Tugas Biokimum KOLOID BUFFER DAN TEKANAN

Laporan Praktikum
Biokimia Umum

Hari/ tanggal
Waktu
PJP
Asisten

: Kamis/ 03 Maret 2016
: 12.00 – 14.30 WIB.
: Puspa Puspita J, S.Si, M.Sc.
: 1. Muhminah
2. Sabighoh Zanjabila
3. M. Maftuchin Sholeh
4. Sri Novita Sagita

BIOFISIK II

KOLOID, BUFFER, DAN TEKANAN OSMOTIK
Kelompok 3
1. Sutisno

2. Resti Indana
3. Nais Nashiatul K

B04150042
B04150052
B04150187

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PENDAHULUAN
Koloid, buffer, dan tekanan osmotik merupakan beberapa aspek biofisik lainnya
yang terkait dengan proses kimia. Aspek biofisik tersebut sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari terutama pada kegiatan di laboratorium. Campuran terdiri
dari dua macam, yaitu campuran homogen (larutan sejati/molekuler) dan
campuran heterogen (kasar/suspensi). Diantara kedua larutan ini, ada satu jenis
campuran yang menyerupai larutan sejati tetapi sifatnya berbeda dengan larutan
sejati maupun suspensi. Larutan ini disebut koloid. Koloid didefinisikan sebagai

campuran dari dua atau lebih zat yang salah satu fasenya tersuspensi sebagai
sejumlah partikel yang sangat kecil dalam fase kedua. Ukuran dispersi koloid
mencapai 1 mµ sampai 0.1 µ. Fase terdispersi dan medium pendispersi dalam
suatu koloid dapat saling berinterkasi satu sama lain, berdasarkan interaksi
tersebut koloid sol dibagi menjadi liofil dan liofob (Oxtoby 2001).
Materi koloid dapat dihamburkan atau disebarkan dalam suatu medium
sinambung, sehingga dihasilkan suatu dispersi (sebaran) koloid atau sistem
koloid. Sistem koloid memiliki beberapa sifat, yaitu Efek Tyndall, Gerak Brown,
dan Adsorpsi (Keenan et al. 1980). Koloid mempunyai diameter partikel pada
sitemnya antara 1-100 nm sehingga tidak dapat disaring, oleh karena itu cara
pembuatannya dilakukan dengan memperbesar partikel larutan atau memperkecil
partikel suspensi (Chang 2007).
Buffer atau sering disebut sebagai larutan penyangga, yaitu larutan yang
dapat mempertahankan harga pH tertentu terhadap usaha penambahan asam-basa
dan pengenceran. Buffer merupakan campuran dari asam lemah dan garamnya
serta basa lemah dan garamnya. Biasanya larutan ini digunakan untuk praktikum
dan mempertahankan pH dalam tubuh (Purba 2003). Larutan buffer berperan
besar dalam mengatur kelarutan ion-ion dalam larutan sekaligus mempertahankan
pH dalam proses fisiologis dan biokimia. Mempertahankan pH optimum pada
kerja enzim, diperlukan larutan buffer untuk mempertahankan pH dalam tubuh.

Kapasitas kerja buffer paling baik apabila nilai pK sama dengan pH (Lenhinger
1982).
Osmosis adalah proses pergerakan dari air yang melewati membrane
semipermiabel yang disebabkan adanya perbedaan konsentrasi (pergerakan air
dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi). Tekanan osmotik adalah daya
dorong air yang dihasilkan oleh partikel-partikel zat terlarut di dalamnya. Tekanan
ini, tergantung dari jumlah zat yang terlarut di dalamnya. Tekanan osmotik larutan
adalah tekanan yang harus diberikan kepada larutan untuk mencegah masuknya
aliran air ke dalam. Tekanan ini proporsional dengan konsentrasi solut. Tekanan
osmotik 1 g molekul zat non elektrolit pada 0 oC dengan volume 1 liter adalah
22.4 atm (Cotton 1989). Tujuan dari praktikum ini adalah mengamati perbedaan
sifat berbagai jenis koloid liofil dan liofob serta pengendapannya oleh garam,
membuat berbagai jenis larutan buffer asetat dan fosfat dalam berbagai tingkatan
pH, dan mengamati pengaruh tekanan osmotik pada larutan sel darah merah.

