BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Strategi 2.1.1 Defenisi Strategi - Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Strategi

2.1.1 Defenisi Strategi

  Strategi mempunyai pengertian yang banyak dalam kamus bahasa Indonesia, namun yang paling penting sesuai dengan konteks penelitian, maka strategi sendiri memiliki pengertian yaitu; rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus (KBBI 2001 : 1092). panglima yang biasanya digunakan dalam peperangan.

  Edi Suharto (2007) mendefenisikan strategi adalah usaha-usaha menyeluruh yang dirancang untuk menjamin agar perubahan-perubahan yang diusulkan untuk dapat diterima oleh partisipan atau berbagai kalangan yang akan terlibat dan dilibatkan dalam proses perubahan. Atau dengan kata lain, Strategi adalah proses penentuan rencana parpuncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.

  Seperti halnya Morrisey (1995) juga mendefenisikan strategi adalah proses untuk

  menentukan arah yang harus dituju oleh organisasi agar misinya tercapai dan sebagai daya dorong yang akan membantu organisasi dalam menentukan produk, jasa, dan pasarnya di masa depan. Dalam menjalankan aktifitas operasional setiap hari di organisasi, para pemimpin selalu merasa bingung dalam memilih dan menentukan strategi yang tepat karena keadaan yang terus menerus berubah.

  Dengan kata lain strategi merupakan cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran. Untuk menetukan mana yang terbaik tersebut akan tergantung dari kriteria yang digunakan. Strategi menyebutkan satu persatu penyebab dari hasil antara apa yang dilakukan pelaku dan bagaimana dunia luar menanggapinya. Strategi disebut efektif jika hasil yang dicapai seperti yang diinginkan, karena kebanyakan situasi yang memerlukan analisis stratejik dan statis melainkan interaktif dan dinamis, maka hubungan antara penyebab dan hasilnya tidak tepat atau pasti. diakses pada tanggal 30 Mei 2013 pukul 00.30 wib)

2.1.2 Dimensi Strategi

  Berdasarkan pengertiannya diatas dapat dijelaskan bahwa strategi memiliki beberapa dimensi yang perlu diperhitungkan dan diketahui untuk mengurangi dampak elemen ketidakpastian dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi tersebut antara lain : a.

  Dimensi Keterlibatan Manajemen Puncak Keterlibatan manajemen puncak merupakan keharusan, karena hanya pada tingkat manajemen puncak akan tampak segala bentuk implikasi berbagai tantangan dan tuntutan lingkungan internal serta eksternal, pada tingkat manajemen puncaklah terdapat cara pandang yang holistik dan menyeluruh. Selain itu, hanya manajemen puncaklah yang memiliki wewenang untuk mengalokasikan dana, prasarana dan sumber lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan yang telah diputuskan.

  b.

  Dimensi Lingkungan Internal dan Eksternal Dimensi lingkungan internal dan eksternal adalah suatu kondisi yang sedang dihadapi yang berupa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang harus diketahui secara tepat untuk merumuskan rencana strategi yang berjangka panjang. Dalam kondisi tersebut, manajemen puncak perlu melakukan analisi yang objektif agar dapat menetukan kemampuan organisasi berdasarkan berbagai sumber yang dimiliki.

  Dengan demikian, manajemen puncak memahami terhadap kondisi lingkungan internal dan eksternal bagi organisasi dan mampu melakukan berbagai pendekatan juga teknik untuk merumuskan strategi organisasi yang dipimpinnya.

  c.

  Dimensi Konsekuensi Isu Strategi Dalam mengimplementasikan strategi harus didasarkan pada penempatan organisasi komponen atau unsur organisasi, baik arti sumber daya maupun arti satuan-satuan kerja tersebut yang dikenal seperti departemen, divisi, biro, seksi dan sebagainya (Suharto, 2006).

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Strategi

  Adapun faktor yang menjadi pendukung dalam merumuskan strategi, agar suatu organisasi tetap eksis, tangguh menghadapi perubahan, dan mampu meningkatkan efektivitas serta produktivitas. Faktor-faktor tersebut antara lain, tipe dan struktur organisasi, gaya manajerial, kompleksitas lingkungan eksternal, kompleksitas proses produksi dan hakikat berbagai masalah yang dihadapi.

  a.

  Tipe dan Struktur Organisasi Struktur organisasi dapat didefenisikan sebagai lukisan interkasi, aktivitas-aktivitas peranan, hubungan dan hirarki tujuan suatu organisasi.

  Tipe dan struktur organisasi yang dipilih untuk digunakan harus berhubungan dengan kepribadian organisasi tersebut, sebab setiap organisasi pasti memiliki kepribadian yang khas. Dengan demikian, dalam struktur organisasi harus terdapat beberapa unsur antara lain, spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau disentralisasi dalam pengambilan keputusan kerja dan ukuran kerja.

  b.

  Gaya Manajerial (Kepemimpinan) Dalam teori kepemimpinan dikenal berbagai teologi kepemimpinan antara lain, tipe otokratik, paternalistik, laisez faire, demokratik, dan kharismatik. Namun demikian, tidak ada satupun tipe yang sesuai dan dapat digunakan secara konsisten pada semua jenis dan kondisi c.

  Kompleksitas Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal organisasi selalu bergerak dinamis. Gerakan dinamis tersebut berpengaruh pada cara mengelola organisasi dan termasuk dalam merumuskan dan menetapkan strategi. Karena tidak ada organisasi yang dapat membebaskan diri dari dampak lingkungan eksternal, maka dinamika tersebut harus dikenali, dianalisi, diperhitungkan demi mencapai tujuan dan sasasran organisasi.

  d.

  Hakekat masalah yang dihadapi Strategi merupakan keputusan dasar yang diambil oleh manajemen puncak melalui berbagai analisis dan diperhitungkan terhadap lingkungan internal dan eksternal organisasi.

