Menimbang Media Sosial dalam Marketing P

DAFTAR ISI

Menimbang Birokrasi, Partai, dan Politik di Indonesia 1. Ekonomi-Politik Kebijakan Impor Garam Indonesia

Periode 2007-2012 Lukman Baihaki

1-16 2. Etnisitas sebagai Instrumen Politik dan Keamanan

di Kalimantan Barat Pasca Rezim Orde Baru Jumadi, Mohammad Rizal Yakoop

17-34 3. Partai Islam dalam Dinamika Demokrasi di Indonesia

Gonda Yumitro 35-50 4. Membongkar Veto Player

dalam Politik Kepartaian Indonesia Menuju Pemilu 2014 Arya Budi

51-66 5. Menimbang Media Sosial dalam Marketing Politik di Indonesia:

Belajar dari Jokowi-Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2012 Wisnu Prasetya Utomo

67-84 6. Mereformasi Birokrasi dari Perspektif Sosio-Kultural:

Inspirasi dari Kota Yogyakarta Erisandi Arditama

85-100

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Volume 17, Nomor 1, Juli 2013 (67-84) ISSN 1410-4946

Menimbang Media Sosial dalam Marketing Politik di Indonesia: Belajar dari Jokowi-Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2012

Wisnu Prasetya Utomo •

Abstract

The victory of Jokowi and Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) in the 2012 Jakarta election has marked an important stage in the development of political marketing on contemporary Indonesian politics. Social media provides a great influence in this election. Social media became an effective tools to organize people and mobilize voters. In the era of political personalization after the authoritarian New Order, mix-medi- ated political marketing which combine social media, mass media, and traditional political marketing can

be an alternative strategy for the candidate or political party to win the election.

Keywords:

Jokowi-Ahok; Social Media; Mix-Mediated Political Marketing.

Abstrak

Kemenangan Jokowi dan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) di Pilkada DKI Jakarta 2012 telah menandai satu babak penting dalam perkembangan marketing politik di Indonesia. Media sosial memberikan pengaruh yang besar dalam kemenangan tersebut. Media sosial menjadi alat yang efektif untuk mengorganisir warga dan memobilisasi pemilih. Di era personalisasi politik pasca Orde Baru, marketing politik bauran yang menggabungkan media sosial, media massa, dan marketing politik tradisional bisa menjadi strategi alternatif kandidat maupun partai politik untuk memenangkan pemilu.

Kata Kunci:

Jokowi-Ahok; Media Sosial; Marketing Politik Bauran.

Pengantar

Jalin-kelindan serpihan tersebut bermuara Kemenangan Jokowi – Basuki Tjahaya pada media sosial sebagai pusat perhatian Purnama (Ahok) dalam Pemilihan Kepala yang mengonfirmasi tesis tentang komunikasi Daerah (Pilkada) DKI Jakarta tahun 2012 politik generasi ketiga, ditandai dengan segera memunculkan serpihan-serpihan penggunaan tren komunikasi terbaru oleh naratif yang menarik didiskusikan: aktor-aktor politik. Penggunaan internet dan tumbangnya oligarki partai politik, gejala media sosial sebagai sarana kampanye dan pemilih kritis yang diinisiasi kelas menengah, medium interaksi telah mengubah serta menguatnya popularitas tokoh politik komunikasi politik dan marketing politik secara dalam pemilihan umum.

dramatis (Blumler dan Kavanagh, 1999). Transformasi komunikasi politik dan

• Peneliti di lembaga Pemantau Media “Pindai”

marketing politik sebagai konsekuensi

Alumni Jurusan Komunikasi Fisipol UGM

Email: utama4@gmail.com

kemajuan teknologi memang dapat

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 17, Nomor 1, Juli 2013

dipahami. Transformasi ini menjadi sine qua naan media sosial menjadi lompatan yang non jika melihat laju perkembangan media cukup signifikan. Fenomena baru tersebut juga sosial di Indonesia yang mencengangkan menandai rekonfigurasi lanskap marketing dalam satu dekade terakhir. Pengguna politik di Indonesia dan membawa kita pada Facebook di Indonesia mencapai 42, 5 juta dua pertanyaan : Bagaimana peran media sosial penduduk, Twitter 19,5 juta, dan blog lebih dalam kemenangan Jokowi-Ahok? Dan tidak dari 3,5 juta (Nugroho dan Syarief, 2012:10). kalah penting, apa implikasinya terhadap Kencangnya penetrasi ini membuat Indone- strategi marketing politik dan pemilihan umum

sia dilabeli sebagai “twitter nation”. 1 di Indonesia tahun-tahun mendatang? Sementara tingkat penetrasi internet telah

Sebelum lebih jauh membahas tentang mencakup jumlah 24, 23 persen atau setara relasi antara media sosial dan marketing politik, dengan 63 juta penduduk. 2 artikel ini akan terlebih dulu memberikan Namun demikian, naiknya angka batasan definisi media sosial. Sebagaimana penetrasi tersebut belum berbanding lurus dijelaskan oleh Kaplan dan Haenlein (2010) dengan penggunaannya dalam kampanye bahwa media sosial merupakan pemilihan umum baik di tingkat lokal maupun nasional pasca 1998. Meski

“A group of internet-based application that menawarkan akses yang luas bagi

build on the ideological and technological penyebaran informasi politik termasuk juga

foundations of Web 2.0, and that allow the interaksi berbagai aktor-aktor politik,

creation and exchange of User Generated kehadiran internet masih dinomorduakan. Content.”

Meningkatnya jumlah politisi yang memiliki Lebih lanjut, Kaplan dan Haenlein juga akun media sosial dan partai politik dengan memberikan tipologi media sosial yang mereka website resmi masih sekadar bertujuan emoh bagi dalam enam jenis yaitu (1) Collaborative ketinggalan zaman. Project seperti Wikipedia, (2) Blog, (3) Content Di era modernisasi kampanye politik di In- Communities seperti Youtube, (4) Social Net- donesia pasca Orde Baru, televisi masih working Sites seperti Facebook dan Twitter, (5) memainkan peranan yang sangat menentukan Virtual Social Worlds seperti Second Life, dan (6) dalam mempengaruhi perilaku pemilih (Mujani Virtual Game Worlds seperti Warcraft. Limitasi dan Liddle, 2007; Mujani dan Liddle, 2010). dan tipologi tersebut tentu berguna untuk Politisi beramai-ramai meningkatkan membedakannya dengan pengertian popularitasnya melalui layar kaca. Inilah era konvensional media sosial, yang ditandai telepolitics, televisi menggantikan organisasi melalui komunikasi interpersonal dan kontak partai politik sebagai saluran sosialisasi politik. fisik antar orang per orang. Tayangan-tayangan televisi dari debat presiden, Melalui studi pustaka, tulisan ini akan berita, talk show, sampai iklan politik telah menyajikan serta menganalisis perkembangan memberi masyarakat akses yang luas terhadap marketing politik bauran dengan mengguna- informasi politik. kan media sosial di Indonesia. Fokus Artinya, dalam era telepolitics, pembahasan akan diarahkan pada kemenangan Jokowi-Ahok dengan penggu- kemenangan Jokowi – Ahok di Pilkada DKI

1 CNN. (2012). Indonesia: Twitter Nation. (Online). (http:/

Jakarta 2012 yang menunjukkan serta

/edition.cnn.com/2010/TECH/social.media/11/23/ indonesia.twitter/index.html, diakses 29 Juli 2013).

memacu perkembangan tersebut.

