HUBUNGAN DAN INDONESIA DAN SINGAPURA

HUBUNGAN INDONESIA-SINGAPURA
Dalam berbagai fora dimana saya membuat presentasi yang menyinggung persoalan hubungan
Indonesia – Singapura,saya menjelaskan bahwa hubungan kedua negara ini telah mengalami berbagai
perkembangan. Dalam masa Presiden Soekarno Indonesia dipersepsikan dan memang sering
menunjukkan sikapnya sebagai big bully.Pada masa Orde Baru yang panjang itu hubungan kedua
negara dimulai dengan saling curiga karena warisan lama dan ketakutan Indonesia untuk ‘diakali’ oleh
Singapura. Akan tetapi setelah lebih dari dua puluh lima tahun Indonesia membangun akhirnya tumbuh
hubungan yang didasakan atas kesadaran kedua belah pihak adanya sifat saling membutuhkan yang
nampak dari banyaknya pembangunan proyek bersama dan besarnya investasi Singapura di
Indonesia. Semenjak krisis terjadi berbagai peristiwa yang kurang menguntungkan telah mewarnai
hubungan kedua negara, baik dimasa presiden Habibie (munculnya istilah little red dot), maupun
presiden Abulrachman Wahid (pernyataan untuk menghentikan penyediaan air meskipun Indonesia tidak
pernah mensupply air untuk Singapura). Sedangkan dalam beberapa tahun terakhir hubungan bilateral
cenderung membaik, meskipun juga diwarnai dengan berbagai kejadian maupun peristiwa yang dapat
menganggu eratnya hubungan kedua negara.
Berbagai hal yang dapat mengganggu eratnya hubungan bilateral termasuk permasalahan lama yang
diungkap kembali,seperti belum adanya perjanjian ekstradisi yang sering dikaitkan dengan tuduhan
bahwa pemerintah Singapura melindungi orang Indonesia yang menjadi buron karena masalah
kriminal/korupsi, masalah statistik ekspor-impor,masalah penyelundupan, masalah pasir, dan beberapa
masalah lain.
Di masyarakat juga sering terdengar keluhan atau protes masyarakat terhadap kebijakan pemerintah

Indonesia untuk membiarkan pembelian saham perusahaan atau bank kepada pembeli dari Singapura.
Di Singapura sendiri, meskipun tidak berkembang pernah ada kritik dari oposisi terhadap pemerintah
Singapura yang memberi pinjaman presiden Soeharto pada waktu krisis yang lalu.
Dari segi substansi masalah-masalah tersebut nampaknya tidak terlalu sulit untuk dicarikan
penyelesaiannya. Akan tetapi dalam banyak hal ini tergantung pada sikap masing-masing pemerintah
yang menuntut keterbukaan dan langkah konkrit yang didasarkan atas motivasi untuk menemukan solusi
yang dapat diterima kedua belah pihak. Suatu hal yang berkembang beberapa waktu lalu juga mudahmudahan akan berkembang ke penyelesaian yang menguntungkan kedua belah pihak. Ini mencuat sejak
Singapura giat melakukan pendekatan dalam perdagangan internasionalnya melalui free trade
arrangement (FTA), seperti yang sampai sekarang telah dilakukan dengan Negara-negara
AS, Jepang, Australia, New Zealand dan negara-negara dalam FTA Eropa serta yang sedang
dipersiapkan dengan berbagai negara-negara lain.
Apa yang dilakukan oleh Singapura dengan kesepakatan-kesepakatan perdagangan ini, paling sedikit
pada permulaan dilancarkannya telah menimbulkan persepsi bahwa Singapura lebih mementingkan
hubungannya dengan negara-negara di luar kawasan ini (ASEAN). Langkah ini dilihat sebagai jalan
pintas yang kurang memperhatikan kepentingan Negara-negara lain (tetangga). Sedangkan pemerintah
Singapura menempuh jalan ini karena kurang efektifnya jalur multilateral lewat WTO.
Setelah beberapa tahun berlangsung nampaknya suara yang cenderung memprotes ini menyurut. Tetapi
persepsi langkah tersebut mencerminkan sikap dari generasi baru pimpinan nasional Singapura yang
lebih agresif memperjoangkan posisi kompetitifnya dengan implikasi kurang memperhatikan kepentingan
kawasannya sempat berkembang.


