DANA PINJAMAN DAN HIBAH (1)

DANA PINJAMAN DAN HIBAH

A. KAJIAN TEORI
Pada dasarnya semua pembiayaan yang ada di daerah sudah ditetapkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) akan tetapi pemerintah
daerah meliki kebutuhan-kebutuhan lain di luar APBD tersebut dikarenakan
terbatasnya APBD. Kebutuhan tersebut antara lain untuk pembiayaan layanan
kesehatan masyarakat, dan peningkatan sarana prasarana umum. Oleh karena itu
pemerintah daerah memerlukan dana tambahan untuk melaksanakan kegiatan
tersebut dengan cara melakukan pinjaman. Pemerintah Daerah dapat melakukan
pinjaman kepada Pemerintah Pusat, Lembaga Perbankan, Lembaga bukan bank,
dan lain-lain. Akan tetepi sampai sekarang Pemerintah Pusat sangat membatasi
untuk Pemerintah Daerah melakukan pinjaman, hal ini dikarenakan pinjaman
tersebut mempunyai resiko yang besar, seperti reiko gagal bayar.
Pinjaman Daerah dapat dipergunakan pula untuk menutup defisit Anggaran
Tahun lalu, dengan syarat pinjaman yang dilakukan adalah pinjaman jangka
pendek atau jangka waktu tidak lebih dari satu tahun. Batas Maksimal Kumulatif
Pinjaman Daerah untuk menutup defisit anggaran adalah sebesar 0,3 persen dari
proyeksi Product Domestic Bruto (PDB) tidak terlampaui, dan pinjaman sudah
dinyatakan efektif, untuk pinjaman yang bersumber dari Pemerintah Pusat, dan
Rencana Pinjaman sudah mendapat Pertimbangan Menteri Dalam Negeri.

Pemerintah Daerah harus dapat mengelola pinjamannya dengan baik, dengan cara
menyusun arus kas untuk pembiayaan pinjaman tersebut, memperhatikan resiko
yang dapat ditimbulkan, dan juga pengalokasian pinjaman dengan baik. Pada saat
ini pinjaman daerah dipergunakan untuk keperluan mendesak antara lain untuk
peningkatan pelayanan kesehatan, dan juga pembangunan infrastruktur seperti
jalan tol, dan juga pembangunan sarana transportasi, mengingat banyaknya
Pemerintah Daerah yang telah berkembang dan maju.

1

Hibah daerah pada saat ini dipergunakan Pemerintah Daerah utamanya
untuk meningkatkan pelayanan dasar umum Pemerintah Daerah. Hibah Daerah
ini harus dikelola dengan baik oleh Pemrintah Daerah baik penerimanya,
penggunaannya, pertanggungjawabannya, sehingga penyaluran dana hibah ini
dapat terlaksana dengan baik dan tuga tepat sasaran dan tujuan.

B. DANA PINJAMAN
1. PENGERTIAN PINJAMAN DAERAH
Konsep dasar pinjaman daerah dalam PP 54/2005 dan PP 30/2011 pada
prinsipnya diturunkan dari UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut disebutkan
bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, untuk
memberikan alternatif sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat, maka pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman. Namun
demikian, mengingat pinjaman memiliki berbagai risiko seperti risiko
kesinambungan fiskal, risiko tingkat bunga, risiko pembiayaan kembali, risiko
kurs, dan risiko operasional, maka Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal
nasional menetapkan batas-batas dan rambu-rambu pinjaman daerah. Dalam PP
54/2005 dijelaskan bahwa Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang
mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang
bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk
membayar kembali.
Risiko Fiskal adalah segala sesuatu yang di masa mendatang dapat
menimbulkan tekanan fiskal terhadap APBN (Nota Keuangan dan RAPBN 2014).
Jadi, pemerintah dalam hal ini adalah Kementrian Keuangan, untuk mengatasi
risiko fiskal yang mungkin terjadi telah membentuk Pusat Pengelolaan Risiko
Fiskal (PPRF) pada tahun 2006. PPRF dibentuk atas usul dari IMF. Resiko fiskal
ini terjadi karena perubahan kondisi ekonomi makro dan juga kewajiban
kontinjensi yaitu kewajiban yang timbulnya tergantung kepada suatu kejadian


2

yang belum pasti terjadi. Risiko suku bunga adalah risiko yang timbul karena nilai
relatif aktiva berbunga, seperti pinjaman atau obligasi, akan memburuk karena
peningkatan suku bunga. Secara umum, jika suku bunga meningkat, harga
obligasi berbunga tetap akan turun, demikian juga sebaliknya.
Resiko nilai tukar (kurs) adalah resiko yang diakibatkan karena adanya
perubahan nilai tukar mata uang asing. Pada umumnya, transaksi-transaksi bisnis
yang berhubungan dengan mata uang asing (valuta asing) biasanya akan
menghadapi masalah perubahan nilai kurs mata uang tersebut. Perubahan kurs ini
dapat disebabkan karena perubahan inflasi, perubahan suku bunga, indepedensi
bank central, dan juga pertumbuhan ekonomi.

Risiko opeasional merupakan

risiko yang umumnya bersumber dari masalah internal instansi Pemerintah. Risiko
ini terjadi disebabkan oleh lemahnya sistem kontrol manajemen yang dilakukan
oleh internal instansi Pemerintah tersebut.
Selain itu, dalam UU 17/2003 tentang Keuangan Negara bab V mengenai

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah
Daerah,

serta

Pemerintah/Lembaga

Asing

disebutkan

bahwa

selain

mengalokasikan Dana Perimbangan kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat
dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah. Dengan
demikian, pinjaman daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hubungan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
2. PRINSIP DASAR PINJAMAN DAERAH

Beberapa prinsip dasar dari pinjaman daerah di antaranya sebagai berikut :
1. Pemerintah Daerah dapat melakukan Pinjaman Daerah.
2. Pinjaman Daerah harus merupakan inisiatif Pemerintah Daerah dalam
rangka melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah.
3. Pinjaman daerah merupakan alternatif sumber pendanaan APBD yang
digunakan

untuk

menutup

defisit

APBD,

pengeluaran

pembiayaan, dan/atau kekurangan kas.

