AKSES LITERASI MEDIA MASSA DALAM PERENCA
AKSES LITERASI MEDIA MASSA DALAM PERENCANAAN KOMUNIKASI
PADA SISTEM KRIMINOLOGI KRIMINAL
Hefri Yodiansyah*
Nanik Yuzalmi
*Yayasan Pendidikan Persada Bunda Pekanbaru, Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu
Komunikasi, Jalan Diponegoro No 42. email: [email protected].
Yayasan Pendidikan Persada Bunda Pekanbaru, Akademi Sekretari dan Manajemen (ASM), Jalan Diponegoro No 42.
email: [email protected].
Abstrak. Literasi media sangat dibutuhkan agar masyarakat menjadi cerdas harus memiliki kemampuan untuk
mengolah transmisi pesan komunikasi dalam wacana komunikasi massa. Dalam demokrasi saat ini akan sulit
ditegakkan, jika masyarakatnya tidak literasi media. Kompetensi literasi media sebagai syarat utama dalam mengelola
kemampuan menganalisa struktur pesan media informasi dalam menghasilkan “studi kriminalogi berita kriminal”
yang media dengan sumber beritanya, akibatnya perencanaan komunikasi sebagai kerangka konseptual dalam proses
pembuatan transmisi pesan pada kontruksi realitas literasi media. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif dengan paradigma interpretative. Pertama, telah menemukan content media; studi kriminalogi pada
transmisi informasi bahkan mengalami efek budayanya. Kedua, Kompetensi akses media aksi memberikan kontribusi
pendidikan kriminalogi pada literasi media massa ini sangat berguna bagi kehidupan masyarakat. Dan persyaratan
utama yang harus ditaati adalah bagaimana literasi media dipergunakan dengan regulasi pengetahuan dan mempelajari
kontek bidang tertentu. Ketiga, Kemampuan menganalisa struktur pesan dalam mendayagunakan konsep dasar ilmu
pengetahuan untuk memahami konteks dibidang tertentu. Keempat, Peranan masyarakat yang dapat pola komunikasi
dengan media transmisi informasi dalam menghasilkan “pendidikan kriminalogi pada aspek berita kriminal”. Kelima,
Rangkaian regulasi media massa yang dapat memotivasi penggunanya (bentuk temuan; tipologi konstruksi, ontologis,
epistemologis, dan aksiologis) berbagai literasi media massa dan kompetensi untuk memahami efek media komunikasi
dimasa depan.
Kata Kunci : Media, Kriminologi Kriminal
Mass Media Literacy Access On Planning Communication Of Criminology Crime System
Abstract. Media literacy is needed for the community to be intelligent must have the ability to process the
transmission of communication messages in the discourse of mass communication. In today's democracy will be
difficult to enforce, if the community is not media literacy. The competence of media literacy as the main requirement
in managing the ability to analyze the structure of information media message in producing "criminal news criminal
study" which media with news source, as a result of communication planning as a conceptual framework in the
process of making message transmission on the construction of media literacy reality. The method used in this
research is qualitative method with interpretative paradigm. First, have found media content; Criminal studies on the
transmission of information even experience its cultural effects. Secondly, the competence of media access for action
contributes criminal education to media literacy is very useful for people's lives. And the main requirement that must
be adhered to is how media literacy is used with the regulation of knowledge and studying the context of a particular
field. Third, the ability to analyze the structure of the message in utilizing the basic concepts of science to understand
the context in a particular field. Fourth, the role of society that can pattern communication with media transmission of
information in producing "criminal education on aspects of criminal news". Fifth, a series of mass media regulation
that can motivate users (form of findings, typology of construction, ontological, epistemological, and axiological)
various media literacy and competence to understand the effects of communication media in the future.
Keywords: Media, Criminology Crime
*Korespondensi: Hefri Yodiansyah, S.Sos, M.I.Kom. Yayasan Pendidikan Persada Bunda Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Komunikasi, Jln. Diponegoro No. 42, Riau, Pekanbaru 28116. Email:
[email protected]
PENDAHULUAN
Pada abad teknologi dan informasi saat ini,
memberi kemudahan kita mengakses media
informasi dan komunikasi memberi sinyal kepada
siapa saja, dimana saja, kapan saja, oleh siapa
saja, dan akhirnya memberi feecback bagi literasi
media itu. Kemudahan tersebut dapat kita rasakan
bagaimana literasi media itu antara teknologi dan
informasi tersirat multimakna budaya. Dalam
peranan teknologi dan informasi bagi peran
pemberitaan kriminal pada media massa sebagai
salah satu feecback perubahan budaya dalam
memperlihatkan multimakna budaya media pada
sasaran komunikasi budaya media massa. Prospek
kedepannya makna komunikasi budaya media ini
berguna untuk mempelajari, media, komunikasi,
dan kriminalogi kriminalitas dalam mengakses
literasi media massa. Oleh karena itu, perlu
diaplikasikan ke dalam suatu formulasi makna
komunikasi “frame” bingkai berita media untuk
memberikan pedoman literasi “melek” tentang
analisis multimakna komunikasi budaya dalam
memaknai proses literasi media massa dan
tanggapan dengan tingkatan media massa untuk
memperkenalkan
sebagai
proses
metode
penelitian dalam perencanaan komunikasi. Proses
metode penelitian tersebut dalam aktualisasinya
dengan arti penting dan utama dalam perencanaan
komunikasi itu dengan memperlakukan teknologi
dan informasi yang layak bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Sehingga literasi media ini amat penting dalam
kehidupan
masyarakat
sebagai
pusat
perkembangan literasi media massa. Dapat
diamati bahwa literasi media massa merupakan
serangkaian cara pandang seseorang dalam
memanfaatkan secara efektif dan efisien, ketika
media komunikasi dipergunakan oleh lapisan
masyarakat
secara
aktif,
untuk
dapat
menginterpretasikan makna dari pesan–pesan
yang ada di dalam media massa itu. Literasi media
massa menunjukkan metode dan tingkatan saling
menanggapi seseorang dalam menggunakan
media massa itu di dalam kehidupannya sehari–
hari. Sudut pandang media massa dan komunikan
media ini dibentuk dalam berbagai fenomena
literasi media massa dalam mengakses literasi
media massa yang digunakannya.
Dengan demikian, media massa seringkali
memberikan bentuk konten media komunikasi
dengan berbagai macam pengetahuan yang telah
terstruktur dalam pemaknaan komunikasi sebagai
suatu cara membentuk konten budaya dalam
komunikasi lintas budaya (makna; perencanaan
komunikasi).
Tidak semua yang ada di media massa dapat
dijadikan pedoman umum yang baik, pasalnya
banyak masyarakat dalam mengatur dan
memproses pesan dalam transmisi informasi.
Berbagai macam bentuk makna media massa
sebagai pertukaran informasi dengan kegunaan
konten media massa itu, yang tidak layak diakses,
sehingga memberikan dampak media komunikasi
yang kurang memadai atau cukup buruk bagi
agenda publik pada media massa itu.
Kesempatan ini akses media komunikasi ini,
seringkali dinipulasi berbagai bentuk frame
diskursus publik pada media massa dalam literasi
medianya. Sebagai individu yang rentan terhadap
dampak negatif atau positif maupun pro–kontra
pada literasi media oleh media massa itu, yang
seharusnya kita pahami, kita pelajari, dan kita
evalusasi
strategi
komunikasinya
dengan
memanfaatkan teknologi dan informasi media
massa dengan menerapkan cara penggunaannya
yang sering mengalami dalam perubahan pesan
“studi kriminalogi”, ini berakibat timbulnya
proses adaptasi dengan pendidikan kriminalitas
dalam penegakkan hukum dengan perilaku
penggunanya, bahkan perilaku frame media massa
tersebut yang ditafsir dapat efektif dan efisien.
Tafsiran media massa sebagai literasi media massa
ini mendapat perhatian lebih ketika literasi media
digunakan atau muncul dihadapan publik.
Dengan fakta observasi dilapangan dengan data
pre-eliminary research telah dilakukan peneliti
dalam data penelitian ini pada focus discusions
research (FDR). Fakta tersebut memperlihatkan
efektifitas media massa sangat rentan ditinggalkan
oleh seseorang individu dengan individu lainnya,
dengan pola komunikasi dalam perencanaan,
penyajian atau prosedur, dan evaluasi penyajian
pesan komunikasi dengan konten bidang
kriminalogi pada aspek kriminalitas penegakkan
hukum tertentu.
Karena kesulitan atau ketidakpahaman seseorang
dalam
perencanaan
komunikasi
yang
dilakukannya. Pola komunikasi ini membentuk
dinamika sosial dalam bidang kriminalogi
kriminalitas media massa ini lengkap dengan
pemberitaan kriminal pada konten media massa,
maupun dalam studi kriminalogi kriminalitas pada
media massa itu, dengan menyebutkan bahwa
pihak–pihak yang berada disekitar lingkungan
kiranya kurang menyadari permasalahan literasi
media (melek media) tanpa perencanaan
komunikasi.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui literasi
media massa dengan teknologi dan informasi pada
studi kriminalitas pada media massa dan juga
termediasi berbagai pemberitaaan pada media
massa yang dilakukan oleh masyarakat terkait
konsumsi media teknologi dan informasi tidak
sekedar sebagai pengguna atau penikmat atau
khalayak (komunikan) saja. Namun lebih
bagaimana pola komunikasi itu diwacanakan
lewat frame pemberitaan medianya.
Dalam menggunakan framing dengan framework
dengan topik literasi wacana komunikasi dalam
pemberitaan media dengan metodologi penelitian
yang digunakan adalah dengan data kualitatif
secara deskriptif dengan FDR (focus discusions
research) dengan memberi telaah tindakan
kriminalogi bahkan kajian mengenai akses literasi
media dengan kategori bidang berita kriminalitas
media massa, kemudian dapat disimpulkan
permasalahan literasi media ini memiliki arti
penting dalam kehidupan manusia sebagai syarat
utama yang mutlak penting dari rangkaian literasi
media tersebut. Sebagai analisa data untuk
memperoleh data itu sebagai tingkatan literasi
media dalam studi kriminalogi pada kriminalitas
mengakses perencanaan komunikasi.
Literasi media teknologi dan informasi pada pihak
yang masih tergolong masih dikatakan rendah
(commo sence). Peran media, industry media,
komunitas media, bahkan individu itu sendiri
mengalami perbedaan dalam menafsirkan literasi
media dalam akses literasi media itu yang
dihasilkan oleh kriteria kriminalitas itu. Ketika
tidak dilakukan FDR kemudian dapat dilakukan
proses literasi media dengan menampilkan
bentuk–bentuk konten “studi kriminalogi pada
aspek kriminal” pada media massa. Disinilah,
akses literasi media aksi dapat dipahami sebagai
serangkaian tindakan kemampuan mempelajari,
media, komunikasi, dan kriminalogi kriminalitas
mengenai frame sumber berita dalam studi
kriminalogi pada media massa. Dalam
memanfaatkan dan memberi akses positif
berdampak pada mengkomunikasikan pesan–
pesan dengan (symbol–symbol) yang diberikan
oleh media massa dengan “literasi” melek
medianya (media edukasi maupun edukasi media)
(Druick 2016).
Akses media aksi adalah tindakan aksi
kemampuan manusia berhadapan dengan media
konten “studi kriminalogi pada aspek kriminal
media massa“ dengan kontek budaya dan
kesadaran diri dalam berbudaya mulai dari diri
sendiri, keluarga, kawan–kawan, dan bahkan
berbagai pihak yang membutuhkan media aksi
tertentu dengan melek medianya.
Kompentensi akses media aksi disinilah,
persyaratan utama dalam memberikan kontribusi
literasi media massa ini sangat berguna bagi
kehidupan masyarakat.
Dan persyaratan pendamping yang harus ditaati
adalah bagaimana literasi media dipergunakan
dengan sehat dan teratur.
Dengan
teori
strukturalisasi
tingkat
konstruktivisme struktural tentang kriminalogi
adalah merupakan rangkaian literasi media yang
dapat memotivasi dan mempermudah dalam
kontek studi kriminalogi pada kriminalitas aspek
pemberitaan media massa, bahkan audien dengan
edukasi kriminalogi media massa itu sendiri.
Sering memiliki peran dalam pendidikan
kriminalogi pada studi kriminal pada usia dengan
kriteria literasi media, dari masa ke masa atau
zaman ke zaman selagi penikmat media (melek
media) masih menggunakan media berita kriminal
tersebut, disusun berdasarkan kebutuhan yang
telah diatur oleh pihak–pihak baik itu, peran
pemerintah, peran industri media, peran individual
media, bahkan peran komunitas media massa saat
ini. Alhasil, peranan literasi media pihak media
tersebut dapat mengawali proses perencanaan
komunikasi
saling
melengkapi
dalam
perkembangan konten isi “studi criminal” dan
program media massa yang begitu banyaknya
dilihat dari kebutuhan manusia begitu banyak.
Sehingga berdampak pada aspek kegunaan media
massa dan penikmat media massa sebagai hal
rencana aksi literasi media ini.
Peran pemerintah dalam hal ini untuk
mewujudkan tindakan kemampuan aksi individu,
dan individu dalam komunitas media dalam
perencanaan komunikasi pada tatanan tindakan
aksi pada literasi media massa. Peranan ini disini
dimaksud dengan perencanaan “edukasi maupun
manajemen sumber daya manusia” dari konten
literasi media massa yang berbau dengan konten
isu media massa itu dalam literasi media massa.
Kominfo dalam hal ini selalu memberikan peran
perencanaan komunikasi terhadap perkembangan
media massa. Kemudian Peran Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) Pusat dan didaearah adalah KPID
memberi wahana pengawasan penyiaran media
massa yang berdampak dengan konten media
massa yang berbau penyiaran media massa
negative. Hal ini berkaitan dengan laporan
tanggapan masyarakat tentang penyiaran media
massa yang akan dievaluasi kontennya, sehingga
layak di komsumsi masyarakat.
Peran industri media massa ialah pengelola media
massa, baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap konten media tersebut.
