BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Kooperatif 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keefektifan Model Pembelajaran STAD dan NHT Ditinjau dari Hasil Belajar IPA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Kooperatif

2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

  Menurut Hosnan (2014:234) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok- kelompok. Sedangkan pembelajaran kooperatif menurut Isdjoni (2014:12) yaitu strategi pembelajaran dalam kelompok kecil yang anggotanya memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota dalam kelompok harus saling membantu dan memahami materi pelajaran. Pembelajaran Kooperatif adalah strategi pembelajaran yang sukses dimana tim kecil dengan masing-masing siswa dari tingkat kemampuan yang berbeda dan mengunakan berbagai aktifitas belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang suatu subjek (Kagan dalam Hosnan, 2014: 235).

  Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa

  belajar dan bekerja sama dalam kelompok kecil secara bersama-sama dengan jumlah anggota 4 sampai 6 orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen ( Solihatin dalam Hosnan 2014:235). Pendapat lain, yang dikemukakan oleh (Nurulhayati dalam Rusman 2011:203), pembelajran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Dalam sistem ini siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Siswa juga memiliki dua tanggungjawab, yaitu belajar untuk dirinya dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar.

  Berdasarkan beberapa pengertian cooperative learning diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap bekerja sama dalam kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari 4 orang atau lebih dan setiap individu memiliki peran dalam keberhasilan kelompok.

2.1.2 Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

  Menurut Roger dan David (dalam Hosnan 2014:235) ada 6 unsur dalam model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan dalam pembelajaran, yaitu: 1) Saling ketergantungan positif; keberhasilan dalam kelompok sangat tergantung dari usaha setiap anggota kelompoknya. Guru mendorong siswa supaya memiliki rasa saling membutuhkan antar sesama. Dengan saling membutuhkan siswa jadi saling ketergantungan satu sama lain, itulah yang dimaksud dengan ketergantungan positif. 2) Interaksi tatap muka, setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Sehingga mereka dapat menjadi sumber belajar, juga dapat memperoleh informasi lain dari setiap anggota dalam kegiatan tatap muka. 3) Akuntabilitas individual; unsur ini merupakan akibat dari unsur yang pertama, jika tugas dan penilaian dalam pembelajaran kooperatif dilakukan dengan benar, maka setiap siswa akan merasakan tanggungjawab untuk melakukan yang terbaik. Nilai kelompok yang ada didasarkan pada hasil belajar semua anggotanya dalam kelompok. Penilaian kelompok yang berdasarkan rata- rata penguasaan semua anggota inilah yang dimaksud dengan akuntabilitas individual. 4) Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi; di dalam pembelajaran kooperatif dapat menjalin hubungan antarpribadi, hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek yang ditekankan yaitu aspek tenggang rasa, sopan dengan teman, mengkritik ide dan bukan orangnya, berani mempertahankan pikiran logis, mandiri dan sikap positif lainnya dapat menunjang dalam menjalin hubungan antarpribadi. 5) Komunikasi antar anggota; setiap anggota dalam kelompok tidak semuanya memiliki kemampuan yang baik ketika berbicara dan mendengar. Disinilah peran guru untuk mengajar siswa mengenai beberapa ungkapan yang baik dan tidak baik, maupun menyampaikan sanggahan dengan tepat dan sopan. Keterampilan berkomunikasi sangat menunjang untuk kelompok, hal ini tidak bisa diharapkan siswa langsung menjadi komunikator yang handal. Namun proses ini sangat bermanfaat dan dapat memperkaya pengalaman belajar serta perkembangan mental maupun emosional siswa. 6) Evaluasi hasil belajar; guru memberikan waktu bagi kelompok untuk mengevaluasi proses belajar kelompok, agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif.

  Menurut Hosnan (2014: 241) karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut : a) Positive interdepence; Hal ini menunjukkan ketergantungan di antara anggota kelompok. Jika salah satu anggota tidak bisa akan mempengaruhi keberhasilan kelompok. b) Individual accountability; jadi setiap anggota memiliki tanggungjawab untuk menyelesaikan pekerjaan, sehingga hasil belajar kelompok menjadi baik. c) Face to face promotice interaction; maksudnya adalah setiap anggota kelompok harus saling membelajarkan dan mendorong agar tujuan dan tugas yang sudah diberikan dapat dipahami oleh semua anggota dalam kelompok.

  d) Appropriate use of collaborative skills; maksudnya yaitu setiap anggota kelompok berlatih untuk dapat dipercaya, menjadi seorang pemimpin, dapat mengambil keputusan, mampu berkomunikasi dan dapat mengatur konflik. e)

  

Group processing; setiap anggota kelompok harus dapat mengatur keberhasilan

  berkelompok, mengevaluasi kelompok, dan tahu perubahan yang terjadi dalam kelompok untuk pekerjaan kelompok yang lebih efektif lagi.