2 Kompas. (2012). 2013, Pengguna Internet di Indonesia Bisa Tembus 82 Juta . (Online). (http://

tekno.kompas.com/read/2012/12/13/10103065/ 2013.pengguna.internet.indonesia.bisa.tembus.82.juta, diakses 29 Juli 2013).

Menimbang Media Sosial dalam Marketing Politik di Indonesia: Belajar dari Jokowi-Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2012

Keruntuhan Marketing Politik Mass- memaksimalkan pengaruh parlemen dalam

Mediated

berbagai perumusan kebijakan publik. Bagian ini akan membahas beberapa Aktor-aktornya terdiri dari anggota konsep kunci seperti transformasi marketing parlemen yang berasal dari lintas partai politik, marketing politik mass-mediated, dan politik. Kedua, pemilihan umum. Dalam marketing politik mix-mediated.

arena pemilihan umum, marketing politik Meskipun termasuk istilah yang relatif diarahkan untuk mendapatkan suara baru dalam leksikon ilmu politik, pemilih. Inovasi marketing politik dilakukan perkembangan marketing politik termasuk untuk meningkatkan partisipasi publik. cepat dalam dua dekade terakhir. Studi-

Ketiga, internal partai politik. Aktor studi tentang teori maupun praksis market- utama dalam arena ini adalah anggota, ing politik banyak dilakukan oleh para aktivis, termasuk perwakilan partai politik. sarjana di berbagai negara. Sebagian besar Kontestasi dalam arena ini menjadi menarik memperlihatkan bagaimana marketing terutama jika partai politik tersebut berbasis politik memberikan pengaruh yang kuat massa dan memiliki karakteristik organisasi dalam perilaku partai politik maupun aktor- di akar rumput. Keempat, media massa. aktor politik lain. Tentu perkembangan Dunia politik modern menunjukkan bahwa tersebut tidak berlangsung dengan mulus media menjadi aktor utama yang dan serta merta. Karena marketing politik menghubungkan partai atau kandidat merupakan “marriage of politics and market- dengan pemilih. Jurnalis maupun editor ing ” (Lees-Marshment, 2001), maka di media menjadi pemeran utama di sini. dalamnya pun tercipta tegangan-tegangan

Dari empat arena tersebut, tak bisa dan konflik seperti layaknya pernikahan.

dipungkiri media memainkan perannya Tulisan ini tidak akan masuk dalam yang cukup signifikan. Peran media sebagai berbagai diskusi tentang definisi marketing penyalur distribusi informasi bahkan politik. Pendekatannya yang lintas disiplin semakin tak tergantikan. Bentuk-bentuk keilmuan dari politik, marketing, marketing langsung (direct-based marketing) komunikasi, sampai media menyebabkan telah berganti menjadi marketing melalui kesulitan untuk merumuskan satu definisi media massa (mass-mediated marketing). yang utuh. 3 Karena itu, diskusi tentang mar- Migrasi model ini berkaitan erat dengan keting politik dalam tulisan ini akan melemahnya kekuatan partai politik dan langsung fokus pada arena marketing politik. semakin berkembangnya media massa Mengacu pada yang disampaikan oleh independen yang memungkinkan mereka Stromback (2010: 16-33), ada empat arena membawa agendanya masing-masing marketing politik yaitu:

(Mancini dan Swanson, 1996). Pertama, parlemen. Tujuan utama mar-

Asp dan Esaiasson (1996) memberikan keting politik di parlemen adalah tiga tahapan marketing politik melalui me- dia massa yang mereka sebut sebagai

3 Lees-Marshment mengartikan marketing politik

medialization of politics. Tahapan pertama

dengan “..political organizations adapting business- marketing concepts and techniques to help them achieve

muncul ketika media massa menjadi kanal

their goals..”. Definisi masih bisa diperdebatkan,

dominan yang menghubungkan antara

namun Lees-Marshment mengintroduksi tiga

pemerintah, partai politik, dan warga. Proses

model marketing politik yang kerap dirujuk banyak sarjana yaitu market-oriented party, product oriented

komunikasi politik tidak terjadi secara

party, dan sales oriented party. Lebih lanjut baca Lees-

langsung melalui komunikasi interpersonal.

Marshment, Jennifer. (2001). Political Marketing and

Perjumpaan secara fisik berganti dengan

British Political Parties . Manchester: Manchester University Press.

citra artifisial yang direproduksi media. Alih-

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 17, Nomor 1, Juli 2013

alih dianggap sebagai warga negara (citi- Hal yang harus diperhatikan, bahaya zen) , individu-individu lebih tepat disebut sekaligus kelemahan marketing politik sebagai penonton (spectator) dalam kultur melalui media massa segera terlihat terang baru ini.

benderang ketika nalar publik sudah Sedangkan tahapan kedua, media tidak bekerja, seiring dengan logika media. Asp lagi hanya menjadi arena politik dan dan Esaiasson (1996) sudah lama kontestasi ideologis (the battle ground for com- mengingatkan bahwa kehadiran media peting ideologies ). Media telah menjadi aktor sebagai perantara antara pemilih dengan politik itu sendiri. Media massa melakukan kandidat akan berimplikasi pada perubahan proses menyaring berita yang akan dramatis. Perubahan dramatis ini dimulai disiarkan. Penyaringan ini dilakukan secara dari migrasi besar-besaran dunia politik ke selektif oleh gatekeepers yang menentukan dalam media, baik dari sisi kualitas maupun mana yang pantas diberitakan dan mana kuantitas. yang harus disembunyikan. Media

Kandidat hadir ke tengah ruang membentuk dan memobilisasi opini publik keluarga baik melalui televisi maupun me- mengenai persepsi dan pemahaman politik. dia cetak. Media menjadi medan perebutan Tujuannya, tentu saja, membentuk agar citra politik untuk mendapatkan simpati agenda media, beserta berbagai kepentingan publik. Skala kehadiran itu semakin lama politik di belakangnya, menjadi agenda semakin meningkat karena para politisi publik.

tidak hanya hadir dalam forum-forum yang Tahapan ketiga yang merupakan “serius”. Dalam tayangan infotainment di tahapan terakhir memperlihatkan bentuk televisi misalnya, kita semakin sering melihat dari kekuatan media yang “tak terlihat”. politisi diliput aktivitas kesehariaannya, alih- Tahap ini terjadi ketika masyarakat atau alih gagasan politiknya. lebih luas sistem sosial dan politik

