Hubungan Religiusitas Dengan Kecemasan Pada Siswa Kelas Xii Smu Negeri 5 Surakarta Yang Akan Menghadapi Ujian Nasional

KELAS XII SMU NEGERI 5 SURAKARTA YANG AKAN MENGHADAPI UJIAN NASIONAL SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran KIRANA MUSTIKASARI

G 0007095

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kecemasan akrab sekali dengan kehidupan manusia yang melukiskan kekhawatiran, kegelisahan, ketakutan, dan rasa tidak tentram yang biasanya dihubungkan dengan ancaman bahaya baik dalam maupun dari luar individu. Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan dan samar-samar. Kecemasan juga ditandai dengan gejala otonomik seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada dan gangguan lambung ringan. Kumpulan gejala tertentu yang ditemukan selama kecemasan cenderung bervariasi setiap individu (Kaplan dan Sadock, 2000).

Kecemasan juga memiliki manfaat yaitu memperingatkan adanya ancaman eksternal ataupun internal dan memiliki kualitas menyelamatkan hidup seperti ancaman cidera pada tubuh, rasa takut, keputusasaan, kemungkinan hukuman, atau frustasi dari kebutuhan sosial (Kaplan dan Sadock, 2005).

Kecemasan siswa kelas XII dalam menghadapi ujian dengan segala standar kelulusan tak jarang terjadi. Ujian Nasional (UN) merupakan penentu bagi siswa untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Kecemasan itu timbul akibat tuntutan syarat kelulusan yang ditetapkan oleh

pemerintah. Departemen Pendidikan Nasional melalui Peraturan Mendiknas Nomor 75 Tahun 2009, menentukan syarat kelulusan yang jauh lebih berat dibanding tahun lalu. Seandainya syarat kelulusan itu benar-benar dilaksanakan secara konsisten di lapangan, diperkirakan akan banyak sekali siswa yang akan tidak lulus ujian. Peserta UN dinyatakan lulus jika memenuhi standar kelulusan UN yaitu memiliki nilai rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya (Depdiknas, 2009).

Syarat kelulusan yang cukup tinggi tersebut menimbulkan beban tersendiri bagi siswa apabila tidak lulus. Kecemasan akan hal-hal buruk yang mungkin terjadi jika tidak lulus UN menjadi beban mental bagi siswa. Dampak yang dapat timbul akibat tidak lulus UN antara lain tertundanya siswa SMU untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi yang diinginkan, harus mengikuti program Kelompok Belajar (Kejar) Paket C bila ingin mendapat ijazah dan rugi waktu serta biaya bila mengulang UN tahun berikutnya. Siswa juga bisa mengalami frustasi akibat rasa malu dan bersalah dengan teman ataupun keluarga karena telah mengecewakan mereka (Dodi, 2010).

Kecemasan yang berlebihan dalam menghadapi UN akan mengacaukan emosi, mengganggu siklus tidur, menurunkan nafsu makan dan menurunkan kebugaran tubuh. Hal tersebut bila terjadi dapat mengganggu konsentrasi dalam belajar, sakit secara fisik atau menimbulkan problem dalam berinteraksi-sosial. Bahkan jika kecemasan dan stres terus meningkat bisa Kecemasan yang berlebihan dalam menghadapi UN akan mengacaukan emosi, mengganggu siklus tidur, menurunkan nafsu makan dan menurunkan kebugaran tubuh. Hal tersebut bila terjadi dapat mengganggu konsentrasi dalam belajar, sakit secara fisik atau menimbulkan problem dalam berinteraksi-sosial. Bahkan jika kecemasan dan stres terus meningkat bisa

Setiap manusia memiliki cara yang berbeda-beda dalam menghadapi masalah termasuk kecemasan. Menurut Rahayu (1997), dalam keadaan sehat ataupun sakit seseorang harus memandang dirinya tidak hanya sebagai makhuk bio-psiko-sosial saja melainkan juga memandang sebagai makhluk bio-psiko-sosio-spiritual. Seperti yang diungkapkan sebelumnya

dapat diketahui bahwa spiritual sebagai bagian dari religiusitas memegang peranan yang besar dalam menghadapi masalah, supaya kecemasan tidak berlanjut.

Religiusitas merupakan tingkah laku manusia yang sepenuhnya dibentuk oleh kepercayaan terhadap alam gaib. Dalam hal ini religiusitas lebih melihat aspek yang ada di dalam lubuk hati dan tidak dapat dipaksakan (Bustanuddin, 2006).

Religiusitas bukan berarti penghayatan terhadap nilai-nilai agama semata namun juga mensyaratkan adanya pengamalan nilai-nilai tersebut. Kebermaknaan hidup adalah kualitas penghayatan individu terhadap seberapa besar ia dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi-potensi serta kapasitas yang dimilikinya, dan terhadap seberapa jauh ia telah berhasil mencapai tujuan-tujuan hidupnya, dalam rangka memberi makna dan arti dalam hidupnya. Religiusitas yang dimiliki seseorang dapat memunculkan perasaan tenang, aman sehingga rasa cemas dapat dihindari

Melihat potensi kecemasan yang bisa dialami oleh siswa kelas XII yang akan menghadapi UN serta efek-efek yang mungkin timbul dari kecemasan Melihat potensi kecemasan yang bisa dialami oleh siswa kelas XII yang akan menghadapi UN serta efek-efek yang mungkin timbul dari kecemasan

B. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

Apakah terdapat hubungan antara religiusitas dengan kecemasan pada siswa kelas XII SMUN 5 Surakarta yang akan menghadapi Ujian Nasional?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan kecemasan pada siswa kelas XII SMUN 5 Surakarta yang akan menghadapi Ujian Nasional.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya bidang psikiatri dan dapat dipakai sebagai acuan di dalam penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Aplikatif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi siswa dan pihak terkait (orang tua, sekolah, pemerintah) dalam upaya pencegahan dan penatalaksanaan kecemasan sehingga dapat membawa hasil pembelajaran yang optimal. Hasil penelitian yang diperoleh juga Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi siswa dan pihak terkait (orang tua, sekolah, pemerintah) dalam upaya pencegahan dan penatalaksanaan kecemasan sehingga dapat membawa hasil pembelajaran yang optimal. Hasil penelitian yang diperoleh juga

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kecemasan

a. Pengertian

Kecemasan adalah suatu keadaan patologis yang ditandai oleh perasaan ketakutan disertai tanda somatis terutama sistem saraf otonom yang menjadi hiperaktif (Kaplan dan Sadock, 2000). Kecemasan merupakan ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan manifesti kecemasan dapat melibatkan somatik dan psikologis (Maramis, 2005).

