H U B U N G A N G A Y A H I D U P DAN P

HUBUNGAN GAYA HIDUP DAN
PERILAKU KONSUMEN PARIWISATA
BALI
I Gusti Bagus Rai Utama
PROGRAM: PPS S3 PARIWISATA UNIVERSITAS UDAYANA BALI

Abstrak
Gaya hidup adalah gambaran hidup seseorang yang tercermin pada ekspresi di
setiap aktivitas, hasrat serta keingingan, dan pendapat-pendapat yang tercetus
daripadanya. Gaya hidup atau lifestyle juga berdampak pada setiap aspek
kehidupan manusia, nilai nilai hubungan sosial, kondisi ekonomi, bahkan juga
berdampak pada faktor-faktor lingkungan. Pada konteks pariwisata, gaya hidup
juga berhubungan dengan aktivitas, hobi, pendapat, yang memainkan peranan
penting pada perilaku konsumen. Perilaku konsumen pariwisata dapat
dikelompokkan menjadi beberapa tipologi sebagai dasar dari aspek sosilogi
pengambilan keputusan oleh pelaku pariwisata untuk memilah konsumennya agar
dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan konsumen. Informasi
tentang kebutuhan riil wisatawan sangat berhubungan dengan perilaku konsumen,
dan merupakan informasi penting bagi pengelola pariwisata dalam melakukan
pengembangan pariwisata agar sesuai dengan segmentasi wisatawan. Perilaku
konsumen melekat pada tipologi konsumen pariwisata, dan juga adalah gambaran

dari gaya hidup wisatawan yang berdampak pada aktivitas wisatawan pada daerah
tujuan wisata yang dikunjunginya.

Kata Kunci: gaya hidup, lifestyle, perilaku, konsumen, tipologi, kepuasan,
wisatawan

1

Pendahuluan
Kecenderungan saat ini, manusia ingin hidup lebih mudah, tidak mau
berpikir keras, dan ingin serba cepat. Kecenderungan tersebut didukung oleh
cepatnya perkembangan industri pendukung, dan perkembangan teknologi
sehingga teknologi dianggap sangat berperan mendorong manusia modern
berpikir serba cepat atau instan. Sebagai akibatnya, indikator kecepatan dan
kualitas menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan gaya hidup atau
lifestyle” (Kotler, 2000)
“Lifestyle is pattern live expressed someone through activity,
interest, and opinion. Some lifestyle type for example: self
actualize, fulfilled, experiences, believers, and strugglers. It can
determine to buy product which have brand or no brand. They

usually have characteristic still enthusiastic and young tend to
expend their money for the clothes, food fast, music, cinema, and
video”. (Kotler, 2000)
Kotler, 2000, juga berpendapat bahwa: gaya hidup adalah gambaran hidup
seseorang yang terbawa pada ekspresi pada setiap aktivitas, hasrat serta
keingingan, dan pendapat-pendapat yang tercetus daripadanya. Gaya hidup
tercermin dalam berbagai perilaku, sebagai misalnya: gaya hidup dianggap
berhubungan dengan aktualisasi diri, Inging mencari kepuasan diri, ingin
mendapatkan pengalaman hidup yang berbeda, ingin dipercaya, bahkan gaya
hidup diwujudkan dalam bentuk ingin tampil beda. Kesemua hal tersebut juga
akan menentukan perilaku pemilihan dan pembelian sebuah produk, pemilihan
merek, bahkan menentuan tempat mendapatkan sebuah produk juga dianggap
berhubungan dengan gaya hidup.

2

“In every aspect of human life, lifestyle has a great affect as the impact
of values in social interaction, economic condition, and environmental
factors. The activities, hobbies, and opinions reflected the pattern or
style of a person living. Lifestyle is playing an increasingly important

part in Costumer behaviours” (Crompton, 2004).

Sementara Crompton, 2004 memiliki pandangan yang sama tentang
gaya hidup atau lifestyle, yang dianggap bahwa pada setiap aspek kehidupan
manusia, gaya hidup berdampak pada nilai nilai hubungan social, kondisi
ekonomi, bahkan juga berdampak pada faktor-faktor lingkungan. Gaya hidup
juga berhubungan dengan aktivitas, hobi, pendapat, dan juga gaya hidup
memainkan peranan penting pada perilaku konsummen.

