STRATIFIKASI SOSIAL DAN MOBILITAS SOSIAL (1)

STRATIFIKASI SOSIAL DAN MOBILITAS SOSIAL
Pembicara : Andry Mayer, Ghifari Javier A. , Narendra G. Putra, Norwendy D.
18 Oktober 2014
Stratifikasi Sosial
Pengantar :
Sejak zaman Yunani, Aristoteles, mengungkapkan ada 3 unsur lapisan masyarakat dalam suatu negara :
mereka yang kaya sekali, mereka yang di tengah-tengah nya, mereka yang melarat.
Pengertian :
Pitirim A Sorokin : Perbedaan penduduk / masyarakat ke dalam lapisan kelas-kelas secara bertingkat
(hirarkis).
Drs. Robert M.Z Lawang : penggolongan orang-orang yang masuk ke dalam suatu sistem sosial
tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese, dan prestise.
Pertanyaan :
Kenapa bisa terjadi? Selama di dalam masyarakat masih ada sesuatu yang dihargai, dan pasti di setiap
masyarakat ada sesuatu yang dihargainya, maka itu akan menjadi bibit yang menumbuhkan sistem berlapis-lapis
dalam masyarakat. Contoh : uang, benda-benda bernilai ekonomis tinggi, kepemilikan tanah, penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kesalehan dalam agama, keturunan darah biru.
Konsep-konsep Stratifikasi Sosial
1. Penggolongan :
Penggolongan sebagai proses (subjektif) : Setiap individu yang menggolongkan / menganggap dirinya
masuk ke dalam suatu lapisan tertentu. Disini sosial stratifikasi dilihat sebagai proses penempatan diri. Contoh :

Profesor dengan Mahasiswa. ABRI dengan sipil. Erat kaitannya dengan diri seseorang secara subjektif. Stratifikasi
menyatu dengan individu.
Penggolongan sebagai hasil (objektif) : Merupakan hasil proses pembagian orang yang terdapat dalam
suatu sistem sosial ke dalam beberapa lapisan. Contoh : Ada orang bodoh, setengah pintar, pintar. Hasil yang kita
amati ini sesungguhnya sudah terlepas dari individu itu sendiri. Oleh karena itu penggolongan manusia kedalam
lapisan ini adalah sebagai hasil, dan sifat nya objektif.
2. Sistem sosial :
Sesuatu yang membatasi dimana penggolongan itu berlaku.
Contoh : Suami, paling tinggi dalam keluarga (objektif, maupun subjektif), tapi dinaikan lagi sistem
sosial nya, misalnya dalam kampung, suami itu bisa saja lebih rendah dari kepala kampung nya.
Contoh : Ketua RT, paling tinggi di antara tetangga nya, tapi lebih rendah dari Pak Lurah (keluarahan),
lebih rendah lagi dari Pak Camat (kecamatan), dan seterusnya.
3. Lapisan hirarkis :
Lapisan yang lebih tinggi itu lebih bernilai dari pada lapisan di bawah nya
1. Upper
2. Middle
3. Lower
Contoh : Si ARC yang kaya sekali, berada pada lapisan atas menurut dimensi kekuasaan. previlese, dan
prestise. Ini berarti Si ARC lebih berkuasa, lebih previlese, lebih prestise dari lapisan di bawah.
Model Lapisan Hirarkis Melingkar : Contoh : Keraton Jogja

