PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN NOVICK TERHA
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN NOVICK TERHADAP
AKTIVITAS BELAJAR IPA SISWA KELAS V
DI GUGUS I KECAMATAN BULELENG
Gusti Ayu Kadek Rara Andriani1, Ni Nengah Madri Antari2, Ni Wayan Rati3
1
Jurusan PGSD,2BK, 3PGSD, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: [email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh aktivitas belajar IPA
siswa antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran Novick dan siswa
yang belajar menggunakan model pembelajaran Konvensional. Penelitian ini adalah
penelitian eksperimen semu dengan rancangan nonequivalent posttest only control
group design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas V di Gugus 1 Kecamatan
Buleleng tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri dari 8 sekolah dengan jumlah populasi
280 siswa. Sebanyak 60 siswa dipilih sebagai sampel yang ditentukan dengan teknik
random sampling. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah aktivitas belajar IPA
siswa, yang dikumpulkan menggunakan metode observasi dengan instrumen
pengumpulan datanya menggunakan lembar observasi aktivitas belajar IPA. Lembar
observasi aktivitas belajar IPA yang digunakan terdiri dari 10 butir pernyataan. Data
dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan uji-t. Berdasarkan hasil
perhitungan uji-t tersebut, diperoleh thitung adalah 7,487. Sedangkan ttabel pada taraf
signifikansi 5% dan db = (30 + 30 -2) = 58 adalah 2,000. Hal ini berarti, thitung lebih
besar dari ttabel, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi, terdapat perbedaan
signifikan pada aktivitas belajar IPA antara siswa yang belajar dengan menggunakan
model pembelajaran Novick dan siswa yang belajar dengan model pembelajaran
konvensional.
Kata-kata kunci: model pembelajaran Novick, aktivitas belajar IPA
Abstract
This study aims to analyze the difference of science learning activity of students who
learn by using Novick Learning Model with the students who learn by using
Conventional Learning Model. This study is a semi-experimental research with
nonequivalent posttest only control group design. The population of the study is the
entire fifth grade students in Gugus 1 Buleleng Regency in the academic year
2013/2014 that consist of 8 schools with the whole number of students are 280
students. 60 students are selected as sample of the study by using group random
sampling. The data that are analyzed in this study is the science learning activity which
is obtained through observation sheet of science learning activity. The observation
sheet of science learning activity that is administered consists of 10 items of statement.
The data obtained are analyzed by using Descriptive Statistics and t-test. Based on the
t-test calculation, the research result showed that t count value was 7,487 and ttable was
2,000, on significance standard 5% and db=59. That meant that tcount is bigger than that
of ttable. The result of the study shows that there is a significant difference between the
group of students who learn by using Novick Learning Model with the group of students
who learn by using Conventional Model.
Keywords : Novick Learning Model, Science Learning Activity.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENDAHULUAN
Mengajar merupakan kegiatan yang
kompleks, yaitu penggunaan secara
integratif sejumlah keterampilan untuk
menyampaikan pesan kepada anak didik.
Keterampilan mengajar bukanlah hereditas
melainkan
hasil
dari
pengalaman.
Walaupun demikian, mengajar dapat
menggunakan
informasi-informasi
dari
orang lain yang telah mengembangkan
belajar dari pengalaman mereka sendiri.
Hal ini menambah informasi yang dapat
digunakan
untuk
mengembangkan
keefektifan guru dalam menjalankan tugas
di sekolah. Guru dapat memperbaiki hasil
belajar dengan menggunakan model,
pendekatan dan metode mengajar yang
tepat. Sesungguhnya tugas utama guru
bukan semata-mata mencapai tujuan
pembelajaran sesuai dengan kurikulum,
tetapi meningkatkan kemampuan belajar
siswa. Guru bukannya harus mengajar
sebanyak mungkin, tetapi menciptakan
kondisi sehingga siswa bisa belajar dan
belajar bagaimana belajar. Guru yang baik
adalah guru yang mampu meningkatkan
pemberdayaan siswa sehingga siswa
mampu belajar dengan efektif. Salah satu
cara yang dapat ditempuh adalah dengan
mengembangkan aktivitas belajar siswa.
Salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi hasil belajar adalah aktivitas
siswa dalam kegiatan belajar mengajar
yang terjadi di dalam kelas. Karena itu perlu
dicari model mengajar yang dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam
mata pelajaran IPA. Upaya ini penting
karena dengan melalui cara pembelajaran
yang baik siswa dapat meningkatkan
pemahamannya terhadap konsep-konsep
IPA. Aktivitas ini merupakan hal yang
menunjang dalam usaha peningkatan hasil
belajar. Siswa yang belajar dengan
menulis, mengerjakan soal-soal, dan
membuat rangkuman hasilnya akan lebih
baik dari pada siswa yang belajarnya hanya
membaca saja. Aktivitas belajar IPA siswa
dapat dilakukan selama siswa di dalam
kelas maupun saat di rumah. Aktivitas
belajar IPA siswa di dalam kelas yang
menunjang proses belajar mengajar di
sekolah misalnya mencatat, mendengarkan
penjelasan guru, bertanya pada guru, pergi
ke perpustakaan dan sebagainya.
Sekolah merupakan pusat belajar
yang berfungsi sebagai tempat untuk
mengembangkan aktivitas. Aktivitas belajar
IPA siswa dalam proses pembelajaran
sangat menentukan hasil belajar siswa,
terutama aktivitas belajar IPA siswa selama
mengikuti proses belajar mengajar. Siswa
dituntut aktif dalam proses pembelajaran
karena pada prinsipnya belajar melakukan
sesuatu untuk mengubah tingkah laku
sebagai
aktivitas
dalam
proses
pembelajaran. Aktivitas belajar adalah
aktivitas yang bersifat fisik maupun mental.
Dalam kegiatan belajar, kedua aktivitas itu
harus selalu terkait. Kaitan antara keduanya
akan membuahkan aktivitas belajar yang
optimal. Sehubungan dengan hal tersebut,
Piaget
menjelaskan
Siswa
berpikir
sepanjang ia berbuat, tanpa perbuatan
berarti siswa itu tidak berpikir. Oleh karena
itu, agar siswa berpikir sendiri maka harus
diberikan kesempatan untuk berbuat
sendiri. Berpikir pada taraf verbal baru akan
timbul setelah siswa itu berpikir pada taraf
perbuatan.
Dari berbagai pengalaman dan
pengamatan terhadap perilaku siswa dalam
pembelajaran, aktivitas belajar IPA dapat
dikembangkan
dengan
memberi
kepercayaan, komunikasi yang bebas,
pengarahan diri, dan pengawasan yang
tidak terlalu ketat. Jika aktivitas belajar IPA
sudah
berkembang,
maka
akan
berpengaruh
terhadap
kualitas
pembelajaran. Dalam hal ini secara tidak
langsung akan berpengaruh juga terhadap
hasil belajar siswa. Semakin banyak
aktivitas belajar, maka akan semakin tinggi
pula prestasi belajar siswa.
Masalah pendidikan di Indonesia
yang selama ini muncul berkaitan dengan
mutu pendidikan IPA baik dari segi proses
dan produk. Pendidikan yang berlangsung
masih bersifat teacher centered. Proses
belajar didasarkan pada asumsi bahwa
pengetahuan dapat dipindahkan secara
utuh dari pikiran guru ke siswa. Mata
pelajaran IPA merupakan mata pelajaran
yang mempunyai banyak konsep dasar
yang perlu dipahami oleh setiap siswa
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
sekolah dasar dalam proses pembelajaran.
Keprihatinan
akan
rendahnya
mutu
pendidikan di tingkat sekolah dasar bukan
saja dikeluhkan oleh para orang tua murid,
tapi juga oleh guru mata pelajaran IPA
sekolah dasar yang setiap hari bergelut
dengan siswa. Upaya semaksimal mungkin
untuk mengajar dengan baik sudah
dilakukan, akan tetapi hasilnya tetap minim.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang fenomena alam secara sistematis,
sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip
saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pembelajaran IPA dapat
menjadi
wahana
bagi
siswa
mengembangkan
dan
menumbuhkan
motivasi, inovasi, serta kreativitas sehingga
siswa mampu menghadapi masa depan
yang penuh tantangan melalui penguasaan
sains secara umum.
Sebagai sebuah proses, sains
merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
terstruktur dan sistematis yang dilakukan
untuk menemukan konsep, prinsip, dan
hukum tentang gejala alam. Hakekat sains
itu memberikan pengertian bahwa sains
tidak hanya meliputi ilmu pengetahuan
mengenal
alam.
Tetapi,
mencakup
pengertian
proses
penyelidikan
dan
perolehan ilmu tersebut.
Sains sebagai produk dan sains
sebagai proses bukanlah merupakan dua
dimensi yang terpisah. Namun, merupakan
dua dimensi yang terjalin erat sebagai satu
kesatuan. Proses sains akan menghasilkan
pengetahuan (produk sains) yang baru dan
pengetahuan sebagai produk sains akan
memunculkan pertanyaan baru untuk diteliti
melalui proses sains, sehingga dihasilkan
pengetahuan (produk sains) yang lebih
baru
lagi.
Demikianlah
sains
itu
berkembang dari waktu ke waktu tidak ada
hentinya.
Terkait dengan proses dan produk
sains,
pembelajaran
sains
harus
menghantarkan siswa menguasai konsepkonsep sains dan keterkaitannya untuk
dapat memecahkan masalah terkait dalam
kehidupan sehari-hari. Siswa tidak hanya
sekedar tahu (knowing) dan hafal
(memorizing) tentang konsep-konsep sains,
melainkan
harus
menjadikan
siswa
mengerti dan paham (to understand)
konsep-konsep
tersebut
dan
menghubungkan keterkaitan suatu konsep
dengan konsep lain. Namun, kenyataan
yang ditemui di lapangan sebagian besar
siswa tidak mampu mengaplikasikan
konsep-konsep sains dalam kehidupan
nyata. Untuk itu, guru harus membangun
konsep yang dapat memberitahu siswa
untuk
menghubungkan
pengalamanpengalaman mereka dengan pelajaran
yang diterima di sekolah. Siswa harus
belajar
memperoleh
dan
mengorganisasikan informasi, serta dapat
menerapkan ide-ide dan menguji ide-ide
tersebut. Hal ini dapat meningkatkan
pemahaman
siswa
terhadap
alam
sekitarnya serta dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam mengambil
keputusan dan memecahkan berbagai
persoalan secara efektif sehingga salah
satu produk yang diharapkan adalah
aktivitas belajar IPA siswa yang tinggi.