  Karena itu keputusan yang diambil oleh manajemen puncak akan menetukan kesinambungan organisasi saat sekarang dan masa depan.

2.1.4 Tahapan Strategi

  Penerapan strategi suatu organisasi merupakan suatu proses yang dinamis, agar terjadinya keberlangsungan dalam organisasi. Tahapan tersebut secra garis besar adalah sebgai berikut : a.

  Analisis Lingkungan Analisis lingkungan merupakan suatu proses awal menetapkan strategi yang bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai yang mempengaryhi kinerja lingkungan dan organisasi.

  Secara garis besar analisis suatu organisasi mencakup dua komponen pokok yaitu analisis lingkungan internal dan analisis lingkungan eksternal. Adapun proses ini dikenal dengan analisis SWOT (Streight, Weakness, Oppurtinity, Theats).

  Tujuan utama dilakukannya analisis lingkungan internal dan eksternal suatu organisasi adalah untuk mengidentifikasi peluang (oppurtinity) yang harus segera mendapatkan perhatian perlu diantisipasi. Hasil analisis SWOT akan menggambarkan kualitas dan kuantifikasi posisi organisasi yang kemudian memberikan rekomendasi berupa pilihan strategi generic serta kebutuhan atau modifikasi sumber daya organisasi.

  a.

  Penetapan Misi dan Tujuan Setiap organisasi macamnya pasti memiliki misi dan tujuan dari organisasi itu. Misi dan tujuan ini menetukan arah mana yang akan dituju oleh organisasi. Misi menurut pengertiannya adalah suatu maksud dan kegiatan utama yang membuat organisasi memiliki jati diri yang khas dan sekaligus membedakannya dari organisasi lain yang bergerak dalam bidang usaha yang sejenis. Tujuan adalah landasan utama untuk menggariskan kebijakan yang ditempuh dan arah tindakan untuk mencapai tujuan perusahaan.

  b.

  Perumusan Strategi Perumusan strategi dalam hal ini adalah proses merancang dan menyeleksi berbagai strategi yang pada hakikatnya menuntun pada pencapaian misi dan tujuan organisasi. Strategi yang ditetapkan tidak dapat lahir begitu saja. Diperlukan suatu proses dalam memilih berbagai strategi yang ada.

  Setelah memilih strategi yang ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah melaksanakan strategi yang telah ditetapkan tersebut. Dalam tahap pelaksanaan strategi yang telah dipilih sangat membutuhkan komitmen dan kerja sama dari seluruh unit, tingkat dan anggota organisasi.

  Ada beberapa yang penting dalam mengimplementasikan strategi dalam suatu organisasi yakni sebagai berikut :

  1. Sajikan citra yang baru.

  Kurangi konflik dan tangani secara terbuka.

  3. Bentuk persekutuan dengan berbagai pihak.

  4. Mulai secara kecil-kecilan (Suharto, 2006).

  5.

2.1.5 Jenis-Jenis Strategi

  Banyak organisasi menjalankan dua strategi atau lebih secara bersamaan, namun strategi kombinasi dapat sangat beresiko jika dijalankan terlalu jauh. Di perusahaan yang besar dan terdiversifikasi, strategi kombinasi biasanya digunakan ketika divisi-divisi yang berlainan menjalankan strategi yang berbeda. Juga, organisasi yang berjuang untuk tetap hidup mungkin menggunakan gabungan dari sejumlah strategi defensif, seperti divestasi, likuidasi, dan rasionalisasi biaya secara bersamaan.

  Jenis-jenis strategi adalah sebagai berikut:

1. Strategi Integrasi

  Integrasi ke depan, integrasi ke belakang, integrasi horizontal kadang semuanya disebut sebagai integrasi vertikal. Strategi integrasi vertikal memungkinkan perusahaan dapat mengendalikan para distributor, pemasok, dan / atau pesaing.

  2. Strategi Intensif Penetrasi pasar, dan pengembangan produk kadang disebut sebagai strategi intensif karena semuanya memerlukan usaha-usaha intensif jika posisi persaingan perusahaan dengan produk yang ada hendak ditingkatkan.

  3. Strategi Diversifikasi Terdapat tiga jenis strategi diversifikasi, yaitu diversifikasi konsentrik, horizontal, dan konglomerat. Menambah produk atau jasa baru, namun masih terkait biasanya disebut diversifikasi konsentrik. Menambah produk atau jasa baru yang tidak terkait untuk pelanggan yang sudah ada disebut diversifikasi horizontal. Menambah produk atau jasa baru yang tidak disebut diversifikasi konglomerat.

  4. Strategi Defensif Disamping strategi integrative, intensif, dan diversifikasi, organisasi juga dapat menjalankan strategi rasionalisasi biaya, divestasi, atau likuidasi. Rasionalisasi Biaya, terjadi ketika suatu organisasi melakukan restrukturisasi melalui penghematan biaya dan aset untuk meningkatkan kembali penjualan dan laba yang sedang menurun. Kadang disebut sebagai strategi berbalik (turnaround) atau reorganisasi, rasionalisasi biaya dirancang untuk memperkuat kompetensi pembeda dasar organisasi. Selama proses rasionalisasi biaya, perencana strategi bekerja dengan sumber daya terbatas dan menghadapi tekanan dari para pemegang saham, karyawan dan media. Divestasi adalah menjual suatu divisi atau bagian dari organisasi. Divestasi sering digunakan untuk meningkatkan modal yang selanjutnya akan digunakan untuk akusisi ata strategis lebih lanjut. Divestasi dapat menjadi bagian dari strategi rasionalisasi biaya menyeluruh untuk melepaskan organisasi dari bisnis yang tidak menguntungkan, yang memerlukan modal terlalu besar, atau tidak cocok dengan aktivitas lainnya dalam perusahaan. Likuidasi adalah menjual semua aset sebuah perusahaan secara bertahap sesuai nilai nyata aset tersebut. Likuidasi merupakan pengakuan kekalahan dan akibatnya bisa merupakan strategi yang secara emosional kerugian dalam jumlah besar.

