PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM AGAMA MA

LAPORAN TUGAS PENELITIAN
Pemimpin dan Kepemimpinan
Dalam Ugamo Malim
(Studi Pustaka dan Penelitian Terhadap Parmalim)

OLEH :
TEGUH ADI PUTRA SINAGA
MATA KULIAH : AGAMA DAN MASYARAKAT
DOSEN

: Pdt. RIRIS JOHANNA SIAGIAN, M.Si

PROGRAM STUDI SARJANA THEOLOGI (S-1)
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN
(STT HKBP)
JL.SANGNAWALUH No.06 PEMATANGSIANTAR
T.A. 2014/2015

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

1


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang Masalah
Secara ilmu Sosiologi, agama diartikan secara definisi yang empiris, yaitu yang tidak

dipandang sebagai pewahyuan, tetapi diangkat dari eksperiensi atau pengalaman konkret
sekitar agama yang dikumpulkan dari berbagai lapis, baik dari sejarah maupun dari kejadian
sekarang. Dari hal demikian, agama berarti suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh
penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan nonempiris yang dipercayainya dan
didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi penganutnya.1
Di Indonesia sendiri ada enam agama yang diakui oleh pemerintah, yakni agama
Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu, Buddha dan Konghuchu. Namun, kita
tidak dapat pungkiri bahwa dewasa ini ada juga agama atau aliran kepercayaan lainnya yang
tak lain tujuannya juga berporos pada kekuatan-kekuatan supranatural (non-empiris) yang
dipercaya penganutnya guna memperoleh keselamatan baginya. Salah satunya di suku Batak
sendiri, terdapat suatu aliran kepercayaan yang disebut Parmalim. Istilah Parmalim ini
merujuk kepada penganut agama Malim, yang dalam bahasa Batak sendiri disebut Ugamo

Malim, yakni merupakan bentuk modern agama asli suku Batak. Pemerintah Indonesia
mengelompokkan Ugamo Malim sebagai aliran kepercayaan kepada Tuhan2. Sebagai aliran
kepercayaan tentunya terdapat ritual-ritual yang mereka lakukan dalam rangka memuji Tuhan
nya guna mencapai keselamatan.
Oleh karenanya, di dalam melakukan ritual tersebut, tentunya harus ada seseorang
yang dapat memimpin atau dengan kata lain sebagai suatu sistem sosial tentunya setiap
anggota dalam sistem tersebut membutuhkan seseorang yang bisa memimpin mereka, sebab
jika tidak ada pemimpin maka tidak ada yang dapat menjadi penuntun untuk anggota
kelompoknya. Pemimpin adalah figure seseorang yang bijaksana, berani mengambil
keputusan dan yang terpenting adalah berwibawa yang bisa memimpin untuk mencapai
tujuan bersama. Jika di dalam agama Kristen kita mengenal Pendeta sebagai figure yang
memimpin umat Kritsen dalam melakukan peribadahan, maka dari itu di Ugamo Malim
sendiri juga memilki pemimpin yang dapat memimpin mereka melakukan kegiatan
peribadatan mereka.
Dari latar belakang

masalah diatas, melihat sebab akibat nya penulis ingin

mengetahui bagaimana sebenarnya figure pemimpin dan kepemimpinan dalam Ugamo
Malim tersebut. Oleh karena itu, dalam karya tulis ini penulis mengambil judul: “Ugamo

1 D. Hendropuspito, SOSIOLOGI AGAMA, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), 29-35.
2 Hal ini berdasarkan nomor Inventarisasi : 1.136/F3/N..1.1/1980

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

2

Malim di Suku Batak”, dengan sub judul sebagai batasan masalah: “Kepemimpinan dalam
Ugamo Malim”.
1.2.
Rumusan Masalah
Melihat latar belakang diatas, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut.
1. Apa dan Bagaimana Ugamo Malim itu?
2. Bagaimana Ritus-Ritus di dalam Ugamo Malim tersebut?
3. Secara khusus, bagaimana pemimpin dan kepemimpinan dalam Ugamo Malim
tersebut?
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya Ugamo Malim itu.
2. Untuk mengetahui ritus-ritus peribadatan yang ada di dalam Ugamo Malim.

3. Untuk mengetahui unsur pemimpin dan kepemimpinan di dalam Ugamo Malim.
1.4.
Manfaat Penulisan
Bagi Pembaca :
Menambah pengetahuan seputar Ugamo Malim di dalam Suku Batak, terkhusus
1.3.

mengenai pemimpin dan kepemimpinan di dalam Ugamo Malim tersebut. Serta dapat
menjadi bahan perbandingan terhadap informasi-informasi lainnya mengenai Ugamo Malim.
Bagi Penulis :
Menambah pengetahuan bagi penulis tentang Ugamo Malim, terkhusus mengenai
kepemimpinan dalam Ugamo Malim. Selain itu secara khusus sebagai pemenuhan atas tugas
yang diberikan dosen kepada mahasiswa dalam program mata kuliah Agama dan Masyarakat.
1.5.
Metode Penulisan
Karya tulis ini secara general diperoleh melalui penelitian. Penelitian dilakukan pada
sebuah cabang komunitas Parmalim yang ada di Maligas II, dimana ulu punguan komunitas
tersebut bernama bapak Tohar Manurung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana sebenarnya Ugamo Malim itu, terkhusus mengenai tema kepemimpinan di dalam
komunitas Parmalim tersebut. Oleh karena itu kelompok menggunakan dua metode dalam

penulisan ini, yaitu metode observasi langsung (Field Research) dan Library Research
(kepustakaan) melalui pengumpulan dan pendataan sumber-sumber buku yang menunjang
penelitian.
BAB II
APA DAN BAGAIMANA UGAMO MALIM ITU?
2.1.

Pengertian Ugamo Malim dan Perkembangannya
Ugamo Malim3 adalah jalan atau media perjumpaan antara manusia dengan Debata

melalui sesaji (pelean) yang bersih dan suci. Orang yang dikelompokkan dalam Ugamo
3Secara harafiah istilah “Ugamo” bermakna ambu-ambuan Pelean atau Pulungan, yang berarti perpaduan atau

ramuan dari bermacam-macam benda yang dijadikan sebagai sesaji (Pelean).. Sedangkan istilah “Malim”
bermakan bersih (ias) dan suci (pita).

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

3


Malim disebut dengan istilah Parugamo Malim dan dari sini lah muncul istilah Parmalim.
Sehingga Parmalim berarti oknum atau orang-orang yang hidup di dalam ajaran malim
tersebut, karena jika kita penggal kata parmalim ini, maka secara harfiah parmalim terbentuk
dari partikel “par” dan kata benda “malim”. “Par” sendiri berarti orang atau penganut
(oknum) yang menganut ajaran, sedangkan “malim” dalam bahasa Batak berarti suci atau ias
rohana, tidak bernoda dan bermoral tinggi.4
Kami berpendapat bahwa Parmalim adalah suatu kepercayaan atau aliran yang
didirikan para oknum (pengikut) nya yang diperoleh dari kelanjutan agama kuno (asli) orang
Batak yang hidup suci, bersih dan bermoral tinggi demi memuja Tuhan mereka, yaitu Debata
Mulajadi Nabolon.5
Dalam perkembangannya, singkat cerita gerakan atau komunitas Parmalim terus
berkembang di tanah Batak dan mereka berusaha untuk memelihara dan mempertahankan
keutuhan Parmalim tersebut. Kemudian gerakan Parmalim yang terus berkembang tersebut
terpecah dan terbagi dalam empat aliran, yaitu:
1. Parmalim dibawah pimpinan Raja Mulia Naipospos, yang pusatnya di Huta Tinggi
(Laguboti).
2. Parmalim Sumumba Malim, yang pusatnya di Sigaol.
3. Malim Putih, yang pusatnya di Balige.
4. Malim Beringin Batak, yang pusatnya di Pulau Samosir.
Komunitas Parmalim tempat kelompok melakukan penelitian (Maligas II), termasuk

kedalam Parmalim yang pusatnya di Huta Tinggi. Jadi, mengapa muncul empat aliran dalam
komunitas Parmalim tersebut? Pada dasarnya keempat sekte Parmalim ini mempunyai
kesamaan aliran tetapi organisasinya berbeda. Namun tipe pengajarannya berbeda. Menurut
kami perbedaan nya adalah ajaran Parmalim ke daerah-daerah tersebut diajarkan secara
tradisi lisan.6
2.2.

