Pemanfaatan internet dan dalam mempersiapkan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VAN HIELE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA SMP KARUNADIPA PALU TERHADAP KONSEP BANGUN- BANGUN SEGIEMPAT

M. Nur Yadil

Pendidikan Matematika, FKIP Univesitas Tadulako

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas untuk mengatasi masalah pembelajaran geometri SMP Karunadipa Palu. Untuk mencapai maksud tersebut, maka peneliti menerapkan pembelajaran geometri model Van Hiele.

Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah tiga siswa kelas I SMP Karunadipa Palu tahun ajaran 2008/2009 khususnya tahap berpikirnya berada pada tahap visualisasi. Sedangkan bahan ajar dibatasi pada bangun-bangun segiempat yang terdiri dari jajargenjang, persegipanjang, belah ketupat, persegi, trapesium dan layang-layang.

Sedangkan rancangan penelitian tindakan kelas ini mengikuti model Spiral Kemmis dan Mc Taggart yang meliputi tahap perencanaan, tahap tindakan, tahap observasi/ evaluasi dan tahap refleksi. Penelitian ini dibagi dalam tiga siklus kegiatan, masing-masing sebagai berikut: (1) siklus pertama dengan bahan ajar jajargenjang dan persegipanjang, (2) siklus kedua dengan bahan ajar persegi dan belah ketupat dan (3) siklus ketiga dengan bahan ajar trapesium dan layang-layang. Sedangkan data dikumpul melalui tes , lembar observasi dan hasil wawancara. Pada umumnya data bersifat kualitatif. Oleh karena itu pengolahan data menggunakan analisis kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa skenario pembelajaran yang dirancang pada setiap siklus dapat meningkatkan pemahaman siswa dari tahap berpikir visualisasi ke tahap analitik.

Kata Kunci: Van Hiele, pembelajaran, pemahaman, Bangun Segiempat, dan konsep.

A. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu matapelajaran sekolah yang sulit dipahami siswa pada umumnya. Mungkin karena obyek kajian matematika sifatnya abstrak dan hanya ada dalam mental atau pikiran yang mempelajarinya. Meskipun demikian bila sajian materi matematika itu dikemas sedemikianrupa dengan a. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu matapelajaran sekolah yang sulit dipahami siswa pada umumnya. Mungkin karena obyek kajian matematika sifatnya abstrak dan hanya ada dalam mental atau pikiran yang mempelajarinya. Meskipun demikian bila sajian materi matematika itu dikemas sedemikianrupa dengan

Bangun-bangun segiempat merupakan bagian materi geometri dari matapelajaran matematika SMP. Menurut Kurikulum 2006 (KTSP) materi ini diajarkan pada semester pertama di kelas I SMP. Berdasarkan kurikulum tersebut kajian materinya meliputi pengertian bangun-bangun segiempat, sifat-sifat bangun-bangun segiempat, keliling dan luas bangun-bangun segiempat.

Berdasarkan pengalaman mengajar para guru matematika yang mengajarkan konsep-konsep bangun-bangun segiempat di SMP Karuna Dipa Palu ternyata materi tentang pengertian dari bangun-bangun segiempat tersebut sangat sulit dipahami siswa. Dalam hal ini siswa sangat sulit memahami pengertian bangun-bangun segiempat itu bila disajikan dalam bentuk definisi formal. Pada umumnya siswa hanya menghafal saja definisi itu tanpa memahami makna dari definisi tersebut. Sebagai akibatnya siswa sulit untuk memahami sifat-sifat dan hubungan antara sifat dari bangun-bangun segiempat tersebut. Sebagai contoh dari hasil tes yang merupakan hasil survey awal kami dari calon peneliti ditemukan bahwa ada siswa berpendapat bahwa jajargenjang merupakan persegipanjang dengan alasan bahwa bentuk kedua bangun datar tersebut serupa.

Bila kondisi tersebut tidak ditangani secara intensif oleh pengajar (guru matematika), maka siswa akan mengalami kesulitan yang lebih fatal lagi dalam memahami konsep-konsep bangun-bangun ruang (kubus, balok, limas dan lain- lain). Karena untuk memahami konsep-konsep bangun-bangun ruang dalam geometri siswa terlebih dahulu harus memahami dengan baik konsep-konsep bangun-bangun datar (bangun-bangun segiempat). Hal ini sesuai dengan pendapat Hudojo (1990:4) bahwa “...mempelajari konsep B yang mendasarkan pada konsep

A, seseorang perlu memahami lebih dahulu konsep A. Tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang tersebut akan dapat memahami konsep B”. Berdasarkan beberapa hasil penelitian (Sunardi:2000, Kho:1996, Fuys,dkk:1988, Burger & ShaughnessyL 1986) menyatakan bahwa tahap berpikir A, seseorang perlu memahami lebih dahulu konsep A. Tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang tersebut akan dapat memahami konsep B”. Berdasarkan beberapa hasil penelitian (Sunardi:2000, Kho:1996, Fuys,dkk:1988, Burger & ShaughnessyL 1986) menyatakan bahwa tahap berpikir

Salah satu pembelajaran geometri yang menggunakan pendekatan informal – induktif adalah pembelajaran geometri model Van Hiele. Menurut Van Hiele apabila pembelajaran ini dirancang dengan tepat akan dapat meningkatkan tahap berpikir siswa. Dengan demikian berarti akan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep yang akan dipelajarinya.

Dengan demikian, atas dasar pemikiran dan fenomena di atas kami calon peneliti tertarik untuk mengkaji masalah tersebut lewat suatu penelitian tindakan kelas khusus untuk kelompok siswa yang berada pada tahap berpikir visualisasi.

b. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada bagian pendahuluan di atas, maka masalah penelitian ini

dinyatakan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: “Bagaimanakah skenario pembelajaran model Van Hiele yang dapat meningkatkan pemahaman siswa SMP Karuna Dipa Palu dalam memahami konsep bangun- bangun segiempat?”.

c. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut:

a. menghasilkan perangkat (skenario) pembelajaran tertentu untuk meningkatkan pemahaman siswa SMP dalam memahami konsep bangun-bangun segiempat. Tentu skenario pembelajaran yang dimaksud mengacu pada model pembelajaran

Van Hiele khusus untuk kelompok siswa yang tahap berpikirnya visualisasi (kasus tertentu).