METODE PRAKTIKUM
Waktu Praktikum
Praktikum materi biofisik ke-2 ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia
FMIPA IPB pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016 pukul 12.00 – 14.30 WIB.
Membahas materi koloid, buffer, dan tekananan osmotik.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain: gelas piala,
tabung reaksi, pH meter, pipet Mohr, pipet tetes, dan bulb.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain: gelatin 2%,
koloid pati 2%, koloid biru berlin, koloid ferihidroksida, akuades, NaCl 03%,
NaCl 0.9%, NaCl 5%, MgSO4, koloid CuSO4, eosin, larutan giemsa, asam asetat
(CH3COOH), Na-asetat (CH3COONa), Na2HPO4, KH2HPO4, dan darah segar.
Prosedur Percobaan
Praktikum ini terdiri dari tiga tahap utama. Pada tahap awal dilakukan
percobaan koloid. Koloid yang akan di uji adalah koloid liofil dan liofob. Koloid
liofil terdiri dari 2 bahan, yakni koloid gelatin 2%, dan koloid pati 2%. Sedangkan
koloid liofob terdiri dari 2 bahan yaitu koloid biru berlin dan koloid
ferihidroksida.
Larutan koloid liofil. Terdiri koloid gelatin 2% dan koloid pati 2%.
Percobaan gelatin 2%, dilakukan dengan cara menyiapkan gelas piala 250 ml lalu
dicampurkan 2 g gelatin 2% dan 25 ml akuades dingin. Kemudian tuang 75 ml air
mendidih dan aduk. Sedangkan untuk koloid pati 2%, disiapkan pula gelas piala
250 ml lalu dimasukan 2 g pati 2% dan 10 ml air dingin. Kemudian tuang air 90
ml air mendidih lalu diaduk.
Larutan koloid liofob. Terdiri dari koloid biru berlin dan koloid

ferihidroksida. Percobaan koloid biru berlin, di lakukan dengan cara menyiapkan
gelas piala 100 ml lalu pipet 10 ml K4Fe(CN)6 0.2 N dan FeCl3 0.02 N ke dalam
gelas piala. Kemudian aduk hingga homogen. Ambil kira-kira 5 ml campuran tadi
ke tabung reaksi, di encerkan seperlunya. Diamati ada atau tidaknya endapan.
Selanjutnya koloid ferihidroksida, menyiapkan gelas piala 100 ml lalu pipet 1 ml
FeCl3 33% serta tambahkan kedalam 200 ml akuades mendidih ke dalam gelas
piala tersebut. Koloid yang telah jadi diamati dan dicatat perbedaannya.
Pengendaan koloid dengan latutan garam. Pengendapan larutan koloid
liofil NaCl 10% dilakukan dengan cara menambahkan akuades kedalam larutan
pekat atau yang belum mengendap hingga terbentuk endapan. Sedangakan untuk
larutan koloid liofob ditambahkan akuades dan MgSO 4 hingga terjadi endapan.
Adapun sifat larutan koloid, disiapkan gelatin 15% kemudian dimasukan 5 ml ke
dalam 4 tabung reaksi dinginkan hingga terbentuk gel. Lalu masukan larutan
koloid CuSo4 5%, biru berlin, eosin, dan giemsa ke dalam tabung reaksi yang
telah berisi gel gelatin tersebut. Kemudian dinginkan kembali tiap tabung reaksi
tersebut selama satu malam, lalu amati larutan mana yang berdifusi lewat gel dan
mana yang tidak berdifusi.
Pembuatan buffer pada berbagai pH. Percobaan pertama adalah buffer
standar (Walpole) 0.1 N asam asetat dicampurkan larutan Na-asetat dengan
perbandingan antara keduanya sebagai berikut: 9.25:0.75; 8.20:1.80; 6.30:3.70;


