PENGARUH PARAMETER REAKSI TERHADAP RENDE
Mudjijono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal. 41-51
PENGARUH PARAMETER REAKSI TERHADAP RENDEMEN POLIOL DARI
MINYAK BIJI KARET
(THE EFFECT OF REACTION PARAMETERS ON THE YIELD OF POLYOL FROM
RUBBER SEED OIL)
Mudjijono*a, Sasanti Utami
a
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universtas SebelasMaret,
Jl. Ir Sutami No. 36 A, Kentingan Surakarta
*e-mail: [email protected]
Received 18 Januari 2013, accepted 23 Mei 2013,published 25 September 2013
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh parameter reaksi terhadap rendemen
poliol dari minyak biji karet dan minyak kelapa sawit sebagai senyawa pembanding. Poliol
disintesis melalui reaksi antara minyak dan peracid. Peracid dihasilkan melalui pencampuran
asam formiat (HCOOH) dan hidrogen peroksida (H2O2) dengan katalis (H2SO4). Poliol
berhasil disintesis berdasarkan analisis spektra fourier transform infrared spectroscopy
(FTIR) dengan pembanding spektra FTIR PEG-400 dan poliol hasil sintesis dari Suryani
(2009). Hasil analisis uji-t menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rendemen poliol dari
minyak biji karet dan minyak kelapa sawit. Analisis grafik sederhana menunjukkan bahwa
rendemen optimum poliol diperoleh pada kondisi yang sama, yaitu rasio molar HCOOH:H2O2
4:1 mol/mol dan konsentrasi H2SO4 4% v/v minyak. Karakterisasi fisik meliputi densitas dan
viskositas poliol menunjukkan bahwa dalam batas-batas kesalahan pengukuran, densitas
poliol adalah sama, sedangkan viskositas poliol menunjukkan harga yang berbeda-beda.
Kata kunci: minyak biji karet, parameter reaksi, poliol, rendemen.
ABSTRACT
The research on the effect of reaction parameters on the yield of polyol from rubber
seed oil and palm oil as a comparison compound has been carried out. Polyol was synthesized
by the reaction of oils and peracid. Peracid was produced by mixing of formic acid
(HCOOH) and hydrogen peroxide (H2O2) with catalyst (H2SO4). Polyol was synthesized
successfully based on spectra analysis of fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) with
FTIR spectra of PEG-400 and polyol of Suryani (2009). The results of t-test analysis showed
that there was no difference of the polyols yield from rubber seed oil and palm oil. Analysis of
a simple graph showed that the optimum yield of polyols were obtained in the same
conditions, which are molar ratio of HCOOH:H2O2 4:1 mol/mol and H2SO4 concentration 4%
v/v oil. Physical characterization included density and viscosity of polyols, showed that within
the limits of measurement error, density of polyols were same, whereas viscosity of polyols
showed the differences.
Key words: polyol, reaction parameters, rubber seed oil, yield
41
Mudjijono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal. 41-51
PENDAHULUAN
Poliol merupakan senyawa polihidroksi yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
industri, yaitu sebagai bahan surfaktan dalam formulasi bahan makanan, kosmetik, dan dalam
bidang farmasi seperti obat-obatan (Narine et al., 2007). Dalam industri polimer, senyawa
poliol digunakan sebagai monomer pembentuk polimer, pemlastis, pemantap, pelunak, dan
sebagai bahan aditif lainnya untuk pengolahan berbagai bahan polimer diantaranya PVC,
polietilen, polipropilen, poliamida, poliester, dan poliuretan (Goud et al., 2006).
Selama ini poliol yang digunakan secara komersial berasal dari produk turunan minyak
bumi. Mengingat minyak bumi merupakan bahan baku yang tidak terbarukan, jumlahnya
terbatas, dan pergerakan harganya yang terus meningkat, hal ini mendorong semua pihak
untuk mencari bahan baku alternatif sebagai sumber poliol (Narine et al., 2007). Di Malaysia,
penggunaan minyak nabati khususnya minyak kelapa sawit telah diteliti lebih dari 10 tahun
secara intensif oleh MPOB (Malaysian Palm Oil Board) melalui kerjasama dengan WilhelmKlauditz Institut, Jerman. Hasil kerjasama tersebut menghasilkan poliol berbasis minyak
kelapa sawit yang digunakan untuk keperluan industri (Harjono, 2009). Namun penggunaan
minyak sawit dapat mengganggu ketersediaan bahan pangan apabila dilakukan dengan skala
industri yang membutuhkan bahan baku dalam jumlah yang besar.