b. membantu guru matematika dalam rangka meningkatkan pemahaman kelompok siswa yang tahap berpikirnya visualisasi dalam memahami konsep bangun-bangun segiempat.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi:

a. guru matematika SMP Karuna Dipa Palu dalam upaya meningkatkan kualitas

pembelajaran geometri. Karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan selama ini bersifat mekanistik sehingga perlu ada suatu inovasi pembelajaran yang bersifat konstruktivis. Selain itu juga hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan banding atau bekal pengetahuan bagi guru matematika SMP Karuna Dipa Palu khususnya dalam rangka merancang pembelajaran untuk kegiatan remidi.

b. siswa SMP Karuna Dipa Palu dalam rangka meningkatkan kemampuan dirinya untuk dapat memahami konsep bangun-bangun segiempat.

c. pihak sekolah dalam rangka menambah khasanah perangkat pembelajaran

geometri SMP yang dimilikinya. Selain itu pula sebagai bahan informasi bagi pihak sekolah (SMP) Karuna Dipa Palu dalam rangka mengambil kebijakan perbaikan dan inovasi dalam bidang pendidikan.

B. METODE PENELITIAN Penelitian tindakan kelas ini termasuk penelitian tindakan partisipan. Siswa kelas I SMP Karuna Dipa tahun ajaran 2007/2008 yang dijadikan subyek penelitian. Kriteria siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah siswa yang tahap berpikirnya dalam memahami konsep bangun-bangun segiempat berada pada tahap visualisasi.

Jenis data dalam penelitian ini pada umumnya bersifat kualitatif. Data ini diperoleh dari hasil observasi selama tindakan dan setelah tindakan pembelajaran pada setiap siklus. Data ini juga diperoleh dari hasil wawancara sebelum Jenis data dalam penelitian ini pada umumnya bersifat kualitatif. Data ini diperoleh dari hasil observasi selama tindakan dan setelah tindakan pembelajaran pada setiap siklus. Data ini juga diperoleh dari hasil wawancara sebelum

Wawancara dengan menggunakan Pedoman wawancara Terstruktur yang diadopsi dari Eksprimental Task yang terdapat pada Appendix A (pp.35-53) dalam Final Report Assessing Children’s Intellectual Growth In Geometry. Pedoman wawancara ini untuk menjaring siswa yang menjadi subyek penelitian. Selain itu juga untuk menentukan tahap berpikir siswa dalam memahami konsep bangun-bangun segiempat setelah diberikan tindakan pembelajaran (bila semua siklus telah berakhir).

Observasi dengan menggunakan Pedoman Observasi Terstruktur untuk mengetahui kesesuian pelaksanaan tindakan pembelajaran yang dilakukan dengan rancangan dan perangkat pembelajaran yang digunakan.

Sedangkan perangkat pembelajarannya terdiri atas (1) Skenario pembelajaran yang merupakan rencana pembelajaran (RP) dan, (2) Lembaran Kerja Siswa (LKS). Perangkat pembelajaran ini dibuat sedemikian rupa mengacu pada teori pembelajaran geometri menurut Van Hiele.

Rancangan penelitian tindakan kelas ini mengikuti model Spiral Kemmis dan Mc Taggart yang terdiri atas tahap perencanaan, tahap tindakan, tahap observasi/ evaluasi dan tahap refleksi.

Indikator keberhasilan tindakan pembelajaran pada setiap siklus ditentukan oleh Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) minimal dicapai 75% dari keseluruhan TPK pada tes tindakan pembelajaran pada siklus tersebut. Bila pada suatu siklus indikator keberhasilan itu belum dicapai, maka akan dilanjutkan tahap-tahap kegiatan seperti diuraikan diatas dengan memperbaiki rancangan dan perangkat pembelajaran yang digunakan. Bila pada suatu siklus tertentu indikator keberhasilannya tercapai maka kegiatan-kegiatan pada siklus tersebut dinyatakan berakhir dan akan dilanjutkan pada siklus berikutnya dengan materi (bahan ajar) yang lain. Bila semua bahan ajar tersebut telah selesai diajarkan dengan mengalami beberapa siklus dan setiap tindakan pada siklus tersebut berhasil, maka kegiatan penelitian selanjutnya mewawancarai subyek penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara yang dianggap telah baku tersebut untuk menentukan tahap berpikir siswa setelah diberikan pembelajaran Indikator keberhasilan tindakan pembelajaran pada setiap siklus ditentukan oleh Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) minimal dicapai 75% dari keseluruhan TPK pada tes tindakan pembelajaran pada siklus tersebut. Bila pada suatu siklus indikator keberhasilan itu belum dicapai, maka akan dilanjutkan tahap-tahap kegiatan seperti diuraikan diatas dengan memperbaiki rancangan dan perangkat pembelajaran yang digunakan. Bila pada suatu siklus tertentu indikator keberhasilannya tercapai maka kegiatan-kegiatan pada siklus tersebut dinyatakan berakhir dan akan dilanjutkan pada siklus berikutnya dengan materi (bahan ajar) yang lain. Bila semua bahan ajar tersebut telah selesai diajarkan dengan mengalami beberapa siklus dan setiap tindakan pada siklus tersebut berhasil, maka kegiatan penelitian selanjutnya mewawancarai subyek penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara yang dianggap telah baku tersebut untuk menentukan tahap berpikir siswa setelah diberikan pembelajaran

C. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil tindakan pada siklus I Dari hasil tindakan pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus pertama ini diperoleh hasil bahwa hasil wawancara dan tes tindakan I menunjukan bahwa:

1. Subyek penelitian 1 (S1) mampu menentukan sifat-sifat persegi panjang dan jajargenjang dengan lengkap. S1 juga mencoba mendefinisikan persegi panjang dan jajargenjang, tetapi salah. S1 dapat menggambar jajargenjang dan persegipanjang serta diagonal-diagonalnya dengan sempurna.

2. Subyek penelitian 2 (S2) hanya dapat menetukan sebagian sifat-sifat persegipanjang dan jajargenjang serta dapat menggambar kedua bangun tersebut dengan sempurna. Tetapi ia tidak dapat mendefinisikan kedua bangun tersebut.