2.2 Student Team Achivement Division (STAD)

2.2.1 Pengertian Student Team Achivement Division (STAD)

  Menurut Huda (2013:201) menjelaskan bahwa Student Team Achievement

  

Divisian (STAD) merupakan salah satu strategi pembelajaran kooperatif yang di

  dalamnya terdapat kelompok kecil siswa dengan kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran. Tidak hanya secara akademik, siswa juga dikelompokkan secara beragam berdasarkan ras, suku, gender dan etnis. Dalam STAD siswa diminta untuk membentuk kelompok heterogen yang masing-masing terdiri dari 4-5 anggota. Lebih lanjut Hosnan (2014:246) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang digunakan untuk menghadapi kemampuan siswa yang beragam, dimana model ini dipandang sebagai model pembelajaran yang paling sederhana dan langsung dari pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran STAD menumbuhkan kemampuan bekerja sama, kreatif, berpikir kritis dan ada kemampuan untuk membantu teman.

  Menurut Slavin (dalam Rusman 2011:213) model STAD merupakan variasi pembelajaran yang paling banyak diteliti. Model ini juga sangat mudah diterapkan, telah digunakan dalam matematika, IPA, IPS, bahasa Inggris, teknik dan banyak yang lainnya, dan digunakan di jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Di dalam STAD siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang anggotanya empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin dan sukunya. Guru memberikan pembelajaran dan setiap anggota kelompok memastikan bahwa setiap anggotanya menguasai pelajaran yang diajarkan guru. Jika siswa menginginkan kelompok memperoleh penghargaan, maka setiap anggota kelompok harus benar-benar paham dengan materi ajar tersebut dan mendorong teman kelompok untuk melakukan tugas-tugas dengan baik.

  Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Student Team (STAD) merupakan model pembelajaran yang dilakukan

  Achievement Division

  secara kelompok yang anggota kelompoknya terdiri dari 4-5 orang yang berbeda kemampuan akademik, jenis kelamin, ras dan sukunya.

2.2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD)

  Hosnan (2014:247) dalam proses pembelajaran kooperatif tipe Student

  

Team Achievement Division (STAD) terdiri dari lima komponen utama atau

  tahapan, yaitu : 1) Penyajian Kelas. Guru menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan penyajian kelas. Penyajian tersebut terdiri dari pembukaan, pengembangan dan latihan terbimbing. 2) Kegiatan Kelompok. Siswa mendiskusikan lembar kerja yang diberikan guru dan setiap anggota kelompok saling membantu untuk memahami tugas yang diberikan dan menyelesaikannya. 3) Kuis (Quizzes). Kuis adalah tes yang dikerjakan secara individu dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan siswa setelah belajar secara berkelompok. Hasil tes digunakan untuk nilai perkembangan individu dan juga digunakan sebagai nilai perkembangan dan keberhasilan kelompok. 4) Skor Kemajuan individu. Skor kemajuan individu ini tidak berdasarakan pada skor mutlak siswa, namun berdasarkan beberapa jauh skor kuis terkini yang melebihi rata-rata skor siswa yang lalu. 5) Penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok adalah pemberian predikat kepada kelompok berdasarkan skor kemajuan yang diperoleh oleh setiap masing-masing kelompok.

  Sedangkan menurut Slavin (dalam Rusman 2011:215) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievemen Division (STAD) adalah sebagai berikut: a) Penyampaian Tujuan dan Motivasi; menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa dalam belajar, b) Pembagian Kelompok; siswa di bagi ke dalam beberapa kelompok, setaiap kelompok terdiri dari 4-5 anggota yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas berdasarkan prestasi akademik, gender/jenis kelamin, ras atau etnik, c) Presentasi dari Guru; guru menyampaikan materi pelajaran dengah terlebih dahulu menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Guru dapat melanjutkan dengan memberi motivasi kepada siswa, dalam menjelaskan guru dapat dibantu dengan menggunakan media. Guru juga menjelaskan tentang tugas dan pekerjaan yang akan dilakukan oleh siswa, d) Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim); siswa belajar kelompok, guru memberikan lembar kerja sebagai pedoman dalam kerja kelompok. setiap anggota kelompok menguasai dan memberikan kontribusi. Tugas guru disini membimbing dan mengamati setiap kelompok. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD, e) Kuis (Evaluasi); Guru memberikan evaluasi kepada siswa melalui kegiatan pemberian kuis tentang materi yang sudah dipelajari dan melakukan penilaian terhadap hasil kerja setiap kelompok. Siswa mengerjakan kuis secara mandiri, tidak boleh bekerja sama dengan siswa lain. Guru memberikan skor batas penguasaan untuk setiap soal, f) Penghargaan Prestasi Tim; setelah siswa mengerjakan kuis, guru memberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya memberikan penghargaan atas keberhasilan kelompok, dapat dilakukan dengan tahap menghitung skor individu. Menurut Slavin (dalam Rusman 2011:216) untuk menghitung skor individu, lebih dari 10 poin dibawah skor tidak mendapat poin, 10 sampai 1 poin dibawah skor dasar mendapat skor perkembangan 10 poin, skor