  5. Strategi Umum Michael Porter Menurut Porter, ada tiga landasan strategi yang dapat membantu organisasi memperoleh keunggulan kompetitif, yaitu keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus. Porter menamakan ketiganya strategi umum. Keunggulan biaya menekankan pada pembuatan produk standar dengan biaya per unit sangat rendah untuk konsumen yang peka terhadap perubahan harga.

  Diferensiasi adalah strategi dengan tujuan membuat produk dan menyediakan jasa yang dianggap unik di seluruh industri dan ditujukan kepada konsumen yang relatif tidak terlalu peduli terhadap perubahan harga. Fokus berarti membuat produk dan menyediakan jasa yang memenuhi keperluan sejumlah kelompok kecil konsumen.

   diakses pada tanggal 30 Mei 2013

  pukul 00.40 wib)

2.2 Pekerja Sosial

2.2.1 Pengertian Pekerja Sosial

  Pekerjaan sosial sebagai suatu profesi masih dikatakan sebagai profesi yang baru muncul pada awal abad kedua puluh, meskipun demikian pekerja sosial mempunyai akar sejak timbulnya revolusi industri. Menurut Thelma Lee Mendoza, pekerjaan sosial merupakan profesi yang memperhatikan penyesuaian antara individu dengan lingkungannya; dan individu (kelompok) dalam hubungan dengan situasi (kondisi) sosialnya.

  Konsep “pekerja sosial” digunakan untuk mengambarkan seseorang yang bergelut dibidang pekerjaan sosial yang berasal (lulusan) dari pendidikan pekerjaan sosial ataupun ilmu kesejahteraan sosial, maka beberapa alumni pendidiakan ilmu kesejahteraan sosial menggunakan Adi, 2005 : 10). istilah pekerjaan sosial professional untuk membedakan dari relawan (

  Selain itu, pekerja sosial menurut Charles Zastrow (1982) (dalam Sukoco, 1995 : 7) adalah kegiatan profesional untuk membantu individu-individu, kelompok, maupun masyarakat guna meningkatkan atau memperbaiki kemampuan mereka dalam berfungsi sosial serta menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka mencapai tujuan.

  Dari pengertian di atas, maka seorang pekerja sosial harus mampu menciptakan kondisi masyarakat yang baik dan teratur dalam menjaga setiap keberfungsian elemennya yang menjadi para pemeran berbagai peran yang ada di dalam masyarakat. Menciptakan kondisi masyarakat yang kondusif dengan relasi-relasi yang ada didlamnya untuk bisa memberikan keterikatan diantara pemegang peran tersebut.

2.2.2 Fungsi dan Peran Pekerja Sosial

  Fungsi dan peran pekerja sosial menurut Heru Sukoco (1995) antara lain: 1. Fungsi-fungsi pekerja sosial a.

  Membantu seseorang meningkatkan dan menggunakan kemampuannya secara efektif untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan memecahkan masalah-masalah sosial yang mereka alami.

  b.

  Meningkatkan orang dengan sistem-sistem sumber.

  c.

  Memberikan fasilitas interaksi dengan sistem sumber.

  d.

  Mempengaruhi kebijakan sosial.

  e.

  Memeratakan atau menyalurkan sumber-sumber material.

2. Peranan pekerja sosial a.

  Sebagai pemercepat perubahan (enabler), seorang pekerja sosial membantu individu- individu, kelompok maupun masyarakat dalam mengakses sistem sumber yang ada.

  Mengidentifikasi masalah dan mengembangkan kapasitasnya agar dapat mengatasi masalah dalam pemenuhan kebutuhannya.

  b.

  Peran sebagai perantara (broker), yaitu menghubungkan individu-individu, kelompok, masyarakat dengan lembaga pemeberi pelayanan. Masyarakat dalam hal ini Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat serta Pemerintah agar dapat memberikan pelayanan kepada individu-individu , kelompok, masyarakay yang membutuhkan bantuan atau layanan masyarakat.

  c.

  Pendidik (educator), yaitu dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, community worker diharapkan mempunyai kemampuan untuk menyampaikan informasi dengan baik dan benar serta mudah diterima oleh individu, kelompok, mayarakat yang menjadi sasaran perubahan.

  d.

  Tenaga ahli (expert), dalam kaitannya sebagai tenaga ahli, pekerja sosial dapat memberikan masukan, saran dan dukungan informasi dalam berbagai area individu, kelompok, dan masyarakat.

  e.

  Perencana sosial (social planner), seorang perencana sosial mengumpulkan data mengenai masalah sosial yang dihadapi individu-individu, kelompok dan masyarakat menganalisa dan menyajikan alternatif tindakan yang rasional dalam mengakses sistem f.

  Fasilitator, dimana pekerja sosial berkaitan dengan menstimulasi atau mendukung pengembangan masyarakat. Peran ini dilakukan untuk mempermudah proses perubahan individu, kelompok, masyarakat menjadi katalis untuk bertindak dan menolong sepanjang proses pengembangan dengan menyediakan waktu, pemikiran dan sarana-sarana yang dibutuhkan dalam proses tersebut.

2.2.3 Strategi Pekerja Sosial

  Untuk membantu masalah-masalah yang timbul dari perubahan sosial , peran pekerja sosial sangat diharapkan. Dalam proses aktifitasnya, peranan pekerja sosial sangat beragam tergantung pada konteksnya. Kinerja pekerja sosial dalam melaksanakan keberfungsian sosial dapat dilakukan melalui lima strategi pemberdayaan yaitu :

1. Pemungkinan 2.

  Penguatan 3. Perlindungan

4. Penyokongan 5.

  Pemeliharaan (Suharto, 2007).

