MAKALAH AL QURAN DAN HADITS EKONOMI Hart

MAKALAH AL-QUR’AN DAN HADITS
EKONOMI
“Harta dan Hak Kepemilikan”
Dosen Pengampu : Dr. Supian S.Ag., M.Ag

Disusun oleh :
Kelompok I
1. Amaluddin Efendi Harahap (C1F015008)
2. Rahmad Haryadin

(C1F015007)

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
2017

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Harta merupakan kebutuhan inti dalam kehidupan dimana manusia tidak
akan bisa terpisah darinya. Secara umum, harta merupakan sesuatu yang disukai
manusia, seperti hasil pertanian, perak dan emas, ternak atau barang-barang lain
yang termasuk perhiasan dunia.
Manusia termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensinya dan
demi menambah kenikmatan materi dan religi, dia tidak boleh berdiri sebagai
penghalang antara dirinya dengan harta. Namun, semua motivasi ini dibatasi
dengan tiga syarat, yaitu harta dikumpulkannya dengan cara yang halal,
dipergunakan untuk hal-hal yang halal, dan dari harta ini harus dikeluarkan hak
Allah dan masyarakat tempat dia hidup.
Harta yang dimiliki setiap individu selain didapatkan dan digunakan juga
harus dijaga. Menjaga harta berhubungan dengan menjaga jiwa, karena harta akan
menjaga jiwa agar jauh dari bencana dan mengupayakan kesempurnaan
kehormatan jiwa tersebut. Menjaga jiwa menuntut adanya perlindungan dari
segala bentuk penganiayaan, baik pembunuhan, pemotongan anggota badan atau
tindak melukai fisik.
Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT.
kemudian Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasai harta
tersebut melalui izin-Nya sehingga orang tersebut sah memiliki harta tersebut.
Adanya pemilikan seseorang atas harta kepemilikian individu tertentu mencakup

juga kegiatan memanfaatkan dan mengembangkan kepemilikan harta yang telah
dimilikinya tersebut. Setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta tertentu
maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya. Hanya saja dalam
memanfaatkan dan mengembangkan harta yang telah dimilikinya tersebut ia tetap
wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam yang berkaitan dengan
pemanfaatan dan pengembangan harta.
Namun sebaliknya kondisi saat ini khususnya di Indonesia ada batas-batas
kepemilikan harta yang sebenarnya dapat dimiliki untuk umum. Bahkan banyak

intervensi Negara asing yang ingin menguasai kepemilikan umum menjadi milik
pribadi.
Berangkat dari permasalahan diatas, maka makalah ini akan menguraikan
Makna harta dalam pandangan Islam, Kedudukan dan Fungsi Harta, Makna dari
Hak

dan

Kepemilikan,

Sebab-sebab


Kepemilikan

dan

Macam-macam

kepemilikan.

1.2. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.

Apakah yang dimaksud dengan Harta atau Mal ?
Bagaimanakah kedudukan dan fungsi Harta atau Mal ?
Apakah yang dimaksud dengan Hak dan Milik ?
Apa Saja Sebab-sebab Kepemilikan itu ?

Apa Saja Macam-macam Kepemilikan itu ?

1.3. Tujuan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.

Untuk Mengetahui Pengertian Harta atau Mal.
Untuk Mengetahui kedudukan dan fungsi Harta atau Mal.
Untuk Mengetahui Makna dari Hak dan Milik.
Untuk Mengetahui Sebab-sebab Kepemilikan.
Untuk Mengetahui Macam-macam Kepemilikan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1


PENGERTIAN HARTA
Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal, berasal dari kata

-‫ بميل‬-‫مال‬

‫ ميل‬yang menurut bahasa berarti condong, cenderung, atau miring. Al-mal juga

diartikan sebagai segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka
pelihara, baik dalam bentuk materi, maupun manfaat.
Menurut bahasa umum, arti mal ialah uang atau harta. Adapun menurut
istilah, ialah “segala benda yang berharga dan bersifat materi serta beredar di
antara manusia”[1]
Menurut ulama Hanafiyah yang dikutip oleh Nasrun Haroen,2 al-mal (harta) yaitu:

‫ما يميل إليه طبع النسان ويمكن إدخاره الى وقت الحاجة أو كان ما يمكن حيازتة‬
‫واحرازه وينتفع به‬
“Segala yang diminati manusia dan dapat dihadirkan ketika diperlukan, atau
segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan dan dimanfaatkan.”
Menurut jumhur ulama (selain ulama Hanafiyah) yang juga dikutip oleh
Nasroen Haroen, al-mal (harta) yaitu:


‫كل ما له قيمة يلزم متلفها بضمانه‬
"segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan dikenal ganti rugi bagi orang
yang merusak atau melenyapkannya.
Harta tidak saja bersifat materi melainkan juga termasuk manfaat dari suatu
benda. Akan tetapi, ulama Hanafiyah berpendirian bahwa yang dimaksud dengan
harta itu hanya bersifat materi.
Milik adalah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak
dicampuri penggunaannya oleh orang lain. Adapun harta adalah sesuatu yang
dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan. Dalam penggunaannya, harta
dapat dicampuri oleh orang lain. Jadi, menurut ulama Hanafiyah, yang dimaksud
harta hanyalah sesuatu yang berwujud (a’yan).
2.2. UNSUR-UNSUR HARTA
Menurut para Fuqaha harta bersendi pada dua unsur, yaitu unsur ‘aniyah
dan unsur urf. Unsur aniyah ialah bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan

1 Wahab al-Zuhaily, Al Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2005), juz 4, hlm.8.
2 Muhammad Abu Zahrah, Al-Milkiyah wa Nazhariyah al-‘aqad fi al-syari’ah al-Islamiyah, (Mesir; Dar alFikr al-Arabi, 1962), hlm. 15.

(a’yan). Manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi

termasuk hak atau milik.
Unsur urf ialah seseuatu yang dipandang hartah oleh seluruh manusia
sebagai manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali ia menginginkan
manfaatnya..
2.3. KEDUDUKAN DAN FUNGSI HARTA
Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani
kehidupan di dunia ini, sehingga oleh ulama ushul fiqh persoalan harta
dimasukkan ke dalam salah satu al-dharuriyyat al-khamsah (lima keperluan
pokok), yang terdiri atas: agama, jiwa, akal keturunan dan harta.
Selain merupakan salah satu keperluan hidup yang pokok bagi manusia,
harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana
untuk memenuhi kesenangan dan sarana untuk menghimpun bekal bagi kehidupan
akhirat.
Allah berfirman: Surat At-Taghaabun: 15

‫عظظيمم‬
‫إظن لععما أ عجمعوال هك هجم عوأ عجوعلاهدهكجم ظفتجن عمة عوال لعهه ظعن جعدهه أ عججمر ع‬
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di
sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Harta sebagai sarana untuk memenuhi kesenangan, Allah berfirman: Surat

Ali-Imran: 14

‫ب ال نشنهنوا ر‬
‫ت رمنن ال رن ننساء نوال لبنرنينن نوال لنقننارطيرر‬
‫بز ري ننن رلل ننارس بح نب‬
‫خيلرل ال لبمنس نونمرة نوال نن لنعارم‬
‫ال لبمنقننطنررة رمنن ال نذنهرب نوال لرف نضرة نوال ل ن‬
١٤﴿

‫ب‬
‫حنيارة ال نبدن لنيا نوالل نبه رعنندبه بحلسبن ال لنمآ ر‬
‫حلررث نذلرنك نمنتابع ال ل ن‬
‫﴾نوال ل ن‬

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak

dan sawah ladang. Itulah


kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga).”

Harta sebagai sarana untuk menghimpun bekal menuju kehidupan akhirat,
Allah berfirman: Surat Al-Baqarah: 262.

‫ل الظ هث ل عم ل ع ي عتجظبهعوعن عمآعأنفعهقوا عم ل ننا عول ع‬
‫ال ل عظذيعن هينظفهقوعن أ عجمعوال عههجم ظفي عسظبي ظ‬
‫أ عنذى ل ل عههجم أ عججهرههجم ظ‬
‫عل عيجظهجم عول ع ههجم ي عجحعزهنوعن‬
‫عنعد عرظلبظهجم عول ع ع‬
‫خجومف ع‬

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka
tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka
memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Adapun fungsi harta dapat dijelaskan sebagai berikut :3
Fungsi harta sangat banyak, baik kegunaan dalam hal yang baik maupun

kegunaan hal yang jelek. Di antara sekian banyak fungsi harta sebagai berikut :
1. Berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah),
sebab untuk beribadah diperlukan alat-alat, seperti kain untuk menutup aurat
dalam pelaksanaan shalat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat,
sedekah dan hibah.
2. Untuk meningkatkan (ketakwaan) kepada Allah, sebab kekafiran cenderung
dekat kepada kekafiran, sehingga pemilikan harta dimaksudkan untuk
meningkatkan ketakwaan kepada Allah.
Untuk meneruskan kehidupan dari suatu periode ke periode berikutnya,
sebagaimana firman Allah: Surat An-Nisa: 9.