4.00:600; 2.10:7.90. Setelah dicampurkan dan homogen, diukur pH nya dan catat
hasilnya. Sedangkan buffer fosfat standar (Sorensen) dicampurkan, 1/15 M
Na2HPO4 dan KH2PO4 dengan perbandingan keduanya sebagai berikut: 0.50:9.50;
1.20:8.80; 2.65:7.35; 5.00:5.00; 7.15:2.85. Kemudian pH larutannya di ukur dan
di catat.
Tekanan osmotik cairan sel darah. Tahap percobaan ini adalah
mengukur tekanan osmotik cairan sel darah merah manusia. Tiga tabung reaksi
disiapkan lalu masukan kedalam masing-masing tabung reaksi tersebut 5 ml
larutan NaCl 0.3%, NaCl 0.9%, dan NaCl 5%. Kemudian darah segar diteteskan
dan di suspensikan dengan larutan NaCl tadi, lalu diamati di mikroskop.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Koloid dapat didefinisikan sebagai campuran dari dua atau lebih zat yang
salah satu fasenya tersuspensi sebagai sejumlah kecil dalam fase kedua (Oxtoby
2001). Ukuran dispersinya 1 mµ sampai 0.1 µ. Fase terdispersi dan medium
pendispersi dalam suatu koloid dapat berinteraksi satu sama lain. Berdasarkan
interaksi tersebut, koloid sol dapat dibedakan atas liofil (suka cairan) dan liofob
(tidak suka cairan). Koloid liofil merupakan koloid dimana terdapat gaya tarik
menarik yang cukup besar antara fase terdispersi dengan medium pendispersi.
Contoh dispersi kanji, sabun, dan detegen. Koloid liofob merupakan koloid yang

terdapat gaya tarik menarik menarik yang cukup lemah atau bahkan tidak ada
sama sekali antar fase terdispersi dengan medium pendispersinya. Contoh dispersi
emas, belerang dalam air (Atkins 1999).
Suatu koloid di dalam medium pendispersi cair juga mempunyai sifat
koligatif. Sifat ini bergantung pada jumlah partikel koloid bukan pada jenisnya.
Sifat koligatif koloid umunya relative lebih rendah daripada larutan sejati dengan
jumlah partikel yang sama (Laider 1982).
Tabel 1 Data percobaan koloid
Larutan
Gelatin 2%
Pengamatan
Jenis koloid
Liofil
(liofil/liofob)
Fase
Gelatin
terdispersi
Fase
Air
pendispersi

Warna
Putih keruh
Kestabilan
Stabil
Penambahan
Tidak
NaCl 10%
mengendap

Gambar

Pati 2%

Biru Berlin

Ferihidroksida

Liofil

Liofob


Liofob

Pati

Biru berlin

Ferihidroksida

Air

Air

Air

Putih keruh
Stabil
Tidak
mengendap


Biru pekat
Stabil

Jingga pekat
Stabil

Endapan biru

Endapan jingga

Merujuk tabel pengamatan diatas percobaan ini dilakukan menggunakan
larutan gelatin 2% dan larutan pati 2% yang mempunyai sifat liofil. Sedangkan
percobaan larutan liofob menggunakan larutan biru berlin dan ferihidroksida.
Koloid mempunyai sifat kinetik dapat mengendap. Partikel-partikel ini
cenderung mengendap karena pengaruh gravitasi bumi. Hal tersebut bergantung
pada partikel terhadap mediumnya. Jika rapat massa partikel terhadap medium
pendispersinya, maka partikel tersebut akan mengendap begitupun sebaliknya.
Pengendapan koloid dengan larutan garam menghasilkan data bahwa
larutan dengan jenis koloid liofil (gelatin dan pati) setelah ditambahkan dengan
NaCl 10% tidak menghasilkan endapan atau tetap pada fase dipersinya.

Sedangkan untuk larutan jenis koloid liofob, setelah ditambahkan NaCl 10%
larutan menghasilkan endapan dalam beberapa menit. Hasil percobaan ini sesuai
teori, yaitu NaCl lebih mudah dalam mengkoagulasikan koloid liofob karena
memiliki muatan positif dan muatan negative. Muatan tersebut kemudian akan
mengikat muatan yang berlawanan pada koagulan sehingga apabila konsentrasi
elektrolit cukup besar tidak akan terjadi tolak menolak dan larutan akan
terendapkan (Atkins 1999).
Partikel zat terlarut akan mendifusi larutan yang konsentrasinya tinggi ke
daerah yang konsentrasinya lebih rendah. Difusi erat kaitannya dengan gerak
Brown, sehingga dapat dianggap molekul-molekul atau partikel koloid mendifusi
karena adanya gerak Brown. Koloid liofil memiliki ciri berdifusi dengan ditandai
adanya gradien warna. Gradasi warna koloid dapat terlihat apabila tabung reaksi
dibalik. Sedangkan untuk koloid liofob tidak mengalami difusi, terlihat dari
tabung reaksi yang jika dibalik terjadi perembesan yang tampak dari
tercampurnya warna (Alberts et al. 2004).
Tabel 2 Pengamatan sifat-sifat larutan koloid
Gelatin + Biru
Gelatin +
Campuran
Berlin
CuSO4
Pengamatan
Bercampur
Difusi
Jenis koloid
Liofil-liofob
Liofil-liofil
(liofil-liofob)

