MASALAH HAM KASUS SAMPANG DAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Hak untuk bebas dalam berkeyakinan dan beragama sesungguhnya telah dijamin
sepenuhnya dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 E, Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang
Pengesahan International Covenan Civil and Politic Rights. Akan tetapi dalam prakteknya
pemenuhan, penghormatan dan perlindungan atas hak dasar ini nyatanya tidak dapat dinikmati
oleh seluruh warga negara Indonesia. Sebagian warga negara, terutama dari kelompok minoritas
sangat sering terabaikan.
Inilah hal yang ironi bagi bangsa Indonesia yang bersemboyan Bhineka Tunggal Ika.
Berbeda - beda suku, budaya, agama, ras, adat namun tetap kelompok mayoritaslah yang
berkuasa. Kasus syi’ah Sampang, kasus ahmadiyah, kasus gereja HKBP philadelpia, dan kasuskasus lain yang tersebar di banyak wilayah di Indonesia adalah bukti akan hal itu. Maka dari itu
dalam makalah ini, penulis akan mengangkat kasus Syiah, Sampang, Madura.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas maka penulis akan membahas :
(a) Apa yang terjadi dalam kasus Sampang , Madura ? Apa kaitannya dengan
pelanggaran HAM ?
(b) Bagaimana kronologi kasus Sampang?
(c) Apa peran Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam menangani kasus Sampang?

(d) Bagaimana peran pemerintah dalam menghadapi kasus Sampang?

1

1.3 TUJUAN

Tujuan penulis untuk menyusun makalah ini ialah
(a) Untuk mengetahui bagaimana kronologi kasus Sampang
(b) Untuk mengetahui peran pemerintah dan Komnas HAM dalam menangani kasus
Sampang
(c) Untuk mengetahui seluk beluk kasus Sampang yang merupakan salah satu kasus
dari pelanggaran Hak Asasi Manusia
(d) Untuk mengetahui apa yang terjadi di balik konflik Sampang

1.4 MANFAAT
Manfaat yang dapat di ambil dalam makalah ini adalah
(a) Agar kita dapat mengetahui bagaimana penanganan kasus pelanggaran HAM di
Indonesia
(b) Agar kita dapat menganalisa bagaimana peran KOMNAS HAM dan pemerintah
dalam menangani kasus HAM di Indonesia

(c) Agar kita dapat turut prihatin karena di Indonesia ini ternyata banyak kasus
pelanggaran HAM dan pemerintah mengganggap itu sepele
(d) Agar kita dapat mengetahui apa yang terjadi di balik konflik Sampang

2

BAB II
ANALISA KASUS

2.1

AWAL TERBENTUKNYA KOMUNITAS SYIAH DI SAMPANG
Pada awal 1980-an, Makmun, seorang kiai di Nangkernang, Desa Karang Gayam,

Sampang, mendapatkan kabar dari sahabatnya di Iran mengenai revolusi Iran. Keberhasilan
kaum ulama Iran memimpin revolusi penumbangan monarki Syah Iran Reza Pahlevi –sebuah
rezim monarki yang didukung oleh USA– menjadi momentum bagi kaum muslim di dunia
dan termasuk indonesia untuk menengok dan mempelajari ajaran syi’ah. Makmun sangat
terinspirasi dengan revolusi islam Iran dan mengagumi pemimpinnya Ayatollah Ali Khomeini,
selanjutnya hal ini menjadi pendorong bagi Makmun untuk mendalami ajaran-ajaran syiah.

Makmun sadar bahwa mengajarkan syiah di desanya dan di Madura pada umumnya bukanlah
hal yang mudah. Hal ini karena mayoritas ulama dan kaum muslim diwilayah ini adalah
pengikut islam sunni yang fanatik, karena itu Makmun dalam mempelajari dan mengajarkan
ajaran-ajaran syiah dilakukannya secara pelan, tidak secara langsung dan tidak terbuka.
Sebagai awal, pada 1983, Makmun lantas mengirim tiga anak laki-lakinya, Iklil al Milal (42
tahun), Tajul Muluk (40), Roisul Hukama (36), dan ummi Hani ke Pesantren Yayasan
Pesantren Islam (YAPI) di Bangil, Pasuruan. YAPI dikenal sebagai pesantren yang cenderung
pada mahdzab Syiah Ja’fariyah. Pada 1991, anak-anak Makmun telah kembali ke Sampang.
Diantara anak-anak Makmun yang belajar di YAPI hanya Tajul Muluk, yang melanjutkan
sekolah ke pesantren Sayyid Muhammad Al-Maliki di Arab Saudi pada 1993. Karena
terkendala biaya, sekolahnya berhenti di tengah jalan. Tajul Muluk yang bernama asli Ali
Murtadha tetap bertahan di arab saudi menjadi pekerja dan kembali pulang ke Indonesia pada
tahun 1999.
Pulang ke Indonesia, Tajul Muluk menetap di tempat kelahirannya, Dusun Nangkernang
Desa Karang Gayam, Sampang. Keluarga Makmun dan masyarakat di dusunnya
menyambutnya dengan gembira. Sejumlah warga desa yang juga murid dari Makmun sang
ayah, mewakafkan sebidang tanah untuk didirikan pesantren. Secara gotong royong pada awal
3

tahun 2004 warga desa yang belajar mengaji kepada Makmun dan Tajul Muluk bersama-sama

membantu mendirikan rumah kediaman Tajul Muluk yang berfungsi menjadi pesantren,
lengkap dengan mushola dan beberapa ruangan kelas untuk aktifitas belajar agama. Pesantren
kecil ini diberi nama Misbahul Huda, dan ustadz atau guru yang mengajar di pesantren ini
adalah Tajul Muluk bersama semua saudara-saudaranya sesama alumni YAPI. Berbeda
dengan Makmun sang ayah, Tajul Muluk mengajar dan berdakwah ajaran syiah secara terbuka
dan terang-terangan. Sikap Tajul yang egaliter, supel, ringan tangan dan cekatan dalam
membantu warga desa yang membutuhkan, serta tidak bersedia menerima imbalan setelah
berceramah agama menempatkan Tajul sebagai kyai muda yang sangat dihormati seluruh
warga desa Karang Gayam dan tentu saja hal ini mempermudah Tajul dalam berdakwah.
Dalam waktu yang tidak lama, hanya sekitar tiga tahun, ratusan warga di Desa Karang Gayam
dan di desa sebelahnya Desa Blu’uren telah menjadi pengikut ajaran syiah dan sekaligus
murid Tajul Muluk yang setia.
Perkembangan dakwah Tajul Muluk dalam menyebarkan syi’ah akhirnya mendapat
respon dari para ulama setempat. Tersebutlah Ali Karrar Shinhaji, Pimpinan Pondok Pesantren
Darut Tauhid, Desa Lenteng, Kecamatan Proppo, Pamekasan dan masih terhitung kerabat
dekat dari Makmun. Dalam sebuah pertemuan dengan Tajul dan saudara-saudaranya pada
awal 2004, Karrar sangat berkeberatan dan tidak menyetujui aktivitas dakwah Tajul Muluk
yang mengajarkan ajaran syi’ah, baginya syi’ah adalah mahdzab dalam islam yang salah dan
sesat. Tidak hanya Karrar, para ulama-ulama lain di Omben juga bersikap yang sama, akan
tetapi mereka tidak bisa menghalang-halangi aktifitas dakwah Tajul Muluk karena menaruh

masih menaruh rasa hormat atas Kyai Makmun, ayah dari Tajul Muluk. Akan tetapi, pada juni
2004 Kyai Makmun yang sebelumnya sudah jatuh sakit akhirnya meninggal dunia. Dan tidak
ada lagi yang menjadi penghalang bagi para ulama di Omben untuk menentang aktivitas
penyebaran syiah yang dilakukan para kyai muda anak-anak Makmun.
2.2