  Panti sosial sebagai lembag a pelayanan kesejahteraan sosial, dalam melaksanakan kegiatannya terikat dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan Panti Sosial dalam praktek pekerjaan sosial (Lampiran I Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 50/HUK/2004), yaitu : 1.

  Mengacu kepada rambu-rambu yang berlaku.

  2. Memberikan kesempatan yang sama kepada mereka yang membutuhkan untuk 3.

  Menghargai dan memberi perhatian kepada setiap klien dalam kapasitas sebagai individu sekaligus juga sebgai anggota masyarakat.

  4. Menyelenggarakan fungsi pelayanan kesejahteraan sosial yang bersifat pencegahan, perlindungan, pelayanan dan rehabilitasi serta pengembangan.

  5. Menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial yang dilaksanakan secara terpadu antara profesi pekerjaan sosial dengan profesi lainnya yang berkesinambungan.

  6. Menyediakan pelayanan kesejahteraan sosial berdasarkan kebutuhan klien guna meningkatkan fungsi sosialnya.

  7. Memberikan kesempatan kepada klien untuk berpartisipasi secara aktif dalam usaha- usaha pertolongan yang diberikan.

  8. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan kesejahteraan sosial kepada pemerintah atau masyarakat.

2.3 Kesejahteraan Sosial

2.3.1 Defenisi Kesejahteraan Sosial

  Ada beberapa pengertian kesejahteraan sosial menurut bebarapa ahli antara lain : a. Walter A. Friedlander

  “Kesejahteraan Sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga sosial yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi serta sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan b.

  Dwi Heru Sukoco Dalam buku “Introduction to Social Work Practice” olen Marx Siporin, Kesejahteraan

  Sosial mencakup semua bentuk intervensi sosial yang secara pokok dan langsung untuk meningkatkan keadaan yang baik antara individu dan masyarakat secara keseluruhan.

  Kesejahteraan sosial mencakup semua tindakan dan proses secara langsung yang mencakup tindakan dan pencegahan masalah sosial, pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kualitas hidup.

  c.

  Zastrow Kesejahteraan sosial adalah sebuah sistem yang meliputi program dan pelayanan yang membantu orang agar memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang sangat mendasar untuk memelihara masyarakat.

  

diakses

  pada tanggal 29 Juli 2013 pukul 10.50 wib)

  Sebagaimana batasan PBB, kesejahteraan sosial adalah kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat (Suharto, 2006).

  Sehingga, dapat didefenisikan bahwa kesejahteraan sosial merupakan suatu sistim yang terkoordinasi yang bertujuan untuk membantu individu, kelompok maupun masyarakat untuk memenuhi standar hidupnya agar dapat kembali menjalankan fungsi sosialnya. Hakikat pembangunan kesejahteraan sosial adalah upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial menjalankan fungsinya didalam kehidupan (Undang-undang No. 13 tahun 1998).

2.3.2 Klarifikasi Pelaksana Kesejahteraan Sosial (Pekerja Sosial)

  Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial menjelaskan bahwa ada tiga jenis pelaksana kesejahteraan sosial, diantaranya: 1.

  Tenaga kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik atau dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan atau seseorang yang bekerja baik dilembaga pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial.

  2. Pekerja Sosial Profesional adalah sesorang yang bekerja baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerja sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan atau pengalaman praktek pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah-masalah sosial.

  3. Relawan Sosial adalah seseorang dan atau kelompok masyarakat baik yang berlatar belakang pekerjaan sosial maupun bukan berlatar belakang pekerjaan sosial, tetapi melaksanakan kegiatan penyelenggaraan di bidang sosial bukan di instansi sosial pemerintah atas kehendak sendiri dengan atau tanpa imbalan.

2.4 Pelayanan

2.4.1 Pengertian Pelayanan

  Pelayanan berasal dari kata layan yang artinya membantu meyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang. Pelayanan yaitu setiap kegiatan yang manfaatnya dapat diberikan dari satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud (intangible) dan tidak berakibat pemilikan sesuatu. (http://Pengertian Kualitas Pelayanan html

   diakses pada tanggal 25 mei 2013 pukul 21.25 wib). Pelayanan merupakan istilah yang tidak mudah untuk dijelaskan.

  Pertama-tama kesulitannya karena service memiliki berbagai arti seperti pekerjaan atau kewajiban yang dilakukan untuk pemerintah, perusahaan, atau militer. Kata ini juga dapat berarti bagian dari suatu organisasi pemerintah seperti Civil Service dan Diplomatic Service. Kata service juga dapat berarti perawatan dan perbaikan kendaraan dan mesin secara reguler, dan juga digunakan sebagai pukulan awal dalam tenis atau badminton. Kata ini juga sering diartikan sebagai jasa seperti dalam good and service, yaitu barang dan jasa, dan sebagainya.

  Pelayanan yang dimaksud disini lebih terfokus pada pelayanan yang diberikan kepada klien atau penyandang cacat yang berada di panti sosial atau di lembaga-lembaga sosial yang merehabilitasi gangguan atau penyakit yang terkait dengan permasalahan sosial. Pelayanan yang diberikan oleh pekerja sosial biasanya berupa konseling, bimbingan mental dan psikologi untuk mengembangkan potensi yang baik terhadap klien.

2.4.2 Pelayanan Sosial

  Pelayanan sosial adalah sebagai suatu aktivitas yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan dengan lingkungan sosialnya. Dimana pelayanan sosial dapat diartikan sebagai seperangkat program yang diajukan dalam membantu individu atau kelompok yang mengalamai hambatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika keadaan individu atau kelompok tersebut dan bahkan kriminalitas. Kategori pelayanan sosial biasanya dikelompokkan berdasarkan sasaran pelayanannya, misalnya pelayanan atau perawatan anak, remaja, lanjut usia. Sedangkan berdasarkan setting atau tempatnya, misalnya pelayanan sosial di sekolah, tempat kerja, penjara, rumah sakit. Kemudian berdasarkan jenis atau sektor, misalnya pelayanan konseling, kesehatan mental, pendidikan khusus dan vokasional, jaminan sosial, perumahan.