Indonesia merupakan negara penghasil karet terbesar nomor dua di dunia setelah
Thailand, dengan total produksi sebesar 2,2 juta ton/tahun pada tahun 2010. Selain itu,
Indonesia merupakan negara dengan luas lahan perkebunan karet terbesar di dunia, yang
mencapai 3,2 juta hektar (Anonim, 2011). Hasil utama perkebunan karet adalah lateks, dan
sejauh ini biji karet masih terbuang percuma sebagai limbah. Biji karet tergolong dalam
minyak non-pangan karena belum termanfaatkannya teknologi yang tepat untuk pemisahan
bahan-bahan beracun dari biji karet.
Kandungan asam lemak tidak jenuh dalam minyak biji karet meliputi: 28-30% asam
oleat, 33-35% asam linoleat, dan 20-21% asam linolenat (Tazora, 2011). Asam lemak tersebut
juga terdapat dalam minyak kelapa sawit yang mengandung asam lemak tidak jenuh seperti:
38,2-43,6% asam oleat, 6,6-11,9% asam linoleat, dan 0,0-06% asam linolenat (Ketaren,
2005). Asam lemak tidak jenuh melalui reaksi epoksidasi, yaitu reaksi yang diawali dengan
pembentukan peracid dari HCOOH dan H2O2 dengan katalis H2SO4 seperti pada Gambar 1
42
Mudjijono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal. 41-51
dilanjutkan dengan reaksi antara minyak dengan peracid untuk membentuk epoksida seperti
pada Gambar 2. Epoksida yang terbentuk mengalami reaksi pembukaan cincin dengan
hidrolisis untuk mendapatkan poliol (Gambar 3).
Gambar 1. Reaksi pembentukan peracid
Gambar 2. Mekanisme reaksi epoksidasi
Gambar 3. Reaksi pembukaan cincin dengan hidrolisis
Pada penelitian ini akan dikaji tentang pengaruh parameter reaksi, yaitu rasio molar
HCOOH:H2O2 dan konsentrasi H2SO4 terhadap rendemen poliol dari minyak biji karet dengan
minyak kelapa sawit sebagai pembanding, untuk mendapatkan rendemen optimum.
METODE PENELITIAN
Bahan yang digunakan antara lain: biji karet (Jatirejo, Polokarto, Sukoharjo), minyak
kelapa sawit dalam kemasan, HCOOH 90% (Brataco), H2O2 30% (Brataco), H2SO4 98% (E.
Merck), Polietilen Glikol-400 (E. Merck), Akuades (Laboratorium Kimia Dasar FMIPA
UNS), n-heksana (Brataco), Metanol (Brataco), dan NaHCO3 (E. Merck).
43
Mudjijono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal. 41-51
Ekstraksi Minyak Biji Karet
Ditimbang dan dikupas biji karet yang berasal dari Jatirejo, Polokarto, Sukoharjo.
Dilakukan pengovenan biji karet pada suhu 100 C selama 1 jam. Biji karet yang telah kering
diblender hingga menjadi serbuk halus. Serbuk halus yang diperoleh dimaserasi dengan
pelarut n-heksana selama 2 hari. Hasil maserasi disaring, kemudian filtrat yang diperoleh
diuapkan dengan rotary evaporator.
Sintesis Poliol
Ke dalam labu leher tiga dimasukkan HCOOH 90% dan H2O2 30% secara perlahanlahan sambil diaduk dengan magnetic stirrer. Melalui corong penetes ditambahkan H2SO4
pekat sambil diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu 40-45 °C selama 1 jam. Selanjutnya
melalui corong penetes ditambahkan secara perlahan-lahan minyak sebanyak 20 mL.
Dipertahankan suhu pemanasan 40-45 C sambil diaduk selama 2 jam, kemudian hasil sintesis
dibiarkan selama 1 malam. Larutan hasil sintesis dimasukkan ke dalam corong pisah,
kemudian ditambahkan n-heksana dengan perbandingan 1:1 (v/v). Lapisan bagian bawah
diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 55-60 C. Residu yang diperoleh ditambahkan
dengan NaHCO3 sampai pH netral, kemudian diuapkan kembali pada suhu 55-60 C.
