PENGERTIAN JIN IBLIS DAN SYETAN

PENGERTIAN JIN, IBLIS DAN SYETAN

Secara etimologis kata Al-Jin berasal dari kata Jannah artinya bersembunyi. Dinamai alJin karena tersembunyi dari pandangan manusia. Kata lain yang berasal dari
kata jannah adalah junnah, artinya perisai, dinamai demikian karena menyembunyikan kepala
prajurit yang memakainya; jannah artinya sorga atau taman, dinamai demikian karena taman
tersembunyi oleh pohon-pohon yang rindang; janin artinya jabang bayi, dinamai demikian karena
tersembunyi di dalam perut ibu (Al-Jazairy, tt, hal. 211)
Kata Iblis menurut sebagian ahli bahasa berasal dari kata ablasa artinya putus asa. Dinamai iblis
karena dia putus asa dari rahmat atau kasih sayang Allah SWT (Sayid Sabiq, 1986, hal. 219).
Kata Syaitan berasal dari kata Syatana artinya menjauh. Dinamai syaitan karena jauhnya
dari kebenaran. (Shabuni, 1977, hal.17)

Secara terminologis, Jin adalah sebangsa makhluk ghaib (makhluk rohani) yang diciptakan oleh Allah
SWT dari api, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah:
"Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas." (QS. al-Hijr, 15: 27).
Bangsa Jin juga mukhalaf (diperintahkan untuk mengerjakan syari'at agama) sebagaimana halnya
manusia:
"Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu
sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayatKu dan memberi peringatan kepadamu
terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri kami
sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri,

bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir." (QS. al-An'am, 6: 130).
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaKu." (QS. adz-Dzariat, 51: 56).
Bangsa Jin itu ada yang patuh dan ada yang durhaka kepada Allah SWT, sebagaimana dinyatakan
oleh Allah:
"Dan sesungguhnya di antara kami (bangsa Jin) ada yang shaleh ada pula yang tidak demikian
halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda." (QS. al-Jin, 72: 11).
"Dan sesungguhnya di antara kami ada yang taat dan ada yang menyimpang gdari kebenaran.
Barangsiapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Adapun
yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka jahanam." (al-Jin,
72: 14-15).

Tatkala Allah SWT memerintahkan kepada bangsa Jin untuk sujud kepada Adam bersama dengan
para Malaikat, salah satu dari mereka menentang. Yang menentang itulah yang dikenal dengan Iblis,
sebagaimana dinyatakan oleh Allah SWT:
"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam,"
maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir." (QS. al-Baqarah, 2: 34).
Iblis itulah nenek moyang seluruh Syaitan, yang seluruhnya selalu durhaka kepada Allah SWT dan
bertekad untuk menggoda umat manusia (anak cucu Adam) mengikuti langkah mereka menentang
perintah Allah SWT.

Ringkasnya Jin adalah makhluk ghaib yang diciptakan oleh Allah dari api, mukallaf seperti
manusia, di antara mereka ada yang patuh dan ada yang durhaka. Yang durhaka pertama kali adalah
Iblis, anak cucunya disebut syaitan.
TAFSIR SURAT AL-JIN
(Surat 72: 28 ayat, diturunkan di Makkah, Tafsir Al-Azhar, Juz XXIX hal.149)
Surat al-Jin, yang diturnkan di Makkah juga, adalah surat 72 dalam susunan al-Qur'an. Dia
mengandung 28 ayat.
Di dalam al-Qur'an telah bertemu uraian tentang al-Jin itu pada 22 tempat, dan di ayat yang lain
disebut juga jinnat dengan arti yang sama. Di dalam surat 51, Surat adz-Dzariat ayat 56 diterangkan
dengan jelas:
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaKu." (QS. adz-Dzariat, 51: 56).
Dengan sebab yang demikian, tidaklah diragukan lagi bahwa percaya akan adanya jin sebagai
makhluk, di samping manusia adalah termasuk bahagian dari Iman. Diterangkan pula di dalam alQur'an bahwa manusai bersama jin yang tidak melaksanakan Allah SWT dengan baik akan
dilemparkan ke dalam neraka jahanam. Di dalam surat 55, ar-Rahman ayat 15; al-Hijr, 15: 27
diterangkan bahwa jin itu terjadi daripada nyala api. Di dalam surat 18, al-Kahfi, ayat 50 dijelaskan
pula bahwa Iblis yang kerap disebutkan sebagai pembangkang kepada Nabi Adam itu adalah dari
keturunan jin juga. Dan Iblis pun mengakui ketika dia menyombong bahwa dia lebih mulia dari
manusia, bahwa dia terjadi dari api, sedang manusia terjadi dari tanah.
Dari Hasan al-Bishri berkata, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:
"Dijadikan Malikat daripa Nur (cahaya), dijadikan Iblis daripada nyala api, dijadikan Adam