Berbagai pola lama yang diterapkan
oleh guru terutama dalam melakukan
kegiatan pembelajaran yang notabene
masih terpusat pada guru (teacher
centered)
menyebabkan
kurangnya
kesempatan bagi siswa untuk dapat
mengembangkan aktivitas belajar IPA
siswa di dalam kelas. Siswa mengikuti
pelajaran hanya mengikuti apa yang
diinstruksikan
oleh
gurunya.
Ketergantungan akan keberadaan guru
sangatlah tinggi. Dalam situasi demikian
peranan siswa dalam mengembangkan
belajarnya tidak ada.
Bukti
rendahnya
kualitas
pembelajaran IPA juga ditunjukkan dari
hasil observasi di lapangan. Berdasarkan
observasi awal yang dilakukan di 8 sekolah
dasar yang termasuk dalam Gugus I
Kecamatan Buleleng pada bulan November
tahun 2013, terungkap bahwa dalam proses
pembelajaran guru masih menggunakan
model pembelajaran konvensional yang
didominasi dengan metode ceramah,
diselingi dengan tanya jawab dan
pemberian tugas yang dikerjakan secara
individu maupun berkelompok. Selain itu,
dalam proses pembelajaran IPA jarang
ditemui guru yang menggunakan alat-alat
maupun bahan praktik sebagai sarana
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
pendukung
pembelajaran.
Guru-guru
biasanya hanya memanfaatkan buku
penunjang sebagai sumber informasi.
Dalam pembelajaran IPA yang bersifat
teacher-centered, guru hanya menjelaskan
materi dan konsep yang terdapat pada
buku
maupun
referensi
lainnya.
Pembelajaran yang berpusat pada guru
menyebabkan siswa kurang aktif dan
terlibat lebih mendalam saat proses
pembelajaran. Hal tersebut berdampak
pada
kecenderungan
siswa
untuk
menghafal daripada memahami materi
pelajaran. Akibatnya, aktivitas belajar IPA
siswa masih rendah.
Belajar
menurut
konstruktivist
adalah suatu perubahan konseptual, yang
dapat berupa pengkonstruksian ide baru
atau merekonstruksi ide yang sudah ada
sebelumnya. Dalam konteks pendidikan,
konstruktivisme adalah suatu upaya
membangun tata susunan hidup yang
berbudaya
modern.
Konstruktivisme
merupakan salah satu pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan adalah
buatan kita sendiri. Pengetahuan bukan
tiruan dari realitas, bukan juga gambaran
dari
dunia
kenyataan
yang
ada.
Pengetahuan
merupakan
hasil
dari
konstruksi kognitif melalui kegiatan individu
dengan
membuat
struktur,
kategori,
konsep, dan skema yang diperlukan untuk
membentuk pengetahuan tersebut.
Hal
ini
terjadi
karena
teori
konstruktivisme
menyadari
bahwa
pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu
saja, melainkan harus diinterpretasikan
sendiri oleh masing-masing individu.
Pengetahuan juga bukan merupakan
sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu
proses yang berkembang terus-menerus.
Dalam proses itu, keaktifan seseorang
sangat
menentukan
dalam
mengembangkan pengetahuannya. Di sisi
lain, kenyataannya masih banyak peserta
didik yang salah menangkap apa yang
diberikan oleh gurunya. Hal ini menunjukan
bahwa pengetahuan tidak begitu saja
dipindahkan,
melainkan
harus
dikonstruksikan sendiri oleh peserta didik.
Peran guru dalam pembelajaran bukan
pemindahan pengetahuan, tetapi sebagai
fasilitator yang menyediakan stimulus baik
berupa strategi pembelajaran, bimbingan,
dan
bantuan
ketika
peserta
didik
mengalami kesulitan belajar. Selain itu,
guru juga menyediakan media dan materi
pembelajaran agar peserta didik merasa
termotivasi dan tertarik untuk belajar
sehingga pembelajaran menjadi bermakna
dan peserta didik mampu mengonstruksi
sendiri pengetahuannya.
Konstruktivisme sebenarnya bukan
merupakan gagasan yang baru, apa yang
dilalui dalam kehidupan kita selama ini
merupakan himpunan dan pembinaan
pengalaman
demi
pengalaman.
Ini
menyebabkan
seseorang
mempunyai
pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Ketika masuk ke kelas untuk menerima
pelajaran, siswa tidak dengan kepala
kosong yang siap diisi dengan berbagai
pengetahuan oleh guru akan tetapi mereka
telah
membawa
pengetahuan
awal.
Pengetahuan awal siswa tersebut diperoleh
siswa
dari
interaksinya
dengan
lingkungannya. Pengetahuan awal ini dapat
mempermudah siswa dalam menerima
pelajaran selanjutnya, tetapi dapat pula
mempersulit siswa. Karena itu guru harus
mengetahui terlebih dahulu konsepsi awal
siswa mengenai konsep IPA yang akan
diajarkan.
Guru
harus
menciptakan
kegiatan dalam pembelajaran yang dapat
mengubah konsepsi awal siswa yang belum
sesuai dengan konsep IPA yang sedang
dipelajari atau menyempurnakan konsep
awal yang kurang lengkap. Oleh karena itu,
diperlukan suatu model mengajar yang
memenuhi syarat tersebut. Setiap peserta
didik mempunyai cara sendiri untuk
mengkontruksi pengetahuannya. Maka
penting bagi setiap peserta didik untuk
mengerti kekhasannya, juga keunggulan
dan kelemahannya dalam belajar. Mereka
perlu menemukan cara belajar yang tepat
bagi mereka sendiri. Setiap peserta didik
mempunyai cara yang cocok dalam
mengkontruksikan pengetahuannya yang
kadang berbeda dengan teman-temannya
yang lain. Oleh karena itu, pemberian
otonomi belajar bagi siswa merupakan hal
yang penting dalam memajukan belajar
seseorang. Pembelajaran akan lebih
bermakna apabila siswa secara aktif
membina pengetahuannya melalui otonomi
yang ia miliki.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Salah satu model pembelajaran
yang dapat dianggap memenuhi syarat
dilihat dari kerangka konseptual, adalah
model pembelajaran yang dikemukakan
oleh Novick, 1982 (dalam Natsir, 1997).
Model
pembelajaran
ini
merupakan
implementasi dari sejumlah prinsip-prinsip
konstruktivisme
tentang
bagaimana
pengetahuan
diperoleh.
Model
pembelajaran Novick merupakan model
pembelajaran yang berawal dari konsep
belajar sebagai perubahan konseptual yang
dikembangkan
dari
pendekatan
konstruktivisme. Dalam memahami suatu
peristiwa, siswa akan melalui proses
asimilasi dan akomodasi sehingga dapat
menjelaskan peristiwa tersebut secara
ilmiah.
Asimilasi
merupakan
proses
pengumpulan informasi baru yang sesuai
dengan pemahaman (konsepsi) awalnya.
Sedangkan akomodasi merupakan proses
pembangunan kembali pemahaman yang
sudah ada sebagai akibat adanya informasi
baru yang tidak sesuai dengan pemahaman
awalnya.
Pembelajaran
dapat
diartikan
sebagai proses perubahan konseptual,
namun tidak berarti bahwa pembelajaran
tersebut bersifat mengumpulkan fakta-fakta
baru yang lebih ilmiah dalam menjelaskan
suatu peristiwa. Pembelajaran dalam
perubahan konseptual terutama melibatkan
penggalian konsepsi awal siswa pada
peristiwa tertentu dan penggunaan caracara untuk membantu siswa mengubah
konsep mereka yang kurang tepat sehingga
mereka mendapat suatu konsep baru yang
lebih ilmiah.
Mengingat pentingnya perubahan
konseptual dari pengetahuan awal siswa
pada proses pembelajaran berdasarkan
pandangan para konstruktivist. Novick
(1982: 184) mengemukakan "perubahan
konseptual terjadi melalui akomodasi
kognitif yang berawal dari pengetahuan
awal siswa”. Untuk menciptakan proses
akomodasi kognitif, Novick mengusulkan
suatu model pembelajaran yang dikenal
dengan model pembelajaran Novick
(Novick, 1982). Model pembelajaran Novick
terdiri dari tiga fase yaitu fase pertama,
exposing
alternative
framework
(mengungkap konsepsi awal siswa), fase
kedua,
creating
conceptual
conflict
(menciptakan konflik konseptual) dan fase
ketiga,
encouraging
cognitive
accommodation (mengupayakan terjadinya
akomodasi kognitif).
Pada fase pertama, mengungkap
konsepsi awal siswa di dalam mengajar
ditujukan agar terjadi perubahan konseptual
sesuai dengan gagasan konstructivist yang
memungkinkan siswa membentuk konsepsi
baru yang lebih ilmiah dari konsepsi
awalnya. Pengetahuan awal yang dimiliki
siswa bisa benar atau salah, untuk itu
langkah paling penting yang harus
dilakukan terlebih dahulu di dalam
mengajar
agar
terjadi
perubahan
konseptual. Ini akan membuat para siswa
sadar akan gagasan mereka sendiri tentang
topik atau peristiwa yang sedang dipelajari.
Guru dapat mengungkap konsepsi awal
siswa dengan menyajikan suatu fenomena
kemudian siswa diminta untuk meramalkan
fenomena yang diberikan oleh guru,
konsepsi awal siswa bisa sesuai atau tidak
sesuai dengan konsepsi ilmiah, untuk itulah
pada fase kedua, menciptakan konflik
konseptual atau biasa juga disebut konflik
kognitif merupakan suatu fase yang penting
dalam pembelajaran, sebab dengan adanya
konflik tersebut siswa merasa tertantang
untuk belajar apalagi jika peristiwa yang
dihadirkan
tidak
sesuai
dengan
pemahamannya. Setelah para siswa
menyampaikan gagasannya pada orang
lain dan telah dievaluasi melalui diskusi
kelas, para siswa akan menjadi tidak puas
dengan gagasan mereka sendiri karena
terdapat perbedaan dengan gagasan siswa
lainnya. Dengan mengenali kekurang
pahaman mereka, para siswa menjadi lebih
terbuka untuk mengubah konsepsinya.
Guru menciptakan konflik konseptual untuk
mengarahkan siswa secara perlahan
menuju ke arah ilmiah. Dengan demikian,
menciptakan konflik konseptual menjadikan
siswa merasa tidak puas terhadap
kenyataan yang dihadapinya sehingga
pada
fase
ketiga,
guru
dapat
mengupayakan
terjadinya
akomodasi
kognitif.