KRONOLOGI KASUS SAMPANG, MADURA
Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan oleh MUI Jawa Timur tanggal 27 Agustus

2012 terkait dengan bentrok antara warga masyarakat dari dua desa, yaitu Dusun Nangkernang,
Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben dan Desa Blu’uran, Kecamatan Karang Penang,
Kabupaten Sampang, Madura, yang melibatkan dua kelompok masyarakat yaitu Pengikut Tajul
4

Muluk yang berfaham sekte sesat Syi’ah dan warga Karang Gayam dan Blu’uran yang berfaham
Islam sebenarnya Ahlus Sunnah wal jama’ah.
Berikut kronologis kejadian yang melatarbelakangi bentrok fisik antara warga Syi’ah dan
masyarakat Muslim seperti dilansir Suara Islam Online pada tanggal 26 Agustus 2012 pukul
10.00 WIB di Desa Karang Gayam Kecamatan Omben :
1. Pada tanggal 19 Juli 2012, masyarakat Karang Gayam menyampaikan beberapa pernyataan

kepada Badan Silaturrahmi Ulama Pesantren Madura (BASSRA) agar disampaikan kepada
Pemerintah Kabupaten Sampang, dengan isi pernyataan tersebut sebagai berikut:
 Masyarakat Karang Gayam mengucapkan terima kasih kepada BASSRA yang telah
mengawal proses hukum Tajul Muluk hingga divonis selama 2 tahun penjara.
 Bila Tajul Muluk telah divonis sesat maka pengikutnya harus dikembalikan kepada
faham semula yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah atau diproses hukum sebagaimana Tajul
Muluk.
 Masyarakat Karang Gayam menginginkan desa mereka seperti desa yang lain, tidak
terdapat Syiah.
 Meminta kepada para Ulama untuk menyampaikan pernyataan sikap ini kepada pihak –
pihak yang berwenang.
2. Setelah menerima pernyataan sikap dari Masyarakat, BASSRA mengadakan audiensi dengan
Forum Pimpinan Daerah (FORPIMDA) pada tanggal 7 Agustus 2012 dan menyampaikan
tuntutan masyarakat, dari hasil diskusi tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan, antara lain
sebagai berikut :
 Proses pengembalian para pengikut Tajul Muluk ke faham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
sedang diupayakan bersama oleh gabungan antara Kapolres Sampang, Nahdhatul Ulama
(NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta Ulama setempat dibawah koordinasi
Pemkab Sampang.


5

 Kapolres harus mengaktifkan pelarangan senjata tajam (Sajam) di Karang Gayam,
Blu’uran, Sampang.
 Anak-anak warga Syiah yang dibeasiswakan ke pondok-pondok Syiah adalah tanggung
jawab Pemkab Sampang untuk memulangkan dan memasukkan ke pondok-pondok Ahlus
Sunnah wal Jama’ah (ASWAJA) dengan biaya dari Pemkab.
 Ulama BASSRA bersama pemerintah Sampang akan mengawal naik banding Tajul
Muluk dengan audiensi kepada Gubernur Jatim.
 Khusus untuk jangka pendek kasus Sampang disepakati tidak mengangkat sebutan
Syi’ah, cukup sebutan aliran sesat agar proses hukum Tajul Muluk berjalan lancar.
 Mengupayakan agar BAKORPAKEM Sampang bisa memutuskan dan menetapkan
bahwa Syiah itu sesat dan harus dilarang di Madura, keputusan itu diajukan ke
BAKORPAKEM Jatim bahkan ke Pusat.
3. Pada tanggal 23 Agustus 2012, masyarakat Karang Gayam menuntut kepada BASSRA terkait
dengan enam item janji Pemkab Sampang yang disampaikan kepada Ulama BASSRA pada
tanggal 7 Agustus 2012 karena mereka melihat bahwa belum ada realisasi dan penanganan dari
pihak manapun.
4. Menurut rencana BASSRA dan ulama setempat akan melakukan pertemuan dengan Pemkab
Sampang, namun pada tanggal 26 Agustus 2012 terjadi bentrokan antara masyarakat dengan

pengikut Tajul Muluk sekitar jam 10.00 WIB, yang dipicu oleh beberapa hal sebagai berikut :
 Anak-anak para pengikut Syi’ah yang dipondokkan ke YAPI Bangil dan Pekalongan
akan kembali pasca libur lebaran, sementara masyarakat meyakini bahwa anak-anak
tersebut tidak akan kembali lagi ke YAPI Bangil dan Pekalongan karena dijamin beaya
pendidikannya oleh Pemkab Sampang untuk disekolahkan / dipondokkan di lembaga
pendidikan dan pesantren di Sampang, masyarakat menilai kalau mereka tetap kembali
akan menjadi kader Syi’ah dan kelak akan menjadi persoalan baru yang lebih besar.

6

 Karena pemahaman masyarakat seperti tersebut di atas, maka masyarakat Karang Gayam
mencegah mereka dan secara baik menyarankan untuk kembali lagi ke rumah, tidak ada
sedikitpun kekerasan dilakukan dan masyarakat Sunni tidak membawa senjata tajam.
 Selama perjalanan kembali tidak ada tanda-tanda perlawanan dari mereka sampai
mendekati rumah kediaman Tajul Muluk, komunitas Syi’ah mulai mengolok-olok
masyarakat Sunni dan nampaknya komunitas syi’ah sudah mempersiapkan senjatasesampai di komplek kediaman tersebut terjadilah insiden penyerangan oleh pihak Syiah
kepada masyarakat dengan melakukan pelemparan menggunakan batu, bom molotov
yang sudah mereka persiapkan, ranjau-ranjau yang siap meledak ketika diinjak bahkan
bahan-bahan peledak yang mereka bawa di kantong saku mereka yang di dalamnya
berisi butiran kelereng.