Menurut Hawari (2006), kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas normal.

b. Etiologi

Faktor etiologi yang dapat menimbulkan kecemasan menurut Kaplan dan Sadock (2000) adalah :

1). Biologi

a) Reaksi otonom yang berlebih dengan naiknya tonus simpatis

b) Naiknya pelepasan katekolamin

c) Naiknya metabolit norepinefrin, misalnya 3-metoksi-4- hidroksifenil-glikol (MHPG)

d) Turunnya masa laten tidur rapid eye movement (REM) dan stadium 4

e) Turunnya gamma amino butyric acid (GABA) menyebabkan hiperaktivitas susunan saraf pusat (GABA menghambat aktivitas susunan saraf pusat)

f) Serotonin menyebabkan kecemasan, naiknya aktivitas dopaminergik berkaitan dengan kecemasan

g) Pusat hiperaktif di korteks serebral bagian temporal

h) Lokus seruleus, pusat neuron norandrenergik, hiperaktif pada keadaan kecemasan 2). Psikoanalitik

a) Impuls tak sadar (misalnya seksual, agresivitas) mengancam muncul ke dalam alam sadar dan menimbulkan kecemasan

b) Mekanisme pertahanan dipakai untuk mengatasi kecemasan

c) Displacement dapat menimbulkan fobia

d) Conversion, undoing, diplacement, dapat menimbulkan obsesif konvulsif d) Conversion, undoing, diplacement, dapat menimbulkan obsesif konvulsif

f) Agrofobia berkaitan dengan hubungan bergantung- bermusuhan (hostile) dengan teman serta takut impuls agresif/seksual dari diri ke orang lain atau sebaliknya

3). Teori belajar

a) Cemas timbul akibat frustasi atau stres. Begitu dirasakan, cemas menjadi respon terkondisi terhadap situasi lain, yang kurang serius, frustasi atau stres

b) Dapat dipelajari lewat identifikasi dan imitasi pola cemas pada orang tua (teori belajar sosial)

c) Cemas terkait stimulus mengagetkan alamiah (misalnya kecelakaan) dipindahkan ke stimulus lain melalui pengkondisian dan menimbulkan fobia

Menurut Trismiati (2004) sumber-sumber ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan bersifat lebih umum, dapat berasal dari berbagai kejadian dalam kehidupan atau dalam diri seseorang itu sendiri.

Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Rangsangan berupa konflik baik dari luar maupun dalam diri sendiri akan menimbulkan respon dari sistem saraf yang mengatur pelepasan hormon tertentu. Akibatnya, muncul Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Rangsangan berupa konflik baik dari luar maupun dalam diri sendiri akan menimbulkan respon dari sistem saraf yang mengatur pelepasan hormon tertentu. Akibatnya, muncul

c. Fisiologi

Fisiologi dari kecemasan dimulai dari adanya bahaya yang dianggap mengancam dirinya, kemudian otak mengirim pesan tersebut kepada sistem saraf otonom yang diikuti dengan aktifnya sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis yang melepaskan adrenalin dan noradrenalin (dari kelenjar adrenal pada ginjal). Zat kimia ini merupakan pesan untuk melakukan tindakan menangani kecemasan (Syamsulhadi, 2008).

d. Gejala Klinis

Gejala kecemasan dibagi menjadi dua (Mudjaddid, 2006), yaitu: 1). Gejala Psikis

Penampilan berubah, sulit konsentrasi, mudah marah, cepat tersinggung, gelisah, tak bisa diam, atau timbul rasa sakit. 2). Gejala Somatis

Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan otot, mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, sulit tidur dan lain-lain. Penderita cenderung tegang terus menerus tidak mau santai dan

pemikirannya penuh tentang kekhawatiran. Pederita terkadang bicaranya cepat tetapi terputus-putus. Pada pemeriksaan fisik pemikirannya penuh tentang kekhawatiran. Pederita terkadang bicaranya cepat tetapi terputus-putus. Pada pemeriksaan fisik

e. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Durand et al. (2007) membagi faktor-faktor kecemasan tersebut atas empat faktor, yaitu : 1). Faktor biologis

a) Predisposisi genetis

b) Iregularitas dalam fungsi neurotransmiter

c) Abnormalitas dalam jalur otak yang memberi sinyal bahaya atau yang menghambat tingkah laku repetitif. 2). Faktor sosial lingkungan

a) Pemaparan terhadap peristiwa yang mengancam atau

traumatis

b) Mengamati respon takut pada orang lain

c) Kurangnya dukungan sosial

d) Tidak mantapnya nilai hidup yang diajarkan (termasuk

religiusitas) 3). Faktor perilaku

a) Pemasangan stimuli aversif dan stimuli yang sebelumnya

netral (classical conditioning).

b) Kelegaan dari kecemasan karena melakukan ritual kompulsif

atau menghindari stimuli fobik (operant conditioning).

c) Kurangnya kesempatan untuk pemunahan (extinction) karena penghindaran terhadap objek atau situasi yang ditakuti. 4). Faktor kognitif dan emosional

a) Konflik psikologis yang tidak terselesaikan

b) Faktor-faktor kognitif, seperti prediksi yang berlebihan tentang ketakutan, keyakinan yang self defeating atau irasional, sensitivitas berlebih terhadap ancaman, sensitivitas kecemasan, salah atribusi dari sinyal-sinyal tubuh, dan self efficacy yang rendah.

f. Diagnosis

Diagnosis kecemasan dapat ditegakkan berdasarkan gejala- gejala yang muncul sesuai dengan kriteria Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) edisi III atau dengan menggunakan Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRSA), The Taylor Minnesota Anxiety Scale (TMAS) dan instrumen lainnya (Hawari, 2006).

g. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gangguan kecemasan harus memperhatikan prinsip holistik (menyeluruh) dan eklitik (mendetail) yaitu meliputi aspek organo-biologik, aspek psiko-edukatif dan aspek sosio- kultural (Mudjaddid, 2006).