3


4. Pemerintah Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung kepada pihak
luar negeri.
5. Pemerintah Daerah tidak dapat memberikan jaminan terhadap pinjaman
pihak lain.
6. Pinjaman Daerah dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara
pemberi pinjaman dan Pemerintah Daerah sebagai penerima pinjaman
yang dituangkan dalam perjanjian pinjaman.
7. Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan
jaminan pinjaman daerah.
8. Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik daerah
yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi
Daerah.
9. Seluruh penerimaan dan pengeluaran dalam rangka Pinjaman Daerah
dicantumkan dalam APBD.
Menurut Pasal 3 UU 30 tahun 2011, Pengelolaan Pinjaman Daerah harus
memenuhi prinsip:
a. taat pada peraturan perundang-undangan;
b. transparan;
c. akuntabel;

d. efisien dan efektif; dan
e. kehati-hatian.
3. PERSYARATAN PINJAMAN
Persyaratan umum bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan pinjaman adalah
sebagai berikut:
1. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik
tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan
umum APBD tahun sebelumnya. Penerimaan umum APBD tahun

4

sebelumnya adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana
Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain
yang kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu.
2. Memenuhi

ketentuan

rasio


kemampuan

keuangan

daerah

untuk

mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah. Nilai rasio
kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt
Service Coverage Ratio/DSCR) paling sedikit 2,5 (dua koma lima). DSCR
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
DSCR =

(PAD +

BD

+


DAU)



BW

≥ 2,5

Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + BL
DSCR : Debt Service Coverage ratio
PAD

: Pendapatan Asli Daerah

BD

: Bagian Daerah dari PBB, BPHTB, Penerimaan Sumber Daya Alam serta

Bagian


Daerah Lainnya seperti PPh Perseorangan (Dana Bagi Hasil)

DAU : Dana Alokasi Umum
BW

: Belanja Wajib yaitu belanja yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindarkan

dalam tahun
BL

anggaran yang bersangkutan

: Biaya Lainnya Yang Jatuh Tempo (Biaya komitmen, Biaya Bank dan

Lain-lain yang

jatuh tempo)

3. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah harus tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian

pinjaman yang bersumber dari Pemerintah.
4. Khusus untuk Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib
mendapatkan persetujuan dari DPRD.
4. SUMBER PINJAMAN
Menurut Pasal 33 UU no 30 tahun 2011, Pinjaman Daerah bersumber dari:
1. Pemerintah Pusat, berasal dari APBN termasuk dana investasi Pemerintah,
penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar
Negeri;
2. Pemerintah Daerah lain;

5

3. Lembaga
mempunyai

Keuangan
tempat

Bank, yang
kedudukan

berbadan hukum
dalam

Indonesia

wilayah Negara

dan

Kesatuan

Republik Indonesia;
4. Lembaga Keuangan Bukan Bank, yaitu lembaga pembiayaan yang
berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
5. Masyarakat, berupa Obligasi Daerah yang diterbitkan melalui penawaran
umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri.
5. JENIS DAN JANGKA WAKTU PINJAMAN
a. Pinjaman Jangka Pendek
Merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
anggaran dan Kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Jangka Pendek yang
meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lainnya seluruhnya harus
dilunasi dalam tahun anggaran yang berkenaan.
Sumber : Pemerintah daerah lain ; Lembaga keuangan bank ; lembaga keuangan
bukan bank
b. Pinjaman jangka Menengah
Merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran
dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman (pokok pinjaman, bunga, dan biaya
lain) harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan
kepala daerah yang bersangkutan.
Sumber : Pemerintah ; Pemerintah daerah lain ; Lembaga keuangan bank ;
lembaga keuangan bukan bank
c. Pinjaman Jangka Panjang
Kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Jangka Panjang yang meliputi pokok
pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lain seluruhnya harus dilunasi pada tahun
anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang
bersangkutan.
Sumber : Pemerintah ; Pemerintah daerah lain ; Lembaga keuangan bank ;
lembaga keuangan bukan bank ; Masyarakat

6

6. PENGGUNAAN PINJAMAN
Menurut PP Nomor 30 Tahun 2011, Penggunaan Pinjaman Daerah telah diatur
sebagaimana jenis pinjamannya, yaitu :
a. Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan
arus kas.
b. Pinjaman Jangka Menengah

dipergunakan

untuk

membiayai pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan.
c. Pinjaman Jangka Panjang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi
prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang
(i) menghasilkan penerimaan langsung, (ii) menghasilkan penerimaan
tidak langsung, (iii) memberikan manfaat ekonomi dan sosial.
d. Khusus Pinjaman Jangka Panjang dalam bentuk Obligasi Daerah
digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana
dalam

rangka

penyediaan

pelayanan

publik

yang

menghasilkan

penerimaan bagi APBD yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan
prasarana dan/atau sarana tersebut.
7. PROSEDUR PINJAMAN DAERAH
a. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang dananya bersumber dari Pinjaman
Luar Negeri.
b. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang dananya bersumber dari Pusat
Investasi Pemerintah.
c. Pinjaman Daerah yang dananya bersumber dari Perbankan
d. Pinjaman Daerah yang dananya bersumber dari Masyarakat (Obligasi
Daerah)
8. LARANGAN PENJAMINAN
a. Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain;
b. Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan
jaminan;

7

c. Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik daerah
yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi
Daerah.

9.

PEMBAYARAN KEMBALI PINJAMAN
a. Seluruh kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo wajib dianggarkan
dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan;
b. Dalam hal daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjamannya
kepada

Pemerintah,

kewajiban

membayar

pinjaman

tersebut

diperhitungkan dengan DAU dan/atau Dana Bagi Hasil yang menjadi hak
daerah tersebut.
10. PELAPORAN PINJAMAN (PP Nomor 54 Tahun 2005)
a. Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan
kewajiban pinjaman kepada Pemerintah setiap semester dalam tahun
anggaran berjalan;
b. Dalam hal daerah tidak menyampaikan laporan, Pemerintah dapat
menunda penyaluran Dana Perimbangan.
11.