 Penyerangan tersebut tidak hanya berbentuk pelemparan tetapi juga dengan
memprovokasi massa agar masuk ke pekarangan rumah tersebut, ketika masyarakat
terprovokasi dan masuk ke halaman rumah, kemudian terdengarlah bunyi ledakan yang
berasal dari ranjau yang mereka pasang dan bom molotov yang mereka lempar sehingga
ada beberapa masyarakat yang terluka oleh serpihan dari ledakan yang berupa kelereng,
baik yang masih utuh maupun yang pecah semua korban adalah masyarakat yang
berfaham Sunni- diantara mereka ada yang jari jemarinya putus, ada yang luka di bagian
paha dan didalamnya terdapat kelereng yang masih utuh, ada yang luka di bahu dan
kepala.
 Ketika korban berjatuhan dipihak masyarakat Sunni– rupanya komunitas Syi’ah
membekali diri dengan ilmu kebal, hal ini terbukti bahwa peledak yang dibawa disaku
mereka ketika meledak sama sekali tidak mencederai tubuh mereka, tetapi mencederai
tubuh-tubuh masyarakat sunni yang memang sama sekali tidak mempersiapkan diri
dengan senjata mapaun perlengkapan yang memadai – sehingga masyarakat Sunni
mundur, situasi ini memancing masyarakat untuk meminta bantuan dan mengambil
persenjataan yang memadai untuk melawan kekerasan yang dilakukan oleh komunitas
Syi’ah, diantaranya dengan disuarakan lewat teriakan dan pengeras suara yang ada di
mushalla, kemudian masyarakat berdatangan untuk memberi pertolongan dan bantuan
7


kepada mereka sehingga terjadilah bentrok yang tidak terelakkan diantara kedua belah
pihak yang sama-sama membawa senjata.
 Seorang yang bernama bapak Hamamah dari komunitas Syi’ah secara provokatif dan
demonstratif dengan memamerkan kekebalan tubuhnya merangsek kedalam kerumunan
masyarakat Sunni dengan menyerang secara membabi buta menggunakan senjata tajam
berbentuk celurit panjang, dan masyarakatpun melawan dengan senjata pula, yang
mengejutkan tidak satupun sabetan yang diarahkan ke tubuh bapak Hamamah mencederai
tubuhnya.selanjutnya terjadilah bentrok yang berakhir pada terbunuhnya bapak
Hamamah, disebabkan diantara masyarakat mengetahui cara menghadapi ilmu kebal
tersebut dengan cara menyerang dari belakang.
 Ada kejadian yang mengejutkan bahwa ternyata rumah Tajul Muluk yang dibakar oleh
massa menimbulkan ledakan yang cukup besar, yang belakangan diketahui bahwa
ledakan tersebut dipicu oleh remote control.
 Dari bentrok tersebut yang menjadi korban adalah 1 orang meninggal bernama
Hamamah, 1 orang kritis bernama Thohir dan 5 orang luka-luka terkena serpihan bom
molotov, ranjau dan peledak yang dibawa oleh komunitas Syi’ah, korban luka-luka ini
semuanya dari masyarakat Sunni.
 Dari bentrok yang terjadi, sampai saat ini kepolisian menangkap sekitar 7 orang atau
versi lain 8 orang tetapi yang di tangkap adalah masyarakat yang berfaham Sunni, tidak
satupun komunitas Syi’ah yang memicu konflik diamankan oleh kepolisian sementara

ini.
 Jumlah rumah yang dibakar menurut laporan yang kami dapat sebanyak 9 rumah, dengan
pemahaman bahwa setiap rumah yang ada di Sampang terdiri dari minimal 3 bangunan,
yaitu rumah, dapur dan mushalla, hal inilah yang menyebabkan perbedaan jumlah yang
dilaporkan.
5. Pada 26 Agustus 2012 sekitar jam 12.00 WIB banyak media massa yang meminta wawancara
khusus terkait kasus ini kepada KH Abdusshomad Buchori (Ketua Umum MUI Jatim), namun
8

dijanjikan untuk wawancaranya hari Senin pagi dengan pertimbangan bahwa MUI perlu
mengumpulkan bahan-bahan yang memadai.
6. Hari Senin tanggal 27 Agustus 2012 jam 10.00 WIB wawancara dilakukan oleh KH
Abdusshomad Buchori dengan beberapa Media Cetak, Elektronik dan Online dengan statement
sebagai berikut :
 MUI Jatim meminta kepada masyarakat agar tetap waspada dan menahan diri, baik
masyarakat Karang Gayam yang berfaham Sunni, maupun Komunitas Syi’ah agar skala
konflik tidak meluas.
 Meminta kepada aparatur pemerintah agar melakukan langkah-langkah produktif dalam
rangka menyelesaikan konflik yang terjadi demi terwujudnya situasi yang kondusif bagi
ketenteraman dan ketertiban masyarakat di Jawa Timur.
 Kasus seperti ini sudah beberapa kali terjadi, tetapi penyelesaian yang dilakukan tidak
tuntas dan komprehensif, sehingga dibutuhkan mekanisme penyelesaikan yang tidak
hanya fokus pada kejadiannya saja, tetapi akar persoalan yang menjadi pemicu juga harus
diselesaikan dengan baik, sehingga tidak terjadi lagi kasus serupa dikemudian hari.
 Ada statement keliru yang disampaikan sebagian tokoh masyarakat terkait dengan
penyebab terjadinya kekerasan yang diakibatkan oleh fatwa MUI, oleh karena itu perlu
disampaikan bahwa, fatwa kesesatan Syi’ah tersebut sebagai guidance (panduan, red)
untuk menjaga Aqidah dan Syari’at bagi ummat Islam di Jawa Timur yang berjumlah
96,76 % dari 38 juta penduduk Jawa Timur yang pada umumnya berfaham Sunni, kalau
semua faham menyimpang dan sesat dibiarkan berkembang dimasyarakat, maka akan
terjadi disharmoni bangsa, bahkan di dalam fatwa tersebut ada klausul untuk tidak
anarkis.
7. Senin tanggal 27 Agustus 2012 pukul 16.30 WIB, MUI Jawa Timur melakukan kunjungan ke
Kabupaten Sampang yang diikuti oleh KH Abdusshomad Buchori (Ketua Umum), Drs. H.
Abdurrachman Azis, M.Si (Ketua Bid. Infokom), Drs. H. Masduki, SH (Bendahara Umum) dan
Mochammad Yunus, SIP (Sekretaris) untuk melakukan silaturrahim dengan MUI kabupaten
9

Sampang, tim medis yang menangani korban dan beberapa masyarakat yang menjadi saksi
kejadian.
8. Pada hari Selasa tanggal 28 Agustus 2012 pukul 13.30 WIB, MUI Jawa Timur mengikuti rapat
bersama dengan PWNU Jatim, PC NU Sampang, MUI Sampang dan beberapa aktivis yang
menyaksikan bentrokan yang terjadi, diantaranya adalah Ustad Nuruddin dan Ustadz Ridho’i
(Ketua Banser setempat), dalam rapat tersebut disepakati bahwa :
 Masyarakat yang tinggal di desa Karang Gayam dan sekitarnya merasa aman, tenteram
dan kondusif sebelum kedatangan Tajul Muluk dengan membawa aliran Syi’ah,
gangguan keamanan, ketenteraman dan ketertiban terjadi setelah masuknya ajaran Syi’ah
di desa mereka yang dibawa oleh Tajul Muluk
.
 Yang menjadi pemicu terjadinya konflik di masyarakat Karang Gayam dan sekitar
adalah keberadaan Tajul Muluk dengan ajaran Syi’ah yang sampaikan dengan
menghalalkan berbagai cara, termasuk dengan iming-iming dana kepada masyarakat
setempat.
 Kesimpulan rapat tersebut adalah bahwa kalau Syi’ah dikembangkan di Indonesia maka
membuat Indonesia tidak aman dan berpotensi mengancam keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI)
9. Komunitas Syi’ah yang ada memiliki kecenderungan kepercayaan diri berlebihan bahwa
Syi’ah akan menjadi besar di Indonesia disebabkan oleh komentar-komentar para tokoh yang
mengeluarkan statement akan melindungi minoritas di Indonesia dengan dalih Hak Asasi
manusia, pemikiran seperti ini memiliki pengaruh besar terhadap usaha-usaha mereka untuk
mengembangkan eksistensinya, karena merasa disokong oleh tokoh-tokoh yang berpengaruh di
negeri ini, dan pada gilirannya membawa peluang terjadinya konflik yang lebih besar
10. Untuk menjaga dan mengamankan keutuhan NKRI, pemerintah seharusnya meningkatkan
kapasitas dan kualitas serta memelihara dengan baik eksistensi Sunni di Indonesia dengan
memberikan payung hukum terhadap keberadaannya, karena secara realitas Indonesia adalah
Bumi Sunni.
10