Terapi psikofarmaka juga bisa digunakan. Obat yang biasa digunakan oleh psikiater adalah obat anti cemas (anxyolitic) dan obat anti depresi (antidepressant) yang juga berkhasiat sebagai obat anti stres. Cara kerja psikofarmaka ini adalah dengan jalan memutuskan sirkuit psikoneuroimunologi sehingga stresor psikososial yang dialami seseorang tidak lagi mempengaruhi fungsi kognitif, afektif, psikomotorik dan organ-organ tubuh (Hawari, 2006).

2. Religiusitas

a. Pengertian Religiusitas

Religiusitas merupakan tingkah laku manusia yang sepenuhnya dibentuk oleh kepercayaan terhadap alam gaib. Dalam hal ini religiusitas lebih melihat aspek yang ada di dalam lubuk hati dan tidak dapat dipaksakan. Religiusitas adalah kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan agama. Dalam perspektif Islam, religiusitas dapat diketahui melalui beberapa aspek penting yaitu: aspek keyakinan terhadap ajaran agama (akidah), aspek ketaatan terhadap ajaran agama (syari’ah atau ibadah), aspek penghayatan terhadap ajaran agama (ihsan), aspek pengetahuan terhadap ajaran agama (ilmu) dan aspek pelaksanaan ajaran agama (amal atau akhlak) (Rosyidah, 2006).

Religiusitas bukan hanya penghayatan terhadap nilai-nilai agama saja namun juga perlu adanya pengamalan nilai-nilai tersebut. Kebermaknaan hidup adalah kualitas penghayatan individu terhadap seberapa besar ia dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi-potensi serta kapasitas yang dimilikinya, dan terhadap seberapa jauh ia telah berhasil mencapai tujuan-tujuan hidupnya, dalam rangka memberi makna dan arti dalam hidupnya (Rosyidah, 2006).

b. Aspek-Aspek Religiusitas

Glock dan Stark dalam Jalaludin (2004) mengatakan bahwa terdapat 5 aspek dalam religiusitas yaitu : 1). Ideological Involvement (Keterlibatan Ideologikal)

Ideological involvement (keterlibatan ideologikal) adalah tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatik dalam agamanya, misalnya kepercayaan kepada Tuhan, malaikat, surga dan neraka. Kepercayaan atau doktrin agama adalah dimensi yang paling dasar. Setiap agama tentu memiliki seperangkat kepercayaan yang secara doktriner berbeda dengan agama lainnya. Pada dasarnya setiap agama juga minginginkan adanya unsur ketaatan bagi setiap pengikutnya (Jalaludin, 2004).

Dimensi keyakinan dalam agama Islam menggambarkan keyakinan seseorang terhadap ajaran-ajaran agama yang Dimensi keyakinan dalam agama Islam menggambarkan keyakinan seseorang terhadap ajaran-ajaran agama yang

2). Ritual Involvement (Keterlibatan Ritual)

Ritual involvement (keterlibatan ritual) yaitu tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya. Unsur yang ada dalam dimensi ini mencakup pemujaan, kultur serta hal-hal yang lebih menunjukkan komitmen seseorang dalam agama yang dianutnya. Wujud dari dimensi ini adalah perilaku masyarakat pengikut agama tertentu dalam menjalankan ritual yang berkaitan dengan agama (Jalaludin, 2004).

Dimensi praktek dalam agama Islam disebut sebagai ibadah yang harus dilakukan setiap orang sebagai tanda penghambaan kepada Allah. Ibadah dapat dilakukan dengan menjalankan ibadah shalat, puasa, zakat, haji ataupun praktek amalan lainnya (Ancok et al., 2001).

3). Experential Involvement (Keterlibatan Eksperensial)

Experential involvement (keterlibatan eksperensial) adalah perasaan-perasaan atau pengalaman yang pernah dialami dan dirasakan oleh penganut agama. Pengalaman ini terjadi misalnya ketika seseorang mampu mengatasi rasa takut, merasa dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasa doanya Experential involvement (keterlibatan eksperensial) adalah perasaan-perasaan atau pengalaman yang pernah dialami dan dirasakan oleh penganut agama. Pengalaman ini terjadi misalnya ketika seseorang mampu mengatasi rasa takut, merasa dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasa doanya

Keterlibatan eksperensial dalam perspektif Islam terwujud dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah, perasaan bertawakal (pasrah diri dalam hal yang positif) kepada Allah, perasaan khusyuk ketika melaksanakan shalat atau berdoa, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al Qur’an, perasaan bersyukur kepada Allah, perasaan mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah (Ancok et al., 2001)..

4). Intelectual Involvement (Keterlibatan Intelektual)

Intelectual involvement (keterlibatan intelektual) atau dimensi pengetahuan agama adalah dimensi yang menerangkan seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya, terutama yang ada di dalam kitab suci manapun yang lainnya. Paling tidak seseorang yang beragama harus mengetahui hal- hal pokok mengenai dasar-dasar keyakinan, ritual-ritual, kitab suci dan tradisi-tradisi. Dimensi keyakinan dan pengetahuan berkaitan erat karena kepercayaan tidak akan kuat tanpa pengetahuan. Dimensi ini dalam Islam menunjuk kepada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya yang termuat di dalam kitab sucinya (Jalaludin, 2004).

5). Consequential Involvement (Keterlibatan Konsekuensial)

Consequential involvement (keterlibatan konsekuensial) yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya dalam kehidupan sosial, misalnya apakah seseorang itu mengunjungi tetangganya sakit, menolong orang yang kesulitan, mendermakan hartanya, dan sebagainya (Jalaludin, 2004).

Dalam Islam, dimensi ini dikenal dengan akhlak yaitu setiap manusia berelasi dengan Tuhannya, manusia lain dan alam sekitar. Hubungan manusia dengan Tuhannya menimbulkan kepasrahan dan rasa berserah diri kepadaNya. Hubungan manusia dengan manusia dapat diwujudkan dengan melakukan perbuatan atau perilaku yang baik sebagai amalan sholeh sebagai muslim meliputi perilaku suka menolong, bekerjasama, berderma, menyejahterakan dan menumbuh- kembangkan orang lain, menegakkan kebenaran dan keadilan, berlaku jujur, memaafkan, menjaga amanat dan sebagainya. Hubungan manusia dengan alam sekitar diwujudkan dengan memelihara, melestarikan, memakmurkan alam sekitarnya (Ancok et a.l, 2001).