Perkembangan Hubungan Bilateral Indonesia-Singapura
I. Politik
Sejak tampilnya pemerintahan baru di Indonesia dan Singapura pada semester ke-2 tahun 2004, hubungan bilateral
Indonesia-Singapura mengindikasikan perkembangan yang lebih positif dan konstruktif. Saling kunjung antar Kepala
Pemerintahan kedua negara dan pejabat tinggi lainnya juga menunjukkan peningkatan yang signifikan. Indikasi
positif ini juga telah mendorong pengembangan sektor-sektor kerjasama baru yang saling menguntungkan dan
kemajuan upaya penyelesaian outstanding issues. Pernyataan PM Lee Hsien Loong di Parlemen pada 19 Januari
2005 dan pernyataan Menlu George Yeo di Parlemen pada 18 Januari 2005, 17 Oktober 2005 dan 2 Maret 2006
mengindikasikan pentingnya kedudukan Indonesia bagi Singapura dan kemajuan dalam hubungan bilateral
Indonesia-Singapura, khususnya menyangkut upaya penyelesaian outstanding issues.
Pada pertemuan informal Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Singapura Lee Hsien Loong di Bali, 3-4
Oktober 2005 memenuhi usulan PM Singapura, kedua kepala pemerintahan ini sepakat memparalelkan
perundingan 3 perjanjian kerjasama yaitu perjanjian kerjasama pertahanan, perjanjian ekstradisi dan perjanjian
counter-terrorism.
Kunjungan kenegaraan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono ke Singapura 15-16 Pebruari 2005, kunjungan kerja
Presiden RI ke Singapura pada 6-7 Agustus 2006 dan pertemuan informal Presiden RI dengan PM Lee Hsien Loong
di sela-sela Pertemuan Tahunan Forbes Global CEO Conference ke-6 di Singapura pada 4 September 2006 telah
memantapkan pengertian bersama kedua negara untuk mengembangkan jalinan hubungan bilateral dengan
spektrum elemen substansi seluas mungkin, sementara secara simultan memajukan pembicaraan mengenai

penyelesaian berbagai outstanding issues. Peran menonjol Pemerintah dan masyarakat Singapura dalam
memberikan bantuan kemanusiaan kepada korban bencana alam gempa bumi dan Tsunami di Sumatera Utara dan
Nanggroe Aceh Darussalam Aceh pada 26 Desember 2004, bencana gempa dasar laut di dekat Pulau Nias dan
Pulau Simeleu Maret 2005, bencana gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah dan tsunami di Pangandaran
2006 tersebut telah berpengaruh positif terhadap persepsi publik tertentu Indonesia terhadap Singapura, dan
merupakan faktor positif lain bagi perkembangan hubungan baik kedua negara.
II. Ekonomi
1. Hubungan Ekonomi Bilateral
Pada dasarnya kedua negara memiliki tingkat komplementaritas ekonomi yang tinggi. Di satu sisi, Singapura
mempunyai keunggulan di sektor knowledge, networking, financial resources dan technological advance. Sementara
Indonesia memiliki sumber daya alam dan mineral yang melimpah serta tersedianya tenaga kerja yang kompetitif.
Sebagai negara yang wilayahnya kecil, pasar domestiknya sangat terbatas dan sumber daya alamnya langka,
Singapura sangat menggantungkan perekonomiannya pada perdagangan luar negeri. Oleh karena itu pula
Singapura sangat berkepentingan terhadap sistem perdagangan internasional yang terbuka dan bebas di bawah
naungan WTO. Guna mengamankan kepentingannya, Singapura tidak hanya mengandalkan pada proses negosiasi
multilateral, sejak 1999 Singapura telah mulai menjajagi bentuk-bentuk pengaturan perdagangan bilateral.
Belakangan dengan tersendatnya proses negosiasi di WTO, Singapura semakin gencar menempuh langkah-langkah
bilateral dan regional yang diyakini dapat mengakselerasi proses liberalisasi perdagangan dan memperkuat sistem
perdagangan multilateral.
Pada dasarnya hubungan bilateral Indonesia-Singapura memiliki fondasi yang sangat kuat yang dibuktikan dengan

telah ditandatanganinya berbagai Kesepakatan ataupun Perjanjian antara kedua negara. Selain itu, untuk fondasi
kerjasama ekonomi khususnya antara Singapura dengan Batam dan Riau, kedua negara memiliki Legal Framework
yang kokoh dengan ditandatanganinya beberapa Persetujuan antara lain:

* Basic Agreement on Economic and Technical Cooperation yang ditandatangani di Singapura 29 Agustus 1974;
* Perjanjian Kerjasama Ekonomi dan Teknik RI-Singapura (1977);
* Perjanjian Kerjasama Ekonomi dan Teknik untuk Pengembangan Pulau Batam (31 Oktober 1980);
* Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B (1990);
* Persetujuan Kerjasama Ekonomi dalam rangka Pengembangan Propinsi Riau (28 Agustus 1990);
* Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M/IGA) ditandatangani pada 16 Februari 2005.
Indonesia meratifikasi pada Februari 2006;
* Framework Agreement on Economic Cooperation in the Island of Batam, Bintan and Karimun (SEZ’s), 25 Juni
2006.
Pemberdayaan sektor swasta juga sudah kembali meningkat yang ditandai dengan cukup tingginya kegiatan
kunjungan antara para pelaku usaha kedua negara. Sebagai hasilnya, semakin meningkatnya transaksi
perdagangan dan investasi kedua negara. Sesuai dengan data dari International Enterprise Singapore Indonesia
merupakan mitra dagang terbesar ke-5 Singapura dengan total nilai perdagangan mencapai S$ 54 milyar (2005)
yang mengalami peningkatan cukup signifikan dibandingkan tahun 2004 yang mencapai nilai S$ 30,1 milyar. Ekspor
Indonesia ke Singapura mencapai S$ 16,4 milyar sementara impornya mencapai S$ 13,7 milyar.


2. Perdagangan
Hubungan dan kerjasama bilateral Singapura – Indonesia dibidang ekonomi, perdagangan dan investasi sepanjang
enam bulan pertama 2006 tidak sebaik tahun sebelumnya. Ekspor Singapura-Indonesia pada Kuartal II/2006,
menurut IE Singapore, mencapai S$ 2,7 juta sementara pada Kuartal I/2006 mencapai S$ 2,9 juta setelah tahun
2005 mencapai 11.95 juta. Penurunan yang mencapai 1,4% dari Kuartal I/2006 dan hampir 18% jika dibandingkan
tahun 2005 ini menurut IE Singapore disebabkan oleh lemahnya ekspor produk elektronik dan non-elektronik.
Ekspor produk elektronik ke Indonesia pada Kuartal I/2006 tumbuh hanya 1,4% dibanding 2005 yang mencapai
9,3%. Lemahnya ekspor ini merupakan dampak dari menurunnya penjualan consumer electronics (- 25%) dan parts
of PCs (- 14%). Sedangkan penurunan ekspor non-elektronik yang hanya tumbuh 1,3% pada Kuartal I/2006 dari 22%
pada 2005 adalah dampak dari rendahnya ekspor power machinery (- 57%). Sedangkan ekspor Indonesia ke
Singapura menurut BPS, pada 2004 mencapai S$16.4 juta, sementara importnya mencapai S$13.7 juta. Tiga produk
utama penyumbang pertumbuhan tersebut masing-masing adalah machinery & equipment, S$5,498 Juta, mineral
Fuels, S$ 3,360 Juta, serta Chemicals, 1,681 juta. Sementara Impor Singapura-Indonesia pada 2005 mencapai
S$12,989 juta. Impor utama Singapura dari Indonesia pada tahun 2005 meliputi peralatan kantor dan alat-alat data
processing, produk petroleum refinery, dan mesin-mesin data processing. Sementara ekspor utama Singapura ke
Indonesia pada tahun yang sama meliputi produk petroleum, electrical machinery, dan peralatan perkantoran dan
data processing.
Neraca perdagangan antara Indonesia-Singapura selama 5 tahun terakhir (2001-2005) menunjukkan posisi surplus
bagi Indonesia pada 2001,2002, 2003, sedangkan pada tahun 2004 dan 2005 In
donesia pada 2001,2002, 2003, sedangkan pada tahun 2004 dan 2005 Indonesia mengalami defisit masing-masing

