Referat Skizofrenia DAN SKIZOAFEKTIF

SKIZOFRENIA (F20)
A.

DEFINISI
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti “terpisah”atau

“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom
skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom
negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal. 3
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak
belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate)
atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian. 8
B.


EPIDEMIOLOGI
Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu

waktu dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk
atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar
sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau
sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. 3
Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari
1 sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun.
Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia
menderita penyakit fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah penyebab
umum kematian diantara penderita skizofrenia, 50% penderita skizofrenia pernah
mencoba bunuh diri 1 kali seumur hidupnya dan 10% berhasil melakukannya. Faktor
risiko bunuh diri adalah adanya gejala depresif, usia muda dan tingkat fungsi
premorbid yang tinggi.
Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira kina 30%
sampai 50%, kanabis 15% sampal 25% dan kokain 5%-10%. Sebagian besar

penelitian menghubungkan hal ini sebagai suatu indikator prognosis yang buruk
karena penyalahgunaan zat menurunkan efektivitas dan kepatuhan pengobatan. Hal

yang biasa kita temukan pada penderita skizofrenia adalah adiksi nikotin, dikatakan 3
kali populasi umum (75%-90% vs 25%-30%). Penderita skizofrenia yang merokok
membutuhkan anti psikotik dosis tinggi karena rokok meningkatkan kecepatan
metabolisme obat tetapi juga menurunkan parkinsonisme.

Beberapa laporan

mengatakan skizofrenia lebih banyak dijumpai pada orang orang yang tidak menikah
tetapi penelitian tidak dapat membuktikan bahwa menikah memberikan proteksi
terhadap Skizofrenia.4
Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya
terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun
sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki laki
dibandingkan wanita. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota
keluarga sedarah.3
C.

ETIOLOGI
Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab


skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan yang
mempunyai gejala-gejala serupa. Secara genetik, sekurang-kurangnya beberapa
individu penderita skizofrenia mempunyai kerentanan genetik herediter. Penelitian
Computed Tomography (CT) otak dan penelitian post mortem mengungkapkan
perbedaan-perbedaan otak penderita skizofrenia dari otak normal walau pun belum
ditemukan pola yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi, dan Brain
Electrical Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas lobus frontal
pada beberapa individu penderita skizofrenia. Status hiperdopaminergik yang khas
untuk traktus mesolimbik (area tegmentalis ventralis di otak tengah ke berbagai
struktur limbic) menjadi penjelasan patofisiologis yang paling luas diterima untuk
skizofrenia.

Gambar 1. Sumber: www. Cerebromente. Org .br

Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-orang bukan
penderita skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau akibat gangguan fisik
lainnya. Gejala dan tanda psikotik tidak satu pun khas pada semua penderita
skizofrenia. Hal ini menyebabkan sulitnya menegakkan diagnosis pasti untuk
gangguan skizofrenia. Keputusan klinis diambil berdasarkan sebagian pada :
1. Tanda dan gejala yang ada

2. Riwayat psikiatri
3. Setelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti keracunan
dan putus obat akut.
Penyebab skizofrenia dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Model Diatesis-stres
Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan
lingkungan yang merupakan model diatesis. Model ini mendalilkan bahwa seseorang
mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis) ada kemungkinan lingkungan
akan menimbulkan stres. Pada model diatesis-stres yang paling umum maka diatesis
atau stres dapat berupa biologis atau lingkungan atau keduanya.
Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis
(sebagai contohnya, situasi keluarga yang penuh ketegangan atau kematian orang
terdekat).
Dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh
epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma.5
2. Faktor Neurobiologi
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya
kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana
hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu dengan munculnya simptom
skizofrenia.

Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat
seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan
ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada
satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal
yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan neuropatologis

muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan
dan sosial. 3
3. Faktor Biologi
Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami
skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap
skizofrenia.
Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah
dilaporkan pada orang orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa
terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang
menjadi skizofrenia.
Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap

gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal
menyekat reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem
dopaminergik maka gejala psikotik diredakan. Berdasarkan pengamatan diatas
dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem
dopaminergik. 4
Hipotesis Serotonin
Rumusan yang paling sederhana dari hipotesis dopamin untuk skizofrenia
menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan karena terlalu banyaknya aktivitas
dopaminergik. Teori tersebut timbul dari dua pengamatan. Pertama, Clozapine,
dinyatakan mempunyai khasiat dan potensi anti psikotik serta berhubungan dengan
kemampuannya untuk bertidak sebagai antagonis reseptor dopaminergik tipe 2 (D2).
Kedua, obat-obatan yang meningkatkan dopaminergik, yang paling jelas adalah
amfetamin, yang merupakan salah satu psikotomimetik.
Hipotesis tersebut memiliki dua masalah. Pertama, antagonis dopamin efektif
dalam mengobati hampir semua pasien psikotik dan pasien yang teragitasi berat, tidak
tergantung pada diagnosis. Dengan demikian tidak mungkin menyimpulkan bahwa
terjadi hiperaktivitas dopaminergik. Sebagai contohnya antagonis dopamin digunakan
juga untuk mengobati mania akut. Kedua, beberapa data elektrofisiologis menyatakan
bahwa neuron dopaminergik mungkin meningkatkan kecepatan pembakarannya


sebagai respon dari pemaparan jangka panjang dengan obat anti psikotik. Data
tersebut menyatakan bahwa abnormalitas awal pada pasien ini mungkin melibatkan
keadaan hipodominergik. 5
Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan
ganglia basalis. Otak pada penderita skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang
normal, ventrikel terlihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi
peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dan
jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada
masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak
setelah lahir.

Gambar 2. Sumber: Sehat-enak.blogspot.com
Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari
populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat
pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia.
Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek /
nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar
identik 40% sampai 65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar

dizigotik 12%. Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu
orang tua 12%. 4

Gambar 3
Loss of brain volume associated with schizophrenia is clearly shown by magnetic resonance imaging (MRI) scans comparing the
size of ventricles (butterfly shaped, fluid-filled spaces in the midbrain) of identical twins, one of whom has schizophrenia (right).
The ventricles of the twin with schizophrenia are larger. This suggests structural brain changes associated with the illness. Note
that such MRI scans cannot be used to diagnose schizophrenia in the general population, due to normal genetic variation in
ventricle size -- many unaffected people have large ventricles. Source: Daniel Weinberger, M.D. NIMH Clinical Brain Disorders
Branch

3. Faktor Psikososial
1. Teori Tentang Individu Pasien
- Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan,
yang muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan konflik
antara id dan ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan dunia luar.
Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect) memberikan kontribusi terhadap
munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien skizofrenia
merepresentasikan waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk. Konflik

intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta kerusakan ego yang
mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk turut memperparah symptom
skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia adalah dekateksis obyek
dan regresi sebagai respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain.
Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan oleh
kesulitan interpersonal yangyang terjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan
dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan.
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego
mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari

dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam
hubungan timbal balik ibu dan anak. Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki
makna simbolis bagi masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat
mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur.
Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk
menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan
atau harapan terdalam yang dimilikinya.
- Teori Psikodinamik
Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik
setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus.

Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase
perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam hubungan
interpersonal.
Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan
onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan
adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan
karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam
hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin
juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar. Tanpa memandang model
teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa
symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya waham
kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya terluka. Selain itu,
menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal yang
menakutkan bagi pengidap skizofrenia.
- Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia
belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak
rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki masalah
emosional.
2. Teori Tentang Keluarga

Beberapa

pasien

skizofrenia-sebagaimana

orang

yang

mengalami

nonpsikiatrik-berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang
patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi
oleh pasien skizofrenia. Antara lain:

- Double Bind
Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan
keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari orangtua
berkaitan dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya anak menjadi
bingung menentukan mana pesan yang benar, sehingga kemudian ia menarik diri
kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari rasa konfliknya itu.
- Schims and Skewed Families
Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan yang
jelas antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak
yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed, terjadi
hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu orangtua yang
melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan menghasilkan dominasi
dari salah satu orang tua.
- Pseudomutual and Pseudohostile Families
Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress ekspresi
emosi

dengan

menggunakan

komunikasi

verbal

yang

pseudomutual

atau

pseudohostile secara konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang
unik, yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak berhubungan
dengan orang lain di luar rumah.
- Ekspresi Emosi
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan
sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian menunjukkan
keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang dikatakan maupun
maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse pada pasien skizofrenia
4. Teori Sosial
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak
berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun
penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya
onset dan keparahan penyakit. 9
D.