Perubahan pola komunikasi menjadi mengadopsi bagaimana nalar media momentum awal ketercerabutan kandidat bekerja. Masyarakat terjebak dalam rutinitas atau politisi dari partai politik. Untuk yang diciptakan oleh media. Semisal tentang mendapatkan peliputan yang luas dari media, bagaimana logika media mengeluarkan para politisi mengubah strategi komunikasi. atau menahan satu isu, melakukan Mengabaikan fungsi partai, para politisi gencar konfrontasi, membuka ruang polemik, menggunakan konsultan politik untuk sampai personifikasi isu, dan sebagainya.

menyederhanakan pesan sekaligus Media telah menjadi elemen mendramatisasi kehadiran mereka di media. komunikasi politik yang perannya

Sebagaimana dikatakan Asp dan melampaui partai politik dan warga (lihat Esaiasson (1996), kecenderungan pergeseran McNair, 2003). Aktor-aktor politik harus strategi komunikasi tersebut justru memiliki menggunakan media untuk memastikan dampak negatif yang besar terutama bagi pesan-pesannya – baik berupa program- masyarakat. Pangkalnya, dunia politik progam politik, pernyataan sikap, maupun sebagaimana terlihat dalam media massa kampanye – sampai kepada publik. menjadi semakin penuh dengan drama. Pengaruh media jauh melampaui apa yang Publik sebagai konsumen media massa, bisa dilakukan oleh partai politik dalam melihat dunia politik sebagaimana yang menyampaikan pesan-pesannya. Konse- terlihat dan ditampilkan oleh media. Gegap kuensinya, akses terhadap media menjadi gempita politik beserta kisah kegagalan dan perhatian utama aktor-aktor politik yang keberhasilan dengan melodramatik saling bersaing.

membombardir publik.

Menimbang Media Sosial dalam Marketing Politik di Indonesia: Belajar dari Jokowi-Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2012

Gejala semacam ini semakin berbahaya, Internet dan media sosial telah terutama dalam media penyiaran seperti mengubah secara mendasar berbagai televisi. Televisi adalah media yang aktivitas manusia tak terkecuali politik. menggunakan frekuensi publik dan Kehadirannya mengubah mode pengiriman frekuensi itu terbatas jumlahnya. Namun, dan penerimaan pesan, thus, struktur politik karena keterbatasan tersebut, kemampuan- itu sendiri. Dalam lingkungan yang nya untuk masuk ke ruang privat demikian baru, seorang warga negara tidak masyarakat justru menjadi semakin besar. lagi secara pasif menerima informasi politik. Kekuatan visual – ditambah waktu intensitas Dengan banyaknya kanal penyebaran penetrasi informasi yang banyak – yang pesan, mereka berubah menjadi warga yang dimiliki juga membuat televisi mampu aktif. Melalui media sosial, informasi politik mempengaruhi memori publik. Pengaruh- dikonsumsi, direproduksi, dan didis- nya jauh berbeda jika dibandingkan tribusikan. misalnya, dengan media cetak.

Secara umum, kajian tentang Dalam kondisi tersebut, seperti pernah penggunaan media sosial sebagai alat dalam disampaikan McChesney (1999), maka yang marketing politik terbagi dalam dua arus terjadi adalah proses depolitisasi pelan-pelan besar: cyber-optimists dan cyber-pesimist terhadap warga. Politik malih rupa menjadi (Norris, 2003). Kalangan cyber-optimist modus hiburan yang memberikan profit percaya bahwa media sosial sebagai anak bagi industri media. Tentu saja hal ini justru kandung internet menawarkan berbagai berbahaya. Gejala depolitisasi ditandai peluang baru. Media sosial meniadakan dengan tak acuhnya publik mengenai isu- sekat-sekat konvensional dalam interaksi isu politik sampai penurunan angka voter antara publik dengan politisi maupun turn out dalam pemilihan umum.

pemerintah. Penggunaannya diyakini akan berpengaruh terhadap munculnya

Kemunculan Marketing Politik Mix- transformasi politik dan memperluas akses

Mediated

dan keterlibatan masyarakat. Pada titik inilah sebenarnya keberadaan

Sementara kalangan cyber-pesimist internet dan media sosial dalam marketing justru sebaliknya. Media sosial sekadar politik membawa harapan baru dan menguatkan kekuatan dan sistem politik meminjam istilah McChesney, will set us free. yang selama ini sudah dominan dalam Harapan ini bukan sekadar angan-angan masyarakat. Dengan kata lain, ia tidak jika melihat penelitian PEW Research Cen- memacu transformasi. Bagi kalangan ini, ter (2008) yang mengatakan bahwa:

media sosial meningkatkan partisipasi dan aktivitas politik hanya bagi mereka yang

“...while mainstream news sources still memang sudah terlibat dalam politik. dominate the online news and information

Karena itu, kehadirannya justru gathering by campaign internet users, a

mengalienasi mereka yang belum terlibat. majority of them now get political

Media sosial menjadi perpanjangan bagi material from blogs, comedy sites,

media konvensional dan tidak banyak government websites, candidate sites or mengubah struktur yang ada alternative sites.” Moreover, the survey

data show that younger people are more Meski bertentangan, dua area besar

heavily represented among new media tersebut sebenarnya saling melengkapi. users, suggesting that the trend will

Keduanya dengan basis empirik accelerate.”

menjelaskan pengaruh relatif media sosial terhadap transformasi marketing politik.

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 17, Nomor 1, Juli 2013

Norris (2001: 233-239) misalnya, membuat rendah. Justru, fragmentasi dan isolasi irisan di antara kalangan optimis dan muncul di negara-negara maju dengan pesimis, area yang dia sebut sebagai cyber- tingkat penetrasi internet yang tinggi dan skeptics. Setidaknya ada tiga hal mendasar distribusi informasi yang merata. dari yang menandainya yaitu (1) Lembaga Persoalannya persis seperti kekhawatiran di politik formal memang relatif konservatif atas, bentuk adaptasi terhadap teknologi baru dalam mengadopsi teknologi komunikasi tidak berjalan dengan mulus. Tak terlalu baru. (2) Media sosial (internet) lebih mengherankan jika media sosial hanya bermanfaat bagi mereka yang sudah aktif sekadar menjadi brosur digital yang berisi di politik. (3) Perkembangan media sosial pesan-pesan politik namun minim interaksi. lebih menguntungkan bagi kepentingan

Kegagapan melakukan pembacaan atas aktor-aktor politik pinggiran ketimbang berbagai kemungkinan-kemungkinan lembaga politik formal.

tersebut menjadi faktor yang cukup besar Artinya, dari gagasan tersebut bisa dalam kegagalan penggunaan media sosial dibaca bahwa kehadiran media sosial dalam sebagai alat kampanye. Meskipun memicu modernisasi kampanye politik adalah satu hal inovasi dan modernisasi kampanye, pada yang tidak bisa dihindari. Catatannya, proses akhirnya internet gagal menjangkau dan modernisasi akan berjalan pelan-pelan mengikat pemilih. Namun, seperti hendak karena penetrasi akan membentur belantara membuktikan ramalan kalangan cyber-opti- ekonomi, perkembangan teknologi serta mist, tidak perlu waktu lama untuk melihat budaya politik dalam masyarakat atau seperti apa peran yang bisa dimainkan oleh negara. Proses ini juga diperlama dengan media sosial dalam gelanggang pemilihan kesulitan beradaptasi dengan teknologi baru elektoral. yang berkembang demikian cepat. Cukup

Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2008 berat untuk memprediksi bentuk media sosial adalah contoh eksesif bagaimana peran me- semacam apa yang efektif digunakan. dia sosial sebagai alat kampanye utama dalam Dengan minimnya pengalaman penggunaan panggung politik yang mendapatkan media sosial, kesalahan strategi bisa berakibat perhatian dari seluruh dunia. Kemenangan fatal.