Memberikan kontribusi literasi media dalam
edukasi (pendidikan) dengan memanfaatan konten
media dengan melek medianya. Namun peran ini
mungkin belum dirasakan oleh masyarakat
tentang rencana aksi media ini sendiri dalam
mencerdaskan kehidupan orang banyak khalayak
dimasa akan datang.
Peran individu adalah cara pandangan manusia
dengan suatu cara mempelajari strategis
komunikasi mengenai elemen framing dalam
mewacanakan bidang tertentu media memberi
akses positif dalam mengkomunikasikan pesan–
pesan (symbol–symbol) yang diberikan oleh media
massa dengan literasi melek medianya. Ini
tentunya memerlukan peran pendidikan orangtua,
peran berbagai pihak. Mulai dari konten media
massa sebagai literasi media sebagai wujud
penggunaan literasi media itu sendiri.
Peran komunitas media merupakan rangkaian
peranan komunikasi baik itu komunikator, pesan–
pesan media seperti; produk, tempat, harga,
bahkan waktu, media sebagai transfer teknologi
dan informasi sebagai daya tarik, komunikan
(audien) sebagai penikmat bahkan dapat jadi
menjadi pengguna media konten media itu.
Media aksi disini dapat dimaksud untuk memberi
tindakan aksi dalam kemampuan bagaimana
perencanaan komunikasi mempelajari, oleh
media, oleh komunikasi, oleh dalam bidang
kriminalogi kriminal. Mengenai sistem wacana
komunikasi pada media massa memberi akses
pesan positif dengan asumsi penegakan hukum
dengan kriteria keberhasilan kinerja (wacana: pro
dan kontra) membentuk opini dengan teknik
mengkomunikasikan
dengan
pesan–pesan
(symbol–symbol) yang diberikan oleh media
tersebut dengan literasi media sesuai dengan
melek medianya.
Sejalan dengan teori kultivasi yang dikemukakan
oleh Gerbner (West & Turner, 2010) yang
mengatakan bahwa: analisis kultivasi adalah
sebuah teori yang memprediksikan dan
menjelaskan formasi dan pembentukan jangka
panjang dari persepsi, pemahaman, dan keyakinan
mengenai bagaimana frame wacana media massa
ditampilkan sebagai sebab – akibat dari konsumsi
akan pesan–pesan media massa. Analisis kultivasi
wacana komunikasi massa menunjukkan bahwa
komunikasi media massa, terutama konten “isi
dan programnya” media massa mengalami
mengkultivasi keyakinan tertentu mengenai
kenyataan yang dianggap sebagai suatu yang
umum oleh konsumen komunikasi massa.
Tindakan dalam kemampuan konten media massa
menimbulkan akses kulturasi budaya dalam
perilaku budaya media berdasarkan asumsi dan
fenomena masyarakat yang dipaparkan diatas,
mengenai berbagai efek media massa serta kondisi
konsumsi media massa itu sendiri pada
tingkatannya dalam menimbulkan kepercayaan
diri sendiri yang tidak sejalan dengan kesadaran
diri akan literasi (melek) media massa, peneliti
tertarik untuk meneliti fenomena literasi media
massa dalam kajian kriminal dalam studi
kriminalogi dalam taraf keberhasilan kinerja
diterima sepenuh maupun keberhasilan kinerja
tidak diterima sepenuh pada perencanaan
komunikasi. Sehingga penulis mengambil judul
artikel “Akses Literasi Media Cetak Dalam
Perencanaan
Komunikasi
Pada
Sistem
Kriminologi Kriminal / Mass Media Literacy
Access On Planning Communication Of
Criminology Crime System."
METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kualitatif dengan paradigma
interpretative (Moleong, L. J, 2011 & McQuail
2013). Jenis penelitian yang digunakan oleh
peneliti adalah penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif digunakan peneliti untuk menggali
secara terperinci keterampilan literasi media
massa pengguna media seperti mencakup tingkat
konsumsi literasi media, interpretasi terhadap
media, dan kritik serta tindakan yang dilakukan
oleh peran berbagai pihak dalam masyarakat
(society) dalam memediasi antara literasi media
aksi dan pihak pengguna literasi media massa.
Penentuan responden dilakukan dengan purposive
sampling. “Teknik ini mencakup orang–orang
yang diseleksi atas dasar kriteria–kriteria tertentu
yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan
penelitian” (Kriyantono, 2006). Dalam memilih
responden, peneliti melakukan pre-eliminary
research terlebih dahulu untuk menentukan calon
responden yang memenuhi kriteria tersebut.
Pre-eliminary research telah dilakukan peneliti
pada focus discusions research (FDR). Peneliti
memilih kriteria responden, agar penelitian ini
memiliki kriteria–kriteria dengan pertimbangan
karena beberapa dosen, dan mahasiswa, guru serta
siswa yang bersedia untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini. Setelah peneliti melakukan preeliminary
research,
didapatlah
beberapa
responden yang memenuhi kriteria–kriteria
sebagai sumber data penelitian. Sumber data
peneliti berupa data primer dan data sekunder.
1) Data primer adalah data yang diperoleh dari
sumber data utama di lapangan. Sumber data
ini bisa responden atau objek riset, dari hasil
pengisian quisioner penelitian (Kriyantono
2007 & Kriyantono, 2010) terhadap objek
penelitian yaitu responden dengan kriteria
pengguna literasi media.
2) Data sekunder, yaitu data tambahan yang
berfungsi sebagai pelengkap atau pendukung
data utama sebagai subjek penelitian. Sumber
data sekunder dalam penelitian ini diperoleh
dari wawancara terhadap significant other's
responden utama, yaitu usia 7–12 tahun
dengan kategori anak–anak, usia 13–20 tahun
dengan kategori anak remaja, usia 21–25
tahun dengan kategori remaja, usia 26–35
tahun dengan kategori remaja dewasa, serta
usia 36–40 tahun dengan kategori dewasa, usia
41–56 tahun dengan kategori dewasa
orangtua.
Peneliti menentukan kriteria data penelitian
sebanyak 100 responden dikarenakan responden
tersebut mewakili kriteria–kriteria sebagaimana
dipaparkan dalam teknik pemilihan responden
yaitu berdasarkan usia 7 – 56 tahun mulai dari
anak sampai dengan dewasa. Selain kriteria
tersebut, orang responden tersebut dipilih karena
mereka memiliki keterbukaan terhadap peneliti,
sehingga memudahkan peneliti untuk menggali
informasi sebanyak mungkin (Yodiansyah 2016).
Responden tersebut juga memiliki latar belakang
sosial seperti tingkat pendidikan, jenis pekerjaan,
dan usia yang berbeda–beda. Pemilihan kriteria
responden dimaksudkan untuk mendapatkan
keberagaman data.
Teknik analisis data yang dilakukan oleh peneliti
dijabarkan sebagai berikut:
a) Seluruh hasil pengisian quisioner penelitian
menjadi data primer penelitian dengan kriteria
pengguna literasi media.
b) Seluruh hasil wawancara akan dicatat oleh
peneliti sebagai data sekunder penelitian.
Catatan tersebut akan diubah menjadi sebuah
transkrip wawancara atau narasi yang
memudahkan peneliti untuk menganalisis.
c) Peneliti membuat pengkategorian dan data
dari transkrip wawancara akan dimasukkan ke
dalam pengkategorian yang telah dibuat.
d) Peneliti mencari hubungan antar kategori.
e) Peneliti
menyederhanakan
mengintegrasikan data dan teori
membantu analisis peneliti.
dan
untuk
Untuk menguji kebenaran dan kejujuran dalam
mengungkapkan realitas, penulis menggunakan
triangulasi sumber. Triangulasi sumber adalah
membandingkan atau mengecek ulang derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari
sumber–sumber yang berbeda (Kriyantono, 2010).
Untuk memperkuat keabsahan data, peneliti juga
melakukan
wawancara
kepada
beberapa
responden sebagai informan wawancara. Hasil
wawancara ini kemudian akan dibandingkan
dengan data yang sudah didapat dari kategori usia
selama penelitian, sehingga data yang diperoleh
dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil temuan 1: Mempelajari literasi media
sebagai perencanaan komunikasi
Literasi media merupakan perkembangan rencana
komunikasi strategis memahami cara mengakses
(akses atau memahami), membentuk perilaku
literasi media maupun menghasilkan perilaku
sebagai identitas sosial dalam masyarakat
(menggunakan), dengan daya tarik teknologi dan
informasi yang bersifat persuasive komunikasi,
mengandung kompetensi, seperti keahlian dan
kemampuan
membangun
diri
dengan
mengembangkan keselarasan atau keseimbangan
kebutuhan literasi media (mempelajari), sebagai
wujud dari kulturasi budaya, yaitu ideologi dan
demokrasi berbangsa dan bernegara, ditengah
kehidupan masyarakat melek media (strategis
komunikasi) (Yodiansyah 2016). Media baru telah
mampu mengubah sistem politik Indonesia dari
rezim otoriter ke rezim demokratis (Holik 2011).
Karena komunikan (audien) benar–benar terlibat
secara aktif dalam mencari informasi (Rianto
2016).
Media aksi akses adalah suatu proses rangkaian
akses
dalam
memahami,
menggunakan,
mempelajari, dan strategis komunikasi itu. Media
aksi adalah konten media massa sebagai teknik
literasi media massa dalam menentukan pendapat,
ide, gagasan, dalam bentuk bidang kajian dengan
analisis wacana studi kriminalogi dalam perpektif
kriminal pada media massa.
Rencana media aksi pengetahuan ialah
kemampuan seseorang yang dimiliki diri sendiri
menggunakan pengetahuan dan pemahaman
literasi media massa berdasarkan kategori usia dan
pekerjaan manusia itu sendiri, dan mampu
mencerdaskan dan menginovasi secara efektif dan
efisien. Perencanaan komunikasi ini merupakan
pengembangan diri dari media aksi yang mampu
mengakses literasi “melek” media yang mudah
dipahami orang lain secara sehat dan teratur.
Memiliki kontribusi pengetahuan dan pemahaman
sebagai komponen kulturasi budaya media secara
cerdas dan bijaksana dalam kehidupan masyarakat
(Ilmu et al. 2012).
Perencanaan komunikasi akses merupakan
pengembangan diri dari media aksi yang mampu
mengakses literasi “melek” media. Dalam
perilaku literasi media keselarasan membangun
keseimbangan kebutuhan sebagai wujud dari
kuturasi media yang mampu membangun
perkembangan literasi media dalam membentuk
budaya media secara cerdas dan bijaksana dalam
kehidupan masyarakat (Imran 2010). Media massa
baru telah mampu meningkatkan kualitas
partisipasi politik di mana orang-orang lebih aktif
di ranah publik dan komunikasi politik yang lebih
interaktif. Partisipasi politik adalah modal politik
terbesar untuk negara dalam mengembangkan
kehidupan politik yang demokratis menjadi
dewasa. Sebenarnya, potensi politik tidak
sepenuhnya didukung oleh regul maya demokratis
(Holik 2011).
Peran industri media memberi dampak pasar
industri dalam perkembangan literasi digital
media dan informasi literasi dengan akses aksi
pada pengguna (khalayak pengguna) pada metode
perencanaan akses komunikasi dalam bentuk
komunikasi
yang
dapat
mengevaluasi
kemungkinan telaah kajian bidang analisis data
sebagai komponen media konten dalam literasi
media aksi ini.
Hasil temuan 2: Media massa sebagai
perencanaan komunikasi dalam studi
kriminalogi pada kriminal
Sebagai pembentuk pendapat umum peran media
massa selain untuk pemberitaan kepada
masyarakat juga berperan dalam pembentuk opini
publik. Media berperan aktif dalam meningkatkan
kesadaran politik rakyat. Hal ini didasarkan bahwa
selain isi pesan media massa memuat berita atau
uraian berita, juga pendapat – pendapat ini dapat
perorangan, lembaga media massa yang
kesemuanya itu isi pesannya bersifat umum
sehingga dapat menimbulkan reaksi pro dan
kontra dalam masyarakat. Pro dan kontra inilah
yang disebut sebagai pendapat umum.
a) Peran Media Aksi Dalam Studi Kriminalogi
dalam Pemberitaan Media Cetak
Perilaku membentuk identitas sosial dalam
masyarakat menilai makna komunikasi dengan
topik kompetensi perilaku literasi digital media
dan informasi literasi. Literasi digital media dan
informasi literasi pada keselarasan untuk
membangun kontruksi pesan dengan konsep aksi
secara kognitif yang sangat unik. Keseimbangan
kebutuhan kontruksi pesan sebagai wujud dari
kebutuhan media tertentu. Tertera literasi digital
media dan informasi literasi pada proses
komunikasi yang mampu membangun "literasi
digital media dan informasi literasi dalam
membentuk kompetensi diri ditengah masyarakat
yang majemuk. Seiring waktu literasi digital
media dan informasi literasi pada proses aksi
dapat dikonsumsi, saling membutuhkan dengan
kelerasaan media itu secara perpektif komunikasi
massa. Dengan memahami rangkaian strategi
media
massa
dalam
memberi
edukasi
pembelajaran pada semua umur dilihat dari bukti
respon literasi dengan kategori pengguna literasi
wacana. Dengan demikian, perkembangan ini
dapat dijadikan penelaahan implikasi konten
media tersebut. Peran program penyiaran pada
konten isi media massa sebagai perencanaan
komunikasi sebagai studi kriminalogi pada
kriminalitas sebagai literasi media dan informasi
literasi pada aspek konten “literasi digital media
dan informasi literasi yang dapat digunakan
dalam grafik dibawah ini:
Grafik.4.1. Literasi Media Aksi Sebagai Studi Kriminalogi Pada Peran Berita Kriminalitas Dalam
Komponen Konten Media Massa
N = 100
Teknologi Canggih
Membantu
Mobile phone/smartphone; 85
Televisi; 72
Kredibel
Akses
Surat Kabar; 85
Cinema (Film); 81
Cinema (Film); 55
Radio;
Mobile
53phone/smartphone;
Komputer;
53
53
Surat Kabar; 51 Internet; 47
Radio; 47
Komputer; 47 Laptop; 48
Internet;
35 35
Surat Kabar; 34 Internet;
Radio;
33 phone/smartphone;
Mobile
32 30 Laptop; 29
Komputer;
Televisi; 28
Cinema
(Film);
26
Komputer; 23 Laptop; 23
Laptop; 23
Televisi; 21
Radio; 20
Cinema (Film); 19
Mobile phone/smartphone; 15
Surat Kabar; 15 Internet; 18
Televisi; 51
Agenda: Teknologi canggih ≤ 20% akses di kuantitativekan; Membantu ≤ 30% akses di kuantitativekan; dan
Kredibel ≤ 50% akses di kuantitativekan, apabila ≤ akses di kuantitativekan dengan total nilai
akses seluruh produk dapat dikatakan sebagai literasi media “melek” media.