Keunggulan model pembelajaran
Novick adalah proses penyimpanan memori
pengetahuan
yang
diperoleh
siswa
berlangsung lebih lama dan dapat
mengembangkan
kemampuan
berpikir
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
siswa menjadi berpikir ilmiah. Selain itu,
penerapan model pembelajaran ini juga
menjadikan siswa aktif dalam proses
pembelajaran
sehingga
siswa
lebih
termotivasi dalam belajar.
Berdasarkan penjabaran tersebut,
maka
dilakukanlah
penelitian
yang
bertujuan untuk mengetahui perbedaan
aktivitas belajar IPA siswa antara kelompok
siswa yang belajar menggunakan model
pembelajaran
Novick
dan
model
pembelajaran konvensional pada siswa
kelas V SD Gugus I Kecamatan Buleleng
Tahun Ajaran 2013/2014.
METODE
Penelitian ini merupakan jenis
penelitian
eksperimen
semu
(quasi
experiment). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas V di Sekolah
Dasar Gugus I Kecamatan Buleleng tahun
ajaran 2013/2014. Jumlah keseluruhan
populasi adalah 280 siswa. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan
adalah teknik random sampling. Secara
keseluruhan jumlah sampel yang digunakan
pada penelitian ini berjumlah 60 siswa.
Rancangan
penelitian
yang
digunakan adalah non equivalent post-test
only control group design. Variabel
penelitian ini meliputi variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel bebas yang
dimaksud yaitu model pembelajaran berupa
model pembelajaran Novick (MPN) dan
model pembelajaran konvensional (MPK).
Sedangkan,
variabel
terikat
dalam
penelitian ini adalah aktivitas belajar IPA
siswa (ABI).
Tahapan-tahapan
penelitian
ini
dapat dipaparkan sebagai berikut. Pertama,
orientasi dan observasi terhadap rancangan
dan pelaksanaan belajar mengajar di kelas.
Kedua,
Menyusun
dan
merancang
perangkat pembelajaran, yang terdiri atas
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
(RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) tentang
pokok bahasan Cahaya serta menyusun
lembar observasi aktivitas belajar IPA yang
kemudian diuji agar layak dalam penelitian.
Ketiga, melaksanakan pembelajaran pada
masing-masing
kelas.
Keempat,
mengadakan post-test pada pada masingmasing kelas untuk mengidentifikasi
aktivitas belajar IPA yang telah dicapai oleh
siswa. Dan terakhir, menganalisis data
aktivitas belajar IPA siswa.
Eksperimen ini menggunakan dua
kelompok di mana perlakuan pada tiap
kelompok memerlukan waktu, urutan dan
porsi materi pelajaran yang sama.
Perbedaannya terletak pada perlakuan dan
LKS yang digunakan. Kelompok yang
mendapat perlakuan MPN difasilitasi
dengan LKS MPN. Sedangkan kelas yang
mendapat perlakuan MPK difasilitasi
dengan LKS Konvensional.
Dalam penelitian ini, data yang
dikumpulkan adalah data aktivitas belajar
IPA siswa. Data aktivitas siswa diperoleh
menggunakan
metode
observasi.
Instrumen
yang
digunakan
dalam
memperoleh data aktivitas belajar IPA
adalah lembar observasi. Pengisian lembar
observasi
dilaksanakan
selama
pembelajaran
berlangsung.
Sebelum
digunakan dalam penelitian, instrumen
penelitian terlebih dulu diuji coba. Uji coba
instrumen bertujuan untuk mendeskripsikan
derajat estimasi tes yang ditentukan oleh
validitas dan reliabilitas angket.
Dalam penelitian ini, digunakan dua
teknik analisis yaitu analisis statistik
deskriptif dan analisis inferensial. Teknik
analisis
deskriptif
digunakan
untuk
menganalisis data aktivitas belajar IPA
siswa. Analisis deskriptif digunakan untuk
mendeskripsikan aktivitas belajar siswa
saat post-test serta peningkatan tiap-tiap
aspek aktivitas belajar IPA siswa.
Kualifikasi data aktivitas belajar IPA
dilakukan dengan menggunakan pedoman
konversi aktivitas belajar IPA. Kualifikasi
dideskripsikan atas dasar skor rerata
(mean) ideal Mi dan simpangan baku ideal
SDi.
Teknik analisis uji-t digunakan bila
variabel yang dilibatkan terdiri dari 1
variabel bebas dengan 1 variabel terikat.
Penggunaan uji-t bertujuan untuk menguji
ada tidaknya perbedaan rata-rata (mean)
skor aktivitas belajar IPA antara kelompok
model pembelajaran. Analisis ini nantinya
digunakan untuk menguji hipotesis. Untuk
menguji hipotesis penelitian, digunakan ujit. Terlebih dahulu menguji normalitas dan
homogenitas sebelum dilanjutkan ke uji
hipotesis.
Untuk
menguji
hipotesis
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
digunakan independent sample
dengan rumus separated varians.
t-test
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rata-rata dan standar deviasi
kemandirian belajar siswa untuk setiap unit
analisis dengan jumlah unit adalah 30 (n =
30) disajikan pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1 Skor Rata-rata dan Standar Deviasi Aktivitas Belajar Siswa
Model Pembelajaran
Model Pembelajaran Novick
Model Pembelajaran Konvensional
M
32,30
26,57
SD
2,94
2,99
analisis, dan (2) uji homogenitas varian
Tabel 1 menunjukkan bahwa skor
antar kelompok yaitu antar kelompok model
rata-rata aktivitas belajar IPA siswa pada
pembelajaran MPN dan MPK.
kelompok model pembelajaran Novick
Uji normalitas data dilakukan
sebesar 32,30 dan simpangan bakunya
terhadap data aktivitas belajar IPA siswa
adalah 2,94. Pada kelompok model
kelompok
eksperimen
dan
kontrol.
pembelajaran konvensional skor rata-rata
Berdasarkan analisis data yang dilakukan,
aktivitas belajar IPA siswa adalah sebesar
dapat disajikan hasil uji normalitas sebaran
26,57 dan simpangan bakunya adalah 2,99.
data aktivitas belajar IPA siswa kelompok
Berdasarkan pedoman konversi skor
eksperimen dan kontrol pada tabel 2.
absolut skala lima pada Tabel 3.7, maka
Kriteria pengujian, jika
dengan
aktivitas belajar IPA siswa pada kelompok
taraf signifikansi 5% (dk = 6 – 2 – 1), maka
model pembelajaran Novick berkategori
data berdistribusi normal.
sangat aktif, sedangkan aktivitas belajar
Berdasarkan
hasil
perhitungan
IPA
siswa
pada
kelompok
model
dengan menggunakan rumus Chi Squre,
pembelajaran konvensional berkategori
diperoleh skor aktivitas belajar IPA siswa
aktif. Sehingga secara deskriptif, ditinjau
kelompok eksperimen adalah 5,566,
dari rata-rata skor post test aktivitas belajar
sedangkan dengan taraf signifikansi 5%
IPA, kelompok siswa yang belajar dengan
dan db = 3 adalah 7,815. Hal ini berarti,
model pembelajaran Novick lebih baik dari
skor aktivitas belajar IPA siswa kelompok
siswa yang belajar dengan model
eksperimen lebih kecil dari ( ), sehingga
pembelajaran konvensional dalam hal
data aktivitas belajar IPA siswa kelompok
aktivitas belajar.
eksperimen
berdistribusi
normal.
Analisis data yang dimaksud di sini
Selanjutnya,
skor aktivitas belajar IPA
adalah uji inferensial. Sebelum dilakukan
siswa kelompok kontrol adalah 6,591 dan
pengujian hipotesis dengan uji inferensial
dengan taraf signifikansi 5% dan db = 3
tersebut,
terlebih
dahulu
dilakukan
adalah 7,815. Hal ini berarti, data aktivitas
pengujian
terhadap
persyaratanbelajar kelompok kontrol lebih kecil dari ,
persyaratan yang diperlukan terhadap
sehingga data aktivitas belajar IPA siswa
sebaran data hasil penelitian. Uji prasyarat
kelompok kontrol berdistribusi normal.
analisis meliputi dua hal, yaitu (1) uji
normalitas data terhadap keseluruhan unit
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data
Data Aktivitas belajar
Nilai Kritis pada Taraf
No.
Status
χ2
IPA
Signifikansi 5%
1
Kelompok eksperimen
5,566
7,815
Normal
2
Kelompok kontrol
6,591
7,815
Normal
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji homogenitas varian antar kelompok
No.
1
2
Data Aktivitas
belajar IPA
Kelompok eksperimen
Kelompok kontrol
F-hitung
F-tabel pada Taraf
Signifikansi 5%
Status
0,05
1,65
Homogen
Berdasarkan tabel 3, diketahui
Fhitung skor aktivitas belajar IPA siswa
kelompok eksperimen dan kontrol adalah
0,05,
sedangkan
Ftabel
dengan
dbpembilang = 30 dan dbpenyebut = 29
pada taraf signifikansi 5% adalah 1,65. Hal
ini berarti, varians data aktivitas belajar IPA
siswa kelompok eksperimen dan kontrol
adalah homogen.
Secara deskriptif, aktivitas belajar IPA
siswa kelompok eksperimen lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa kelompok
kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada ratarata skor aktivitas belajar IPA. Rata-rata
skor aktivitas belajar IPA siswa kelompok
eksperimen adalah 32,37 berada pada
katagori tinggi, sedangkan rata-rata skor
aktivitas belajar IPA siswa kelompok kontrol
adalah 26,27 berada pada katagori sedang.
Berdasarkan
analisis
data
menggunakan uji-t, diperoleh nilai thitung
sebesar 7,487 dan ttabel sebesar 2,000
(pada db = 59 dan taraf signifikansi 5%).
Dengan demikian, thitung lebih besar dari ttabel
yang menunjukkan bahwa hasil penelitian
adalah
signifikan.
Artinya,
terdapat
perbedaan aktivitas belajar IPA yang
signifikan antara kelompok siswa yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran
Novick dan kelompok siswa yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran
konvensional pada siswa kelas V SD di
gugus I Kecamatan Buleleng tahun ajaran
2013/2014. Adanya perbedaan yang
signifikan
menunjukkan
bahwa
pembelajaran dengan model pembelajaran
Novick berpengaruh terhadap aktivitas
belajar IPA siswa.