PINJAMAN DAERAH DARI PEMERINTAH PUSAT (Pasal 17,
PP 30/2011)

Prosedur Pengajuan dan Penilaian Usulan Pinjaman Daerah :
(1) Usulan Pinjaman Daerah diajukan oleh gubernur, bupati, atau walikota
kepada Menteri.
(2) Usulan yang berupa Penerusan Pinjaman Dalam Negeri merupakan usulan
yang sudah tercantum dalam daftar kegiatan prioritas yang dapat dibiayai
dari Pinjaman Dalam Negeri.
(3) Usulan yang berupa Penerusan Pinjaman Luar Negeri merupakan usulan
yang sudah tercantum dalam Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri
Jangka Menengah.
(4) Usulan harus melampirkan paling sedikit dokumen:

8

a. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah selama 3 (tiga) tahun
terakhir;
b. APBD tahun berkenaan;
c. perhitungan

rasio

kemampuan

keuangan

daerah

untuk

mengembalikan pinjaman;
d. rencana penarikan pinjaman; dan
e. persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(5) Dalam hal usulan berasal dari peneruspinjaman Pinjaman Luar Negeri,
selain melampirkan dokumen, Pemerintah Daerah harus juga melampirkan
pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
(6) Kegiatan yang akan dibiayai dari Pinjaman Daerah harus sesuai dengan
dokumen perencanaan daerah.
(7) Pemerintah Daerah bertanggung jawab sepenuhnya atas kegiatan yang
diusulkan kepada Menteri.
Menteri

melakukan

penilaian

atas

usulan

Pinjaman

Daerah

denganmemperhatikan:
a. kapasitas fiskal daerah yang ditetapkan secaraberkala oleh Menteri;
b. kebutuhan riil pinjaman Pemerintah Daerah;
c. kemampuan membayar kembali; dan
d. batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah.
12. PINJAMAN DAERAH YANG BERSUMBER DARI PEMERINTAH
DAERAH LAIN, LEMBAGA KEUANGAN BANK, DAN LEMBAGA
KEUANGAN BUKAN BANK (Pasal 33, PP 30/2011)
Pengajuan dan Penilaian Usulan Pinjaman Jangka Pendek :
(1) Pemerintah Daerah mengajukan usulan Pinjaman Jangka Pendek kepada
calon pemberi pinjaman.
(2) Calon pemberi pinjaman melakukan penilaian atas usulan Pinjaman
Jangka Pendek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
serta ketentuan dan persyaratan pemberi pinjaman.

9

(3) Pemerintah Daerah memilih ketentuan dan persyaratan pemberi pinjaman
yang paling menguntungkan Pemerintah Daerah.
(4) Pinjaman Jangka Pendek dituangkan dalam perjanjian pinjaman yang
ditandatangani oleh gubernur, bupati, walikota, atau pejabat yang diberi
kewenangan oleh gubernur, bupati, atau walikota dan pemberi pinjaman.
Pengajuan dan Penilaian Usulan Pinjaman Jangka Menengah dan Pinjaman
Jangka Panjang :
(1) Sebelum mengajukan usulan Pinjaman Jangka Menengah atau Pinjaman
Jangka

Panjang

kepada

calon

pemberi

pinjaman,

gubernur

harus

menyampaikan rencana Pinjaman Jangka Menengah atau Pinjaman Jangka
Panjang kepada Menteri Dalam Negeri untuk mendapat pertimbangan.
(2) Sebelum mengajukan usulan Pinjaman Jangka Menengah atau Pinjaman
Jangka Panjang kepada calon pemberi pinjaman, bupati atau walikota harus
menyampaikan rencana Pinjaman Jangka Menengah atau Pinjaman Jangka
Panjang kepada Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pertimbangan dan
tembusannya disampaikan kepada gubernur.
(3) Penyampaianpaling sedikit melampirkan:
a. persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
b. salinan berita acara pelantikan gubernur, bupati, atau walikota;
c. pernyataan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang
berasal dari Pemerintah;
d. kerangka acuan kegiatan;
e.

perhitungan

tentang

rasio

kemampuan

keuangan

daerah

untuk

mengembalikan pinjaman;
f. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah selama 3 (tiga) tahun terakhir;
g. Rancangan APBD tahun berkenaan;
h. perbandingan sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan
ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah
penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; dan
i. rencana keuangan pinjaman.

10

(4) Menteri Dalam Negeri memberikan pertimbangan kepada gubernur, bupati,
atau walikota setelah berkoordinasi dengan Menteri.

13. OBLIGASI DAERAH (Pasal 37 PP 30/2011)
Ketentuan Penerbitan Obligasi Daerah :
a. Pemerintah Daerah dapat menerbitkan Obligasi Daerah sepanjang
memenuhi persyaratan pinjaman
b. Penerbitan Obligasi Daerah wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah dan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang pasar modal.
c. Penerbitan Obligasi Daerah hanya dapat dilakukan di pasar modal
domestik dan dalam mata uang Rupiah.
d. Obligasi Daerah merupakan efek yang diterbitkan oleh Pemerintah
Daerah dan tidak dijamin oleh Pemerintah.
e. Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal
Obligasi Daerah pada saat diterbitkan.
f. Penerbitan Obligasi Daerah hanya dapat digunakan untuk membiayai
kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan
Pelayanan Publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD yang
diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana
tersebut.
g. Setiap perjanjian pinjaman Obligasi Daerah sekurang-kurangnya
mencantumkan:
a. nilai nominal;
b. tanggal jatuh tempo;
c. tanggal pembayaran bunga;
d. tingkat bunga (kupon);
e. frekuensi pembayaran bunga;
f. cara perhitungan pembayaran bunga;

11

g. ketentuan tentang hak untuk membeli kembali Obligasi Daerah
sebelum jatuh tempo; dan
h. ketentuan tentang pengalihan kepemilikan.
Prosedur Penerbitan Obligasi :
(1) Rencana penerbitan Obligasi Daerah disampaikan kepada Menteri dengan
terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(2) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengenai rencana penerbitan
Obligasi Daerah meliputi pembayaran pokok dan bunga yang timbul sebagai
akibat penerbitan Obligasi Daerah dimaksud.
(3) Persetujuan diberikan atas nilai bersih maksimal Obligasi Daerah yang akan
diterbitkan pada saat penetapan APBD.
(4) Selain memberikan persetujuan atas hal-hal, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah memberikan persetujuan atas segala biaya yang timbul dari penerbitan
Obligasi Daerah.
(5) Menteri melakukan penilaian terhadap rencana penerbitan Obligasi Daerah
berdasarkan persyaratan pinjaman.
(6) Penerbitan Obligasi Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(7) Tata cara penerbitan, pelaksanaan, penatausahaan, dan pemantauan Obligasi
Daerah dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal.
14. PINJAMAN LUAR NEGERI DARI PEMERINTAH PUSAT (PMK No
53 Tahun 2006)
Pengajuan Usulan Kegiatan Yang Akan Dibiayai Dengan Pinjaman :
1) Pemerintah Daerah mengajukan usulan kegiatan yang akan dibiayai
dengan Pinjaman kepada Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas untuk dimasukkan dalam DRPHLN JM.
2) Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan
informasi mengenai indikasi kemampuan keuangan Daerah kepada
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas,
sebagai bahan penyusunan DRPPHLN yang dilakukan Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.