3. Sedangkan subyek penelitian 3 (S3) dapat menentukan sifat-sifat persegipanjang dan jajargenjang serta dapat menggambar kedua bangun tersebut dengan sempurna. S3 mencoba mendefinisikan kedua bangun tersebut, tetapi kurang tepat (salah). Berdasarkan hasil tes tindakan 1 ini, ternyata S3 dalam menggunakan istilah –istilah dalam geometri. Misalnya susut-sudut dalam persegipanjang sama panjang dan titik-titik sudutnya sama besar. Padahal yang ia maksudkan adalah besar sudutnya bukan titik sudutnya. Dengan demikian penguasaan ketiga subyek penelitian tentang materi ini cukup baik, hal ini ditandai dengan ketuntasan TPK utama (100%) dicapai. Dengan kata lain tindakan pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus 3. Sedangkan subyek penelitian 3 (S3) dapat menentukan sifat-sifat persegipanjang dan jajargenjang serta dapat menggambar kedua bangun tersebut dengan sempurna. S3 mencoba mendefinisikan kedua bangun tersebut, tetapi kurang tepat (salah). Berdasarkan hasil tes tindakan 1 ini, ternyata S3 dalam menggunakan istilah –istilah dalam geometri. Misalnya susut-sudut dalam persegipanjang sama panjang dan titik-titik sudutnya sama besar. Padahal yang ia maksudkan adalah besar sudutnya bukan titik sudutnya. Dengan demikian penguasaan ketiga subyek penelitian tentang materi ini cukup baik, hal ini ditandai dengan ketuntasan TPK utama (100%) dicapai. Dengan kata lain tindakan pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus

Hasil Tindakan Siklus II Berdasarkan hasil tes tindakan 2 serta hasil wawancara kepada subyek penelitian, diperoleh informasi bahwa:

1. Subyek penelitian 1 (S1) dapat menentukan sifat-sifat persegi dan belah ketupat meskipun tidak lengkap. S1 ini belum dapat menentukan definisi kedua bangun tersebut. Kemampuan verbal yang dimiliki S1 ini relatif kurang, sehingga dalam proses pembelajaran perlu dibimbing secara hati-hati oleh guru sehingga tingkat pemehamannya terhadap konsep yang diajarkan dapat lebih meningkat.

2. Subyek penelitian 2 (S2) dapat menentukan sifat-sifat persegi dan belah ketupat dengan lengkap. Tetapi S2 belum mampu mendefinisikan kedua bangun tersebut, ia hanya mengulangi saja menulis sifat-sifat persegi dan belah ketupat. Hal ini berarti S2 belum memahami cara mendefinisikan suatu konsep. Berdasarkan hasil wawancara S2 ini beranggapan bahwa belah ketupat merupakan jajargenjang yang dibalik. Hal ini berbarti konversi siswa terhadap suatu gambar merupakan hal yang perlu diperhatikan dengan baik oleh guru dalam mengajarkan geometri.

3. Subyek penelitian 3 (S3) dapat menentukan sifat-sifat persegi dan belah ketupat dengan lengkap, tetapi mereka tidak dapat mendefinisikan kedua bangun tersebut.

Ternyata ketiga subyek penelitian itu dapat menentukan sifat-sifat persegi dan belah ketupat. Hal ini berarti kedua TPK utama yakni siswa dapat menentukan sifat- sifat persegi dan belah ketupat dalam tindakan pembelajaran pada siklus ini telah tercapai (100%). Hal tersebut juga menggambarkan tingkat penguasaan siswa terhadap bahan ajar mencapai di atas 85%. Dengan demikian tindakan pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus dua cukup berhasil, sehingga kegiatan penelitian ini dapat dilanjutkan pada siklus berikutnya.

Hasil Tindakan Siklus III Berdasarkan hasil wawancara dan tes tindakan 3 diperoleh informasi bahwa:

1. Subyek penelitian 1 (S1) dapat menentukan sifat-sifat trapesium dan layang-layang meskipun belum lengkap. S1 juga dapat mendefinisikan trapesium dengan tepat, tetapi belum dapat mendefinisikan layang-layang dengan lengkap.

2. Sedangkan subyek penelitian 2 (S2) dapat menentukan sifat-sifat trapesium dan layang-layang meskipun belum lengkap, tetapi S2 mampu mendefinisikan trapesium dan layang-layang meskipun belum sempurna.

3. Subyek penelitian 3 (S3) dapat menentukan sifat-sifat trapesium dan layang-layang dengan lengkap, tetapi tidak mampu mendefinisikan kedua bangun tersebut dengan sempurna. Dengan demikian TPK yang dirumuskan dalam tindakan pembelajaran pada siklus ini dapat dicapai. Ternyata semua bahan ajar (materi) bangun-bangun segiempat itu hanya dilaksanakan dalam tiga siklus dan setiap tindakan dalam siklus tersebut cukup berhasil.

Sedangkan hasil wawancara dengan menggunakan Pedoman Wawancara yang diadopsi dari Eksprimental Task yang terdapat pada Appendix A (pp.35-53) dalam Final Report Assessing Children’s Intellectual Growth In Geometry terhadap ketiga subyek penelitian ini setelah ketiga siklus tersebut selesai, diperoleh hasil ketiga subyek penelitian itu telah mencapai tahap berpikir analitik. Hal ini berarti skenario pembelajaran yang dirancang berdasarkan teori pembelajaran Van Hiele dapat meningkatkan tahap berpikir siswa dari tahap visualisasi ke tahap analitik khususnya pada topik bangun- bangun segiempat.

D. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Ternyata skenario pembelajaran model Van Hiele yang digunakan dalam pembelajaran pada pokok bangun-bangun segiempat dapat meningkatkan pemahaman siswa. Skenario pembelajaran itu terdiri dari Rencana Pembelajaran (RP 01, RP 02 dan RP 03) dan Lembar Kerja Siswa (LKS 1.1, LKS1.2, LKS 2.1, LKS

2.2, LKS 3.1 dan LKS 3.2). Peningkatan pemahaman siswa dimaksud dari tahap berpikir visualisasi ke tahap berpikir analitik. Perangkat pembelajaran ini dapat dilihat pada lampiran laporan penelitian ini.

2. Pembelajaran dalam seting kelompok yang sifatnya heterogen ternyata sangat membantu siswa dalam memahami suatu konsep. Karena melalui negosiasi ide dalam diskusi tingkat perkembangan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang diajarkan dapat lebih meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Vygotsky bahwa dalam pembelajaran kelompok hakekat sosial belajar memegang peranan sangat penting.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi .1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara.

