KARYA DAN ILMIAH BATIK 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Batik merupakan seni menggambar atau melukis di atas kain mori dengan pola tertentu dengan
menggunakan malam dan canting. Kata batik berasal dari bahasa Jawa yaitu “amba” yang berarti
menulis, dan “tik” yang berarti titik. Namun tidak semua motif batik bergambar titik saja.
Setiap motif dari batik adalah simbol dari peristiwa besar yang dituangkan dalam bentuk gambar
dengan menggunakan canthing. Pada zaman dahulu motif batik memiliki nilai tersendiri yang
berbeda-beda maknanya dan tidak semua orang bisa menggunakan motif batik, misalnya saja
motif Lereng atau Parang. Motif ini merupakan salah satu contoh batik larangan. Batik larangan
ialah batik yang hanya boleh digunakan oleh keluarga kerajaan/bangsawan. Namun sekarang ini
motif tersebut sudah bisa dipakai oleh seluruh lapisan masyarakat.
1.
2.
3.
4.
5.

Rumusan Masalah
Apakah Batik itu ?
Bagaimana Filosofi batik ?

Motif apa saja yang di gunakan dalam membatik ?
Bagaimanakah langkah-langkah untuk membatik ?

1. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang kebudayaan, terutama
tentang sejarah batik tradisional Indonesia, mengetahui jenis-jenis batik berdasarkan gologannya
masing-masing dan mengetahui cara pembuatan batik. Serta diharapkan agar warga indonesia
mencintai dan melestarikan kebudayaan batik. Sehingga batik yang ada diIndonesia terus
berkembang dan diakui keberadaannya di seluruh dunia.

KERANGKA TEORI
Batik merupakan kebudayaan khas bangsa Indonesia yang sudah ada sejak masa kerajaan
majapahit. Untuk lebih memantapkan pemahaman kita tentang batik, ada baiknya kita tahu
tentang sejarah batik Indonesia. Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang
dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik
masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah
perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan
tanaman, beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan
sebagainya.
Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni

batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang
demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri
kekhususannya sendiri. Misalnya batik Pekalongan, Yogyakarta, Solo ataupun daerah-daerah
lain di Indonesia memiliki corak atau motif sesuai dengan kekhasan daerahnya.
Dalam perkembangannya, kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas
menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang.
Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat

yang digemari, baik wanita maupun pria.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Batik
Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan kain. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal.
Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam, teknik ini adalah
salah satu bentuk seni kuno yang berguna untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam
literature Internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah
kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu
yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta
pengembangan motif dan budaya yang terkait.
Batik juga termasuk jenis kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian
dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa

lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga
di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif bagi kaum perempuan. Semenjak
industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru
muncul, dikenal sebagai “Batik Cap dan Batik Cetak”, yang memungkinkan masuknya laki-laki
ke dalam bidang ini. Pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis
maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak “Mega Mendung”, dimana di beberapa daerah
pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki. Sementara batik tradisional yang
diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala
suatu motif dapat dikenal berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat
menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tradisonal hanya
dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.

1. Filosofi Batik
Selain proses pembuatannya yang rumit dan selalu disertai dengan serangkaian ritual khusus,
batik juga mengandung filosofi tinggi yang terungkap dari motifnya. Hal ini terkait dengan
sejarah penciptaan motif batik sendiri yang biasanya diciptakan oleh sinuwun, permaisuri atau
putri-putri kraton yang semuanya mengandung falsafah hidup tersendiri bagi pemakainya.
Sebagai raja Jawa yang tentu saja menguasai seni, maka keadaan tempat tersebut mengilhaminya
menciptakan pola batik lereng atau parang, yang merupakan ciri ageman Mataram yang berbeda