  0 sampai 10 poin di atas skor dasar mendapat 20 poin, lebih dari 10 poin di atas skor dasar mendapat skor perkembangan 30 poin, pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar) mendapat skor perkembangan 30 poin. Sedangkan untuk menghitung skor kelompok, dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok yaitu menghitung jumlah semua skor perkembangan individu dan membagi jumlah anggota kelompok tersebut. Jadi jika rata-rata skor 0-5 tidak ada, rata-rata skor 6-15 kualifikasi tim yang baik (Good Team), rata-rata skor 16-20 mendapat kualifikasi tim yang baik sekali (Great Team), rata-rata skor 21-30 mendapat kualifikasi tim yang istimewa (super

  

team ). Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok, setelah masing-masing

  kelompok memberoleh predikat. Lalu guru memberikan hadiah kepada kelompok sesuai dengan prestasinya.

  2.2.3 Karakteristik Student Team Achievement Division (STAD)

  Arends (2001) mengemukakan karakteristik model Student Team

  

Achievement Division (STAD) yaitu 1) Tujuan Kognitif; mengenai informasi

  tentang akademik sederhana, 2) Tujuan Sosial; kerja kelompok dan kerjasama, 3) Struktur Tim; kelompok belajar heterogen dengan anggota 4-5 orang, 4) Pemilihan Topik Pembelajaran; biasanya dilakukan oleh guru, 5) Tugas Utama; siswa dapat menggunakan lembar kegiatan dan saling membantu untuk menuntaskan materi pembelajaran, 6) penilaiaan; tes mingguan.

  2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Student Team Achivement Division (STAD)

  Setiap model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan maupun kekurangan, seperti halnya dengan model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) yang memiliki kelebihan, yaitu: 1) Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma yang ada di dalam kelompok, 2) Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama, 3) Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok, 4) Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat, 5) Meningkatkan kecakapan individu, 6) Meningkatkan kecakapan kelompok, 7) Tidak bersifat kompetitif, 8) Tidak memiliki rasa dendam. Sedangkan Kekurangan model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) yaitu: 1) Kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang, 2) Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan, 3) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sekaligus sulit mencapai target kurikulum, 4) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif, 5) Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif, 6) Menuntut sifat tertentu siswa, misalnya sifat suka bekerja sama (Dess dalam Khusnul, 2013)

2.3 Number Head Together (NHT) 2.3.1. Pengertian Number Head Together (NHT)

  Model pembelajaran Number Head Together (NHT) merupakan salah satu tipe model pembelajran kooperatif, menurut Slavin (dalam Huda 2010:203) metode yang dikembangkan oleh Rush Frank ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu didalam kelompok. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan akademik siswa. Model pembelajaran NHT adalah suatu model pembelajaran dimana siswa dibagi ke dalam kelompok, kemudian setiap siswa memakai nomor dikepala yang berbeda yaitu angka 1-4, kemudian guru memanggil nomor secara acak. Sejalan dengan pendapat Slavin, menurut Hosnan (2014:252) Model pembelajaran Number Head Together (NHT) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.

  Sedangkan Menurut Lie (2010:59) Number Head Together (NHT) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Teknik ini memberikan kesempatan siswa untuk saling berbagi ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga dpat menciptakan kerja sama antar siswa dengan tidak memandang gender, ras, suku maupun latar belakang yang berbeda.

2.3.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Number Head Together (NHT)

  Langkah-langkah dalam pembelajaran Number Head Together (NHT) pada hakekatnya sama dengan diskusi kelompok (Huda, 2013:203) rinciannya sebagai berikut: 1) Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok, 2) Masing- masing siswa dalam kelompok diberi nomor, 3) Guru memberi tugas/pertanyaan pada masing-masing kelompok untuk mengerjakannya, 4) Setiap kelompok mulai berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling tepat dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut, 5) Guru memanggil salah satu nomor secara acak, 6) Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban dari hasil diskusi kelompok mereka.