Bekti, Susilo. 2000. Pengembangan paket pembelajaran geometri pokok bahasan segiempat berpandu pada langkah-langkah pembelajaran Van Hiele untuk meningkatkan tahap berpikir siswa dari tahap visualisasi ke tahap analitik. Tesis. PPS Unesa .

Burger, W.F. & Shaughnessy, J.M. 1990. Assessing Children’s Intelectual Growth in Geometry . Final Report . Oregon : Oregon State University .

Carey,Lou and Dick, Walter. 1978. The Systematic Design of Instruction (3 rd ed). United States Of America, Harper Collins.

Clements, D.H & Battista, M.T. 1992. Geometry and Spatial Reasoning. Handbook of research on mathematics teaching and learning. NCTM.

Dahar, Ratna Willi. 1989. Teori- Teori Belajar. Erlangga.Jakarta

Depdikbud. 1993. GBPP SLTP Mata Pelajaran Matematika. Kurikulum Pendidikan Dasar.Proyek Peningkatan SMA , Tenaga Edukatif dan BPG Jawa Timur.

Depdiknas. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SLTP. Diknas Jakarta.

Fuys, D; Geddes, D:& Tischer, R. 1988. The Van Hiele Model of Thingking in Geometry Among Adolescents. JRME , Monograph no.3 Reston: NCTM.

Ibrahim, Muslimin. 2001. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Menurut Jerold E. Kemp & Thiagarajan. A reference used in the Overseas Fellowship Program Contextual Learning Materials Development Proyek Peningkatan Mutu SLTP, Jakarta.

Mudhoffir. 1990. Teknologi Instruksional. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Kho, Ronaldo. 1996. Tahap Berpikir Dalam Belajar geometri Siswa-siswa kelas II SMP Abepura berpandu Model Van Hiele. Tesis. PPS IKIP Malang .

Pandoyo dkk.1994. Matematika 1b untuk SLTP. Balai Pustaka. Jakarta.

Ratumanan, T.G. 2001. Pengenalan Teori Vygotsky dan Implikasinya Dalam Pendidikan Matematika. Buletin Pendidikan Matematika. Tahun 3, no.1 PS Pend.Matematika FKIP Universitas Patimura Ambon.

Ruseffendi . 1985. Pengajaran Matematika Modern. Tarsito Bandung.

Soebakri. 1998. Penguasaan Tingkat Penalaran Geometrik Siswa SMU Negeri Kodya Surabaya (Suatu Paradigma Evaluasi Penguasaan Tingkat Penalaran Geometrik). Tesis. PPS IKIP Surabaya.

Soedjadi & Moesono, Djoko.1994. Matematika 2a untuk SLTP . Balai Pustaka .Jakarta.

Soedjadi.1996. Diagnosis Kesulitan Siswa Sekolah Dasar Dalam Belajar Matematika (Kajian kualitatif pembelajaran topik yang sering menjadi masalah). Laporan Penelitian. FPMIPA IKIP Surabaya .

--------- . 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia . Dikti . Jakarta.

--------- . 1993. Fungsi Penelitian Kelas Secara Mandiri oleh Pengajar Matematika sehubungan dengan Orientasi Matematika Sekolah Dalam Era Perkembangan IPTEK ( Suatu upaya perbaikan implisit dan mencari model pengajaran ). Media Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan. Tahun 15, no. 64 IKIP Surabaya .

Suparno ,P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Yogyakarta.

Suwarsono ,ST .2000. Permasalahan-Permasalahan Dalam Pembelajaran Geometri dan Pemikiran Tentang Upaya-upaya Pemecahannya .Makalah seminar nasional geometri FPMIPA Univeritas Negeri Surabaya .

Soekamto , T & Winataputra, U.S.1995. Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran. Depdikbud Dikti. Jakarta.

Sunardi.2000a. Pembelajaran Geometri SLTP dan Problematikanya. Makalah disajikan pada seminar nasional pengajaran matematika sekolah menengah di Universitas Negeri Malang . FPMIPA Universitas Negeri Malang.

-------- . 2000b. Teori Van Hiele sebagai dasar Pengembangan Bahan Pembelajaran Geometri SLTP . Makalah kuliah Psikologi Kognitip. PPS Universitas Negeri Surabaya.

-------- . 2000c. Hubungan Tingkat Berpikir Siswa Dalam Geometri dan Kemampuan Siswa dalam Geometri. Jurnal Matematika .Universitas negeri Malang.

--------. 2000d. Tingkat Perkembangan Konsep Geometri Siswa Kelas 3 SLTP Di Jember. Proseding Konferensi Naional X Matematika ITB, 17-20 Juli 2000.

Usiskin ,Z,& Senk,S. 1990. Evaluating a Test of Van Hiele Levels : A Response to Crowley and Wilson. Journal for Research in Mathematics Education. Vol.21, no 3. Reston : NCTM.

P-2

MODEL PENGAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA GURU SMP

Drs. Syaiful, M.Pd Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FKIP Universitas Jambi E-mail: pak_bakri@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini mencobakan suatu model pengajaran Pemecahan Masalah Matematika (PMM) di SMP. Rancangan penelitian berbentuk eksperimen dengan tes awal dan tes akhir. Subyek sampel penelitian adalah 18 guru matematika di SMP di Jambi. Pemilihan penelitian guru dilakukan dengan cara mengundang partisipasi mereka secara sukarela. Sampel guru dipilih sedemikian rupa sehingga mewakili semua tingkat kelas (I, II, dan III) yang berasal dari SMP.

Perlakuan diberikan secara bertingkat, yaitu peneliti mengajarkan PMM kepada sampel guru, kemudian mereka mengajarkan PMM kepada siswa di kelasnya masing- masing. Perlakuan kepada guru dilakukan sebanyak 7 kali pertemuan dengan sekitar 3 jam tiap pertemuan. Perlakuan kepada siswa dilaksanakan kepada subyek sample guru sesuai dengan jadwal masing-masing dan dengan materi yang sama untuk tiap tingkat kelas yang sama.

Penelitian ini melibatkan beberapa macam instrument, yaitu tes untuk guru sebagai tes awal dan tes akhir, skala pendapat model Likerst dan angket tentang PMM untuk guru, dan 6 set tes PMM untuk siswa, masing-masing 2 set tes (tes awal dan tes akhir) untuk siswa kelas I, II, dan III. Instrumen untuk guru dibuat oleh peneliti, dan penelitian untuk siswa dibuat oleh guru dan diperiksa kembali bersama-sama dengan peneliti.