Obama adalah titik balik yang menentukan Kegagapan dalam menggunakan me- dalam modernisasi kampanye politik. dia sosial tersebut misalnya bisa dibaca Sementara lawannya masih menggunakan dalam buku The Internet and National Elec- kekuatan media mainstream untuk meraih tion yang disunting Kluver, Jankowski, Foot, simpati publik, Obama bersama tim dan Schneider (2009). Buku ini merupakan suksesnya berhasil menggunakan internet bunga rampai penelitian tentang strategi dan media sosial dalam kampanye politik penggunaan internet dalam pemilihan untuk menggalang dana, mengorganisir umum di 22 negara di Asia, Amerika, dan warga, dan memobilisasi pemilih. Eropa. Salah satu kesimpulan penelitian

Pengalaman Obama menjadi tersebut menunjukkan bahwa alih-alih keberhasilan pertama dalam penggunaan meningkatkan partisipasi politik warga media sosial sebagai platform utama dalam skala yang luas, internet justru kampanye yang mampu mengikat pemilih berperan dalam mempertajam fragmentasi dan menerjemahkannya dalam dukungan dan mengisolasi warga.

nyata. Menariknya, upaya untuk Menariknya, kesimpulan tersebut tidak membentuk keterlibatan publik tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang dilakukan dengan pola-pola marketing politik dengan tingkat penetrasi internet yang yang sifatnya top-down. Media sosial

Menimbang Media Sosial dalam Marketing Politik di Indonesia: Belajar dari Jokowi-Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2012

digunakan tidak hanya untuk Namun, ia menggabungkan antara market- menyampaikan pesan. Lebih dari itu, ing politik tradisional dan media sosial untuk teknologi ini menjadi sarana agar publik memacu relawan yang kemudian terutama anak-anak muda mau membentuk membentuk komunitas secara mandiri. kantong-kantong komunitas yang Penggunaan internet memudahkan menyebarkan pesan-pesan kampanye komunitas-komunitas itu terbentuk dengan dengan lebih efektif.

masif di berbagai tempat (Luck, Beaton, Artinya, Obama dan tim suksesnya & Moffatt, 2010). Masifnya dukungan tidak membentuk komunitas sendiri. terhadap Obama bisa dilihat dalam gambar

berikut :

Gambar 1. Perbandingan Dukungan untuk Barack Obama dan John McCain di Media Sosial

Sumber: Poeschl, E. How Barack Obama’s Presidential Campaign Will Change Your Small Business dalamLuck, Edwina M., Beaton, Jaclyn, & Moffatt, Jennifer J. 2010. The Social Media (r)evolution: Obama’s Political Campaign. Makalah dipresentasikan pada Global Marketing Confe-rence, 9 12 September 2010 di Jepang.

Besarnya dukungan melalui media oleh Nyarwi (2013): (1) Marketing politik sosial (online) tersebut dikombinasikan melalui internet dan media sosial; (2) Mar- dengan aksi-aksi lanjutan di lapangan keting politik menggunakan media (offline) sehingga bisa dikonversi Obama termasuk publikasi gratis maupun berbayar menjadi dukungan nyata ketika pemilihan. di media massa, serta iklan politik; dan (3) Jika meminjam gagasan yang disampaikan Marketing politik tradisional yang meliputi Nyarwi (2013), apa yang dilakukan oleh pemasaran langsung, kampanye dari pintu Obama adalah bentuk dari marketing politik ke pintu, dan gethok tular. Polanya terlihat bauran. Ada tiga elemen penting dalam seperti dalam gambar berikut: marketing politik bauran seperti disebutkan

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 17, Nomor 1, Juli 2013

Gambar 2. Model Marketing Politik Bauran

Sumber: Nyarwi. (2013). From Mass Mediated Political Marketing to Mixed Me- diated Political Marketing makalah dipresentasikan pada 63 rd Political Studies Asso- ciation Annual International Conference 2013 di Cardiff University.

Marketing politik bauran di sini membentur tembok yang berlapis-lapis. mengasumsikan bahwa sebuah kampanye Benturan ini semakin keras jika penetrasi akan efektif jika bauran dari tiga elemen media di satu negara belum terlalu kuat. tersebut dilakukan secara bersama-sama.

Eriyanto (seperti dikutip dalam Nyarwi, Seperti sudah dijelaskan di awal, mar- 2012) melakukan studi yang membuktikan keting menggunakan media mensyaratkan bahwa dari riset-riset tentang teori spiral kandidat baik individu maupun partai kesunyian (spiral of silence) Noelle- memiliki akses yang luas terhadap media Neumann yang dilakukan di 52 negara, dengan kemampuan finansial yang kuat. hanya 62, 3 persen yang terbukti. Artinya, Besarnya akses terhadap media pun belum pembentukan opini publik yang mampu menjamin bahwa citra yang dikonstruksi oleh media tidak sepenuhnya digelembungkan menjadi faktor penentu. menemui keberhasilan. Debat publik, talk show, konferensi pers,

Sementara menggunakan media sosial iklan politik sampai aktivitas politik sehari- dengan masih minimnya pengalaman hari (vernacular politics) yang diliput media dalam marketing politik juga problematis. memang akan menambah popularitas Peran media sosial dalam aktivitas politik kandidat. Namun, ibarat sarang laba-laba, bisa diukur dari keberhasilannya popularitas adalah hal yang sangat rapuh. menumbuhkan political engagement warga. Ia tidak bisa digunakan untuk memastikan Pengalaman Howard Dean adalah bahwa para pemilih akan memilihnya ketika 4 pelajaran yang berharga. Untuk masuk ke bilik suara.

mewujudkan keterlibatan, tentu tidak Kajian mengenai khalayak aktif 4 Pengalaman Howard Dean dalam pemilihan umum

terhadap media menjelaskan bagaimana

Amerika Serikat 2004 ini disebut sebagai “buku

publik tidak merespon pesan media dengan

pegangan” dan “pioner” bagi kampanye politik

pasif. Mereka juga terlibat secara aktif melalui internet. Dean tidak hanya menggunakan

internet sebagai alat untuk menyebarkan

menanggapi pesan-pesan tersebut.