‫خخخاففوا ا‬
‫ن ل خوم ت خخر ف‬
‫ضخخععخ ف‬
‫فا خ‬
‫منم خ‬
‫فهض مم ذ فرري يخخ ة‬
‫ة ض‬
‫خلم ض‬
‫كوا ا ض‬

‫ش ٱل ي ض‬
‫وخلمي خخم خ‬
‫ذي خ‬
٩ ‫دا‬
‫ه وخلمي خ ف‬
‫ع خل خيمهضمم فخلمي خت ي ف‬
‫س ض‬
‫دي ف‬
‫قوفلوا ا قخومةل خ‬
‫قوا ا ٱلل ي خ‬

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang
benar.”
Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat.
Nabi SAW bersabda:

3 Lihat Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, hlm. 27-29. Lihat pula Rahmat Syafe’i. Fiqh Muamalah, hlm. 3031.

‫ليس بخير كم من ترك الدنيا لخرته ولخرة لدنياة حتى يصيبا جميعا فإن الدن بلغ‬
(‫الى الخرة )رواه البخارى‬
“Bukanlah orang yang baik yang meninggalkan masalah dunia untuk masalah
akhirat, dan yang meniggalkan masalah akhirat untuk urusan dunia, sehingga
seimbang di antara keduanya, karena masalah dunia adalah menyampaikan
manusia kepada masalah akhirat.”
3. Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menuntut ilmu
tanpa biaya akan terasa sulit, misalnya, seseorang tidak dapat kuliah di
perguruan tinggi, jika ia tidak memiliki biaya.
4. Untuk memutar (men-tasharruf) peran-peran kehidupan, yakni adanya
pembantu dan tuan, adanya orang kaya dan miskin yang saling membutuhkan,
sehingga tersusunlah masyarakat yang harmonis dan berkecukupan.
5. Untuk menumbuhkan silaturahmi, karena adanya perbedaan dan keperluan
antara satu sama lain. Firman Allah: Surat Al-Hasyr: 7.
“Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara
kamu.”
Penggunaan harta dalam ajaran Islam harus senantiasa dalam pengabdian
kepada Allah dan dimanfaatkan dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada
Allah. Pemanfaatan harta pribadi tidak boleh hanya untuk pribadi pemilik harta,
melainkan juga digunakan untuk fungsi sosial dalam rangka membantu sesama
manusia.
2.4.

Pengertian Hak dan Milik
Kata hak berasal dari bahasa Arab al-haqq, yang secara etimologi

mempunyai beberapa pengertian yang berbeda, di antaranya berarti: milik,
ketetapan dan kepastian, menetapkan dan mejelaskan, bagian (kewajiban), dan
kebenaran.
Contoh al-haqq diartikan dengan ketepatan dan kepastian terdapat dalam
surat Yasin ayat 7:

‫ل ع خل خ خ‬
‫قوم ف‬
٧‫ن‬
‫حقي ٱلم خ‬
‫لخ خ‬
‫ى أكمث خرضه ض مم فخهف مم خل ي فؤم ض‬
‫مفنو خ‬
‫قدم خ‬
‫ىع‬

“Sesungguhnya telah pasti Berlaku Perkataan (ketentuan Allah) terhadap
kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman.”
Dalam mitologi

fiqh

terdapat beberapa pengertian

al-haqq yang

dikemukakan oleh para ulama fiqh, di antara menurut Wahbah al-Zuhaily4 :
Kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk, yang secara etimologi berarti
penguasaan terhadap sesuatu. Al Milk juga berarti sesuatu yang dimilki (harta).
Milk juga merupakan hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh
syara’, yang menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu,
sehingga ia dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut, kecuali
adanya kalangan syara’. Kata milik dalam bahasa Indonesia merupakan kata
serapan dari kata al-milk dalam bahasa Arab.
Secara mitologi, al-milk didefinisikan oleh Muhammad Abu Zahrah sebagai
berikut5 :

