Sosialisasi Proses Agen Pesan Jenis jeni

SOSIALISASI

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Pengantar Sosiologi
yang Diampu oleh Ibu Siti Haiyinah Wijaya, S.E., M.Si.

Disusun oleh:
Lutfi Hamdani Sutikno
Nurafiza Thamrin
Peterson Hamonangan Immanuel Sihotang

KELAS 1ST3
POLITEKNIK STATISTIKA STIS
JAKARTA
2018

Kata Pengantar
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dosen Mata
Kuliah Pengantar Sosiologi, Siti Haiyinah Wijaya, S.E., M.Si., selaku dosen pembimbing

dalam penulisan makalah ini. Juga kepada teman-teman Kelas 1ST3 Politeknik
Statistika STIS tanpa terkecuali.
Makalah ini dibuat berdasarkan tugas yang diberikan oleh Ibu Dosen mata kuliah
Pengantar Sosiologi. Makalah ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Pengantar Sosiologi.
Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi pengembangan
ilmu pengetahuan dan kebaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis mohon maaf jika ada kelemahan dan kekurangan dalam
makalah ini. Sekian dan terima kasih.

Jakarta, Maret 2018

Penulis

i

DAFTAR ISI

1. Kata Pengantar ...............................................……………………………….....


i

2. Daftar Isi ..........................................................………………………………...

ii

Pendahuluan ............................................…………………………..

1

1.1

Latar Belakang ………………………………………………….......

1

1.2

Rumusan Masalah …………………………………………………..


1

1.3

Tujuan Penulisan …………………………………………………...

2

1.4

Manfaat Penulisan ………………………………………………….

2

Pembahasan …………………………………………………...........

3

2.1


Proses Sosialisasi ...............................................................................

3

2.2

Agen Sosialisasi .................................................................................

5

2.3

Kesepadanan Pesan Agen Sosialisasi ................................................

7

2.4

Sosialisasi Primer dan Sekunder ........................................................


8

2.5

Pola Sosialisasi ..................................................................................

9

3. Bab I

4. Bab II

5. Bab III

Penutup …………………………………………….......................... 11

3.1

Kesimpulan ........................................................................................ 11


3.2

Saran .................................................................................................. 11

6. Daftar Pustaka .................................................................................................... 12

ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sosialisasi merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang dalam
kehidupan bermasyarakat karena dengan sosialisasi kita dapat mengenal satu sama
lain. Sosialisasi dapat diartikan sebagai sebuah proses penanaman atau transfer
kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah
kelompok atau masyarakat.
Dalam melakukan sosialisasi kita harus bisa menempatkan diri kita dalam

lingkungan masyarakat karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa
hidup tanpa bantuan orang lain.
Di dalam bersosialisasi, kita dapat membentuk kepribadian kita karena
lingkungan masyarakat merupakan salah satu tempat untuk melakukan sosialisasi.
Jika lingkungan masyarakatnya baik secara otomatis berpengaruh terhadap
pembentukan kepribadian. Seperti yang kita ketahui bahwa kepribadian adalah
keseluruhan cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan
individu lain. Beberapa manfaat yang kita dapatkan dari sosialisasi adalah
seseorang mampu menjadi anggota masyarakat yang baik, seseorang dapat
menyesuaikan tingkah lakunya sesuai dengan harapan masyarakat, seseorang akan
lebih mengenal dirinya sendiri dalam lingkungan sosialnya dan seseorang akan
menyadari eksistensi dirinya terhadap masyarakat di sekelilingnya.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis mencoba merumuskan masalah
yang akan diangkat dan dibahas dalam penulisan ini sebagai berikut.
1.


Apa saja tahapan dalam proses sosialisasi?

2.

Siapa saja agen sosialisasi?

3.

Bagaimana pengaruh kesepadanan pesan agen sosialisasi terhadap proses
sosialisasi?

4.

Apa yang dimaksud dengan proses sosialisasi primer dan sekunder?

3.

Pola sosialisasi seperti apa yang diterapkan di masyarakat saat ini?
1


1.3

Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, makalah ini disusun untuk
mengetahui:

1.4

1.

Tahapan dalam proses sosialisasi;

2.

Para agen sosialisasi;

3.

Pengaruh kesepadanan pesan agen sosialisasi terhadap proses sosialisasi;


4.

Proses sosialisasi primer dan sekunder; dan

3.

Pola sosialisasi yang diterapkan di masyarakat saat ini

Manfaat Penulisan
Secara teoritis, makalah ini memiliki manfaat sebagai acuan untuk
mengetahui proses sosialisasi secara keseluruhan baik mengenai tahapan, para agen
sosialisasi, pengaruh kesepadanan pesan antar agen sosialisasi terhadap proses
sosialisasi, proses sosialisasi primer dan sekunder, serta pola sosialisasi yang
diterapkan di masyarakat saat ini. Sehingga pembaca dapat mengetahui bagaimana
pola sosialisasi yang berkembang dan diterapkan di masyarakat saat ini.