Ritus-Ritus Peribadatan dalam Ugamo Malim7
Untuk dapat berhubungan dengan Debata Mulajadi Nabolon, tentunya terdapat ritus-

ritus atau upacara-upacara tertentu. Ritual-ritual mereka adalah sebagai berikut
1. Upacara Mararisabtu
Yaitu salah satu hal yang terpenting dan terutama dalam ritual pada Parmalim.
Upacara ini wajib dilaksanakan sekali seminggu setiap akhir pekan yaitu hari Sabtu. Mereka
meyakini bahwa hari Sabtu adalah hari yang kudus dan menganggap bahwa hari itu adalah
4 Lih. Ibrahim Gultom, 2010, hlm. 198.
5 Berdasarkan atas pemahaman dan analisa kelompok..
6 Berdasarkan atas pemahaman dan analisa kelompok.
7 Secara general, ritus-ritus ini dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu ritus yang terjadwal ( sipaha sada,
sipaha lima ,mangan napaet , mararisabtu)dan yang tidak terjadwal (martutuaek ,mamasumasu , pasahat

tondi, manganggir, mardebata)

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

4

sabath bagi mereka. Menurut Ugamo Malim, penetapan hari Sabtu sebagai hari peribadatan
adalah karena berasal dari sejarah, dimana tepat pada hari ketujuh (sabtu), Siboru
Deakparujar menggunakannya sebagai peristirahatan atau hari tanpa adanya aktifitas baginya.
2. Upacara Manga Na Paet
Ritual ini dilaksanakan pada akhir tahun dan suatu ritual yang wajib dilakukan oleh
setiap Parmalim. Hal ini wajib karena sebagai wujud pengakuan bahwa setiap manusia tak
luput dari segala perbuatan dosa sejak awal tahun hingga akhir tahun. Oleh karena itu,
mereka harus melakukan ritual tersebut guna mendapat pengampunan dosa tahunan tersebut.
Ritual ini berupa ritus mengkonsumsi sayuran yang pahit. Ritual Mangan na Paet
dilaksanakan sebanyak dua tahap, yaitu Mangan na Paet Parjolo dan Mangan na Paet
Paduahon. Mangan na Paet Parjolo dilaksanakan pada awal bulan sepahasapuludua (bulan
ke duabelas), kemudian dilanjutkan dengan Mangan na Paet Paduahon yaitu setelah
tigapuluh hari kemudian. Yang lebih. Setelah kedua ini dilakukan, maka ditutup dengan ritual
mangan na tonggi8.

3. Ritual Sipaha Sada
Yaitu suatu upacara yang di dalam Ugamo Malim, dimana khusus memperingati hari
kelahiran (ari hatatubu) Simarimbulubosi yang tepat pada hari kedua (ari suma) dan hari
ketiga (ari anggara) bulan sipaha sada. Biasanya upacara ini diiringi dengan musik
tradisional, seperti kecapi, gondang dan lainnya.9
4. Ritual Sipaha Lima
Yaitu ritual secara besar-besaran yang merupakan ungkapan rasa syukur kepada
Debata Mulajadi Nabolon atas anugerah yang diberikannya. Ritual ini dilaksanakan selama
tiga hari berturut-turut, yaitu mulai tanggal 12 (boraspatinitangkup) sampai tanggal 14
(samisapurasa) bulan lima.10
5. Ritual Martutuaek
Yaitu ritual menyambut kehadiran tondi (kelahiran). Upacara ini dilakukan pada anak
yang telah berusia sebulan dan orang tua wajib melaksanakan upacara martutuaek Menurut
ajaran Parmalim, Tondi yang ada pada manusia berasal dan Debata dan pada suatu masa nanti
tondi itu akan kembali kepada-Nya. Berdasarkan kepada ajaran itu, Ugamo Malim manganut

8 Mangan na Paet paduahon dan Mangan na Tonggi harus dilakukan pada hari yang sama, namun dengan

waktu yang berbeda . Jika Mangan na Paet Paduahon dilakukan pukul 09.00 makan Mangan Natonggi
dilakukan pada pukul13.00.

9 Secara eksplisit narasumber kami mengatakan bahwa pada dasarnya ritual Sipaha Sada sama seperti hari
Natal pada umat Kristen. Hanya saja pada umat Kristen memperingati ari hatatubu Jesus, sedangkan bagi
Ugamo Malim memperingati ari hatatubu Simarimbulubosi.
10 Narasumber kami mengatakan bahwa pada dasarnya ritual Sipaha Sada dan Sipaha Lima harus
dilaksanakan secara bersama-sama di Bale Pasogit Partonggoan, pusat Parmalim di Huta Tinggi. jadi setiap
cabang-cabang Parmalim yang di Indonesia ini harus berkumpul secara bersamaan di pusat untuk merayakan
ritual tersebut dan langsung dipimpin oleh Ihutan.

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

5

paham bahwa dalam setiap penyambutan seorang anak yang baru lahir sepatutnyalah
berangkat dari segi tondi-nya dan bukan semata-mata jasmaninya.
6. Ritual Mamasumasu
Merupakan ritual pemberkatan perkawinan yang tidak boleh diabaikan oleh penganut
Parmalim jika hendak melangkah ke jenjang pernikahan. Upacara mamasusmasu ini biasanya
dipimpin langsung oleh Ihutan atau boleh juga diwakilkan kepada ulu punguan setempat.
7. Ritual Pasahat Tondi
yaitu suatu ritual Parmalim yang bermaksud meynampaikan atau menyerahkan roh

(tondi) seseorang manusia yang sudah meninggal dunia kepada Debata Mulajadi Nabolon.
Pada saat itu sekaligus juga memohon kepada-Nya agar orang yang yang bersangkuan dapat
diampuni dosanya dan ditempatkan Debata di sisi-Nya serta memohon keampunan dosa
keluarga yang ditinggalkan.
Ciri khas tersendiri bagi orang Parmalim jika ada yang meninggal, dia harus
dimandikan dengan aek pangurason. Dan ketika mereka belum dimandikan, mayat tersebut
masih boleh ditangisi tetapi setelah mayat itu dimandikan, orang-orang tidak boleh lagi
menangisi mayat tersebut. Hal ini karena mayat itu tadinya sudah disucikan tetapi jika
terkena air mata maka tidak suci lagi.11
8. Ritual Manganggir
Yaitu ritual pensucian diri seseorang agar suci dari segala jenis dosa, kekotoran akibat
makan haram (ramun) dan kekotoran jasmani, yang dipimpin langsung oleh Ihutan. Ritual ini
tidak wajib, namun harus tetap dilakukan jika ada anggota Parmalim yang melanggar hukum
yang ada dalam Ugamo Malim. Setidaknya ada dua hal kemungkinan yang melatarbelakangi
perlunya seseorang disucikan melalui ritual manganggir yaitu: Pertama, karena disebabkan
murtad (meningalkan Ugamo Malim), tetapi kemudian hari kembali lai memeluk Ugamo
Malim. Kedua, karena adanya keiinginan seseorang hendak berpindah agama dari agama lain
ke Ugamo Malim.
9. Ritual Mardebata
Yaitu suatu ritual penyembahan Debata yang biasanya dengan melalui pelean
(sesajen) yang suci dan bersih. Ritual ini tidak wajib, namun jika ada niat dari seorang
parmalim untuk melakukannya, maka wajib untuk dilaksanakan dan harus dihadiri oleh
anggota parmalim lainnya. Dengan kata lain, ritual ini sebenarnya seperti hajatan keluarga.
Apa yang mereka lakukan saat melakukan upacara-upacara tersebut? Ketika mereka
melakukan upacara/ritual tersebut, secara khusus mararisabtu, mereka mengucapkan patikpatik yang tujuannya untuk mengetahui kesalahan dan dosa mereka serta mendapat