  Selain itu pelayanan sosial disebut juga sebagai pelayanan kesejahteraan sosial. Menurut Walter Friendler (1961), kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan- pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standard hidup dan kesehatan yang memuaskan serta relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat. (Muhidin, 1992 : 1).

  Dari defenisi di atas dapat dijelaskan bahwa :

  1. Konsep Kesejahteraan Sosial sebagai suatu sistem atau “organized system” yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial.

  2. Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan juga relasi- relasi sosial dengan lingkungannya.

  3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara meningkatkan “kemampuan individu” baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya.

  Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi dapat terlihat daru rumusan Undang-Undang 1 ayat 1: “kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.”

  Dalam pelayanan sosial juga ada usaha kesejahteraan sosial dimana pelayanan sosial juga termasuk dari salah satu didalamnya. Pelayanan sosial dapat diartikan dalam dua macam yaitu:

  1. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup funsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, perumahan, tenaga kerja dan sebagainya.

  2. Pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna sosial dan sebagainya. (Muhidin, 1992 : 41)

  Semakin tersebarnya dan dipraktekkan secara universal pelayanan sosial, maka pelayanan sosial yang ditujukan kepada golongan masyarakat yang membutuhkan pertolongaan khusus tidak terkecuali para penyandang cacat.

2.4.3 Fungsi-Fungsi Pelayanan Sosial

  Pelayanan sosial telah dan mungkin akan diklasisikasikan dalam berbagai cara, tergantung dari tujuan klasisikasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fungsi dari pelayanan sosial adalah sebagai berikut: Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat.

  2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi.

  3. Orientasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial dan penyesuaian sosial.

  4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat untuk tujuan pembangunan.

  5. Penyediaan dan penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan agar pelayanan- pelayanan yang terorganisasi dapat berfungsi.

  Richard M. Titmuss mengemukakan bahwa pelayanan sosial ditinjau dari perspektif masyarakat adalah sebagai berikut:

  1. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok dan masyarakat untuk masa sekarang dan untuk masa yang akan datang.

2. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk melindungi masyarakat.

  3. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai suati investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

  4. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai program kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapat pelayanan sosial misalnya, kompensasi kecelakaan industri dan sebagainya.

  Fungsi utama pelayanan sosial menurut Alfred J. Khan adalah : 1. Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi.

  3. Pelayanan akses.

  Pelayanan sosial untuk sosialisasi san pengembangan dimaksuskan untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam diri anak dan pemuda dalam program-program pemeliharaan, pendidikan (Non Formal) dan pengembangan. Dimana tujuannya untuk menanamkan nilai-nilai masyarakat dlam usaha pengembagan kepribadian anak.

  Bentuk-bentuk pelayanan sosial tersebut adalah: 1. Program penitipan anak.

  2. Program-program kegiatan remaja.

  3. Program-program pengisian waktu luang bagi anak remaja dalam keluarga.

  Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi mempunyai tujuan untuk melaksanakan pertolongan kepada seseorang, baik secara individual maupun didalam kelompok/keluarga dan masyarakat agar mampu mengatasi masalah-maslahnya. Bentuk-bentuk pelayanan sosial tersebut antara lain:

  1. Bimbingan sosial bagi keluarga.

  2. Program asuhan keluarga dari adopsi anak.

  3. Program bimbingan bagi anak-anak nakal dan bebas hukuman.

  4. Program rehabilitasi bagi penderita cacat.

  5. Program-program bagi lanjut usia.

  6. Program penyembuhan bagi penderita gangguan mental.

  7. Program bimbingan bagi anak-anak yang mengalami masalah dalam bidang pendidikan.

  Kebutuhan akan program pelayanan sosial akses disebabkan karena: Adanya birokrasi modern.

  b.

  Perbedaan tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap hal-hal dan kewajiban/tanggungjawab.

  c.

  Diskriminasi dan d.

  Jarak geografis antara lembaga-lembaga pelayanan dari orang-orang yang memerlukan pelayanan sosial (Muhidin, 1992 : 44).

  Pelayanan sosial untuk tujuan menyembuhkan, memberikan bantuan, rehabilitasi, perlindungan sosial biasanya melalui kegiatan/program dalam suatu lembaga, misalnya lembaga panti, lembaga rehabilitasi dan lain-lain. Tujuan dari pelayanan ini adalah memulihkan kemampuan peranan sosial dan memberi bantuan guna penyesuaian yang memadai dengan lingkungan sosialnya. Bentuk pelayaann panti merupakan salah satu pelayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan bagi golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak-anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial yang diberikan misalnya pelayanan di panti asuhan, panti jompo, panti karya, dan lain-lain.

  Tujuan pelayanan kesejahteraan sosial adalah mengaktualkan potensi klien. Sementara tugas pelayanan sosial adalah memberikan pelayanan (bantuan, santunan, bekal lain) untuk membangiktkan motivasi klien, dan mengorganisasi lingkungan yang sesuai atau mungkin disesuaikan (Nurdin, 1989 : 46).

  Anak asuh adalah anak yang berasal dari keluarga pra sejahtera ataupun yang sudah tidak memiliki orantua dan mendapat pengasuhan di luar lingkungan keluarga yang sah. Lingkungan anak. Dapat juga berupa yayasan ataupun lembaga yang bergerak dibidang pengasuhan dan perlindungan anak. Anak asuh merupakan anak terlantar yang mendapat bantuan, perlindungan serta bimbingan dalam panti asuhan dengan sistem pelayanan didalamnya.