Berwisata sebagai Gaya Hidup
Pengertian pariwisata menurut Bukart dan Medlik, 1990 (dalam Soekadijo
2000), pariwisata adalah perpindahan orang untuk sementara dan dalam jangka
waktu pendek ke tujuan–tujuan di luar tempat dimana mereka biasanya hidup dan
bekerja.
Sementara Suwantoro (1997), memberikan pengertian pariwisata sebagai
suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di
luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya karena berbagai kepentingan,
baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan
maupun kepentingan lain seperti sekedar ingin tahu, menambah pengalaman atau
untuk belajar.

Sedangkan Menurut Freuler, 1980 (dalam Pendit, 1999), merumuskan
pariwisata dalam arti modern, merupakan gejala jaman sekarang yang didasarkan

3

atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar
terhadap keindahan alam, kesenangan dan kenikmatan alam semesta, dan pada
khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas
dalam masyarakat manusia sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri dan
perdagangan serta penyempurnaan alat–alat pengangkutan.

Aspek Penawaran dan Permintaan Pariwisata
Menurut Medlik, 1980 (dalam Ariyanto 2005), ada empat aspek (4A)
yang harus diperhatikan dalam penawaran pariwisata. Aspek-aspek tersebut
merupakan satu kesatuan yang membentuk totalitas dari sebuah produk
wisata, keempat aspek tersebut terdiri dari; (1) Attraction (daya tarik);
daerah tujuan wisata (selanjutnya disebut DTW) untuk menarik wisatawan
pasti memiliki daya tarik, baik daya tarik berupa alam maupun masyarakat
dan budayanya. (2) Accesable (transportasi); accesable dimaksudkan agar
wisatawan domestik dan mancanegara dapat dengan mudah dalam

pencapaian tujuan ke tempat wisata. (3) Amenities (fasilitas); amenities
memang menjadi salah satu syarat daerah tujuan wisata agar wisatawan
dapat dengan kerasan tinggal lebih lama di DTW. Dan (4)Ancillary
(kelembagaan); adanya lembaga pariwisata wisatawan akan semakin sering
mengunjungi dan mencari DTW apabila di daerah tersebut wisatawan dapat
merasakan keamanan, (protection of tourism) dan terlindungi.

4

Sedangkan Jackson, 1989 (dalam Pitana, 2005) melihat bahwa faktor
penting yang menentukan permintaan pariwisata berasal dari komponen
daerah asal wisatawan antara lain, jumlah penduduk (population size),
kemampuan finansial masyarakat (financial means), waktu senggang yang
dimiliki (leisure time), sistem transportasi, dan sistem pemasaran pariwisata
yang ada.

Tipologi Wisatawan
Wisatawan adalah orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk
berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dari kunjungannya
itu. (Spillane, 1993).


Tipologi wisatawan merupakan aspek sosiologis

wisatawan yang menjadi bahasan yang penting pada studi pariwisata,
Menurut Plog, 1972 (dalam Pitana, 2005) mengelompokkan tipologi
wisatawan sebagai berikut: (1) Allocentris, yaitu wisatawan hanya ingin
mengunjungi tempat-tempat yang belum diketahui, bersifat petualangan, dan
mau memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh masyarakat lokal. (2)
Psycocentris, yaitu wisatawan yang hanya ingin mengunjungi daerah tujuan
wisata sudah mempunyai fasilitas dengan standar yang sama dengan di
negaranya. (3)Mid-Centris, yaitu terletak diantara tipologi Allocentris dan
Psycocentris.
Menurut Pitana (2005), tipologi wisatawan perlu diketahui untuk
tujuan perencanaan, termasuk dalam pengembangan kepariwisataan.

5

Tipologi yang lebih sesuai adalah tipologi berdasarkan atas kebutuhan riil
wisatawan sehingga pengelola dalam melakukan pengembangan objek
wisata sesuai dengan segmentasi wisatawan.

Pada umumnya kelompok wisatawan yang datang ke Indonesia
terdiri dari kelompok wisatawan psikosentris (Psycocentris). Kelompok ini
sangat peka pada keadaan yang dipandang tidak aman dan sangsi akan
keselamatan dirinya, sehingga wisatawan tersebut enggan datang atau
membatalkan kunjungannya yang sudah dijadualkan (Darsoprajitno, 2001).