2

BAB II
PEMBAHASAN


2.1

Proses Sosialisasi
Berdasarkan Pemikiran Mead dan Cooley, sosialiasi merupakan proses
belajar yang dilakukan untuk mengetahui pola dan cara hidup yang disesuaikan
dengan nilai, norma, dan kebiasaan masyarakat yang ada di suatu wilayah. Secara
sederhana, sosialisasi merupakan proses sosial yang dilakukan agar seseorang bisa
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Dengan adanya sosialisasi, kita bisa
beradaptasi dan bermanfaat dalam lingkungannya. Sejumlah sosiolog menyebut
sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses
sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.

Pemikiran George Herbert Mead tentang Proses Sosialisasi


Tahap Persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak
mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk
memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai
melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. Contoh: Kata “makan”
yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan “mam”.
Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan
anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan


yang dialaminya.
Tahap Meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak
menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini
mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang tuanya,
kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang
dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak.
Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain
juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia
berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut

3

merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan
bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi
seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti


(Significant other )
Tahap Siap Bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh
peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran.
Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat
sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama.
Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja
sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin
banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan
dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku
di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan
itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar



keluarganya.
Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalized Stage/Generalized Other )
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat
menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain,
ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi
dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari
pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama –bahkan dengan orang lain
yang tidak dikenalnya– secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri
pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.

Teori Looking Glass Self (Charles Horton Cooley)
Menurut Charles H. Cooley sosialisasi adalah proses pembentukan diri (self)
Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurutnya, konsep
diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain.
Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan
sebagai berikut.

4

1.

Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Contoh: Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan
yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu
menang di berbagai lomba.

2.

Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Contoh: dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak
membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain
selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul
dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu
mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu
memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum
tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila
dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini
bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain
bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.

3.

Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul
perasaan bangga dan penuh percaya diri.

2.2

Agen Sosialisasi
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan
sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok
bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah.
1.

Keluarga
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu,
saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara
bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang
menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya
menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa
keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota
keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya,
sosialisasi dilakukan oleh orang-orang yang berada di luar anggota kerabat

5

biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan
anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pramusiwi, menurut Gertrudge
Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal
sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya
terutama orang tuanya sendiri.
2.

Teman pergaulan
Teman pergaulan (teman bermain) pertama kali didapatkan manusia
ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain
dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula
memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak
pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih
banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan
hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi
dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi
dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam
kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur
peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari
nilai-nilai keadilan.

3.

Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar
membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah
aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement),
universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah seorang anak
mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai
pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan
sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.

4.

Media massa
Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat
kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film).
Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi
pesan yang disampaikan.

6

Contoh:


Penayangan acara SmackDown di televisi diyakini telah menyebabkan



penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.



bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya.

Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau

Gelombang besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak
atau tv, didahului dengan gelombang game eletronik dan segmensegmen tertentu dari media TV (horor, kekerasan, ketidaklogisan, dan
seterusnya)

diyakini

telah

mengakibatkan

kecanduan

massal,

penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan
dampak buruk lainnya.
5.

Agen-agen lain
Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa,
sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama, tetangga, organisasi
rekreasional, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu
seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat
presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan.
Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.

2.3

Kesepadanan Pesan Agen Sosialisasi
Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan tidak selamanya
sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa
jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya,
di sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minuman keras dan
menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa
mempelajarinya dari teman sebaya atau media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan
oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung
satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam
situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
Sebagaimana telah kita lihat dari pemikiran Dreeben mengenai sosialisasi
disekolah, maka pesan-pesan yang disampaikan oleh agen sosialisasi yang

7

berlainan tidak selamanya sepadan satu dengan yang lain. Apa yang diajarkan
keluarga mungkin berbeda dan bahkan mungkin bertentangan dengan apa yang
diajarkan sekolah. Hal serupa berlaku pula bagi agen-agen sosialisasi lain.
Kelakuan yang dilarang oleh keluarga maupun sekolah, misalnya, merokok,
minum-minuman keras, pelanggaran susila atau penyalahgunaan narkotika.
Sekolah berusaha mendorong siswanya untuk menaati aturan sekolah. Media massa
sering menayangkan gaya hidup yang tidak dapat diterima oleh keluarga dan
sekolah.