dari apa yang telah disebut kepada kamu. Di waktu-waktu mendeseak, menggelagaklah periuk
memuntahkan isinya, dan tabiatnya mengkhianatinya apabila datang waktunya. (Riwayat Muslim
dari Aisyah)
Artinya, karena Iblis itu berasal dari api, ketika diperintah untuk bersama-sama dengan malaikat
bersujud kepada Adam, kembalilah dia kepada tabiatnya yang asli. Sebab keshaihan dan kepatuhan
bukanlah asal kejadiannya, dia pun kembali kepada tabiat aslinya. Sama juga dengan kucing yang
dilatih memegang lampu ketika Raja mengadakan jamuan makan malam. Seketika seekor tikus
melompat tidak berapa jauh dari tempat itu, si kucing kembali ke tabiat asalnya. Dia lupa akan lampu
yang dia pegang, bahkan secepat kilat dia melompat mengejar tikut itu.
Surat 72 ini khusus dinamai Surat al-Jin karena dari ayat 1 sampai kepada ayat 19 adalah cerita
yang berhubungan dengan Jin belaka. Boleh dikatakan sebagai uraian dari ayat yang tersebut dalam
surat adz-Dzariat ayat 56 yang telah kita salinkan di permulaan pendahuluan ini, yaitu bahwasannya
Nabi Muhammad saw itu diutus bukan semata-mata kepada jenis manusia saja, melainkan kepada
manusia dan jin Demikian pula yang disebutkan pada surat 6 al-An'am ayat 130).
Dengan ayat-ayat ini, kita akan mendapat penjelasan bahwa jin itu adalah makhluk Allah belaka
yang tidak mempunyai keistimewaan sehingga mengetahui akan yang ghaib, atau yang akan terjadi
sebagaimana disangka-sangka orang. Malahan di dalam Surat 34 Saba', ayat 14, dijelaskan bahwa Jin
itu diperintah oleh Nabi Sulaiman untuk mengerjakan pembangunan Masjidil Aqsha atau Rumah
Ibadat yang mulia itu. Mereka pun turut bekerja dengan patuhnya. Tiba-tiba Nabi Sulaiman
meninggal dunia sedang duduk di atas kursinya bertelekan kepada tongkatnya. Tidak seorang pun

para pekerja, baik manusia ataupun jin tahu beliau telah meninggal. Sebab itu orang bekerja keras
meneruskan pembangunan itu sampai selesai. Setelah selesai pekerjaan-pekerjaan yang penting, tibatiba terjatuhlah jenazah yang mulia itu dari tempat duduknya. sebab tongkat tempat beliau bertelekan
telah patah, dimakan oleh anai-anai (rayap) yang menjalar dari tanah. Di situ, di ujung ayat
dijelaskan, kalau memang jin itu mengetahui akan yang ghaib, baik tanggal matinya Nabi Sulaiman,
atau yang duduk itu bukan Sulaiman yang hidup lagi, melainkan jenazah Nabi Sulaiman, tidaklah
mereka akan menderita siksaan begitu lama, yaitu siksaan kerja keras tidak berhenti-henti karena

melaksanakan perintahnya. Demikian pula t manusia seperti halnya Jin, tidaklah mereka mengetahui
akan yang ghaib melainkan mereka saat itu tidak mengetahui akan kematian Rajanya, Nabi Sulaiman.
Allah SWT berfirman:
"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia
sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang
gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan
bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata
(Lauh Mahfudz)" (QS. Al-An'am, 6: 59).
CERITA KAUM JIN
Maka tersebutlah dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas ra. (yang
maknanya saja kita nukilkan di sini), bahwa pada suatu hari Rasulullah saw. diiringkan oleh beberapa
orang sahabat beliau pergi bersama-sama menuju pasaran 'Ukadz. Kononnya pada waktu itu dalam
kalangan syaitan-syaitan timbul hiruk-pikuk tidak berketentuan, karea perhubungan dari langit

terputus, sehingga berita dari langit tidak ada lagi yang menetes turun ke muka bumi. Bahkan
melayanglah apa yang sekarang kita namai meteor, yaitu batu pecahan bintang yang cepat sekali
melayang di udara. Yang menurut keterangan dari Allah SWT dalam wahyu, meteor itu adalah
semacam panah Tuhan yang dipanahkan kepada syaitan-syaita atau jin yang mencoba memasang
telinga h endak mendengar berita-berita langit. Maka di saat Rasulullah sawl itu pergi menuju pasar
'Ukadz it, yaitu pasaran tahunan tempat orang-orang jahiliyah berjual beli dan berlomba syair,
tertutup samasekali berita langit itu, bahka batu meteor melayang di udara, tandanya ada syaitan
kena panah.
Lalu terjadilah keributan dalam kalangan jin-jin mempertanyakan apa sebab jadi begini. Maka
yang terkemuka di antara mereka menyuruh anak buahnya menyelediki ke seluruh permukaan bumi,
ke timur dan ke barat untuk menyelidiki apa sebab terjadi demikian.
Tersebutlah bahwa di antara yang disuruh itu sampailah ke lembah Tihamah. Di satu perkebunan
korma bertemulah mereka dengan rombongan Rasulullah saw yang hendak menuju pasa 'Ukadz itu.
Didapati Rasulullah sedang malakukan shalat subuh diikuti oleh sahabat-sahabatnya. Beliau
membaca al-Qur'an dengan jahar. Lalu mereka dengarkan dengan tekun.
Sesudah mereka dengarkan, kembalilah mereka kepada tempatnya berkumpul dengan kawankawannya tadi, lalu dia berkata: "Kami telah mendengar al-Qur'an, sungguh mena'jubkan sekali
kandungannya. Dia memberi petunjuk kepada jalan yang bijaksana, jalan yang cerdik dan benar.
Karena telah percaya akan isi al-Qur'an itu dan mulai sekarang kami tidak mau lagi
mempersekutukan Tuhan kami dengan yang lain sesuatu jua pun."
Inilah beberapa riwayat Bukhari dan Ibnu Abbas itu asal-usul turn ayat. Ada lagi dua tiga hadis