Sumber: Hefri Yodiansyah (2017), dengan data primer penelitian, 2017.
Peran tersebut dalam pengawasan konten “isi
dan program” literasi media massa yang
dominan
seringkali
digunakan
oleh
masyarakat secara terus–menerus, dalam
memahami literasi media ini peran tesebut
lebih kepada pengawasan yang dipakai oleh
individu.
Literasi informasi adalah mengetahui kapan
dan mengapa beberapa orang membutuhkan
informasi, dimana program digital media
dapat menemukannya, dan bagaimana
mengevaluasi,
menggunakan
dan
berkomunikasi dengan cara yang etis. Untuk
informasi yang ditransmisi lewat isi media
massa pada pemberitaan, seseorang harus
mampu mengenali kapan informasi perlu
memiliki
kemampuan
untuk
mencari,
mengevaluasi dan menggunakan secara efektif
informasi yang dibutuhkan. Biro Pendidikan
Internasional (Komisi Internasional tentang
Pendidikan untuk Abad ke-21), UNESCO
direkomendasikan
kurikulum
berbasis
kompetensi dengan empat pilar: belajar untuk
tahu, belajar melakukan, belajar untuk hidup
bersama, dan belajar untuk menjadi. Literasi
informasi memiliki peranan penting untuk
mencapai mereka (Hasugian 2008).
Peran pemerintah sebut saja Keminfo (2014)
tersebut memberi ruang pengguna literasi
media dalam mengakses media kontennya,
agar tidak berbenturan dengan nilai, norma,
aturan pokok dalam kehidupan bermasyarakat
di Indonesia. Hal ini terkait dengan
pengawasan melekat dalam penggunaan
konten (produk) media dari konten segi
negative (situs negative) yang terus beredar di
dunia maya. Dan begitu juga KPI dan KPID
dalam penyelenggaraan penyiaran media
elektronik sebagai filterisasi penyiaran yang
dikelola oleh media massa lewat pengaduan
pelaporan masyarakat. Serta peran Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak
dibidang penyiaran media elektronik.
Kehidupan masyarakat saat ini perlu kita
ketahui bahwa pertanyaan demikian, mana
konten yang dominan yang sering di akses
oleh masyarakat adalah dilihat dari
kecanggihan teknologi yang dipakai dapat
membatu individu (pemakai atau penikmat)
yang merupakan sumber informasi dan ilmu
pengetahuan dari konten media adalah konten
media, seperti mobile phone (smartphone)&
surat kabar, cinema (film), dan televise (West,
R., & Turner, L. H. 2010).
b) Peran industri media
Peran media industri dalam aksi merupakan
salah satu proses rangkaian literasi media yang
bertanggung jawab dan memiliki wewenang
secara langsung atau tidak langsung dalam
pengelolaan data dengan mencerminkan
ataupun menciptakan berbagai macam produk
konten komunikasi massa (Suryadi 2013).
massa yang harus di masa depan, baik sebagai
subsistem demokrasi atau sebagai pilar
industri (Yusuf 2011).
Peran industry media memberi dampak pasar
industry dalam perkembangan literasi media
terhadap kemampuan dan pengetahuan
pengguna (responden) dalam perencanaan
akses
komunikasi
sebagai
bentuk
mengevaluasi kemungkinan bahwa komponen
media konten dalam literasi media aksi ini
dapat memberi kontribusi dengan grafik
berikut ini:
Dalam artikelnya akan menguraikan pada tiga
topik terkait: pengamatan teoritis hubungan
media, demokrasi, dan proses menuju
demokratisasi lokal; menanggapi otonomi
daerah, peran media lokal di otonomi daerah
pada mediasi para pemimpin politik dan
konstituen; dan pentingnya peran media lokal
di demokratisasi. Proses di Indonesia, serta
untuk memberikan alternatif lokal media
Grafik.4.2.Literasi Media Aksi Sebagai Peranan Industri Dalam Komponen Konten Media
N = 100
Teknologi Canggih
Televisi; 100
Merk
Nilai Kredibel
Akses
Komputer; 100Laptop; 100
Internet; 89
Radio; 85
Mobile phone/smartphone; 77
Televisi; 50
Televisi; 30
Televisi; 20
Surat Kabar; 71
Internet; 64
Mobile
53 50 Laptop; 50
Radio;
50 phone/smartphone;
Komputer;
Radio; 35
Komputer; 30 Laptop; 30
Mobile
phone/smartphone;
2423
Mobile
phone/smartphone;
Komputer;
20 Laptop; 20
Radio; 15
Surat Kabar; 50
Surat Kabar; 29
Internet; 25
Surat Kabar; 21
Internet; 11
Cinema
Cinema
Cinema
Cinema
(Film);
(Film);
(Film);
0(Film);
0 0 0
Agenda: Teknologi canggih ≤ 20% akses di kuantitativekan; Membantu ≤ 30% akses di kuantitativekan; dan
Kredibel ≤ 50% akses di kuantitativekan, apabila ≤ akses di kuantitativekan dengan total nilai
akses seluruh produk dapat dikatakan sebagai literasi media “melek” media.
Sumber: Data primer penelitian (diolah), 2017
Peranan media industri dapat memberi pada
kontribusi dan distribusi terhadap kecanggihan
teknologi, merk, dan nilai kredibel produk
yang akan dihasilkannya. Hal ini terkait
dengan pemakaian produk “media konten” ini
dalam kehidupan masyarakat, namun pada
dasarnya secara langsung masyarakatlah yang
harus mengetahui dan memahami pemakaian
produk itu, agar terhindar dari pelanggaran
serta pengaduan pelaporan penyiaran media
tentang situs negative. Ditinjau dari
pertanyaan demikian, mana konten yang selalu
diminati oleh pasar industry adalah dilihat dari
kecanggihan teknologi, merk, dan nilai
kredibel (harga) yang dipakai individu
(konsumen)
yang
merupakan
sumber
informasi dan ilmu pengetahuan dari produk
adalah konten media, misalnya televise,
komputer dan laptop, selain itu ialah internet,
radio, mobile phone (smartphone), surat kabar,
serta cinema (film) tidak dikethaui datanya,
karena prospek cinema dapat diakses melalui
produk media lainnya. Mengingat kedudukan
media massa dalam perkembangan masyarakat
sangatlah penting, maka industri media massa
pun berkembang pesat saat ini. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya media massa yang
berada di Indonesia. Para pengusaha merasa
diuntungkan dengan mendirikan perusahaan
yang bergerak di bidang media massa seperti
ini. Hal itu disebabkan karena mengelola
perusahaan dengan industri berbagai jenis
spesifikasi mengelola media massa adalah
usaha yang akan selalu digemari masyarakat
sepanjang masa, karena sampai kapanpun
manusia akan selelu haus akan informasi.
media sosial untuk menjaga pembaruan
tentang pemilihan umum misalnya. Selain itu,
mereka juga mendapatkan informasi dari
orang tua mereka dan teman–teman dekat.
Menurut (Pattah 2014), sebagai “proses
pembelajaran.” Namun, mereka tidak dapat
mengidentifikasi informasi yang yang benar
atau tidak, sehingga mereka bergantung pada
orang di sekitar mereka untuk memastikan
apakah mereka melakukan keputusan yang
tepat (Rahman 2015).
Peran individu dapat kita ketahui di kehidupan
ini sebagai penggunaan media teknologi.
Peran individu di sini dimaksud dengan
memahami dan pengetahuan masyarakat
(audiens) tentang produk media dalam literasi
media yang dominan dan mudah dilakukan
masyarakat kapanpun, dimanapun, dan
siapapun dapat menggunakan produk ini.
Berdasarkan pertanyaan dengan tanggapan
bervariasi dimaksud demikian, mana yang
paling dominan dan mudah di akses pada
media teknologi ialah dilihat dari kecanggihan
teknologi, penggunaan, dan nilai kredibel
(harga) yang dipakai peran individu
(konsumen atau penikmat) yang merupakan
sumber informasi dan ilmu pengetahuan dari
konten media adalah konten media, misalnya
mobile phone (smartphone), televise, disisi
lainnya ialah cinema (film) maupun internet,
dan radio serta surat kabar.
Keberadaan media lokal sebagai subsistem
politik
lokal
membutuhkan
kuat
profesionalisme dan idealisme dasar. Tanpa
profesionalisme, itu tidak mudah bagi media
massa dengan teknik literasi untuk
mempertahankan mereka percaya dari
masyarakat. Sebagai institusi bisnis, media
lokal harus meningkatkan kualitas manajemen
untuk mendukung seluruh perusahaan media
massa dapat dilakukan dengan meningkatkan
kesejahteraan pekerja.
Berdasarkan kriteria produk media yang
paling dominan dan mudah di akses pada
media teknologi ialah dilihat dari kecanggihan
teknologi, penggunaan, dan nilai kredibel
(harga) yang dipakai peran individu dapat
dilihat dari skema dibawah ini:
c) Peran Individual media
Menurut Margareta A. Rahman (2015).
“ketika di akses literasi media digunakan oleh
banyak kalangan masyarakat.” Oleh sebab itu,
Grafik.4.3.Literasi Media Aksi Sebagai Peranan Individual Dalam Komponen Konten Media
N = 100
Televisi; 80
Teknologi Canggih Penggunaan
Mobile phone/smartphone; 85
Nilai Kredibel
Akses
Cinema (Film); 78
Internet; 78
Surat Kabar; 75
Radio; 77
Laptop; 62
Laptop; 62
Televisi; 46
Mobile phone/smartphone;
Komputer;
54Komputer;
54
54
Radio; 47
Surat Kabar; 52
Internet; 45
Cinema (Film); 43
Cinema (Film); 35
Internet; 33
Mobile
Radio;
30 phone/smartphone; 31
Surat
Komputer;
24 22Laptop; 24 Cinema (Film);
Radio; 23
Surat 22
Kabar;Kabar;
23 25 Internet; 22
Komputer;
Televisi; 20
Mobile phone/smartphone; 15
Laptop; 14
Televisi; 34
Agenda: Teknologi canggih ≤ 20% akses di kuantitativekan; Membantu ≤ 30% akses di kuantitativekan; dan
Kredibel ≤ 50% akses di kuantitativekan, apabila ≤ akses di kuantitativekan dengan total nilai
akses seluruh produk dapat dikatakan sebagai literasi media “melek” media.
Sumber: Data primer penelitian (diolah), 2017.
d) Peran komunitas media
Konsep dan pengetahuan ini membentuk peran
perilaku sebagai individu kelompoknya
(komunitas) secara langsung maupun tidak
langsung memberi efek pengguna literasi
media tersebut. Peran individu kelompok ini
saling menjaga dan memberi wawasan tentang
tujuan dan manfaat literasi media ini. Dengan
demikian, pertanyaannya mana yang memberi
dampak sangat rentan dari segi negative “situs
negative” dalam pemakaiannya yang dapat
disalahgunakan dalam kerangka kerja
merugikan pihak lain dengan menggunakan
berbagai kecanggihan teknologi, perilaku
pengguna, dan nilai kredibel (harga) yang
dipakai individu (konsumen / penikmat) yang
merupakan sumber informasi dan ilmu
pengetahuan dari penyiaran program konten
media "digital media dan informasi literasi
adalah literasi komunikasi massa, seperti
televise maupun komputer, kemudian sisi
lainnya adalah laptop, radio, internet, mobile
phone (smartphone), cinema (film), dan surat
kabar.
Secara sederhana dikatakan bahwa media
komunitas (community media) yang memiliki
kualitas pelayanan informasi merupakan
dengan bentuk pada jenis media (cetak
maupun elektronik media) yang selalu hadir
didalam
lingkungan
masyarakat
atau
komunitas tertentu dan dikelola oleh dan
diperuntukkan bagi warga komunitas tertentu.
Itulah karakter utama dari media komunitas itu
(Pawito 2007).
Masyarakat yang terdiri dari komunitas yang
berbeda–beda dalam konsep memahami
pengguna literasi digital media maupun
informasi literasi dengan topik aksi
pengetahuannya tentang literasi digital media
dan informasi literasi ini dapat temukan digital
media menjadi pilihan utama untuk dijelaskan
sebagai mediasi peran individu kelompoknya:
Grafik.4.4.Literasi Media Aksi Sebagai Peranan Komunitas Dalam Komponen Berita Kriminal Media
Massa
N = 100
Teknologi Canggih
Televisi; 90
Perilaku Penggunaan
Nilai Kredibel
Akses
Komputer; 90 Laptop; 89
Radio;
88 phone/smartphone;
Mobile
86
Internet; 87
Cinema (Film); 78
Televisi; 50
Laptop; 58
Radio; 57
Komputer;
Mobile phone/smartphone;
53 55
Televisi; 40
Internet; 55
Surat Kabar;
Surat52Kabar; 52
Cinema (Film); 45
Komputer; 35
Mobile
Radio;
31 phone/smartphone; 33
Laptop; 31 Cinema (Film); 33
Internet; 32
Surat Kabar; 25
Surat
Cinema (Film);
22 Kabar; 23
Televisi; 10
Mobile
14
Radio;
12 phone/smartphone;
Komputer; 10 Laptop; 11
Internet; 13
Agenda: Teknologi canggih ≤ 20% akses di kuantitativekan; Membantu ≤ 30% akses di kuantitativekan; dan
Kredibel ≤ 50% akses di kuantitativekan, apabila ≤ akses di kuantitativekan dengan total nilai
akses seluruh produk dapat dikatakan sebagai literasi media “melek” media.
