hak cipta karena EBT berpotensi menjadi suatu kekayaan kebendaan ketika telah
termanifestasi dalam bentuk produk yang memiliki desain yang khas. Dalam persepektif sistem
hukum kekayaan intelektual, potensi ini merupakan hak yang bersifat kebendaan karena telah
merupakan wujud HKI. Mengingat akan semakin pentingnya peranan HKI di masa yang akan
datang, maka potensi ekonomi yang dihasilkan EBT masyarakat akan menguntungkan dalam
jangka panjang. Pembangunan fasilitas fasilitas pertunjukan untuk mengekspresikan dan
mengaktualisasikan EBT juga perlu ditingkatkan. Sarana dan prasarana pertunjukan sebagai
penunjang implementasi aktualisasi EBT masyarakat yang ada saat ini masih minim.

Ditinjau dari sudut hak moral, keberadaan sistem HKI juga sangat penting mengingat telah
terjadinya kasus pemanfaatan EBT berupa pemanfaatan naskah kuno oleh Malaysia sedangkan
masyarakat pengemban tidak memperoleh kompensasi sama sekali atas kekayaan intelektual
yang telah mereka kontribusikan. Dengan demikian peranan pemerintah sangat strategis dalam
mengupayakan perlindungan EBT masyarakat Sulawesi Tenggara yang bertumpu pada prinsipprinsip HKI.

BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi yang telah penulis paparkan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pemerintah saat ini melindungi EBT masyarakat adatnya sebagai Warisan Budaya Tak
Benda berdasarkan konvensi UNESCO Tahun 2003. Namun, implementasi perlindungan
EBT yang merupakan kekayaan intelektual komunal masyarakat ini belum relevan
dengan tujuan perlindungan yang dimaksudkan dalam Pasal 38 Undang Undang Nomor
28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta berupa perlindungan terhadap kekayaan intelektual
EBT.

DAFTAR PUSTAKA
Ayu, Miranda Risang, Dkk ,2010, Hukum Sumber Daya Genetik, Pengetahuan
Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional, Bandung, Alumni.
Damian, Eddy,2012, Glosarium Hak Cipta dan Hak Terkait, Bandung, Alumni.

Edy, Sedyawati , Warisan Tradisi, Penciptaan, dan Perlindungan, Makalah dalam Temu
Wicara Perlindungan Hukum Floklor dan Traditional Knowledge, Dirjen HKI, Departmen
Kehakiman dan HAM RI, Jakarta 13 Agustus 2003.
Hadikusuma, Hilman, 1992, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung, Mandar Maju.
Mahmashani, Shabhi, Tesis, Konsep Kepemilikan Folklore Dalam Undang-Undang No.
19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan Rancangan Undang-Undang Tentang Perlindungan Dan
Pemanfaatan Ekspresi Budaya Tradisional; Sebuah Studi Perbandingan, 2010

Riswandi, Budi Agus, Syamsudin, 2005, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum,
Jakarta, RajaGrafindo Persada.
Saidin, O.K, 1995, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta, RajaGrafindo
Persada.

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.
SUMBER LAIN
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20725/mempersoalkan-perlindunganitraditionalknowledgei, akses tanggal 9 Oktober 2016 pukul 11:32 WIB