Motivasi Wisatawan untuk Berwisata
Menurut Sharpley, 1994 dan Wahab, 1975 (dalam Pitana, 2005) menekankan,
motivasi merupakan hal yang sangat mendasar dalam studi tentang wisatawan dan
pariwisata, karena motivasi merupakan “Trigger” dari proses perjalanan wisata, walau
motivasi ini acapkali tidak disadari secara penuh oleh wisatawan itu sendiri.
Pada dasarnya seseorang melakukan perjalanan dimotivasi oleh beberapa hal,
motivasi-motivasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar sebagai
berikut: (1) Physical or physiological motivation yaitu motivasi yang bersifat fisik antara
lain untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga,
bersantai dan sebagainya. (2) Cultural motivation yaitu keinginan untuk mengetahui
budaya, adat, tradisi dan kesenian daerah lain. (3)Social or interpersonal motivation yaitu
motivasi yang bersifat sosial, seperti mengunjungi teman dan keluarga, menemui mitra
kerja, melakukan hal-hal yang dianggap mendatangkan gengsi (prestice), melakukan
ziarah, pelarian dari situasi yang membosankan dan seterusnya. (4) Fantasy motivation


6

yaitu adanya motivasi di daerah lain sesorang akan bisa lepas dari rutinitas keseharian
yang menjemukan dan yang memberikan kepuasan psikologis (McIntosh, 1977 dan
Murphy, 1985; dalam Pitana, 2005).
Pearce, 1998 (dalam Pitana, 2005) berpendapat, wisatawan dalam melakukan
perjalanan wisata termotivasi oleh beberapa faktor yakni: Kebutuhan fisiologis,
keamanan, sosial, prestise, dan aktualiasasi diri.

Faktor-faktor Pendorong Wisatawan untuk Berwisata
Faktor-faktor pendorong untuk berwisata sangatlah penting untuk
diketahui oleh siapapun yang berkecimpung dalam industri pariwisata
(Pitana, 2005). Dengan adanya faktor pendorong, maka seseorang ingin
melakukan perjalanan wisata, tetapi belum jelas mana daerah yang akan
dituju. Berbagai faktor pendorong seseorang melakukan perjalanan wisata
menurut Ryan, 1991 (dalam Pitana, 2005), sebagai berikut:
1) Escape. Ingin melepaskan diri dari lingkungan yang dirasakan
menjemukan, atau kejenuhan dari pekerjaan sehari-hari.
2) Relaxation. Keinginan untuk penyegaran, yang juga

berhubungan dengan motivasi untuk escape di atas.
3) Play. Ingin menikmati kegembiraan, melalui berbagai
permainan, yang merupakan kemunculan kembali sifat
kekanak-kanakan, dan melepaskan diri sejenak dari berbagai
urusan yang serius.
4) Strengthening family bond. Ingin mempererat hubungan
kekerabatan, khususnya dalam konteks (visiting, friends and
relatives). Biasanya wisata ini dilakukan bersama-sama (group
tour)
5) Prestige. Ingin menunjukkan gengsi, dengan mengunjungi
destinasi yang menunjukkan kelas dan gaya hidup, yang juga
merupakan dorongan untuk meningkatkan status atau social
standing.

7

6) Social interaction. Untuk melakukan interaksi sosial dengan
teman sejawat, atau dengan masyarakat lokal yang dikunjungi.
7) Romance. Keinginan bertemu dengan orang-orang yang bisa
memberikan suasana romantis atau untuk memenuhi

kebutuhan seksual.
8) Educational opportunity. Keinginan melihat suatu yang baru,
memperlajari orang lain dan/atau daerah lain atau mengetahui
kebudayaan etnis lain. Ini merupakan pendorong dominan
dalam pariwisata.
9) Self-fulfilment. Keinginan menemukan diri sendiri, karena diri
sendiri biasanya bisa ditemukan pada saat kita menemukan
daerah atau orang yang baru.
10)Wish-fulfilment. Keinginan merealisasikan mimpi-mimpi, yang
lama dicita-citakan, sampai mengorbankan diri dalam bentuk
penghematan, agar bisa melakukan perjalanan. Hal ini juga
sangat jelas dalam perjalanan wisata religius, sebagai bagian
dari keinginan atau dorongan yang kuat dari dalam diri.

Karakteristik, Motivasi dan Persepsi Wisatawan yang
Berkunjung ke Bali
Berdasarkan survei yang dilakukan Disparda Bali, 2003 (dalam Pitana,
2005), ditemukan sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Bali dari
kelompok umur muda (20-39 th), yaitu sebesar 64% wisman dan 65% untuk
wisnus. Dilihat dari jenis kelamin, ada kecenderungan wisatawan laki-laki

lebih banyak daripada perempuan, walaupun dengan perbedaan yang tidak
terlalu besar, yaitu 54:45 untuk wisman dan 57:42 untuk wisnus. Begitu juga
jika dilihat dari jenis pekerjaan wisatawan, sebagian besar wisatawan
mancanegara yang berkunjung ke Bali 43,66% mempunyai pekerjaan sebagai
tenaga ahli atau profesional. Sedangkan 46,32% wisatawan nusantara yang
datang ke Bali mempunyai profesi sebagai pekerja kantor atau pegawai, dan
22,8% adalah pelajar atau mahasiswa.