2.4

Sosialisasi Primer dan Sekunder



Sosialisasi Primer
Sosialisasi primer adalah proses sosialisasi yang paling awal dari
seoarang individu sebelum masuk ke dalam bagian masyarakat. Jenis
sosialisasi ini terjadi di dalam lingkungan keluarga dimana proses
interaksinya terjadi melalui agen sosialisasi keluarga. Ada dua macam
keluarga sebagai agen sosialisasi, yaitu keluarga inti yang terdiri dari ayah,
ibu, adik, dan kakak, dan keluarga besar yang terdiri dari keluarga inti dan
kakek, nenek, paman, dan bibi. Di dalam keluarga seorang individu akan
bersosialisasi terhadap individu lainnya dengan diawali oleh sikap – sikap
saling menghormati, tolong-menolong, toleransi, jujur, dan juga kasih
sayang.
Dalam sosialisasi primer ini seorang individu sedang menjalani sebuah
tahapan sosialisasi yang disebut dengan preparatory stage atau tahap
persiapan. Tahap ini disebut dengan tahap awal sosialisai karena dimulai
sejak seseorang individu lahir ke dunia ini.
Oleh karena itu, di dalam jenis sosialisasi ini keluarga sangatlah penting
terhadap tumbuh dan kembang perilaku seoarang individu. Keluarga bisa
menciptakan seorang individu dengan peran sosial tertentu di dalam
kehidupan masyarakat sosial. Apabila lingkungan keluarga baik, maka proses
sosialisasi yang berjalan juga baik, sehingga menciptakan individu yang baik,
dan begitu pula sebaliknya.

8

Contoh Sosialisasi Primer



Sejak Ahmad kecil Ibunya selalu mengajarkan bagaimana bersikap
sopan santun kepada orang yang lebih tua.
Ibu Nadia selalu mengajarkan Nadia yang masih kecil untuk selalu
menggunakan tangan kanan saat makan dan menerima pemberian dari



orang lain.
Ketika seorang bayi baru lahir, dia mulai bersosialisasi dengan kedua
orang tua dan anggota keluarga lainnya.



Sosialisasi Sekunder
Sosialisasi sekunder, merupakan bentuk sosialisasi yang bertujuan
memperkenalkan individu kepada lingkungan di luar keluarga. Seperti
lingkungan kerja, media massa, sekolah, lingkungan bermain, dan
sebagainya. Pada bentuk ini, individu dilatih untuk saling ber sosialisasi antar
sesama umur. Bukan dengan orang tuanya.
Contoh Sosialisasi Sekunder






2.5

Adi berteman akrab dengan Aldi maka itu ia saling ber sosialisasi
bersama di saat mereka berdua sedang bermain.
Andi bermain di lingkungan sekolah
Pak Joko menghadiri rapat di lingkungan masyarakat.

Pola Sosialisasi
Sosialisasi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi
partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada
penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah
penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman. Penekanan pada kepatuhan
anak dan orang tua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal
dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan
oranng tua, dan peran keluarga sebagai significant other. Beberapa tahun yang lalu
masyarakat kita dihebohkan oleh beberapa kasus hukuman fisik yang dilakukan
oleh orang tua terhadap anak mereka yang dinilai tidak menaati perintah sehingga

9

mengakibatkan kematian anak tersebut. Kasus ini merupakan contoh ekstrem
mengenai sosialisasi represif.
Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di
mana anak diberi imbalan ketika berperilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan
bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan
diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat
sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other .

10

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada Bab II, sosialisasi dapat disimpulkan
sebagai berikut.




Sosialisasi merupakan proses sosial yang dilakukan agar seseorang bisa
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan
sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok



bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan
oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling



mendukung satu sama lain.
Sosialisasi primer adalah proses sosialisasi yang paling awal dari seoarang
individu sebelum masuk ke dalam bagian masyarakat. Sedangkan sosialisasi
sekunder, merupakan bentuk sosialisasi yang bertujuan memperkenalkan



individu kepada lingkungan di luar keluarga.
Sosialisasi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi
partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada
penggunaan

hukuman

terhadap

kesalahan.

Sedangkan

sosialisasi

partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak
diberi imbalan ketika berperilaku baik.

3.2

Saran
Setelah mengetahui tahapan sosialisasi baik proses, agen-agen yang terlibat,
pesan-pesan yang hendak disampaikan, serta pola-pola yang terbentuk dalam
sosialisasi, penulis menyarankan agar dalam mensosialisasikan pesan kepada
individu-individu baru, para agen dapat menyelaraskan informasi agar proses
sosialisasi dapat berjalan dengan baik. Hal ini ditekankan kepada keluarga sebagai
lingkup sosialisasi primer agar mampu menciptakan kaderisasi individu yang
selektif dalam bersosialisasi di lingkup yang lebih luas.

11

DAFTAR PUSTAKA

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia
Budiati, Atik C. 2009. Sosiologi Kontekstual. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional

12