  Sedangkan menurut (Trianto, 2013:82-83) dalam pembelajaran dengan tipe kooperatif NHT terdapat struktur empat fase sebagai sintak Number Head

  Together (NHT), yaitu: a.

  Fase 1 : Penomoran, pada fase ini guru membagi ke dalam kelompok 3-5 orang dan setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1-5.

  b.

  Fase 2 : Pengajuan pertanyaan, pada fase ini guru mengajukan pertanyaan yang akan di diskusikan dalam kelompok mereka c.

  Fase 3 : Berpikir bersama, Pada fase ini siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaannya dan meyakinkan setiap anggota dalam tim mengetahui dan menguasai jawaban tim.

  d.

  Fase 4 : Menjawab, Pada fase ini guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai menyampaikan hasil diskusi

2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Number Head Together (NHT)

  Model pembelajaran NHT memiliki kelebihan (Shoimin, 2014:108-109) yaitu :

  1. Setiap anggota kelompok menjadi lebih siap.

  2. Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

  3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

  4. Terjadi interaksi secara intens antar siswa dalam kelompok untuk menjawab soal.

  5. Tidak ada siswa yang mendominasi dalam kelompok karena ada nomor yang membatasi.

  Sedangkan kelemahan model NHT (Shoimin, 2014: 109) dalam pembelajaran yaitu:

  1. Tidak cocok digunakna dalam jumlah siswa banyak karena membutuhkan waktu yang lama.

  2. Tidak semua anggota kelompok dapat dipanggil oleh guru karena disesuaikan dengan waktu yang dimiliki.

2.4 Pembelajaran IPA SD

  IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (Scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikanna sebagi aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (BSNP 2006).

  Menurut Trianto (2012:141) IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal. IPA menekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori- teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan.

  Sedangkan tujuan IPA itu sendiri khusus di sekolah dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (Depdiknas, 2006 : 37) :

  1)

  Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

  2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3)

  Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

  4)

  Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

  5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 6)

  Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

  7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

  Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga

  IPA bukan sekedar menguasai ilmu pengetahuan saja, melainkan sebagai proses penemuan dalam kehidupan nyata. Sehingga menjadikan tempat bagi siswa untuk mempelajari dirinya dan mempelajari alam sekitar, serta mengembangkan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

  2.5 Hasil Belajar

  Hasil belajar menurut Hamalik (2006:30) adalah apabila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada seseorang tersebut, misalnya dari yang tidak tahu menjadi tahu dan dari yang tidak bisa menjadi bisa. Dimyati dan Mudjiono (2006:3-4) mengatakan, hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar, dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar. Sedangkan menurut Nana (2005:3) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa setelah menyelesaikan pembelajaran dalam pengertian lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar ini dapat dilihat dari penilaian yang diperoleh oleh masing-masing siswa.

  Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa yang dimiliki setelah menerima pengalaman belajar. Hasil belajar tersebut mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif. Penilaian yang digunakan oleh guru untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Juga sebagai tolak ukur guru dalam menyampaikan materi sudah baik atau tidak model yang digunakan.

  2.6 Penelitian Yang Relevan

  Pene litian yang dilakukan oleh Nofitasari pada tahun 2013 yang berjudul “ Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Mata Pembelajaran

  IPA Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas 4 SDN Kesongo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Ajaran 2012/2013”. Menyimpulkan bahwa pelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu dengan melihat hasil analisis uji beda nilai rata-rata posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen yaitu 67,22 dan 76.

  Penelitian yang dilakukan oleh Ferdinandus (2016) yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dalam Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Kristen 01 Kabupaten Wonosobo Semester 2 Tahun Pelajaran 2015/2016”. Menunjukkan bahwa hasil belajar IPA menggunakan model STAD lebih efektif, ditunjukkan dari hasil uji Independent Sample Test yang menunjukkan nilai signifikansi (2-tailed) 0,011 < 0,05.