Jamaluddin (1995) membagi dimensi religiusitas menjadi lima aspek dengan mengacu kepada rumusan religiusitas Islam dari Kementrian Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Kelima aspek tersebut adalah :

1). Akidah (ideologi)

Dimensi Aqidah yaitu dimensi yang mengungkap sejauh mana hubungan manusia dengan keyakinannya terhadap rukun iman yaitu iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada nabi dan rasul, iman kepada kitab suci, iman kepada hari akhir, iman kepada qadha dan qadar. Jadi inti dari dimensi akidah (keyakinan) dalam ajaran Islam adalah tauhid atau peng-Esa-an Tuhan.

2) Ibadah (ritual)

Ibadah atau ritual merupakan dimensi yang berhubungan dengan sejauh mana tingkat kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagai mana yang diperintahkan ajaran agamanya. Dimensi ini berkaitan dengan tingkat frekuensi, intensitas dan pelaksanaan ibadah seseorang. Ibadah khusus dipahami sebagai ibadah yang aturan dan tata caranya, syarat, rukunnya telah diatur secara pasti oleh ajaran Islam. Yang termasuk dalam dimensi ibadah dalam Islam adalah shalat, puasa, zakat, haji, doa, dzikir, membaca Al Qur’an dan sebagainya.

3) Ihsan (penghayatan)

Ihsan atau penghayatan merupakan dimensi yang berhubungan dengan masalah seberapa jauh seseorang merasa dekat dan dilihat oleh Tuhan dalan kehidupan sehari-hari.

Dimensi ini mencakup pengalaman-pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Tuhan dalam kehidupan, sehingga dalam hatinya timbul perasaan-perasaan tenang dan tentram dalam hidupnya, takut melanggar larangan Tuhan, keyakinan menerima pembalasan, perasaan dekat dengan Tuahan dan dorongan untuk melaksanakan perintah agama. Dimensi ihsan dalam Islam mencakup perasaan-perasaan dekat dengan Allah, merasa nikmat dalam menjalankan ibadah, merasa diselamatkan Allah, merasa bersyukur atas nikmat Allah dan merasa tenang hatinya saat mendengar asma Allah.

4) Ilmu (pengetahuan)

Ilmu atau pengetahuan merupakan dimensi yang berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran agamanya, terutama dalam kitab suci. Seseorang yang beragama harus mengetahui hal-hal yang pokok mengenai dasar-dasar keyakinan, ritual serta kitab lainnya. Dimensi ini dalam Islam menyangkut pengetahuan tentang isi Al Qur’an, di antaranya pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan.

5) Amal dan Akhlak

Amal dan Akhlak merupakan dimensi yang berkaitan dengan keharusan seseorang pemeluk agama untuk merealisasikan ajaran-ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari dengan bukti sikap dan tindakannya yang Amal dan Akhlak merupakan dimensi yang berkaitan dengan keharusan seseorang pemeluk agama untuk merealisasikan ajaran-ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari dengan bukti sikap dan tindakannya yang

c. Faktor yang Mempengaruhi Religiusitas

Menurut Jalaludin (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas berdasarkan analisis psikososial adalah: 1). Faktor kepribadian

Secara fitrah manusia memang terdorong untuk melakukan sesuatu yang baik, benar dan indah. Namun naluri mendorong manusia untuk segera memenuhi kebutuhannya yang bertentangan dengan realita.

2.) Faktor usia

Pada masa kanak-kanak perkembangan religiusitas masih meniru-niru ketergantungan pada yang mengajak dan berubah- ubah. Pada masa remaja, religiusitas ditentukan oleh pertumbuhan dan kemampuan mental, perasaan dan pertimbangan sosial dan moral serta sikap dan minat. Pada masa dewasa mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik yang bersumber dari ajaran agama maupun dari norma-norma lain. Pada usia lanjut terdapat kecenderungan yang semakin meningkat untuk menerima pendapat keagamaan.

3). Faktor jenis kelamin

Pada pria lebih cenderung mengutamakan dimensi keagamaan. Sedang pada wanita mereka sering mendapat halangan fisik, sehingga berakibat pada pola ibadah yang tidak teratur.

4). Faktor pendidikan

Tingkat pendidikan membuat orang lebih terkontrol perilakunya sesuai dengan norma agama. 5). Faktor stratifikasi sosial ekonomi

Seseorang yang berpenghasilan sangat terbatas, cenderung berkurang perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan agama. Hal ini dapat disebabkan seluruh waktu dihabiskan untuk mencari nafkah agar terpenuhi kehidupannya, tetapi faktor ini tidak mutlak mempengaruhi religiusitas seseorang.

Setiap individu memiliki tingkat religiusitas yang berbeda- beda dan dipengaruhi oleh dua macam faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dapat mempengaruhi religiusitas antara lain pengalaman-pengalaman emosional keagamaan, kebutuhan individu yang mendesak untuk dipenuhi seperti kebutuhan akan rasa aman, harga diri, cinta kasih dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternalnya antara lain pendidikan formal, pendidikan agama dalam keluarga, tradisi-tradisi sosial yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan serta tekanan-tekanan lingkungan sosial dalam kehidupan individu.

3. Hubungan Kecemasan dengan Religiusitas

Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat (Trismiati, 2004). Jadi kecemasan menghadapi UN merupakan suatu keadaan emosi yang tidak menyenangkan di mana siswa merasa ada tekanan perasaan, ancaman, kekhawatiran, hambatan terhadap keinginan pribadi atau perasaan kecewa, rasa tidak puas dan tidak aman. Kecemasan ini muncul karena rasa takut bila tidak dapat lulus UN sesuai syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah sehingga membawa dampak yang lebih berat lagi.

Durand et al. (2007) mengungkapkan bahwa kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah religiusitas. Religiusitas merupakan salah satu faktor yang paling mendasar dalam diri individu, yang mana faktor tersebut menyangkut kedekatan individu dengan Sang Maha Pencipta. Kedekatan tersebut dapat membuat seseorang tenang, aman sehingga rasa cemas dapat dihindari. Religiusitas yang tinggi memunculkan rasa pasrah atas segala sesuatu kepada Tuhan dengan segala usaha yang telah dilakukan sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi religiusitas seseorang maka kemungkinan mengalami kecemasan semakin rendah.