11. Berdasarkan diskusi internal beberapa pengurus Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa
Timur, dengan memperhatikan pernyataan Syeh Yusuf Qaradhawi terkait dengan hubungan
Syia’ah dan Sunni di dunia, bahwa ajaran Syiah dan Sunni memiliki perbedaan pokok yang
mendasar sehingga apabila ajaran Syi’ah dikembangkan di suatu Negara yang berfaham Sunni
maka tidak akan memiliki titik temu demikian pula sebaliknya, hendaklah pengambil keputusan
di negeri ini menjadikan statement tersebut sebagai referensi dalam rangka mengambil
keputusan terbaik dalam mengahadapi kasus – kasus konflik berlatar belakang Syi’ah – Sunni di
Indonesia.
12. Mengharap dengan hormat agar pemerintah, baik Eksekutif, Legislatif, Yudikatif,
Negarawan ,Akademisi, Politisi, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Budayawan, Seniman dan
golongan “The have”, hendaklah memiliki pemikiran yang jernih, cerdas dan visioner untuk
menyelamatkan negeri tercinta Indonesia dari kehancuran.

2.3

TRAGEDI KASUS SAMPANG

Tragedi Sampang adalah akibat lambanya peran Pemerintah dalam mengantisipasi dan
memberikan solusi atas konflik antar pengikut mazhab yang berbeda khususnya Muslim
Sunni dan Muslim Syi’ah. Sejak kerusuhan Sampang Desember 2011 Pemerintah dan
Majelis Ulama Indonesia telah melakukan kajian tentang mazhab Syi’ah dan sampai
sekarang ini tak ada kesimpulan dan keputusan tegas apa dan bagaimana hasil kajian itu
sampai akhirnya tragedi Sampang terulang kembali pada 26 Agustus 2012 hingga jatuh
korban.
Tragedi Sampang tidaklah berdiri sendiri tetapi setidaknya ada mata-rantai kejadian
sebelumnya yang belum tuntas dan menyisakan banyak masalah ibarat api dalam sekam Tragedi
26 Agustus 2012 adalah puncak dari rentetan kejadian demi kejadian khususnya bagi pemeluk
mazhab Syi’ah di Sampang dan seluruh wilayah Jawa Timur pada umumnya.
Seluruh pemangku kepentingan di negeri ini ketika terjadi pergesekan antara Sunnah dan
Syi’ah seolah menutup mata bahkan kalau perlu direduksi menjadi konflik antar keluarga.
11

Sumber-sumber berita resmi-pun seolah melakukan kesalahan massal dalam memberikan
informasi yang tidak berimbang kepada masyarakat awam. Semua seakan berlomba menyajikan
fakta dengan konteks dan sudut pandang yang berbeda sementara fakta demi faktapun bisa
direkayasa dengan tujuan dan kepentingan masing-masing kelompok dan golongannya sendirisendiri. Sebegitu buta dan kelamnyakah mata hati kita sehingga tak mampu melihat dan bersikap
sesuai dengan hati nurani, hati nurani kemanusiaan.
Syi’ah sebagai Korban kezhaliman tersistematis memiliki daya tahan yang sudah
teruji dari zaman ke zaman dari generasi ke generasi dan sebagai mazhab minoritas di
kalangan Kaum Muslimin mereka masih tetap eksis sampai sekarang dan selalu terlibat
dalam segala permasalahan Kaum Muslimin Dunia. Mazhab Syi’ah adalah mazhab tertua
setua Risalah Islam itu sendiri. Sungguh ironis ketika sebagaian Muslim Indonesia yang
memeluk mazhab Syi’ah gigih menganjurkan Ukhuwah dan kasih sayang pada saat yang sama
ada pihak-pihak yang selalu memprovokasi umat awam dengan ajakan kebencian, permusuhan
bahkan anjuran pembunuhan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi dengan
menyebarkan fitnah dan tuduhan yang tak mendasar kepada pemeluk Mazhab ini, seperti
tuduhan bahwa kaum Syi’ah menganggap al-Qur’an yang ada sekarang sudah tidak otentik lagi,
tuduhan bahwa Kaum Syi’ah menganggap Ikhwan Ahlussunnah halal darahnya dan banyak
fitnah-fitnah keji yang mereka tuduhkan kepada mazhab Syi’ah.
Dengan fitnah dan tuduhan keji itulah mereka bereaksi dengan dalih inilah lawan
dari aksi karena Kaum Syi’ah telah menodai Agama Islam dengan menganggap Kitab Suci
al-Qur’an sudah tidak otentik lagi dan mengalami banyak sekali perubahan tanpa ada
proses tabayyun dan dialog ilmiyah yang berkesinambungan.
Terlalu banyak aktor intekletual yang bermain dibalik penzholiman kepada kaum
Muslim Syi’ah Indonesia dan tersistematis ini saling bertali-temali satu sama lain walau
dengan jalan yang berbeda tetapi dengan kepentingan dan tujuan yang sama yakni
memahamkan kepada masyarakat bahwa Syi’ah adalah kafir dan diluar Islam sehingga
wajib diperangi dan tindakan anarkhisme seolah menjadi kata kunci untuk membumi
hanguskan muslim Syi’ah dari negeri Pancasila ini ..nauzdubillahi min dzaalik.