  Dalam salah satu teori Marxist, disebutkan bahwa organisasi atau lembaga pelayanan sosial cenderung mengutamakan nilai-nilai ekonomi dan menekankan sistem ekonomi kapitalis, yaitu mengambil keuntungan sehingga seringkali membawa kerugian pada masyarakat. Pandangan ini banyak dilakukakan organisasi atau lembaga pelayanan sosial.

  Dari uaraian di atas dapat dilihat bahwa lembaga atau organisasi seringkali tidak mencapai tujaun yang sebenarnya. Hal ini disebabkan karena pekerja sosial sebagai pelaksana pelayanan tidak profesional dan tidak bersungguh-sungguh dalam melakukan pelayanannya kepada masyarakat.

2.4.4 Pelayanan Panti Sosial Tuna Rungu Wicara

   Panti Sosial Tuna Rungu Wicara adsalah panti rehabilitasi sosial khusus penyandang

  cacat tuna rungu wicara yang mempunyai tugas memberikan pelayanan rehabilitasi sosial yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi orang dengan kecacatan rungu wicara agar mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Pada dasarnya program rehabilitasi sosial rungu wicara pada panti sosial tuna rungu wicara (PSBRW) adalah terbina dan terentasnya orang dengan kecacatan rungu wicara agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam tatanan kehidupan dan penghidupan

  Proses pelayanan panti sosial meliputi beberapa tahap antara lain tahap pendekatan awal, asesmen, perencanaan program pelayanan, pelaksanaan pelayanan dan rujukan, pemulangan dan penyaluran serta pembinaan lanjut. Dimana pada tahap akhir pelayanan adalah pembinaan lanjut yang merupakan rangkaian dari proses rehabilitasi sosial atau pemulihan, yang ditujukan agar eks klien dapat beradaptasi dan juga berperan serta di dalam lingkungan keluarga, kelompok, lingkungan kerja dan masyarakat.

  Ada dua macam standar panti sosial, yaitu standar umum dan standar khusus. Standar umum adalah ketentuan yang memuat kondisi dan kinerja tertentu yang perlu dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial jenis apapun. Mencakup aspek kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pembiayaan, pelayanan sosial dasar, dan monitoring-evaluasi.

  Sedangkan standar khusus adalah ketentuan yang memuat hal-hal tertentu yang perlu dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial dan atau lembaga pelayanan sosial lainnya yang sejenis sesuai dengan karekteristik panti sosial. Adapun yang menjadi standar umum panti sosial adalah A.

  Kelembagaan, meliputi:

  1. Legalitas Organisasi. Mencakup bukti legalitas dari instansi yang berwenang dalam rangka memperoleh perlindungan dan pembinaan profesionalnya.

  2. Pengembangan personil panti.

  D.

  3. Umum, memiliki ruang makan, ruang tidur, mandi dan cuci, belajar, kesehatan dan peralatannya serta ruang perlengkapan.

  2. Perkantoran, memiliki ruang kantor, ruang rapat, ruang tamu, kamr mandi, peralatan kantor sperti alat komunikasi, alat transportasi dan tempat penyimpanan dokumen.

  Pelayanan Teknis, mencakup peralatan asesmen, bimbingan sosial, keterampilan fisik dan mental.

  Sarana dan Prasarana, mencakup: 1.

  C.

  Unsur Penunjang, meliputi pembina asrama, pengasuh, juru masak, petugas kebersihan, satpam dan sopir.

  2. Visi dan misi, memiliki landasan yang berpijak pada visi dan misi tersebut.

  c.

  Unsur Operasional, meliputi pekerja sosial, instruktur, pembimbing rohani, dan pejabat fungsional lainnya.

  b.

  Aspek penyelenggara panti, yang terdir dari 3 unsur yaitu: Unsur Pimpinan, yaitu kepala panti dan kepala-kepala unit yang ada dibawahnya.

  Sumber Daya Manusia 1.

  B.

  3. Organisasi dan Tata Kerja, memiliki struktur organisasi dan tata kerja dalam rangka penyelengaraan kegiatan.

  Pembiayaan Memiliki anggaran yang berasal dari sumber tetap maupun tidak tetap.

  E.

  Pelayanan Sosial Dasar Memiliki pelayanan sosial dasar untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari penerima manfaat, meliputi makan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan dan kesehatan.

  F.

  Monitoring dan Evaluasi, meliputi 1.

  Money Process, yakni penilaian terhadap proses pelayanan yang diberikan kepada penerima manfaat.

  Money Hasil, yakni monitoring dan evaluasi terhadap penerima manfaat, untuk melihat tingkat pencapaian dan keberhasilan penerima manfaat setelah memperoleh proses pelayanan. Adapun Standar Khusus Panti Sosial, berupa kegiatan pelayanan yang terdiri dari tahapan sebagai berikut:

  A.

  Tahap Pendekatan Awal, mencakup: 1.

  Sosialisasi program 2. Penjaringan/penjangkauan calon penerima manfaat 3. Seleksi calon penerima manfaat 4. Penerimaan dan registrasi 5. Konferensi kasus B.

  Tahap Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (asessment), mencakup: 1.

  Analisa kondisi penerima manfaat, keluarga dan lingkungan 2. Karekteristik masalah, sebab dan implikasi masalah

3. Kapasitas mengatasi masalah dan sumber daya 4.

  Konferensi kasus C.

  Tahap Perencanaan Pelayanan, meliputi: 1.