Sumber: Data primer penelitian (diolah), 2017
Hasil Temuan 3: Komunikasi Massa dalam
studi kriminologi sebagai perencanaan
komunikasi
Setiap institusi mempunyai fungsinya sendiri,
demikian pula dengan media massa sebagai
institusi sosial mempunyai fungsi penting dalam
komunikasi massa. Adapun lima fungsi media
menurut penulis adalah, yakni mengamati
lingkungan atau dengan kata lain perkataan
berfungsi sebagai penyaji berita atau penerangan.
Dalam hal ini media massa harus memberikan
informasi yang obyektif kepada pembaca,
pendengar, atau pemirsa mengenai apa yang
terjadi di dunia. Dalam kaitan ini fungsi utama
media massa adalah sebagai penyebar teknologi
dan informasi kepada khalayak.
Salah satu media dalam komunikasi massa yang
paling besar pengaruhnya terhadap pembentukan
opini publik adalah televisi. Televisi berperan
besar dalam proses demokratisasi sebuah negara.
Dalam kasus jelang Pemilihan Presiden Republik
Indonesia beberapa waktu lalu, media televisi
memfokuskan perhatian masyarakat pada
kampanye yang sedang berlangsung serta berbagai
informasi seputar calon presiden dan isu politik
lainnya. Dalam perspektif demokrasi, televisi
merupakan salah satu media yang berfungsi
sebagai penyangga. Televisi dapat menyediakan
informasi politik sehingga bisa dipergunakan oleh
masyarakat dalam menentukan pilihan politiknya.
Dalam proses demokratisasi, dengan kontrol
publik pada sistem penyiaran media massa di
Indonesia saat ini sangat menggantungkan diri
pada program berita yang ditayangkan oleh
stasiun televisi untuk mendapatkan informasi
dalam proses perjalanan Indonesia menjadi negara
demokratis. Kultur penyiaran berita media yang
dibangun oleh media televisi seharusnya lebih
diarahkan kepada promosi mengenai demokrasi
dan pembentukan masyarakat yang lebih
bertanggung jawab. Dalam teori ekonomi politik
media menurut McQuail (1946) dengan
kepemilikan media menyumbang akibat bagi
keburukan masyarakat. Perspektif ekonomi politik
melihat bahwa media tidak lepas dari kepentingan
pemilik modal, negara atau kelompok lainnya.
Media menjadi alat dominasi dan hegemoni
masyarakat. Akibat dari monopoli kepemilikan
media massa yang dikhawatirkan dapat hitam
penyiaran media massa, dengan berbagai kontrol
peran media dan khalayak media
sebagai
serangkaian penegakan hukum pers dan pilihan
rasional bagi konsumen media massa (Dwita
2016).
Fungsi lain dari media massa dengan istilah
agenda settings media adalah, sebagai sarana
pemberitaan penyiaran media massa yang ada
dilingkungan media lengkap dengan telaah
komunikasi massa. Dengan kebutuhan media
massa memerlukan sebagai koreksi antara digital
media dan informasi literasi yang diperoleh pada
kualitas pelayanan informasi masyarakat pada
kebutuhan
khalayak
sasaran,
karenanya
pemberitaan atau komunikasi lebih menekankan
pada
seleksi,
evaluasi
dan
interpretasi
(Yodiansyah, 2017).
Penulis Artikel (Yodiansyah, 2017) dengan secara
akses pengalaman maupun aksi pengetahuan dapat
menunjukkan akses teknologi informasi media
dapat membantu aksi mediasi pengetahuan
masyarakat
(society)
terhadap
paradigma
komunikasi dengan maksud dan tujuan kehidupan
bangsa dan bernegara serta dapat menilai
ditambahkan sebagai persyaratan needs value
(ideologi pancasila dan demokrasi).
Literasi digital media dan informasi literasi adalah
serangkaian unsur-unsur loyalitas khalayak untuk
mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan
strategi kontruksi pesan secara detail berbagai
bentuk literasi secara luas. Literasi media
merupakan kemampuan untuk menciptakan
makna pribadi dari (kode-kode sistem literasi
teknologi) menerangkan simbol verbal dan visual
yang kita dapat setiap hari dari media digital
televisi, iklan, film, dan media digital dan
sebagainya (Yodiansyah 2016).
Dalam memahami dan pengatahuan perilaku
(peran masyarakat dan pemerintah) dalam
pengawasan literasi media dapat diwujudkan
melalui berbagai cara:
1. Konten penyiaran media massa “isi dan
program penyiaran" literasi media dalam
membentuk perilaku sebagai produk penyiaran
media yang dapat digunakan kapan dan
dimana pun berada yang dominan anda/sdr/I
dengan konten program penyiaran media
“Literasi digital media dan informasi literasi
dengan aksi sebagai proses literasi perilaku
pengguna pada bidang kajian analisis data
yang komponen sebagai studi kriminologi
kriminal yang dikenal dengan nama
"Cybercrime.” Dengan proses perilaku digital
media menunjukkan aspek literasi perilaku
pengguna media yang dominan digunakan
khalayak media massa, sebagai berikut:
Grafik.4.5.Tingkatan Literasi Media Aksi Sebagai Perilaku Pengguna Dalam Komponen Studi Kriminologi
Kriminal Pada Media Massa
N = 100
41 - 56 th; 4
41 - 56 th; 16
41 - 56 th; 7
41 - 56 th; 14
41 - 56 th; 4
41 - 56 th; 3
41 - 56 th; 39
41 - 56 th; 13
36 - 40 th; 3
36 - 40 th; 5
36 - 40 th; 9
36 - 40 th; 3
36 - 40 th; 4
36 - 40 th; 18
36 - 40 th; 43
36 - 40 th; 15
26 - 35 th; 6
26 - 35 th; 5
26 - 35 th; 4
26 - 35 th; 5
26 - 35 th; 4
26 - 35 th; 40
26 - 35 th; 4
26 - 35 th; 32
21 - 25 th; 4
21 - 25 th; 4
21 - 25 th; 9
21 - 25 th; 11
21 - 25 th; 8
21 - 25 th; 41
21 - 25 th; 12
21 - 25 th; 11
13 - 20 th; 3
13 - 20 th; 8
13 - 20 th; 5
13 - 20 th; 15
13 - 20 th; 13
13 - 20 th; 8
13 - 20 th; 15
7 - 12 th; 3
7 - 12 th; 5
Wacana Kriminalitas
Pelaku Kriminalitas
Korban Kriminalitas
Sumber Para Ahli Kriminalitas
Pengacara
Kepolisian
Jaksa
Penegakan Hukum
13 - 20 th; 33
7 - 12 th; 19
7 - 12 th; 6
7 - 12 th; 7
7 - 12 th; 9
7 - 12 th; 20
7 - 12 th; 31
Sumber: Data sekunder penelitian (diolah), 2017
Dengan demikian, generasi muda dapat
membangun dan menciptakan kesadaran akan
peran media dalam kehidupan bermasyarakat
yang berkelanjutan baik kuantitas maupun
kualitas, yang manfaatnya dapat dirasakan
langsung oleh para siswa sebagai generasi
muda (Paramita et al. 2015).
Sebagai sebuah entitas komunikasi bisnis,
penyelenggaraan operasional media massa
dapat dikatakan sangat mahal. Industri
penyiaran media massa juga beberapa konten
media juga merupakan sarana promosi
penjualan produk–produk kepada masyarakat.
Dengan demikian media massa merupakan
sarana pelengkap bagi bisnis modern dewasa
ini. Industri penyiaran media massa
merupakan sebuah entitas sosial artinya Media
massa harus mendapat dukungan masyarakat
melalui program penyiaran media massa
memerlukan literasi yang ditayangkan yang
bermanfaat buat bidang kajian analisis literasi
digital media dan informasi literasi dengan
topik pilihan rasional, bahkan televisi dengan
media massa lainnya merupakan entitas
budaya karena media massa turut berperan
sebagai kontrol peran penting dalam
mewujudkan
majunya
sebuah negara,
sekaligus bisa nenjadi alat edukatif yang
menarik dengan topik literasi masyarakatnya.
Masyarakat menganggap penting peran media
sebagai penyalur aspirasi nilai-nilai atau
warisan budaya media dari satu generasi pada
generasi berikutnya. Atau dengan kata lain
perkataan sebagai penyampai seni budaya dan
penunjang pendidikan dapat dikatakan bahwa
di negara berkembang yang rakyatnya belum
maju, komunikasi dalam banyak hal
merupakan sarana pembelajaran maupun
negara maju dengan pusat didominasi literasi
digital media dan informasi literasinya.
Peran media massa dalam kehidupan sosial,
terutama dalam masyarakat modern telah
memainkan peranan yang begitu penting.
Menurut McQuail (2002: 66) dalam bukunya
Mass Communication Theories, ada enam
perspektif dalam hal melihat peran media.
Melihat media massa seabagai window on
event and experience. Dugitak media
dipandang
sebagai
jendela
yang
memungkinkan khalayak melihat apa yang
sedang terjadi di luar sana. Atau media
merupakan sarana belajar untuk mengetahui
berbagai peristiwa.
Dari beberapa media dalam komunikasi
massa, media massa paling berpengaruh pada
kehidupan manusia. Ini disebabkan media
massa memiliki beberapa karakteristik yakni
dapat didengar sekaligus dilihat (audiovisual).
Media massa sebagai entitas politik artinya
bahwa media massa dipercaya memiliki
tindakan kemampuan yang kuat untuk
memengaruhi masyarakat dan membentuk
opini publik (Puspitasari et al. 2014).
2. Konten isi media massa sebagai literasi media
dengan tingkatan tanggapan literasi media
pada aksi sebagai studi kriminologi dalam
berita kriminal dalam mengakses ditinjau dari
usia responden dapat dilihat dalam grafik
dibawah ini:
Grafik.4.6.Tingkatan Tanggapan Literasi Media Aksi Sebagai Studi Kriminalogi Dalam Berita Kriminal
Pada Media Massa
N = 100
41 - 56 th; 5
41 - 56 th; 4
41 - 56 th; 9
41 - 56 th; 36
36 - 40 th; 6
36 - 40 th; 9
36 - 40 th; 45
36 - 40 th; 23
36 - 40 th; 17
26 - 35 th; 15
26 - 35 th; 17
26 - 35 th; 4
21 - 25 th; 4
41 - 56 th; 46
26 - 35 th; 35
26 - 35 th; 29
21 - 25 th; 13
21 - 25 th; 26
21 - 25 th; 4
13 - 20 th; 11
13 - 20 th; 16
13 - 20 th; 25
13 - 20 th; 10
Tingkat I
Tingkat II
Tingkat III
Tingkat IV
Tingkat V
21 - 25 th; 53
13 - 20 th; 38
7 - 12 th; 14
7 - 12 th; 10
7 - 12 th; 10
7 - 12 th; 56
7 - 12 th; 10
Agenda: Tingkat pertama isu kriminalitas; tingkat kedua isu penegakan hukum; tingkat ketiga isu wacana
kriminalitas; tingkat keempat isu identifikasi kriminalitas; dan tingkat kelima isu pengadilan hukum
dengan total responden berjumlah 100 sample responden.
Sumber: Data sekunder penelitian (diolah), 2017
Tradisi budaya belajar dan nilai–nilainya dapat
dilihat secara pola komunikasi, cara berulang
dalam pemikiran, merasa, dan bertindak
dengan kata lainnya pilihan makna dengan
asumsi pilihan dan memberikan pedoman
perilaku perencanaan (Marini 2012). Dengan
demikian, pedoman perilaku mengandung
pesan dengan multimakna dalam budaya
media, seakan–akan menimbulkan perilaku
(commo sense) (Kriyantono 2007). Apakah
makna mitos atau fakta yang dijadikan
konotasi dan denotasi studi kriminologi dalam
mengunkap informasi olahan data berdasarkan
kriteria perencanaan komunikasi untuk
memperkuat revitalisasi akses (access),
interprestasi perilaku “pengguna media”
literacy (behavior), menciptakan persuasi
komunikasi (persuasive) makna bidang
tertentu, mencerminkan motivasi nilai
(cultural) budaya media, kompetensi atau
skills (competence), dan akses umum (publics
acces) (Yodiansyah 2016).
3. Konten produk literasi media mana dan
dominan digunakan oleh anda/sdr/I dengan
konten isi tingkatan tanggapan pemberitaan
kriminalitas dalam literasi media massa aksi
sebagai studi kriminologi kriminal dalam
penegakkan
hukum
berasumsi
dalam
diskursus publiknya. Dengan tanggapan
sebagai berikut:
Grafik.4.7.Tingkatan Tanggapan Pemberitaan Kriminal Dalam Literasi Media Massa Aksi Sebagai Studi
Kriminologi Kriminal Dalam Penegakkan Hukum
N = 100
41 - 56 th; 1
41 - 56 th; 2
41 - 56 th; 1
41 - 56 th; 1
41 - 56 th; 21
41 - 56 th; 11
41 - 56 th; 24
36 - 40 th; 31
36 - 40 th; 3
36 - 40 th; 3
36 - 40 th; 1
36 - 40 th; 3
36 - 40 th; 5
26 - 35 th; 35
26 - 35 th; 20
21 - 25 th; 10
21 - 25 th; 2
21 - 25 th; 3
21 - 25 th; 7
21 - 25 th; 12
13 - 20 th; 0
7 - 12 th; 0
36 - 40 th; 32
36 - 40 th; 22
26 - 35 th; 5
26 - 35 th; 11
26 - 35 th; 5
26 - 35 th; 7
26 - 35 th; 10
26 - 35 th; 7
13 - 20 th; 8
13 - 20 th; 9
13 - 20 th; 3
41 - 56 th; 39
21 - 25 th; 22
21 - 25 th; 21
21 - 25 th; 23
Perilaku
Korban
Sumber Ahli
Pengacara dan KHUP
Kepolisian
Pengadilan dan Prosedur
Proses Tindakan Hukum
Proses Pengadilan
13 - 20 th; 17
13 - 20 th; 11
13 - 20 th; 21
7 - 12 th; 6
7 - 12 th; 23
7 - 12
PADA SISTEM KRIMINOLOGI KRIMINAL
Hefri Yodiansyah*
Nanik Yuzalmi
*Yayasan Pendidikan Persada Bunda Pekanbaru, Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu
Komunikasi, Jalan Diponegoro No 42. email: [email protected].