informasi tetapi juga untuk mengumpulkan dana

Mobilisasi opini publik akan semakin

untuk kampanye, membentuk komunitas- komunitas internet, dan menyediakan informasi alternatif dari media umum. Dalam pemilihan

Menimbang Media Sosial dalam Marketing Politik di Indonesia: Belajar dari Jokowi-Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2012

cukup menggunakan internet hanya untuk dia sosial bisa dikatakan masih minimal. Aktor- menyediakan informasi politik saja. Lebih aktor politik belum sepenuhnya dari itu, penggunaan media sosial mesti memanfaatkan media sosial meskipun mempertimbangkan bagaimana strategi internet, meminjam bahasa Max Lane (2010), agar warga tertarik politik (ephicacy).

has long arrived in Indonesia. Jika ketertarikan sudah muncul partisipasi

Meskipun sudah masif digunakan oleh warga dalam politik akan melampaui masyarakat melalui warung internet yang partisipasi konvensional. Dalam arti, warga muncul sejak 1996, dalam perkembangannya terlibat lebih jauh dengan melakukan di pemilihan umum pasca 1998 internet relatif serangkaian aktivitas politik seperti mengikuti tidak digunakan sebagai medium kampanye kampanye dan tidak hanya memberikan politik. Televisi masih mendominasi panggung suara saat pemilihan. Inilah yang membuat komunikasi politik. Catatannya, meskipun model pemasaran kandidat secara langsung tidak memiliki banyak peran penting dalam juga masih relevan dilakukan untuk komunikasi politik, internet dan media sosial memastikan loyalitas pemilih.

justru berkembang pesat dalam gerakan Pemasaran secara langsung dengan sosial. melibatkan warga mensyaratkan kepekaan

Kehadiran media sosial terbukti telah terhadap faktor-faktor sosiologis dalam menggerakkan solidaritas sosial masyarakat masyarakat. Meskipun dalam konteks Indonesia. Setidaknya bisa dilihat dalam kasus pemilihan umum di Indonesia pasca Orde “Koin untuk Prita”, menggalang dukungan Baru faktor-faktor sosiologis tidak secara kepada KPK yang dikriminalisasi polisi, serta langsung mempengaruhi keputusan untuk Jalin Merapi yang memiliki peran penting memilih, tetapi tindakan memilih tetap dalam menggalang bantuan sosial warga diperantai oleh persepsi terhadap faktor ketika bencana Gunung Merapi tahun 2010. sosiologis tersebut maupun terhadap kandidat Dengan pengalaman yang secara gambling (Mujani, Liddle, Ambardi, 2011).

menunjukkan peran besar media sosial Sebagaimana disampaikan di atas, kunci tersebut, artinya penggunaannya dalam mar- keberhasilan marketing politik bauran terletak keting politik pada dasarnya tinggal pada kombinasi inovasi perkembangan menunggu waktu. Apalagi, penetrasi internet internet dan media sosial (online) serta kerja- di Indonesia semakin ke tahun semakin kerja turun ke bawah di masyarakat ((offline). membesar seperti bisa dilihat dalam gambar Dalam konteks di Indonesia, pemakaian me- berikut:

Gambar 3. Jumlah dan Prediksi Pengguna Internet di Indonesia

Sumber: Asosiasi Jasa Penyelenggara Jasa Internet Indonesia 2012.

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 17, Nomor 1, Juli 2013

Kecerdikan melihat potensi yang ada lagi memadai untuk menjelaskan perilaku ditambah dengan pelajaran dari memilih. Gejala yang merupakan kemenangan Obama memunculkan kejutan konsekuensi logis dari modernisasi dalam Pilkada DKI 2012. Media sosial kampanye politik. Proses personalisasi menjadi kunci pola marketing politik bauran politik ini berlangsung pada dua level inilah yang dilakukan oleh Jokowi dan Ahok sekaligus, yaitu pada level publik dan level dan membuat mereka memenangi elit politik (Ambardi, 2011). gelanggang elektoral. Bauran antara

Bagi publik, figur dianggap sebagai kampanye langsung, melalui media umum, representasi gagasan dan partai politik tidak serta media sosial untuk pertama kali lagi menjadi satu institusi yang penting berhasil diujicobakan dengan sukses.

untuk menyalurkan pilihan politik. Dalam Namun sebelum membahas lebih jauh kata lain, perhatian publik tersedot pada tentang bagaimana strategi marketing diskusi tentang “siapa”, bukan “apa” dan politik bauran yang berhasil memenangkan “bagaimana” platform politik yang diusung Jokowi dan Ahok, akan dibahas terlebih oleh kandidat maupun partai politik. Rekam dahulu tentang gejala personalisasi dalam jejak kandidat yang berujung pada besaran kultur politik di Indonesia pasca Orde Baru. popularitas kandidat akan menjadi faktor Diskusi tentang personalisasi ini penting determinan dalam angka keterpilihannya. untuk dibahas karena ia menjadi salah satu Orang berada di atas gagasan. penanda situasi politik di Indonesia pasca

Pilihan politik warga dalam setiap Orde Baru yang nantinya berpengaruh pemilihan umum kemudian tidak lagi terhadap perilaku memilih masyarakat mencerminkan “an expression of solidarity sekaligus strategi marketing politik.

with one’s group and its institutions” namun telah menjadi “an expression of one’s opin-

Personalisasi Politik Pasca Orde Baru

ions” (Swanson dan Mancini, 1996:250). Pasca 1998, partai-partai politik di In- Satu hal yang tak terhindarkan dari proses donesia bisa dikatakan telah kehilangan politik ini adalah penetrasi budaya populer akarnya dalam pemilihan umum. Terjadi dalam dunia politik atau yang kerap disebut penurunan besar-besaran angka partisan- sebagai ‘selebritisasi politik’. ship dari pemilu ke pemilu. Partisanship

Politik berubah menjadi panggung merupakan perasaan kedekatan atau hiburan lengkap: ada bintang, lampu sorot, identifikasi terhadap partai tertentu. Studi naskah skenario, sutradara, beserta berbagai Mujani dan Liddle (2010) menunjukkan atraksi di dalamnya. Lamput sorot bahwa di tahun 2004, angka partisanship di diarahkan kepada kandidat yang bersaing Indonesia berada pada kisaran 60 persen. untuk mendapatkan tepuk tangan Angka ini terus menurun dan pada tahun penonton. Media juga memberikan ruang 2009 menjadi hanya sekitar 22 persen. yang lebar untuk meliput drama-drama Jatuhnya identitas partai secara signifikan yang terjadi dalam panggung hiburan ini. tersebut bisa diidentifikasi sebagai bentuk Gejala ‘selebritisasi’ politik di Indonesia kekecewaan masyarakat terhadap partai memang bukan merupakan hal baru. Sejak politik di Indonesia.