Pembahasan dari pertanyaan di
atas dapat dikaji secara teoritik dan
opreasional
empiris
antara
model
pembelajaran Novick dengan model
pembelajran
konvensional.
Model
Pembelajaran Novick adalah proses belajar
yang dilakukan atas inisiatif individu peserta
didik sendiri. Dalam hal ini, perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian terhadap
pengalaman belajar yang telah dijalani,
dilakukan semuanya oleh individu yang
bersangkutan.
Aktivitas
belajar
IPA
dikembangkan secara optimal dalam Model
Pembelajaran Novick. Sementara guru
hanya bertindak sebagai konsultan, yang
memberi arahan, bimbingan, dan konfirmasi
terhadap kemajuan belajar yang telah
dilakukan individu peserta didik tersebut
dengan
tujuan
memberdayakan
kemampuan peserta didik.
Model pembelajaran Novick ini
menggunakan strategi konflik kognitif yang
melatih siswa untuk mengkonstruksi
pengetahuannya
sendiri
berdasarkan
pengetahuan awal yang dimiliki sehingga
dapat memahami konsep materi dengan
tepat. Selain itu, metode diskusi yang
digunakan dalam model pembelajaran ini
menjadikan
siswa
aktif
dalam
mengkonstruksi
pengetahuan
melalui
interaksi belajar siswa dengan siswa, siswa
dengan guru, siswa dengan materi
pembelajaran,
sehingga
siswa
lebih
termotivasi dalam belajar karena mendapat
pengetahuan baru dan pengalaman belajar.
Beberapa aktivitas yang diobservasi selama
proses pembelajaran Novick baik dalam
bertanya, menjawab soal yang diberikan
maupun dalam kerjasama kelompok,
memperlihatkan
bahwa
rata-rata
persentase siswa termasuk dalam kategori
sangat aktif, Hal ini menunjukkan bahwa
setelah penerapan model pembelajaran
Novick pada materi cahaya, siswa menjadi
sangat aktif dalam mengikuti pembelajaran
IPA.
Walaupun Model Pembelajaran
Novick disebut juga sebagai model
pembelajaran mandiri namun siswa tidaklah
bekerja sendiri. Salah satu bentuk kegiatan
MPN adalah dengan kerja kelompok.
Walaupun cara berpikir dan bekerja dalam
menyelesaikan tugas mengikuti aturanaturan tertentu, tetapi dapat bervariasi
sesuai dengan masalah yang dihadapi
pebelajar dan sudut pandang pebelajar
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Bervariasinya
sudut
pandang
akan
menumbuhkan cara berpikir dan bekerja
yang bervariasi yang akan menumbuhkan
kreativitas pebelajar.
Metode belajar MPN bermanfaat
untuk menyadarkan dan memberdayakan
peserta didik, bahwa belajar adalah
tanggungjawab mereka sendiri. Mereka
diberikan kebebasan yang seluas-luasnya
dalam mengelola dan menentukan. Dengan
kata lain, individu pebelajar didorong untuk
bertanggung jawab terhadap semua pikiran
dan tindakan yang dilakukannya sehingga
meningkatkan aktivitas belajar IPA yang
dimilikinya.
Secara operasional empiris, kedua
model pembelajaran menggunakan LKS
dan penyajian dengan metode eksperimen
pada materi yang sama mencakup pokok
bahasan cahaya. Perbedaannya terletak
pada cara siswa dalam melaksanakan
proses pembelajaran dan menyelesaikan
permasalahan yang diberikan. Pada model
pembelajaran konvensional pembelajaran
bertujuan
untuk
membantu
mengembangkan belajar siswa tentang
pengetahuan prosedural dan pengetahuan
deklaratif yang terstruktur dengan baik dan
dapat dipelajari selangkah demi selangkah.
Kegiatan pembelajaran dalam model
pembelajaran konvensional masih berpusat
kepada guru sebagai pusat informasi
(teacher centered), dimana semua petunjuk
sudah disediakan secara rinci dan
terstruktur
oleh
guru.
Pembelajaran
berlangsung
melalui
tahapan-tahapan
instruksi
tanpa
mempertimbangkan
kemampuan intelektual siswa (pengetahuan
awal). Kegiatan pembelajaran seperti ini
tidak
banyak
membantu
dalam
mengembangkan aktivitas belajar IPA
siswa dan akan menimbulkan karakteristik
siswa yang pasif, karena pembelajaran
masih didominasi oleh peran guru dan tidak
membiarkan siswa mengalami konflik
kognitif sehingga pencapaian aktivitas
belajar IPA tidak optimal.
Pada
model
pembelajaran
konvensional siswa pada umumnya cepat
merasa puas jika suatu prinsip atau konsep
sudah dapat dibuktikan dengan munculnya
fakta-fakta pada kegiatan laboratorium.
Karena tidak bertolak dari pengetahuan
awal siswa, maka fakta-fakta yang teramati
di laboratorium tidak secara langsung
digunakan untuk pengembangan konsepkonsep penting. Siswa lebih mementingkan
mengumpulkan data dan memformulasikan
hasil dalam angka-angka tanpa berusaha
menghubungkan hasil eksperimen dengan
pengetahuan yang sudah mereka miliki
sebelumnya,
sehingga
pembelajaran
menjadi kurang bermakna. Berbeda dengan
model pembelajaran Novick dimana pada
pembelajaran menggunakan LKS yang
menuntut siswa untuk mengembangkan
aktivitas belajarnya. Siswa dituntut untuk
bertanggungjawab terhadap belajarnya
sendiri. Siswa diberikan otonomi belajar
yang nantinya dikembangkan sesuai
dengan karakteristik individu dengan
dukungan dari guru sebagai konsultan
dalam belajarnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran
Novick lebih unggul dibandingkan model
pembelajaran
konvensional
dalam
pencapaian aktivitas belajar IPA. Meskipun
model
pembelajaran
Novick
dapat
meningkatkan aktivitas belajar IPA siswa,
namun belum secara optimal dapat
mencapai aktivitas belajar pada kategori
baik ataupun sangat baik.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dapat dikemukakan simpulan
sebagai berikut. Terdapat perbedaan
pengaruh yang signifikan aktivitas belajar
IPA siswa antara kelompok siswa yang
belajar dengan model pembelajaran Novick
dengan kelompok siswa yang belajar
dengan model pembelajaran konvensional.
Berdasarkan hasil penelitian ini,
maka dapat diajukan beberapa saran guna
peningkatan kualitas pembelajaran IPA
antara lain hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara
model
pembelajaran
Novick
terhadap aktivitas belajar IPA siswa. Untuk
itu, para guru dapat menggunakan model
pembelajaran Novick sebagai alternatif
untuk meningkatkan aktivitas belajar IPA
siswa. Materi pembelajaran yang digunakan
dalam penelitian ini terbatas hanya pada
pokok bahasan cahaya saja sehingga dapat
dikatakan bahwa hasil-hasil penelitian
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
terbatas hanya pada materi tersebut. Untuk
mengetahui kemungkinan hasil yang
berbeda pada pokok bahasan lainnya,
disarankan kepada peneliti selanjutnya
untuk melakukan penelitian yang sejenis
pada pokok bahasan yang lain.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S. 2003. Managemen penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar evaluasi
pendidikan (Edisi revisi, cetakan ke5). Jakarta: Bumi Aksara.
Candiasa, I M. 2004. Statistik multivariat
disertai aplikasi dengan SPSS. Buku
ajar (tidak diterbitkan). IKIP Negeri
Singaraja.
Depdiknas. 2006. Panduan pengembangan
silabus sekolah menengah pertama
(SMP)
mata
pelajaran
ilmu
pengetahuan
alam.
Jakarta:
Depdiknas.
Firmansyah, Hilman. 2012. Pengaruh
Model
Pembelajaran
Novick
Terhadap Kemampuan Komunikasi
Matematika Pada Siswa Smp.
Tersedia
pada
http://digilib.unpas.ac.id/gdl.php.
Diakses pada 30 November 2013.
Ghazali, A. S. 2002. Menerapkan
paradigma kontruktivisme melalui
strategi belajar kooperatif dalam
pembelajaran
bahasa.
Jurnal
Pendidikan & Pembelajaran. 9(2).
115-131
Hamalik, O. 2007. Proses Belajar Mengajar.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Jihad, A., & Haris, A. 2008. Evaluasi
pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Presindo.
Long, T. J., Convey, J. J., & Chwalek, A. R.
1985. Completing dissertation in the
behavioral sciences and education.
London: Jossey-Bass Publishers.
Mardikanto, T. 2008. Proses belajar dalam
penyuluhan.
Tersedia
pada
http://masarip.blog.friendster.com/20
08/11/proses-belajar-dalampenyuluhan-2.htm. Diakses tanggal
28 November 2013.
Mehrens, W. A. & Lehmann, I. J. 1984.
Measurement and evaluation in
education and psychology. New
York: Holt, Rinehart and Winston.
Narbuko, C. & Acmadi, H. S. 2005.
Metodologi penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara.
Natsir,
Muhammad. (1997). Strategi
Penggunaan Model Pembelajaran
Novick
untuk
Meningkatkan
Keaktifan dan Pemahaman Siswa
Tentang Listrik dalam Pembelajaran
IPA di SD. Tesis SPs UPI Bandung.
Tersedia
pada
http://perpustakaan.upi.edu/natsir.19
97-tesis.framework. (diakses pada
tanggal 28 November 2013)
Nugraheni, E. 2007. Student centered
learning dan implikasinya terhadap
proses
pembelajaran.
Jurnal
Pendidikan. 8(2). 1-10.
Sadia, W. 1997. Pengembangan model
belajar
konstruktivis
dalam
pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam di SLTP (suatu studi
eksperimen dalam pembelajaran
konsep energi, usaha, dan suhu).
Aneka Widya. 23-25.
Sardiman, A. M. 2009. Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada
Suastra, I W. & Kariasa, N. 1999.
Pengembangan kreativitas berpikir
siswa melalui pengajaran IPA
dengan model karya ilmiah di
sekolah dasar. Laporan Penelitian
(tidak diterbitkan). IKIP N Singaraja.
Sukardi. 2004. Metodologi penelitian
pendidikan
(kompetensi
dan
praktiknya). Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Wahyudi. 2002. Tingkat pemahaman siswa
terhadap materi pembelajaran IPA.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.
No. 036. Tahun ke-8, Mei 2002.
389-401.