Model Lapisan Hirarkis Bertingkat : Contoh : Tingkat kekayaan dalam dua individu, atau dua keluarga
yang bertetangga.
4. Kekuasaan :
Menurut Max Webber, kekuasaan adalah “Kesempatan yang ada pada seseorang, atau sejumlah orang
untuk menjalankan kemauannya sendiri dalam suatu tindak sosial, meskipun mendapat tantangan dari orang lain
yang terlibat dalam tindakan itu”.
Menurut Amitai Metzioni, “Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengatasi sebagian atau semua
perlawanan,untuk mengadakan perubahan-perubahan pada pihak yang memberikan oposisi”.
Kesempatan (Change Probability) merupakan suatu konsep yang sangat inti dalam sosiologi, definisi ini
terkait dengan kondisi strata sosial seperti ekonomi, kehormatan, partai politik, atau apa saja yang merupakan
sumber kekuatan bagi seseorang untuk mendapatkan kekuasan tersebut.
Etzioni mengistilahkan kekuasaan sebagai asset, yang berarti modal (milik) yang ada pada diri
seseorang, seperti uang, benda-benda berharga, kekutan fisik, juga ilmu pengetahuan. Semua asset yang dimiliki
seseorang dapat dipergunakan oleh pemiliknya untuk menunjang kekuasaannya.
Analisa Etzioni ini melihat asset ini terutama sebagai struktur yang melihat kurang lebih stabil dalam
hubungan sosial, sedangkan kekuasaan dilihatnya sebagai sesuatu yang dinamis dan prosesual.
Apa yang terjadi dalam gejala-gejala kekuasaan adalah menterjemahkan asset-asset ini ke dalam
kekuasaan. Dengan kata lain, apa yang struktural dibuat menjadi prosesual, atau apa yang statis dibuat menjadi
dinamis. Itulah gejala kekuasaan.


Menerjemahkan asset-asset dalam kekuasaan akan menghasilkan berbagai sanksi, imbalan dan alat-alat
(instrumen) untuk menghukum mereka yang menentang atau melawan, menggeser mereka yang menghalangi dan
memberikan fasilitas kepada mereka yang mengikuti kemauannya. Baik sanksi, imbalan, maupun alat-alat ini
dapat bersifat fisik, materil, dan simbolis.
Berdasarkan hal ini, kekuasaan dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1.

Kekuasaan Utilitarian
Utilitarian berasal dari bahasa latin yang berarti berguna. Jadi utilitarian merupakan sifat yang
menekankan pada kegunaan sesuatu. Dari istilah ini dapat dilihat adanya ideology utilitarianisme yang
berarti merupakan suatu ajaran yang mengatakan tindakan itu baik atau berguna.
Ilmu yang banyak berbicara mengenai kegunaan sesuatu adalah ilmu ekonomi. Oleh karena itu asset
utilitarian melingkupi pemilikan ekonomi,kemampuan dalam teknik administrative tenaga kerja, dan
lain-lain. Kekuasaan utilitarian muncul ketika pemilik asset menggunakan assetnya untuk mengatasi
perlawanan yang mencoba menghentikan mereka.
Contoh : Penyuapan, mereka yang memiliki uang dapat menyuap pejabat yang berwenang sehingga
mereka bisa lolos dari pengawasan yang ketat. Hal ini berarti si penyuap memiliki kekuasaan utilitarian.

2.


Kekuasaan Koersif (Coercive = Memaksa)
Assetnya adalah senjata, tenaga manusia, atau badan lainnya yang digunakan oleh tentara, polisi, atau
badan keamanan lainnya.

3.

Kekuasaan Persuasif
Assetnya antara lain nilai, perasaan atau kepercayaan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu. Orang
yang memiliki kekuasaan persuasif ini adalah yang menggunakan nilai-nilai yang terdapat dalam
masyarakat atau yang ada di dalam diri orang lain yang ingin dikuasainya itu sedemikian rupa sehingga
apa yang dimau dapat diperoleh tanpa adanya perlawanan. Kalaupun memang ada perlawanan akan
dapat diatasi dengan mudah.