yang lain yang hampir sama maknanya dengan hadis ini. Mulim pun meriwayatkan juga dengan
susun kata yang lain.
KAMI MENDENGAR AL-QUR'AN YANG MENA'JUBKAN
(QS. AL-JIN, 72: 1).
"Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan
sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al
Quran yang menakjubkan,"
"Katakanlah!" (pangkal ayat 1). Yaitu perintah Tuhan kepada Rasulullah saw. supaya hal ini
beliau sampaikan kepada manusia. Ini adalah permulaan wahyu: "Telah diwahyukan kepadaku,
bahwasannya telah mendengar sekumpulan dari Jin," yaitu bahwa sekumpulan dari jin
telah mendengar bunyi al-Qur'an seketika Rasulullah melakukan shalat subuh bersama sahabatsahabat beliau dengan suara jahar itu, lalu didengarkan baik-baik oleh jin itu; "Lalu mereka
berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengar al-Qur'an yang mena'jubkan
itu." (ujung ayat 1).
(QS. AL-JIN, 72:2).
"(yang) memberi petunjuk kapada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami
sekali-kali tidak akan mempersekutukan seseorangpun dengan Tuhan kami."
Lalu al-Jin itu meneruskan lagi bagaimana kesan yang tinggal dalam diri mereka mendengar
bunyi al-Qur'an: "Memberi petunjuk kepada jalan yang bijaksana."(pangkal ayat 2). Inilah
kesan pertama yang tinggal dalam diri mereka setelah al-Qur'an dibaca Nabi. Mula-mula mereka
ta'jub, merasa heran tercengang-cengang mendengar ayat itu dibaca. Sebabnya ialah karena isi

kandungan teramat bijaksana sekali, sehigga tidak ada jalan buat membantah dan menolak, kalau hati
benar-benar bersih; "Maka kami pun berimanlah kepadanya." Setelah mengakui bahwa isi alQur'an itu penuh dengan petunjuk kepada kebijaksanaan, tidak dapat tidak mestilah timbul Iman

atau Kepercayaan akan kebenaran isinya. Maka oleh sebab telah mengaku beriman kepada al-Qur'an
dengan sendirinya timbullah akibat dari iman itu, yaitu: "Dan sekali-kali tidaklah kami akan
mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhan kami." (ujung ayat 2).
Dari ayat ini, dan berdasar kepada Hadis Ibnu Abba ra. ini, ahli tafsir al-Mawardi mengambil
kesan; bahwa Jin beriman setelah mendengar al-Qur'an. Ar-Razi mengambil kesan bahwa Jin pun
faham rupanya akan bahasa manusia. Dan kesan lain lagi ialah bahwa jin yang beriman melakukan
da'wah pula kepada sejenisnya yang belum beriman.
Dan didapat pula kesan, setelah dipersambung- kan dengan ayat yang telah kita salinkan di
pendahuluan yang mengatakan bahwa Iblis adalah bangsa jin dan yang ldam surat ar-Rahman, bahwa
jin terjadi daripada nyala api, bahwa di antara jin dan Iblis, dan kadang-kadang disebut juga 'ifrit,
semuanya itu adalah makhluk ciptaan Allah dari jenis yang satu, tetapi ada yang kafir sebagaimana
telah kita lihat pada kisah iblis tidak mau sujud kepada Adam ketika diperintah oleh Tuhan, dan ada
pula yang Islam sebagaimana yang kita lihat dengan jelas dalam ayat ini. Cuma dalam pemakaian
bahasa sehari-hari saja telah kita biasakan menyebut bahwa Iblis seluruhnya adalah kafir dan jin ada
yang Islam.
Dalam ayat pertama ini pun dapat kita memahamkan bahwa Nabi Muhammad saw. sendiri
tidaklah bertemu berhadapan dengan jin yang menyatakan diri beriman setelah mendengar Nabi