Wikipedia. 2008. Kontruktivisme. Tersedia
pada
http://id.wikipedia.org/wiki/
kontruktivisme.htm. Diakses pada
30 November 2013.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN NOVICK TERHADAP
AKTIVITAS BELAJAR IPA SISWA KELAS V
DI GUGUS I KECAMATAN BULELENG
Gusti Ayu Kadek Rara Andriani1, Ni Nengah Madri Antari2, Ni Wayan Rati3
1
Jurusan PGSD,2BK, 3PGSD, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: [email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh aktivitas belajar IPA
siswa antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran Novick dan siswa
yang belajar menggunakan model pembelajaran Konvensional. Penelitian ini adalah
penelitian eksperimen semu dengan rancangan nonequivalent posttest only control
group design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas V di Gugus 1 Kecamatan
Buleleng tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri dari 8 sekolah dengan jumlah populasi
280 siswa. Sebanyak 60 siswa dipilih sebagai sampel yang ditentukan dengan teknik
random sampling. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah aktivitas belajar IPA
siswa, yang dikumpulkan menggunakan metode observasi dengan instrumen
pengumpulan datanya menggunakan lembar observasi aktivitas belajar IPA. Lembar
observasi aktivitas belajar IPA yang digunakan terdiri dari 10 butir pernyataan. Data
dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan uji-t. Berdasarkan hasil
perhitungan uji-t tersebut, diperoleh thitung adalah 7,487. Sedangkan ttabel pada taraf
signifikansi 5% dan db = (30 + 30 -2) = 58 adalah 2,000. Hal ini berarti, thitung lebih
besar dari ttabel, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi, terdapat perbedaan
signifikan pada aktivitas belajar IPA antara siswa yang belajar dengan menggunakan
model pembelajaran Novick dan siswa yang belajar dengan model pembelajaran
konvensional.
Kata-kata kunci: model pembelajaran Novick, aktivitas belajar IPA
Abstract
This study aims to analyze the difference of science learning activity of students who
learn by using Novick Learning Model with the students who learn by using
Conventional Learning Model. This study is a semi-experimental research with
nonequivalent posttest only control group design. The population of the study is the
entire fifth grade students in Gugus 1 Buleleng Regency in the academic year
2013/2014 that consist of 8 schools with the whole number of students are 280
students. 60 students are selected as sample of the study by using group random
sampling. The data that are analyzed in this study is the science learning activity which
is obtained through observation sheet of science learning activity. The observation
sheet of science learning activity that is administered consists of 10 items of statement.
The data obtained are analyzed by using Descriptive Statistics and t-test. Based on the
t-test calculation, the research result showed that t count value was 7,487 and ttable was
2,000, on significance standard 5% and db=59. That meant that tcount is bigger than that
of ttable. The result of the study shows that there is a significant difference between the
group of students who learn by using Novick Learning Model with the group of students
who learn by using Conventional Model.
Keywords : Novick Learning Model, Science Learning Activity.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENDAHULUAN
Mengajar merupakan kegiatan yang
kompleks, yaitu penggunaan secara
integratif sejumlah keterampilan untuk
menyampaikan pesan kepada anak didik.
Keterampilan mengajar bukanlah hereditas
melainkan
hasil
dari
pengalaman.
Walaupun demikian, mengajar dapat
menggunakan
informasi-informasi
dari
orang lain yang telah mengembangkan
belajar dari pengalaman mereka sendiri.
Hal ini menambah informasi yang dapat
digunakan
untuk
mengembangkan
keefektifan guru dalam menjalankan tugas
di sekolah. Guru dapat memperbaiki hasil
belajar dengan menggunakan model,
pendekatan dan metode mengajar yang
tepat. Sesungguhnya tugas utama guru
bukan semata-mata mencapai tujuan
pembelajaran sesuai dengan kurikulum,
tetapi meningkatkan kemampuan belajar
siswa. Guru bukannya harus mengajar
sebanyak mungkin, tetapi menciptakan
kondisi sehingga siswa bisa belajar dan
belajar bagaimana belajar. Guru yang baik
adalah guru yang mampu meningkatkan
pemberdayaan siswa sehingga siswa
mampu belajar dengan efektif. Salah satu
cara yang dapat ditempuh adalah dengan
mengembangkan aktivitas belajar siswa.
Salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi hasil belajar adalah aktivitas
siswa dalam kegiatan belajar mengajar
yang terjadi di dalam kelas. Karena itu perlu
dicari model mengajar yang dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam
mata pelajaran IPA. Upaya ini penting
karena dengan melalui cara pembelajaran
yang baik siswa dapat meningkatkan
pemahamannya terhadap konsep-konsep
IPA. Aktivitas ini merupakan hal yang
menunjang dalam usaha peningkatan hasil
belajar. Siswa yang belajar dengan
menulis, mengerjakan soal-soal, dan
membuat rangkuman hasilnya akan lebih
baik dari pada siswa yang belajarnya hanya
membaca saja. Aktivitas belajar IPA siswa
dapat dilakukan selama siswa di dalam
kelas maupun saat di rumah. Aktivitas
belajar IPA siswa di dalam kelas yang
menunjang proses belajar mengajar di
sekolah misalnya mencatat, mendengarkan
penjelasan guru, bertanya pada guru, pergi
ke perpustakaan dan sebagainya.
Sekolah merupakan pusat belajar
yang berfungsi sebagai tempat untuk
mengembangkan aktivitas. Aktivitas belajar
IPA siswa dalam proses pembelajaran
sangat menentukan hasil belajar siswa,
terutama aktivitas belajar IPA siswa selama
mengikuti proses belajar mengajar. Siswa
dituntut aktif dalam proses pembelajaran
karena pada prinsipnya belajar melakukan
sesuatu untuk mengubah tingkah laku
sebagai
aktivitas
dalam
proses
pembelajaran. Aktivitas belajar adalah
aktivitas yang bersifat fisik maupun mental.
Dalam kegiatan belajar, kedua aktivitas itu
harus selalu terkait. Kaitan antara keduanya
akan membuahkan aktivitas belajar yang
optimal. Sehubungan dengan hal tersebut,
Piaget
menjelaskan
Siswa
berpikir
sepanjang ia berbuat, tanpa perbuatan
berarti siswa itu tidak berpikir. Oleh karena
itu, agar siswa berpikir sendiri maka harus
diberikan kesempatan untuk berbuat
sendiri. Berpikir pada taraf verbal baru akan
timbul setelah siswa itu berpikir pada taraf
perbuatan.
Dari berbagai pengalaman dan
pengamatan terhadap perilaku siswa dalam
pembelajaran, aktivitas belajar IPA dapat
dikembangkan
dengan
memberi
kepercayaan, komunikasi yang bebas,
pengarahan diri, dan pengawasan yang
tidak terlalu ketat. Jika aktivitas belajar IPA
sudah
berkembang,
maka
akan
berpengaruh
terhadap
kualitas
pembelajaran. Dalam hal ini secara tidak
langsung akan berpengaruh juga terhadap
hasil belajar siswa. Semakin banyak
aktivitas belajar, maka akan semakin tinggi
pula prestasi belajar siswa.
Masalah pendidikan di Indonesia
yang selama ini muncul berkaitan dengan
mutu pendidikan IPA baik dari segi proses
dan produk. Pendidikan yang berlangsung
masih bersifat teacher centered. Proses
belajar didasarkan pada asumsi bahwa
pengetahuan dapat dipindahkan secara
utuh dari pikiran guru ke siswa. Mata
pelajaran IPA merupakan mata pelajaran
yang mempunyai banyak konsep dasar
yang perlu dipahami oleh setiap siswa
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
sekolah dasar dalam proses pembelajaran.
Keprihatinan
akan
rendahnya
mutu
pendidikan di tingkat sekolah dasar bukan
saja dikeluhkan oleh para orang tua murid,
tapi juga oleh guru mata pelajaran IPA
sekolah dasar yang setiap hari bergelut
dengan siswa. Upaya semaksimal mungkin
untuk mengajar dengan baik sudah
dilakukan, akan tetapi hasilnya tetap minim.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang fenomena alam secara sistematis,
sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip
saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pembelajaran IPA dapat
menjadi
wahana
bagi
siswa
mengembangkan
dan
menumbuhkan
motivasi, inovasi, serta kreativitas sehingga
siswa mampu menghadapi masa depan
yang penuh tantangan melalui penguasaan
sains secara umum.
Sebagai sebuah proses, sains
merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
terstruktur dan sistematis yang dilakukan
untuk menemukan konsep, prinsip, dan
hukum tentang gejala alam. Hakekat sains
itu memberikan pengertian bahwa sains
tidak hanya meliputi ilmu pengetahuan
mengenal
alam.
Tetapi,
mencakup
pengertian
proses
penyelidikan
dan
perolehan ilmu tersebut.
Sains sebagai produk dan sains
sebagai proses bukanlah merupakan dua
dimensi yang terpisah. Namun, merupakan
dua dimensi yang terjalin erat sebagai satu
kesatuan. Proses sains akan menghasilkan
pengetahuan (produk sains) yang baru dan
pengetahuan sebagai produk sains akan
memunculkan pertanyaan baru untuk diteliti
melalui proses sains, sehingga dihasilkan
pengetahuan (produk sains) yang lebih
baru
lagi.
Demikianlah
sains
itu
berkembang dari waktu ke waktu tidak ada
hentinya.
Terkait dengan proses dan produk
sains,
pembelajaran
sains
harus
menghantarkan siswa menguasai konsepkonsep sains dan keterkaitannya untuk
dapat memecahkan masalah terkait dalam
kehidupan sehari-hari. Siswa tidak hanya
sekedar tahu (knowing) dan hafal
(memorizing) tentang konsep-konsep sains,
melainkan
harus
menjadikan
siswa
mengerti dan paham (to understand)
konsep-konsep
tersebut
dan
menghubungkan keterkaitan suatu konsep
dengan konsep lain. Namun, kenyataan
yang ditemui di lapangan sebagian besar
siswa tidak mampu mengaplikasikan
konsep-konsep sains dalam kehidupan
nyata. Untuk itu, guru harus membangun
konsep yang dapat memberitahu siswa
untuk
menghubungkan
pengalamanpengalaman mereka dengan pelajaran
yang diterima di sekolah. Siswa harus
belajar
memperoleh
dan
mengorganisasikan informasi, serta dapat
menerapkan ide-ide dan menguji ide-ide
tersebut. Hal ini dapat meningkatkan
pemahaman
siswa
terhadap
alam
sekitarnya serta dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam mengambil
keputusan dan memecahkan berbagai
persoalan secara efektif sehingga salah
satu produk yang diharapkan adalah
aktivitas belajar IPA siswa yang tinggi.