12

3) Indikasi kemampuan keuangan Daerah meliputi:
a. Indikasi proyeksi perhitungan tentang kemampuan Pemerintah Daerah
dalam memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman (Debt
Service Coverage Ratio/DSCR);
b. Informasi jumlah pinjaman Pemerintah Daerah yang bersangkutan;
dan
c. Kinerja pinjaman Daerah.
4) Dalam rangka menghitung indikasi kemampuan keuangan daerah, Menteri
Keuangan meminta informasi keuangan daerah kepada Pemerintah
Daerah.
Berdasarkan Daftar Kegiatan. Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal
Perbendaharaan menyampaikan surat kepada

pemerintah Daerah agar

mengajukan rencana Pinjaman kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal
Perbendaharaan.
Rencana Pinjaman sekurangkurangnya dilengkapi dengan dokumen rencana
Pinjaman yang terdiri dari:
a. Studi kelayakan kegiatan;
b. Rencana Kegiatan Rinci;
c. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selama tiga
tahun terakhir;
d. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun
bersangkutan;
e. Perhitungan proyeksi APBD selama jangka waktu pinjaman
termasuk perhitungan DSCR yang mencerminkan kemampuan
daerah dalam memenuhi kewajiban pembayaran kembali pinjaman
(proyeksi DSCR) serta asumsi yang digunakan selama jangka
waktu pinjaman yang akan diusulkan;
f. Rencana

Pembiayaan

Kegiatan

(financing

plan)

secara

keseluruhan;
g. Surat Persetujuan DPRD berupa persetujuan prinsip yang diberikan
oleh komisi di DPRD yang menangani bidang keuangan;

13

h. Data kewajiban yang masih harus dibayar setiap tahunnya dari
pinjaman yang telah dilakukan; dan
i. Surat Pernyataan Pemerintah Daerah, yang berisi tentang:
i.

Tidak memiliki tunggakan atas pinjaman yang sedang
berjalan;

ii.

Menyediakan dana pendamping;

iii.

Mengalokasikan

dana

untuk

pembayaran

angsuran

pinjaman tersebut dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) setiap tahun selama masa pinjaman; dan
iv.

Dipotong Dana Alokasi Umum/Dana Bagi Hasil untuk
pembayaran angsuran pinjaman yang tertunggak

C. DANA HIBAH
1. PENGERTIAN HIBAH
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011, hibah adalah setiap
penerimaan negara dalam bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang,
jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari Pemberi Hibah yang tidak perlu
dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri. Menteri
Keuangan berwenang melakukan Pinjaman Luar Negeri dan/atau menerima Hibah
yang berasal dari luar negeri dan dalam negeri. Pinjaman Luar Negeri dan hibah
tersebut dapat diteruspinjamkan dan/atau dihibahkan kepada Pemerintah Daerah
dan BUMN.
Pemerintah Daerah dapat meneruspinjamkan dan/atau menerushibahkan
Pinjaman Luar Negeri kepada Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Hibah yang bersumber dari luar negeri
yang diterushibahkan dituangkan dalam Perjanjian Penerusan Hibah yang
ditandatangani oleh Menteri atau pejabat yang diberi kuasa dan gubernur atau
bupati/walikota.

14

Perjanjian Penerusan Hibah atau Perjanjian Pinjaman Hibah

paling sedikit

memuat:
a. jumlah;
b. peruntukan; dan
c. ketentuan dan persyaratan.
Kementerian Keuangan menyampaikan salinan Perjanjian Penerusan
Hibah dan salinan Perjanjian Pinjaman Hibah kepada Badan Pemeriksa Keuangan
dan instansi terkait lainnya.
membiayai

kegiatan

Dalam hal Hibah dalam bentuk uang untuk

diterushibahkankepada

Pemerintah

Daerah

dan/atau

dipinjamkan kepada Pemerintah Daerah dan BUMN, Menteri menyusun dokumen
pelaksanaan anggaran.
Menurut pasal 38, UU No 1 Tahun 2004, Menteri Keuangan dapat
menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk
mengadakan utang negara atau menerima hibah yang berasal dari
dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Undang-undang APBN. Pemindahtanganan barang milik
negara/daerah dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau
disertakan sebagai modal Pemerintah setelah mendapat
persetujuan DPR/DPRD.
2. KLASIFIKASI HIBAH
Menurut PMK Nomor 191/PMK.05/2011, klasifikasi hibah dapat dibedakan
menurut bentuk hibah,
mekanisme pencairan hibah, dan sumber hibah.
Berdasarkan bentuknya, hibah dibagi menjadi:
a. hibah uang, terdiri diri:
1) uang tunai; dan
2) uang untuk membiayai kegiatan.
b. hibah barang/jasa; dan
c. hibah surat berharga
Berdasarkan mekanisme pencairannya, hibah dibagi

15

menjadi:
a. hibah terencana; dan
b. hibah langsung.
Berdasarkan sumbernya, hibah dibagi menjadi:
a. hibah dalam negeri; dan
b. hibah luar negeri.
Hibah yang bersumber dari dalam negeri berasal dari:
a. lembaga keuangan dalam negeri;
b. lembaga non keuangan dalam negeri;
c. Pemerintah Daerah;
d. perusahaan asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan di wilayah
Negara
Republik Indonesia;
e. lembaga lainnya; dan
f. perorangan.
Hibah yang bersumber dari luar negeri berasal dari:
a. negara asing;
b. lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa;
c. lembaga multilateral;
d. lembaga keuangan asing;
e. lembaga non keuangan asing;
f. lembaga keuangan nasional yang berdomisili dan melakukan kegiatan
usaha di
luar wilayah Negara Republik Indonesia; dan
g. perorangan
Hibah dapat digunakan untuk:
a. mendukung program pembangunan nasional; dan/atau
b. mendukung penanggulangan bencana alam dan bantuan kemanusiaan.
3. MEKANISME PELAKSANAAN HIBAH