Yayasan Pendidikan Persada Bunda Pekanbaru, Akademi Sekretari dan Manajemen (ASM), Jalan Diponegoro No 42.
email: [email protected].
Abstrak. Literasi media sangat dibutuhkan agar masyarakat menjadi cerdas harus memiliki kemampuan untuk
mengolah transmisi pesan komunikasi dalam wacana komunikasi massa. Dalam demokrasi saat ini akan sulit
ditegakkan, jika masyarakatnya tidak literasi media. Kompetensi literasi media sebagai syarat utama dalam mengelola
kemampuan menganalisa struktur pesan media informasi dalam menghasilkan “studi kriminalogi berita kriminal”
yang media dengan sumber beritanya, akibatnya perencanaan komunikasi sebagai kerangka konseptual dalam proses
pembuatan transmisi pesan pada kontruksi realitas literasi media. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif dengan paradigma interpretative. Pertama, telah menemukan content media; studi kriminalogi pada
transmisi informasi bahkan mengalami efek budayanya. Kedua, Kompetensi akses media aksi memberikan kontribusi
pendidikan kriminalogi pada literasi media massa ini sangat berguna bagi kehidupan masyarakat. Dan persyaratan
utama yang harus ditaati adalah bagaimana literasi media dipergunakan dengan regulasi pengetahuan dan mempelajari
kontek bidang tertentu. Ketiga, Kemampuan menganalisa struktur pesan dalam mendayagunakan konsep dasar ilmu
pengetahuan untuk memahami konteks dibidang tertentu. Keempat, Peranan masyarakat yang dapat pola komunikasi
dengan media transmisi informasi dalam menghasilkan “pendidikan kriminalogi pada aspek berita kriminal”. Kelima,
Rangkaian regulasi media massa yang dapat memotivasi penggunanya (bentuk temuan; tipologi konstruksi, ontologis,
epistemologis, dan aksiologis) berbagai literasi media massa dan kompetensi untuk memahami efek media komunikasi
dimasa depan.
Kata Kunci : Media, Kriminologi Kriminal
Mass Media Literacy Access On Planning Communication Of Criminology Crime System
Abstract. Media literacy is needed for the community to be intelligent must have the ability to process the
transmission of communication messages in the discourse of mass communication. In today's democracy will be
difficult to enforce, if the community is not media literacy. The competence of media literacy as the main requirement
in managing the ability to analyze the structure of information media message in producing "criminal news criminal
study" which media with news source, as a result of communication planning as a conceptual framework in the
process of making message transmission on the construction of media literacy reality. The method used in this
research is qualitative method with interpretative paradigm. First, have found media content; Criminal studies on the
transmission of information even experience its cultural effects. Secondly, the competence of media access for action
contributes criminal education to media literacy is very useful for people's lives. And the main requirement that must
be adhered to is how media literacy is used with the regulation of knowledge and studying the context of a particular
field. Third, the ability to analyze the structure of the message in utilizing the basic concepts of science to understand
the context in a particular field. Fourth, the role of society that can pattern communication with media transmission of
information in producing "criminal education on aspects of criminal news". Fifth, a series of mass media regulation
that can motivate users (form of findings, typology of construction, ontological, epistemological, and axiological)
various media literacy and competence to understand the effects of communication media in the future.
Keywords: Media, Criminology Crime
*Korespondensi: Hefri Yodiansyah, S.Sos, M.I.Kom. Yayasan Pendidikan Persada Bunda Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Komunikasi, Jln. Diponegoro No. 42, Riau, Pekanbaru 28116. Email:
[email protected]
PENDAHULUAN
Pada abad teknologi dan informasi saat ini,
memberi kemudahan kita mengakses media
informasi dan komunikasi memberi sinyal kepada
siapa saja, dimana saja, kapan saja, oleh siapa
saja, dan akhirnya memberi feecback bagi literasi
media itu. Kemudahan tersebut dapat kita rasakan
bagaimana literasi media itu antara teknologi dan
informasi tersirat multimakna budaya. Dalam
peranan teknologi dan informasi bagi peran
pemberitaan kriminal pada media massa sebagai
salah satu feecback perubahan budaya dalam
memperlihatkan multimakna budaya media pada
sasaran komunikasi budaya media massa. Prospek
kedepannya makna komunikasi budaya media ini
berguna untuk mempelajari, media, komunikasi,
dan kriminalogi kriminalitas dalam mengakses
literasi media massa. Oleh karena itu, perlu
diaplikasikan ke dalam suatu formulasi makna
komunikasi “frame” bingkai berita media untuk
memberikan pedoman literasi “melek” tentang
analisis multimakna komunikasi budaya dalam
memaknai proses literasi media massa dan
tanggapan dengan tingkatan media massa untuk
memperkenalkan
sebagai
proses
metode
penelitian dalam perencanaan komunikasi. Proses
metode penelitian tersebut dalam aktualisasinya
dengan arti penting dan utama dalam perencanaan
komunikasi itu dengan memperlakukan teknologi
dan informasi yang layak bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Sehingga literasi media ini amat penting dalam
kehidupan
masyarakat
sebagai
pusat
perkembangan literasi media massa. Dapat
diamati bahwa literasi media massa merupakan
serangkaian cara pandang seseorang dalam
memanfaatkan secara efektif dan efisien, ketika
media komunikasi dipergunakan oleh lapisan
masyarakat
secara
aktif,
untuk
dapat
menginterpretasikan makna dari pesan–pesan
yang ada di dalam media massa itu. Literasi media
massa menunjukkan metode dan tingkatan saling
menanggapi seseorang dalam menggunakan
media massa itu di dalam kehidupannya sehari–
hari. Sudut pandang media massa dan komunikan
media ini dibentuk dalam berbagai fenomena
literasi media massa dalam mengakses literasi
media massa yang digunakannya.
Dengan demikian, media massa seringkali
memberikan bentuk konten media komunikasi
dengan berbagai macam pengetahuan yang telah
terstruktur dalam pemaknaan komunikasi sebagai
suatu cara membentuk konten budaya dalam
komunikasi lintas budaya (makna; perencanaan
komunikasi).
Tidak semua yang ada di media massa dapat
dijadikan pedoman umum yang baik, pasalnya
banyak masyarakat dalam mengatur dan
memproses pesan dalam transmisi informasi.
Berbagai macam bentuk makna media massa
sebagai pertukaran informasi dengan kegunaan
konten media massa itu, yang tidak layak diakses,
sehingga memberikan dampak media komunikasi
yang kurang memadai atau cukup buruk bagi
agenda publik pada media massa itu.
Kesempatan ini akses media komunikasi ini,
seringkali dinipulasi berbagai bentuk frame
diskursus publik pada media massa dalam literasi
medianya. Sebagai individu yang rentan terhadap
dampak negatif atau positif maupun pro–kontra
pada literasi media oleh media massa itu, yang
seharusnya kita pahami, kita pelajari, dan kita
evalusasi
strategi
komunikasinya
dengan
memanfaatkan teknologi dan informasi media
massa dengan menerapkan cara penggunaannya
yang sering mengalami dalam perubahan pesan
“studi kriminalogi”, ini berakibat timbulnya
proses adaptasi dengan pendidikan kriminalitas
dalam penegakkan hukum dengan perilaku
penggunanya, bahkan perilaku frame media massa
tersebut yang ditafsir dapat efektif dan efisien.
Tafsiran media massa sebagai literasi media massa
ini mendapat perhatian lebih ketika literasi media
digunakan atau muncul dihadapan publik.
Dengan fakta observasi dilapangan dengan data
pre-eliminary research telah dilakukan peneliti
dalam data penelitian ini pada focus discusions
research (FDR). Fakta tersebut memperlihatkan
efektifitas media massa sangat rentan ditinggalkan
oleh seseorang individu dengan individu lainnya,
dengan pola komunikasi dalam perencanaan,
penyajian atau prosedur, dan evaluasi penyajian
pesan komunikasi dengan konten bidang
kriminalogi pada aspek kriminalitas penegakkan
hukum tertentu.
Karena kesulitan atau ketidakpahaman seseorang
dalam
perencanaan
komunikasi
yang
dilakukannya. Pola komunikasi ini membentuk
dinamika sosial dalam bidang kriminalogi
kriminalitas media massa ini lengkap dengan
pemberitaan kriminal pada konten media massa,
maupun dalam studi kriminalogi kriminalitas pada
media massa itu, dengan menyebutkan bahwa
pihak–pihak yang berada disekitar lingkungan
kiranya kurang menyadari permasalahan literasi
media (melek media) tanpa perencanaan
komunikasi.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui literasi
media massa dengan teknologi dan informasi pada
studi kriminalitas pada media massa dan juga
termediasi berbagai pemberitaaan pada media
massa yang dilakukan oleh masyarakat terkait
konsumsi media teknologi dan informasi tidak
sekedar sebagai pengguna atau penikmat atau
khalayak (komunikan) saja. Namun lebih
bagaimana pola komunikasi itu diwacanakan
lewat frame pemberitaan medianya.
Dalam menggunakan framing dengan framework
dengan topik literasi wacana komunikasi dalam
pemberitaan media dengan metodologi penelitian
yang digunakan adalah dengan data kualitatif
secara deskriptif dengan FDR (focus discusions
research) dengan memberi telaah tindakan
kriminalogi bahkan kajian mengenai akses literasi
media dengan kategori bidang berita kriminalitas
media massa, kemudian dapat disimpulkan
permasalahan literasi media ini memiliki arti
penting dalam kehidupan manusia sebagai syarat
utama yang mutlak penting dari rangkaian literasi
media tersebut. Sebagai analisa data untuk
memperoleh data itu sebagai tingkatan literasi
media dalam studi kriminalogi pada kriminalitas
mengakses perencanaan komunikasi.
Literasi media teknologi dan informasi pada pihak
yang masih tergolong masih dikatakan rendah
(commo sence). Peran media, industry media,
komunitas media, bahkan individu itu sendiri
mengalami perbedaan dalam menafsirkan literasi
media dalam akses literasi media itu yang
dihasilkan oleh kriteria kriminalitas itu. Ketika
tidak dilakukan FDR kemudian dapat dilakukan
proses literasi media dengan menampilkan
bentuk–bentuk konten “studi kriminalogi pada
aspek kriminal” pada media massa. Disinilah,
akses literasi media aksi dapat dipahami sebagai
serangkaian tindakan kemampuan mempelajari,
media, komunikasi, dan kriminalogi kriminalitas
mengenai frame sumber berita dalam studi
kriminalogi pada media massa. Dalam
memanfaatkan dan memberi akses positif
berdampak pada mengkomunikasikan pesan–
pesan dengan (symbol–symbol) yang diberikan
oleh media massa dengan “literasi” melek
medianya (media edukasi maupun edukasi media)
(Druick 2016).
Akses media aksi adalah tindakan aksi
kemampuan manusia berhadapan dengan media
konten “studi kriminalogi pada aspek kriminal
media massa“ dengan kontek budaya dan
kesadaran diri dalam berbudaya mulai dari diri
sendiri, keluarga, kawan–kawan, dan bahkan
berbagai pihak yang membutuhkan media aksi
tertentu dengan melek medianya.
Kompentensi akses media aksi disinilah,
persyaratan utama dalam memberikan kontribusi
literasi media massa ini sangat berguna bagi
kehidupan masyarakat.
Dan persyaratan pendamping yang harus ditaati
adalah bagaimana literasi media dipergunakan
dengan sehat dan teratur.
Dengan
teori
strukturalisasi
tingkat
konstruktivisme struktural tentang kriminalogi
adalah merupakan rangkaian literasi media yang
dapat memotivasi dan mempermudah dalam
kontek studi kriminalogi pada kriminalitas aspek
pemberitaan media massa, bahkan audien dengan
edukasi kriminalogi media massa itu sendiri.
Sering memiliki peran dalam pendidikan
kriminalogi pada studi kriminal pada usia dengan
kriteria literasi media, dari masa ke masa atau
zaman ke zaman selagi penikmat media (melek
media) masih menggunakan media berita kriminal
tersebut, disusun berdasarkan kebutuhan yang
telah diatur oleh pihak–pihak baik itu, peran
pemerintah, peran industri media, peran individual
media, bahkan peran komunitas media massa saat
ini. Alhasil, peranan literasi media pihak media
tersebut dapat mengawali proses perencanaan
komunikasi
saling
melengkapi
dalam
perkembangan konten isi “studi criminal” dan
program media massa yang begitu banyaknya
dilihat dari kebutuhan manusia begitu banyak.
Sehingga berdampak pada aspek kegunaan media
massa dan penikmat media massa sebagai hal
rencana aksi literasi media ini.
Peran pemerintah dalam hal ini untuk
mewujudkan tindakan kemampuan aksi individu,
dan individu dalam komunitas media dalam
perencanaan komunikasi pada tatanan tindakan
aksi pada literasi media massa. Peranan ini disini
dimaksud dengan perencanaan “edukasi maupun
manajemen sumber daya manusia” dari konten
literasi media massa yang berbau dengan konten
isu media massa itu dalam literasi media massa.
Kominfo dalam hal ini selalu memberikan peran
perencanaan komunikasi terhadap perkembangan
media massa. Kemudian Peran Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) Pusat dan didaearah adalah KPID
memberi wahana pengawasan penyiaran media
massa yang berdampak dengan konten media
massa yang berbau penyiaran media massa
negative. Hal ini berkaitan dengan laporan
tanggapan masyarakat tentang penyiaran media
massa yang akan dievaluasi kontennya, sehingga
layak di komsumsi masyarakat.
Peran industri media massa ialah pengelola media
massa, baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap konten media tersebut.