Gelatin +
Eosin
Difusi

Gelatin +
Giemsa
Difusi

Liofil-liofil

Liofil-liofil

Gambar

Sel memiliki sistem pertahanan dalam menjaga perubahan pH yang terjadi
dari lingkungan berupa larutan buffer. Larutan buffer merupakan campuran dari
asam lemah dengan garamnya dan basa lemah dengan garamnya. Seperti pada
larutan Natrium Asetat yang merupakan larutan yang dapat berdisosiasi secara
sempurna. Namun, pada larutan asam asetat tidak berdisosiasi secara sempurna.
Persiapan suatu penyangga dengan pH yang di inginkan, analisis harus memilih
suatu sistem asam-garam atau basa-garam dimana pKa asam tersebut sedekat
mungkin ke pH yang di inginkan (Underwood 1998).

Tabel 3 Data pH buffer standar 0.1 N asam asetat dan Na-asetat
pH Terukur
Volume Asam
Volume NapH
Kapasitas
asetat 0.1 N
asetat 0.1 N
pH
Teoritis
Buffer
Indikator
(mL)
(mL)
meter
9.25
0.75
Universal
4
3.67
0.77
8.20
1.80
Universal
4
4.10
0.86
6.30
3.70
Universal
4
4.53
0.95
4.00
6.00
Universal
5
4.94
1.04
2.10
7.90
Universal
5
5.34
1.12
Contoh perhitungan:
Ka CH 3 COOH x V CH 3COOH
[H+]
=
=
V CH 3 COONa
1.76 x 10−5 x 4 mL
= 1.17 x 10-5
6 mL
pH teori
= - log [H+] = - log [1.17 x 10-5] = 4.94
pH teori
4.94
Kapasitas buffer
=
=
= 1.04
pKa CH 3 COOH
4.75
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan pH terukur dari asam asetat dan Naaetat dengan hasil yang berbeda menggunakan pH meter dan indicator. Hasil dari
pH terukur, nilai pH yang didapatkan oleh pH meter lebih besar dibandingkan
dengan nilai pH teoritis. Nili pH terbesar bernilai 5.34 dimiliki oleh campuran
larutan 0.1 N asam asetat 2.10 mL dengan larutan 0.1 N Na-asetat 7.90 mL dan
kapasitas buffer 1.12.
Menurut R.A. Day & Underwood (1988), umumnya nilai pH yang diukur
menggunakan pH meter berbilai lebih besar karena: 1.) ketidakpastian dalam nilai
tetapan disosiasi asam dan basa lemah, 2.) disebabkan oleh pendekatan yang
digunakan dalam perhitungan, 3.) efek aktifitas, 4.) ketepatan menimbang garam
dan memipet asam dll.
Buffer yang terdapat di tubuh manusia adalah buffer fosfat dan asetat.
Kedua buffer ini memiliki fungsi yang sama tapi berbeda daya kerjanya. Sistem
buffer fosfat mempunyai efektivitas maksimum pH 6.86 karena pKa H 2PO4adalah 6.86. Jadi pasangan H2PO4- - HPO4-2 cenderung seimbang (Lehninger
2004).
Tabel 4 Data pH buffer standar Na2HPO4 dan KH2PO4
pH Terukur
Volume
Volume
KH2PO4
pH
Na2HPO4 (mL)
Indikator
(mL)
meter
0.50
9.50
Universal
5
1.20
8.80
Universal
6
2.65
7.35
Universal
6
5.00
5.00
Universal
7
7.15
2.85
Universal
8
Contoh perhitungan:

pH
Teoritis

Kapasitas
Buffer

5.51
5.92
6.35
6.80
7.19

0.76
0.82
0.88
0.94
1.00

[OH-]