16

Mekanisme pelaksanaan dan pelaporan atas hibah langsung dalam bentuk uang
dan belanja yang bersumber dari hibah langsung, dilaksanakan melalui
pengesahan oleh BUN/Kuasa BUN. Pengesahan pendapatan dan belanja hibah,
dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a. pengajuan permohonan nomor register;
b. pengajuan persetujuan pembukaan Rekening Hibah;
c. penyesuaian pagu hibah dalam DIPA; dan
d. pengesahan Pendapatan Hibah Langsung dalam bentuk uang dan belanja
yang bersumber dari hibah langsung.
Pasal 15, PMK Nomor 191/PMK.05/2011, Mekanisme pelaksanaan dan pelaporan
atas belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah/belanja modal untuk
pencatatan aset tetap atau aset lainnya dari hibah/ pengeluaran pembiayaan untuk
pencatatan suratberharga dari hibah dilaksanakan melalui pencatatan oleh
BUN/Kuasa BUN. Pengesahan pendapatan dan pencatatan belanja/pengeluaran
pembiayaan, dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
a. penandatanganan BAST dan penatausahaan dokumen pendukung
lainnya;
b. pengajuan permohonan nomor register;
c. pengesahan Pendapatan Hibah Langsung bentuk
d. barang/jasa/surat berharga ke DJPU;
e. pencatatan hibah bentuk barang/jasa/surat berharga ke KPPN.
4. SANKSI (Pasal 23)
1. K/L yang menerima hibah dalam bentuk uang, barang, jasa dan surat berharga
yang tidak mengajukan register dan/atau pengesahan diberikan sanksi
administrasi.
2. Hibah yang diterima langsung oleh K/L dan tidak dikelola sesuai Peraturan
Menteri Keuangan ini menjadi tanggung jawab penerima hibah.
5. PENDAPATAN HIBAH YANG INELIGIBLE (Pasal 24)

17

(1) Apabila terjadi ineligible atas Pendapatan Hibah yang tidak diajukan
register dan/atau pengesahan oleh K/L, negara tidak menanggung atas
jumlah ineligible Pendapatan Hibah yang bersangkutan.
(2) Apabila terjadi ineligible atas Pendapatan Hibah yang telah diajukan
register dan pengesahan oleh K/L, negara dapat menanggung atas jumlah
yang ineligible melalui DIPA K/L yang bersangkutan.

6.

PENGERTIAN HIBAH DAERAH
PP Nomor 2 Tahun 2012, pasal 1, Hibah Daerah adalah pemberian dengan
pengalihan hak atas sesuatu dari Pemerintah atau pihak lain kepada
Pemerintah Daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan
peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian.

7.

SYARAT HIBAH DAERAH
Syarat hibah daerah menurut Permendagri 32 tahun 2011:
1. Pemerintah daerah dapat memberikan hibah sesuai kemampuan keuangan
daerah.
2. Pemberian hibah dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan belanja
urusan wajib.
3. Pemberian hibah ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran program
dan kegiatan pemerintah daerah dengan memperhatikan asas keadilan,
kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.
4. Pemberian hibah memenuhi kriteria paling sedikit:
a. peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan;
b. tidak wajib, tidak mengikat dan tidak terus menerus setiap tahun
anggaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;
dan
c. memenuhi persyaratan penerima hibah.

Hibah Daerah meliputi:

18

a. Hibah kepada Pemerintah Daerah;
b. Hibah dari Pemerintah Daerah.

8.

PENERIMA HIBAH DAERAH
Menurut Permendagri Nomor 32 Tahun 2011, Hibah dapat diberikan kepada:
a. Pemerintah;
Hibah

kepada

Pemerintah

diberikan

kepada

satuan

kerja

dari

kementerian/lembaga pemerintah non kementerian yang wilayah kerjanya
berada dalam daerah yang bersangkutan.
b. Pemerintah daerah lainnya;
Hibah kepada pemerintah daerah lainnya diberikan kepada daerah otonom
baru hasil pemekaran daerah sebagaimana diamanatkan peraturan
perundang-undangan.
c. Perusahaan daerah;
Hibah kepada perusahaan daerah diberikan kepada Badan Usaha Milik
Daerah dalam rangka penerusan hibah yang diterima pemerintah daerah
dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Masyarakat; dan/atau
Hibah kepada masyarakat diberikan kepada kelompok orang yang
memiliki kegiatan tertentu dalam bidang perekonomian, pendidikan,
kesehatan, keagamaan, kesenian, adat istiadat, dan keolahragaan nonprofesional, dengan persyaratan paling sedikit memiliki kepengurusan
yang jelas dan berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah
daerah yang bersangkutan.
e. Organisasi kemasyarakatan.
Hibah kepada organisasi kemasyarakatan diberikan kepada organisasi
kemasyarakatan

yang dibentuk

berdasarkan peraturan

perundang-

undangan, dengan persyaratan paling sedikit:

19



telah terdaftar pada pemerintah daerah setempat sekurang-kurangnya
3 tahun, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;



berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah yang
bersangkutan; dan



9.

memiliki sekretariat tetap.

SUMBER DANA HIBAH

Hibah kepada Pemerintah Daerah dapat berasal dari:
a. Pemerintah;
b. badan, lembaga, atau organisasi dalam negeri; dan/atau
c. kelompok masyarakat atau perorangan dalam negeri.
Hibah dari Pemerintah bersumber dari APBN meliputi :
a. penerimaan dalam negeri;
b. hibah luar negeri; dan
c. Pinjaman Luar Negeri.
10.

HIBAH ANTAR INSTANSI PEMERINTAH

Dalam pasal 6, PP Nomor 2 Tahun 2012 disebutkan bahwa Hibah kepada
Pemerintah Daerah merupakan salah satu sumber penerimaan Daerah untuk
mendanai penyelenggaraan urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah
dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Hibah kepada Pemerintah Daerah dapat diteruskan kepada badan usaha milik
daerah. Hibah kepada Pemerintah Daerah diprioritaskan untuk penyelenggaraan
Pelayanan Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hibah
tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal.


Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah dilakukan dengan
ketentuan:
a. Hibah dimaksud sebagai penerimaan negara; dan/atau
20

b. Hanya untuk mendanai kegiatan dan/atau penyediaan barang dan jasa yang
tidak dibiayai dari APBN.


Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lain, badan usaha
milik negara atau badan usaha milik daerah dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

11.

PERENCANAAN HIBAH

Usulan Kegiatan Hibah yang Bersumber dari Luar Negeri
Dalam Pasal 10 PP 2/2012, menjelaskan mengenai rencana kegiatan yang dibiayai
dari pemberian/penerusan hibah yang bersumber dari Pinjaman Luar Negeri dan
hibah luar negeri diusulkan oleh menteri/pimpinan lembaga pemerintah non
kementerian kepada menteri yang membidangi perencanaan dengan tugas sebagai
berikut :
o Melakukan penilaian kelayakan usulan kegiatan yang diajukan oleh
menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian

sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.
o Menuangkan usulan kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri dalam
Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah.
o Menuangkan usulan kegiatan yang dibiayai dari hibah luar negeri dalam
Daftar Rencana Kegiatan Hibah.
o Berdasarkan Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah dan
Daftar Rencana Kegiatan Hibah, mengusulkan pembiayaan kegiatan kepada
Menteri.
o Menetapkan jumlah alokasi peruntukan Pinjaman Luar Negeri yang
dihibahkan dan hibah luar negeri yang diterushibahkan sebelum pelaksanaan
perundingan dengan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri atau Pemberi
Hibah Luar Negeri.

12.

KRITERIA KEGIATAN

21

PP Nomor 2 Tahun 2012, Pasal 11, usulan kegiatan hibah yang bersumber
dari Pinjaman Luar

Negeri digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang

merupakan urusan Pemerintah Daerah dalam rangka pencapaian sasaran program
dan prioritas pembangunan nasional yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Usulan kegiatan hibah yang didanai dari hibah luar negeri harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. kegiatan yang menjadi urusan Pemerintah Daerah;
b. kegiatan yang mendukung program pembangunan nasional; dan/atau
c. kegiatan tertentu yang secara spesifik ditentukan oleh calon Pemberi
Hibah Luar Negeri.
Usulan kegiatan hibah yang didanai dari penerimaan dalam negeri harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. kegiatan yang menjadi urusan Pemerintah Daerah atau untuk kegiatan
peningkatan

fungsi

pemerintahan,

layanan

dasar

umum,

dan

pemberdayaan aparatur Pemerintah Daerah;
b. kegiatan lainnya sebagai akibat kebijakan Pemerintah yang mengakibatkan
penambahan beban pada APBD;
c. kegiatan tertentu yang merupakan kewenangan Daerah yang berkaitan
dengan penyelenggaraan kegiatan berskala nasional atau internasional;
dan/atau
d. kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
13.

PEMBERIAN/PENERUSAN

HIBAH

DARI

PEMERINTAH

KEPADA PEMERINTAH DAERAH
Pasal 12 PP 2/2012, Menteri/pimpinan lembaga pemerintah non
kementerian dapat mengusulkan besaran hibah dan daftar nama Pemerintah
Daerah yang diusulkan sebagai penerima hibah kepada Menteri berdasarkan
22

penetapan Pemerintah untuk hibah kepada Pemerintah Daerah yang bersumber
dari penerimaan dalam negeri. Selain itu Menteri/pimpinan lembaga pemerintah
non kementerian mengusulkan besaran hibah dan daftar nama Pemerintah Daerah
yang diusulkan sebagai penerima hibah kepada Menteri berdasarkan penetapan
Menteri atas alokasi peruntukkan pinjaman luar negeri dan hibah luar negeri.
Pengusulan

Pemerintah

Daerah

sebagai

penerima

hibah

dengan

mempertimbangkan:
a. kapasitas fiskal daerah;
b. Daerah yang ditentukan oleh Pemberi Hibah Luar Negeri;
c. Daerah yang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh kementerian
negara/lembaga pemerintah non kementerian terkait; dan/atau
d. Daerah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
14.

PERJANJIAN HIBAH

Perjanjian Hibah Daerah paling sedikit memuat:
a. tujuan;
b. jumlah;
c. sumber;
d. penerima;
e. persyaratan;
f. tata cara penyaluran;
g. tata cara pelaporan dan pemantauan;
h. hak dan kewajiban pemberi dan penerima; dan
i. sanksi.
Salinan perjanjian Hibah Daerah wajib disampaikan oleh :
a. Menteri

kepada

Badan

Pemeriksa

Keuangan

dan

kementerian

negara/lembaga pemerintah non kementerian terkait, dalam hal hibah
diberikan oleh Pemerintah.

23

b. kepala daerah kepada Menteri, Badan Pemeriksa Keuangan, dan pimpinan
kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian terkait, dalam
hal hibah diberikan oleh Pemerintah Daerah.
15.

PENGANGGARAN HIBAH
Menurut Pasal 18, PP Nomor 2 Tahun 2012, Hibah dari Pemerintah kepada

Pemerintah Daerah dianggarkan dalam APBN sebagai Bagian Anggaran
Bendahara Umum Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Dalam hal APBN telah ditetapkan, penerushibahan kepada Pemerintah
Daerah yang bersumber dari hibah luar negeri dapat dilaksanakan untuk kemudian
dianggarkan dalam perubahan APBN. Dalam hal hibah luar negeri diterima
setelah APBN Perubahan ditetapkan, penerushibahan kepada Pemerintah dapat
dilaksanakan untuk kemudian dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat.
Penerimaan hibah oleh Pemerintah Daerah dianggarkan dalam Lain-lain
Pendapatan Daerah yang Sah sebagai jenis pendapatan hibah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Penggunaan dana hibah dianggarkan
sebagai belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Dalam hal APBD telah ditetapkan, penggunaan
dana hibah dapat dilaksanakan untuk kemudian dianggarkan dalam Perubahan
APBD. Dalam hal Perubahan APBD telah ditetapkan, penggunaan dana hibah
dapat dilaksanakan untuk kemudian dilaporkan dalam Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah.
Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah lain,
badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, masyarakat, dan/atau
organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia dikelola sesuai
dengan mekanisme APBD. Hibah dari Pemerintah Daerah dapat dianggarkan
apabila Pemerintah Daerah telah memenuhi seluruh kebutuhan belanja urusan
wajib guna memenuhi standar pelayanan minimum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.