Berbagai pola lama yang diterapkan
oleh guru terutama dalam melakukan
kegiatan pembelajaran yang notabene
masih terpusat pada guru (teacher
centered)
menyebabkan
kurangnya
kesempatan bagi siswa untuk dapat
mengembangkan aktivitas belajar IPA
siswa di dalam kelas. Siswa mengikuti
pelajaran hanya mengikuti apa yang
diinstruksikan
oleh
gurunya.
Ketergantungan akan keberadaan guru
sangatlah tinggi. Dalam situasi demikian
peranan siswa dalam mengembangkan
belajarnya tidak ada.
Bukti
rendahnya
kualitas
pembelajaran IPA juga ditunjukkan dari
hasil observasi di lapangan. Berdasarkan
observasi awal yang dilakukan di 8 sekolah
dasar yang termasuk dalam Gugus I
Kecamatan Buleleng pada bulan November
tahun 2013, terungkap bahwa dalam proses
pembelajaran guru masih menggunakan
model pembelajaran konvensional yang
didominasi dengan metode ceramah,
diselingi dengan tanya jawab dan
pemberian tugas yang dikerjakan secara
individu maupun berkelompok. Selain itu,
dalam proses pembelajaran IPA jarang
ditemui guru yang menggunakan alat-alat
maupun bahan praktik sebagai sarana
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
pendukung
pembelajaran.
Guru-guru
biasanya hanya memanfaatkan buku
penunjang sebagai sumber informasi.
Dalam pembelajaran IPA yang bersifat
teacher-centered, guru hanya menjelaskan
materi dan konsep yang terdapat pada
buku
maupun
referensi
lainnya.
Pembelajaran yang berpusat pada guru
menyebabkan siswa kurang aktif dan
terlibat lebih mendalam saat proses
pembelajaran. Hal tersebut berdampak
pada
kecenderungan
siswa
untuk
menghafal daripada memahami materi
pelajaran. Akibatnya, aktivitas belajar IPA
siswa masih rendah.
Belajar
menurut
konstruktivist
adalah suatu perubahan konseptual, yang
dapat berupa pengkonstruksian ide baru
atau merekonstruksi ide yang sudah ada
sebelumnya. Dalam konteks pendidikan,
konstruktivisme adalah suatu upaya
membangun tata susunan hidup yang
berbudaya
modern.
Konstruktivisme
merupakan salah satu pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan adalah
buatan kita sendiri. Pengetahuan bukan
tiruan dari realitas, bukan juga gambaran
dari
dunia
kenyataan
yang
ada.
Pengetahuan
merupakan
hasil
dari
konstruksi kognitif melalui kegiatan individu
dengan
membuat
struktur,
kategori,
konsep, dan skema yang diperlukan untuk
membentuk pengetahuan tersebut.
Hal
ini
terjadi
karena
teori
konstruktivisme
menyadari
bahwa
pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu
saja, melainkan harus diinterpretasikan
sendiri oleh masing-masing individu.
Pengetahuan juga bukan merupakan
sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu
proses yang berkembang terus-menerus.
Dalam proses itu, keaktifan seseorang
sangat
menentukan
dalam
mengembangkan pengetahuannya. Di sisi
lain, kenyataannya masih banyak peserta
didik yang salah menangkap apa yang
diberikan oleh gurunya. Hal ini menunjukan
bahwa pengetahuan tidak begitu saja
dipindahkan,
melainkan
harus
dikonstruksikan sendiri oleh peserta didik.
Peran guru dalam pembelajaran bukan
pemindahan pengetahuan, tetapi sebagai
fasilitator yang menyediakan stimulus baik
berupa strategi pembelajaran, bimbingan,
dan
bantuan
ketika
peserta
didik
mengalami kesulitan belajar. Selain itu,
guru juga menyediakan media dan materi
pembelajaran agar peserta didik merasa
termotivasi dan tertarik untuk belajar
sehingga pembelajaran menjadi bermakna
dan peserta didik mampu mengonstruksi
sendiri pengetahuannya.
Konstruktivisme sebenarnya bukan
merupakan gagasan yang baru, apa yang
dilalui dalam kehidupan kita selama ini
merupakan himpunan dan pembinaan
pengalaman
demi
pengalaman.
Ini
menyebabkan
seseorang
mempunyai
pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Ketika masuk ke kelas untuk menerima
pelajaran, siswa tidak dengan kepala
kosong yang siap diisi dengan berbagai
pengetahuan oleh guru akan tetapi mereka
telah
membawa
pengetahuan
awal.
Pengetahuan awal siswa tersebut diperoleh
siswa
dari
interaksinya
dengan
lingkungannya. Pengetahuan awal ini dapat
mempermudah siswa dalam menerima
pelajaran selanjutnya, tetapi dapat pula
mempersulit siswa. Karena itu guru harus
mengetahui terlebih dahulu konsepsi awal
siswa mengenai konsep IPA yang akan
diajarkan.
Guru
harus
menciptakan
kegiatan dalam pembelajaran yang dapat
mengubah konsepsi awal siswa yang belum
sesuai dengan konsep IPA yang sedang
dipelajari atau menyempurnakan konsep
awal yang kurang lengkap. Oleh karena itu,
diperlukan suatu model mengajar yang
memenuhi syarat tersebut. Setiap peserta
didik mempunyai cara sendiri untuk
mengkontruksi pengetahuannya. Maka
penting bagi setiap peserta didik untuk
mengerti kekhasannya, juga keunggulan
dan kelemahannya dalam belajar. Mereka
perlu menemukan cara belajar yang tepat
bagi mereka sendiri. Setiap peserta didik
mempunyai cara yang cocok dalam
mengkontruksikan pengetahuannya yang
kadang berbeda dengan teman-temannya
yang lain. Oleh karena itu, pemberian
otonomi belajar bagi siswa merupakan hal
yang penting dalam memajukan belajar
seseorang. Pembelajaran akan lebih
bermakna apabila siswa secara aktif
membina pengetahuannya melalui otonomi
yang ia miliki.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Salah satu model pembelajaran
yang dapat dianggap memenuhi syarat
dilihat dari kerangka konseptual, adalah
model pembelajaran yang dikemukakan
oleh Novick, 1982 (dalam Natsir, 1997).
Model
pembelajaran
ini
merupakan
implementasi dari sejumlah prinsip-prinsip
konstruktivisme
tentang
bagaimana
pengetahuan
diperoleh.
Model
pembelajaran Novick merupakan model
pembelajaran yang berawal dari konsep
belajar sebagai perubahan konseptual yang
dikembangkan
dari
pendekatan
konstruktivisme. Dalam memahami suatu
peristiwa, siswa akan melalui proses
asimilasi dan akomodasi sehingga dapat
menjelaskan peristiwa tersebut secara
ilmiah.
Asimilasi
merupakan
proses
pengumpulan informasi baru yang sesuai
dengan pemahaman (konsepsi) awalnya.
Sedangkan akomodasi merupakan proses
pembangunan kembali pemahaman yang
sudah ada sebagai akibat adanya informasi
baru yang tidak sesuai dengan pemahaman
awalnya.
Pembelajaran
dapat
diartikan
sebagai proses perubahan konseptual,
namun tidak berarti bahwa pembelajaran
tersebut bersifat mengumpulkan fakta-fakta
baru yang lebih ilmiah dalam menjelaskan
suatu peristiwa. Pembelajaran dalam
perubahan konseptual terutama melibatkan
penggalian konsepsi awal siswa pada
peristiwa tertentu dan penggunaan caracara untuk membantu siswa mengubah
konsep mereka yang kurang tepat sehingga
mereka mendapat suatu konsep baru yang
lebih ilmiah.
Mengingat pentingnya perubahan
konseptual dari pengetahuan awal siswa
pada proses pembelajaran berdasarkan
pandangan para konstruktivist. Novick
(1982: 184) mengemukakan "perubahan
konseptual terjadi melalui akomodasi
kognitif yang berawal dari pengetahuan
awal siswa”. Untuk menciptakan proses
akomodasi kognitif, Novick mengusulkan
suatu model pembelajaran yang dikenal
dengan model pembelajaran Novick
(Novick, 1982). Model pembelajaran Novick
terdiri dari tiga fase yaitu fase pertama,
exposing
alternative
framework
(mengungkap konsepsi awal siswa), fase
kedua,
creating
conceptual
conflict
(menciptakan konflik konseptual) dan fase
ketiga,
encouraging
cognitive
accommodation (mengupayakan terjadinya
akomodasi kognitif).
Pada fase pertama, mengungkap
konsepsi awal siswa di dalam mengajar
ditujukan agar terjadi perubahan konseptual
sesuai dengan gagasan konstructivist yang
memungkinkan siswa membentuk konsepsi
baru yang lebih ilmiah dari konsepsi
awalnya. Pengetahuan awal yang dimiliki
siswa bisa benar atau salah, untuk itu
langkah paling penting yang harus
dilakukan terlebih dahulu di dalam
mengajar
agar
terjadi
perubahan
konseptual. Ini akan membuat para siswa
sadar akan gagasan mereka sendiri tentang
topik atau peristiwa yang sedang dipelajari.
Guru dapat mengungkap konsepsi awal
siswa dengan menyajikan suatu fenomena
kemudian siswa diminta untuk meramalkan
fenomena yang diberikan oleh guru,
konsepsi awal siswa bisa sesuai atau tidak
sesuai dengan konsepsi ilmiah, untuk itulah
pada fase kedua, menciptakan konflik
konseptual atau biasa juga disebut konflik
kognitif merupakan suatu fase yang penting
dalam pembelajaran, sebab dengan adanya
konflik tersebut siswa merasa tertantang
untuk belajar apalagi jika peristiwa yang
dihadirkan
tidak
sesuai
dengan
pemahamannya. Setelah para siswa
menyampaikan gagasannya pada orang
lain dan telah dievaluasi melalui diskusi
kelas, para siswa akan menjadi tidak puas
dengan gagasan mereka sendiri karena
terdapat perbedaan dengan gagasan siswa
lainnya. Dengan mengenali kekurang
pahaman mereka, para siswa menjadi lebih
terbuka untuk mengubah konsepsinya.
Guru menciptakan konflik konseptual untuk
mengarahkan siswa secara perlahan
menuju ke arah ilmiah. Dengan demikian,
menciptakan konflik konseptual menjadikan
siswa merasa tidak puas terhadap
kenyataan yang dihadapinya sehingga
pada
fase
ketiga,
guru
dapat
mengupayakan
terjadinya
akomodasi
kognitif.