Parameter yang digunakan adalah variasi rasio molar HCOOH:H2O2 pada 1:1; 2:1;
3:1; 4:1; dan 5:1 dan variasi konsentrasi H2SO4 pada 1, 2, 3, 4, dan 5% v/v minyak.
Karakterisasi Minyak dan Senyawa Hasil Sintesis
Panjang gelombang maksimum (max) dari minyak dan senyawa hasil sintesis
diidentifikasi dengan UV-Vis. Gugus fungsi yang terkandung dalam minyak dan senyawa
hasil sintesis diidentifikasi dengan FTIR. Karakterisasi sifat fisika minyak dan senyawa hasil
sintesis meliputi densitas dan viskositas. Rendemen poliol diperoleh dengan analisis
volumetri.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Minyak Biji Karet
Minyak biji karet dalam penelitian ini diperoleh dengan metode ekstraksi maserasi
menggunakan pelarut n-heksana. Minyak biji karet dalam penelitian ini diperoleh dengan
metode ekstraksi maserasi menggunakan pelarut n-heksana. Dari biji karet kering sebanyak
44
Mudjijono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal. 41-51
2.368,044 gram dihasilkan minyak biji karet sebanyak 365,446 gram sehingga rendemen
minyak biji karet yang diperoleh sebesar 15,43% b/b. Minyak hasil ekstraksi berwarna coklat
tua dan belum melalui proses pemurnian (pemucatan, netralisasi, dan deodorasi).
Pengaruh Rasio Molar HCOOH:H2O2 dan Konsentrasi H2SO4
1. Pengaruh Variasi Rasio Molar HCOOH:H2O2 terhadap Rendemen Poliol
Gambar grafik 4 menunjukkan bahwa rendemen poliol dari minyak biji karet dan
minyak kelapa sawit mengalami peningkatan hingga rasio molar HCOOH:H2O2 4:1
seterusnya mengalami penurunan. Data pada grafik 1 mengikuti grafik fungsi kuadrat dengan
nilai a
PENGARUH PARAMETER REAKSI TERHADAP RENDEMEN POLIOL DARI
MINYAK BIJI KARET
(THE EFFECT OF REACTION PARAMETERS ON THE YIELD OF POLYOL FROM
RUBBER SEED OIL)
Mudjijono*a, Sasanti Utami
a
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universtas SebelasMaret,
Jl. Ir Sutami No. 36 A, Kentingan Surakarta
*e-mail: [email protected]
Received 18 Januari 2013, accepted 23 Mei 2013,published 25 September 2013
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh parameter reaksi terhadap rendemen
poliol dari minyak biji karet dan minyak kelapa sawit sebagai senyawa pembanding. Poliol
disintesis melalui reaksi antara minyak dan peracid. Peracid dihasilkan melalui pencampuran
asam formiat (HCOOH) dan hidrogen peroksida (H2O2) dengan katalis (H2SO4). Poliol
berhasil disintesis berdasarkan analisis spektra fourier transform infrared spectroscopy
(FTIR) dengan pembanding spektra FTIR PEG-400 dan poliol hasil sintesis dari Suryani
(2009). Hasil analisis uji-t menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rendemen poliol dari
minyak biji karet dan minyak kelapa sawit. Analisis grafik sederhana menunjukkan bahwa
rendemen optimum poliol diperoleh pada kondisi yang sama, yaitu rasio molar HCOOH:H2O2
4:1 mol/mol dan konsentrasi H2SO4 4% v/v minyak. Karakterisasi fisik meliputi densitas dan
viskositas poliol menunjukkan bahwa dalam batas-batas kesalahan pengukuran, densitas
poliol adalah sama, sedangkan viskositas poliol menunjukkan harga yang berbeda-beda.
Kata kunci: minyak biji karet, parameter reaksi, poliol, rendemen.