GAMBARAN KLINIS
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase

prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala
gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun

sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi
pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri.
Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga
dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin
lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala positif /
psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham,
halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase
ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu
saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase
residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif /
psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase
diatas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan
berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi,
konsentrasi, hubungan sosial). 4
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu
primer dan sekunder.
Gejala-gejala primer :
1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran).
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang
terganggu terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan,
sudah timbul ide lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya
“tani” tetapi dikatakan “sawah”.
Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan “merah” bila
dimaksudkan “berani”. Atau terdapat “clang association” oleh karena pikiran sering
tidak mempunyai tujuan tertentu, umpamanya piring-miring, atau “…dulu waktu hari,
jah memang matahari, lalu saya lari…”. Semua ini menyebabkan jalan pikiran pada
skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan
inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini menambah inkoherensinya.
Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal,
umpamanya seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada
disampingnya juga dimarahi dan dipukuli.

Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini
dinamakan “blocking”, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadangkadang sampai beberapa hari.
Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain
didalamnya yang berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau
“pressure of thoughts”. Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya
dinamakan preseverasi atau stereotipi pikiran.
Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi
sering tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada
efori. Pada inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada
pikiran melayang ide timbul sangat cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan.
2. Gangguan afek dan emosi
Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa :
 Kedangkalan afek dan emosi (“emotional blunting”), misalnya penderita menjadi
acuh tak acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan
keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang.
 Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada
penderita timbul rasa sedih atau marah.
 Paramimi : penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis.
Parathimi dan paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggris dinamakan
“incongruity of affect” dalam bahasa Belanda hal ini dinamakan “inadequat”.
 Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan,
umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi
mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas
untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah :
 Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti penderita
yang sedang bermain sandiwara.
 Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk
melakukan hubungan emosi yang baik (“emotional rapport”). Karena itu sering
kita tidak dapat merasakan perasaan penderita.
 Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin
terdapat bersama-sama. Ini dinamakan ambivalensi pada afek.
3. Gangguan kemauan

Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan.
Mereka tidak dapat mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat,
umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau mengapa tiduran
terus. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan.
Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan-bulan.
Perilaku demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik.
 Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu
permintaan.
 Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang
sama, umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk
berjabat tangan, tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak
masuk kedalam ruangan, tetapi sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur.
Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan.
 Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau
tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
4. Gejala psikomotor
Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok
gejala ini oleh Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder
sebab didapati juga pada penyakit lain.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila
gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes
atau yang agak kaku. Penderita dalam keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan
sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadangkadang bertahun-tahun lamanya pada skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita
mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu yang melarang ia
bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang negativistik atau karena hubungan
penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali hingga ia tidak ingin
mengatakan apa-apa lagi.
Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan
hiperkinesa, ia terus bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadangkadang penderita menggunakan atau membuat kata-kata yang baru: neologisme.
Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi;
umpamanya menarik-narik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok

piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai
beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat
diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang
dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya.
 Katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama.
 Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti
pada lilin.
 Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang
disuruh.
 Otomatisme komando (“command automatism”) sebetulnya merupakan lawan dari
negativisme : semua perintah dituruti secara otomatis, bagaimana ganjilpun.
 Echolalia (penderita meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia
(penderita meniru perbuatan atau pergerakan orang lain).
Gejala-gejala sekunder :
1. Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre.
Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan
tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang
bertentangan, umpamanya penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main
dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar.Mayer
gross membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham primer dan waham
sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional
interpretations).
Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apaapa dari luar. Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia.
Umpamanya istrinya sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan
dan berhenti dua kali, atau seorang penderita berkata “dunia akan kiamat sebab ia
melihat seekor anjing mengangkat kaki terhadap sebatang pohin untuk kencing.
Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan
cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham
dinamakan menurut isinya :waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik,
waham kejaran, waham sindiran, waham dosa, dan sebagainya.
2. Halusinasi

Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini
merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada
keadaan skizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia,
bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman
(olfaktorik), halusinasi cita rasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil).
Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada orang yang
menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun dalammakanannya
Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada psikosa akut
yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat maka biasanya pada
stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka
orang yang menakutkan. 3
Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan
dunia luar ia seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa
yang terjadi di sekitarnya. Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan
otisme digolongkan sebagai gejala primer. Tetapi ada yang mengatakan bahwa otisme
terjadi karena sangat terganggunya afek dan kemauan.
Gejala skizofrenia dalam tiga kategori sebagai berikut :
Gejala positif
 Delusi/waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir bahwa
dia selalu diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal,
berkeyakinan bahwa radio atau televisi memberi pesan-pesan tertentu.
 Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang
sebenarnya tidak ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat
menghibur atau tidak menakutkan. Sedangkan yanng lainnya mungkin
menganggap suara/bisikan tersebut bersifat negatif/ buruk atau memberikan
perintah tertentu.
 Pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada
seseorang yang berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti,
percaya ada makhluk asing yang mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke
planet lain.
Gejala negatif
 Motivasi rendah (low motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan pada
semua aspek kehidupan. Energinya terkuras sehingga mengalami kesulitan