Keunggulan model pembelajaran
Novick adalah proses penyimpanan memori
pengetahuan
yang
diperoleh
siswa
berlangsung lebih lama dan dapat
mengembangkan
kemampuan
berpikir
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
siswa menjadi berpikir ilmiah. Selain itu,
penerapan model pembelajaran ini juga
menjadikan siswa aktif dalam proses
pembelajaran
sehingga
siswa
lebih
termotivasi dalam belajar.
Berdasarkan penjabaran tersebut,
maka
dilakukanlah
penelitian
yang
bertujuan untuk mengetahui perbedaan
aktivitas belajar IPA siswa antara kelompok
siswa yang belajar menggunakan model
pembelajaran
Novick
dan
model
pembelajaran konvensional pada siswa
kelas V SD Gugus I Kecamatan Buleleng
Tahun Ajaran 2013/2014.
METODE
Penelitian ini merupakan jenis
penelitian
eksperimen
semu
(quasi
experiment). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas V di Sekolah
Dasar Gugus I Kecamatan Buleleng tahun
ajaran 2013/2014. Jumlah keseluruhan
populasi adalah 280 siswa. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan
adalah teknik random sampling. Secara
keseluruhan jumlah sampel yang digunakan
pada penelitian ini berjumlah 60 siswa.
Rancangan
penelitian
yang
digunakan adalah non equivalent post-test
only control group design. Variabel
penelitian ini meliputi variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel bebas yang
dimaksud yaitu model pembelajaran berupa
model pembelajaran Novick (MPN) dan
model pembelajaran konvensional (MPK).
Sedangkan,
variabel
terikat
dalam
penelitian ini adalah aktivitas belajar IPA
siswa (ABI).
Tahapan-tahapan
penelitian
ini
dapat dipaparkan sebagai berikut. Pertama,
orientasi dan observasi terhadap rancangan
dan pelaksanaan belajar mengajar di kelas.
Kedua,
Menyusun
dan
merancang
perangkat pembelajaran, yang terdiri atas
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
(RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) tentang
pokok bahasan Cahaya serta menyusun
lembar observasi aktivitas belajar IPA yang
kemudian diuji agar layak dalam penelitian.
Ketiga, melaksanakan pembelajaran pada
masing-masing
kelas.
Keempat,
mengadakan post-test pada pada masingmasing kelas untuk mengidentifikasi
aktivitas belajar IPA yang telah dicapai oleh
siswa. Dan terakhir, menganalisis data
aktivitas belajar IPA siswa.
Eksperimen ini menggunakan dua
kelompok di mana perlakuan pada tiap
kelompok memerlukan waktu, urutan dan
porsi materi pelajaran yang sama.
Perbedaannya terletak pada perlakuan dan
LKS yang digunakan. Kelompok yang
mendapat perlakuan MPN difasilitasi
dengan LKS MPN. Sedangkan kelas yang
mendapat perlakuan MPK difasilitasi
dengan LKS Konvensional.
Dalam penelitian ini, data yang
dikumpulkan adalah data aktivitas belajar
IPA siswa. Data aktivitas siswa diperoleh
menggunakan
metode
observasi.
Instrumen
yang
digunakan
dalam
memperoleh data aktivitas belajar IPA
adalah lembar observasi. Pengisian lembar
observasi
dilaksanakan
selama
pembelajaran
berlangsung.
Sebelum
digunakan dalam penelitian, instrumen
penelitian terlebih dulu diuji coba. Uji coba
instrumen bertujuan untuk mendeskripsikan
derajat estimasi tes yang ditentukan oleh
validitas dan reliabilitas angket.
Dalam penelitian ini, digunakan dua
teknik analisis yaitu analisis statistik
deskriptif dan analisis inferensial. Teknik
analisis
deskriptif
digunakan
untuk
menganalisis data aktivitas belajar IPA
siswa. Analisis deskriptif digunakan untuk
mendeskripsikan aktivitas belajar siswa
saat post-test serta peningkatan tiap-tiap
aspek aktivitas belajar IPA siswa.
Kualifikasi data aktivitas belajar IPA
dilakukan dengan menggunakan pedoman
konversi aktivitas belajar IPA. Kualifikasi
dideskripsikan atas dasar skor rerata
(mean) ideal Mi dan simpangan baku ideal
SDi.
Teknik analisis uji-t digunakan bila
variabel yang dilibatkan terdiri dari 1
variabel bebas dengan 1 variabel terikat.
Penggunaan uji-t bertujuan untuk menguji
ada tidaknya perbedaan rata-rata (mean)
skor aktivitas belajar IPA antara kelompok
model pembelajaran. Analisis ini nantinya
digunakan untuk menguji hipotesis. Untuk
menguji hipotesis penelitian, digunakan ujit. Terlebih dahulu menguji normalitas dan
homogenitas sebelum dilanjutkan ke uji
hipotesis.
Untuk
menguji
hipotesis
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
digunakan independent sample
dengan rumus separated varians.
t-test
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rata-rata dan standar deviasi
kemandirian belajar siswa untuk setiap unit
analisis dengan jumlah unit adalah 30 (n =
30) disajikan pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1 Skor Rata-rata dan Standar Deviasi Aktivitas Belajar Siswa
Model Pembelajaran
Model Pembelajaran Novick
Model Pembelajaran Konvensional
M
32,30
26,57
SD
2,94
2,99
analisis, dan (2) uji homogenitas varian
Tabel 1 menunjukkan bahwa skor
antar kelompok yaitu antar kelompok model
rata-rata aktivitas belajar IPA siswa pada
pembelajaran MPN dan MPK.
kelompok model pembelajaran Novick
Uji normalitas data dilakukan
sebesar 32,30 dan simpangan bakunya
terhadap data aktivitas belajar IPA siswa
adalah 2,94. Pada kelompok model
kelompok
eksperimen
dan
kontrol.
pembelajaran konvensional skor rata-rata
Berdasarkan analisis data yang dilakukan,
aktivitas belajar IPA siswa adalah sebesar
dapat disajikan hasil uji normalitas sebaran
26,57 dan simpangan bakunya adalah 2,99.
data aktivitas belajar IPA siswa kelompok
Berdasarkan pedoman konversi skor
eksperimen dan kontrol pada tabel 2.
absolut skala lima pada Tabel 3.7, maka
Kriteria pengujian, jika
dengan
aktivitas belajar IPA siswa pada kelompok
taraf signifikansi 5% (dk = 6 – 2 – 1), maka
model pembelajaran Novick berkategori
data berdistribusi normal.
sangat aktif, sedangkan aktivitas belajar
Berdasarkan
hasil
perhitungan
IPA
siswa
pada
kelompok
model
dengan menggunakan rumus Chi Squre,
pembelajaran konvensional berkategori
diperoleh skor aktivitas belajar IPA siswa
aktif. Sehingga secara deskriptif, ditinjau
kelompok eksperimen adalah 5,566,
dari rata-rata skor post test aktivitas belajar
sedangkan dengan taraf signifikansi 5%
IPA, kelompok siswa yang belajar dengan
dan db = 3 adalah 7,815. Hal ini berarti,
model pembelajaran Novick lebih baik dari
skor aktivitas belajar IPA siswa kelompok
siswa yang belajar dengan model
eksperimen lebih kecil dari ( ), sehingga
pembelajaran konvensional dalam hal
data aktivitas belajar IPA siswa kelompok
aktivitas belajar.
eksperimen
berdistribusi
normal.
Analisis data yang dimaksud di sini
Selanjutnya,
skor aktivitas belajar IPA
adalah uji inferensial. Sebelum dilakukan
siswa kelompok kontrol adalah 6,591 dan
pengujian hipotesis dengan uji inferensial
dengan taraf signifikansi 5% dan db = 3
tersebut,
terlebih
dahulu
dilakukan
adalah 7,815. Hal ini berarti, data aktivitas
pengujian
terhadap
persyaratanbelajar kelompok kontrol lebih kecil dari ,
persyaratan yang diperlukan terhadap
sehingga data aktivitas belajar IPA siswa
sebaran data hasil penelitian. Uji prasyarat
kelompok kontrol berdistribusi normal.
analisis meliputi dua hal, yaitu (1) uji
normalitas data terhadap keseluruhan unit
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data
Data Aktivitas belajar
Nilai Kritis pada Taraf
No.
Status
χ2
IPA
Signifikansi 5%
1
Kelompok eksperimen
5,566
7,815
Normal
2
Kelompok kontrol
6,591
7,815
Normal
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji homogenitas varian antar kelompok
No.
1
2
Data Aktivitas
belajar IPA
Kelompok eksperimen
Kelompok kontrol
F-hitung
F-tabel pada Taraf
Signifikansi 5%
Status
0,05
1,65
Homogen
Berdasarkan tabel 3, diketahui
Fhitung skor aktivitas belajar IPA siswa
kelompok eksperimen dan kontrol adalah
0,05,
sedangkan
Ftabel
dengan
dbpembilang = 30 dan dbpenyebut = 29
pada taraf signifikansi 5% adalah 1,65. Hal
ini berarti, varians data aktivitas belajar IPA
siswa kelompok eksperimen dan kontrol
adalah homogen.
Secara deskriptif, aktivitas belajar IPA
siswa kelompok eksperimen lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa kelompok
kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada ratarata skor aktivitas belajar IPA. Rata-rata
skor aktivitas belajar IPA siswa kelompok
eksperimen adalah 32,37 berada pada
katagori tinggi, sedangkan rata-rata skor
aktivitas belajar IPA siswa kelompok kontrol
adalah 26,27 berada pada katagori sedang.
Berdasarkan
analisis
data
menggunakan uji-t, diperoleh nilai thitung
sebesar 7,487 dan ttabel sebesar 2,000
(pada db = 59 dan taraf signifikansi 5%).
Dengan demikian, thitung lebih besar dari ttabel
yang menunjukkan bahwa hasil penelitian
adalah
signifikan.
Artinya,
terdapat
perbedaan aktivitas belajar IPA yang
signifikan antara kelompok siswa yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran
Novick dan kelompok siswa yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran
konvensional pada siswa kelas V SD di
gugus I Kecamatan Buleleng tahun ajaran
2013/2014. Adanya perbedaan yang
signifikan
menunjukkan
bahwa
pembelajaran dengan model pembelajaran
Novick berpengaruh terhadap aktivitas
belajar IPA siswa.