8

Pada sisi lainnya, jika dilihat dari motivasi kedatangan wisatawan ke
Bali, 93% datang untuk tujuan berlibur, 7% untuk tujuan lainnya. Dilihat dari
sejumlah harapan yang terkait dengan image/citra tentang Bali, 48,54%
kedatangan wisatawan ke Bali sesuai dengan harapannya. Bahkan 44,10%
wisatawan mancanegara menyatakan, kenyataan lebih baik dari harapannya.
Bagi wisatawan nusantara, 71,53% menyatakan kenyataan yang dialami di
Bali selama berlibur memang sesuai dengan harapannya. Ada banyak hal
yang dinilai positif oleh wisatawan mancanegara tentang Bali. Alam Bali
dianggap masih asli sebesar 84%.

Hipotesis Ada Hubungan Gaya Hidup dengan Perilaku
Konsumen
1. Gaya Hidup Menentukan Aktivitas Wisata:
Kotler, 2000, berpendapat bahwa: gaya hidup adalah gambaran hidup
seseorang yang terbawa pada ekspresi pada setiap aktivitas, hasrat serta
keingingan, dan pendapat-pendapat yang tercetus daripadanya

2. Pilihan Daerah Tujuan Wisata Berhubungan dengan
keanekaragaman Aktivitas Wisata
Crompton, 2004 memiliki pandangan bahwa gaya hidup atau lifestyle
berdampat pada setiap aspek kehidupan manusia, gaya hidup juga
berdampak pada nilai nilai hubungan social, kondisi ekonomi, bahkan
juga berdampak pada faktor-faktor lingkungan.

9

3. Perilaku Konsumen berhubungan dengan Tipologi
Wisatawan
Gaya hidup juga berhubungan dengan aktivitas, hobi, pendapat, dan juga
gaya hidup memainkan peranan penting pada perilaku konsumen
(Menurut Crompton, 2004)

4. Tipologi Wisatawan dipengaruhi Gaya Hidup
Tipologi wisatawan merupakan aspek sosiologis wisatawan yang
menjadi bahasan yang penting pada studi pariwisata, Menurut Pitana
(2005), tipologi yang sesuai adalah tipologi berdasarkan atas kebutuhan
riil wisatawan sehingga pengelola dalam melakukan pengembangan
objek wisata sesuai dengan segmentasi wisatawan. Diasumsikan bahwa
tipologi wisatawan adalah gambaran dari gaya hidup wisatawan yang
berdampak pada perilakunya pada daerah tujuan
dikunjunginya.

10

wisata yang

DAFTAR PUSTAKA
Ariyanto. 2005. Ekonomi Pariwisata Jakarta: Pada
http://www.geocities.com/ariyanto eks79/home.htm

Badan Pusat Statistik. 2005. ”Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan
Nusantara yang langsung datang ke Bali. (Laporan) BPS Prov Bali.
Darsoprajitno, H, Soewarno.2001.Ekologi Pariwisata,Tata Laksana
Pengelolaan Objek dan Daya Tarik Wisata.Bandung:Angkasa
Kotler, Philip and Gary Armstrong, 1996, Principles Of Marketing, Seventh
Edition, International Editrion, Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs,
New Jersey
Kotler, Philip.2000. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Prehallindo (Alih Bahasa)
Pendit, I Nyoman, S. 1999. Ilmu Pariwisata, Sebuah Pengantar Perdana.
Jakarta: PT Pradnya Paramita, cetakan ke-enam (edisi revisi)
Pitana, I Gde. 2005. Sosiologi Pariwisata, Kajian sosiologis terhadap struktur,
sistem, dan dampak-dampak pariwisata. Yogyakarta: Andi Offset
Sobel M. E. 1981. Lifestyle and Social Structure: Concepts, Definitions, Analyses.
New York: Academic Press.
Soekadijo, RG. 1997. Anatomi Pariwisata,Memahami pariwisata sebagai
system lingkage. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Spillane,

James.1993.
Ekonomi
prospeknya.Yogyakarta: Kanisius.

Pariwisata,

Sejarah

dan

Suwantoro, Gamal. 1997. Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta:ANDI
Swarbrooke, J. 1998. Sustainable Tourism Management. New York: CABI
Publishing is division of CAB International.

11

View publication stats