era Orde Lama dan Orde Baru, teaterisasi Gejala ‘deparpolisasi’ juga sekaligus panggung politik sudah terjadi. menegaskan fenomena yang disebut

Hanya yang mesti digarisbawahi, sebagai personalisasi politik. Figur politik dalam dua periode politik tersebut atau kandidat menjadi lebih penting dari panggung hiburan memang diarahkan partai politik. Ideologi dan cleavages tidak partai politik untuk memobilisasi dukungan

Menimbang Media Sosial dalam Marketing Politik di Indonesia: Belajar dari Jokowi-Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2012

suara pemilih. Mobilisasi melalui wayang memperebutkan ceruk suara sebesar- sampai dangdut menjadi medium untuk besarnya. Kita akan mendapatkan satu menjual gagasan maupun ide-ide partai kontras yang jelas misalnya dalam pemilu politik. Sementara di era reformasi, dengan legislatif maupun presiden yang skala yang lebih masif, showbiz sudah berlangsung pasca Orde Baru. menjadi nalar kompetisi politik elektoral itu

Pada pemilihan umum 1999, kampanye sendiri. Para politisi menjadi para pesohor menjadi ajang bagi kontestasi ide untuk itu sendiri.

membentuk tatanan kenegaraan yang baru Jennifer Lindsay (2005) mengungkap- pasca otoritarianisme puluhan tahun. Plat- kan bahwa pemilihan presiden tahun 2004 form kampanye menunjukkan kontestasi merupakan “pemilihan pesohor” yang elemen-elemen partai yang progresif pertama. Segera terlihat satu hal yang berbenturan dengan kekuatan-kekuatan sisa agaknya ironis, para pesohor telah menjadi Orde Baru. Bandingkan benturan yang pelatih dan komentator bagi calon-calon pada tahap tertentu bersifat ideologis presiden yang bersaing. Dalam salah satu tersebut dengan apa yang terjadi dalam dua debat presiden, Butet Kartaredjasa (aktor), pemilu setelahnya. Arsendo Atmowiloto (penulis), dan Harry

Di tahun 2009 bahkan para calon Roesli (musisi) menjadi panelisnya. Para anggota legislatif dan calon presiden habis- pesohor tersebut menambah kosakata habisan memoles citra untuk menarik politik dengan berbagai istilah dalam pemilih. Pupuran bedak citra dilakukan panggung hiburan seperti pitch control, melalui gencarnya iklan politik yang bahasa tubuh, serta kepercayaan diri para ditampilkan baik di televisi maupun media kandidat calon presiden. 5

cetak. Dalam era ketika ideologi dan cleav- Sementara level partai politik, fenomena ages tidak lagi menjadi penentu utama personalisasi politik menjadi salah satu dalam perilaku memilih, angka swing vot- pemacu partai-partai politik untuk menjadi ers atau undecided voters membesar. Ceruk catch-all party. Partai-partai memilih untuk inilah yang coba dimasuki melalui iklan- melepaskan diri dari “jualan ideologi”. iklan politik tadi. Mereka berubah menjadi partai terbuka

Iklan politik dengan watak artifisialnya yang bicara tentang banyak program untuk memperlihatkan kecenderungan dari ketiadaan gradasi platform politik partai

tersebut Dean kalah, namun pengalamannya

yang jelas dan membedakan diri satu sama

dicangkok oleh Barack Obama yang sukses besar

lain. Hampir semua partai bergerak ke

di pemilihan 2008. Lebih lanjut baca Haley, Nick. (2012). Internet Campaigning US vs. UK: A Com-

tengah. Kampanye menjadi ajang untuk

parative Study of Howard Dean, Barack Obama,

mengumbar janji-janji populis. Akhirnya,

and the Main Parties of the UK 2010 General Elec-

publik hanya akan melihat identifikasi

tion. Jurnal POLIS Vol. 6, Winter 2011/2012. 5 Puncak “pemilihan pesohor” ini muncul sehari

samar-samar yang menjadikan partai

sebelum pemilihan. Metro TV mengadakan acara

politik seperti Golkar identik dengan status

Tribute to Indonesia yang dipandu oleh Butet

quo, PDIP dengan agenda-agenda sosialis

Kertaredjasa. Dalam acara ini, para calon diminta untuk bernyanyi, berpuisi, maupun bercerita

atau kerakyatan dan PKS sebagai partai

tentang kisahnya. Dari 10 orang calon presiden dan

islamis (Mujani dan Liddle, 2007; Muhtadi,

calon wakil presiden, 7 orang di antaranya yaitu

2012). Satu identifikasi yang pada akhirnya

Amien Rais, Agum Gumelar, Wiranto, Jusuf Kalla, Salahuddin Wahid, Susilo Bambang Yudhoyono,

tidak cukup tepat jika melihat

dan Hasyim Muzadi unjuk kebolehan. Lebih lanjut

kecenderungan kesemua partai politik

baca Lindsay, Jennifer. (2005). Performing in the 2004

tersebut menjadi cacth-all party.

Indonesian Elections. ARI Working Paper No 45 Juni 2005.

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 17, Nomor 1, Juli 2013

Partai politik juga mulai mengako- Kombinasi karakter personal yang kuat modasi figur-figur populer dalam setiap dengan strategi marketing politik yang tepat pemilihan umum. Apalagi sejak keberadaan tersebut memicu partisipasi masyarakat rezim pilkada di Indonesia. Figur-figur yang melalui kotak suara berhasil tersebut yang sebagian besar berasal dari meruntuhkan kekuatan oligarki partai luar partai pelan-pelan menggusur kader politik. partai yang berkualitas namun tidak

populer. Pada akhirnya masuknya selebritis, Kemenangan Jokowi, Kemenangan dengan popularitasnya yang menjulang, ke Media Sosial

ranah politik menjadi hal yang tak Kemenangan meyakinkan Jokowi- terhindarkan. Popularitas ini tentu Ahok dalam dua putaran pemilihan mengggiurkan partai politik yang berharap Gubernur DKI Jakarta 2012 adalah memperoleh insentif elektoral dari kemenangan yang tidak diduga oleh para keputusan untuk memasukkan kalangan pengamat dan konsultan politik. Sebelum pesohor ke dalam tubuh partai.

pemilihan, hampir semua lembaga survei Sisi negatifnya, personalisasi politik memberikan prediksi bahwa gubernur mengubah gelanggang elektoral menjadi petahana Fauzi Bowo beserta pasangannya kontestasi antar figur. Seiring menguatnya Nahrowi Ramli akan memenangi pencitraan, “serangan” maupun polemik pertarungan dan kembali memimpin antar kandidat tidak lagi berada dalam Jakarta. Namun, Jokowi-Ahok berhasil ranah ide tetapi personal. Kampanye negatif, membalikkan prediksi dua kali. Di putaran pembunuhan karakter, sampai pencemaran pertama mereka membalikkan prediksi nama baik menjadi metode yang dianggap lembaga survei, dan di putaran kedua wajar untuk memperoleh kemenangan. Kita mereka meluluhlantakkan koalisi partai akan melihat bagaimana modus politik yang mendukung kandidat personalisasi politik ini bekerja pada Pilkada petahana. DKI 2012. Pada satu sisi ia memperlihatkan