Pembahasan dari pertanyaan di
atas dapat dikaji secara teoritik dan
opreasional
empiris
antara
model
pembelajaran Novick dengan model
pembelajran
konvensional.
Model
Pembelajaran Novick adalah proses belajar
yang dilakukan atas inisiatif individu peserta
didik sendiri. Dalam hal ini, perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian terhadap
pengalaman belajar yang telah dijalani,
dilakukan semuanya oleh individu yang
bersangkutan.
Aktivitas
belajar
IPA
dikembangkan secara optimal dalam Model
Pembelajaran Novick. Sementara guru
hanya bertindak sebagai konsultan, yang
memberi arahan, bimbingan, dan konfirmasi
terhadap kemajuan belajar yang telah
dilakukan individu peserta didik tersebut
dengan
tujuan
memberdayakan
kemampuan peserta didik.
Model pembelajaran Novick ini
menggunakan strategi konflik kognitif yang
melatih siswa untuk mengkonstruksi
pengetahuannya
sendiri
berdasarkan
pengetahuan awal yang dimiliki sehingga
dapat memahami konsep materi dengan
tepat. Selain itu, metode diskusi yang
digunakan dalam model pembelajaran ini
menjadikan
siswa
aktif
dalam
mengkonstruksi
pengetahuan
melalui
interaksi belajar siswa dengan siswa, siswa
dengan guru, siswa dengan materi
pembelajaran,
sehingga
siswa
lebih
termotivasi dalam belajar karena mendapat
pengetahuan baru dan pengalaman belajar.
Beberapa aktivitas yang diobservasi selama
proses pembelajaran Novick baik dalam
bertanya, menjawab soal yang diberikan
maupun dalam kerjasama kelompok,
memperlihatkan
bahwa
rata-rata
persentase siswa termasuk dalam kategori
sangat aktif, Hal ini menunjukkan bahwa
setelah penerapan model pembelajaran
Novick pada materi cahaya, siswa menjadi
sangat aktif dalam mengikuti pembelajaran
IPA.
Walaupun Model Pembelajaran
Novick disebut juga sebagai model
pembelajaran mandiri namun siswa tidaklah
bekerja sendiri. Salah satu bentuk kegiatan
MPN adalah dengan kerja kelompok.
Walaupun cara berpikir dan bekerja dalam
menyelesaikan tugas mengikuti aturanaturan tertentu, tetapi dapat bervariasi
sesuai dengan masalah yang dihadapi
pebelajar dan sudut pandang pebelajar
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Bervariasinya
sudut
pandang
akan
menumbuhkan cara berpikir dan bekerja
yang bervariasi yang akan menumbuhkan
kreativitas pebelajar.
Metode belajar MPN bermanfaat
untuk menyadarkan dan memberdayakan
peserta didik, bahwa belajar adalah
tanggungjawab mereka sendiri. Mereka
diberikan kebebasan yang seluas-luasnya
dalam mengelola dan menentukan. Dengan
kata lain, individu pebelajar didorong untuk
bertanggung jawab terhadap semua pikiran
dan tindakan yang dilakukannya sehingga
meningkatkan aktivitas belajar IPA yang
dimilikinya.
Secara operasional empiris, kedua
model pembelajaran menggunakan LKS
dan penyajian dengan metode eksperimen
pada materi yang sama mencakup pokok
bahasan cahaya. Perbedaannya terletak
pada cara siswa dalam melaksanakan
proses pembelajaran dan menyelesaikan
permasalahan yang diberikan. Pada model
pembelajaran konvensional pembelajaran
bertujuan
untuk
membantu
mengembangkan belajar siswa tentang
pengetahuan prosedural dan pengetahuan
deklaratif yang terstruktur dengan baik dan
dapat dipelajari selangkah demi selangkah.
Kegiatan pembelajaran dalam model
pembelajaran konvensional masih berpusat
kepada guru sebagai pusat informasi
(teacher centered), dimana semua petunjuk
sudah disediakan secara rinci dan
terstruktur
oleh
guru.
Pembelajaran
berlangsung
melalui
tahapan-tahapan
instruksi
tanpa
mempertimbangkan
kemampuan intelektual siswa (pengetahuan
awal). Kegiatan pembelajaran seperti ini
tidak
banyak
membantu
dalam
mengembangkan aktivitas belajar IPA
siswa dan akan menimbulkan karakteristik
siswa yang pasif, karena pembelajaran
masih didominasi oleh peran guru dan tidak
membiarkan siswa mengalami konflik
kognitif sehingga pencapaian aktivitas
belajar IPA tidak optimal.
Pada
model
pembelajaran
konvensional siswa pada umumnya cepat
merasa puas jika suatu prinsip atau konsep
sudah dapat dibuktikan dengan munculnya
fakta-fakta pada kegiatan laboratorium.
Karena tidak bertolak dari pengetahuan
awal siswa, maka fakta-fakta yang teramati
di laboratorium tidak secara langsung
digunakan untuk pengembangan konsepkonsep penting. Siswa lebih mementingkan
mengumpulkan data dan memformulasikan
hasil dalam angka-angka tanpa berusaha
menghubungkan hasil eksperimen dengan
pengetahuan yang sudah mereka miliki
sebelumnya,
sehingga
pembelajaran
menjadi kurang bermakna. Berbeda dengan
model pembelajaran Novick dimana pada
pembelajaran menggunakan LKS yang
menuntut siswa untuk mengembangkan
aktivitas belajarnya. Siswa dituntut untuk
bertanggungjawab terhadap belajarnya
sendiri. Siswa diberikan otonomi belajar
yang nantinya dikembangkan sesuai
dengan karakteristik individu dengan
dukungan dari guru sebagai konsultan
dalam belajarnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran
Novick lebih unggul dibandingkan model
pembelajaran
konvensional
dalam
pencapaian aktivitas belajar IPA. Meskipun
model
pembelajaran
Novick
dapat
meningkatkan aktivitas belajar IPA siswa,
namun belum secara optimal dapat
mencapai aktivitas belajar pada kategori
baik ataupun sangat baik.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dapat dikemukakan simpulan
sebagai berikut. Terdapat perbedaan
pengaruh yang signifikan aktivitas belajar
IPA siswa antara kelompok siswa yang
belajar dengan model pembelajaran Novick
dengan kelompok siswa yang belajar
dengan model pembelajaran konvensional.
Berdasarkan hasil penelitian ini,
maka dapat diajukan beberapa saran guna
peningkatan kualitas pembelajaran IPA
antara lain hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara
model
pembelajaran
Novick
terhadap aktivitas belajar IPA siswa. Untuk
itu, para guru dapat menggunakan model
pembelajaran Novick sebagai alternatif
untuk meningkatkan aktivitas belajar IPA
siswa. Materi pembelajaran yang digunakan
dalam penelitian ini terbatas hanya pada
pokok bahasan cahaya saja sehingga dapat
dikatakan bahwa hasil-hasil penelitian
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
terbatas hanya pada materi tersebut. Untuk
mengetahui kemungkinan hasil yang
berbeda pada pokok bahasan lainnya,
disarankan kepada peneliti selanjutnya
untuk melakukan penelitian yang sejenis
pada pokok bahasan yang lain.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S. 2003. Managemen penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar evaluasi
pendidikan (Edisi revisi, cetakan ke5). Jakarta: Bumi Aksara.
Candiasa, I M. 2004. Statistik multivariat
disertai aplikasi dengan SPSS. Buku
ajar (tidak diterbitkan). IKIP Negeri
Singaraja.
Depdiknas. 2006. Panduan pengembangan
silabus sekolah menengah pertama
(SMP)
mata
pelajaran
ilmu
pengetahuan
alam.
Jakarta:
Depdiknas.
Firmansyah, Hilman. 2012. Pengaruh
Model
Pembelajaran
Novick
Terhadap Kemampuan Komunikasi
Matematika Pada Siswa Smp.
Tersedia
pada
http://digilib.unpas.ac.id/gdl.php.
Diakses pada 30 November 2013.
Ghazali, A. S. 2002. Menerapkan
paradigma kontruktivisme melalui
strategi belajar kooperatif dalam
pembelajaran
bahasa.
Jurnal
Pendidikan & Pembelajaran. 9(2).
115-131
Hamalik, O. 2007. Proses Belajar Mengajar.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Jihad, A., & Haris, A. 2008. Evaluasi
pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Presindo.
Long, T. J., Convey, J. J., & Chwalek, A. R.
1985. Completing dissertation in the
behavioral sciences and education.
London: Jossey-Bass Publishers.
Mardikanto, T. 2008. Proses belajar dalam
penyuluhan.
Tersedia
pada
http://masarip.blog.friendster.com/20
08/11/proses-belajar-dalampenyuluhan-2.htm. Diakses tanggal
28 November 2013.
Mehrens, W. A. & Lehmann, I. J. 1984.
Measurement and evaluation in
education and psychology. New
York: Holt, Rinehart and Winston.
Narbuko, C. & Acmadi, H. S. 2005.
Metodologi penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara.
Natsir,
Muhammad. (1997). Strategi
Penggunaan Model Pembelajaran
Novick
untuk
Meningkatkan
Keaktifan dan Pemahaman Siswa
Tentang Listrik dalam Pembelajaran
IPA di SD. Tesis SPs UPI Bandung.
Tersedia
pada
http://perpustakaan.upi.edu/natsir.19
97-tesis.framework. (diakses pada
tanggal 28 November 2013)
Nugraheni, E. 2007. Student centered
learning dan implikasinya terhadap
proses
pembelajaran.
Jurnal
Pendidikan. 8(2). 1-10.
Sadia, W. 1997. Pengembangan model
belajar
konstruktivis
dalam
pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam di SLTP (suatu studi
eksperimen dalam pembelajaran
konsep energi, usaha, dan suhu).
Aneka Widya. 23-25.
Sardiman, A. M. 2009. Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada
Suastra, I W. & Kariasa, N. 1999.
Pengembangan kreativitas berpikir
siswa melalui pengajaran IPA
dengan model karya ilmiah di
sekolah dasar. Laporan Penelitian
(tidak diterbitkan). IKIP N Singaraja.
Sukardi. 2004. Metodologi penelitian
pendidikan
(kompetensi
dan
praktiknya). Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Wahyudi. 2002. Tingkat pemahaman siswa
terhadap materi pembelajaran IPA.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.
No. 036. Tahun ke-8, Mei 2002.
389-401.
Wikipedia. 2008. Kontruktivisme. Tersedia
pada
http://id.wikipedia.org/wiki/
kontruktivisme.htm. Diakses pada
30 November 2013.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)