melakukan hal-hal biasa dilakukan, misalnya bangun tidur dan membersihkan
rumah.
 Menarik diri dari masyarakat (social withdrawal). Penderita akan kehilangan
ketertarikan untuk berteman, lebih suka menghabiskan waktu sendirian dan merasa
terisolasi.
Gejala kognitif
 Mengalami problema dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah kacau sehingga
tidak bisa mendengarkan musik/ menonton televisi lebih dari beberapa menit. sulit
mengingat sesuatu, seperti daftar belanjaan.
 Tidak dapat berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi dari awal
hingga selesai, sulit mengingat/ mempelajari sesuatu yang baru.
 Miskin perbendaharaan kata dan proses berpikir yang lambat. Misalnya saat
mengatakan sesuatu dan lupa apa yang telah diucapkan, perlu usaha keras untuk
melakukannya. 10
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai symptom/gejala

klinis

skizofrenia adalah :
1. tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untuk skizofrenia.
Artinya tidak ada symptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap
symptom skizofrenia mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan
syaraf lainnya. Karena itu diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari
pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat penyakit pasien merupakan hal yang
esensial untuk menegakkan diagnosis skizofrenia.
2. symptom/gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu. Oleh
karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipe mungkin berubah.
3. Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang
sosial budaya pasien. Sebab prilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya
tertentu mungkin dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain.
Contohnya memakai koteka di Papua merupakan hal yang biasa namun akan
dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta. 11
E.

KRITERIA DIAGNOSIS
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua

gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :

(a) - “Thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kulitasnya berbeda; atau
- “Thought insertion or withdrawal”: isi pikiran yang asingdari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
(withdrawal); dan
- “Thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
(b) - “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dati luar; atau
- “delusion of influence”: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ‘dirinya”: secara jelas merujuk ke
pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);
- “delusional perception”: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
(c) Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien,
atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara
yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif

yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus
menerus;
(b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
(c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
(d) Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas
bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan
diri secara sosial.4,8,9
Menurut Diagnostic and statistical manual of Mental Disorders Fourth Text Revised
(DSM-IV-TR) :
A. Terdapat 2 atau lebih gejala dibawah ini selama 1 bulan atau kurang dari sebulan
jika pengobatan berhasil
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara disorganisasi
4. Perilaku disorganisasi/katatonik yang jelas
5. Symptom negative (afek datar, alogia, avolition)
Catatan = dapat hanya 1 gejala bila dijumpai waham bizarre/halusinasi dengar
B. Disfungsi social/pekerjaan

C. Durasi gangguan terus menerus selama 6 bulan
D. Disingkirkan gangguan penggunaan zat atau kondisi medis umum
E. Disingkirkan gangguan penggunaan zat atau kondisi medis umum
F. Jika terdapat gangguan perkembangan parsive, diagnosis tambahan skizofrenia
dibuat bila waham dan halusinasi menonjol 11
F.

KLASIFIKASI
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di

muka, dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang
mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal
sebagai berikut :
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia Sebagai tambahan : Halusinasi dan
atau waham harus menonjol :
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa.
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lainlain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion
of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas.
Gangguan afektif dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata / menonjol. Pasien skizofrenik paranoid biasanya
berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika
mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir
usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan sosial yang dapat
membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung
lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid
menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional,
dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan
tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik

paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam
situasi sosial. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis
mereka dan tetap intak.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia ;
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid
menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak
harus demikian untuk menentukan diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang
menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan
lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang
benar bertahan.
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai
oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir
(self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa
menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks),
keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases).
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta
gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada
tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and
hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination)
hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri
khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose).
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama,
filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan
pikiran pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe
terdisorganisasi.
3. Skizofrenia Katatonik

Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih dari
perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
(f)

Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan

tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti
yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan
bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia.
Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau
alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif. Selama
stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan
yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain.
Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan,
hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.