24

Mekanisme penganggaran Hibah menurut Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 :
1. Pemerintah, pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan
organisasi kemasyarakatan dapat menyampaikan usulan hibah secara tertulis
kepada kepala daerah.
2. Kepala daerah menunjuk SKPD terkait untuk melakukan evaluasi usulan.
3. Kepala SKPD terkait menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi
kepada kepala daerah melalui TAPD.
4. TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi sesuai dengan prioritas
dan kemampuan keuangan daerah.

16.

MEKANISME PENYALURAN HIBAH

Penyaluran Hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah Berupa
Uang
­

Hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah disalurkan berdasarkan
permintaan penyaluran dana dari Pemerintah Daerah.

­

Hibah kepada Pemerintah Daerah dapat disalurkan secara bertahap sesuai
dengan capaian kinerja.

­

Penyaluran hibah kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk uang yang
bersumber dari penerimaan dalam negeri dilakukan melalui pemindahbukuan
dari Rekening Kas Umum Negara ke dalam Rekening Kas Umum Daerah.

­

Penyaluran hibah kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk uang yang
bersumber dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri dilakukan melalui:
a. pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas
Umum Daerah;
b. pembayaran langsung;
c. rekening khusus;
d. letter of credit (L/C); atau
e. pembiayaan pendahuluan.

25

­

Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menyediakan dana pendamping atau
kewajiban lain yang dipersyaratkan, maka penyaluran dana hibah tidak dapat
dilakukan.

­

Dalam hal penyaluran hibah melibatkan kementerian negara/lembaga
pemerintah non kementerian, penyaluran hibah dilakukan setelah mendapat
pertimbangan terlebih dahulu dari kementerian negara/lembaga pemerintah
non kementerian.

­

Dana hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah untuk kegiatan yang
belum selesai dilaksanakan, ditampung dalam dokumen pelaksanaan
anggaran Daerah tahun berikutnya.

Penyaluran Hibah Berupa Barang dan Jasa
­

Penyaluran hibah dalam bentuk barang dan/atau jasa dilaksanakan
berdasarkan perjanjian dan kelayakan barang dan/atau jasa.

­

Penyaluran barang dan/atau jasa yang bersumber dari hibah luar negeri
kepada Pemerintah Daerah dapat dilaksanakan oleh Pemberi Hibah Luar
Negeri setelah penandatanganan perjanjian penerusan hibah.

­

Penyaluran barang dan/atau jasa yang bersumber dari hibah luar negeri
kepada badan usaha milik daerah dapat dilaksanakan oleh Pemberi Hibah
Luar Negeri melalui Pemerintah Daerah setelah penandatanganan perjanjian
penerusan hibah.

Penyaluran Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah
­

Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah berupa uang disalurkan
melalui Menteri atau kuasanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

­

Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah berupa barang atau jasa
diterima oleh Menteri atau kuasanya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
17. PENATAUSAHAAN HIBAH
Penatausahaan Hibah Daerah menurut Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 :
26

1. Setiap pemberian hibah dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah
Daerah (NPHD) yang ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan
penerima hibah.
2. NPHD paling sedikit memuat ketentuan mengenai:
a. pemberi dan penerima hibah;
b. tujuan pemberian hibah;
c. besaran/rincian penggunaan hibah yang akan diterima;
d. hak dan kewajiban;
e. tata cara penyaluran/penyerahan hibah; dan
f. tata cara pelaporan hibah.
3. Kepala daerah dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk
menandatangani NPHD.
4. Kepala daerah menetapkan daftar penerima hibah beserta besaran uang
atau jenis barang atau jasa yang akan dihibahkan dengan keputusan kepala
daerah berdasarkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD.
5. Daftar penerima hibah menjadi dasar penyaluran/penyerahan hibah.
6. Penyaluran/penyerahan hibah dari pemerintah daerah kepada penerima
hibah dilakukan setelah penandatanganan NPHD.
7. Pencairan hibah dalam bentuk uang dilakukan dengan mekanisme
pembayaran langsung (LS).

18.

PEMANTAUAN DAN EVALUASI, SERTA PELAPORAN HIBAH
DAERAH
a. Gubernur, bupati, atau walikota menyampaikan laporan triwulan
pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari hibah kepada Menteri dan
menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian terkait.

27

b. Menteri dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian
terkait berdasarkan laporan triwulan melakukan pemantauan dan
evaluasi.
Laporan Penerima Hibah Daerah :
1. Penerima hibah berupa uang menyampaikan laporan penggunaan hibah
kepada kepala daerah melalui PPKD dengan tembusan SKPD terkait.
2. Penerima hibah berupa barang atau jasa menyampaikan laporan penggunaan
hibah kepada kepala daerah melalui kepala SKPD terkait.
3. Hibah berupa uang dicatat sebagai realisasi jenis belanja hibah pada PPKD
dalam tahun anggaran berkenaan.
4. Hibah berupa barang atau jasa dicatat sebagai realisasi obyek belanja hibah
pada jenis belanja barang dan jasa dalam program dan kegiatan pada SKPD
terkait.

19.

PERTANGGUNGJAWABAN HIBAH DAERAH

Menurut Pasal 18 Permendagri Nomor 2 Tahun 2011, pertanggungjawaban
pemerintah daerah atas pemberian hibah meliputi:
a. usulan dari calon penerima hibah kepada kepala daerah;
b. keputusan kepala daerah tentang penetapan daftar penerima hibah;
c. NPHD;
d. pakta integritas dari penerima hibah yang menyatakan bahwa hibah yang
diterima akan digunakan sesuai dengan NPHD; dan
e. bukti transfer uang atas pemberian hibah berupa uang atau bukti serah
terima barang/jasa atas pemberian hibah berupa barang/jasa.
Pertanggungjawaban penerima hibah meliputi:
a. laporan penggunaan hibah;
b. surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah yang
diterima telah digunakan sesuai NPHD; dan

28

c. bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundangundangan bagi penerima hibah berupa uang atau salinan bukti serah terima
barang/jasa bagi penerima hibah berupa barang/jasa.
d. Pertanggungjawaban disampaikan kepada kepala daerah paling lambat
tanggal 10 bulan Januari tahun anggaran berikutnya, kecuali ditentukan
lain sesuai peraturan perundang-undangan.
e. Pertanggungjawaban disimpan dan dipergunakan oleh penerima hibah
selaku obyek pemeriksaan

20.