11 Pendapat inang Ny. T. Manurung pada wawancara tanggal 25 April 2015 di Maligas II.

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

6

penghapusan dosa dari Debata Mulajadi Nabolon12. Selain itu mereka juga mengucapkan
tonggo-tonggo. Tonggo tonggo bagi Parmalim ada 10, yaitu dimulai dari tonggo kepaa
Debata Mulajadi Nabolon sampai kepada Naposonya. Malim ni Debata disebut juga sebagai
Naposo ni Debata. Mereka tidak bisa meminta pengampunan dosa jika tidak melalui Naposo
ni Debata tersebut. Mereka memohon agar Debata mengampuni dosa mereka. Kesepuluh
tonggo tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tonggo kepada Debata Mulajadi Nabolon, yaitu Tuhan Pencipta langit dan bumi.
2. Tonggo kepada Debata Natolu, yaitu Batara Guru, Debata sori, dan Bala Bulan.
3. Tonggo kepada Siboru Deak Parujar, yaitu yang memberi sumber pengetahuan dan
keturunan.
4. Tonggo kepada Naga Padoha Niaji, yaitu penguasa di dalam tanah.
5. Tonggo kepada Saniang Naga Laut, yaitu penguasa air dan kesuburan.
6. Tonggo kepada Raja Uti, yaitu yang diutus Debata sebagai perantara pertama bagi
orang Batak.
7. Tonggo kepada Simarimbulu Bosi, yaitu karena hari kelahirannya pada perayaan
Sipaha Sada.
8. Tonggo kepada Raja Naopat Puluh Opat, yaitu semua nabi (malim) yang diutus
Debata kepada bangsa melalui agama-agama tertentu, misalnya Sisingamangaraja
yang diutus bagi orang Batak.
9. Tonggo kepada Raja Sisingamangaraja.
10. Tonggo kepada Raja Nasiakbagi, yaitu dianggap sebagai penyamaran Raja
Sisingamangaraja (Parmalim menyebutnya sebagai sahala ni Sisingamangaraja).13
Dalam Ugamo Malim, mereka beribadah menghadap matahari. Dalam ibadah tersebut
ada “memercikan air” yang memiliki arti Pangurason (penyucian/pembersihan) terhadap
dosa-dosa. Kemudian memanjatkan doa sambil menaburkan bubuk atau yang disebut dupa
(dupa itu dari getah pohon, dupa tidak bisa sembarang dibuat. Hanya pemimpin mereka lah
yang membuat dupa itu) keatas tungku yang berisi arang api sehingga menghasilkan asap,
melalui asap itulah mengucapan terimakasih kepada Mulajadi Nabolon.14
2.3.

Sekilas Historis Singkat Mengenai Pemimpin di dalam Ugamo Malim
Secara historis, ada empat figur pemimpin yang diutus Debata Mulajadi Nabolon dan

diakui sebagai malim dikalangan orang Batak. Figur tersebut adalah Raja Uti,
Simarimbulubosi, Sisingamangaraja dan Raja Nasiakbagi. Mereka diakui sebagai utusan
Malim ni Debata di dalam Ugamo Malim.
1. Raja Uti
12 Dalam memohon penghapusan dosa dari Debata Mulajadi Nabolon, mereka diperciki atau meminum aek
pangurason oleh pemimpin.
13 Hasil wawancara kepada bapak Tohar Manurung pada tanggal 25 April 2015 di Maligas II.
14 Hasil wawancara kepada bapak Tohar Manurung pada tanggal 25 April 2015 di Maligas II.

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

7

Raja Uti adalah malim yang pertama sebagai pemimpin yang berkharisma di
zamannya. Raja Uti lahir di dekat Barus di daerah Tapanuli Utara. Raja Uti ini muncul untuk
mengembalikan kepercayaan manusia untuk menyembah Debata Mulajadi Nabolon. Raja Uti
membentuk ajaran ajaran yang terdiri dari tona, poda, patik dan uhum. Keempat ajaran ini
disebut dengan istilah “marsuhi ni appang na opat”. Dan komunitas mereka pada saat itu
meyakini bahwa ajaran tersebut turun langsung dari banua ginjang ke bumi (sudah ada
sebelumnya di banua ginjang sebelum diturunkan ke bumi).
2. Simarimbulubosi
Setelah Raja Uti mangkat, kepemimpinan tersebut selanjutnya diturunkan kepada
Simarimbulubosi. Dalam tradisi oral suku Batak, Simarimbulubosi adalah seorang kesatria.,
yaitu Ia anak ketujuh dari Raja Mombang Napitu. Di dalam perjalanan hidupnya, ia
mendapatkan penyiksaan dan bahkan ingin membunuhnya dari keenam abangnya. Namun
Simarimbulubosi selamat karena katanya memilki bulu/rambut besi serta mempunya ilmu
kebal. Akibatnya karena sikap para saudaranya tersebut, ia pergi meninggalkan kampungnya
untuk mengembara.15 Ia melanjutkan ajaran Raja Uti supaya orang Batak hidup di dalam
kemaliman kepada Debata Mulajadi Nabolon. Namun ditengah masa kepemimpinannya ia
meninggal16 dan setelah itu terjadi kekacauan pada orang Batak. Akibatntya, diutus kembali
malim yang ketiga yaitu Sisingamangaraja agar tetap memimpin dan membina orang Batak
untuk menyembah Debata Mulajadi Nabolon.
3. Sisingamangaraja
Setelah beberapa waktu Simarimbulubosi memimpin, maka kepemimpinannya
diturunkan kepada Sisingamangaraja. Tugas dari Sisingamangaraja adalah menguatkan
(pahoton) adat, patik dan uhum bagai orang Batak sebagai panduan hidup dalam
kemaliman.17 Pada dasarnya secara fisik yang disebut Sisingamangaraja berjumlah dua belas
orang sehingga untuk menyebutnya dinamakan Sisingamangaraja I sampai XII. Singkat cerita
ketika itu pemerintahan Belanda menjajah tanah Batak, sehingga Sisingamangaraja XII mati
terbunuh. Namun menurut kepercayaan Parmalim, dia tidak mati. Sahala Sisingamangaraja
turun kepada seseorang yang bernama Nasiakbagi.
4. Raja Nasiakbagi18
Dengan munculnya Raja Nasiakbagi, mereka mempercayai bahwa Sisingamangaraja
belum mati. Kepemimpinan Raja Nasiakbagi lebih mengutamakan bagaimana supaya orang
15 Lih. Johannes Paulus Saragih, Gerakan Mesianis di Toba: Suatu Tinjauan Sosio Politis Religious, (Sebuah
Majalah Ilmiah Mahasiswa tahun 2009), 8.
16 Kata “meninggal” disini berarti pergi menghadap bapaknya (natorasna) di banua ginjang.
17 Lih. Ibrahim Gultom, 2010, hlm. 158.
18Menurut narasumber kami, disebut Nasiakbagi karena dia merupakan naposo ni Debata na marsiakbagi
gumonggom jolma manisia, dilehon do dirina laho manghongkop jolma manisia.