  Penetapan tujuan pelayanan 2. Penetapan jenis pelayanan yang dibutuhkan penerima manfaat 3. Sumber daya yang akan digunakan D. Tahap Pelaksanaan Pelayanan, terdiri dari:

  Bimbingan individu 2. Bimbingan kelompok 3. Bimbingan sosial 4. Penyiapan lingkungan sosial 5. Bimbingan mental psikososial 6. Bimbingan pelatihan keterampilan 7. Bimbingan fisik kesehatan 8. Bimbingan pendidikan

2.5 Konsep Anak

2.5.1 Pengertian Anak

  Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Convention of the Child Right (CRC) atau KHA menetapkan defenisi anak yaitu setiap manusia yang di bawah 18 tahun kecuali menurut undang-undang yang berlaku pada anak, kedewasaan dicapai lebih awal. Sedangkan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.

  Semestinya setelah lahir Undang-Undang Perlindungan Anak yang dalam strata hukum dikategorikan sebagai Lex specialist, semua ketentuan lainnya tentang defenisi anak harus disesuaikan termasuk kebijakan yang dilahirkan yang berkaitan dengan pemenuhan hak anak.

  Tapi pada kenyataannya masih banyak perbedaan persepsi mengenau usia yang dikategorikan anak-anak. Masih banyak disharmonisasi perundangan-undangan yang berkaitan dengan anak. Beberapa Undang-Undang tersebut diantaranya :

  Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, misalnya mensyaratkan usia perkawinan 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki.

  2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak mendefenisikan anak berusia 21 tahun dan belum pernah kawin.

  3. Undang-undang Nomor 3 tahun 1979 tentang pengadilan anak mendefenisikan anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal yang telah berusia 8 tahun, tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah kawin.

  4. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun dan belum pernah kawin.

  5. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan memperbolehkan usia bekerja 15 tahun.

  6. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan wajib belajar 9 tahun, yang dikonotasikan menjadi anak berusia 7 sampai 15 tahun.

  7. Dan ketentuan perundang-undangan lainnya.

2.5.2 Hak-Hak Anak

  Deklarasi Internasional pada tahun 1979 yang dicanangkan sebagai “Tahun Anak Internasional”. Untuk itu pemerintah Polandia mengajukan usul bagi perumusan dokumen yang meletakkan standart internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal mula perumusan Konvesi Hak Anak (Convention of the Child Right). konvensi Hak Anak diratifikasi oleh hampir semua nggota PBB, yang menandakan bahwa semua bangsa di dunia sepakat dan sepaham untuk terikat dengan ketentuan-ketentuan dalam KHA tersebut, termasuk Indonesia yang meratifikasi KHA berdasarkan Kepres Nomor 36

  KHA terdiri atas 54 pasal yang berdasarkan materi hukumnya mengatur mengenai hak- hak anak dan mekanisme implementasi hak anak oleh negara sebagai pihak yang meratifikasi KHA. Materi hukum mengenai hak-hak anak dalam KHA tersebut dapat dikelompokkan dalam empat kategori hak-hak anak :

  a.

   Hak terhadap kelangsungan hidup (survival right), yaitu hak-hak anak dalam KHA yang

  meliputi hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup (the right of life) dan hak untuk memperoleh standart kesehatan tertinggi dan perawtan sebaik-baiknya (the right of

  the highest standart of health and medical care attainable).

  b.

  Hak terhadap perlindungan (protection right), yaitu hak-hak anak dalam KHA yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga dan anak-anak pengungsi.

  c.

  Hak untuk tumbuh kembang (development right), yaitu hak-hak anak dalam KHA yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan non formal) dan hak untuk mencapai standart hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spritual, moral dan sosial anak.

  d.

   Hak untuk berpartisipasi (participation right), yaitu hak-hak anak dalam KHA yang

  meliputi hak anak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak (the right of child to express her/his views in all matter affecting that child).

2.6 Tuna Rungu Wicara

2.6.1 Pengertian Tuna Rungu Wicara

  mendengar. Kata deaf dalam kamus bahasa Inggris berarti kekurangan atau kehilangan sebagian atau seluruh pendengaran atau tidak mampu mendengarkan. Sedangkan Deafness berarti ketunarunguan yaitu cacat pendengaran bawaan atau kehilangan pendengaran. Mufti Salim (dalam Depsos RI, 2008:14) mengatakan bahwa tuna rungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya, sehingga ia mengalami hambatan dan perkembangan bahasanya. Cacat rungu adalah cacat bawaan atau cacat yang diperoleh karena berbagai sebab yang mengakibatkan gangguan indera pendengaran, disebabkan kerusakan bagian penghantar bunyi, kerusakan organ kortil atau syaraf pendengaran, kerusakan pada interpretasi bunyi dipusat syaraf otak ( Depsos RI, 2008).

  Anak dengan kecacatan rungu wicara merupakan salah satu jenis kecacatan yang secara lahiriah tak nampak, karena kecacatannya terdapat di dalam indera pendengaran sehingga sering dianggap sebagai kecacatan yang lebih ringan dibandingkan dengan kecacatan lain. Padahal kecacatan ini mempunyai dampak yang serius bagi penyandang cacatnya.

  Anak berkelainan indera pendengaran atau tuna rungu secara medis dikatakan, jika dalam mekanisme pendengaran karena sesuatu dan lain sebab terdapat satu atau lebih organ mengalami gangguan atau rusak. Akibatnya, organ tersebut tidak mampu menjalankan fungsinya untuk menghantarkan dan mempersepsikan rangsang suara yang ditangkap untuk diubah menjadi tanggapan akustik. Secara pedagogis, seorang anak dapat dikategorikan berkelainan indera pendengaran atau tuna rungu, jika dampak dari disfungsinya organ-organ yang berfungsi sebagai penghantar dan persepsi pendengaran mengakibatkan ia tidak mampu mengikuti program pendidikan anak normal, sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus untuk meniti tugas

  Terminologi kelainan bicara atau tunawicara adalah ketidakmampuan seseorang dalam mengkomunikasikan gagasannya kepada orang lain (pendengar) dengan memanfaatkan organ bicaranya, dikarenakan celah langit-langit, bibir sumbing, kerusakan otak, tunarungu, dan lain- lain. Akibatnya pesan yang terlihat sederhana ketika disampaikan kepada lawan bicara menjadi tidak sederhana, sulit dipahami dan membingungkan (Depsos RI, 2008:7).