dengan pola batik sebelumnya. Karena penciptanya adalah raja pendiri kerajaan Mataram, maka
oleh keturunannya, pola-pola parang tersebut hanya boleh dikenakan oleh raja dan keturunannya
di lingkungan istana.Motif Parang Rusak misalnya. Motif ini diciptakan oleh Panembahan
Senopati, pendiri Keraton Mataram. Setelah memindahkan pusat kerajaan dari Demak ke
Mataram, Senopati sering bertapa di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa yang dipenuhi oleh
jajaran pegunungan seribu yang tampak seperti pereng (tebing) berbaris. Akhirnya, ia menamai
tempat bertapanya dengan pereng yang kemudian berubah menjadi parang. Di salah satu tempat
tersebut ada bagian yang terdiri dari tebing-tebing atau pereng yang rusak karena deburan ombak
laut selatan sehingga lahirlah ilham untuk menciptakan motif batik yang kemudian diberi nama
Parang Rusak.
Motif larangan tersebut dicanangkan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1785. Pola
batik yang termasuk larangan antara lain: Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang
Klithik, Semen Gedhe Sawat Gurdha, Semen Gedhe Sawat Lar, Udan Liris, Rujak Senthe, serta
motif parang-parangan yang ukurannya sama dengan parang rusak.

Semenjak perjanjian Giyanti tahun 1755 yang melahirkan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan
Yogyakarta, segala macam tata adibusana termasuk di dalamnya adalah batik, diserahkan
sepenuhnya oleh Keraton Surakarta kepada Keraton Yogyakarta. Hal inilah yang kemudian
menjadikan Keraton Yogyakarta menjadi kiblat perkembangan budaya, termasuk pula khazanah
batik.

Kalaupun batik di Keraton Surakarta mengalami beragam inovasi, namun sebenarnya motif
pakemnya tetap bersumber pada motif batik Keraton Yogyakarta. Ketika tahun 1813, muncul
Kadipaten Pakualaman di Yogyakarta akibat persengketaan Kasultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat dan Letnan Gubernur Inggris Thomas Stamford Raffles, perpecahan itu ternyata
tidak melahirkan perbedaan mencolok pada perkembangan motif batik tlatah tersebut.
Menurut KRAy SM Anglingkusumo, menantu KGPAA Paku Alam VIII, motif-motif larangan
tersebut diizinkan memasuki tlatah Keraton Puro Pakualaman, Kasultanan Surakarta maupun
Mangkunegaran. Para raja dan kerabat ketiga kraton tersebut berhak mengenakan batik parang
rusak barong sebab sama-sama masih keturunan Panembahan Senopati.
Batik tradisional di lingkungan Kasultanan Yogyakarta mempunyai ciri khas dalam tampilan
warna dasar putih yang mencolok bersih. Pola geometri Keraton Kasultanan Yogyakarta sangat
khas, besar-besar, dan sebagian diantaranya diperkaya dengan parang dan nitik. Sementara itu,
batik di Puro Pakualaman merupakan perpaduan antara pola batik Keraton
KasultananYogyakarta dan warna batik Keraton Surakarta.
Jika warna putih menjadi ciri khas batik Kasultanan Yogyakarta, maka warna putih kecoklatan
atau krem menjadi ciri khas batik Keraton Surakarta. Perpaduan ini dimulai sejak adanya
hubungan keluarga yang erat antara Puro Pakualaman dengan Keraton Surakarta ketika Sri Paku
Alam VII mempersunting putri Sri Susuhunan Pakubuwono X. Putri Keraton Surakarta inilah
yang memberi warna dan nuansa Surakarta pada batik Pakualaman, hingga akhirnya terjadi
perpaduan keduanya.