Muhammad membaca al-Qur'an dengan jahar di kala shalat subuh itu. Bahkan ayat membayangkan
bahwa Nabi sendiri pun tidak tahu-menahu. Baru beliau tahu setelah wahyu ini datang
memberitahukan.
Kemudian bertemu lagi sebuah hadis yang dirawikan oleh Muslim dalam shahihnya; Dia berkata:
"Telah mengatakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna, telah menyatakan kepada kami Abdul
A'laa, telah menyatakan kepada kami Daud yaitu Abnu Abi Hindin, diterimanya dari Amir. Amir ini
berkata: "Aku tanyakan kepada 'Alqamah: "Adakah Ibnu Mas'ud turut menyaksikan bersama
Rasulullah seketika terjadi malam kedatangan jin itu?" Alqamah pun menjawab: "Aku pun telah
menanyakan kepada Ibnu Mas'ud, adakah dia turut bersama Rasulullah di malam kedantan jin itu?"
Abdullah bin Mas'ud menjawab: "Tidak!" Tetapi yang kejadian ialah bahwa pada suatu malam
pergi bersama Rasulullah. Lalu kami kehilangan beliau, sampai kami cari-cari beliau ke balik-balik
bukit dan ke lembah-lembah, namun tidak juga bertemu. Sampai ada di antara kami yang bertanya:
"Lenyap!" Kemana?! Apa beliau telah dibunuh orang? Pendeknya pada malam yang semalam itu kami
merasakan sangat risau. Setelah datang waktu subuh barulah beliau muncul dari jurusan Bukit Hira'.
Lalu kami bertanya: "Engkau tiba-tiba hilang dari kami, ya Rasulullah! Ke mana saja engkau?
Sehingga semalam ini kami dalam kesusahan semua!" Lalu beliau menjawab: "Datang menghadap
kepadaku jemputan dari jin. Lalu utusan mereka aku ikuti dan aku pergi dan aku ajari al-Qur'an
kepada mereka."
Di hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu Mas'ud dikatakan bahwa Rasulullah sampai
menjumpai jin-jin itu. Imam Hadis yang terkenal al-Baihaqi mengatakan bahwa di antara kedua

Hadis itu tidak berlawanan, melainakan keduanya itu sama-sama kejadian. Pada pertemuan yang
dirawikan Bukhari dari Ibnu Abbas, dan yang jadi dasar dari ayat 1 surat al-Jin ini Nabi tidak sampai
bertemu, hanya diberitahukan oleh Tuhan. Tetapi pada hadis Ibnu Mas'ud yang ditawikan oleh
Muslim dijelaskan bahw Nabi sampai bertemu dengan mereka dan Nabi ajarkan al-Qur'an. Di Hadis
dan riwayat lain yang dibawakan oleh Ibnu Ishaq dan tertulis dalam Sirat Ibnu Hisyam, ketika Nabi
kembali dan melakukan da'wah kepada Kaum Tsaqiif di Thaif, di tengah-tengah jalan akan pulang ke
Makkah datang tujuh jin menemui beliau dan menyatakan Iman akan al-Qur'an.
Dalam sebuah Hadis yang dirawikan oleh Termidzi tersebut bahwa pada suatu hari Rasulullah
saw. membacakan Surat ar-Rahman di hadapan sahabat-sahabat beliau. Semua terdiam dan
tafakukkur mendengar ayat-ayat yang mempesona itu, apatah lagi sesampai pada ayat yang selalu
berulang-ulang:
"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"
Melihat mereka duduk termenung tafakkur memasukkan pengertian isi ayat itu ke dalam jiwa
mereka, bersabdalah Nabi saw: "Jin lebih mendalam sambutan mereka daripada kamu seketika ayatayat ini aku baca. Setiap aku sampai kepada ayat "fabi aiyyi aalaa rabbikumma tukadzdzibaan". jinjin itu telah menyambut dengan ucapan: "Tidak aka satu pun nikmat Engkau yang kami dustakan,
ya Tuhan. Bagi Engkaulah segala puji-pujian."
Riwayat Termidzi ini memperkuat riwayat Ibnu Mas'ud dan riwayat Ibnu Ishaq, bahwa pernah
Nabi saw. berhadapan dengan jin-jin itu. Betapa tidak! Bukankah beliau pun diutus kepada jin di
samping kepada manusia? Niscaya suda seyogyanya beliau pun bertemu dengan mereka. Dan itulah
kelebihan beliau, sehingga dapat bertemu dengan makhluk yang tidak akan dapat ditemui oleh
manusia-manusia biasa. Kejaidan ini sama halnya dengan kelebihan beliau saat Allah SWT

meng-'Isra' Mi'rajkan ke langit, beliau dapat melihat isi neraka dan surga, penduduk pada lapisanlapisan langit lainnya. Inilah yang disebut hukum'Khas' (Khusus)

Tetapi, pada manusia-manusia biasa akan berlaku hukum 'am' (umum) yakni mereka tidak bisa
melihat makhluk ghaib yang bernama Jin dan sebangsanya. Allah berfimran dalam surat 7 Al-A'raf
ayat 27:
"..Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak
bisa melihat mereka." (QS. al-A'raf, 7: 27).
(QS. AL-JIN, 72: 3).
"dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristeri dan tidak (pula)
beranak."
Dalam suku kata pertama, dengan segala kesungguhan jin itu menyatakan pengakuan atas
Kemaha Tinggian Ilahi, setelah itu diakuinya pula Kebesaran-Nya, "Kebesaran Tuhan Kami". Mereka
pun telah sampai ke dalam inti kepercayaan dengan lanjutan pengakuan mereka, "Tidaklah Dia
mengambil istri dan tidak pula beranak." (ujung ayat 3).
Itulah pengakuan Tauhid sejati, yang telah sampai kepada puncaknya; bahwa Allah itu berdiri
sendirinya. Maha tinggi; tiada yang menyamai-Nya dalam ketinggian-Nya. "Kebesearan Tuhan
Kami," mutlak kebesaran itu, sehingga, "Tidaklah Dia mengambil isteri dan tidak pula beranak."
Sudah mesti, menurut akal yang sehat bahwa Tuhan Yang Maha Tinggi, Maha Mulia, Maha Agung
dan mempunyai Kebesaran Yang Mutlak tidak beristeri. Karena beristeri adalah sifat dan alam
kekurangan yang ada pada makhluk yang bernyawa. Allah mengadakan sifat alam "Berjantan-bertina"