4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).
Seringkali, pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah
dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut
sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:

 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,
atau katatonik.
 Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.
5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
(a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya); dan
(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit
kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2
minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi
episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol,
diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua:
(a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang
(minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;
(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi
kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.

Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus
adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau
gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional,
penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran
asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau
halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek
yang kuat.
7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung
pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari : gejala
“negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi,
waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan disertai dengan
perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai
kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya
dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya. Skizofrenia simpleks sering timbul
pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks adalah
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya
sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya
perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang
memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama
ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi
pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan
menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
8. Skizofrenia lainnya

9. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang
tidak berdasarkan DSM IV TR), antara lain :
Bouffe delirante (psikosis delusional akut).

Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama
gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis
gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa
kira-kira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya
dan akhirnya diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.
Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat
konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat
sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi
diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat
dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten
sering merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian schizoid dan
skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh
atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala
psikotik.

Sindroma

juga

dinamakan

skizofrenia

ambang

(borderline

schizophrenia) di masa lalu.
Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin
sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat.
Istilah “skizofrenik oneiroid” telah digunakan bagi pasien skizofrenik yang
khususnya terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan
keterlibatan didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus
berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis atau
neurologist dari gejala tersebut.
Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk “skizofrenia paranoid”.
Dalam pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang
memburuk secara progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti
ganda

dari

istilah

ini

menyebabkannya

mengkomunikasikan informasi.

tidak

sangat

berguna

dalam

Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti
kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala
gangguan pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas,
panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak
seperti pasien yang menderita gangguan kecemasan, mereka mengalami
kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang sering sulit menghilang.
Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan
parah.
Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif
yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya
pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang
relatif baik terhadap pengobatan.
Skizofrenia tipe II.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom
negative yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi
pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya
motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian.
Disertai dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk
terhadap pengobatan. 9
G

PENATALAKSANAAN
Terapi Somatik (Medikamentosa)

---

Obat-obatan

yang

digunakan

untuk

mengobati

Skizofrenia

disebut

antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola
fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis
antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benarbenar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan
merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk mengobati Skizofrenia.
Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu: antipsikotik
konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).

a. Antipsikotik Konvensional
----Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan
efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol)

5. Stelazine ( trifluoperazine)

2. Mellaril (thioridazine)

6. Thorazine ( chlorpromazine)

3. Navane (thiothixene)

7. Trilafon (perphenazine)

4. Prolixin (fluphenazine)
----Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic.
----Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada
pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan
antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli
merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua,
bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat
diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu
(disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan
terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot
formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
----Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya
berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan
antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien
dengan Skizofrenia.
c. Clozaril

----Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang
pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil)
dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek
samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%),
Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan
infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel
darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila
paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran
N

Nama Generik

Sediaan

Dosis

o
1

Klorpromazin

Tablet 25 dan 100 mg

150-600 mg/hari

Haloperidol

Injeksi 25 mg/ml
Tablet 0,5 mg,1,5 mg, 5-15 mg/hari

2

5mg
3
4
5
6

Perfenazin
Flufenazin
Flufenazin Dekanoat
Levomeprazin

Injeksi 5mg/ml
Tablet 2, 4, 8 mg
Tablet 2,5 mg, 5 mg
Injeksi 25 mg/ml
Tablet 25 mg

7
8
9

Trifluperazin
Tioridazin
Sulpirid

Injeksi 25 mg/ml
Tablet 1 mg, 5 mg
Tablet 50 mg, 100 mg
Tablet 200 mg

10-15 mg/hari
150-600 mg/hari
300-600 mg/hari

Pimozid
Risperidon

Injeksi 50mg/ml
Tablet 1 mg, 4 mg
Tablet 1 mg, 2 mg, 3 mg

1-4 mg/hari
2-6 mg/hari

10
11

12-24 mg/hari
10-15 mg/hari
25 mg/2-4 minggu
25-50 mg/hari

Obat Antipsikosis yang Mempunyai Efek Samping Gejala Ekstrapiramidal
Obat antispikosis dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai
berikut:
Antipsikosis
Chlorpromazine

Dosis (mg/hr)

Gej. ekstrapiramidal

150-1600

++

Thioridazine

100-900

Perphenazine

8-48

+

trifluoperazine

5-60

+++

Fluphenazine

5-60

+++

Haloperidol

2-100

+++

Pimozide

2-6

++++

Clozapine

25-100

++

Zotepin