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

8

Batak pada saat itu hidup dalam kemalimam. Oleh karena itu Raja Nasiakbagi melakukan
pembinaan dengan mengajarkan hamalimon. Satu ciri khas perkataan dari Raja Nasiakbagi
kepada umatnya, yaitu : “malim ma hamu”, yang berarti sucilah kalian atau senantiasalah
hidup suci dalam keagamaan. Dan sejak inilah, ajaran yang dibawanya resmi disebut “Ugamo
Malim”. Setelah kepemimpinan Raja Nasiakbagi selesai, ia menyerahkan kepemimpinan
tersebut kepada seorang murid setianya, yaitu Raja Mulia Naipospos.19 Sejak penyerahan
itulah, Raja Mulia Naipospos mulai memimpin Ugamo Malim dan meneruskan ajaran dari
Raja Nasiakbagi. Singkat cerita, ketika kepemimpinan Raja Mulia Naipospos selesai, maka
ia menurunkan kepemimpinan tersebut kepada Raja Ungkap Naipospos dan selanjutnya
diturunkan kembali kepada Raja Marnangkok Naipospos.

RAJA UTI

SIMARIMBULUBOSI

SISINGAMANGARAJA

RAJA NASIAKBAGI

RAJA
RAJA MULIA
MULIA NAIPOSPOS
NAIPOSPOS

RAJA
RAJAUNGKAP
UNGKAPNAIPOSPOS
NAIPOSPOS

RAJA
RAJAMARNANGKOK
MARNANGKOKNAIPOSPOS
NAIPOSPOS

19 Lih. Ibrahim Gultom, 2010, hlm. 170.

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

9

Gambar : Bagan pemimpin-pemimpin Parmalim secara turun-temurun di Huta Tinggi
BAB III
TOPIK-TOPIK SEPUTAR KEHIDUPAN ORANG BATAK
3.1.

Simangot dan Sumangot di Kalangan Orang Batak
Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara sumangot dan simangot. Perbedaanya

hanya lah terletak pada pengucapan atau pelafalannya saja, karena daerah sangat menentukan
bagaimana pengucapannya, yang berarti daerah yang satu dengan daerah lainnya bisa saja
berbeda dalam pengucapannya. Sehingga tidak ada perbedaan yang khusus antara simangot
dengan sumangot.
Menurut narasumber kami, Parmalim meyakini bahwa “sumangot/simangot” adalah
sahala natua-tua. Secara harfiah, sumangot berarti semangat (spirit yang berarti roh yang
aktif). Orang Batak meyakini bahwa sumangot merupakan wujud roh atau arwah dari garis
keturunan mereka yang sudah meninggal. Namun, tingkatan sumangot lebih tinggi daripada
roh. Mengapa demikian? Karena sumangot ini merupakan arwah dari kerabat atau ketutunan
mereka dan dikenal olehnya sehingga secara batiniah tidak ditakuti, melainkan disegani.
Penampakan sumangot ini umumnya berkaitan dengan perilaku semasa hidupnya 20. Alasan
lain mengapa sumangot disegani oleh orang Batak, karena umumnya sumangot yang sudah
meninggal dapat menjadi penghibur21 bagi seseorang yang mengalami keputusasaan, jika
sumangot tersebut menampakkan diri. Hal ini dikarenakan sumangot yang terlihat tersebut
adalah sosok yang disegani dalam hidupnya, sehingga penampakannya menjadi pembangkit
semangat hidupnya untuk merubah keputusasaannya. Oleh karena itu, umumnya orang Batak
mengatakan bahwa sumangot ini harus dipuja (disembah)22, supaya tetap terus menjadi

20 Contohnya, seorang ompung yang selama hidupnya terhormat di masyarakat dan keluarga, dianya menjadi
dikenang oleh orang lain serta menjadi panutan oleh orang banyak dan keturunannya. Jika ada pada
keturunannya melakukan hal-hal yang tidak baik dan dulunya menjadi sesuatu yang tidak disenangi oleh sang
ayah yang sudah meninggal tersebut, maka ada kalanya seseorang yang melakukan ketidakbaikan itu akan
melihat penampakan mendiang ayahnya itu, dan penampakan itu menjadi sesuatu peringatan baginya untuk
tidak melakukan hal yang tidak baik itu di dalam hidupnya.
21 Hal ini dikarenakan penampakan Sumangot kepada seseorang menjadi motivasi bagi dirinya untuk berubah
menjadi lebih baik. Oleh karena itu bentuk roh ini tidak dianggap sebagai roh jahat yang dikenal, tetapi menjadi
roh kebaikan yang datang dari leluhur garis keturunannya.
22 Orang batak juga meyakini bahwa jika penyembahan terhadap sumangot tersebut diabaikan maka
dapat menimbulkan malapetaka bagi keturunannya.

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

10

pemotivasi keturunannya dan bahkan dapat memajukan kesejahteraan keturunannya
(memperoleh hamoraon, hasangapaon, hagabeon).23
3.2.
Konsep Tondi dan Sahala Bagi Orang Batak
Ada sebuah kalimat ungkapan bagi orang Batak, yaitu ”martondi na mangolu,
marsahala na mate”, yang berarti molo Tondi mangolu do, dos do sahala dohot tondi, molo
marujungngolu ‘marsahala ma’, jala molo mangolu ‘martondi ma’. Ungkapan ini dapat
memberikan petunjuk bagaimana sebenarnya hubungan antara sahala dan tondi. Dalam artian
diwaktu hidupnya disebut tondi dan ketika sudah mati disebut Sahala. Tapi lebih kuat sahala
daripada tondi. Namun tidak semua orang yang sudah meninggal bersahala atau memiliki
sahala. Itu tergantung bagaimana perbuatan nya selama hidup.24
Lebih lanjut tondi adalah roh kehidupan, yaitu jiwa atau roh seseorang dan sekaligus
merupakan kekuatan baginya. Tondi bersemayam dalam tubuh manusia dan hidup bersamasama dalam kehidupan manusia seutuhnya25. Tondi memberikan kehidupan, dan jika tondi
tersebut meninggalkan badan seseorang untuk sementara, maka orang itu akan sakit. Jika
secara terus-menerus atau untuk selamanya, maka akan berujung kepada kematian

Apakah Sahala terdapat pada diri seseorang yang masih hidup?26
Menurut orang Batak, sahala orang yang sudah meninggal ini, dapat hinggap kepada
orang masih hidup. Itu lah akibatnya orang yang hidup dapat juga bersahala. Jika bagi orang
yang masih hidup, sahala dapat diartikan sebagai kekuatan jiwa yang berbeda-beda bagi tiaptiap orang yang masih hidup tersebut. Artinya tidak semua orang memiliki sahala, dan
beberapa orang yang memiliki sahala itu jumlah dan kwalitasnya berbeda-beda. Contohnya,
ada orang yang mampu dalam mengobati orang sakit sehingga disebut sahala pengobati.
Orang Batak sering menyebut sahala dengan istilah hasaktian. Dalam kaitannya dengan
kepemimpinan, sahala ni raja lebih kuat daripada sahala orang biasa, misalnya sahala
kelompok hula-hula lebih kuat daripada kelompok boru.