dengan syahwat faraj atau sex, untuk menyambung turunan. Karena kalau seseorang meninggal
dunia, Allah mentakdirkan anaknya akan meneruskan kehidupan. Untuk beranak dia mesti beristri.
Maka amat janggalah fikiran kalau sampai kepada kesimpulan bahwa Allah Yang Maha Agung itu
memerlukan isteri, karena isteri akan memberinya anak. Tuhan tidaklah dapat diserupakan dengan
raja-raja penguasa dunia, yang cemas kalau dia tidak meninggalkan putera mahkota yang akan
menyambut kekuasaan kalau datang masanya dia meninggalkan dunia.
(QS. AL-JIN, 72: 4).
"Dan bahwasanya: orang yang kurang akal daripada kami selalu mengatakan (perkataan) yang
melampaui batas terhadap Allah."
Lalu jin-jin yang telah Islam itu mengakui terus-terang bahwa dalam kelangan jin-jin itu sendiri
ada yang bebal, berfikir kacau balau; "Dan bahwasannya orang-orang yang bebal (kurang akal) di
antara kami." (pangkal ayat 4). Yaitu yang berpikir kacau balau, yang jiwanya tidak bersih, yang
pendapat akalnya tidak teratur, "Mengatakan terhadap Allah kata-kata yang tidak karuan." (ujung
ayat 4).
Sebagai puncak kedustaan seperti yang dijelaskan di ayat sebelumnya. Yaitu mengatakan bahwa
Allah beristeri dan kemudian itu Allah beranak. Misalnya dalam kalangan manusia pemeluk Kristen
ada yang memandang Siti Maryam Ibu Isa Almasih atau Yesus Kristus adalah isteri Tuhan, sebab dia
melahirkan "Putera" Tuhan, yaitu Isa Almasih atau Yesus Kristus. Dalam ayat cerita jin ini,
kepercayaan demikian timbul dari jin yang safih, yang berarti bebal (kurang akal) yaitu berpikir tidak
jernih, atau menutup pintu buat berpikir. Padahal semuanya itu adalah tidak masuk akal, kalau kita
hendak mendalami siapa yang dimaksud dengan Tuhan Yang Maha Esa, atau Allah Subhanahu wa
Ta'ala.
(QS. AL-JIN, 72: 5).
"dan sesungguhnya kami mengira, bahwa manusia dan jin sekali-kali tidak akan mengatakan
perkataan yang dusta terhadap Allah."
Di ayat ini mereka menjelaskan diri mereka dengan KAMI. Yaitu kami yang telah mengakui
kebenaran Rasul, kami yang telah mendengar bacaan Nabi akan al-Qur'an di kala shalat subuh itu,
atau kami yang telah menemui Nbai di malam gulita sehingga Ibnu Mas'ud dan sahabat-sahabat yang
lain kehilangan hampir semalam suntuk, atau kami yang bertemu tujuh jin banyaknya di perjalanan
pulang beliau dri Thaif. Mereka mengatakan berat persangkaan kami" Kami mengira…" atau artinya
yang lebih jelas lagi: "Tidak berdetak di dhati kami, atau tidaklah mungkin kejadian: "Bahwasannya
sekali-kali tidaklah akan mengatakan manusia dan jin terhadap Allah kata-kata yang
dusta." (ujung ayat 5). Kata-kata yang tidak dapat dibertanggung-jawabkan. Karena Iman yang sejati
tidaklah mungkin dicampur-adukkan dengan dusta.
(QS. AL-JIN, 72: 6).
"Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada
beberapa laki-laki di antara jin, maka mereka itu telah menjadikan mereka menyombong kacaubalau.
Surat ini seluruhnya mengakui bahwa jin itu memang ada! Dari sejak zaman jahiliyah lagi, orang
sudah percaya adanya jin. Orang Arab jahiliyah ada kepecayaan bahwa di lekuk-lekuk tempat yang