PERATURAN DAERAH TENTANG HIBAH DAERAH

Tujuan Hibah menurut Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 17 Tahun 2011 :
1. Hibah kepada pemerintah bertujuan untuk menunjang peningkatan
penyelenggaraan fungsi pemerintahan di daerah.
2. Hibah kepada perusahaan daerah bertujuan untuk menunjang peningkatan
pelayanan kepada masyarakat. Hibah kepada pemerintah daerah lainnya
bertujuan untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan pemerintahan
daerah dan layanan dasar umum.
3. Hibah kepada masyarakat dan organisasi kemasyarakatanbertujuan untuk
meningkatkan partisipasi penyelenggaraanpembangunan daerah atau
secara fungsional terkait dengan dukungan penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
4. Belanja hibah kepada pemerintah dilaporkan oleh Pemerintah Provinsi
Jawa Timur kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap
akhir tahun anggaran.
Tujuan Dana Hibah menurut Perwal Malang No 10 Tahun 2010:
a. meningkatkan pemberdayaan masyarakat Kelurahan untuk memilih sendiri
jenis-jenis kegiatan yang benar-benar bermanfaat dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat yang belum dianggarkan secara khusus dan nyata
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber dana lainnya;

29

b. menumbuhkan rasa tanggung jawab serta meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
pembangunan serta pemeliharaan hasil pembangunan.
Jenis kegiatan untuk Dana Hibah yang dapat dilaksanakan merupakan kegiatan
pembangunan Kelurahan yang aspiratif dengan berpedoman pada hasil
Musrenbangkel Tahun 2009 dan/atau kebutuhan yang mendapat persetujuan
masyarakat melalui musyawarah.
Jenis kegiatan untuk Dana Hibah yang tidak dapat dilaksanakan, terdiri dari :
a. Pembebasan lahan;
b. Perkreditan/Simpan Pinjam;
c. Kegiatan Politik;
d. Pembangunan kantor pemerintah;
e. Tempat Ibadah;
f. Kegiatan seremonial kemasyarakatan.

D. KESIMPULAN
Pinjaman Daerah merupakan transaksi yang mengakibatkan Daerah
menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak
lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Oleh
karena itu Pemerintah sangat membatasi Pemerintah Daerah untuk melakukan
pinjaman daerah dengan syarat-syarat tertentu, mengingat pinjaman daerah ini
mempunyai resiko yang cukup besar. Pinjaman daerah terbagi menjadi tiga jenis
yaitu pinjaman jangka pendek yang digunakan untuk membiayai defisit anggaran
dengan jangka waktu satu tahun, pinjaman jangka menengah yang digunakan
untuk membiayai penyediaan layanan umum dengan jangka waktu sampai dengan
lima tahun, pinjaman jangka panjang yang digunakan untuk menghasilkan proyek

30

investasi yang menghasilkan penerimaan. Oleh karena itu Pemerintah Daerah
harus dapat mengelola pinjamannya dengan baik, sehingga bermanfaat untuk
instansi dan masyarakat. Selain itu Pemerintah Daerah harus memperhitungkan
arus kas untuk membiayai angsuran pinjaman tersebut, karena tanggung jawab
pinjaman sepenuhnya ada ditangan Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Pusat
tidak bertanggung jawab apabila terjadi gagal bayar pinjaman daerah tersebut.
Hibah Daerah merupakan pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu
dari Pemerintah atau pihak lain kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya yang
secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian.
Oleh karena hibah daerah ini tidak ada kewajiban untuk mengembalikan, maka
pengawasan yang dilakukan harus ketat agar tidak terjadi penyimpangan dan
penyalahgunaan. Selain itu peraturan tentang Hibah Daerah terlalu lunak, tidak
terdapat aturan khusus mengenai persyaratan minimal hibah, jadi pemerintah
daerah terlalu mudah untuk memberikan hibah, sehingga banyak terjadi kasus
penyimpangan dana hibah. Harusnya aturan mengenai dana hibah ini harus
diperketat seperti persyaratan minimal pengajuan hibah, misalnya :
PAD + Dana Bagi Hasil Daerah + DAU minimal harus dua kali lebih besar
dibandingkan dengan Belanja Wajib Daerah, sehingga Pemerintah Daerah tersebut
mempunyai kelebihan dana untuk dihibahkan. Selain itu pengumuman hibah
daerah haruslah transparan sehingga setiap lembaga masyarakat mengetahuinya
dan berhak untuk mengelola dana hibah tersebut, tidak hanya lembaga yang
dikenal

oleh

kalangan-kalangan

Pemerintah

Daerah

saja.

Selain

itu

pertanggungjawaban penerima hibah harus jelas dan disertai dengan bukti yang
realistis mengenai laporannya, dan dapat dibuktikan kebenaran kegiatan yang
dikelola yang bersumber dari dana hibah tersebut.

31

DAFTAR PUSTAKA

1. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
2. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
3. UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
4. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
5. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;

32

6. PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar
Negeri dan Penerimaan Hibah
7. PP Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah;
8. PP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah;
9. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas No. 005/M.PPN/06/2006 tentang Tatacara Perencanaan dan
Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman
dan/atau Hibah Luar Negeri;
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.02/2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan dan Mekanisme Pemantauan Defisit Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah dan Pinjaman Daerah;
11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tatacara
Penerbitan, Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi Obligasi
Daerah;
12. Peraturan Menteri Keuangan
Mekanisme Pengelolaan Hibah;

Nomor

191/PMK.05/2011

tentang

13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah;
14. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 17 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pengelolaan Belanja Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, Bagi Hasil, Bantuan
Keuangan, Belanja Tidak Terduga Dan Pengeluaran Pembiayaan Provinsi
Jawa Timur;
15. Peraturan Walikota Malang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pedoman
Penggunaan Dana Hibah Kepada Masyarakat Kelurahaan Melalui Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Tahun Anggaran 2010

33