  Penelitian lain juga dilakukan oleh Lilik Suryani (2012) dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team

  

Achievement Division (STAD) Terhadap Hasil Belajar IPA Bagi siswa Kelas IV

  SD N Tanggung Kabupaten Grobogan Semester II Tahun 2011/2012”. Hasil penelitian dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV dengan menggunakan model pembelajaran STAD. Hal ini ditunjukkan dari rata-rata tes pada kelas eksperimen sebesar 9,11 sedangkan rata-rata kelas kontrol sebesar

  7.50. Penelitian yang dilakukan oleh Herlina pada tahun 2012 yang berjudul “ Perbandingan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan NHT Terhadap hasil Belajar Biologi

  ”. Menunjukkan bahwa hasil belajar biologi meningkat setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Peningkatan dapat dilihat dari nilai rata-rata siswa dengan menggunakan model STAD yaitu 79,46, sedangkan rata rata nilai siswa dengan menggunakan model NHT 72,83.

2.7 Kerangka Pikir

  Pembelajaran IPA menuntut siswa untuk dapat menemukan sendiri pengetahuannya, sehingga siswa dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman pengetahuan salah satunya diperoleh dalam pengalaman belajar yang dialami siswa di sekolah dan lingkungan sekitar. Peemahaman konsep yang rendah terhadap materi yang diajarkan sering kali terjadi pada saat proses pembelajaran dan kurang aktifnya siswa ketika mengikuti pembelajaran.

  Maka dari itu agar pembelajaran dapat lebih dipahami dan siswa menjadi aktif perlu dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif atau kelompok. Supaya siswa dapat saling membantu dan bertanggungjawab dengan dirinya maupun dengan kelompoknya. Selain itu siswa menjadi semakin aktif, karena setiap siswa mempunyai tugas dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Siswa dapat bertatap muka dan berdiskusi dalam menyelesaikan suatu masalah.

  Ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran, dalam menerapkan pembelajaran dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif yaitu model pembelajaran Student Team Achievement

  

Division (STAD) dan Number Head Together (NHT). Model pembelajaran STAD

  dan NHT akan diperoleh hasil belajar siswa. Hasil belajar IPA sebelum mendapat perlakuan dengan model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) dan model pembelajaran Number Head Together (NHT) maupun setelah mendapat perlakuan. Untuk mengetahui adakah pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Student Team

  

Achievement Division (STAD) dan model pembelajaran Number Head Together

(NHT) terhadap hasil belajar IPA.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

  Kondisi Awal Model Number Head

  Together (NHT) Model Student Team

  Achievement Division (STAD) Kelas Eksperimen 2

  1. Pembagian kelompok, mendapat nomer

  2. Mengerjakan tugas dengan kelompok

  3. Guru memanggil nomor acak 4.

  Menyampaikan hasil diskusi 5. Kesimpulan Kelas Eksperimen 1

  1. Penyampaian materi 2.

  Pembagian kelompok 3. Kegiatan belajar dalam kelompok

  4. Kuis 5.

  Penghargaan kelompok

2.8 Hipotesis Penelitian

  Dari uraian dalam kajian pustaka dan hasil penelitian yang relevan maka hipotesis penelitian yaitu terdapat pengaruh yang signifikan pada hasil belajar siswa mata pelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) dan Number Head Together (NHT) . Adapun hipotesis sebagai berikut.

  1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran

  

Student Team Achievemen Division (STAD) dengan model pembelajaran Number

Head Together (NHT) terhadap hasil belajar dalam pembelajaran IPA kelas IV

  SD gugus Muwardi Salatiga.

  2. Terdapat perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran Student

  

Team Achievement Division (STAD) dengan model pembelajaran Number Head

  (NHT) terhadap hasil belajar dalam pembelajaran IPA kelas IV SD

  Together gugus Muwardi Salatiga.

Dokumen yang terkait

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Profil Sekolah Dasar Negeri Kandri 01 Gunungpati, Kota Semarang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Sekolah Berbasis Mutudi SDN Kandri 01 Gunu

0 0 49

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Sekolah Berbasis Mutudi SDN Kandri 01 Gunungpati, Kota Semarang (Dengan Model Evaluasi CIPP)

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Sekolah Berbasis Mutudi SDN Kandri 01 Gunungpati, Kota Semarang (Dengan Model Evaluasi CIPP)

0 0 41

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Musik Mozart terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 Sekolah Dasar

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Think Pair and Share dengan Menggunakan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Think Pair and Share dengan Menggunakan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS

0 0 13

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Latar dan Karakteristik Subjek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Think Pair and Share dengan Menggunakan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Think Pair and Share dengan Menggunakan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Think Pair and Share dengan Menggunakan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS

0 0 72

PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KEMANDIRIAN SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) KELAS 4 SD NEGERI BLOTONGAN 03 KECAMATAN SIDOREJO KOTA SALATIGA SEMESTER II TAHUN AJARAN 20162017 TUGAS AKHIR - I

0 0 17