Dua pola batik yang terkenal dari Puro Pakulaman, yakni Pola Candi Baruna yang tekenal sejak
sebelum tahun 1920 dan Peksi Manyuro yang merupakan ciptaan RM Notoadisuryo. Sedangkan
pola batik Kasultanan yang terkenal, antara lain: Ceplok Blah Kedaton, Kawung, Tambal Nitik,
Parang Barong Bintang Leider, dan sebagainya.
Begitulah. Batik painting pada awal kelahirannya di lingkungan kraton dibuat dengan penuh
perhitungan makna filosofi yang dalam. Kini, batik telah meruyak ke luar wilayah benteng istana
menjadi produk industri busana yang dibuat secara massal melalui teknik printing atau melalui
proses lainnya. Bahkan diperebutkan sejumlah negara sebagai produk budaya miliknya.
Pola Parang Rusak Barong, diciptakan Sultan Agung Hanyakrakusum a yang ingin
mengekspresikan pengalaman jiwanya sebagai raja dengan segala tugas kewajibannya, dan
kesadaran sebagai seorang manusia yang kecil di hadapan Sang Maha Pencipta. Kata barong
berarti sesuatu yang besar dan hal ini tercermin pada besarnya ukuran motif tersebut pada kain.
Merupakan induk dari semua pola parang, pola barong dulu hanya boleh dikenakan oleh seorang
raja. Mempunyai makna agar seorang raja selalu hati-hati dan dapat mengendalikan diri.
Motif parang sendiri mengalami perkembangan dan memunculkan motif-motif lain seperti
Parang Rusak Barong, Parang Kusuma, Parang Pamo, Parang Klithik, dan Lereng Sobrah.
Karena penciptanya pendiri Keraton Mataram, maka oleh kerajaan, motif-motif parang tersebut
hanya diperkenankan dipakai oleh raja dan keturunannya dan tidak boleh dipakai oleh rakyat
biasa. Jenis batik itu kemudian dimasukkan sebagai kelompok “batik larangan”.
Bila dilihat secara mendalam, garis-garis lengkung pada motif parang sering diartikan sebagai

ombak lautan yang menjadi pusat tenaga alam, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah raja.
Komposisi miring pada parang juga melambangkan kekuasaan, kewibawaan, kebesaran, dan
gerak cepat sehingga pemakainya diharapkan dapat bergerak cepat.

Menurut penuturan Mari S Condronegoro, pada zaman Sri Sultan Hamengku Buwono VIII,
motif parang menjadi pedoman utama untuk menentukan derajat kebangsawanan seseorang dan
menjadi ketentuan yang termuat dalam Pranatan Dalem Jenenge Panganggo Keprabon Ing
Karaton Nagari Ngajogjakarta tahun 1927. “Selain motif Parang Rusak Barong, motif Batik
Larangan pada zaman itu adalah, motif Semen, Udan Liris, Sawat dan Cemungkiran,” jelasnya.
Motif batik Semen yang mengutamakan bentuk tumbuhan dengan akar sulurnya ini bermakna
semi atau tumbuh sebagai lambang kesuburan, kemakmuran, dan alam semesta. Sedangkan motif
Udan Liris termasuk dalam pola geometris yang tergolong motif lereng disusun secara garis
miring diartikan sebagai hujan gerimis yang menyuburkan tumbuhan dan ternak.
Secara keseluruhan, motif yang juga tersusun dari motif Lidah Api, Setengah Kawung, Banji,
Sawut, Mlinjon, Tritis, ada-ada dan Untu Walang yang diatur diagonal memanjang ini bermakna
pengharapan agar pemakainya dapat selamat sejahtera, tabah dan berprakarsa dalam menunaikan
kewajiban bagi kepentingan nusa dan bangsa.
Motif lain Sawat bermakna ketabahan hati. Sedangkan motif Cemungkiran yang berbentuk
seperti lidah api dan sinar merupakan unsur kehidupan yang melambangkan keberanian,
kesaktian, ambisi, kehebatan, dan keagungan yang diibaratkan seperti Dewa Syiwa yang dalam