23 Berdasarkan wawancara kepada bapak Tohar Manurung pada tanggal 25 April 2015, di Maligas II, dan
diperjelas dalam buku J.P. sitanggang , Batak Na Marserak, Maradat-Adat Na Niadathon, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2014), 191-192.
24Hasil wawancara kepada bapak Tohar Manurung pada tanggal 25 April 2015, di Maligas II.
25 Orang Batak meyakini bahwa setiap manusia memiliki tubuh dan tondi yang selalu hidup berbarengan
dikehidupannya. Tondi nya dapat diajak berkomunikasi oleh dirinya dalam bentuk insting, kata hati, dan bahkan
melalui pengartian sebuah mimpi. Diyakini pula bahwa di dalam keadaan tidur, Tondi dapat berkeliaran keluar
dari tubuh dan melanglang buana kemana disukainya. Oleh karena itu masyarakat Bangsa Batak berupaya agar
tubuhnya tetap disenangi oleh Tondi -nya sebagai tempatnya besemayam. Pemeliharaan Tondi ini selalu
dilakukan dengan pola hidup dengan percaya diri tinggi dan mempersipkan diri secara dinamis (mar-roha).
26 Analisa (pertanyaan) kelompok yang muncul terhadap pendapat narasumber yang mengatakan bahwa
sahala terdapat pada orang yang sudah meninggal.

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

11

Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana sebenarnya konsep berpikir sehingga
sahala itu dapat hinggap dalam diri orang-orang khusus tersebut? Orang Batak berpikir
bahwa Sahala adalah bentuk reinkarnasi dari suatu perilaku baik yang dilakukan oleh
seseorang yang sudah menjadi leluhur yang dimuliakan (diyakini), yang diturunkan kepada
generasi keturunannya baik secara alami (hadir secara tersendiri) atau melalui peniruan sikap
dan perilaku yang dipraktekkan27. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa dari keyakinan
tersebut, sahala dapat dikatakan sebagai roh kebajikan dari leluhur yang hidup kembali
kepada seseorang di keturunannya.
Pertanyaan lebih lanjut, bagaimana kita mengetahui bahwa pada diri seseorang telah
dihinggapi oleh sahala leluhur yang diyakini tersebut? Orang Batak meyakini bahwa,
berdasarkan bentuk-bentuk aura tubuh, berwibawa, bersahaja, bertalenta, dan memiliki
keahlian-keahlian yang khusus merupakan wujud adanya Sahala pada diri seseorang28.
Dari uraian diatas, Lantas, bagaimana sebenarnya hubungan khusus antara tondi dan
sahala? Dapat dikatakan bahwa tondi memberikan kehidupan, sedangkan sahala memberikan
kekuatan untuk mengarungi kehidupan tersebut. Atau dengan kata lain, terdapat hubungan
sebab-akibat antara tondi dan sahala, dimana sahala merupakan ‘akibat, (perwujudan) dari
tondi. Oleh karena itu Sahala menjadi bagian dari jiwa (Tondi, roh) seseorang yang hidup.29
Bagaimana dengan penyembahan terhadap sahala? Menurut narasumber kami, pada
dasarnya dalam praktek kehidupan orang Batak tidak ada melakukan pemujaan kepada
Sahala. Hanya saja bentuk peniruan perilaku atau sikap dari orang mati yang memilki sahala
tersebut, menunjukkan wujud dari pemujaan tersebut. Narasumber kami pun menentang
pemujaan melalui sesembahan, karena bagai mereka tidak ada seperti itu.
3.3.

Kematian Menurut Orang Batak
Menurut narasumber kehidupan orang batak setelah mengalami kematian terdiri dari

dua bagian. Pertama, jika semasa hidupnya ia berbuat baik, disukai banyak orang dan
mematuhi patik dan uhum, serta banyak memberi bantuan kepada orang yang membutuhkan,
maka setelah mati ia akan kembali kepada Mulajadi, yaitu naik ke banua ginjang. Namun
orang Parmalim tidak dapat menggambarkan secara eksplisit mengenai banua ginjang
tersebut, sama seperti halnya penggambaran surga yang kita ketahui hingga saat ini. Mereka
27 Hal ini dapat dikaitkan dalam pandangan orang Batak dahulu yang mengatakan bahwa tondi tetap hidup
selamanya baik selama berada di dalam tubuh yang hidup maupun setelah kematian. Diyakini pula oleh Bangsa
Batak bahwa Tondi adalah warisan dari Mulajadi Nabolon kepada manusia sejak dilahirkannya manusia
pertama yang kemudian diwariskan kembali kepada keturunan manusia sampai sekarang ini.
28Secara analitif, mungkin pernyataan ini sulit untuk diterima. Karena bisa saja talenta atau keahlian yang
mereka miliki tersebut karena dipelajari.
29 Berdasarkan analisa kelompok.

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

12

hanya mengatakan nama banua ginjang itu sendiri tetapi tidak mau memberikan penjelasan
lebih lanjut mengenai banua ginjang. Bagian yang kedua, jika semasa hidupnya ia berbuat
jahat, dibenci banyak orang dan melanggar patik dan uhum, serta senang mengambil hak
yang seharusnya dimiliki orang lain, maka ia akan dimasukkan ke banua toru. Sama seperti
halnya banua ginjang, mereka tidak mau memberikan gambaran yang spesifik terhadap apa
yang dimaksud dengan banua toru tersebut.30
Yang perlu ditekankan bahwa ketika manusia meninggal, sudah pasti tondi akan
meninggalkan tubuhnya. Yang menjadi pertanyaan, kemana tondi ini akan pergi? Orang
Batak dahulu meyakini bahwa setelah manusia meninggal, maka tondi nya akan kembali
keasalnya, yaitu kepada si pemberi kehidupan, Mulajadi Nabolon, dan akan memulai siklus
hidup yang baru lagi.31
Namun ada, juga orang Batak yang beranggapan bahwa, setelah manusia meninggal
maka ia akan menjadi begu. Hal ini dikarenakan orang Batak secara batiniah hidup dalam
keyakinan spiritual yang dilingkupi oleh dunia roh, tetapi untuk roh-roh yang tidak
dikenalnya, dan inilah yang disebut begu. Begu banyak dikenal dalam berbagai bentuk
penamaan dan diyakini ada dalam wujud roh dari orang mati yang tidak dikenalnya dan
diasumsikan sebagai roh jahat, hantu, setan atau iblis.32

BAB III
STUDI KHUSUS TERHADAP PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN
DALAM UGAMO MALIM33
3.1.

Bagaimana Struktur Organisasi Kepemimpinan dalam Ugamo Malim?

30 Pendapat bapak Tohar Manurung pada tanggal 25 April 2015, di Maligas II.
31 Lih. Harun Hadiwijono, Religi suku Murba di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 81.
32 Lih. Donald. H Nainggolan, Kosmologi Batak Alam dan Agama Kepercayaan, (Jakarta: Pustaka Azet, 1996),
54-55.
33 Secara general berdasarkan hasil wawancara kepada bapak Tohar Manurung pada tanggal 25 April 2015, di
Maligas II.