B. Kerangka Pemikiran

Keterlibatan ideologikal Keterlibatan ritual Keterlibatan intelektual Keterlibatan konsekuensial Keterlibatan eksperensial

Siswa Kelas XII SMU Menghadapi UN

Faktor perilaku Religiusitas

Faktor kognitif emosional

Tingkat Kecemasan Faktor biologis

Faktor sosial lingkungan

Keterangan : : mempengaruhi : meliputi : variabel perancu (tidak dikendalikan) : variabel yang diteliti : subjek

C. Hipotesis

Terdapat hubungan negatif antara religiusitas dengan kecemasan pada siswa kelas XII SMUN 5 Surakarta yang akan menghadapi Ujian Nasional.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu peneliti mempelajari hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat yang diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Taufiqurohman, 2004).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMU Negeri 5 Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Populasi target dari penelitian ini adalah siswa/i kelas XII SMUN 5 Surakarta yang akan menghadapi Ujian Nasional (UN). Restriksi dilakukan terhadap agama sesuai instrumen religiusitas yang dipakai, sehingga hanya siswa/i muslim saja yang memenuhi syarat eligibilitas (menjadi populasi sumber) dalam penelitian ini. Selanjutnya subjek penelitian (sampel) diambil secara acak dari populasi sumber.

D. Ukuran Sampel

Menurut patokan umum, setiap penelitian yang datanya akan dianalisis bivariat membutuhkan sampel minimal 30 subjek penelitian (Murti, 2006). Pada penelitian ini, untuk meningkatkan presisi estimasi yang akan diperoleh serta untuk mengurangi kesalahan pencuplikan (sampling error), maka ukuran sampel diperbesar hingga dua kali lipat menjadi 60 subjek.

Setiap penelitian yang menyangkut subjek manusia secara etis perlu mendapatkan persetujuan dari yang bersangkutan (informed consent). Dalam mencuplik sampel, terdapat kemungkinan (calon) responden menolak partisipasi (non response) atau tidak memberikan persetujuan untuk pengolahan data lebih lanjut (non consenter). Selain itu, ada pula kemungkinan responden tidak mengisi kuesioner dengan lengkap (non item response) atau memiliki skor L-MMPI  10 (data tidak valid karena responden tidak jujur), sehingga menyebabkan missing value dan berkurangnya jumlah sampel. Kemungkinan berkurangnya sampel perlu diantisipasi dengan cara memperbesar taksiran ukuran sampel asli agar presisi tetap terjaga. Rumus untuk mengantisipasi berkurangnya subjek penelitian sebagai berikut :

N = _ n___ 1-L N = Ukuran sampel setelah revisi n = Ukuran sampel asli L = Non-response rate / proporsi yang hilang

Jika diasumsikan nilai L sebesar 5%, maka: N = __60__ = 63,15  64 1-0.05 Jadi sampel yang dicuplik sebanyak 64 siswa.

E. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive random sampling. Dari populasi sumber sebanyak 246 siswa, diambil secara acak menggunakan tabel random sebanyak 64 siswa. Dari 64 sampel tersebut, responden dieksklusikan dari penelitian ini jika memiliki skor L-MMPI 10, tidak mengisi lembar persetujuan atau tidak mengisi kuesioner secara lengkap.

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

: tingkat religiusitas

2. Variabel tergantung

: tingkat kecemasan

3. Variabel luar (tidak dikendalikan) : tingkat pendidikan orang tua, tingkat

sosial ekonomi

G. Definisi Operasional Variabel

1. Religiusitas

Religiusitas adalah internalisasi nilai-nilai agama dalam diri seseorang. Internalisasi di sini berkaitan dengan kepercayaan terhadap ajaran-ajaran agama baik di dalam hati maupun dalam ucapan. Kepercayaan ini Religiusitas adalah internalisasi nilai-nilai agama dalam diri seseorang. Internalisasi di sini berkaitan dengan kepercayaan terhadap ajaran-ajaran agama baik di dalam hati maupun dalam ucapan. Kepercayaan ini

Dimensi atau keterlibatan yang diukur dengan instrumen religiusitas mencerminkan aspek religiusitas seseorang, meliputi keterlibatan ideologikal, keterlibatan ritual, keterlibatan intelektelekual, keterlibatan konsekuensial dan keterlibatan eksperensial (Ancok et al., 2001). Skala pengukuran religusitas adalah rasio.

2. Kecemasan

Kecemasan dalam penelitian ini adalah keadaan psikis pada subyek penelitian yang diukur dengan The Taylor Minnesota Anxiety Scale (TMAS). Meskipun lazimnya skor TMAS 21 digunakan sebagai cut off point untuk menentukan kecemasan, namun dalam penelitian ini kecemasan diukur dalam skala rasio.

H. Instrumen Penelitian

1. Lembar Biodata & Informed Consent

Pada bagian ini juga terdapat petunjuk pengisian kuesioner dan informasi jaminan kerahasiaan data responden (Lampiran 1).

2. Kuesioner L-MMPI

Kuesioner L-MMPI (Lie Minnesota Multhiphasic Personality Inventory) merupakan skala validitas yang berfungsi untuk mengidentifikasi hasil yang mungkin invalid karena kesalahan atau Kuesioner L-MMPI (Lie Minnesota Multhiphasic Personality Inventory) merupakan skala validitas yang berfungsi untuk mengidentifikasi hasil yang mungkin invalid karena kesalahan atau

3. Kuesioner TMAS (The Taylor Minnesota Anxiety Scale)

Kuesioner TMAS adalah instrumen pengukuran kecemasan. TMAS berisi 50 butir pertanyaan, di mana responden menjawab keadaan ”ya” atau ”tidak” sesuai dengan keadaan dirinya, dengan memberi tanda () pada kolom jawaban ”ya” atau tanda (X) pada kolom jawaban “tidak”. Kuesoner TMAS terdiri atas 13 pertanyaan unfavourable dan 37 pertanyaan favourable. Setiap jawaban dari pertanyaan favuorable bernilai

1 untuk jawaban ”ya” dan 0 untuk jawaban ”tidak”. Pada pertanyaan unfavourable bernilai 1 untuk jawaban ”tidak” dan bernilai 0 untuk jawaban ”ya”(Lampiran 3). Sebagai cut off point adalah sebagai berikut :

a. Skor <21 berarti tidak cemas

b. Skor 21 berarti cemas

Suatu skala atau instrumen dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud pengukuran tersebut. TMAS mempunyai derajat validitas yang cukup tinggi akan tetapi Suatu skala atau instrumen dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud pengukuran tersebut. TMAS mempunyai derajat validitas yang cukup tinggi akan tetapi

4. Skala Religiusitas

Penelitian ini menggunakan angket/skala religiusitas yang disusun oleh Jatiningsih (2007) berdasarkan teori religiusitas Glosk dan Stark. Angket tersebut meliputi keterlibatan ideologikal, keterlibatan ritual, keterlibatan intelektelekual, keterlibatan konsekuensial serta keterlibatan eksperensial (Lampiran 4).