‫إختصاص يمكن صاحبه شرعا أن يستبد بالتصرف والنتفاع عند‬
‫عدم المانع الشرعي‬.
“Pengkhususan seseorang terhadap pemilik sesuatu benda menurut syara’ untuk
bertindak secara bebas dan bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada
penghalang yang bersifat syara.”
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dibedakan antara hak dan milik. Untuk
lebih jelasnya dicontohkan sebagai berikut: Seorang pengampu berhak
menggunakan harta orang yang berada di bawah ampuannya. Pengampu berhak
untuk membelanjakan harta itu dan pemiliknya adalah orang yang berada dibawah
ampuannya. Dengan kata lain, tidak semua yang memiliki benda berhak
menggunakan dan tidak semua yang punya hak penggunaan dapat memiliki.
Hak yang dijelaskan di atas adakalanya merupakan sulthah (kekuasaan)
adakalanya berupa taklif (tanggung jawab).
1.

Sulthah terbagi dua, yaitu sulthah ‘ala al-nafsi dan ‘ala syaiin mu’ayyanin.

4 M. Abdul Mujieb (et al), Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994), cet. Ke-1, hlm. 191.
5 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), cet. Ke-2, hlm.73.

a) Sulthah ‘ala al-nafsi ialah hak seseorang terhadap jiwa, seperti hak
hadhanah (pemeliharaan anak).
b) Sulthah ‘ala syaiin mu’ayyanin ialah hak manusia untuk memiliki
2.

sesuatu, seperti seseorang berhak memiliki mobil.
Taklif adalah orang yang bertanggung jawab. Taklif adakalanya tanggungan
pribadi (‘ahdah syakhshiyyah), seperti seorang buruh menjalankan tugasnya,
adakalanya tanggungan harta (‘ahdahmaliyah), seperti membayar utang.

2.5. Sebab-Sebab Kepemilikan
1.

Sebab-sebab Kepemilikan di antaranya6 :
Melalui Pewarisan
Allah Swt berfirman dalam Alqur’an surat An-Nisa ayat: 7

‫خ‬
‫ما ت خخر خ‬
‫سخخاضء‬
‫ل نخ ض‬
‫ن وخٱلمأقمخرب فخخو خ‬
‫ك ٱلموعخل ضخخ خ‬
‫رللرر خ‬
‫ن وخضللن ر خ‬
‫م ي‬
‫ب ر‬
‫دا ض‬
‫جا ض‬
‫صي ب‬
‫خ‬
‫ما ت خخر خ‬
‫ما قخ ي‬
‫ه أ خوم ك خث ف ن رر‬
‫ل ض‬
‫ن ض‬
‫نخ ض‬
‫ن وخٱلمأقمخرفبو خ‬
‫ك ٱلموعخل ض خ‬
‫منم ف‬
‫م ي‬
‫م ي‬
‫ب ر‬
‫دا ض‬
‫صي ب‬
٧ ‫ضا‬
‫نخ ض‬
‫مفمفرو ة‬
‫صيةبا ي‬
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan.”
2.

Melalui Akad
Kepemilikan yang dilakukan melalui akad (transaksi) yang dilakukannya

dengan orang lain atau suatu badan hukum, seperti jual beli, hibah dan wakaf.
Dengan hibah, Allah Swt berfirman surat Al-Baqarah ayat 177 :

‫۞ل ييمس ٱلمبر خ‬
‫ا‬
‫ل‬
‫ف‬
‫خ‬
‫ب‬
‫ر‬
‫ش‬
‫م‬
‫م‬
‫ل‬
‫م‬
‫ٱ‬
‫ل‬
‫ب‬
‫ق‬
‫م‬
‫م‬
‫ك‬
‫ه‬
‫جو‬
‫و‬
‫ا‬
‫لو‬
‫و‬
‫ت‬
‫أن‬
‫خ‬
‫ض‬
‫ف‬
‫خ‬
‫ف‬
‫ق وخٱلم خ‬
‫خ‬
‫م غغغرضغم ض‬
‫ف‬
‫خ‬
‫خ ضي‬
‫ض‬
‫ض‬
‫ى‬
‫ن ب ضخخٱلل يهض وخٱلمي خخخومم ض ٱلمأ ض‬
‫مل ىخعئ ضك خخخةض‬
‫خخخرض وخٱلم خ‬
‫مخخنم خءا خ‬
‫ن ٱلمب ضخخير خ‬
‫مخخ خ‬
‫وخل عخك ضخخ ي‬
‫ما خ خ‬
‫ى‬
‫حب رهضخخۦ ذ خضوي ٱلم ف‬
‫ى ف‬
‫ن وخخءاختى ٱلم خ‬
‫وخٱلمك ضت عخ ض‬
‫ب وخٱلن يب ض ري‍‍ن خ‬
‫قرمب خخخ ع‬
‫ل ع خلخخ ع‬
‫ن وخفضخخي‬
‫سخخ ض‬
‫ل وخٱل ي‬
‫ن ٱغغل ي‬
‫م عخ‬
‫ى وخٱلم خ‬
‫وخٱلمي خت عخ خ‬
‫سخخائ ضضلي خ‬
‫سخخضبي ض‬
‫ن وخ ٱغغبم خ‬
‫كي خ‬
‫مخخ ع‬
‫خ‬
‫صخخل خوعة خ وخخءاختخخى ٱليز خ‬
‫ن‬
‫موففخخو خ‬
‫ب وخأخقخخا خ‬
‫كخخوعة خ وخٱلم ف‬
‫م ٱل ي‬
‫ٱلررخقخخا ض‬
6 Mohammad Hidayat, The Sharia Economic, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2010), cet. Ke-1, hlm.125-128.