Contoh kisah kekuasaan: Jokowi dan Ahok mendapatkan kesempatan untuk mengisi jabatan Gubernur
dan Wakil Gubernur DKI Jakarta melalui PILKADA langsung pada tahun 2012. Melalui proses kampanye yang
dibuat dengan sistem yang pro rakyat dengan seperti melakukan kegiatan blusukan ke tempat-tempat yang
didomidili oleh masyarakat kurang mampu, pasangan ini mampu mencuri perhatian warga ibu kota dan sangat
dihormati oleh masyarakat.
Melalui proses kampanye ini, terlepas dari kekuatan partai politik yang mengusung mereka, Jokowi dan
Ahok berhasil memperoleh “kehormatan” di mata masyarakat sebagai sumber kekuatan mereka guna

memenangkan proses PILKADA DKI Jakarta (mendapatkan kekuasaan atas suara rakyat yang mengantarkan
kesuksesan dalam berkampanye, meskipun berulang kali mendapatkan serangan dari kubu kompetitor, serangan
dapat dengan mudah dhadapi, ini merupan wujud kekuasaan persuasif atas suara pemilih).
Lalu dalam menjalankan visi misinya mewujudkan program “Jakarta Baru”, Jokowi dan Ahok
menggunakan hak dan kewajiban mereka sebagai pasangan pemerintah yang berkuasa di ibukota dengan
melakukan penertiban-penertiban di kawasan perdagangan, pemukiman, tempat hiburan yang menjajakan barang
konsumsi yang dilarang dalam hukum, dan juga lahan parkir ilegal, meskipun harus berhadapan dengan mafiamafia ibu kota yang berasal dari dalam maupun luar pemerintahan sebagai oposisi yang memiliki kepentingan
tersendiri untuk mundur secara paksa karena memang PEMDA adalah pihak paling berwenang untuk menentukan
apa yang boleh terjadi atau tidak di dalam daerahnya (Kekuasaan Koersif). Meskipun para pihak yang memiliki
kepentingan tersebut sudah mencoba melakukan negosiasi dengan cara mencoba “memberi jatah” pada PEMDA
(Penyuapan, Kekuasaan Utilitarian), penertiban ini tetap dilakukan secara tegas dan tanpa pandang bulu karena
memang harus dilakukan demi mewujudkan lingkungan ibu kota yang tertib, teratur, dan damai. Selain itu
ketegasan kepemimpinan Jokowi-Ahok ini juga berhasil membuktikan bahwa pemimpin tidak boleh tunduk
terhadap kekuatan oposisi yang bisa merugikan masyarakat dengan merusak sistem pemerintahan dan ketertiban
umum suatu daerah demi memenuhi kepentingan pribadi maupun golongan, dengan menjunjung tinggi undangundang dan juga hukum konstitusi tatanan daerah yang ada. Hal ini membuktikan teori kekuasaan dari Max
Webber dan Amitai Metzioni seperti yang telah disebutkan di atas.
5. Privilese
Privilese artinya hak istimewa, hak mendahului, hak untuk memperoleh perlakuan khusus. Privilese
terbagi dua hal yaitu :Ekonomi dan Kebudayaan.
Privilese Ekonomi

Uang dapat membuat seseorang dapat perlakuan yang istimewa.
Contoh:
a. Dalam bidang pendidikan
orang yang mempunyai uang tentunya akan sanggu menyekolahkan anaknya pada sekolah bergengsi dan
bermutu. Dengan mutu pendidikan yang tinggi mereka akan dapat pekerjaan yang baik. Hasil dari pekerjaan yang

baik adalah gaji yang tinggi memungkinkan mereka untuk berada dalam posisi yang lebih baik dari pada
sebelumya.
b. Dalam bidang kesehatan
Mereka yang mempunyai uang tentunya akan menyewa rumah sakit dengan fasilitas dan Tim Dokter
terbaik guna memaksimalkan proses penyembuhan.
c. Dalam bidang pekerjaan
Agar usaha lebih maju perlu uang sebagai modal. Orang yang punya banyak uang akan memperlebar
usahanya sehingga pemasukkan akan lebih meningkat tentunya dengan pengelolaan yang baik.
Privilese Budaya
Kebudayaan dapat memberi hak istimewa secara tidak langung yang memungkinkan mereka
memilikinya dengan mendapatkan privilese dalam bidang ekonomi.
Pada masyarakat Indonesia anak pria memperoleh hak lebih besar daripada anak perempuan.
6. Prestise = KEHORMATAN
Masalah kehormatan sifatnya relatif. Dalam arti bahwa kehormtan harus kita kaitkan dengan suatu

kebudayaan atau sistem sosial tertentu.
Contoh: Seorang Raja dari belahan Timur Indonesia yang pernha mengunjungi negeri kincir angin. Raja tersebut
hanya mengharapkan kehormatan yang sama ketika berada dalam sistem tersebut. Kita tahu bahwa seorang Raja
dan keluarganya, jelas ada pada lapisan paling dihormati dalam masyarakatnya.
A.