ABSTRACT
The research on the effect of reaction parameters on the yield of polyol from rubber
seed oil and palm oil as a comparison compound has been carried out. Polyol was synthesized
by the reaction of oils and peracid. Peracid was produced by mixing of formic acid
(HCOOH) and hydrogen peroxide (H2O2) with catalyst (H2SO4). Polyol was synthesized
successfully based on spectra analysis of fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) with
FTIR spectra of PEG-400 and polyol of Suryani (2009). The results of t-test analysis showed
that there was no difference of the polyols yield from rubber seed oil and palm oil. Analysis of
a simple graph showed that the optimum yield of polyols were obtained in the same
conditions, which are molar ratio of HCOOH:H2O2 4:1 mol/mol and H2SO4 concentration 4%
v/v oil. Physical characterization included density and viscosity of polyols, showed that within
the limits of measurement error, density of polyols were same, whereas viscosity of polyols
showed the differences.
Key words: polyol, reaction parameters, rubber seed oil, yield
41
Mudjijono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal. 41-51
PENDAHULUAN
Poliol merupakan senyawa polihidroksi yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
industri, yaitu sebagai bahan surfaktan dalam formulasi bahan makanan, kosmetik, dan dalam
bidang farmasi seperti obat-obatan (Narine et al., 2007). Dalam industri polimer, senyawa
poliol digunakan sebagai monomer pembentuk polimer, pemlastis, pemantap, pelunak, dan
sebagai bahan aditif lainnya untuk pengolahan berbagai bahan polimer diantaranya PVC,
polietilen, polipropilen, poliamida, poliester, dan poliuretan (Goud et al., 2006).
Selama ini poliol yang digunakan secara komersial berasal dari produk turunan minyak
bumi. Mengingat minyak bumi merupakan bahan baku yang tidak terbarukan, jumlahnya
terbatas, dan pergerakan harganya yang terus meningkat, hal ini mendorong semua pihak
untuk mencari bahan baku alternatif sebagai sumber poliol (Narine et al., 2007). Di Malaysia,
penggunaan minyak nabati khususnya minyak kelapa sawit telah diteliti lebih dari 10 tahun
secara intensif oleh MPOB (Malaysian Palm Oil Board) melalui kerjasama dengan WilhelmKlauditz Institut, Jerman. Hasil kerjasama tersebut menghasilkan poliol berbasis minyak
kelapa sawit yang digunakan untuk keperluan industri (Harjono, 2009). Namun penggunaan
minyak sawit dapat mengganggu ketersediaan bahan pangan apabila dilakukan dengan skala
industri yang membutuhkan bahan baku dalam jumlah yang besar.
Indonesia merupakan negara penghasil karet terbesar nomor dua di dunia setelah
Thailand, dengan total produksi sebesar 2,2 juta ton/tahun pada tahun 2010. Selain itu,
Indonesia merupakan negara dengan luas lahan perkebunan karet terbesar di dunia, yang
mencapai 3,2 juta hektar (Anonim, 2011). Hasil utama perkebunan karet adalah lateks, dan
sejauh ini biji karet masih terbuang percuma sebagai limbah. Biji karet tergolong dalam
minyak non-pangan karena belum termanfaatkannya teknologi yang tepat untuk pemisahan
bahan-bahan beracun dari biji karet.
Kandungan asam lemak tidak jenuh dalam minyak biji karet meliputi: 28-30% asam
oleat, 33-35% asam linoleat, dan 20-21% asam linolenat (Tazora, 2011). Asam lemak tersebut
juga terdapat dalam minyak kelapa sawit yang mengandung asam lemak tidak jenuh seperti:
38,2-43,6% asam oleat, 6,6-11,9% asam linoleat, dan 0,0-06% asam linolenat (Ketaren,
2005). Asam lemak tidak jenuh melalui reaksi epoksidasi, yaitu reaksi yang diawali dengan
pembentukan peracid dari HCOOH dan H2O2 dengan katalis H2SO4 seperti pada Gambar 1
42
Mudjijono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal. 41-51
dilanjutkan dengan reaksi antara minyak dengan peracid untuk membentuk epoksida seperti
pada Gambar 2. Epoksida yang terbentuk mengalami reaksi pembukaan cincin dengan
hidrolisis untuk mendapatkan poliol (Gambar 3).