12

Syi’ah sebagai aliran sesat dan menyesatkan berkontribusi utama memicu konflik dan
kekerasan di tingkat akar rumput. Konflik ini harus diselesaikan dengan dialog yang
berkesinambungan antara Ahlussunnah dan Syi’ah agar tumbuh saling pengertian dan kasihsayang antar pemeluk dua mazhab besar dalam Islam ini. Kesan lambat dan tak tegas dalam
bersikap menjadikan Negara gagal hadir dalam mengatasi berbagai ancaman konflik horisontal
bernuansa sektarian ini. Sunnah-Syi’ah bersaudara dan wajib menjalin Ukhuwah Islamiyah.
Beberapa Penyebab Anarkhisme kepada Muslim Syi’ah :
1. Rekomendasi MUI tentang Syi’ah tahun 1984, walaupun ini bukan fatwa tetapi opini yang
terbentuk di dalam masyarakat adalah Fatwa MUI tentang sesatnya Syi’ah.
2. Fatwa MUI Jawa Timur No. Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012 tentang Kesesatan Syi’ah
3. Fatwa MUI Sampang No. A-035/MUI/spg/2012 tentang kesesatan ajaran Syi’ah
4. Musyawarah Ulama dan Ummat Islam Indonesia Ke-2 di Mesjid al-Fajr, Bandung, Ahad 30
Jumadil Awwal 1433 H/ 22 April 2012 , yang disponsori oleh Majelis Intelektual dan Ulama
Muda Islam (MIUMI)merumuskan bagaimana menghadapi kesesatan Syi’ah.
Target Musyawarah MIUMI
Agenda musyawarah tersebut dilatarbelakangi oleh fakta mengenai banyaknya keputusan
dan fatwa mengenai Syi’ah yang semuanya dapat menjadi tidak efektif tanpa rumusan tindak
lanjut yang jelas. Oleh karena itu, pada prinsipnya, musyawarah yang telah dilaksanakan
bukanlah untuk membuat pernyataan sikap atau fatwa mengenai Syi’ah, melainkan untuk
merumuskan tindak lanjut atas semua keputusan dan fatwa mengenai sesatnya Syi’ah. MIUMI
adalah kelompok Wahabi yang gigih memecah belah umat dengan isyu-isyu mazhab.
2.4

SOLUSI
Solusinya adalah cabut semua fatwa yang menyesatkan Syi’ah dan lakukan dialog

yang berkesianambungan antara Ulama Sunnah dan Ulama Syi’ah dengan ilmu dan
akhlak. Menghindari dialog berarti membiarkan konflik horizontal berlanjut dan akan
mencabik-cabik negeri kita tercinta ini. Cara yang paling tepat ialah mendesak semua pemangku
13

kepentingan seperti Kementerian Agama, MUI Pusat dan Daerah, DPR, Kejaksaan, Kepolisian,
Ormas-ormas Islam untuk merumuskan dan melihatnya sebagai ancaman serius bagi instabilitas
Negara dari kelompok takfir ini maka kita perlu memberikan masukan bahwa ini hanya tinggal
menunggu waktu saja apabila ada yang menyulut dan memulai maka meledaklah dan untuk
menghindari konflik horisontal yang lebih besar seperti di Pakistan maka perlu di keluarkan
pernyataan resmi bersama secara eksplisit tentang pentingnya menjaga Ukhuwah Islamiyah
antara pemeluk mazhab-mazhab yang sah di dalam Islam khususnya Sunnah dan Syi’ah.. agar
konflik horisontal bisa di antisipasi sedini mungkin dan bagi pelaku pelanggaran baik lembaga
atau perorangan akan di kenai sangsi hukum yg berat.
Syi’ah adalah mazhab tertua di dalam Islam ibarat saudara kandung kami adalah saudara
tua yang banyak ngalahnya, pergesekan Sunnah dan Syi’ah terjadi bukan karena Syi’ah hadir di
Indonesia, Syi’ah bukanlah penyebab tetapi malah sebagai akibat dan korbannya…kekerasan dan
konflik terjadi disebabkan karena ketidakmampuan suatu kelompok menerima sebuah
keyakinan/mazhab yang berbeda dan ketidakmampuan menerima sikap kritis, obyektif dan
ilmiyah yang dianggap akan merugikan kepentingan mereka dan dianggap merongrong
kemapanan mereka yang selama ini telah mereka nikmati.
Jangan mudah terpancing provokasi kelompok takfir dan anti kemajemukan, marilah
saling belajar dan saling memahami antara Sunnah dan Syi’ah agar toleransi tercipta. Ingat
strategi kelompok yang anti persatuan dan anti Syi’ah mirip seperti strategi yg diterapkan kaum
Zionis, Para anti persatuan berupaya memancing-mancing muslim Syi’ah dengan perbedaan
mazhab dan pembahasan masalah khilafiyah dan mulai menyudutkannya, begitu sebagian
Muslim Syi’ah mulai terpancing maka mereka senang dan mulailah mereka melakukan
pembalasan yang lebih besar dan tak berperi-kemanusiaan, seperti Zionis menyerang Palestine
dengan serangan kecil lebih dahulu, Palestine membalas dengan serangan ala kadarnya atau
setimpal kemudian Zionis membalasnya lagi dengan serangan yang lebih besar dan dahsyat dan
terus berupaya memojokkan Palestine seraya menggalang opini dunia bahwa perjuangan
Palestine bukanlah perjuangan kemerdekaan tetapi adalah makar kaum teroris.
Marilah kita kembangkan sikap toleransi dan persaudaraan bahwa perbedaan
mazhab bukan berarti permusuhan, Ukhuwah Islamiyah bukan berarti meniadakan atau
14

peleburan semua mazhab, kaum Sunni tetap menjadi Sunni dan kaum Syi’ah tetap
menjadi Syi’ah karena Sunnah dan Syi’ah adalah aliran yang sah yang lahir dari Rahim
Islam yang Satu, kalupun ada perbedaan tidak lebih kepada masalah furu’iyah bukan
masalah pokok aqidah lebih baik saling mendekatkan dengan banyaknya persamaan
daripada terus bersengketa dengan sedikitnya perbedaan dan termakan isyu propaganda
dari kaum zionis, salibis, dan kelompok fanatis yang tidak sadar dimanfaatkan oleh
musuh-musuh Islam untuk melemahkan agama yang haq ini, marilah kita bersama-sama
baik Sunnah maupun Syi’ah berlomba-lomba memberikan kontribusi kepada Islam agar
Islam jaya sebagai Rahmatan lil alamin meskipun lewat jalan yang tidak harus selalu
sama.
Saudaraku semua! Musuh-musuh kita tidak membedakan Sunni dan Syiah.
Mereka hanya mau menghancurkan Islam sebagai sebuah ideologi dunia. Oleh karena itu,
segala kerja sama dan langkah demi menciptakan perbedaan dan pertentangan antara
muslimin dengan tema Syiah dan Sunni berarti bekerja sama dengan kufr dan memusuhi
Islam dan kaum muslimin. Berdasarkan hal ini, Pertentangan adalah haram dan
pertentangan harus dihapuskan.”
#

Ini 8 Poin Kesepakatan Kasus Sampang, Tak Ada Relokasi

Di Jakarta, kesepakatan tentang kasus Sampang sudah dikeluarkan pemerintah dan organisasi
terkait. Kesepakatan menyatakan tidak ada relokasi pada warga.Kesepakatan dibuat oleh
Mendagri Gamawan Fauzi, Menag Suryadharma Ali, Gubernur Jatim Soekarwo, Bupati
Sampang Noer Tjahja, Ketua MUI Slamet Effendy Yusuf, perwakilan dari PBNU Malik Madani,
perwakilan Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (Ijabi) Jalaluddin Rakhmat dan perwakilan Ahlul
Bait Indonesia (ABI) Umar Shahab.
Kesepakatan berlangsung di Kemendagri Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin
(10/9/2012). Pertemuan berlangsung tertutup. Dan menghasilkan beberapa kesepakatan
Dari hasil pertemuan dicapai 8 kesepakatan yakni:
1. Kami yang ikut dalam pertemuan ini sepakat melakukan upaya-upaya guna
menyelesaikan permasalahan permanen untuk Kabupaten Sampang.
15