Hubungan Antar Dimensi Stratifikasi Sosial

Dimensi yang dimaksud adalah kekuasaan, privilese, dan prestise. Sedangkan hubungan adalah terutama
mengenai penjelasan apakah kalau orang itu berkuasa juga berprivilese dan sebaliknya.

Gejala sratifikasi konsisten

Gejala strtifikasi tidak konsisten

Max Weber berpendapat kekuasaan memperlihatkan gejala tersendiri yang lain dari pada previlese dan prestise.
Contoh : Ketum Partai Politik, formalitasnya didasrkan kepada siapa yang berkuasa dan yang dikuasai. Ketum
mempunya hak khusus dalam pengambilan keputusan.
Dalam analisa Max Webermengenai stratifikasi sosial, privilese itu terutama berhubungan dengan bidang ekonomi.
mereka yang ada dalam kesempatan ini disebut dengan istilah kelas, antara lain: Kelas kepemilikan, Kelas

perdegangan, dan Kelas Sosial.
Mengenai kehormatan, Max Weber menunjukkan gaya hidup (style of live) yaitu golongan bawah dan menengah.
Contoh: menurut Clifford Geertz mengenai agama di Jawa ada golongan santri dan abangan. Golongan santri
adalah mereka yang taat pada kehidupan ritus – ritus agam islam, sedangkan abangan adalah mereka yang hidup
hanya beragama saja tetapi tidak pernah melakukan perintah agama seperti ngaji, sholat lima waktu, dan contoh
tersebut sudah termasuk gaya hidup.
Ada masyarakat yang hidup secara isolatif, mereka tidak mau bergaul dengan masyarakat lain. Gejala ini
terkait dengan suku bangsa, suku bangsa Cina dibeberapa tempat bergaya hidup tertutup.
Sekarang, apakah mereka mempunyai dimensi prstise/status apakah juga lebih tinggi dalam kekuasaan
dan Privilese. Bisa YA bisa TIDAK, jika jawaban YA contohnya adalah ketika orang kaya yang jatuh miskin.
Contoh jawaban TIDAK adalah mereka yang tinggi dalam Privilese dalam masyarakat. Bupati/Wakil Bupati orang
yang mempunyai kekuasan. Dalam satu Kabupaten dia adalah orang yang paling berkuasa atau paling kaya dalam
masyarakat.
Perampok adalah orang yang berkuasa karena kekuatan fisiknya yang mampu memaksakan kehendaknya
kepada orang lain.
B. Mobilitas Sosial
Mobilitas adalah perpindahan posisi dari lapisan satu kelapisan yang lain atau dimensi satu ke dimensi yang
lain.
Mobilitas terbagi dua, yaitu : Mobilitas Horizontal dan Mobilitas Vertikal. Mobilitas Vertikal adalah perpindahan
posisi dari yang lebih randah ke Mobilitas vertikal yang lebih tinggi atau sebaliknya. Contoh: Dulu saudara miskin,

sekarang menjadi kaya. Bisa disebut juga Mobilitas INTRAGENERASI (dalam generasi itu sendiri).

Selain Mobilitas vertikal Intragenerasi, ada juga mobilitas vertikal Intergenerasi. Misal mobilitas itu tidak terjadi
dalam diri orang itu sendiri (seperti halnya kenaikan pangkat) tetapi terjadi dalam dua generasi. Contoh yang
paling jelas yaitu, Kalau dulu bapaknya kaya, sekarang anaknya miskin, berearti keluarga itu mengalami mobilitas
vertikal turun. Atau sebaliknya.