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

13

Bagaimana sebenarnya organisasi kepemimpinan dalam Ugamo Malim? Pada
dasarnya struktur organisasi kepemimpinan dalam Ugamo Malim sangat sederhana. Dapat
dikatakan hanya ada dua struktur kepemimpinan dalam Ugamo Malim, yaitu pimpinan pusat
dan pimpinan cabang. Pimpinan pusat yaitu pimpinan tertinggi dalam Ugamo Malim, yang
dipegang oleh seorang yang disebut “Ihutan” (artinya: yang diikuti). Ihutan ini berada di
pusat komunitas parmalim, yakni di Huta Tinggi, Laguboti. Sebagai pimpinan pusat, seorang
ihutan bertugas dan bertanggung jawab dalam melakukan pembinaan anggota komunitas
secara keseluruhan. Namanya juga sudah ihutan, berarti ia harus dapat menjadi teladan atau
menjadi seorang yang diikuti oleh anggotanya, baik dalam perkataan, perilaku atau segala
sesuatu yang menunjukkan suatu keteladanan. Oleh karena itu, sebagai seorang ‘yang diikuti’
maka ihutan harus mengetahui ajaran-ajaran (patik, uhum) dan sudah pasti juga harus
mengetahui sejarah tumbuh dan berkembangnya Ugamo malim. Selain itu ihutan juga
bertugas sebagai pemimpin dalam suatu upacara ritual yang bersifat kolektif (berkumpulnya
cabang-cabang komunitas parmalim di pusat komunitas) yang mana upacara ini sifatnya
tahunan, seperti sipaha sada, sipaha lima, mardebata dan mangan na paet. .
Sedangkan dicabang-cabang komunitas Parmalim yang tersebar diberbagai tempat,
dipimpin oleh seorang pimpinan cabang yang disebut dengan Ulu Punguan. Ulu Punguan
juga bertugas dan bertanggung jawab dalam memberikan pembinaan terhadap anggota
komunitas di tingkat cabang dan juga sebagai pemimpin upacara dalam setiap ritual
keagamaan di persattian, contohnya memimpin dalam mararisabtu. Intinya Ulu Punguan
harus dapat menjadi Panggonggom (pembimbing) dan pangumei (penasihat) di dalam
punguan atau komunitas tersebut. Secara khusus Ulu Punguan juga harus bertanggung jawab
dalam meperhatikan perkembangan anggotanya di cabang baik secara kuantitas dan kualitas
serta melaporkannya kepada pimpinan pusat (Ihutan).

3.2.

Bagaimana Sistem Pemilihan Pemimpin dalam Ugamo Malim?
Bagaimana kah cara memilih seorang pemimpin dalam Ugamo Malim? Sistem atau

cara pemilihan pemimpin dalam Ugamo Malim berbeda dengan sitem pemilihan pemimpin
dalam agama atau komunitas lainnya, seperti di HKBP dalam memilih Ephorus, berbeda
dengan pemilihan seorang Ihutan atau Ulu Punguan di dalam Ugamo Malim. Jika memilih
Ephorus di dalam HKBP dilakukan secara demokrasi dan terus melakukan pemilihan untuk
periode selanjutnya serta setidaknya harus memilki pendidikan formal, maka di dalam
komunitas Parmalim tidak lah demikian. Sistem pemilihan pemimpin dalam Ugamo Malim
cukup sederhana, artinya siapa yang mampu memimpin, dia berhak untuk menjadi pemimpin
PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

14

dan sudah pasti harus melalui pengakuan moral dari seluruh anggota komunitas tersebut, baik
dilihat dari perkataannya maupun perbuatannya di komunitas tersebut. Pendidikan formal
atau informal tidak menjadi prasyarat dalam pemilihan tersebut, tetapi setidaknya harus
mengetahui ajaran-ajaran parmalim (ingkon mamboto patik dohot uhum).
Kemudian bagaimana dengan kelanjutan kepemimpinan tersebut? Kepemimpinan di
dalam Ugamo Malim itu selanjutnya diwariskan secara turun-temurun kepada keturunannya 34
seperti mengikuti sistem kepemimpinan kerajaan atau dinasti. Secara eksplist narasumber
kami mengatakan bahwa pada dasarnya seorang pemimpin di komunitas Parmalim tidak
dipilih karena kewibawaan atau kecakapan nya dalam memimpin, tetapi dari paras wajahnya
dan penampilan nya sudah ada kharisma untuk memimpin. Parmalim menyebut hal ini
dengan istilah sahala. Para anggota parmalim tersebut mempercayai bahwa sahala itu sudah
hadir (hadir secara tersendiri) pada diri pemimpin tersebut dan kehadiran sahala ini bukan
karena dipelajari (ditekuni) sehingga cakap dalam memimpin, tetapi mereka meyakini bahwa
itu muncul karena berkat sahala dari Tuhan mereka, yaitu Debata Mulajadi Nabolon.
Namun, ada kekhususan tersendiri dalam pemilihan pemimpin cabang (Ulu
Punguan). Biasanya Ulu Punguan ini dipilih secara langsung oleh pemimpin pusat (Ihutan).
Jika dianggap sudah mampu untuk memimpin maka Ihutan berhak untuk memilihnya sebagai
Ulu Punguan, dengan berdasarkan pertimbangan atau pendapat dari komunitas Parmalim di
cabang tersebut untuk melihat bagaimana kesehariaan nya di dalam komunitas tersebut.

3.3.

Ungkapan-Ungkapan Yang Seharusnya Ada dalam Diri Seorang Pemimpin
Ada setidaknya delapan ungkapan atau idom dalam bahasa Batak yang menunjukkan

dan seharusnya ada dalam diri seorang pemimpin. Ungkapan-ungkapan tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Parbahulbahul na Bolon
Makna dari ungkapan ini adalah bahwa di dalam diri seorang pemimpin tidak ada lagi
yang kurang, baik dalam melakukan adat, patik, uhum dan lainnya serta yang bisa
mengampuni kesalahan saudaranya (mambalum sude hasalahon ni dongan na), tidak ada rasa
sakit hati (hancit ni roha), intinya orang yang demikian adalah jolma na tigor jala na sintong
di jolo ni Debata.
2. Paramak na so habalunon

34 Hal ini dapat kita lihat dan analisa dalam kepemimpinan Raja Mulia Naipospos, diturunkan kepada
keturunannya ,yakni Raja Ungkap Naipospos, kemudian diturunkan lagi kepada keturunan selanjutnya, yakni
Raja Marnangkok Naipospos di pusat komunitas Parmalim, Huta Tinggi (Laguboti).