Validitas angket tersebut sudah diukur dengan uji coba kuesioner terhadap 10 siswa SMU. Validitas diuji dengan uji Pearson’s product moment , pertanyaan dinyatakan valid jika signifikasi <0,05. Butir pertanyaan yang validitasnya kurang dari 0,3 diganti, butir pertanyaan yang validitasnya antara 0,3-0,7 diperbaiki, sedangkan pertanyaan yang validitasnya lebih dari 0,7 dapat dipakai.

Pemberian skor pada angket religiusitas menggunakan skala Likert dengan pernyataan positif penentuan skor (SS: sangat sesuai, nilai 4; S: sesuai, nilai 3; TS: tidak sesuai, nilai 2; STS: sangat tidak sesuai, nilai 1) serta pernyataan negatif penentuan skor (SS: sangat sesuai, nilai 1; S: sesuai, nilai 2; TS: tidak sesuai, nilai 3; STS: sangat tidak sesuai, nilai 4).

I. Teknik Pengambilan Data

Data yang diambil merupakan data primer dari hasil jawaban subjek penelitian atas angket skala religiusitas dan skala kecemasan.

J. Skema Penelitian

Siswa kelas XII SMUN 5 Surakarta (347 siswa)

1. Akan menghadapi UN

2. Beragama Islam

Kriteria inklusi

3. Laki-laki dan (246 siswa eligibel) perempuan

Sampel diambil dengan random sampling (64 siswa)

1. Skor L-MMPI 10 2.Tidak mengisi lembar

kuesioner dengan lengkap

Kriteria eksklusi

3.Tidak memberikan informed consent

Analisis data (uji korelasi)

K. Prosedur Penelitian

1. Responden mengisi formulir biodata dan lembar persetujuan

2. Responden mengisi kuesioner L-MMPI sehingga bisa dinilai kejujurannya

dalam mengisi kuesioner selanjutnya

3. Responden mengisi kuesioner religiusitas yang telah divalidasi

4. Responden mengisi kuesioner TMAS sehingga bisa diketahui tingkat

kecemasannya.

5. Semua data primer dianalisis

L. Analisis Statistik

Variabel bebas dan variabel tergantung dalam penelitian ini berskala rasio sehingga analisis statistik yang digunakan adalah uji korelasi Pearson (r) (Murti, 2006). Asumsi yang harus dipenuhi untuk analisis korelasi Pearson adalah:

1. Minimal salah satu variabel mempunyai distribusi normal

2. Kedua variabel menunjukkan hubungan linear Analisis dilakukan baik dengan bantuan perangkat lunak SPSS 17 Hipotesis kerja penelitian ini (yaitu ada hubungan negatif antara

religiusitas dengan kecemasan siswa yang akan menghadapi UN) diterima bila -1 ≤r < 0.

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Sampel

Jumlah sampel yang dicuplik pada penelitian ini adalah 64 siswa terdiri atas 38 wanita dan 22 laki-laki. Dari jumlah tersebut, sebanyak satu sampel mempunyai skor L-MMPI >10 dan tiga sampel lainnya tidak mengisi seluruh pertanyaan kuesioner yang diberikan, sehingga keempatnya dieksklusikan dari penelitian. Tabel 1. Frekuensi Distribusi Data Besar Sampel Berdasar Jenis Kelamin

Jenis kelamin

Tabel 1 menunjukkan proporsi sampel yang berbeda berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu 63.33% perempuan dan 36.67% laki-laki. Pencuplikan sampel diambil dari siswa yang eligibel yang terdiri atas 154 siswa perempuan dan 92 siswa laki-laki. Hal ini dikarenakan jumlah siswa perempuan lebih dominan daripada siswa laki-laki.

Data kuesioner yang telah diperoleh kemudian dihitung skor religiusitas dan skor kecemasannya seperti terdapat dalam Lampiran 5. Dari data tersebut dapat diolah karakteristik responden, sebagai berikut :

Tabel 2. Karasteristik Sampel Berdasarkan Tingkat Religiusitas dan

Kecemasan

Variabel

Mean Median Standar Deviasi Minimal Maksimal

Tabel 2 menunjukkan rerata skor religiusitas sebesar 167.08, dengan rentang skor 134 hingga 194 dan nilai mediannya 167. Pada variabel kecemasan didapatkan rerata skor sebesar 26.26, dengan rentang skor 12 hingga 40 dan nilai mediannya 26.

Dengan menggunakan skor T-MAS  21 sebagai cut-off point, didapatkan 85% responden mengalami kecemasan, sedangkan 15 % responden lainnya tidak mengalami kecemasan (Gambar 1). Responden perempuan yang mengalami kecemasan jumlahnya lebih banyak yaitu 89.94%, sedangkan responden laki-laki yang mengalami kecemasan sebanyak 77.27%. Responden perempuan yang tidak mengalami kecemasan sebanyak 10.53% sedangkan responden laki-laki yang tidak cemas sebanyak 22.72%.