Gambar 1. Reaksi pembentukan peracid
Gambar 2. Mekanisme reaksi epoksidasi
Gambar 3. Reaksi pembukaan cincin dengan hidrolisis
Pada penelitian ini akan dikaji tentang pengaruh parameter reaksi, yaitu rasio molar
HCOOH:H2O2 dan konsentrasi H2SO4 terhadap rendemen poliol dari minyak biji karet dengan
minyak kelapa sawit sebagai pembanding, untuk mendapatkan rendemen optimum.
METODE PENELITIAN
Bahan yang digunakan antara lain: biji karet (Jatirejo, Polokarto, Sukoharjo), minyak
kelapa sawit dalam kemasan, HCOOH 90% (Brataco), H2O2 30% (Brataco), H2SO4 98% (E.
Merck), Polietilen Glikol-400 (E. Merck), Akuades (Laboratorium Kimia Dasar FMIPA
UNS), n-heksana (Brataco), Metanol (Brataco), dan NaHCO3 (E. Merck).
43
Mudjijono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal. 41-51
Ekstraksi Minyak Biji Karet
Ditimbang dan dikupas biji karet yang berasal dari Jatirejo, Polokarto, Sukoharjo.
Dilakukan pengovenan biji karet pada suhu 100 C selama 1 jam. Biji karet yang telah kering
diblender hingga menjadi serbuk halus. Serbuk halus yang diperoleh dimaserasi dengan
pelarut n-heksana selama 2 hari. Hasil maserasi disaring, kemudian filtrat yang diperoleh
diuapkan dengan rotary evaporator.
Sintesis Poliol
Ke dalam labu leher tiga dimasukkan HCOOH 90% dan H2O2 30% secara perlahanlahan sambil diaduk dengan magnetic stirrer. Melalui corong penetes ditambahkan H2SO4
pekat sambil diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu 40-45 °C selama 1 jam. Selanjutnya
melalui corong penetes ditambahkan secara perlahan-lahan minyak sebanyak 20 mL.
Dipertahankan suhu pemanasan 40-45 C sambil diaduk selama 2 jam, kemudian hasil sintesis
dibiarkan selama 1 malam. Larutan hasil sintesis dimasukkan ke dalam corong pisah,
kemudian ditambahkan n-heksana dengan perbandingan 1:1 (v/v). Lapisan bagian bawah
diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 55-60 C. Residu yang diperoleh ditambahkan
dengan NaHCO3 sampai pH netral, kemudian diuapkan kembali pada suhu 55-60 C.
Parameter yang digunakan adalah variasi rasio molar HCOOH:H2O2 pada 1:1; 2:1;
3:1; 4:1; dan 5:1 dan variasi konsentrasi H2SO4 pada 1, 2, 3, 4, dan 5% v/v minyak.
Karakterisasi Minyak dan Senyawa Hasil Sintesis
Panjang gelombang maksimum (max) dari minyak dan senyawa hasil sintesis
diidentifikasi dengan UV-Vis. Gugus fungsi yang terkandung dalam minyak dan senyawa
hasil sintesis diidentifikasi dengan FTIR. Karakterisasi sifat fisika minyak dan senyawa hasil
sintesis meliputi densitas dan viskositas. Rendemen poliol diperoleh dengan analisis
volumetri.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Minyak Biji Karet
Minyak biji karet dalam penelitian ini diperoleh dengan metode ekstraksi maserasi
menggunakan pelarut n-heksana. Minyak biji karet dalam penelitian ini diperoleh dengan
metode ekstraksi maserasi menggunakan pelarut n-heksana. Dari biji karet kering sebanyak
44
Mudjijono, et al., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal. 41-51
2.368,044 gram dihasilkan minyak biji karet sebanyak 365,446 gram sehingga rendemen
minyak biji karet yang diperoleh sebesar 15,43% b/b. Minyak hasil ekstraksi berwarna coklat
tua dan belum melalui proses pemurnian (pemucatan, netralisasi, dan deodorasi).
Pengaruh Rasio Molar HCOOH:H2O2 dan Konsentrasi H2SO4
1. Pengaruh Variasi Rasio Molar HCOOH:H2O2 terhadap Rendemen Poliol
Gambar grafik 4 menunjukkan bahwa rendemen poliol dari minyak biji karet dan
minyak kelapa sawit mengalami peningkatan hingga rasio molar HCOOH:H2O2 4:1
seterusnya mengalami penurunan. Data pada grafik 1 mengikuti grafik fungsi kuadrat dengan
nilai a