‫ب ضعخ غغهمد ضهمضمغغ إ ض خ‬
‫ضخخيراضء‬
‫سخخاءض وخٱل ي‬
‫ذا ع عخهخخخ ف‬
‫ن فضخخي ٱلمب خأم خ‬
‫دواا ل وخٱل عي‬
‫ري خ‬
‫صخخب ض ض‬
‫صد خفقواا ل وخأ فوال ىخعئ ض خ‬
‫ن ٱلمب خأ رمسس أ فوال ىخعئ ض خ‬
‫ن‬
‫مت ي ف‬
‫وخ ض‬
‫ك ٱل ي ض‬
‫قخخو خ‬
‫م ٱلم ف‬
‫ك هفخخ ف‬
‫ن خ‬
‫ذي خ‬
‫حي خ‬
١٧٧
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang
bertakwa.”
3.

Melalui Penggantian (Khalafiyah)
Kepemilikan yang diperoleh melalui penggantian dari seseorang kepada

orang lain (waris) seperti yang tercantum dalam An Nisa Ayat: 7

‫خ‬
‫ما ت خخر خ‬
‫سخخاضء‬
‫ل نخ ض‬
‫ن وخٱلمأقمخرب فخخو خ‬
‫ك ٱلموعخل ض خ‬
‫رللرر خ‬
‫ن وخضللن ر خ‬
‫م ي‬
‫ب ر‬
‫دا ض‬
‫جا ض‬
‫صي ب‬
‫خ‬
‫ما ت خخر خ‬
‫مخخا قخخخ ي‬
‫ه أو خمغغ ك خث فخخ ن رر‬
‫ل ض‬
‫ن ض‬
‫نخ ض‬
‫ن وخٱلمأقمخرفبو خ‬
‫ك ٱلموعخل ض خ‬
‫م غغنم ف‬
‫م ي‬
‫م ي‬
‫ب ر‬
‫دا ض‬
‫صي ب‬
٧ ‫ضا‬
‫نخ ض‬
‫مفمفرو ة‬
‫صيةبا ي‬
ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari
harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bahagian yang telah ditetapkan.”
4.

Melalui tawallud bin mamluk
kepemilikan dari hasil harta yang telah dimiliki seseorang baik hasil itu

dating secara alami (seperti buah di kebun, anak kambing lahir dan bulu domba)
atau melalui usaha pemiliknya seperti hasil usaha sebagai pekerja atau keuntungan

yang diperoleh sebagai pedagang dengan usaha yang halal, artinya sah menurut
hukum dan benar menurut ukuran moral.
Allah Swt Berfirman surat An-Nisa’ Ayat 32 :

‫خ‬
‫ض خ‬
‫ل‬
‫ى ب خع ض ر‬
‫مض رللرر خ‬
‫ه ب ضهضۦ ب خعم خ‬
‫ما فخ ي‬
‫ل ٱلل ي ف‬
‫من يوما ا خ‬
‫وخخل ت خت خ خ‬
‫جخخا ض‬
‫ضك فمم ع خل ع‬
‫سب نمنر وخسم‍ن‍فلوا ا‬
‫ساضء ن خ ض‬
‫نخ ض‬
‫ما ٱكمت خ خ‬
‫سفبو اا ل وخضللن ر خ‬
‫ما ٱكمت خ خ‬
‫م ي‬
‫ب ر‬
‫م ي‬
‫ب ر‬
‫صي ب‬
‫صي ب‬
‫ه خ‬
‫ن ب ضك ف ر‬
‫ل خ‬
٣٢ ‫ما‬
‫ه ض‬
‫كا خ‬
‫من فخضمل ضهضۦۦر إ ض ي‬
‫شيمءء ع خضلي ة‬
‫ن ٱلل ي خ‬
‫ٱلل ي خ‬
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui”.