Tidak cemas

perempuan

laki laki

total

Gambar 1. Persentase Kecemasan Berdasarkan Nilai Cut-off Point

pada Responden Menurut Jenis Kelamin

Skor masing-masing dimensi religiusitas pada sampel disajikan dalam Tabel 3. Nilai rerata keterlibatan idiologikal dari seluruh responden sebesar

36.21, yang berkisar antara 27 hingga 40. Nilai rerata keterlibatan ritual sebesar 48.95, dari kisaran nilai responden antara 17 hingga 62. Nilai rerata keterlibatan intelektual sebesar 32.53, dari kisaran 26 hingga 40, dan nilai rerata untuk keterlibatan eksperensial sebesar 14.85 dari kisaran nilai responden antara 8 hingga 20. Tabel 3. Skor Religiusitas Sampel pada Tiap Dimensi

Dimensi

Mean Median Standar Deviasi Minimal Maksimal

Idiologikal

Ritual

Intelektual

Konsekuensial 34.58 35.00 3.64 26 40

Eksperensial 14.85 15.00 2.49 8 20

B. Analisis Data

Sebelum dilakukan uji hipotesis, data penelitian harus memenuhi uji asumsi atau uji prasyarat. Uji asumsi terdiri dari uji normalitas dan uji linieritas. Apabila hasil uji normalitas dan linieritas menunjukkan bahwa data penelitian telah terdistribusi normal dan memiliki hubungan linier antara variabel bebas dan tergantung, maka uji parametrik dengan korelasi product moment Pearson’s dapat dilakukan. Sebaliknya jika hasil dari uji tersebut tidak normal dan tidak linier maka uji analisis yang dipilih adalah uji non- parametrik Spearman’s. Uji normalitas dan linieritas dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows 17.0. Berikut dijelaskan hasil uji prasyarat:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas dilakukan pada masing-masing sebaran data yaitu sebaran data kecemasan menghadapi UN dan sebaran data religiusitas, baik secara deskriptif maupun analitik. Uji normalitas secara deskriptif dapat dilihat dari stem-and-leaf plot, histogram, box plot dan normal Q-Q plot seperti yang terdapat pada Lampiran 6. Uji normalitas secara analitik dilakukan dengan menggunakan teknik One Sample Kolmogrov-Smirnov Test karena jumlah sampel > 50, dengan hasil sebagai berikut : Tabel 4. Uji Normalitas dengan Tes Kolmogorov-Smirnov

Variabel

nilai p

Keterangan

Religiusitas

0.20 Sebaran normal

Kecemasan

0.20 Sebaran normal

Berdasarkan hasil uji normalitas pada Tabel 4, variabel religiusitas memiliki sebaran data yang normal (p>0.05). Hasil uji normalitas terhadap data kecemasan menunjukkan adanya sebaran yang juga terdistribusi normal (p>0.05). Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dinyatakan bahwa data kedua variabel penelitian terdistribusi normal.

2. Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua variabel mempunyai hubungan yang linier. Grafik liniearitas pada Gambar 2 menunjukan adanya hubungan linier antara religiusitas dengan kecemasan menghadapi Ujian Akhir Nasional, yang ditandai dengan tren menurun yang bisa ditarik garis linier.

Gambar 2. Grafik Linieritas Antara Religiusitas dan Kecemasan Setelah dilakukan uji normalitas dan uji linieritas sehingga semua prasyarat uji parametrik terpenuhi, maka dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson.

Tabel 5. Uji Korelasi Pearson Antara Kecemasan dan Religiusitas

Korelasi

Nilai p

Koefisien korelasi (r)

Religiusitas terhadap kecemasan

Kecemasan terhadap religiusitas

Interpetasi hasil dari uji korelasi Pearson yang disajikan pada Tabel 5 dalam menilai kemaknaan korelasi antar dua variabel, digunakan nilai p. Terdapat korelasi yang bermakna antar dua variabel jika nilai p<0.05 (Dahlan, 2005). Hasil uji korelasi Pearson pada penelitian ini dengan nilai p<0.001 menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang bermakna antara skor religiusitas dan skor kecemasan .

Sedangkan nilai korelasi Pearson (r) sebesar -0.504 menunjukkan dua hal, yaitu arah korelasi dan kekuatan korelasi. Nilai korelasinya adalah negatif, menandakan hubungan yang berlawanan. Hal itu menunjukkan bahwa semakin besar nilai suatu variabel, semakin kecil nilai variabel yang lain (Dahlan, 2005). Nilai koefisien korelasi sebesar 0.504 mengindikasikan bahwa kekuatan korelasinya lemah (Sarwono, 2006; Nugroho, 2005). Nilai r ditafsirkan baik (r > 0.8), sedang (0.6 – 0.79), lemah (0.4 – 0.59), sangat lemah (<0.4) (Sastroasmoro,

2008). Koefisien determinasi (r 2 ) yang diperoleh adalah 0.254, artinya sumbangan variabel religiusitas terhadap penurunan tingkat kecemasan siswa dalam

menghadapi Ujian Nasional (UN) sebesar 25.4%.

Dari analisis data dengan menggunakan uji korelasi Pearson dapat disimpulkan bahwa Ho (r  0) ditolak, dan H 1 diterima. Dengan kata lain, ada Dari analisis data dengan menggunakan uji korelasi Pearson dapat disimpulkan bahwa Ho (r  0) ditolak, dan H 1 diterima. Dengan kata lain, ada

Selain uji hipotesis korelasional antara variabel dependen dan independen, peneliti sekaligus meninjau lebih detail lagi hubungan masing-masing dimensi dari religiusitas terhadap tingkat kecemasan dalam mengadapi Ujian Nasional (UN). Setelah dilakukan uji korelasional diperoleh hasil yang disajikan dalam Tabel 6 berikut. Tabel 6. Uji Korelasi antara Kecemasan dengan Dimensi-dimensi Religiusitas

Variabel dependen Variabel independen Koefisien korelasi (r) Nilai p Kecemasan

* signifikan pada p < 0.05

Dari Tabel 6 didapatkan empat dimensi dari variabel religiusitas memiliki hubungan negatif yang bermakna dengan kecemasan secara statistik (p<0.05), yaitu dimensi idiologikal, dimensi ritual, dimensi intelektual dan dimensi konsekuensial. Dimensi eksperensial mempunyai korelasi terlemah dengan kecemasan yang tidak menunjukkan adanya kebermaknaan secara statistik dengan nilai p>0.05 yaitu 0.360.