masyaraka Jawa dipercaya menjelma dalam diri seorang raja sehingga hanya berhak dipakai oleh
raja dan putra mahkota.
Seiring dengan perkembangan zaman, Batik Larangan sudah tidak sekuat dulu lagi dalam
penerapannya. Bahkan, motif-motif tersebut sekarang sudah banyak dikenakan masyarakat di
luar tembok keraton. Kendati begitu, Mari S Condronegoro dan GBRAy Hj Murdhokusumo
menghimbau masyarakat umum yang bukan kerabat keraton untuk tidak mengenakan motif
tersebut, terutama Parang Rusak Barong saat berada di dalam tembok keraton, untuk menjaga
wibawa Sultan.
Lebih lanjut, Gusti Murdhokusumo mengatakan bahwa batik akan selalu menandai setiap
peristiwa penting dalam kehidupan manusia Jawa sejak lahir hingga ajal tiba. Menurutnya, ada
beberapa motif batik yang sebaiknya dikenakan pada peristiwa-peristiwa penting yang dialami
masyarakat Jawa. Peristiwa kelahiran misalnya, sebaiknya jabang bayi dialasi dengan kain batik
tua milik neneknya atau kopohan yang berarti basah. Ini mengandung harapan agar si bayi
berumur panjang seperti sang nenek.
Untuk pernikahan, disarankan mempelai mengenakan kain batik dengan motif yang berawalan
dengan “sida”, seperti Sidamulya, Sidaluhur, Sida Asih, dan Sidomukti. Atau kalau tidak, bisa
mengenakan motif Truntum, Wahyu Tumurun, Semen Gurdha, Semen Rama dan Semen
Jlekithet. Masing-masing mengandung maksud agar kedua mempelai mendapat kebahagiaan,
kemakmuran dan menjadi orang terpandang.
“Yang pasti, pengantin jangan mengenakan motif Parang Rusak agar rumah tangganya terhindar

dari kerusakan dan malapetaka,” ungkapnya. Sebaliknya, ketika akan melayat ke tempat keluarga
yang sedang kesripahan (meninggal dunia) maka sebaiknya mengenakan kain batik yang
berwarna dasar hitam dan menghindari batik dengan warna dominan putih seperti motif parang.
Jenis batik yang cocok untuk melayat, misalnya motif Semen Gurda atau motif lain yang warna
dasar senada.
1. Motif Batik
·

Batik Kraton

Penjelasan : awal mula dari semua jenis batik yang berkembang di Indonesia. Motifnya
mengandung makna filosofi hidup. Batik-batik ini dibuat oleh para putri kraton dan juga

pembatik-pembatik ahli yang hidup di lingkungan kraton. Pada dasarnya motifnya terlarang
untuk digunakan oleh orang “biasa” seperti motif Batik Parang Barong, Batik Parang Rusak
termasuk Batik Udan Liris, dan beberapa motif lainnya.
·

Batik Cuwiri


Penjelasan : meruapakan motif batik yang menggunakan zat pewarna soga alam. Biasanya batik
ini digunakan untuk semekan dan kemben, juga digunakan pada saat upacara mitoni. Motif batik
ini kebanyakan menggunakan unsur meru dan gurda. Cuwiri sendiri memiliki arti kecil-kecil dan
diharapkan untuk pemakainya pantas dan dihormati.

 Batik Pringgondani

Penjelasan : Nama kesatriyan tempat tinggal Gatotkaca putera Werkudara. Motif ini biasanya
ditampilkan dalam warna-warna gelap seperti biru indigo (biru nila) dan soga-coklat, serta penuh
sulur-suluran kecil yang diselingi dengan naga.
 Batik Sekar Jagad

Penjelasan : salah satu motif batik khas Indonesia. Motif ini mengandung makna kecantikan
dan keindahan sehingga orang lain yang melihat akan terpesona. Ada pula yang beranggapan
bahwa motif Sekar Jagad sebenarnya berasal dari kata “kar jagad” yang diambil dari bahasa Jawa
(Kar=peta; Jagad=dunia), sehingga motif ini juga melambangkan keragaman di seluruh dunia.
 Batik Sida Luhur

Penjelasan : Motif-motif berawalan sida (dibaca sido) merupakan golongan motif yang banyak
dibuat para pembatik. Kata “sida” sendiri berarti jadi/menjadi/terlaksana. Dengan demikian,