seram, di bukit, di gunung, di lembah ada jin-jin penguasa. Maka kalau mereka berjalan kemanamana, mereka lebih dahulu memberi hormat kepada "penjaga" atau "penguasa" tempat itu.
Kepercayaan ini pun merata rupanya di mana-mana. Pada suku-suku bangsa kita di Indonesia,
Melayu dan Jawa juga ada kepercayaan akan jin-jin itu. Berbagai namanya pada istilah kita; Dewa,
dewi, peri, mambang, begu, hantu, orang sibunian, dan lain-lain sebagainya. Bangsa kita pun memuja
dan memanggil mereka meminta hindarkan dari bala. Setiap tahun melayan di laut utara Pula Jawa
menghantarkan sajen (sajian) kepala kerbau ke tangah-tengah laut untuk menghormati jin penguasa
laut. Demikian pula di Pantai Timur Semenanjung Tanah Melayu (Kelantan, Terengganu). Mantera
dukun-dukun di kampung bermacam-macam pula. Bahkan sampai sekarang di Sumatera Timur
masih tertinggal kebiasaan 'menepung tawan' yang bermaksud memuja jin supaya jangan
mengganggu kepada orang yang ditepung tawan itu.
Inilah yang dijelaskan oleh jin sendiri, pengkuan mereka kepada Allah, lalu disampaikan Allah
berupa wahyu kepada Nabi kita Muhammad saw. dan disuruh Nabi kita menyampaikan kepada kita,
di awal ayat 1 dengan kalimat "Qul", "Katakanlah! Artinya sampaikanlah kepada ummatmu, bahwa
banyak laki-laki di antara manusia memperlindungkan diri kepada laki-laki dari kalangan jin-jin dan
di bigak, nan di bigau, dan sebagainya itu; akibatnya bagaimana?
Lanjutan ayat menjelaskan:
maka mereka itu telah menjadikan mereka menyombong kacau-balau. (ujung ayat 6).
Tegas sekali rankaian pangkal ayat dengan ujung ayat. Ada manusia yang mencari perlindungan
kepada jin, padahal tempat kita berlindung yang sejati ialah Allah. Bahkan kita disuruh berlindung
kepada Allah daripada pengaruh syaitan yang dirajam. Sekarang si manusia itu berlaku terbalik;
kepada jin atau syaitan mereka meminta perlindungan dari bahaya. Apa jadinya? Karena jin itu jelas
sama-sama makhluk dengan dia, dan jin itu tidak mempunyai kuasa apa-apa, lantara dia yang dipuja
oleh si manusia tadi, maka tidaklah kena alamat yang dituju. Maka menyombonglah jin dan syaitan,
berlantas angan kepada manusia yang melindukan didrinya itu. Sebab tahu baha si manusia tidak
tahu akan harga dirinya. Selanjutnya bukanlah manusia tadi menjadi tenang, bahkan menjadi
bertambah kacau. Sebab bergantung kepada akar lapuk.
Memang ada jin yang kafir dan ada jin yang Islam. Meminta perlindungan kepada jin yang kafir
yang "pemimpin besarnya" ialah Iblis, sudah terang melanggar larangan Allah sendiri:
"Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena
sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni
neraka yang menyala-nyala." (QS. Faathir, 35: 6).
Kalau syaitan Iblis telah memusuhi kita, adakah pantas kita melindungkan diri kepadanya?
Artinya melindungkan diri kepada musuh sendiri? Niscaya jalan yang seseatlah yang akan di
anjurkan.
Kalau ada orang yang mengatakan bahwa kita boleh memperlindungkan diri atau dengan kata
yang lebih halus "meminta tolong", dan kata yang lebih halus lagi "mengambil jin jadi khadam", itu
pun tiada layak.
Di dalam al-Qur'an Tuhan menjelaskan bahwa Tuhan memuliakan Anak Adam, mengangkatnya
tinggi di darat dan di laut, dan memberinya rezeki dengan yang baik-baik, dan melebihkan Anak
Adam dari kebanyakan isi alam ini. Dan Tuhan menyatakan bahwa yang Tuhan jadikan khalifah di
muka bumi adalah insa (manusia), bukan jin, bahka bukan malaikat.
Oleh sebab itu adalah amat janggal kalau manusia yang melindungkan diri kepada jin. Tentu saja
kacau-balaulah manusia karena berkalang ketumpuan, yang lebih tinggi martabatnya merendahkan
diri kepada yang lebih rendah. Tanda bukti lagi atas kemuliaan manusia ialah bahwa Nabi
Muhammad seorang manusia diutus kepada manusia dan jin.
Di dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini, jin sendiri yang memberi ingat bahwa ada laki-laki
dari kalangan manusia memperlindungkan diri kepada laki-laki dari kalangan jin, akibatnya ialah
kacau balaulah fikiran. Maksud Allah menaikkan derajat kita mendekati Tuhan, menjadi orang yang
bertaqwa sehingga lebih mulai di sisi Tuhan, bahka disuruh agar berdoa memohon kepada Tuhan,
bukan saja menjadi orang yang bertakwa bahkan menjadi Imam pula dari orang yang bertakwa bukan
menjadi khadam jin dan syaitan.
Mujahid menafsirkan sebagaimana terjemahan kita; yaitu karena manusia pergi
memperlidungkan diri kepada jin, maka si jin itu menjadi sombong.
Tetapi Qatadah, Abul 'Aliyah, Rabi' dan Ibnu Zaid menafsirkan: "Oleh karena manusia telah pergi
memperlindungkan dirinya kepada jin, dia pun diperbodoh oleh jin itu, sehingga kian lama fikirannya
kian kacau, dan kian lama fikirannya kian takut kepada jin." Padahal Allah menentukan tempat takut
hanyalah Allah.
Sadi bin Jubair menafsirkan, bahwa lantaran si manusia itu memperlindungkan diri kepada jin,
maka bertambah lama bertambah condonglah si manusia tadi kepada kafir.