Kb Na2 HPO 4 x V Na 2 HPO 4
V KH 2 PO 4

=

=

6.23 x 10−8 x 5 mL
= 6.23 x 10-8
5 mL
pOH teori
= - log [OH-] = - log [6.23 x 10-8] = 7.21
pH teori
= 14 – pOH = 14 – 7.21 = 6.80
pH teori
6.80
Kapasitas buffer
=
=
= 0.94
pKb Na2 HPO 4
7.20
Percobaan tabel diatas dilakukan dengan mencampurkan Na2HPO4 dan
KH2PO4. Semakin sedikit volume Na2HPO4 maka pH larutan dari campuran akan
semakin asam. Lehninger (2004) mengemukakan kisaran pH nilai kapasitas buffer
fosfat adalah 6.1 – 7.7 dan buffer asetat pada 4.2 – 5.6. Hal ini sesuai dengan
percobaan yang dilakukan yakni didapat kapasitas buffer asetat pada rentang
tersebut.
Tekanan osmotik larutan adalah tekanan yang harus diberikan kepada
larutan untuk mencegah masuknya aliran air ke dalam. Tekanan ini prporsional
dengan konsentrasi solut (Voet et al. 2006). Tekanan ini dapat menghentikan
perpindahan molekul melalui membran semipermiabel. Sel dapat mengalami
hipotonik, isotonik, atau hopertonik pada saat kondisi tekanan osmotik. Ketika sel
darah merah diberikan larutan NaCl 5% sel mengalami krenasi (mengkerut), dan
lisis (pecah) ketika diberi larutan NaCl 0.3%. Sedangkan sel tidak memberikan
dampak apapun ketika NaCl 0.9% ditambahkan.
Krenasi terjadi akibat adanya perpindahan cairan sel keluar sel, sehingga
sel mengkerut dan hanya tampak ukuran sel mengecil dari luar yang mengalami
plasmolisis. Kondisi hipotonik, sel darah merah pecah akibat pembesaran sel
karena rendahnya konsentrasi di luar disbanding di dalam sehingga larutan masuk
ke dalam sel mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan turgor (Alberts et al.
2004). Berbeda pada kondisi isotonik, yaitu pada saat sel darah merah direndam
dengan NaCl 0.9% sel tidak mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini
dikarenakan larutan NaCl 0.9% merupakan larutan fisiologis dan keadaan ini
merupakan kondisi dimana tidak terjadi perpindahan cairan dari dalam sel keluar
sel atau sebaliknya karena konsentrasinya sama.
Tabel 5 Pengamatan tekanan osmotik
Larutan NaCl

0.3%

0.9%

5%

Pengamatan

Hipotonik

Isotonik

Hipertonik

Gambar
pengamatan
Gambar
literatur

SIMPULAN
Sistem koloid yang bersifat liofob dapat membentuk endapan lebih cepat
disbanding koloid liofil ketika ditambahkan NaCl dan mengalami perembesan dan
pencampuran. Koloid liofil cenderung tidak membentuk endapan ketika
ditambahkan NaCl, namun bersifat difusi. Buffer terbaik dapat diketahui dengan
mengetahui nilai kapasitas buffer terbesar yang dihasilkan saat volume asam
lemah atau basa lemah terendah. Peristiwa tekanan osmotik seperti hipotonik,
isotonik dan hipertonik dapat terlihat pada sel drah merah yang ditambahkan
larutan NaCl 5% (hipertonik), NaCl 0.3% (hipotonik), dan NaCl 0.9% (isotonik).
DAFTAR PUSTAKA
Atkins P. 1999. Kimia Fisika. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Physical
Chemistry.
Alberts et al. 2004. Essential Cell Biology 2nd Ed. New York (USA): Garland
Science.
Chang R. 2006. Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga.
Cotton A. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta (ID): UI-Pr. Terjemahan dari:
Basic Inorganic Chemistry.
Sriwahyuni H, Suryantoro. 2006. Pengaruh ukuran butir koloid terhadap deposisi
koloid pada tanah sekitar fasilitas penyimpanan lestari limbah radioaktif.
http://23HeruSriwahyuni_211-216_koloid.pdf
Lehninger A. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Jakarta (ID): Erlangga.
Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Nurarfa W. 2014. Biofisik II. http://whyranran.blogspot.co.id/2014/02/biofisikii.html?m=1
Oxtoby D. 2001. Kimia Modern Ed ke-4 Jilid I. Jakarta (ID): Erlangga.
Terjemahan dari: Principles of Modern Cheistry.

Underwood et al. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Ed ke-6. Jakarta (ID):
Erlangga.