BAB V PEMBAHASAN

Hasil analisis data menunjukkan nilai rerata skor religiusitas (mean  SD) adalah 167.08  13.56. Sedangkan nilai rerata skor kecemasan sampel (mean  SD) adalah 26.26  6.13. Pada pengambilan sampel secara random didapatkan sampel laki-laki dan perempuan dalam jumlah yang berbeda, yaitu 38 perempuan

(63.33%) dan 22 laki-laki (36.67%). Hal ini dikarenakan jumlah sampel eligibel dari siswa perempuan lebih dominan daripada siswa laki-laki dimana siswa perempuan sebanyak 154 atau 62.6% sedangkan siswa laki-laki sebanyak 92 atau 37.4% Meski teknik pencuplikan random dilakukan secara sederhana (non- proporsional), persentase sampel penelitian menurut rasio jenis kelamin proporsional dengan populasi target.

Berdasarkan cut off point skala kecemasan dengan TMAS yaitu skor 21 dinyatakan cemas, maka 85% dari seluruh responden mengalami kecemasan.

Responden perempuan yang mengalami kecemasan jumlahnya lebih banyak yaitu 89.94% sedangkan responden pria yang cemas sebanyak 77.27%. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Durand et al. (2007) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan seseorang adalah faktor biologis. Berkaitan dengan kecemasan pada laki-laki dan perempuan, Trismiati (2004) mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki. Laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif.

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Trismiati (2004) menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding perempuan. Maccoby dan Jacklin (2001) menyatakan bahwa perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan daripada laki-laki. Perempuan juga dinilai lebih cemas, kurang sabar, dan mudah mengeluarkan air mata. Berbagai studi kecemasan secara umum menyatakan bahwa perempuan lebih cemas daripada laki-laki.

Berdasarkan hasil analisis data dengan uji korelasi product moment dari Pearson, didapatkan bahwa terdapat hubungan negatif antara religiusitas dengan kecemasan menghadapi UN dengan nilai r = -0.504, sehingga hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan negatif antara religiusitas dengan kecemasan siswa muslim kelas XII SMU Negeri 5 Surakarta yang akan menghadapi Ujian Akhir (UN) dapat diterima. Artinya semakin tinggi religiusitas maka semakin rendah kecemasan siswa, sebaliknya semakin rendah religiusitas maka kecemasan dalam menghadapi Ujian Akhir (UN) semakin tinggi.

Kecemasan dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu emosi yang ditandai dengan keadaan yang tidak menyenangkan, penuh kekhawatiran dan kegelisahan yang penyebab timbulnya tidak jelas atau tidak kelihatan (Trismiati, 2004). Kecemasan yang berhubungan dengan ujian merupakan pengalaman buruk yang kurang menyenangkan yang dialami individu baik di saat persiapan tes, menjelang dan selama pelaksanaan tes. Seseorang yang menderita kecemasan yang tinggi dalam menghadapi tes menyebabkan seseorang terhambat atau kurang bisa memproses informasi dan tidak dapat menemukan cara pemecahan masalah yang Kecemasan dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu emosi yang ditandai dengan keadaan yang tidak menyenangkan, penuh kekhawatiran dan kegelisahan yang penyebab timbulnya tidak jelas atau tidak kelihatan (Trismiati, 2004). Kecemasan yang berhubungan dengan ujian merupakan pengalaman buruk yang kurang menyenangkan yang dialami individu baik di saat persiapan tes, menjelang dan selama pelaksanaan tes. Seseorang yang menderita kecemasan yang tinggi dalam menghadapi tes menyebabkan seseorang terhambat atau kurang bisa memproses informasi dan tidak dapat menemukan cara pemecahan masalah yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa religiusitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan. Religiusitas dalam penelitian ini diartikan sebagai internalisasi nilai-nilai agama dalam diri seseorang. Internalisasi di sini berkaitan dengan kepercayaan terhadap ajaran-ajaran agama baik di dalam hati maupun dalam ucapan. Dalam hal ini religiusitas lebih melihat aspek yang ada di dalam lubuk hati dan tidak dapat dipaksakan (Rosyidah, 2006).

Hubungan antara religiusitas dan kecemasan menghadapi UN dapat dilihat dari usaha siswa dan guru yang berupaya untuk mendekatkan diri lagi dan memasrahkan semuanya kepada Tuhan. Siswa di SMU N 5 Surakarta melakukan upaya-upaya nyata yang berupa kegiatan keagamaan untuk mengurangi atau mengatasi kecemasannya, misalnya pada waktu istirahat melakukan ibadah sholat sunnah, guru bimbingan konseling dan guru agama memberikan dorongan, semangat untuk lebih giat beribadah serta saran-saran agar para siswa bisa lebih tenang dalam menghadapi UN nanti. Pada hari menjelang Ujian Nasional (UN) dilakukan doa bersama dan pemberian nasihat kepada siswa kelas XII.

Hasil penelitian ini selaras dengan apa yang diungkapkan Hawari (2006) bahwa ajaran agama merupakan salah satu faktor yang dapat menjauhkan manusia dari perasaan cemas, tegang dan depresi. Keyakinan, idealisasi dan keimanan membuat manusia dapat menjalani kehidupan dengan baik sekaligus mencapai suatu hal yang bermanfaat bagi kemanusiaan dan peradaban. Cara pandang positif dan keyakinan terhadap kehidupan yang terbangun dengan religiusitas dapat memunculkan daya tahan dan kemampuan menghadapi permasalahan yang sekiranya dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan dapat muncul karena beberapa kondisi eksternal seperti konflik keluarga, tekanan sosial maupun terlalu kuatnya ikatan individu pada lingkungannya.

Keyakinan dan keimanan yang biasa disebut juga sebagai religiusitas tersusun atas beberapa dimensi atau keterlibatan, antara lain keterlibatan ideologikal, keterlibatan ritual, keterlibatan intelektual, keterlibatan konsekuensial dan keterlibatan eksperensial (Jalaludin, 2004). Penelitian ini menunjukkan bahwa dimensi ideologikal, dimensi ritual, dimensi intelektual dan dimensi konsekuensial memiliki hubungan yang bermakna dengan kecemasan. Akan tetapi dimensi eksperiensial tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan nilai p=0.360 yang tidak sesuai dengan teori yang telah diungkapkan sebelumnya. Hal ini mungkin terjadi karena responden kurang memahami pertanyaan-pertanyaan pada dimensi eksperiensial yang memang saling mirip dan kurangnya pengalaman spiritual yang kuat dan berkesan yang umumnya terjadi pada usia dewasa pertengahan.