2.6. Macam-macam Kepemilikan
Macam-macam Kepemilikan ada 27 :
1.

Milik Sempurna (Al-Milk At-Tam)
Jika materi dan manfaat harta itu dimiliki sepenuhnya oleh seseorang
sehingga seluruh hak yang terkait dengan harta berada di bawah
penguasaannya. Kepemilikan seperti ini bersifat mutlak, tidak dibatasi masa
dan tidak bisa digugurkan oleh orang lain. Contoh kepemilikan seseorang
atas sebuah rumah membuat orang tersebut berkuasa terhadap rumah itu dan
bisa memenfaatkannya secara bebas.

2.

Milik Tidak Sempurna (Al-Milk An-Naqish)
Apabila seseorang hanya menguasai materi harta tersebut tetapi
manfaatnya dikuasai oleh orang lain,
Ada 5 kepemilikan jenis ini:
a.

I’arah (Pinjam-meminjam); akad terhadap kepemilikan manfaat tanpa

b.

ganti rugi
Ijarah (Sewa-Menyewa); pemilikan manfaat dengan kewajiban
membayar ganti rugi atau sewa

7 Mohammad Hidayat, The Sharia Economic, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2010), cet. Ke-1, hlm.133-134.

c.

Wakaf; akad pemilikan manfaat untuk kepentingan orang yang diberi
wakaf sehingga ia memanfaatkannya dan orang lain hanya boleh

d.

memanfaatkan melalui izinnya.
Wasiat; akad yang bersifat pemberian sukarela dari pemilik harta
kepada orang lain tanpa ganti rugi yang berlaku setelah si pemberi

e.

wasiat wafat.
Ibahah; penyerahan manfaat hak milik seseorang kepada orang lain
seperti; mengizinkan seseorang untuk menimba air dari sumurnya dan
menyediakan harta untuk kepentingan umum.

BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal, berasal dari kata ‫ ميل‬-‫ بميل‬-‫مال‬
yang menurut bahasa berarti condong, cenderung, atau miring. Al-mal juga
diartikan sebagai segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka
pelihara, baik dalam bentuk materi, maupun manfaat.
Menurut bahasa umum, arti mal ialah uang atau harta. Adapun menurut
istilah, ialah “segala benda yang berharga dan bersifat materi serta beredar di
antara manusia”

Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani
kehidupan di dunia ini, sehingga oleh ulama ushul fiqh persoalan harta
dimasukkan ke dalam salah satu al-dharuriyyat al-khamsah (lima keperluan
pokok), yang terdiri atas: agama, jiwa, akal keturunan dan harta.
selain merupakan salah satu keperluan hidup yang pokok bagi manusia,
harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana
untuk memenuhi kesenangan dan sarana untuk menghimpun bekal bagi kehidupan
akhirat.
Kata hak berasal dari bahasa Arab al-haqq, yang secara etimologi
mempunyai beberapa pengertian yang berbeda, di antaranya berarti: milik,
ketetapan dan kepastian, menetapkan dan mejelaskan, bagian (kewajiban), dan
kebenaran.
Kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk, yang secara etimologi berarti
penguasaan terhadap sesuatu. Al Milk juga berarti sesuatu yang dimilki (harta).
Milk juga merupakan hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh
syara’, yang menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu,
sehingga ia dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut, kecuali
adanya kalangan syara’. Kata milik dalam bahasa Indonesia merupakan kata
serapan dari kata al-milk dalam bahasa Arab.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Zuhaily, Wahab. 2005. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh. Damaskus : Dar Al-Fikr,
2005.
Haroen, Nasrun. 2007. Fiqh Muammalah. Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007.
Hidayat, Mohammad. 2010. The Sharia Economic. Jakarta : Zikrul Hakim, 2010.
Mujieb, M. Abdul. 1994. Kamus Istilah Fiqh. Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 1994.
Zahrah, Muhammad Abu. 1962. Al-Milkiyah wa Nazhariyah al-'aqad fi 'al-syari'ah
al;islamiyah. Mesir : Dar Al Fikral-Arabi, 1962.