Dari hasil penelitian menemukan bahwa hasil belajar PMM guru tergolong baik, sedang hasil belajar PMM siswa masih tergolong kurang, dan pendapat guru tentang PMM cenderung positif. Selanjutnya ditemukan pula pengajaran PMM memberikan perolehan belajar yang berarti untuk siswa kelas III. Meskipun guru menyatakan kesetujuannya terhadap pengajaran PMM di SMP, dan ada kenaikan skor pendapat guru terhadap PMM, perlakuan tidak memberikan peningkatan yang berarti mengenai derajat kepositifan pendapat guru terhadap PMM.

Kata Kunci: PBM, pemecahan masalah matematika (PPM), model pengajaran

Pendahuluan Proses berfikir banyak diperlukan orang dalam memecahkan berbagai masalah. Dalam beberapa hal mungkin sekali masalah perhitungan dapat diselesaikan dengan menggunakan bantuan alat hitung yang sederhana atau yang canggih. Sebaliknya proses berfikir dalam pemecahan memerlukan kemampuan intelektual tertentu yang akan mengorganisasi strategi yang ditempuh sesuai dengan data dan permasalahan yang dihadapi. Kemampuan intelektual seperti di atas akan melatih orang berfikir kritis, logis dan kreatif, dimana cara berfikir semacam ini sangat diperlukan dalam menghadapi perkembangan masyarakat yang semakin kompleks.

Pentingnya pemilikan kemampuan penyelesaian masalah oleh siswa dalam matematika dikemukakan oleh Branca (1980) sebagai berikut: 1) kemampuan penyelesaian masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika, 2) penyelesaian masalah meliputi metode, prosedur, dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika, dan 3) penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika. Sebagai implikasi dari pendapat di atas, maka kemampuan penyelesaian masalah hendaknya dimiliki oleh semua anak yang belajar matematika mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Polya(1956) dalam bukunya “How To Solve It” menguraikan secara rinci empat langkah penyelesaian masalah disertai dengan ilustrasi masalah, pertanyaan yang membimbing pemahaman tiap langkah, soal latihan, dan menyelesaikannya dalam matematika. Keempat langkah itu adalah: 1) memahami masalah, 2) merencanakan penyelesaian atau mencari alternatif penyelesaian, 3) melaksanakan rencana atau perhitungan, dan 4) memeriksa atau menguji kebenaran perhitungan atau penyelesaian. Serupa dengan Polya (1956), Novak (1977) mengemukakan lima urutan kegiatan dalam penyelesaian masalah sebagai berikut: 1) memahami masalah, 2) memilih atau mencari pengetahuan yang Pentingnya pemilikan kemampuan penyelesaian masalah oleh siswa dalam matematika dikemukakan oleh Branca (1980) sebagai berikut: 1) kemampuan penyelesaian masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika, 2) penyelesaian masalah meliputi metode, prosedur, dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika, dan 3) penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika. Sebagai implikasi dari pendapat di atas, maka kemampuan penyelesaian masalah hendaknya dimiliki oleh semua anak yang belajar matematika mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Polya(1956) dalam bukunya “How To Solve It” menguraikan secara rinci empat langkah penyelesaian masalah disertai dengan ilustrasi masalah, pertanyaan yang membimbing pemahaman tiap langkah, soal latihan, dan menyelesaikannya dalam matematika. Keempat langkah itu adalah: 1) memahami masalah, 2) merencanakan penyelesaian atau mencari alternatif penyelesaian, 3) melaksanakan rencana atau perhitungan, dan 4) memeriksa atau menguji kebenaran perhitungan atau penyelesaian. Serupa dengan Polya (1956), Novak (1977) mengemukakan lima urutan kegiatan dalam penyelesaian masalah sebagai berikut: 1) memahami masalah, 2) memilih atau mencari pengetahuan yang

Dua penelitian (Utari dkk, 1993): Utari dalam Sanusi 1993) dengan menggunakan tes yang berdasarkan langkah pemecahan masalah Polya, menemukan masih rendahnya keterampilan siswa SMP (Utari, 1993) dan (Utari dalam Sanusi, 1993) dalam menyelesaikan masalah matematika. Penemuan di atas mendorong peneliti untuk merancang suatu model pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada guru SMP. Secara rasional bila guru telah memiliki keterampilan pemecahan masalah matematika yang memadai, diharapkan mereka dapat melaksanakan pengajaran yang berorientasi pada pemecahan masalah dan pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan keterampilan pemecahan masalah matematika siswanya. Dengan memperhatikan pentingnya pemilikan keterampilan pemecahan masalah matematika untuk semua yang belajar matematika, maka penelitian ini dirasakan semakin perlu untuk dilaksanakan.

Perumusan Masalah Penelitian ini mencoba suatu model pengajaran yang dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah matematika subyek. Perlakuan diberikan secara bertingkat, yaitu: peneliti memberikan perlakuan terhadap beberapa guru matematika SMP, yang sedang mengikuti studi lanjut di Program Studi Pendidikan Matematika, dan selanjutnya mereka memberikan perlakuan serupa kepada siswanya. Dengan demikian penelitian ini menelaah efek perlakuan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika pada guru dan siswa SMP.

Secara umum keberhasilan belajar seseorang antara lain dipengaruhi oleh kesiapan belajar yang bersangkutan. Terdapat dua macam kesiapan belajar yaitu yang bersifat kognitif dan yang bersifat afektif. Kesiapan belajar secara kognitif antara lain berkaitan dengan penguasaan subyek terhadap pengetahuan dan jenis belajar yang relevan dan pernah dipelajari dengan tuntutan belajar yang sedang dihadapi. Kesiapan belajar secara efektif antara lain berhubungan dengan kesediaan subyek untuk melaksanakan belajar, dan pandangan subyek terhadap obyek atau proses yang Secara umum keberhasilan belajar seseorang antara lain dipengaruhi oleh kesiapan belajar yang bersangkutan. Terdapat dua macam kesiapan belajar yaitu yang bersifat kognitif dan yang bersifat afektif. Kesiapan belajar secara kognitif antara lain berkaitan dengan penguasaan subyek terhadap pengetahuan dan jenis belajar yang relevan dan pernah dipelajari dengan tuntutan belajar yang sedang dihadapi. Kesiapan belajar secara efektif antara lain berhubungan dengan kesediaan subyek untuk melaksanakan belajar, dan pandangan subyek terhadap obyek atau proses yang

Berdasarkan uraian di atas penelitian ini ingin mengungkap empat pertanyaan utama yaitu:

1) Bagaimana kualitas hasil belajar pemecahan masalah matematika guru dan siswa SMP, ditinjau pada tiap langkah pemecahan masalah, secara keseluruhan, dan pada tiap tingkat kelas siswa?