motif-motif berawalan “sida” mengandung harapan agar apa yang diinginkan bias tercapai. Motif
Sida Luhur (dibaca Sido Luhur) bermakna harapan untuk mencapai kedudukan yang tinggi, dan
dapat menjadi panutan masyarakat.
 Batik Kawung
Penjelasan : Motif Kawung berpola bulatan mirip buah Kawung (sejenis kelapa atau kadang
juga dianggap sebagai buah kolang-kaling) yang ditata rapi secara geometris. Kadang, motif ini
juga diinterpretasikan sebagai gambar bunga lotus (teratai) dengan empat lembar daun bunga
yang merekah. Lotus adalah bunga yang melambangkan umur panjang dan kesucian. Biasanya
motif-motif Kawung diberi nama berdasarkan besar-kecilnya bentuk bulat-lonjong yang terdapat
dalam suatu motif tertentu. Misalnya : Kawung Picis adalah motif kawung yang tersusun oleh
bentuk bulatan yang kecil. Picis adalah mata uang senilai sepuluh senyang bentuknya kecil.
Sedangkan Kawung Bribil adalah motif-motif kawung yang tersusun oleh bentuk yang lebih
besar daripada kawung Picis. Hal ini sesuai dengan nama bribil, mata uang yang bentuknya lebih
besar daripada picis dan bernilai setengah sen. Sedangkan kawung yang bentuknya bulat-lonjong
lebih besar daripada Kawung Bribil disebut Kawung Sen.
 Batik Semen Rama

Penjelasan : dimaknai sebagai penggambaran dari “kehidupan yang semi” (kehidupan yang
berkembang atau makmur). Terdapat beberapa jenis ornamen pokok pada motif-motif semen.
Yang pertama adalah ornamen yang berhubungan dengan daratan, seperti tumbuh-tumbuhan atau
binatang berkaki empat. Kedua adalah ornament yang berhubungan dengan udara, seperti
garuda, burung dan megamendung. Sedangkan yang ketiga adalah ornament yang berhubungan
dengan laut atau air, seperti ular, ikan dan katak. Jenis ornament tersebut kemungkinan besar ada
hubungannya dengan paham Triloka atau Tribawana. Paham tersebut adalah ajaran tentang
adanya tiga dunia; dunia tengah tempat manusia hidup, dunia atas tempat para dewa dan para
suci, serta dunia bawah tempat orang yang jalan hidupnya tidak benar/dipenuhi angkara murka.
Selain makna tersebut motif Semen Rama (dibaca Semen Romo) sendiri seringkali dihubungkan
dengan cerita Ramayana yang sarat dengan ajaran Hastha Brata atau ajaran keutamaan melalui
delapan jalan. Ajaran ini adalah wejangan keutamaan dari Ramawijaya kepada Wibisana ketika
dinobatkan menjadi raja Alengka. Jadi “Semen Romo” mengandung ajaran sifat-sifat utama yang
seharusnya dimiliki oleh seorang raja atau pemimpin rakyat.
 Batik Sida Asih

Penjelasan : Motif-motif berawalan sida (dibaca sido) merupakan golongan motif yang banyak
dibuat para pembatik. Kata “sida” sendiri berarti jadi/menjadi/terlaksana. Dengan demikian,
motif-motif berawalan “sida” mengandung harapan agar apa yang diinginkan bias tercapai.
Makna dari motif Sida Asih (dibaca Sido Asih) adalah harapan agar manusia mengembangkan
rasa saling menyayangi dan mengasihi antar sesama.
 Batik Tambal

Penjelasan : Tambal memiliki arti tambal bermakna menambal atau memperbaiki hal-hal yang
rusak. Dalam perjalanan hidupnya, manusia harus memperbaiki diri menuju kehidupan yang
lebih baik, lahir maupun batin. Dahulu, kain batik bermotif tambal dipercaya bisa membantu
kesembuhan orang yang sakit. Caranya adalah dengan menyelimuti orang sakit tersebut dengan
kain motif tambal. Kepercayaan ini muncul karena orang yang sakit dianggap ada sesuatu “yang
kurang”, sehingga untuk mengobatinya perlu “ditambal”.
 Batik Sida Mukti

Penjelasan : Sida Mukti meruapakan motif batik yang biasanya terbuat dari zat pewarna soga
alam. Biasanya digunakan sebagai kain dalam upacara perkawinan. Unsur motif yang tekandung
didalamnya adalah gurda. Motif-motif berawalan sida (dibaca sido) merupakan golongan motif
yang banyak dibuat para pembatik. Kata “sida” sendiri berarti jadi/menjadi/terlaksana. Dengan
demikian, motif-motif berawalan “sida” mengandung harapan agar apa yang diinginkan bias
tercapai. Salah satunya adalah sida mukti, yang mengandung harapan untuk mencapai
kebahagiaan lahir dan batin.
1. Cara Membatik
Mari bersama kita melestarikan budaya batik dan kesenian Bangsa dengan mengetahui cara
pembuatan batik tulis. Alat dan bahan yang harus disiapkan adalah sebagai berikut :
 Kain mori (bisa terbuat dari sutra atau katun)