2.6.2 Dampak Kecacatan

  Dampak rungu wicara pada anak dapat berdampak besar pada perkembangan anak itu sendiri, selain itu juga akan berdampak pada perkembangan pada anak itu sendiri, selain itu juga akan berdampak pada keluarga, masyarakat serta menimbulkan berbagai masalah.

  a.

  Pada anak

  Dampak kecacatan pada anak dapat mempengaruhi pada tingkat kecerdasan (inteligensia), kejiwaan (psikis), juga merugikan khususnya yang berkenaan dengan hubungan antara manusia, mempengaruhi pada pendidikan dan ekonomi.

  b.

  Pada keluarga Rendahnya pengetahuan orangtua (keluarga) tentang kecacatan rungu wicara merupakan salah satu faktor penyebab yang dapat memperberat kondisi anak. Selain itu, keluarga yang mempunyai anak dengan kecacatan rungu wicara akan mengalami beban ekonomi, orangtua sekolah, tidak boleh bergaul dan sebagainya. Akibat dari hal itu kembali dirasakan anak, seperti anak mengalami rendah dirdiri, dan mengalami hambatan untuk tumbuh kembang secara wajar dan optimal.

  c.

  Pada masyarakat Keberadaan anak dengan kecacatan rungu wicara di dalam masyarakat membawa beban dan masalah abagi masyarakat. Dalam hal ini, anggota masyarakat yang memiliki anak dengan kecacatan rungu wicara akan turut terganggu kehidupannya, selama anak dengan kecacatan rungu wicara belum dapat berdiri sendiri dan selalu menggantungkan dirinya pada orang lain. Masih adanya sikap masa bodoh masyarakat terhadap permasalahan anak dengan kecacatan rungu wicara. Masih adanya sikap yang ragu-ragu terhadap kemampuan (potensi) anak dengan kecacatan rungu wicara.

2.7 Kerangka Pemikiran

  UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar sebagai salah satu panti sosial yang mempunyai tugas memberikan pelayanan rehabilitasi sosial yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi anak tuna rungu wicara agar mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Sistem pelayanan dan rehabilitasi sosial anak tuna rungu wicara merupakan suatu bentuk perwujudan dari tanggungjawab dan kewajiban bersama antara orangtua/keluarga, masyarakat dan pemerintah. Selain itu dalam prosesnya, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan juga harus didukung oleh kemudahan/aksesbilitas bagi anak rungu wicara untuk membantu anak dalam menjalankan kehidupannya secara mandiri.

  Sebagai kelompok rentan, anak tuna rungu wicara harus benar-benar diberikan pelayanan sosial secara utuh dan terpadu serta berkesinambungan melalui pendekatan fisik, mental dan sosialnya. Dimana keberadaan pelayanan sosial ini tentunya diharapkan bisa membantu anak tuna rungu wicara berfungsi secara sosial kembali. Dengan itu pelayanan sosial tersebut dapat menjalankan fungsi-fungsinya sebagai pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan, pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi, serta pelayanan akses.

  Tidak ada jaminan apakah pelayanan ini benar-benar sesuai dengan hal yang dibutuhkan anak-anak tuna rungu wicara tersebut atau sudahkah pelayanan tersebut menjawab kebutuhan- kebutuhan anak-anak tersebut.

  Tentu hal ini tidak terlepas dari kinerja pekerja sosial lembaga yang seringkali tidak mencapai tujuan dan sasaran sebagaimana mestinya. Untuk itu lembaga sosial harus memiliki pelaksanaan pelayanan atau pekerja sosial yang profesional dan bersungguh-sungguh dalam melakukan pelayanannya kepada para anak tuna rungu wicara agar tujuan dan sasaran yang diharapkan dapat tercapai. Serta kepedulian dan dukungan dari seluruh elemen masyarakat terhadap anak tuna rungu wicara juga sangat diharapkan untuk mendukung berjalannya pelayanan yang baik.

  Untuk mencapai hasil yang baik sesuai tujuan dan sasaran maka diperlukan sebuah strategi yang dimiliki oleh pekerja sosial. Strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran dalam pelayanan sosial tersebut haruslah sesuai dengan prinsip dan fungsi pekerjaan sosial. Dimana yang menjadi fokus strategi pekerja sosial itu adalah lebih mengarah kepada strategi pemberdayaan anak tuna rungu wicara, seperti halnya yang dilakukan di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar

  Untuk melihat lebih jelasnya alur pemikiran tersebut, Peneliti membuat bagan yang menggambarkan kerangka pemikiran tersebut sebagai berikut :

  

Bagan Alir Pikiran

UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut

Dokumen yang terkait

Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial (UPT) Tuna Rungu Wicara Dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya Pematang Siantar

4 96 133

Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

3 95 103

Pola Interaksi Sosial Tuna Rungu Wicara ( Studi Deskriptif Di UPTD Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara Dan Lansia Pematangsiantar )

26 167 91

Efektivitas Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar

8 67 136

Pelayanan Sosial Lanjut Usia ( Studi Kasus pada 6 orang warga binaan sosial di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

1 30 88

Kertarikan Remaja Tuna Rungu Wicara dengacan Lawan Jenis

0 7 2

Panti Rehabilitasi Tuna Rungu Wicara Bandung

8 90 43

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian - Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial (UPT) Tuna Rungu Wicara Dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Ko

0 0 38

BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah - Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial (UPT) Tuna Rungu Wicara Dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya Pema

0 0 11

Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial (UPT) Tuna Rungu Wicara Dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kotamadya Pematang Siantar

0 2 15