2) Adakah perolehan belajar yang berarti mengenai pemecahan masalah matematika pada guru dan siswa SMP, ditinjau pada tiap langkah pemecahan dan secara keseluruhan dan pada tiap tingkat kelas siswa?

3) Adakah perubahan pendapat guru terhadap proses belajar mengajar pemecahan masalah matematika?

4) Apakah kelemahan dan keunggulan PBM pemecahan masalah matematika di tingkat SMP?

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

a) meneliti kualitas hasil belajar pemecahan masalah matematika guru dan siswa SMP, ditinjau pada tiap langkah pemecahan, secara keseluruhan dan pada tiap tingkat kelas siswa.

b) meneliti kecendrungan dan perubahan pendapat guru tentang pendekatan proses belajar mengajar pemecahan masalah matematika, setelah mereka mendapat perlakuan.

c) mengembangkan model pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan penyelesaian masalah matematika pada guru dan siswa SMP. Dengan kata lain yang akan diteliti sejauh mana perolehan belajar yang dicapai guru dan siswa sesudah perlakuan.

d) Meneliti kelemahan dan keunggulan pendekatan proses belajar mengajar pemecahan masalah matematika di SMP.

Manfaat Penelitian Pembahasan mengenai proses belajar mengajar dan hasil belajar dalam pemecahan masalah pada berbagai bidang studi, terutama pada matematika, untuk siswa pada berbagai tingkat sekolah pada dasarnya adalah sangat penting. Terdapat beberapa alasan yang mendasari rasionalitas di atas.. Pertama, kemampuan pemecahan masalah pada dasarnya merupakan satu diantara tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika. Kedua, pemecahan masalah merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika. Ketiga, penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika. Studi mengenai pengembangan PBM pemecahan masalah dapat dicobakan terhadap subyek pada tiap tingkat kelas dan tiap tahap kognitif siswa, asalkan disesuaikan dengan kesiapan belajar subyek. Dalam kaitan ini dapat dikembangkan bermacam-macam pendekatan baik mengenai PBM maupun dalam menyusun instrument untuk pemecahan masalah matematika.

Dengan menelaah kelemahan dan keunggulan PBM pemecahan masalah, dan dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu belajar di sekolah, pendekatan PBM ini dapat dicobakan untuk topik-topik tertentu yang merupakan topik esensial. Penguasaan keterampilan pemecahan masalah merupakan topik esensial, dapat dikembangkan oleh subyek terhadap topik lain, bidang studi lain, bahkan untuk bertindak cerdas dalam kehidupan sehari-hari. Melalui PBM pemecahan masalah diharapkan akan terbina sikap belajar yang positif, kreatif dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi tantangan. Sikap belajar di atas akan memberikan sumbangan terhadap pribadi yang tangguh, karena pada dasar hidup di masyarakat adalah penuh tantangan.

Dalam penelitian ini dilaksanakan PBM pemecahan masalah terhadap guru yang kemudian akan diterapkan kepada siswanya. Oleh karena itu penelitian ini memberikan manfaat ganda pada saat yang bersamaan, yaitu meningkatkan Dalam penelitian ini dilaksanakan PBM pemecahan masalah terhadap guru yang kemudian akan diterapkan kepada siswanya. Oleh karena itu penelitian ini memberikan manfaat ganda pada saat yang bersamaan, yaitu meningkatkan

Metode Penelitian Disain dan Sampel Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi eksperimen yang melibatkan guru matematika SMP dan siswanya. Eksperimen dilakukan secara bertingkat dengan disain seperti terlihat pada gambar 1.

Kelas eksperimen 0 01 X1 0 01 ------------------------------------------------- Sampel guru

Kelas eksperimen 02 X2 03 ------------------------------------------------ Sampel siswa Kelas control 03 Keterangan :

0 : Skala pendapat guru terhadap PBM Pemecahan Masalah.

01 : Tes awal dan tes akhir PMM (tes yang sama) untuk guru disusun oleh peneliti.

02 :Tes awal PMM untuk siswa (terdiri dari 3 set, masing-masing satu set untuk Tiap kelas, disusun oleh guru dan peneliti.

03 : Tes akhir PMM untuk siswa (terdiri dari 3 set, masing-masing satu set untuk tiap kelas, disusun oleh guru dan peneliti X1 : Pendekatan PBM pemecahan masalah untuk guru oleh peneliti. X2 : Pendekatan PBM pemecahan masalah untuk siswa oleh guru.

Gambar 1. Disain Penelitian

Untuk memperoleh kualitas pelayanan terhadap guru dan tingkat ketelitian dalam analisis data yang memadai maka penelitian ini bekerja dengan ukuran sampel guru yang kecil. Subyek sample terdiri dari 18 orang guru matematika SMP dan 806 orang siswanya, dengan rincian seperti table berikut

Catatan: * Satu kelas siswa dari tiap guru ** Satu kelas siswa dari tiap guru kelompok kontrol ditambah 1 kelas siswa dari guru yang sama pada kelompok eksperimen untuk kelas I, II, dan III. Pemilihan subyek sampel guru kelompok eksperimen (12 0rang) dilakukan

dengan cara mengundang partisipasi guru matematika SMP yang bersamaan waktu ini mereka sedang mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi.. Dari 12 orang guru kelompok eksperimen, 3 orang guru masing-masing seorang guru kelas I, II, dan III juga mengajar pada siswa kelompok kontrol. Subyek sampel guru pada kelompok kontrol (6 orang) dipilih dengan cara mengundang partisipasi (secara sukarela) guru matematika yang bersesuaian kelas dari tiap subyek kelompok eksperimen pada SMP yang sama. Dengan demikian siswa kelas kontrol terdiri dari 3 kelas siswa yang diajar oleh guru kelompok eksperimen, dan 6 kelas siswa yang diajar oleh guru kelompok kontrol; siswa kelompok eksperimen terdiri dari 9 kelas siswa dari guru kelompok eksperimen, dan 3 kelas dari guru kelompok eksperimen yang tidak disertai kelompok kontrol. Pengolahan data siswa dari ketiga guru kelompok eksperimen di atas dilakukan secara terpisah dari kelompok eksperimen yang lainnya.