Canting sebagai alat pembentuk motif,
Gawangan (tempat untuk m enyampirkan kain)
Lilin (malam) yang dicairkan
Panci dan kompor kecil untuk memanaskan
Larutan pewarna

Adapun tahapan-tahapan dalam proses pembuatan batik tulis :
1. Langkah pertama adalah membuat desain batik yang biasa disebut molani. Dalam
penentuan motif, biasanya tiap orang memiliki selera berbeda-beda. Ada yang lebih suka
untuk membuat motif sendiri, namun yang lain lebih memilih untuk mengikuti motifmotif umum yang telah ada. Motif yang kerap dipakai di Indonesia sendiri adalah batik
yang terbagi menjadi 2 : batik klasik, yang banyak bermain dengan simbol-simbol, dan
batik pesisiran dengan ciri khas natural seperti gambar bunga dan kupu-kupu. Membuat
design atau motif ini dapat menggunakan pensil.
2. Setelah selesai melakukan molani, langkah kedua adalah melukis dengan (lilin) malam
menggunakan canting (dikandangi/dicantangi) dengan mengikuti pola tersebut.
3. Tahap selanjutnya, menutupi dengan lilin malam bagian-bagian yang akan tetap berwarna
putih (tidak berwarna). Canting untuk bagian halus, atau kuas untuk bagian berukuran
besar. Tujuannya adalah supaya saat pencelupan bahan kedalam larutan pewarna, bagian
yang diberi lapisan lilin tidak terkena.
4. Tahap berikutnya, proses pewarnaan pertama pada bagian yang tidak tertutup oleh lilin
dengan mencelupkan kain tersebut pada warna tertentu.
5. Setelah dicelupkan, kain tersebut di jemur dan dikeringkan.
6. Setelah kering, kembali melakukan proses pembatikan yaitu melukis dengan lilin malam
menggunakan canting untuk menutup bagian yang akan tetap dipertahankan pada
pewarnaan yang pertama.
7. Kemudian, dilanjutkan dengan proses pencelupan warna yang kedua.
8. Proses berikutnya, menghilangkan lilin malam dari kain tersebut dengan cara meletakkan
kain tersebut dengan air panas diatas tungku.
9. Setelah kain bersih dari lilin dan kering, dapat dilakukan kembali proses pembatikan
dengan penutupan lilin (menggunakan alat canting)untuk menahan warna pertama dan
kedua.
10. Proses membuka dan menutup lilin malam dapat dilakukan berulangkali sesuai dengan
banyaknya warna dan kompleksitas motif yang diinginkan.
11. Proses selanjutnya adalah nglorot, dimana kain yang telah berubah warna direbus air
panas. Tujuannya adalah untuk menghilangkan lapisan lilin, sehingga motif yang telah
digambar sebelumnya terlihat jelas. Anda tidak perlu kuatir, pencelupan ini tidak akan
membuat motif yang telah Anda gambar terkena warna, karena bagian atas kain tersebut
masih diselimuti lapisan tipis (lilin tidak sepenuhnya luntur). Setelah selesai, maka batik
tersebut telah siap untuk digunakan.
12. Proses terakhir adalah mencuci kain batik tersebut dan kemudian mengeringkannya
dengan menjemurnya sebelum dapat digunakan dan dipakai.
PENUTUP

1. Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa kita ambil dari banyak kasus klaim kebudayaan Indonesia dan
penghargaan dari UNESCO adalah bahwa bangsa yang dihargai adalah bangsa yang memelihara
budayanya, bukan sebagai yang menciptakan pertama kalinya.
Akhirnya dunia mengakui batik merupakan salah satu warisan umat manusia yang dihasilkan
oleh bangsa Indonesia. Pengakuan serta penghargaan itu akan disampaikan secara resmi oleh