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

15

Makna dari ungkapan ini adalah orang yang suka menjamu saudaranya secara
sukarela. Oleh karena itu seorang pemimpin harus rela dengan berbesar hati menjamu para
anggotanya secara sukarela.
3. Parapi na so haintopan / Partataring na so mintop
Makna dari ungkapan ini adalah orang yang bisa disebut sebagai “paradongan”, yaitu
bisa melayani semuanya karena sudah penuh hatinya, sehingga tidak pernah padam untuk
melayani.
4. Parimbulu bosi
Makna dari ungkapan ini adalah bahwa seorang yang menjadi pemimpin mereka pada
awalnya memiliki bulu-bulu di badannya yang terbuat dari besi sehingga jarang ada orang
yang berani menyentuhnya. Namun, pemimpin ini tidak menggunakan kekuatan yang
dimiliki dari bulu-bulu badannya untuk melindungi dirinya saja melainkan untuk melindungi
semua orang atau masyarakatnya. ini menadakan bahwa dia memiliki kekuatan.
5. Parhata Oloan
Makna dari ungkapan ini adalah bahwa pemimpin yang dimaksud adalah Raja na
sintong dan Raja na jujur. Kalau tidak benar dan jujur tidak mungkin dapat menjadi Parhata
Oloan, sehingga raja atau pemimpin yang demikian selalu tempat untuk bertanya. Dan lagi,
sosok raja atau pemimpin seperti ini merupakan raja yang lemah lembut yang mengayomi
masyarakatnya.
6. Parhata na Siat
Makna dari ungkapan ini adalah seorang raja yang mana na siat maroloan atau siat
hatana. Dalam artian, apa yang diucapkannya menjadi panduan hidup (patik atau uhum) dan
harus dipatuhi serta tidak dapat ditolak.
7. Raja Panungkunan
Makna dari ungkapan ini adalah bahwa dialah seorang raja panungkunan di uhum,
kokoh di dalam adat (hot di adat dohot patik) dan kuat/kokoh di setiap ada yang kurang,
intinya ia serba tahu serta rela hatinya untuk memecahkan masalah. Jika tidak memenuhi ini,
maka tidak mungkin dapat menjadi Raja Panungkunan.
8. Raja na so habolusan
Makna dari ungkapan ini adalah bahwa ini adalah pemimpin yang jujur, dimana kita
tidak bisa sembarang berbicara kepadanya tanpa melalui perantara serta tidak dapat didahului
dalam hal apapun itu.
Kedelapan ungkapan diatas merupakan seharusnya yang ada dalam diri seorang
pemimpin. Namun, narasumber kami mengatakan bahwa tidak mungkin ada seorang
pemimpin yang dapat memenuhi kedelapan makna ungkapan diatas. Jika hal tersebut dinilai
secara akal pikiran manusia, maka tidak mungkin ada pemimpin yang dapat memenuhi
PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

16

ungkapan-ungkapan tersebut. Karena kalau pun ada yang memenuhi, “naposo ni Debata ma
i, jala molo di Kristen ima 12 halak sisean ni Jesus ma i”, ujar Bapak Tohar Manurung.
3.4.

Empat Profil Pemimpin Yang Berkharisma
Ketika kami melakukan wawancara dengan memberikan pertanyaan bagaimana profil

pemimpin yang berkharisma itu (mulia, kudus, keras hati dan juara), kami tidak meperoleh
jawaban yang memuaskan. Mereka mengatakan bahwa keempat profil ini tidak mungkin
semuanya terdapat pada diri seorang pemimpin, terlebih untuk mulia dan kudus. Keempat ini
tidak bisa diberikan berdasarkan penilaian akal manusia. Hanya Debata lah yang dapat
menilai itu. Dan hanya kepada Debata Mulajadi Nabolon keempat hal tersebut ditujukan.
Hanya saja yang kami peroleh adalah bahwa seorang pemimpin harus mematuhi patik, uhum,
dohot adat dan tidak pernah melakukan hal yang tidak benar (dang hea mambahen na so
denggan). Jika hal ini sudah dilakukan, maka dapat mewakili keempat profil pimimpin yang
berkharisma tersebut.
Memang di dalam upacara mararisabtu sendiri, ada poda yang selalu disebut, yaitu
poda hamalimon (poda yang lima). Setiap Parmalim (termasuk pemimpin) harus suci dalam
setiap duduk (malim parhundulun), dalam setiap makan (malim parmanganon), dalam setiap
melihat (malim parmerengon), dalam setiap perkataan (malim panghataion), dan harus suci
dalam berjalan (malim pardalanan). Namun hal tersebut pun sulit ditemukan pada seorang
pemimpin. Hal ini karena jotjot malanggar patik ni Debata dohot mambahen na so denggan.
Yang paling terpenting pada diri seorang pemimpin adalah harus sesuai perkataan dengan
perbuatannya (ingkon dos panghataion dohot pangalao).
3.5.

Pakaian Tohonan Bagi Seorang Pemimpin
Di dalam komunitas Parmalim tersebut, setiap orang yang sudah menikah wajib

menggunakan pakaian yang sudah ditentukan dahulunya. Seorang laki-laki yang sudah
menikah wajib menggunakan sarung atau pun ulos sebagai penutup kakinya dan mengenakan
ulos pada bahunya serta wajib mengenakan sorban berwarna putih di kepalanya yang
menunjukkan kesucian. Jika mungkin memiliki jas, harus menggunakan jas. Sedangkan
seorang wanita yang sudah menikah, wajib memakai sarung atau ulos sebagai penutup
kakinya, memakai ulos pada bahunya serta wajib menggunakan sanggul. Dan bagi mereka
yang belum menikah, cukup menggunakan sarung dan ulos. Lantas, bagaimana dengan
seorang pemimpin? Bagaimana pakaian tohonan nya? Pakaian tohonan seorang pemimpin
sebenarnya sama saja dengan para anggotanya. Hanya saja pakaiannya harus sesuai dengan

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

17

tradisi dahulunya, terkhusus penutup kakinya harus menggunakan ulos.35 Mengapa pakaian
tohonan pemimpin tersebut sama dengan anggota nya? Menurut narasumber kami asa sarupa
sude na torop i, ima asa sarupa sude na pogos dohot na mora, jadi ingkon sarupa do baju ni
pemimpin dohot na torop i, jala ingkon sude do na mamangke.
Hal yang mengagumkan dari seorang pemimpin Parmalim adalah dia sama sekali
tidak menerima upah (gaji) seperti pada pemimpin-pemimpin agama lainnya. Dia harus tulus
melayani anggota nya tanpa mengharapkan adanya imbalan, karena pemimpin-pemimpin
terdahulunya juga seperti itu.

BAB IV
PENUTUP
4.1.

Analisa Kelompok
Kita telah melihat bagaimana kepemimpinan di dalam Ugamo Malim tersebut. Jika

kita analisa dibalik kata “kepemimpinan” tersebut, ternyata ada makna yang mendalam yang
seharusnya dimiliki dalam seorang pemimpin, termasuk seorang pemimpin Parmalim. Kae H.
Chung (1981) mengungkapkan bahwa di dalam kepemimpinan harus ada kesanggupan untuk
mempengaruhi perilaku anggotanya. Sehingga di dalam kepemimpinan harus ada
kemampuan pemimpin untuk membawa anggotanya kearah tujuan tertentu.36 Begitu juga di
dalam Ugamo Malim, seorang pemimpin Parmalim harus dapat mempengaruhi na torop
untuk dapat hidup dalam hamalimon kepada Debata Mulajadi Nabolon yaitu dengan
manggonggomi (membimbing) dan mangumei (menasihati) anggotanya malalui patik, uhum
dan adat.
Pada sisi lain seorang pemimpin terkait pada dua sisi sekaligus, yaitu kedudukan
sosial dan proses sosial. Dari sisi kedudukannya, seorang pemimpin terkait dengan sejumlah
hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam komunitas tersebut. Sedangkan dari sisi proses
sosialnya, seorang pemimpin terkait kepada sejumlah tindakan yang dapat mengarahkan dan
35 Narasumber kami mengatakan bahwa terkadang terdapat pelanggaran terhadap penggunaan penutup kaki.
Seharusnya penutup kaki itu harus menggunakan ulos, namun karena pelanggaran tersebut , sebahagian dari
para anggotanya ada yang menggunakan sarung.
36 Radesman Sitanggang, MEMIMPIN SESUAI AMANAH, (Pematangsiantar: L-SAPA, 2006), 2.