Beberapa alasan yang mendasari cara pemilihan subyek guru seperti di atas adalah: (1) dengan mengambil subyek guru yang sedang melanjutkan studi, memudahkan pelaksanaan perlakuan dari peneliti dan tidak mengganggu jadwal kegiatan mengajar subyek guru; (2) dengan kesertaan mereka secara sukarela, subyek akan melaksanakan program (perlakuan kepada siswanya) tanpa merasa terpaksa; (3) dengan mengambil subyek guru kelompok kontrol dari sekolah yang sama dengan guru kelompok eksperimen akan mengurangangi faktor keragaman keadaan awal subyek siswa.

Perlakuan Penelitian Eksperimen dalam penelitian ini diberikan dengan tahap sebagai berikut:

1) Subyek guru dilatih mengembangkan pendekatan PBM pemecahan masalah matematika. Latihan dilaksanakan dalam 10 kali pertemuan sekitar 3 – 4 jam tiap pertemuan. Dalam perlakuan ini disediakan satu makalah dan satu set hand out 1) Subyek guru dilatih mengembangkan pendekatan PBM pemecahan masalah matematika. Latihan dilaksanakan dalam 10 kali pertemuan sekitar 3 – 4 jam tiap pertemuan. Dalam perlakuan ini disediakan satu makalah dan satu set hand out

2) Berdasarkan penjelasan pada butir 1) subyek guru menyusun tes dan pendekatan PBM PMM untuk siswa masing-masing. Hasil tes yang disusun guru, kemudian dibahas bersama dengan peneliti, dan disunting oleh peneliti untuk disiapkan sebagai tes akhir PMM guru.

3) Berdasarkan hasil tes untuk guru, kemudian dilakukan penyederhanaan bahasa agar mudah dipahami siswa, dan pengurangan banyaknya butir tes agar sesuai dengan waktu yang tersedia. Diperoleh dua set tes PMM untuk tiap tingkat kelas siswa (untuk tes awal dan tes akhir).

4) Subyek guru kelompok eksperimen melaksanakan pendekatan PBM pemecahan masalah matematika untuk siswa di kelas masing-masing, dengan pokok bahasan yang sama untuk tiap kelas yang sama. Perlakuan dari guru dimulai dengan pemberian tes awal PMM, dan diakhir dengan tes akhir PMM. Pemantauan pelaksanaan PBM guru kelas eksperimen dijaring melalui angket yang diberikan setelah tes akhir untuk siswa.

Pengajaran yang diberikan guru kelompok kontrol berjalan seperti biasa dengan pokok bahasan yang sama dengan yang diberikan subyek guru kelompok eksperimen. Rincian pokok bahasan yang diberikan pada penelitian ini adalah: 1). Himpunan, kalimat matematika, persaman dan pertidaksamaan sudut, dan bilangan cacah untuk kelas I. 2). Teorema Phytagoras, perbandingan, keliling dan luas persegipanjang, dan jajar genjang untuk kelas II. 3). Aritmatika, jarak dan waktu, lingkaran, kesebangunan, operasi aljabar, bangun ruang, barisan bilangan, persamaan dan pertidaksamaan untuk kelas III.

Karena pelaksanaan tes awal pada kelompok kontrol pada beberapa sekolah bersamaan waktu dengan kegiatan lain maka data tes awal tersebut tidak lengkap. Selanjutnya data awal kelompok kontrol dalam penelitian ini tidak diolah.

Instrumen Penelitian dan Pengembangannya Penelitian ini melibatkan 3 macam instrument yaitu: Tes Pemecahan Masalah Matematika (Tes PMM), Skala pendapat tentang PMM, dan angket untuk guru tentang pelaksanaan pengajaran PMM. Tes PMM terdiri dari 7 set, yaitu tes PMM awal untuk guru dan 2 set tes PMM untuk siswa kelas I, II, III SMP, masing-masing sebagai tes awal dan tes akhir.

Pengembangan instrument dilakukan sebagai berikut: 1). Tes Pemecahan Masalah Matematika (tes PMM). a). Tes awal PMM untuk subyek guru. Tes disusun oleh peneliti khusus untuK studi ini, berdasarkan langkah-langkah Polya (1954) dan model intrumen yang dikembangkan oleh IPSP (Schoen dan Ohmke, 1980). Materi tes dipilih mengenai matematika SMP dengan asumsi subyek guru telah menguasai materi tes dengan baik. Ditinjau dari kecocokan antara kisi-kisi tes dengan butir tes yang bersangkutan, tes menunjukkan mempunyai kesaihan isi yang memadai.

b). Tes akhir PMM untuk guru, tes awal dan akhir PMM untuk siswa. Tes akhir PMM untuk guru yang juga merupakan tes awal dan tes akhir PMM untuk siswa terdiri dari 2 set, dan disusun oleh guru bersama-sama peneliti selama perlakuan terhadap guru. Cara ini dilaksanakan untuk beberapa tujuan, yaitu:

(1) sebagai usaha untuk menilai apakah subyek guru telah menguasai cara menyusun dan menilai PMM untuk siswa. (2) sebagai tes akhir PMM subyek guru. (3) untuk meninjau kesaihan isi dan kesaihan muka tes PMM, terutama untuk

siswa. Tes PMM awal mengenai materi yang sudah diajarkan guru sebelum perlakuan PMM diberikan dan tes PMM akhir mengenai materi yang diajarkan guru kepada siswa dalam perlakuan guru terhadap siswa. Tes disusun bedasarkan langkah-langkah Polya (1954) dan model instrument yang dikembangkan oleh IPSP (Schoen dan Ohmke, 1980). Berdasarkan kecocokan antara kisi-kisi tes dan butir yang bersangkutan, tes siswa. Tes PMM awal mengenai materi yang sudah diajarkan guru sebelum perlakuan PMM diberikan dan tes PMM akhir mengenai materi yang diajarkan guru kepada siswa dalam perlakuan guru terhadap siswa. Tes disusun bedasarkan langkah-langkah Polya (1954) dan model instrument yang dikembangkan oleh IPSP (Schoen dan Ohmke, 1980). Berdasarkan kecocokan antara kisi-kisi tes dan butir yang bersangkutan, tes

Skala pendapat terdiri dari 3 sub skala yaitu mengenai: (1) pandangan konstruktivisme dalam pemecahan masalah; (2) pandangan cara PMM harus diajarkan; dan (3) pandangan bahwa pemecahan masalah mendukung pencapaian pemahaman yang lebih baik.