Kemenangan pasangan yang diusung serangan personal yang brutal dan massif. PDIP dan Gerindra ini di putaran kedua Sentimen suku, ras, dan agama (SARA) yang memang terasa dramatis. Sementara sensitif kembali dibawa masuk ke dukungan suara dari kedua partai politik gelanggang pilkada.

tersebut hanya sekitar 17 persen jika Ada desain pembelahan sosial, seperti menggunakan data pemilu 2009, Fauzi wacana mayoritas-minoritas, yang Bowo dan Nahrowi Ramli didukung kurang dimunculkan. Namun sebaliknya, lebih 80 persen suara dari koalisi partai personalisasi politik kandidat yang kuat pengusungnya yaitu Partai Demokrat, terbukti bisa menjadi unsur hara yang Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai semakin menyuburkan keberhasilan Persatuan Pembangunan (PPP), Partai strategi marketing politik bauran seperti Amanat Nasional (PAN), dan Partai Golkar. disebutkan di atas. Dalam konteks Pilkada

Dengan hitung-hitungan di atas kertas DKI Jakarta, Jokowi memang tersebut, angka 53, 82 persen suara pemilih mengembangkan elemen politik personal. yang didapat Jokowi-Ahok dan Namun, ia tidak mendesain retorika politik kemenangan di 5 dari 6 daerah di Jakarta yang bermusuhan sebagaimana tokoh- adalah kejutan besar. Bandingkan dengan tokoh politik populis di Amerika Latin dan gubernur petahana yang hanya mendapat Eropa (Ambardi, 2013).

46, 18 persen. Artinya, strategi marketing politik pasangan Jokowi-Ahok berjalan

Menimbang Media Sosial dalam Marketing Politik di Indonesia: Belajar dari Jokowi-Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2012

efektif. Lantas bagaimana menjelaskan ditempatkan di tingkat RT, RW, kelurahan peran media sosial dalam kemenangan sampai kecamatan untuk menjangkau mengejutkan Jokowi-Ahok tersebut? 7 massa agar memenangkan Jokowi.

Kemenangan pasangan ini adalah Dalam setiap kedatangannya di merupakan keberhasilan dari strategi mar- kampung-kampung kumuh, Jokowi tak keting politik bauran. Tim sukses pasangan segan-segan bersalaman, berjalan, dan ini berhasil menggabungkan tiga pola mar- berbaur dengan warga. Kesan yang muncul keting politik (Nyarwi, 2013). Pertama, mar- dalam setiap pemberitaan kebanyakan keting politik tradisional melalui pemasaran positif. Artinya, ini secara tidak langsung langsung atau komunikasi interpersonal dari menjadi kampanye gratis di media arus pintu ke pintu dengan masyarakat. Jokowi- utama. Kampanye gratis ini menjadi Ahok rajin turun ke bawah menemui, keuntungan dalam strategi marketing politik memperkenalkan visi misi serta mendengar kedua yaitu menggunakan media massa masukan-masukan dari berbagai tokoh baik cetak, online, maupun elektronik. masyarakat di Jakarta. 6 Aktivitas ini populer Dengan keuntungan mendapatkan disebut dengan istilah blusukan yang sudah kampanye gratis yang muncul dari berita- kerap dilakukan Jokowi semenjak menjabat berita positif tersebut, Jokowi tak perlu sebagai Wali Kota Solo.

bersusah payah untuk mencari tempat iklan Dengan blusukan, pasangan ini di media. mencitrakan diri sebagai pemimpin yang

Keterbatasan dana untuk membuat merakyat dan membawa gagasan baru iklan politik bisa diatasi melalui kampanye untuk membenahi Jakarta dengan segala dari publikasi yang diberikan oleh media permasalahannya. Blusukan, yang meni- massa ini. Penelitian yang dilakukan oleh adakan sekat antara pemimpin dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) misalnya, rakyatnya, juga menjadi metode untuk menunjukkan bahwa berita-berita seputar menumbuhkan keterlibatan warga. pasangan Jokowi-Ahok mendominasi nyaris Partisipasi politik warga tentu dibutuhkan seluruh media massa selama kurang lebih tidak hanya dalam kotak suara tapi dalam 8 tiga bulan selama pemilihan. Penelitian AJI juga kampanye mereka. Aktivitas ini toh ini mencakup 16 media yaitu 4 media online pada gilirannya membawa pasangan ini (Detik, Kompas.com, Vivanews, dan menjadi media darling.

Okezone), 4 media cetak nasional (Kompas, Blusukan Jokowi dalam arena politik di Koran Tempo, Republika, dan Suara ibukota telah menjadi sorotan banyak pihak. Pembaharuan), 4 media cetak lokal (Pos Nilai beritanya menjadi begitu tinggi. Bisa Kota, Warta Kota, Indopos, dan Koran dilihat dari banyaknya jurnalis yang Jakarta), dan 4 TV (RCTI, Metro TV, TV One, meliput Jokowi setiap kali turun ke dan Jak TV). kampung-kampung di Jakarta. Gayanya

Dalam survei ini, pasangan Jokowi- yang sederhana dengan ciri khas baju Ahok juga mendapat pemberitaan positif “kotak-kotak” membuat blusukan Jokowi paling banyak, yaitu 441 berita (12,79 selalu dipenuhi warga. Aktivitas blusukan persen). Sebaliknya, pasangan Foke-Nara

dan turun ke bawah ini didukung oleh 7 Tempo. (2012). Relawan Jokowi-Ahok Punya Tugas Baru. Relawan Jakarta Baru yang terdiri dari 15

(Online). (http://www.tempo.co/read/news/2012/09/

ribu personel. 15 ribu relawan ini 22/228431172/Relawan-Jokowi-Ahok-Punya-Tugas-

Baru, diakses 5 Agustus 2013).

Vivanews. (2012). Jokowi: Ini Karena Saya Turun ke 8 Berdikari. (2012). Jokowi-Ahok Dominasi Pemberitaan Bawah . (Online). (http://sorot.news.viva.co.id/news/

Media . (Online). (http://www.berdikarionline.com/ read/353342-jokowi—ini-karena-saya-turun-ke-

kabar-rakyat/20120805/jokowi-ahok-dominasi- bawah-, diakses 5 Agustus 2013).

pemberitaan-media.html, diakses 5 Agustus 2013).