2. Pimpinan Ijabi pusat dan pimpinan ABI pusat akan berusaha memberikan dukungan
untuk mewujudkan ketertiban masyarakat di wilayah Sampang dan Jatim pada khususnya.
3. Pimpinan NU bersama dengan unsur NU di Jatim ikut berusaha menciptakan kondisi
kondusif di Jatim.
4. MUI pusat bersama MUI Jatim membantu mewujudkan kerukunan umat dalam rangka
meneguhkan ukhuwah Islamiyah.
5. Pemda Jatim memfasilitasi pada pengungsi Sampang mencarikan solusi permanen
terhadap masa depan para pengungsi.
6. Pemda Jatim memfasilitasi terhadap adanya keinginan bagi pengungsi untuk mencari
penampungan sementara dengan memperhatikan kemampuan pemda.
7. Pemda Kabupaten Sampang bersama-sama dengan unsur forum koordinasi pimpinan
daerah (forkopimda) berupaya memberikan jaminan ketentraman dan ketertiban
masyarakat di wilayah Sampang.
“Jadi jangan diartikan ini sebagai relokasi. Intinya tidak ada dan kita belum sampai pada
sebuah kesimpulan relokasi. Intinya pemerintah tetap tidak akan merelokasi karena mereka
punya keterikatan yang kuat terhadap kultural dan sosilogis,” kata Reydonnyzar.
8. Semua pihak sepakat melakukan dialog-dialog secara terus-menerus menciptakan
hubungan harmonis internal umat Islam.
2.5

DIBALIK KONFLIK SAMPANG
Publik Jawa Timur kembali dicengangkan oleh sebuah peristiswa kekerasan yang

berbalut agama. Peristiswa berdarah yang terjadi di Puger ini sungguh sangat mengejutkan,
memprihatinkan sekaligus mengkhawatirkan banyak pihak.
Belum lama dari meletusnya peristiwa puger ini, masih segar dalam ingatan publik akan
kasus konflik dan isu serupa yang terjadi di Desa Karanggayam dan Desa Bluuran Kabupaten
16

Sampang. Konflik yang berujung pada aksi kekerasan massa ini telah menyebabkan
diungsikannya ratusan warga yang diduga pengikut aliran syiah ke Sidoarjo dengan alasan untuk
menjaga stabilitas dan kondusifitas masyarakat.
Keterkejutan dan kekhwatiran publik ini sangatlah beralasan, peristiwa Puger ini meledak
di saat proses rekonsiliasi konflik Sampang masih dalam tahap pematangan. Walaupun
sebenarnya penyelesaian konflik di Puger sudah dilakukan di awal tahun 2012 dengan
ditandatanagninya perundingan damai antar kedua belah pihak. Namun nyatanya diluar dugaan
semua pihak, eskalasi konflik yang melibatkan kelompok sunni dan kelompok syiah ini
meninggi dan terjadilah peristiwa karnaval berdarah.
Di Jawa Timur, peristiwa konflik bertema sunni-syiah baik yang terjadi di Jember
maupun Sampang ini sepertinya sebuah kelanjutan mata rantai dari peristiwa serupa yang terjadi
di berbagai daerah di tahun-tahun sebelumnya. Sebut saja, mulai dari penyerangan sekelompok
massa terhadap para pengikut IJABI yang terjadi di Desa Jambesari Kecamatan Jambesari
Darussolah Kabupaten Bondowoso, pada tanggal 23 Desember 2006, insiden penyerangan
pesantren YAPI yang berpaham syiah oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan laskar
Aswaja ada tahun 2010-211 di Bangil Pasuruan dan ketegangan-ketengan berskala kecil yang
terjadi Malang.
Fenomena ini sungguh sangat menarik, dalam artian meskipun ajaran Syiah ini banyak
tersebar di Indonesia dan juga pernah mengalam resistensi di daerah lain seperti di Pandeglang
Provinsi Jawa Barat (6/2/2011) dan Temanggung Provinsi Jawa Tengah (8/2/2011) namun tidak
separah dan sebesar di Jawa Timur. Di Provinsi ini, eskalasi konflik dengan isu Sunni-Syiah
semakin tahun mengalami peningkatan dan resistensi tehadap ajaran syiah semakin menguat dan
meluas di tengah masyarakat.
Dengan demikian, maka sangatlah wajar bila kemudian muncul asumsi-asumsi
konspiratif yang mengitari rentetan letusan konflik bertema Sunni-Syiah di Jawa Timur. Bahwa
ada unsur kesengejaan untuk menciptakan dan memelihara konflik Sunni-Syiah yang melibatkan
kekuatan transnasional.

17

Pertanyaannya kemudian “ Benarkah ada keterlibatan kekuatan transnasional di balik
konflik bertema Sunni-Syiah ini serta Mengapa percepatan dan penguatan konflik berada di Jawa
Timur?”
Adalah Dr. Michael Brant, salah seorang mantan tangan kanan direktur CIA, Bob
Woodwards yang mengawali adanya kepentingan Transnasional dalam menciptakan
konflik Sunni-Syiah. Dalam sebuah buku berjudul “A Plan to Devide and Destroy the
Theology”, Michael mengungkapkan bahwa CIA telah mengalokasikan dana sebesar 900
juta USD untuk melancarkan berbagai aktivitas anti-Syiah. Hal ini kemudian diperkuat
oleh publikasi laporan RAND Corporation di tahun 2004, dengan judul “US Strategy in
The Muslim World After 9/11″. Laporan ini dengan jelas dan eksplisit menganjurkan
untuk terus mengekploitasi perbedaan antara Ahlu Sunnah dan Syiah demi kepentingan
AS di Timur Tengah.
Kemenangan Revolusi Iran tahun 1979 telah menggagalkan politik-politik Barat yang
sebelumnya menguasai kawasan negara Islam. Iran yang sebelumnya tunduk dan patuh terhadap
AS, pasca revolusi, justru lebih banyak menampilkan sikap yang berseberangan dengan negeri
“Paman Sam” itu. Karenanya, AS merasa berkepentingan untuk menjaga agar konflik SunniSyiah itu tetap ada di wilayah Timteng demi melanjutkan hegemoninya di kawasan tersebut.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa apa yang dinyatakan oleh Michael Brant
bukanlah sHebagai sebuah halusinasi. Jauh sebelum revolusi Iran tahun 1979, sangat jarang
ditemukan konflik terbuka antara Syiah dan Ahlus Sunnah, kecuali konflik yang bersifat sporadis
di antara kelompok-kelompok kecil dari kedua kalangan di Irak, Libanon dan Suriah.
Sementara itu, khusus di Indonesia, keberadaan kaum Syiah bukan barang baru. Syiah
telah ada sejak dahulu kala. Namun, seperti layaknya secara umum, di Indonesia hampir tak
pernah ditemui konflik sektarian yang melibatkan antara Sunni-Syiah. Karenanya bagi sebagian
pengamat, sangatlah mengherankan jika tiba-tiba Sunni-Syiah turut mewarnai konflik bernuansa
SARA di Indonesia. Bila kita tarik apa yang dinyatakan oleh Michael Brant tersebut ke ranah
domestik, maka jelas ada kepentingan di luar SARA yang turut berperan -bahkan mengambil
porsi lebih besar- dalam konflik Sunni-Syiah di Indonesia.
18