Pengembangan Skala dilakukan sebagai berikut: a). Skala disusun dalam model Skala Likert dalam lima pilihan. Skala dikembangkan

dengan cara memodifikasi model skala pendapat dalam studi Pui Yee (1993). Berdasarkan kecocokan antara kisi-kisi dengan butir skala yang bersangkutan, skala pendapat telah memiliki kesaihan isi yang memadai.

b). Skala diuji cobakan kepada 24 orang guru matematika SMP, untuk medapatkan butir-butir yang memadai. Butir skala yang dapat dipakai adalah butir yang mempunyai respon pada kelima pilihan jawabannya (sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju, dan sangat tidak setuju). Berdasarkan kriteria tersebut, dari 42 butir skala terpilih sebanyak 38 butir terdiri dari 22 butir positif dan 16 butir negative. Pemberian skor tiap pilihan jawaban (5 pilihan) dilakukan berdasarkan “pembobotan deviasi normal dari kategori respons” (Edwarrs, 1969).

c). Reliabelitas skala ditinjau dari koefesien korelasi motode parohan untuk butir ganjil dan genap. Perhitungan menghasilkan koefesien r = 0,67 untuk separoh tes, dan

0, 81 untuk keseluruhan tes dengan n = 24 yang menunjukkan releabilitas skala yang memadai. 3). Angket Pelaksanaan Pengajaran PMM.

Angket ditujukan kepada subyek guru untuk memperoleh umpan balik dan informasi mengenai pelaksanaan PBM pemecahan masalah matematika yang dilaksanakan guru terhadap siswanya.

Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1). Perhitungan rata-rata dan simpangan baku skor tes pemecahan masalah matematika untuk guru dan siswa pada awal dan akhir perlakuan, baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol, tiap langkah PMM dan secara keseluruhan untuk tiap tingkat kelas. 2). Perhitungan perolehan belajar pemecahan masalah matematika pada guru dan siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol, tiap langkah PMM dan secara keseluruhan untuk tiap tingkat kelas. 3). Perhitungan rata-rata dan simpangan baku skor skala pendapat terhadap PBM pemecahan masalah matematika untuk guru pada awal dan akhir perlakuan, baik pada kelas eksperiment maupun kelas kontrol, secara keseluruhan dan berdasarkan tingkat kelas. 4). Perhitungan perubahan pendapat guru terhadap PBM pemecahan masalah matematika pada kelompok eksperimen dan kontrol secara keseluruhan dan pada tiap tingkat kelas. 5). Pengujian hipotesis perbedaan rerata skor PMM guru, skor PMM siswa, dan pendapat guru terhadap PMM dengan menggunakan uji statistik t, setelah pengujian kenormalan distribusi data yang terkait.

Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan penelitian ini memberikan beberapa kesimpulan yang bervariasi. Beberapa temuan tersebut adalah: 1). Mengenai kualitas penguasaan pemecahan masalah matematika (PMM) guru dan siswa; a) Penguasaan PMM guru yang mendapat pengajaran PMM tergolong baik, namun sebaliknya; b) ditinjau pada tiap tingkat kelas dan secara keseluruhan, Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan penelitian ini memberikan beberapa kesimpulan yang bervariasi. Beberapa temuan tersebut adalah: 1). Mengenai kualitas penguasaan pemecahan masalah matematika (PMM) guru dan siswa; a) Penguasaan PMM guru yang mendapat pengajaran PMM tergolong baik, namun sebaliknya; b) ditinjau pada tiap tingkat kelas dan secara keseluruhan,

III, pengajaran PMM belum memberikan peningkatan hasil belajar yang bermakna. Namun jika ditinjau dari besarnya persentase siswa yang mencapai skor di atas`kalisifikasi cukup, pengajaran PMM pada siswa memberikan peningkatan hasil belajar yang bermakna. 3). Mengenai pendapat guru terhadap pengajaran PMM, dan pelaksanaannya; a) ditinjau berdasarkan tingkat kelas dan secara keseluruhan, pendapat guru mengenai pengajaran PMM di SMP tergolong positif. Ditinjau antar tingkat kelas, terdapat peningkatan derajat kepositifan pendapat pada guru kelas yang makin tinggi. Meskipun terdapat peningkatan derajat kepositifan pendapat guru setelah pengajaran PMM, namun secara khusus pengajaran PMM belum memberikan peningkatan derajat kepositifan pendapat guru terhadap PMM. Peningkatan derajat kepositifan pendapat guru “mungkin” lebih banyak ditentukan oleh tingkat kematangan siswa dari guru yang bersangkutan; b) meskipun hasil belajar siswa dalam PMM belum memuaskan, guru setuju dengan pengajaran PMM di SMP antara lain untu: memberikan variasi bentuk soal latihan matematika, dan mendorong siswa belajar lebih aktif; c) Kelemahan dan kelebihan pengajaran PMM di SMP. Beberapa hambatan pelaksanaan PMM di SMP diantaranya adalah: bentuk soal masih baru bagi siswa. Siswa belum terbiasa dengan bentuk soal PMM; sukar menyusun soal latihan/tes bentuk PMM terutama untuk butir yang mengukur tahap “mencari alternative penyelesaian”; pelaksanaan pengajaran

PMM memerlukan waktu relative lebih lama; dalam tes sumatif matematika dan pengajaran bidang studi lain proses pemecahan masalah belum merupakan aspek yang akan diujikan. Kebaikan pengajaran PMM diantaranya adalah: memberikan variasi bentuk soal yang baru sehingga diharapkan siswa lebih kreatif dan tidak bosan, terutama untuk siswa yang padai. Implikasi dan Saran-Saran

Meskipun penelitian ini ditinjau dari berbagai segi, memberikan kesimpulan tentang pengajaran PMM di SMP yang bervariasi, namun implikasi dari temuan penelitian mendukung rasional bahwa pengajaran PMM di SMP merupakan satu bentuk alternative pengajaran yang dapat dilaksanakan, dikembangkan, dan disempurnakan lebih lanjut.