Al-Qurthubui menegaskan: "Tidak tersembunyi lagi bahwa pergi memperlindungkan diri kepada
jin, bukan kepada Allah adalah syirik dan kufur."
Ada orang-orang "berdukun" yang katanya memelihara jin Islam. Jin itu katanya bisa disuruhsuruh. Malahan bisa disuruh mengambil mutiara ke dasar laut. Kalau dicari benar-benar fakta atau
kenyataan dari berita ini, tidaklah bertemu pangkalnya yang benar dapat dipertanggung-jawaban.
Tidak juga mustahil bahwa ada jin itu disuruh Tuhan berkhidmat kepada manusia, tetapi itu h
anya kemungkinan saja. Yang terang beralasan, baik dari al-Qur'an atau dari Hadis-hadis Nabi ialah
bahwa malaikat bisa disuruh Tuhan mengawal manusia, karena teguh imanya. (Lihat surat 41,
Fushshilat ayat 30).
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:
"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah
yang telah dijanjikan Allah kepadamu."
Bersabda Nabi saw:
"Daripada Abu Hurairah ra. daripada Nabi saw. berkata dia: "Berkata Nabi saw.: "Apabila imam
telah mengatakan "Sami'allahu liman hamidah" (Allah mendengar barangsiapa yang memuji-Nya),
hendaklah dia menyambut dengan ucapan: "Allahmma rabbana lakal hamdu"(Ya Tuhanku! untuk
Engkaulah sekalian puji). Maka barangsiapa yang bersamaan kata-katanya itu dengan kata-kata
malaikat, niscaya akan diampuni mana ynag telah terdahulu dari dosanya." (HR. Bukhari dan
Muslim)
Hadist-hadist semacam ini banyak; Hadis malaikat bersama orang yang mengejar shaf pertama,
malaikat bersama orang yang menyusun saf baik-baik. Hadist bahwa malaikat menyampaikan kepada
Nabi saw, tiap-tiap shalawa dan salam yang diucapkan umatnya kepada Nabi saw.

Iman Kepada yang Ghaib
Jin iblis dan setan termasuk perkara ghaib yang wajib kita imani keberadaannya, karena dalil-dalil Al Qur`an dan
As Sunnah telah menjelaskannya. Ini termasuk di antara asas akidah Islam, yaitu beriman kepada perkara ghaib.
Bahwa beriman kepada yang ghaib merupakan salah satu sifat orang-orang yang bertakwa, sebagaimana Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
}3{ َ‫صلَ َة َو ِممّا رَ َز ْق َنا ُه ْم ُي ْنفِقُون‬
ّ ‫ب َو ُيقِيمُونَ ال‬
ِ ‫} الّذِينَ ي ُْؤ ِم ُنونَ ِب ْالغَ ْي‬2{ َ‫} َذلِكَ ْال ِك َتابُ لَ رَ ْيبَ ِفي ِه ُهدَى ل ِْل ُم ّتقِين‬1{ ‫الــم‬
"Alif laam miim. Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan di dalamnya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki
yang Kami anugerahkan kepada mereka". [Al Baqarah : 1-3].
Pebedaan Jin, Iblis dan Syetan