Memberikan kontribusi literasi media dalam
edukasi (pendidikan) dengan memanfaatan konten
media dengan melek medianya. Namun peran ini
mungkin belum dirasakan oleh masyarakat
tentang rencana aksi media ini sendiri dalam
mencerdaskan kehidupan orang banyak khalayak
dimasa akan datang.
Peran individu adalah cara pandangan manusia
dengan suatu cara mempelajari strategis
komunikasi mengenai elemen framing dalam
mewacanakan bidang tertentu media memberi
akses positif dalam mengkomunikasikan pesan–
pesan (symbol–symbol) yang diberikan oleh media
massa dengan literasi melek medianya. Ini
tentunya memerlukan peran pendidikan orangtua,
peran berbagai pihak. Mulai dari konten media
massa sebagai literasi media sebagai wujud
penggunaan literasi media itu sendiri.
Peran komunitas media merupakan rangkaian
peranan komunikasi baik itu komunikator, pesan–
pesan media seperti; produk, tempat, harga,
bahkan waktu, media sebagai transfer teknologi
dan informasi sebagai daya tarik, komunikan
(audien) sebagai penikmat bahkan dapat jadi
menjadi pengguna media konten media itu.
Media aksi disini dapat dimaksud untuk memberi
tindakan aksi dalam kemampuan bagaimana
perencanaan komunikasi mempelajari, oleh
media, oleh komunikasi, oleh dalam bidang
kriminalogi kriminal. Mengenai sistem wacana
komunikasi pada media massa memberi akses
pesan positif dengan asumsi penegakan hukum
dengan kriteria keberhasilan kinerja (wacana: pro
dan kontra) membentuk opini dengan teknik
mengkomunikasikan
dengan
pesan–pesan
(symbol–symbol) yang diberikan oleh media
tersebut dengan literasi media sesuai dengan
melek medianya.
Sejalan dengan teori kultivasi yang dikemukakan
oleh Gerbner (West & Turner, 2010) yang
mengatakan bahwa: analisis kultivasi adalah
sebuah teori yang memprediksikan dan
menjelaskan formasi dan pembentukan jangka
panjang dari persepsi, pemahaman, dan keyakinan
mengenai bagaimana frame wacana media massa
ditampilkan sebagai sebab – akibat dari konsumsi
akan pesan–pesan media massa. Analisis kultivasi
wacana komunikasi massa menunjukkan bahwa
komunikasi media massa, terutama konten “isi
dan programnya” media massa mengalami
mengkultivasi keyakinan tertentu mengenai
kenyataan yang dianggap sebagai suatu yang
umum oleh konsumen komunikasi massa.
Tindakan dalam kemampuan konten media massa
menimbulkan akses kulturasi budaya dalam
perilaku budaya media berdasarkan asumsi dan
fenomena masyarakat yang dipaparkan diatas,
mengenai berbagai efek media massa serta kondisi
konsumsi media massa itu sendiri pada
tingkatannya dalam menimbulkan kepercayaan
diri sendiri yang tidak sejalan dengan kesadaran
diri akan literasi (melek) media massa, peneliti
tertarik untuk meneliti fenomena literasi media
massa dalam kajian kriminal dalam studi
kriminalogi dalam taraf keberhasilan kinerja
diterima sepenuh maupun keberhasilan kinerja
tidak diterima sepenuh pada perencanaan
komunikasi. Sehingga penulis mengambil judul
artikel “Akses Literasi Media Cetak Dalam
Perencanaan
Komunikasi
Pada
Sistem
Kriminologi Kriminal / Mass Media Literacy
Access On Planning Communication Of
Criminology Crime System."
METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kualitatif dengan paradigma
interpretative (Moleong, L. J, 2011 & McQuail
2013). Jenis penelitian yang digunakan oleh
peneliti adalah penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif digunakan peneliti untuk menggali
secara terperinci keterampilan literasi media
massa pengguna media seperti mencakup tingkat
konsumsi literasi media, interpretasi terhadap
media, dan kritik serta tindakan yang dilakukan
oleh peran berbagai pihak dalam masyarakat
(society) dalam memediasi antara literasi media
aksi dan pihak pengguna literasi media massa.
Penentuan responden dilakukan dengan purposive
sampling. “Teknik ini mencakup orang–orang
yang diseleksi atas dasar kriteria–kriteria tertentu
yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan
penelitian” (Kriyantono, 2006). Dalam memilih
responden, peneliti melakukan pre-eliminary
research terlebih dahulu untuk menentukan calon
responden yang memenuhi kriteria tersebut.
Pre-eliminary research telah dilakukan peneliti
pada focus discusions research (FDR). Peneliti
memilih kriteria responden, agar penelitian ini
memiliki kriteria–kriteria dengan pertimbangan
karena beberapa dosen, dan mahasiswa, guru serta
siswa yang bersedia untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini. Setelah peneliti melakukan preeliminary
research,
didapatlah
beberapa
responden yang memenuhi kriteria–kriteria
sebagai sumber data penelitian. Sumber data
peneliti berupa data primer dan data sekunder.
1) Data primer adalah data yang diperoleh dari
sumber data utama di lapangan. Sumber data
ini bisa responden atau objek riset, dari hasil
pengisian quisioner penelitian (Kriyantono
2007 & Kriyantono, 2010) terhadap objek
penelitian yaitu responden dengan kriteria
pengguna literasi media.
2) Data sekunder, yaitu data tambahan yang
berfungsi sebagai pelengkap atau pendukung
data utama sebagai subjek penelitian. Sumber
data sekunder dalam penelitian ini diperoleh
dari wawancara terhadap significant other's
responden utama, yaitu usia 7–12 tahun
dengan kategori anak–anak, usia 13–20 tahun
dengan kategori anak remaja, usia 21–25
tahun dengan kategori remaja, usia 26–35
tahun dengan kategori remaja dewasa, serta
usia 36–40 tahun dengan kategori dewasa, usia
41–56 tahun dengan kategori dewasa
orangtua.
Peneliti menentukan kriteria data penelitian
sebanyak 100 responden dikarenakan responden
tersebut mewakili kriteria–kriteria sebagaimana
dipaparkan dalam teknik pemilihan responden
yaitu berdasarkan usia 7 – 56 tahun mulai dari
anak sampai dengan dewasa. Selain kriteria
tersebut, orang responden tersebut dipilih karena
mereka memiliki keterbukaan terhadap peneliti,
sehingga memudahkan peneliti untuk menggali
informasi sebanyak mungkin (Yodiansyah 2016).
Responden tersebut juga memiliki latar belakang
sosial seperti tingkat pendidikan, jenis pekerjaan,
dan usia yang berbeda–beda. Pemilihan kriteria
responden dimaksudkan untuk mendapatkan
keberagaman data.
Teknik analisis data yang dilakukan oleh peneliti
dijabarkan sebagai berikut:
a) Seluruh hasil pengisian quisioner penelitian
menjadi data primer penelitian dengan kriteria
pengguna literasi media.
b) Seluruh hasil wawancara akan dicatat oleh
peneliti sebagai data sekunder penelitian.
Catatan tersebut akan diubah menjadi sebuah
transkrip wawancara atau narasi yang
memudahkan peneliti untuk menganalisis.
c) Peneliti membuat pengkategorian dan data
dari transkrip wawancara akan dimasukkan ke
dalam pengkategorian yang telah dibuat.
d) Peneliti mencari hubungan antar kategori.
e) Peneliti
menyederhanakan
mengintegrasikan data dan teori
membantu analisis peneliti.
dan
untuk
Untuk menguji kebenaran dan kejujuran dalam
mengungkapkan realitas, penulis menggunakan
triangulasi sumber. Triangulasi sumber adalah
membandingkan atau mengecek ulang derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari
sumber–sumber yang berbeda (Kriyantono, 2010).
Untuk memperkuat keabsahan data, peneliti juga
melakukan
wawancara
kepada
beberapa
responden sebagai informan wawancara. Hasil
wawancara ini kemudian akan dibandingkan
dengan data yang sudah didapat dari kategori usia
selama penelitian, sehingga data yang diperoleh
dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil temuan 1: Mempelajari literasi media
sebagai perencanaan komunikasi
Literasi media merupakan perkembangan rencana
komunikasi strategis memahami cara mengakses
(akses atau memahami), membentuk perilaku
literasi media maupun menghasilkan perilaku
sebagai identitas sosial dalam masyarakat
(menggunakan), dengan daya tarik teknologi dan
informasi yang bersifat persuasive komunikasi,
mengandung kompetensi, seperti keahlian dan
kemampuan
membangun
diri
dengan
mengembangkan keselarasan atau keseimbangan
kebutuhan literasi media (mempelajari), sebagai
wujud dari kulturasi budaya, yaitu ideologi dan
demokrasi berbangsa dan bernegara, ditengah
kehidupan masyarakat melek media (strategis
komunikasi) (Yodiansyah 2016). Media baru telah
mampu mengubah sistem politik Indonesia dari
rezim otoriter ke rezim demokratis (Holik 2011).
Karena komunikan (audien) benar–benar terlibat
secara aktif dalam mencari informasi (Rianto
2016).
Media aksi akses adalah suatu proses rangkaian
akses
dalam
memahami,
menggunakan,
mempelajari, dan strategis komunikasi itu. Media
aksi adalah konten media massa sebagai teknik
literasi media massa dalam menentukan pendapat,
ide, gagasan, dalam bentuk bidang kajian dengan
analisis wacana studi kriminalogi dalam perpektif
kriminal pada media massa.
Rencana media aksi pengetahuan ialah
kemampuan seseorang yang dimiliki diri sendiri
menggunakan pengetahuan dan pemahaman
literasi media massa berdasarkan kategori usia dan
pekerjaan manusia itu sendiri, dan mampu
mencerdaskan dan menginovasi secara efektif dan
efisien. Perencanaan komunikasi ini merupakan
pengembangan diri dari media aksi yang mampu
mengakses literasi “melek” media yang mudah
dipahami orang lain secara sehat dan teratur.
Memiliki kontribusi pengetahuan dan pemahaman
sebagai komponen kulturasi budaya media secara
cerdas dan bijaksana dalam kehidupan masyarakat
(Ilmu et al. 2012).
Perencanaan komunikasi akses merupakan
pengembangan diri dari media aksi yang mampu
mengakses literasi “melek” media. Dalam
perilaku literasi media keselarasan membangun
keseimbangan kebutuhan sebagai wujud dari
kuturasi media yang mampu membangun
perkembangan literasi media dalam membentuk
budaya media secara cerdas dan bijaksana dalam
kehidupan masyarakat (Imran 2010). Media massa
baru telah mampu meningkatkan kualitas
partisipasi politik di mana orang-orang lebih aktif
di ranah publik dan komunikasi politik yang lebih
interaktif. Partisipasi politik adalah modal politik
terbesar untuk negara dalam mengembangkan
kehidupan politik yang demokratis menjadi
dewasa. Sebenarnya, potensi politik tidak
sepenuhnya didukung oleh regul maya demokratis
(Holik 2011).
Peran industri media memberi dampak pasar
industri dalam perkembangan literasi digital
media dan informasi literasi dengan akses aksi
pada pengguna (khalayak pengguna) pada metode
perencanaan akses komunikasi dalam bentuk
komunikasi
yang
dapat
mengevaluasi
kemungkinan telaah kajian bidang analisis data
sebagai komponen media konten dalam literasi
media aksi ini.
Hasil temuan 2: Media massa sebagai
perencanaan komunikasi dalam studi
kriminalogi pada kriminal
Sebagai pembentuk pendapat umum peran media
massa selain untuk pemberitaan kepada
masyarakat juga berperan dalam pembentuk opini
publik. Media berperan aktif dalam meningkatkan
kesadaran politik rakyat. Hal ini didasarkan bahwa
selain isi pesan media massa memuat berita atau
uraian berita, juga pendapat – pendapat ini dapat
perorangan, lembaga media massa yang
kesemuanya itu isi pesannya bersifat umum
sehingga dapat menimbulkan reaksi pro dan
kontra dalam masyarakat. Pro dan kontra inilah
yang disebut sebagai pendapat umum.
a) Peran Media Aksi Dalam Studi Kriminalogi
dalam Pemberitaan Media Cetak
Perilaku membentuk identitas sosial dalam
masyarakat menilai makna komunikasi dengan
topik kompetensi perilaku literasi digital media
dan informasi literasi. Literasi digital media dan
informasi literasi pada keselarasan untuk
membangun kontruksi pesan dengan konsep aksi
secara kognitif yang sangat unik. Keseimbangan
kebutuhan kontruksi pesan sebagai wujud dari
kebutuhan media tertentu. Tertera literasi digital
media dan informasi literasi pada proses
komunikasi yang mampu membangun "literasi
digital media dan informasi literasi dalam
membentuk kompetensi diri ditengah masyarakat
yang majemuk. Seiring waktu literasi digital
media dan informasi literasi pada proses aksi
dapat dikonsumsi, saling membutuhkan dengan
kelerasaan media itu secara perpektif komunikasi
massa. Dengan memahami rangkaian strategi
media
massa
dalam
memberi
edukasi
pembelajaran pada semua umur dilihat dari bukti
respon literasi dengan kategori pengguna literasi
wacana. Dengan demikian, perkembangan ini
dapat dijadikan penelaahan implikasi konten
media tersebut. Peran program penyiaran pada
konten isi media massa sebagai perencanaan
komunikasi sebagai studi kriminalogi pada
kriminalitas sebagai literasi media dan informasi
literasi pada aspek konten “literasi digital media
dan informasi literasi yang dapat digunakan
dalam grafik dibawah ini:
Grafik.4.1. Literasi Media Aksi Sebagai Studi Kriminalogi Pada Peran Berita Kriminalitas Dalam
Komponen Konten Media Massa
N = 100
Teknologi Canggih
Membantu
Mobile phone/smartphone; 85
Televisi; 72
Kredibel
Akses
Surat Kabar; 85
Cinema (Film); 81
Cinema (Film); 55
Radio;
Mobile
53phone/smartphone;
Komputer;
53
53
Surat Kabar; 51 Internet; 47
Radio; 47
Komputer; 47 Laptop; 48
Internet;
35 35
Surat Kabar; 34 Internet;
Radio;
33 phone/smartphone;
Mobile
32 30 Laptop; 29
Komputer;
Televisi; 28
Cinema
(Film);
26
Komputer; 23 Laptop; 23
Laptop; 23
Televisi; 21
Radio; 20
Cinema (Film); 19
Mobile phone/smartphone; 15
Surat Kabar; 15 Internet; 18
Televisi; 51
Agenda: Teknologi canggih ≤ 20% akses di kuantitativekan; Membantu ≤ 30% akses di kuantitativekan; dan
Kredibel ≤ 50% akses di kuantitativekan, apabila ≤ akses di kuantitativekan dengan total nilai
akses seluruh produk dapat dikatakan sebagai literasi media “melek” media.