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

18

mempengaruhi komunitas itu.37 Namun jika kita lihat pada komunitas Parmalim, sisi kedua
(proses sosial) lebih terdapat padanya. Karena pada sisi yang pertama (kedudukan sosial),
seorang pemimpin dikaitkan dengan sejumlah hak (upah atau gaji), namun hal ini tidak ada
dalam seorang pemimpin Parmalim.
Jika dianalisa dalam topik “Agama Sebagai Institusi Sosial”, jika suatu agama
diinstitusikan maka salah satu unsur yang harus ada adalah jabatan keagamaan, yaitu
pemimpin. Setiap jabatan keagamaan mempunyai wewenang tertentu dan tidak pernah lepas
dari pelayanan-pelayanan yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan jemaat, seperti
pelayanan dalam peribadatan dan lainnya.38 Begitu juga dalam Parmalim, seorang ihutan dan
ulu punguan tidak boleh lepas dari pelayanan demi kepentingan anggota nya. Bahkan seorang
pemimpin agama bahari (termasuk Parmalim) harus dapat mengatasi masalah-masalah yang
dialami anggotanya yang berkenaan dengan ajaran, upacara, dan lainnya. Hal ini harus dapat
diselesaikan oleh pemimpin agama adat yang bersangkutan.39 Jika kita kaitkan juga dengan
topik “Agama Dalam Sebuah Dilema”, agama dikatakan mengalami kedilemaan jika
dihadapkan dengan pilihan yang sulit berkenaan dengan kepemimpinan, kepemimpinan yang
kharismatis kah atau kepemimpinan yang rasional? Di dalam agama telah terdapat unsur
kekuasaan dan pimpinan pada tingkat universal serta tingkat kerohanian. Jika mereka salah
dalam memilih kedua tipe pemimpin ini, maka kemungkinan komunitas agama tersebut akan
mengalami suatu krisis kepemimpinan dan pada akhirnya akan berujung kepada suatu
kedilemaan.40 Begitu juga dengan Parmalim, unsur kepemimpinan sangat menentukan status
dari komunitas tersebut karena jika seorang pemimpin mengalami krisis kewibawaan maka
memungkinkan komunitas parmalim tersebut berada dalam suatu kedilemaan.
Lantas bagaimana cara seorang pemimpin dapat membimbing dan menasihati serta
dapat mempengaruhi anggota nya? Jawaban ini tentunya akan panjang. Namun yang perlu
ditekankan bahwa seorang pemimpin disyaratkan untuk memiliki tiga unsur utama, yaitu
kekuasaan, kemampuan dan kewibawaan.41 Oleh karena itu, seorang ihutan dan ulu punguan
di dalam Ugamo Malim tentunya harus memilki kewibawaan, kekuasaan dan kemampuan,
baik dalam mengetahui uhum, patik dan adat. Namun secara khusus seorang pemimpin
Parmalim terangkat menjadi pemimpin bukan karena kemampuannya, namun karena

37 Radesman Sitanggang, MEMIMPIN SESUAI AMANAH..., 3-4.
38 D. Hendropospito, SOSIOLOGI AGAMA, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), 124.
39 D. Hendropuspito, SOSIOLOGI..., 121.
40 D. Hendropuspito, SOSIOLOGI..., 129-130.
41 Radesman Sitanggang, MEMIMPIN SESUAI AMANAH..., 3.

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

19

memang sudah ada sahala dari Mulajadi Nabolon turun kepadanya, sehingga dia dianggap
dan diyakini mampu untuk memimpin.
Hubungan Konsep Sahala terhadap Kepemimpinan:
 Bagaimana cara seorang pemimpin dapat membimbing dan menasihati serta dapat
mempengaruhi anggota nya?
 Seorang pemimpin disyaratkan untuk memiliki tiga unsur utama, yaitu kekuasaan,
kemampuan dan kewibawaan .Dari ketiga unsur ini lah yang akan memunculkan
istilah “kharisma”, dan dari “kharisma” ini bagaimana sebenarnya konsep “sahala”
itu muncul.
 Atau dengan kata lain, bagaimana sebenarnya “sahala” itu membuat pemimpin
memiliki kekuasaan, kemampuan dan kewibawaan.
Konsep sahala sendiri memang menunjukkan bahwa jika seorang pemimpin bersahala, maka
dia benar dan kuat dalam melaksanakan patik, adat, uhum kepada Mulajadi Nabolon. Dan
jika benar-benar bersahala maka seorang pemimpin tidak akan goyah sehingga sampai lah
tonggo-tonggo nya kepada Mulajadi Nabolon, karena marsahala patik dohot uhum dari
Debata. Intinya perbuatan yang benar dan kuat dalam melakukan patik dan uhum, maka
menunjukkan sahala/hasaktian dari seorang pemimpin Batak.42 Yang menjadi pertanyaan
adalah apakah hal tersebut memang sudah ada secara tersendiri dalam diri seorang pemimpin,
sementara salah satu tolak ukur seorang pemimpin yang bersahala adalah marsahala patik
dohot uhum? Secara analitif memang untuk memperoleh hal tersebut, maka sahala tersebut
harus ditekuni oleh pemimpin tersebut. Namun kelompok bukan mengatakan bahwa sahala
itu dapat dipelajari dari awal (nol) sehingga menghasilkan istilah “sahala” tersebut,
melainkan kelompok menganalisa bahwa sahala tersebut dapat dikembangkan. Artinya,
sahala yang awalnya datang secara tersendiri dari leluhur pemimpin tersebut, dapat
dikembangkan sehingga memperoleh sahala/hasaktian yang lebih baik lagi. Contohnya,
dalam marsahala patik dohot uhum tersebut, secara otomatis memang patik dan uhum
tersebut harus ditekuni.
4.2.

Refleksi
Selaku pemimpin kiranya memiliki aspek-aspek iman yang diyakini, ditimba

sedemikian rupa untuk memberikan dukungan yang bermakna dalam melakukan tugas
kepemimpinan dalam suatu komunitas. Oleh karena itu hendaknya, motivasi dan sasaran
kepemimpinan harus berazaskan kepada kehendak Tuhan. Artinya, ciri kepemimpinan dalam
komunitas tersebut harus mendukung kehendak Tuhan. Maka dari itu, harus kita refleksikan
42 Raja Patik Tampubolon, PUSTAHA TUMBAGA HOLING: Adat Batak-Patik Batak, (Jakarta: Dian Utama dan
Kerabat, 2002), 93.

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

20

bahwa iman yang diyakini oleh seorang pemimpin tentulah akan berperan memberikan
kontribusi terhadapnya dalam melakukan tugas pelayanannya di komunitasnya tersebut.
4.3.

Kesimpulan
Kepercayaan parmalim merupakan suatu komunitas religius yang dianut oleh orang

Batak pada zaman dahulu dan masih ada kita temukan sampai sekarang. Kepercayaan
Parmalim bisa dikatakan sebagai bentuk modern dari agama asli Batak. Pemimpin dalam
Parmalim (ihutan dan ulu punguan) sangat menentukan keberlangsungan komunitas tersebut,
karena pemimpin lah yang membimbing dan menasihati anggotanya tanpa menerima imbalan
atau mengharapkan sesuatu.
Pemimpin Parmalim dipilih bukan karena kemampuan (intelegence), pendidikan
maupun skill nya, tetapi karena memang sudah ada sahala dari Mulajadi Nabolon yang turun
kepadanya yang memberikan tondi dan hagogoan sehingga ia diyakini dapat memimpin.
Pada hakekatnya seorang pemimpin Parmalim harus mulia, kudus, suci dan lainnya. Namun
hal ini tidak dapat dinilai terhadap seorang pemimpin yang hanya lah seorang manusia.
Sehingga mereka meyakini bahwa mulia, kudus, suci hanya lah ditujukan kepada Debata
Mulajadi Nabolon. Yang paling ditekankan dalam seorang pemimpin, bahwa perkataan harus
sejalan dengan perbuatan.

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

21

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM UGAMO MALIM

22