United Nations Educational, Scientific, and Culture Organization (UNESCO). Pengakuan
dilakukan pada 28 September 2009 dan penghargaan resmi pada hari ini (2 Oktober) di Abu
Dhabi.
Pengakuan UNESCO itu diberikan terutama karena penilaian terhadap keragaman motif batik
yang penuh makna filosofi mendalam. Penghargaan itu juga diberikan karena pemerintah dan
rakyat Indonesia juga dinilai telah melakukan berbagai langkah nyata untuk melindungi dan
melestarikan warisan budaya itu secara turun-menurun.
Sebagai bentuk apresiasi terhadap Batik Indonesia, Presiden SBY meminta kepada seluruh warga
negara Indonesia untuk memulai memakai batik pada hari ini. Semoga ini menjadi awal yang
baik, untuk selalu nguri-uri kebudayaan Indonesia. Tidak ada kata terlambat untuk memulai
sesuatu yang baik.
Setelah proses pengakuan ini apa yang harus dilakukan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia
selaku pemilik sah batik? Apakah akan membiarkannya begitu saja? Ada banyak cara yang bisa
kita lakukan sekaligus mempromosikan batik secara kontinyu, dengan memakai batik sebagai
busana kita sehari-hari. Disamping untuk menghidupkan industri batik secara tidak langsung,
kita ikut menjaga kebudayaan Indonesia.
1. Saran
Agar warna batik berbahan sutra dan serat tidak cepat pudar, awet dan tetap tampak indah.
Mencuci kain batik dengan menggunakan shampo rambut. Sebelumnya, larutkan dulu shampo
hingga tak ada lagi bagian yang mengental. Setelah itu baru kain batik dicelupkan.
Anda juga bisa menggunakan sabun pencuci khusus untuk kain batik yang dijual di pasaran.
Pada saat mencuci batik jangan digosok. Jangan pakai deterjen. Kalau batik tidak kotor cukup
dicuci dengan air hangat. Sedangkan, kalau kotor, misalnya terkena noda makanan, bisa
dihilangkan dengan sabun mandi atau bila kotor sekali, seperti terkena buangan knalpot, noda
bisa dihilangkan dengan kulit jeruk dengan mengusapkan sabun atau kulit jeruk pada bagian
yang kotor.
Sebaiknya Anda juga tidak menjemur kain batik di bawah sinar matahari langsung (tempat
teduh). Kain batik jangan dicuci dengan menggunakan mesin cuci. Tak perlu memeras kain batik
sebelum menjemurnya. Namun, pada saat menjemur, bagian tepi kain agak ditarik pelan-pelan
supaya serat yang terlipat kembali seperti semula.
Sebaiknya hindari penyeterikaan. Kalaupun terlalu kusut, semprotkan air di atas kain kemudian
letakkan sebuah alas kain di bagian atas batik itu baru diseterika. Jadi, yang diseterika adalah
kain lain yang ditaruh di atas kain batik.
Disarankan untuk menyimpan batik dalam plastik agar tidak dimakan ngengat. Jangan diberi
kapur barus, karena zat padat ini terlalu keras sehingga bisa merusak batik. Sebaiknya, almari
tempat menyimpan batik diberi merica yang dibungkus dengan tisu untuk mengusir ngengat.
Alternatif lain menggunakan akar wangi yang sebelumnya dicelup dulu ke dalam air panas,
kemudian dijemur, lalu dicelup sekali lagi ke dalam air panas dan dijemur. Setelah akar wangi
kering, baru digunakan.
Anda sebaiknya juga tidak menyemprotkan parfum atau minyak wangi langsung ke kain atau
pakaian berbahan batik sutera berpewarna alami.
Bila Anda ingin memberi pewangi dan pelembut kain pada batik tulis, jangan disemprotkan
langsung pada kainnya. Sebelumnya, tutupi dulu kain dengan koran, baru semprotkan cairan
pewangi dan pelembut kain.

DAFTAR PUSTAKA
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi
dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. 2006. Bandung:Remaja Rosdakarya.
Wilson, Edward O. (1998). Consilience: The Unity of Knowledge. Vintage: New York. ISBN
978-0-679-76867-8.
http://harryani.wordpress.com/motif-batik/