Sumber: Hefri Yodiansyah (2017), dengan data primer penelitian, 2017.
Peran tersebut dalam pengawasan konten “isi
dan program” literasi media massa yang
dominan
seringkali
digunakan
oleh
masyarakat secara terus–menerus, dalam
memahami literasi media ini peran tesebut
lebih kepada pengawasan yang dipakai oleh
individu.
Literasi informasi adalah mengetahui kapan
dan mengapa beberapa orang membutuhkan
informasi, dimana program digital media
dapat menemukannya, dan bagaimana
mengevaluasi,
menggunakan
dan
berkomunikasi dengan cara yang etis. Untuk
informasi yang ditransmisi lewat isi media
massa pada pemberitaan, seseorang harus
mampu mengenali kapan informasi perlu
memiliki
kemampuan
untuk
mencari,
mengevaluasi dan menggunakan secara efektif
informasi yang dibutuhkan. Biro Pendidikan
Internasional (Komisi Internasional tentang
Pendidikan untuk Abad ke-21), UNESCO
direkomendasikan
kurikulum
berbasis
kompetensi dengan empat pilar: belajar untuk
tahu, belajar melakukan, belajar untuk hidup
bersama, dan belajar untuk menjadi. Literasi
informasi memiliki peranan penting untuk
mencapai mereka (Hasugian 2008).
Peran pemerintah sebut saja Keminfo (2014)
tersebut memberi ruang pengguna literasi
media dalam mengakses media kontennya,
agar tidak berbenturan dengan nilai, norma,
aturan pokok dalam kehidupan bermasyarakat
di Indonesia. Hal ini terkait dengan
pengawasan melekat dalam penggunaan
konten (produk) media dari konten segi
negative (situs negative) yang terus beredar di
dunia maya. Dan begitu juga KPI dan KPID
dalam penyelenggaraan penyiaran media
elektronik sebagai filterisasi penyiaran yang
dikelola oleh media massa lewat pengaduan
pelaporan masyarakat. Serta peran Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak
dibidang penyiaran media elektronik.
Kehidupan masyarakat saat ini perlu kita
ketahui bahwa pertanyaan demikian, mana
konten yang dominan yang sering di akses
oleh masyarakat adalah dilihat dari
kecanggihan teknologi yang dipakai dapat
membatu individu (pemakai atau penikmat)
yang merupakan sumber informasi dan ilmu
pengetahuan dari konten media adalah konten
media, seperti mobile phone (smartphone)&
surat kabar, cinema (film), dan televise (West,
R., & Turner, L. H. 2010).
b) Peran industri media
Peran media industri dalam aksi merupakan
salah satu proses rangkaian literasi media yang
bertanggung jawab dan memiliki wewenang
secara langsung atau tidak langsung dalam
pengelolaan data dengan mencerminkan
ataupun menciptakan berbagai macam produk
konten komunikasi massa (Suryadi 2013).
massa yang harus di masa depan, baik sebagai
subsistem demokrasi atau sebagai pilar
industri (Yusuf 2011).
Peran industry media memberi dampak pasar
industry dalam perkembangan literasi media
terhadap kemampuan dan pengetahuan
pengguna (responden) dalam perencanaan
akses
komunikasi
sebagai
bentuk
mengevaluasi kemungkinan bahwa komponen
media konten dalam literasi media aksi ini
dapat memberi kontribusi dengan grafik
berikut ini:
Dalam artikelnya akan menguraikan pada tiga
topik terkait: pengamatan teoritis hubungan
media, demokrasi, dan proses menuju
demokratisasi lokal; menanggapi otonomi
daerah, peran media lokal di otonomi daerah
pada mediasi para pemimpin politik dan
konstituen; dan pentingnya peran media lokal
di demokratisasi. Proses di Indonesia, serta
untuk memberikan alternatif lokal media
Grafik.4.2.Literasi Media Aksi Sebagai Peranan Industri Dalam Komponen Konten Media
N = 100
Teknologi Canggih
Televisi; 100
Merk
Nilai Kredibel
Akses
Komputer; 100Laptop; 100
Internet; 89
Radio; 85
Mobile phone/smartphone; 77
Televisi; 50
Televisi; 30
Televisi; 20
Surat Kabar; 71
Internet; 64
Mobile
53 50 Laptop; 50
Radio;
50 phone/smartphone;
Komputer;
Radio; 35
Komputer; 30 Laptop; 30
Mobile
phone/smartphone;
2423
Mobile
phone/smartphone;
Komputer;
20 Laptop; 20
Radio; 15
Surat Kabar; 50
Surat Kabar; 29
Internet; 25
Surat Kabar; 21
Internet; 11
Cinema
Cinema
Cinema
Cinema
(Film);
(Film);
(Film);
0(Film);
0 0 0
Agenda: Teknologi canggih ≤ 20% akses di kuantitativekan; Membantu ≤ 30% akses di kuantitativekan; dan
Kredibel ≤ 50% akses di kuantitativekan, apabila ≤ akses di kuantitativekan dengan total nilai
akses seluruh produk dapat dikatakan sebagai literasi media “melek” media.
Sumber: Data primer penelitian (diolah), 2017
Peranan media industri dapat memberi pada
kontribusi dan distribusi terhadap kecanggihan
teknologi, merk, dan nilai kredibel produk
yang akan dihasilkannya. Hal ini terkait
dengan pemakaian produk “media konten” ini
dalam kehidupan masyarakat, namun pada
dasarnya secara langsung masyarakatlah yang
harus mengetahui dan memahami pemakaian
produk itu, agar terhindar dari pelanggaran
serta pengaduan pelaporan penyiaran media
tentang situs negative. Ditinjau dari
pertanyaan demikian, mana konten yang selalu
diminati oleh pasar industry adalah dilihat dari
kecanggihan teknologi, merk, dan nilai
kredibel (harga) yang dipakai individu
(konsumen)
yang
merupakan
sumber
informasi dan ilmu pengetahuan dari produk
adalah konten media, misalnya televise,
komputer dan laptop, selain itu ialah internet,
radio, mobile phone (smartphone), surat kabar,
serta cinema (film) tidak dikethaui datanya,
karena prospek cinema dapat diakses melalui
produk media lainnya. Mengingat kedudukan
media massa dalam perkembangan masyarakat
sangatlah penting, maka industri media massa
pun berkembang pesat saat ini. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya media massa yang
berada di Indonesia. Para pengusaha merasa
diuntungkan dengan mendirikan perusahaan
yang bergerak di bidang media massa seperti
ini. Hal itu disebabkan karena mengelola
perusahaan dengan industri berbagai jenis
spesifikasi mengelola media massa adalah
usaha yang akan selalu digemari masyarakat
sepanjang masa, karena sampai kapanpun
manusia akan selelu haus akan informasi.
media sosial untuk menjaga pembaruan
tentang pemilihan umum misalnya. Selain itu,
mereka juga mendapatkan informasi dari
orang tua mereka dan teman–teman dekat.
Menurut (Pattah 2014), sebagai “proses
pembelajaran.” Namun, mereka tidak dapat
mengidentifikasi informasi yang yang benar
atau tidak, sehingga mereka bergantung pada
orang di sekitar mereka untuk memastikan
apakah mereka melakukan keputusan yang
tepat (Rahman 2015).
Peran individu dapat kita ketahui di kehidupan
ini sebagai penggunaan media teknologi.
Peran individu di sini dimaksud dengan
memahami dan pengetahuan masyarakat
(audiens) tentang produk media dalam literasi
media yang dominan dan mudah dilakukan
masyarakat kapanpun, dimanapun, dan
siapapun dapat menggunakan produk ini.
Berdasarkan pertanyaan dengan tanggapan
bervariasi dimaksud demikian, mana yang
paling dominan dan mudah di akses pada
media teknologi ialah dilihat dari kecanggihan
teknologi, penggunaan, dan nilai kredibel
(harga) yang dipakai peran individu
(konsumen atau penikmat) yang merupakan
sumber informasi dan ilmu pengetahuan dari
konten media adalah konten media, misalnya
mobile phone (smartphone), televise, disisi
lainnya ialah cinema (film) maupun internet,
dan radio serta surat kabar.
Keberadaan media lokal sebagai subsistem
politik
lokal
membutuhkan
kuat
profesionalisme dan idealisme dasar. Tanpa
profesionalisme, itu tidak mudah bagi media
massa dengan teknik literasi untuk
mempertahankan mereka percaya dari
masyarakat. Sebagai institusi bisnis, media
lokal harus meningkatkan kualitas manajemen
untuk mendukung seluruh perusahaan media
massa dapat dilakukan dengan meningkatkan
kesejahteraan pekerja.
Berdasarkan kriteria produk media yang
paling dominan dan mudah di akses pada
media teknologi ialah dilihat dari kecanggihan
teknologi, penggunaan, dan nilai kredibel
(harga) yang dipakai peran individu dapat
dilihat dari skema dibawah ini:
c) Peran Individual media
Menurut Margareta A. Rahman (2015).
“ketika di akses literasi media digunakan oleh
banyak kalangan masyarakat.” Oleh sebab itu,
Grafik.4.3.Literasi Media Aksi Sebagai Peranan Individual Dalam Komponen Konten Media
N = 100
Televisi; 80
Teknologi Canggih Penggunaan
Mobile phone/smartphone; 85
Nilai Kredibel
Akses
Cinema (Film); 78
Internet; 78
Surat Kabar; 75
Radio; 77
Laptop; 62
Laptop; 62
Televisi; 46
Mobile phone/smartphone;
Komputer;
54Komputer;
54
54
Radio; 47
Surat Kabar; 52
Internet; 45
Cinema (Film); 43
Cinema (Film); 35
Internet; 33
Mobile
Radio;
30 phone/smartphone; 31
Surat
Komputer;
24 22Laptop; 24 Cinema (Film);
Radio; 23
Surat 22
Kabar;Kabar;
23 25 Internet; 22
Komputer;
Televisi; 20
Mobile phone/smartphone; 15
Laptop; 14
Televisi; 34
Agenda: Teknologi canggih ≤ 20% akses di kuantitativekan; Membantu ≤ 30% akses di kuantitativekan; dan
Kredibel ≤ 50% akses di kuantitativekan, apabila ≤ akses di kuantitativekan dengan total nilai
akses seluruh produk dapat dikatakan sebagai literasi media “melek” media.
Sumber: Data primer penelitian (diolah), 2017.
d) Peran komunitas media
Konsep dan pengetahuan ini membentuk peran
perilaku sebagai individu kelompoknya
(komunitas) secara langsung maupun tidak
langsung memberi efek pengguna literasi
media tersebut. Peran individu kelompok ini
saling menjaga dan memberi wawasan tentang
tujuan dan manfaat literasi media ini. Dengan
demikian, pertanyaannya mana yang memberi
dampak sangat rentan dari segi negative “situs
negative” dalam pemakaiannya yang dapat
disalahgunakan dalam kerangka kerja
merugikan pihak lain dengan menggunakan
berbagai kecanggihan teknologi, perilaku
pengguna, dan nilai kredibel (harga) yang
dipakai individu (konsumen / penikmat) yang
merupakan sumber informasi dan ilmu
pengetahuan dari penyiaran program konten
media "digital media dan informasi literasi
adalah literasi komunikasi massa, seperti
televise maupun komputer, kemudian sisi
lainnya adalah laptop, radio, internet, mobile
phone (smartphone), cinema (film), dan surat
kabar.
Secara sederhana dikatakan bahwa media
komunitas (community media) yang memiliki
kualitas pelayanan informasi merupakan
dengan bentuk pada jenis media (cetak
maupun elektronik media) yang selalu hadir
didalam
lingkungan
masyarakat
atau
komunitas tertentu dan dikelola oleh dan
diperuntukkan bagi warga komunitas tertentu.
Itulah karakter utama dari media komunitas itu
(Pawito 2007).
Masyarakat yang terdiri dari komunitas yang
berbeda–beda dalam konsep memahami
pengguna literasi digital media maupun
informasi literasi dengan topik aksi
pengetahuannya tentang literasi digital media
dan informasi literasi ini dapat temukan digital
media menjadi pilihan utama untuk dijelaskan
sebagai mediasi peran individu kelompoknya:
Grafik.4.4.Literasi Media Aksi Sebagai Peranan Komunitas Dalam Komponen Berita Kriminal Media
Massa
N = 100
Teknologi Canggih
Televisi; 90
Perilaku Penggunaan
Nilai Kredibel
Akses
Komputer; 90 Laptop; 89
Radio;
88 phone/smartphone;
Mobile
86
Internet; 87
Cinema (Film); 78
Televisi; 50
Laptop; 58
Radio; 57
Komputer;
Mobile phone/smartphone;
53 55
Televisi; 40
Internet; 55
Surat Kabar;
Surat52Kabar; 52
Cinema (Film); 45
Komputer; 35
Mobile
Radio;
31 phone/smartphone; 33
Laptop; 31 Cinema (Film); 33
Internet; 32
Surat Kabar; 25
Surat
Cinema (Film);
22 Kabar; 23
Televisi; 10
Mobile
14
Radio;
12 phone/smartphone;
Komputer; 10 Laptop; 11
Internet; 13
Agenda: Teknologi canggih ≤ 20% akses di kuantitativekan; Membantu ≤ 30% akses di kuantitativekan; dan
Kredibel ≤ 50% akses di kuantitativekan, apabila ≤ akses di kuantitativekan dengan total nilai
akses seluruh produk dapat dikatakan sebagai literasi media “melek” media.