 Iblis nenek moyang Jin
Firman Allah SWT:
‫ين‬
َ َ‫َقا َل مَا َم َنع‬
ٍ ِ‫ار َو َخلَ ْق َت ُه مِنْ ط‬
ٍ ‫ك أَ ّل َتسْ جُدَ إِ ْذ أَ َمرْ ُتكَ َقا َل أَ َنا َخيْرٌ ِم ْن ُه َخلَ ْق َتنِي مِنْ َن‬
Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?"
Menjawab iblis: "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari
tanah" (QS.Al-A’raf: 12)
Iblis mengakui kekuasaan Allah, yang menghidupkan dan mematikan
“Beri tangguhlah aku hingga mereka dibangkitkan “ (Q.S Al-A’raf:14)
Pengertian Iblis
• Secara lughatan (etimologis), Iblis berasal dari kata ablasa yang berarti putus asa.
• Dinamai Iblis karena ia putus asa dari rahmat atau kasih sayang Allah SWT.
• Iblis adalah nenek moyang dari golongan jin, yang diciptakan dari api dan ialah yang pertama kali
membangkang/menolak syari'at Allah SWT. Lihat Firman Allah berikut:
‫َوإِ ْذ قُ ْل َنا ل ِْلم ََل ِئ َك ِة اسْ جُ دُوا ِلدَ َم َفسَجَ دُوا إِ ّل إِ ْبلِيسَ َكانَ مِنَ ْال ِجنّ َف َف َسقَ َعنْ أَمْ ِر رَ ّب ِه‬
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam", maka sujudlah
mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. (QS. Al Kahfi,
18:50)
Dan firmanNya lagi di S.Al Hijr,15 : 26-27 sebagai berikut:
‫ُوم‬
َ 26)‫ون‬
ٍ ‫ال ْن َسانَ مِنْ صَ ْل‬
ٍ ‫صَال مِنْ حَ مَإٍ َمسْ ُن‬
ِ ‫(و ْالجَ انّ َخلَ ْق َناهُ مِنْ َق ْب ُل مِنْ َن‬
ِ ْ ‫َولَقَدْ َخلَ ْق َنا‬
ِ ‫ار ال ّسم‬
Dan sesungguhnya Kami telah meciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur
hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.
• Karena ia membangkang perintah Allah maka terkadang disebut juga syetan
• Iblis diberi umur panjang sampai hari kiamat, sedangkan keturunannya dari golongan jin yang lain, ada yang
berumur panjang ada yang berumur pendek. Lihat QS.Shad,38:79-81)
AWAL MULA PERMUSUHAN
“Ya Tuhanku (kalau begitu) maka berilah aku tangguh sampai hari manusia dibangkitkan “(Q.S AL-Hijr : 36)
Sayid Qutub berkata: Iblis meminta ditangguhkan bukan untuk menyesali dan betaubat tetapi untuk membalas
dendam kepada anak Adam dan cucunya.
 Syetan
Ibnu Jarir Atthobari: syetan di dalam perkataan orang Arab adalah setiap pembangkang dari jin, manusia,
binatang
Pengertian Syetan
• Syetan berasal dari kata syatana artinya menjauh. Dinamai syetan karena jauhnya dari ia dari kebenaran.
• Syetan adalah merupakan karakter/sifat menolak kebenaran, menghalangi dari kebenaran dan menggoda
melakukan kemungkaran
• Siapa saja dari jenis makhluk mukallaf (manusia dan jin) yang memiliki karakter tersebut maka ia adalah syetan
(Lihat QS.Al An 'am, 6: 112)
Firman Allah
Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu muncul yaitu syetan-syetan (dari jenis) manusia dan jin (Q.S AlAn’am:112)
Selanjutnya Imam Thobari melanjutkan dengan sanad dari Aslam al-Adawi radhiyallahu anhu bahwa Umar
radhiyallahu anhu pernah naik binatang tunggangan kemudian binatang itu berjalan ngadat lalu Umar
memukulnya tetapi tidak menambah kecuali terus bertambah ngadat hingga Umar turun darinya seraya berkata
“Kalian tidak menaikkan aku kecuali di atas syetan. Saya tidak turun darinya kecuali setannya menolakku.”
 Jin
• Dan Dia menciptakan jin dari nyala api tanpa asap (Q.S Ar-Rahman,55: 15)
• Dari Q.S. Al-Hijr,15:27 disebutkan bahwa jin diciptakan lebih dahulu dari manusia
‫ُوم‬
ِ ‫َو ْالجَ انّ َخلَ ْق َناهُ مِنْ َق ْب ُل مِنْ َن‬
ِ ‫ار ال ّسم‬
Artinya: Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.
• Sedangkan dalam Hadits Nabi SAW disebutkan sbb:
ْ ‫ُخلِ َق‬
‫ار َو ُخلِقَ آدَ ُم ِممّا وُ صِ فَ لَ ُك ْم‬
ٍ ‫َار ٍج مِنْ َن‬
ٍ ‫ت ْالم ََل ِئ َك ُة مِنْ ُن‬
ِ ‫ور َو ُخلِقَ ْالجَ انّ مِنْ م‬
Artinya: Malaikat diciptakan dari cahaya, dan jin (diciptakan) dari nyala api, dan Adam (diciptakan) dari apa yang
telah dijelaskan kepada kalian (HR. Muslim 18/122)
Pengertian Jin
• Secara lughatan (etimologis), al- jin berasal dari kata janna yang berarti bersembunyi

• Dinamai al-jin karena tersembunyi dari pandangan manusia, sering juga disebut ghaib
Allah SWT berfirman:
ُ ‫إِ ّن ُه يَرَ ا ُك ْم ه َُو َو َق ِبيلُ ُه مِنْ حَ ي‬
‫ْث َل َترَ ْو َن ُه ْم‬
Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat
mereka.(QS. Al A'raf,7 : 27)
• Secara Isthilahan (therminologis), jin adalah salah satu makhluk ghaib yang diciptaankan oleh Allah dari api,
mukallaf (diwajibkan menjalankan syari'at), diantara mereka ada yang patuh (Muslim) dan ada yang durhaka
(kafir).
• Jika istilah jin jika disebut berdiri sendiri maka terkadang yang dimaksud adalah syetan atau Iblis
Macam-Macam Jin
Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam bersabda Jin ada 3 jenis
Jin itu ada 3 jenis : Jenis yang memiliki sayap dan terbang di udara, jenis ular dan kalajengking dan jenis
menetap dan berpindah-pindah (Tabrani, Hakim)
Tempat Tinggal Jin
 Padang pasir / tempat sepi
 Tempat kotor / najis
 Di setiap atap rumah
Di setiap rumah ada jin yang tinggal di atapnya setiap kali makan siang diletakkan maka mereka turun dan
makan bersama penghuni rumah demikian pula setiap makan sore (Fathul Bari)
 Jin tinggal di lobang
“ Janganlah kalian kencing di lobang”
Itu adalah tempat tinngal jin (HR. Abu Dawud, Nasa’I dan Imam Ahmad)
Jin Makan dan Minum
Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam bersabda: Pernah datang kepadaku utusan jin Nisbi-sebaik-baik jinkemudian mereka meminta kepadaku bekal makanan lalu aku berdo’a kepada Allah untuk mereka agar di dalam
setiap kotoran tulang dan kotoran binatang yang mereka temukan kiranya bisa mendapatkan makanan
(HR.Bukhari)