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 17, Nomor 1, Juli 2013

mendapat pemberitaan negatif paling saja. Namun, para relawan yang tidak banyak, yakni 98 berita (2,84%). Sikap terikat secara formal tersebut aktif Jokowi yang ramah kepada wartawan tentu menginformasikan tentang pasangan menjadi salah satu faktor yang membuatnya Jokowi dan Ahok di komunitasnya masing- menjadi media darling. Ini berkebalikan masing melalui kanal-kanal media sosial dengan Fauzi Bowo yang dikenal kerap yang telah dibuat. Tujuannya, memberikan bersikap arogan kepada wartawan.

kesan positif dan mengikat komunitas- Strategi marketing politik ketiga yang komunitas yang berserak tersebut agar mau dilakukan oleh tim sukses Jokowi dan Ahok berpartisipasi dan memilih Jokowi dan Ahok. adalah menggunakan internet dan media Hanya satu bulan setelah dibentuk, anggota sosial. Media sosial menjadi ujung tombak JASMEV seperti yang tercatat di situs bagi kampanye Jokowi dan Ahok. Jasmev.com sudah mencapai angka 10 ribu Penggunaan media sosial ini dilakukan relawan. dengan membuat barisan relawan media

Para relawan itu memiliki peran penting sosial. Relawan ini melibatkan kalangan dalam membuat jumlah mention atau buzz kelas menengah yang mau dengan sukarela untuk Joko Widodo mencapai angka dua

mendukung mereka. Dengan karakteristik juta. 10 Angka dua juta ini muncul dari lebih pemilih yang unik karena jumlah kelas dari 900 ribu akun yang berbeda (unique menengahnya berada di atas rata-rata users). 11 Mention positif ini tak hanya daerah lain, Jakarta memang menyediakan muncul di Twitter, Facebook, Youtube, banyak pemilih kritis yang bisa mengubah Kaskus, atau forum percakapan dunia maya keadaan.

seperti Vivanews dan Kompasiana. Mereka memberikan dukungan Sambutan positif terhadap Jokowi dan Ahok kepada Jokowi-Ahok dengan tagline Jakarta juga terlihat dari komentar-komentar di Baru yang dianggap sebagai antitesis berbagai situs berita. Beberapa relawan petahana. Dukungan ini diwujudkan bahkan menciptakan game online berjudul dengan membentuk Jokowi Ahok Social Selamatkan Jakarta dengan Jokowi sebagai Media Volunteers (JASMEV) yang dibentuk tokoh utama.

12 Agustus 2012. Seperti dituturkan Seperti disinggung di atas, para relawan koordinator JASMEV, Kartika Djoemadi:

tersebut tidak hanya bergerak secara online, tetapi juga offline. Dengan perpaduan

“Tugas kami (JASMEV) adalah untuk gerakan tersebut, loyalitas para pemilih menghimpun dan mengkoordinir para

dijaga sampai ke kotak suara. Perkem- relawan di media sosial agar lebih efektif

bangan gerakan tersebut dipantau dengan dan efisien dalam mendukung

ketat di “War Room dan Data Center pasangan Jokowi dan Ahok dengan cara

Relawan Jakarta Baru”. Di sini menyampaikan informasi yang positif dikoordinasikan berbagai hal mengenai dan elegan.” 9 kampanye, sentimen di media sosial, sampai

Konsep JASMEV ini terhitung baru pengaduan apabila terjadi pelanggaran dalam strategi marketing politik di Indone- 10

sia. Para relawannya tidak semata Tempo. (2012). Dalam Sebulan, Ada Dua Juta Mention

untuk Jokowi . (Online). (http://www.tempo.co/read/

berkumpul dalam kanal-kanal JASMEV

news/2012/09/19/228430388, diakses 5 Agustus 2013).

Berita Satu. (2012). Seribu Relawan Sosial Media untuk 11 Tempo. (2012). Isu SARA Tak Laku di Putaran Kedua. Jokowi Ahok . (Online). (http://www.beritasatu.com/

(Online). (http://www.tempo.co/read/news/2012/09/ megapolitan/66145-seribu-relawan-sosial-media-

18/228430219/PoliticaWave-Isu-SARA-Tak-Laku-di- untuk-jokowi-ahok.html, diakses 5 Agustus 2013).

Putaran-Kedua, diakses 5 Agustus 2013).

Menimbang Media Sosial dalam Marketing Politik di Indonesia: Belajar dari Jokowi-Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2012

maupun kecurangan di lapangan. Selain ihwal konglomerasi media, semakin Koordinatornya Hasan Nasbi yang juga masifnya penetrasi dunia politik melalui merupakan Direktur Eksekutif Cyrus Net- media justru memberikan pengaruh besar work, konsultan politik Jokowi-Ahok.

terhadap depolitisasi publik. Kehadiran me- “Ruang Perang” tersebut bertugas dia sosial menjadi pemicu partisipasi politik memantau 45 ribu relawan di lapangan warga. dengan 706 koordinator dan 42 supervisor

Sementara kemenangan Jokowi dan yang menggodok strategi pemakaian me- Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2012 telah dia. Sementara itu via online, satu orang menandai satu babak penting dalam operator mengawasi 300 saksi di lapangan. perkembangan marketing politik di Indone- Para relawan dan saksi di lapangan ini sia. Penggunaan media sosial memunculkan dibekali dengan teknik pendokumentasian marketing politik bauran (mix-mediated). dengan telepon genggam atau kamera Inovasi ini menabrak pakem marketing

saku. 12 Strategi marketing politik bauran politik arus utama di Indonesia yang sampai yang diterapkan oleh Jokowi dan Ahok sejauh ini masih menggunakan media massa terbukti tidak sia-sia. Mereka berhasil sebagai elemen utamanya. Dalam memanfaatkan kekecewaan warga Jakarta pengalaman ini, media sosial tidak hanya terhadap kepemimpinan sebelumnya dan berhasil menyampaikan pesan-pesan mengkonversinya menjadi dukungan kampanye politik. mutlak.

Lebih dari itu, media sosial berhasil Penggunaan media sosial memungkin- menyatukan anak-anak muda yang kan konversi itu berjalan dengan sukses. Di membentuk kantong-kantong komunitas putaran pertama, Jokowi dan Ahok berhasil untuk mendukung keberhasilan pasangan memperoleh 1.847.157 suara atau 42, 60 ini. Partisipasi anak-anak muda ini persen sedangkan di posisi kedua Fauzi sebenarnya bisa dibilang tidak begitu Bowo dan Nahrowi Ramli memperoleh mengejutkan. Argumen utamanya, Jakarta 1.476.648 suara atau 34, 05 persen. merupakan daerah yang unik karena Kemenangan Jokowi dan Ahok di putaran kuantitas kelas menengahnya berada di atas kedua semakin meyakinkan. Mereka rata-rata daerah di Indonesia. Besarnya mendapatkan 53, 82 persen suara dengan angka kelas menengah yang ditandai dengan jumlah 2.472.130 pemilih, jauh tingginya tingkat pendidikan ini merupakan meninggalkan Fauzi Bowo-Nahrowi Ramli faktor penting dalam pengaruh penggunaan dengan suara 46, 18 persen suara atau media sosial. Kekecewaan terhadap kandidat 2.120.815 pemilih.

petahana semakin mempertebal tingkat kritisisme warga.

Kesimpulan