Selanjutnya, di Indonesia kepentingan tranasional Barat ini bersimbiosis dengan kekuatan
kelompok Islam transnasional yang kemudian banyak diidentikan dengan gerakan Wahabisasi
Global. Tujuan utama kelompok ini adalah dengan membuat dan medukung kelompokkelompok lokal untuk membuat wajah Islam lebih keras dan radikal serta berusaha
memusnahkan pengamalan-pengamalan Islam yang lebih toleran yang lebih lama ada dan
dominan di Indonesia. Kelompok ini berusaha keras untuk menginfiltrasi berbagai sendi
kehidupan umat Islam Indonesia dalam beragam cara baik secara halus mapun kasar.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh K.H. Abdurrahman Wahid dalam pengantar buku
Ilusi Negara Islam bahwa Gerakan asing Wahabi/Ikhwanul Muslimin dan kaki tangannya di
Indonesia menggunakan petrodollar dalam jumlah yang fantastis untuk melakukan Wahabisasi,
merusak Islam Indonesia yang spiritual, toleran, dan santun, dan mengubah Indonesia sesuai
dengan ilusi mereka tentang negara Islam yang di Timur Tengah pun tidak ada. Mereka akan
mudah menuduh kelompok Islam lain yang tidak sepaham dengan ajaran wahabi sebagai kafir,
sesat dan murtad.
Analisis ini juga dikuatkan oleh sebuah realitas pergerakan politik di Timur Tengah,
dikonflik Internasional kita lihat perang Saudara di Irak, Suriah, Pakistan dan Afgahnaistan
semuanya ditarik pada perang antara Sunni dan Syiah, belum lagi ancaman serangan ke Iran yg
notebene adalah pusat Syiah. Arab Saudi sebagai Poros Wahabi dunia ini sangat ingin punya
pengaruh d Timur Tengah, namun kalah pamor dengan Iran yang lebih mempunyai Sumber
Daya Alam maupun sumber daya manusia yang pintar-pintar, sejak jaman persia dahulu kala.
Sedangkan di Indonesia sendiri, konflik Sunni-Syiah tidak mempunyai akar sejarah politik.
Rupanya kelompok Wahabisasi global ini pun memahami bahwa NU merupakan
penghalang utama pencapaian target idiologis dan politik mereka. Sebagai organisasi Sunni
terbesar di Indonesia selama ini NU begitu gencar dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam yang
moderat, humanis dan toleran. Bahkan dalam pergaulan internasional di bidang keagamaan
pemikiran-pemikiran NU berikut tokoh-tokohnya menjadi refrensi umat Islam dunia. Citra
sebagai gerakan Islam moderat, diakui atau tidak, adalah milik NU. Praksis, upaya-upaya untuk
mendiskreditkan, merusak citra NU sebagai organisasi kaum sunni dengan ajaran Islam yang

19

lembut dan toleran kerap dilakukan salah satunya dengan membenturkan kaum Nahdliyin
dengan kaum syii di Indonesia.
Untuk melakukannya lalu dipilihlah Jawa Timur sebagai lokasi pabrik yang
memproduksi konflik-konflik bertema Sunni-Syiah. Pilihan ini sangatlah strategis, publik tahu
bahwa Jawa Timur merupakan basis utama para penganut paham ajaran Islam Ahlussunnah Wal
Jama’ah . Di Jawa Timur lah, NU sebagai organisasi masyarakat terbesar di Indonesia yang
berpahamkan Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah dideklarasikan dan didirikan yang kemudian
berkembang pesat dan cepat ke seluruh penjuru nusantara. Di Jawa Timur pulalah, dinamika
pergerakan NU menjadi barometer politik nasional.
Di samping itu, pilihan lokasi konflik seperti Jember, Pasuruan, Malang dan Sampang
juga bukan tanpa kalkulasi yang strategis. Publik pun tahu, bahwa di daerah-daerah tersebut
karakter masyarakatnya sangat lekat dengan kultur Madura. Selain dikenal sebagai pengikut NU
yang fanatik, masyarakat dengan kultur madura ini telah menjadikan Islam sebagai salah satu
unsur penanda identitas etnik Madura. Sebagai unsur identitas etnik, agama merupakan bagian
integral dari harga diri orang Madura.
Oleh karena itu, pelecehan terhadap ajaran agama atau perilaku yang tidak sesuai dengan
agama, mengkritik kiai serta mengkritik perilaku keagamaan orang Madura, merupakan
pelecehan terhadap harga diri orang Madura. Maka janganlah heran jika, warga Nahdliyin
Madura dimanfaatkan dan mudah disulut sebagai pengobar api kerusuhan dengan isu sentimen
beda aliran agama. Walhasil, eskalasi percepatan isu dan penguatan konflik terbesar berada di
wilayah Madura dan Tapal Kuda dan jarang sekali berada di zona lainnya seperti pantura
maupun zona matraman.
* Penulis adalah Ketua Lakpesdam NU Sampang

20

2.6

KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Fungsi, Tugas, Tujuan Komnas HAM dan Pengadilan HAM
Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara
lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan
mediasi hak asasi manusia.
Komnas HAM bertujuan :
Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan
Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi
manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Komnas HAM mempunyai kelengkapan yang terdiri dari Sidang Paripurna dan Subkomisi.
Disamping itu, Komnas Ham mempunyai Sekretariat Jenderal sebagai unsur pelayan
Sidang Paripurna :
Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan
Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Meningktkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembengnya pribadi
manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai kehidupan.
SUBKOMISI
Pada periode keanggotaan 2007-2012 Subkomisi Komnas HAM dibagi berdasarkan fungsi
Komnas HAM sesuai dengan Undang-undang yakni : Subkomisi Pengkajian dan Penelitian,
Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan, Subkomisi Pemantauan, dan Subkomisi Mediasi.
Subkomisi Pengkajian dan Penelitian bertugas dan berwenang melakukan :
-Pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi manusia dengan tujuan
memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi;
-Pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan
21

rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia;
-Penerbitan hasil pengkajian dan penelitian;
-Studi kepustakaan, studi lapangan, dan studi banding di negara lain mengenai hak asasi
manusia;
-Pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan, dan pemajuan
hak asasi manusia; dan
-Kerja sama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik
tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan bertugas dan berwenang melakukan :
-Penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia;
-Upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asai manusia melalui lembaga pendidikan
formal dan informal serta berbagai kalangan lainnya; dan
-Kerja sama organisasi, lembaga, atau pihak lainnya, baik di tingkat nasional, regional, maupun
internasional dalam bidang hak asasi mannusia.
Subkomisi Pemantauan bertugas dan berwewenang melakukan :
-Pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut;
-Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa-peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang
berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia;
-Pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai
dan didengar keterangannya;
-Pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta
menyerahkan bukti yang diperlukan;
-Peninjauan ditempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu;
-Pemanggilan terhadap pihak terkait umtuk memberikan keterangan secara tertulis atau
menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua
Pengadilan;
-Pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-tempat lainnya yang
diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan; dan
22

-Pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang
sedang dalam proses pengadilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi
manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat
Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.
Subkomisi Mediasi bertugas dan berwewenang melakukan :
-Perdamaian kedua belah pihak;
-Penyelesian perkara melalui cara konsultasi, negiosasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli;
-Pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa malalui pengadilan;
-Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah
untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan
-Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti.