Sumber: Data primer penelitian (diolah), 2017
Hasil Temuan 3: Komunikasi Massa dalam
studi kriminologi sebagai perencanaan
komunikasi
Setiap institusi mempunyai fungsinya sendiri,
demikian pula dengan media massa sebagai
institusi sosial mempunyai fungsi penting dalam
komunikasi massa. Adapun lima fungsi media
menurut penulis adalah, yakni mengamati
lingkungan atau dengan kata lain perkataan
berfungsi sebagai penyaji berita atau penerangan.
Dalam hal ini media massa harus memberikan
informasi yang obyektif kepada pembaca,
pendengar, atau pemirsa mengenai apa yang
terjadi di dunia. Dalam kaitan ini fungsi utama
media massa adalah sebagai penyebar teknologi
dan informasi kepada khalayak.
Salah satu media dalam komunikasi massa yang
paling besar pengaruhnya terhadap pembentukan
opini publik adalah televisi. Televisi berperan
besar dalam proses demokratisasi sebuah negara.
Dalam kasus jelang Pemilihan Presiden Republik
Indonesia beberapa waktu lalu, media televisi
memfokuskan perhatian masyarakat pada
kampanye yang sedang berlangsung serta berbagai
informasi seputar calon presiden dan isu politik
lainnya. Dalam perspektif demokrasi, televisi
merupakan salah satu media yang berfungsi
sebagai penyangga. Televisi dapat menyediakan
informasi politik sehingga bisa dipergunakan oleh
masyarakat dalam menentukan pilihan politiknya.
Dalam proses demokratisasi, dengan kontrol
publik pada sistem penyiaran media massa di
Indonesia saat ini sangat menggantungkan diri
pada program berita yang ditayangkan oleh
stasiun televisi untuk mendapatkan informasi
dalam proses perjalanan Indonesia menjadi negara
demokratis. Kultur penyiaran berita media yang
dibangun oleh media televisi seharusnya lebih
diarahkan kepada promosi mengenai demokrasi
dan pembentukan masyarakat yang lebih
bertanggung jawab. Dalam teori ekonomi politik
media menurut McQuail (1946) dengan
kepemilikan media menyumbang akibat bagi
keburukan masyarakat. Perspektif ekonomi politik
melihat bahwa media tidak lepas dari kepentingan
pemilik modal, negara atau kelompok lainnya.
Media menjadi alat dominasi dan hegemoni
masyarakat. Akibat dari monopoli kepemilikan
media massa yang dikhawatirkan dapat hitam
penyiaran media massa, dengan berbagai kontrol
peran media dan khalayak media
sebagai
serangkaian penegakan hukum pers dan pilihan
rasional bagi konsumen media massa (Dwita
2016).
Fungsi lain dari media massa dengan istilah
agenda settings media adalah, sebagai sarana
pemberitaan penyiaran media massa yang ada
dilingkungan media lengkap dengan telaah
komunikasi massa. Dengan kebutuhan media
massa memerlukan sebagai koreksi antara digital
media dan informasi literasi yang diperoleh pada
kualitas pelayanan informasi masyarakat pada
kebutuhan
khalayak
sasaran,
karenanya
pemberitaan atau komunikasi lebih menekankan
pada
seleksi,
evaluasi
dan
interpretasi
(Yodiansyah, 2017).
Penulis Artikel (Yodiansyah, 2017) dengan secara
akses pengalaman maupun aksi pengetahuan dapat
menunjukkan akses teknologi informasi media
dapat membantu aksi mediasi pengetahuan
masyarakat
(society)
terhadap
paradigma
komunikasi dengan maksud dan tujuan kehidupan
bangsa dan bernegara serta dapat menilai
ditambahkan sebagai persyaratan needs value
(ideologi pancasila dan demokrasi).
Literasi digital media dan informasi literasi adalah
serangkaian unsur-unsur loyalitas khalayak untuk
mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan
strategi kontruksi pesan secara detail berbagai
bentuk literasi secara luas. Literasi media
merupakan kemampuan untuk menciptakan
makna pribadi dari (kode-kode sistem literasi
teknologi) menerangkan simbol verbal dan visual
yang kita dapat setiap hari dari media digital
televisi, iklan, film, dan media digital dan
sebagainya (Yodiansyah 2016).
Dalam memahami dan pengatahuan perilaku
(peran masyarakat dan pemerintah) dalam
pengawasan literasi media dapat diwujudkan
melalui berbagai cara:
1. Konten penyiaran media massa “isi dan
program penyiaran" literasi media dalam
membentuk perilaku sebagai produk penyiaran
media yang dapat digunakan kapan dan
dimana pun berada yang dominan anda/sdr/I
dengan konten program penyiaran media
“Literasi digital media dan informasi literasi
dengan aksi sebagai proses literasi perilaku
pengguna pada bidang kajian analisis data
yang komponen sebagai studi kriminologi
kriminal yang dikenal dengan nama
"Cybercrime.” Dengan proses perilaku digital
media menunjukkan aspek literasi perilaku
pengguna media yang dominan digunakan
khalayak media massa, sebagai berikut:
Grafik.4.5.Tingkatan Literasi Media Aksi Sebagai Perilaku Pengguna Dalam Komponen Studi Kriminologi
Kriminal Pada Media Massa
N = 100
41 - 56 th; 4
41 - 56 th; 16
41 - 56 th; 7
41 - 56 th; 14
41 - 56 th; 4
41 - 56 th; 3
41 - 56 th; 39
41 - 56 th; 13
36 - 40 th; 3
36 - 40 th; 5
36 - 40 th; 9
36 - 40 th; 3
36 - 40 th; 4
36 - 40 th; 18
36 - 40 th; 43
36 - 40 th; 15
26 - 35 th; 6
26 - 35 th; 5
26 - 35 th; 4
26 - 35 th; 5
26 - 35 th; 4
26 - 35 th; 40
26 - 35 th; 4
26 - 35 th; 32
21 - 25 th; 4
21 - 25 th; 4
21 - 25 th; 9
21 - 25 th; 11
21 - 25 th; 8
21 - 25 th; 41
21 - 25 th; 12
21 - 25 th; 11
13 - 20 th; 3
13 - 20 th; 8
13 - 20 th; 5
13 - 20 th; 15
13 - 20 th; 13
13 - 20 th; 8
13 - 20 th; 15
7 - 12 th; 3
7 - 12 th; 5
Wacana Kriminalitas
Pelaku Kriminalitas
Korban Kriminalitas
Sumber Para Ahli Kriminalitas
Pengacara
Kepolisian
Jaksa
Penegakan Hukum
13 - 20 th; 33
7 - 12 th; 19
7 - 12 th; 6
7 - 12 th; 7
7 - 12 th; 9
7 - 12 th; 20
7 - 12 th; 31
Sumber: Data sekunder penelitian (diolah), 2017
Dengan demikian, generasi muda dapat
membangun dan menciptakan kesadaran akan
peran media dalam kehidupan bermasyarakat
yang berkelanjutan baik kuantitas maupun
kualitas, yang manfaatnya dapat dirasakan
langsung oleh para siswa sebagai generasi
muda (Paramita et al. 2015).
Sebagai sebuah entitas komunikasi bisnis,
penyelenggaraan operasional media massa
dapat dikatakan sangat mahal. Industri
penyiaran media massa juga beberapa konten
media juga merupakan sarana promosi
penjualan produk–produk kepada masyarakat.
Dengan demikian media massa merupakan
sarana pelengkap bagi bisnis modern dewasa
ini. Industri penyiaran media massa
merupakan sebuah entitas sosial artinya Media
massa harus mendapat dukungan masyarakat
melalui program penyiaran media massa
memerlukan literasi yang ditayangkan yang
bermanfaat buat bidang kajian analisis literasi
digital media dan informasi literasi dengan
topik pilihan rasional, bahkan televisi dengan
media massa lainnya merupakan entitas
budaya karena media massa turut berperan
sebagai kontrol peran penting dalam
mewujudkan
majunya
sebuah negara,
sekaligus bisa nenjadi alat edukatif yang
menarik dengan topik literasi masyarakatnya.
Masyarakat menganggap penting peran media
sebagai penyalur aspirasi nilai-nilai atau
warisan budaya media dari satu generasi pada
generasi berikutnya. Atau dengan kata lain
perkataan sebagai penyampai seni budaya dan
penunjang pendidikan dapat dikatakan bahwa
di negara berkembang yang rakyatnya belum
maju, komunikasi dalam banyak hal
merupakan sarana pembelajaran maupun
negara maju dengan pusat didominasi literasi
digital media dan informasi literasinya.
Peran media massa dalam kehidupan sosial,
terutama dalam masyarakat modern telah
memainkan peranan yang begitu penting.
Menurut McQuail (2002: 66) dalam bukunya
Mass Communication Theories, ada enam
perspektif dalam hal melihat peran media.
Melihat media massa seabagai window on
event and experience. Dugitak media
dipandang
sebagai
jendela
yang
memungkinkan khalayak melihat apa yang
sedang terjadi di luar sana. Atau media
merupakan sarana belajar untuk mengetahui
berbagai peristiwa.
Dari beberapa media dalam komunikasi
massa, media massa paling berpengaruh pada
kehidupan manusia. Ini disebabkan media
massa memiliki beberapa karakteristik yakni
dapat didengar sekaligus dilihat (audiovisual).
Media massa sebagai entitas politik artinya
bahwa media massa dipercaya memiliki
tindakan kemampuan yang kuat untuk
memengaruhi masyarakat dan membentuk
opini publik (Puspitasari et al. 2014).
2. Konten isi media massa sebagai literasi media
dengan tingkatan tanggapan literasi media
pada aksi sebagai studi kriminologi dalam
berita kriminal dalam mengakses ditinjau dari
usia responden dapat dilihat dalam grafik
dibawah ini:
Grafik.4.6.Tingkatan Tanggapan Literasi Media Aksi Sebagai Studi Kriminalogi Dalam Berita Kriminal
Pada Media Massa
N = 100
41 - 56 th; 5
41 - 56 th; 4
41 - 56 th; 9
41 - 56 th; 36
36 - 40 th; 6
36 - 40 th; 9
36 - 40 th; 45
36 - 40 th; 23
36 - 40 th; 17
26 - 35 th; 15
26 - 35 th; 17
26 - 35 th; 4
21 - 25 th; 4
41 - 56 th; 46
26 - 35 th; 35
26 - 35 th; 29
21 - 25 th; 13
21 - 25 th; 26
21 - 25 th; 4
13 - 20 th; 11
13 - 20 th; 16
13 - 20 th; 25
13 - 20 th; 10
Tingkat I
Tingkat II
Tingkat III
Tingkat IV
Tingkat V
21 - 25 th; 53
13 - 20 th; 38
7 - 12 th; 14
7 - 12 th; 10
7 - 12 th; 10
7 - 12 th; 56
7 - 12 th; 10
Agenda: Tingkat pertama isu kriminalitas; tingkat kedua isu penegakan hukum; tingkat ketiga isu wacana
kriminalitas; tingkat keempat isu identifikasi kriminalitas; dan tingkat kelima isu pengadilan hukum
dengan total responden berjumlah 100 sample responden.
Sumber: Data sekunder penelitian (diolah), 2017
Tradisi budaya belajar dan nilai–nilainya dapat
dilihat secara pola komunikasi, cara berulang
dalam pemikiran, merasa, dan bertindak
dengan kata lainnya pilihan makna dengan
asumsi pilihan dan memberikan pedoman
perilaku perencanaan (Marini 2012). Dengan
demikian, pedoman perilaku mengandung
pesan dengan multimakna dalam budaya
media, seakan–akan menimbulkan perilaku
(commo sense) (Kriyantono 2007). Apakah
makna mitos atau fakta yang dijadikan
konotasi dan denotasi studi kriminologi dalam
mengunkap informasi olahan data berdasarkan
kriteria perencanaan komunikasi untuk
memperkuat revitalisasi akses (access),
interprestasi perilaku “pengguna media”
literacy (behavior), menciptakan persuasi
komunikasi (persuasive) makna bidang
tertentu, mencerminkan motivasi nilai
(cultural) budaya media, kompetensi atau
skills (competence), dan akses umum (publics
acces) (Yodiansyah 2016).
3. Konten produk literasi media mana dan
dominan digunakan oleh anda/sdr/I dengan
konten isi tingkatan tanggapan pemberitaan
kriminalitas dalam literasi media massa aksi
sebagai studi kriminologi kriminal dalam
penegakkan
hukum
berasumsi
dalam
diskursus publiknya. Dengan tanggapan
sebagai berikut:
Grafik.4.7.Tingkatan Tanggapan Pemberitaan Kriminal Dalam Literasi Media Massa Aksi Sebagai Studi
Kriminologi Kriminal Dalam Penegakkan Hukum
N = 100
41 - 56 th; 1
41 - 56 th; 2
41 - 56 th; 1
41 - 56 th; 1
41 - 56 th; 21
41 - 56 th; 11
41 - 56 th; 24
36 - 40 th; 31
36 - 40 th; 3
36 - 40 th; 3
36 - 40 th; 1
36 - 40 th; 3
36 - 40 th; 5
26 - 35 th; 35
26 - 35 th; 20
21 - 25 th; 10
21 - 25 th; 2
21 - 25 th; 3
21 - 25 th; 7
21 - 25 th; 12
13 - 20 th; 0
7 - 12 th; 0
36 - 40 th; 32
36 - 40 th; 22
26 - 35 th; 5
26 - 35 th; 11
26 - 35 th; 5
26 - 35 th; 7
26 - 35 th; 10
26 - 35 th; 7
13 - 20 th; 8
13 - 20 th; 9
13 - 20 th; 3
41 - 56 th; 39
21 - 25 th; 22
21 - 25 th; 21
21 - 25 th; 23
Perilaku
Korban
Sumber Ahli
Pengacara dan KHUP
Kepolisian
Pengadilan dan Prosedur
Proses Tindakan Hukum
Proses Pengadilan
13 - 20 th; 17
13 - 20 th; 11
13 - 20 th; 21
7 - 12 th; 6
7 - 12 th; 23
7 - 12