Fungsi, Tugas, Tujuan Komnas HAM dan Pengadilan HAM
Tujuan:
-Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM.
-Meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM.
Keanggotaan:
-Maksimal 35 orang.
-Diusulkan oleh Komnas HAM, dipilih DPR, diresmikan Presiden.
-1 Ketua dan 2 Wakil Ketua dipilih dari dan oleh anggota.
-Masa jabatan 5 tahun, dapat dipilih kembali hanya untuk satu masa jabatan lagi.
FUNGSI KOMNAS HAM
-Pengkajian dan Penelitian, dengan tugas dan wewenang
-Pengkajian dan penelitian intrumen HAM internasional;
-Pengkajian dan penelitian peraturan per-uu-an;
-Penerbitan hasil kajian dan penelitian;
-Studi kepustakaan, lapangan, dan perbandingan;
23

-Pembahasan perlindungan, penegakan dan pemajuan HAM;
-Kerjasama pengkajian dan penelitian dengan pihak lain.
-Penyuluhan, dengan tugas dan wewenang:
-Penyebarluasan wawasan mengenai HAM;
-Peningkatan kesadaran masyarakat tentang HAM melalui lembaga pendidikan serta kalangan
lainnya.
-Kerjasama dengan berbagai lembaga untuk melakukan penyuluhan.
PENANGANAN PELANGGARAN HAM BERAT
Penyelidikan
Dilakukan oleh Komnas HAM;
Dapat membentuk Tim Ad Hoc terdiri atas anggota Komnas dan Unsur Masyarakat;
Pada saat memulai penyelidikan, memberitahukan kepada Penyidik.
Apabila terdapat bukti permulaan yang cukup, menyerahkan kesimpulan kepada Penyidik.
Penyidikan
Dilakukan oleh Jaksa Agung;
Tidak termasuk kewenangan menerima laporan;
Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc;
Harus diselesaikan dalam waktu 90 hari sejak menerima hasil penyelidikan. Dapat diperpanjang
90 hari dan 60 hari.
Penuntutan
Dilakukan oleh Jaksa Agung;
Dapat mengangkat penuntut ad hoc;
Harus dilaksanakan paling lambat 70 hari sejak hasil penyidikan diterima;
Komnas HAM dapat meminta keterangan secara tertulis dari Jaksa Agung mengenai
perkembangan penyidikan dan penyelidikan
Pengadilan
24

Dilakukan oleh pengadilan HAM;
Dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan HAM yang berjumlah 5 orang, terdiri atas 2 orang dari
pengadilan HAM bersangkutan dan 3 orang hakim ad hoc;
Pemeriksaan pengadilan hingga putusan paling lama 180 hari sejak dilimpahkan ke pengadilan;
Dalam hal banding, harus diputus dalam waktu 90 hari;
Dalam hal kasasi, harus diputus dalam waktu 90 hari;
Pengadilan HAM AD HOC
Mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum adanya UU Pengadilan HAM;
Dibentuk atas usul DPR dengan Keputusan Presiden;
Berada di lingkungan Peradilan Umum.

2.7

PERAN KOMNAS HAM DALAM MENANGANI KASUS SAMPANG
Tim Temuan dan Rekomendasi (TTR) telah mengusut kasus penyerangan terhadap

penganut Syiah di Sampang Madura, pada 26 Agustus 2012. TTR terdiri dari Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Andy Yentriyani, komisioner Komnas Perempuan mengatakan, dalam pengusutan kasus,
TTR mendapatkan 14 butir kesimpulan dari temuan penyerangan terhadap komunitas Syiah di
Sampang Madura.Ke-14 temuan terkait konflik, perempuan dan konflik, anak dan konflik,
pelanggaran HAM, peran dan posisi negara, serta tentang konsekuensi kekerasan dan
penyikapannya Andy menjelaskan, konflik antara penganut Syiah dan Sunni di Sampang bersifat
kompleks, multiras, dan multidimensional. Menurutnya, faktor sosio-kultural, agama, ekonomi,
dan politik, turut mendorong terjadinya konflik.Lemahnya penegakan hukum dalam konteks
pemenuhan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan.

25

Mengenai perempuan dan konflik, kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan jadi
bagian integral dalam peristiwa intoleransi dan pelanggaran kebebasan beragama. Perempuan
menjadi korban langsung dan tak langsung saat serangan.
TTR juga menemukan anak dari kedua pihak menjadi korban, sehingga pendampingan
termasuk pemulihan perlu dilakukan kepada kedua kelompok anak tersebut. Upaya perlindungan
anak belum bersifat substansif, baik perlindungan khusus untuk anak-anak di pengungsian,
maupun anak-anak di wilayah Sampang.
Dalam konflik di Sampang, ada hak-hak asasi yang dilanggar meski dijamin dalam UUD
1945 Negara dalam konflik tersebut belum mampu memastikan pemenuhan hak konstitusional.
Negara juga belum mampu menyentuh akar konflik tersebut.Dalam konflik Sampang,
pemerintah daerah dan aparat keamanan justru memerlihatkan keberpihakan pada kehendak
kelompok mayoritas. Dalam kasus itu terjadi kriminilisasi warga negara atas dasar agama dan
keyakinan sesuai hati nuraninya, dengan dakwaan penodaan agama.
TTR menemukan vonis rendah bagi para pelaku serangan, bahkan vonis bebas terhadap
Rois Al Hukana membuktikan negara gagal memberikan perlindungan HAM. Jaksa penuntut
umum dan majelis hakim tidak mengusut fakta persidangan terhadap pelaku, sehingga tidak ada
putusan hakim yang mengatur tentang ganti rugi materiil atas harta benda korban. Negara
mengokohkan akar konflik, sehingga potensial memicu konflik ke wilayah lain. Negara, yaitu
Kementerian Agama bersama Pemkab Sampang, melakukan pemaksaan pindah keyakinan
melalui 'pembinaan' bagi penganut Syiah.TTR juga menemukan pola kekerasan dan
penyikapan negara atas kekerasan, dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan
seluruh atau sebagian kelompok agama.

2.8

PERAN PEMERINTAH DALAM MENANGANI KASUS SAMPANG
Peristiwa penyerangan dan pembakaran hingga menewaskan dua korban di

Sampang, Madura, semakin mempertegas lemahnya negara dalam menjamin kebebasan
beragama di Indonesia dan lemahnya pengawasan terhadap pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM). Negara terkesan melakukan pembiaran terhadap peristiwa-peristiwa
26

kekerasan yang terus berulang terjadi. Di mana tanggung jawab negara terkait
penanganan kasus pelanggaran HAM ini?
Suasana di Dusun Gading Laok, Desa Bluuran, Kecamatan Karang Penang, Kabupaten
Sampang, Madura, Jawa Timur Minggu (26/8/2012) mencekam. Keributan dua kelompok masa
dari kelompok Sunni menyerang kelompok Syiah. Dua korban nyawa manusia pun harus
melayang sia-sia. Tragedi Sampang tersebut menambah deretan pelang