sebesar US$ 84,87 juta dan US$ 1,63 milyar (meningkat sebesar 1,826,78%). Defisit terjadi akibat impor migas
yang besar dari Singapura ke Indonesia pada dua tahun terakhir. Pada 2004 defisit perdagangan migas sebesar
US$ 2,95 milyar dan pada 2005 tercatat sebesar US$ 5,77 milyar. Dalam perdagangan non-migas (2001-2005)
Indonesia tetap surplus. Pada 2005 Indonesia mencatat surplus sebesar US$ 4,13 milyar sedangkan tahun 2004
tercatat surplus sebesar US$ 2,86 milyar. Pada tahun 2006 (Januari - Maret) perdagangan Indonesia defisit
sebesar US$ -67,9 juta. Defisit disebabkan perdagangan migas tahun 2005 defisit US$ -5,7 milyar, sedangkan
non-migas
masih
mencatat
surplus
sebesar
US$
4,1
milyar.
Ekspor Indonesia ke Singapura pada 2005 sebesar US$ 7,83 milyar, meningkat 30,64% dibandingkan dengan
ekspor pada 2004 sebesar US$ 6.0 milyar (ekspor non-migas pada 2005 sebesar US$. 7,07 milyar, meningkat
31,13% dibandingkan ekspor non-migas 2004 sebesar US$ 5,39 milyar). Pada tahun 2006 (Januari-Maret) nilai
ekspor tercatat sebesar sebesar US$ 1,9 milyar naik sebesar 9,9 % dibandingkan periode yang sama tahun 2005
tercatat sebesar US$ 1,7 milyar. Ekspor non-migas sebesar US$ 5,3 milyar dan ekspor migas sebesar US$ 607,2
juta.

Impor Indonesia dari Singapura pada 2005 sebesar US$ 9,47 milyar, naik 55,7% dibandingkan 2004 sebesar US$
6,08 milyar Impor non-migas tahun 2005 sebesar US$. 2,94 milyar, meningkat sebesar 16,2% dibandingkan 2004
sebesar US$ 2,53 milyar. Impor migas pada 2005 sebesar US$ 6,53 milyar, naik 83,77% dibandingkan impor 2004

sebesar US$ 3,55 milyar. Pada tahun 2006 (Januari-Maret) nilai impor tercatat sebesar sebesar US$ 2 milyar naik
sebesar 8,9% dibandingkan periode yang sama tahun 2005 tercatat sebesar US$ 1,8 milyar. Impor migas sebesar
US$
6,5
milyar
dan
impor
non-migas
US$
2,9
milyar.
Data Re-Ekspor Singapura- Indonesia: menurut “Statlink” Indonesia merupakan negara mitra dagang kelima
terbesar bagi Singapura. Re-ekspor Singapura-Indonesia tahun 2004 tercatat sebesar US$ 18,44 dan pada tahun
2005
tercatat
sebesar

US$
20,42
milyar.

3.

Investasi

Indonesia telah menandatangani Investment Guarantee Agreement / IGA dengan Singapura pada tanggal 16
Pebruari 2005. Pada 1 Februari 2006 Pemerintah Indonesia telah meratifikasi perjanjian tersebut.
Dalam periode 2000-2004 (lima tahun) investasi Singapura di Indonesia sebesar US$ 6,4 milyar pada 868 proyek.
Apabila dihitung secara persetujuan kumulatif (cummulative approvals) dari 1967 s/d Februari 2005 tercatat
sebesar US$ 24,58 milyar dan menempati posisi ketiga besar, di bawah Jepang dan Inggeris. Dalam tahun 2005
(Januari-Desember) investor Singapura telah menanamkam modalnya sebesar US$ 3,69 milyar sekitar sepertiga
dari
total
PMA
(FDI)
tahun
2005

dan
merupakan
investor
pada
peringkat
pertama
Menurut data BKPM Singapura menempati urutan teratas dengan nilai investasi mencapai US $ 806 juta (per 1
Januari – 30 Juni 2006) Meskipun lebih menyukai investasi bersifat “portofolio”, Singapura berhasil menggeser
posisi Jepang yang sebelumnya merupakan investor terbesar di Indonesia. Investasi Singapura di Indonesia lebih
banyak tersebar di wilayah Batam, Bintan dan Riau, namun Singapura juga memiliki kerjasama yang erat dengan
berbagai propinsi di Sumatera.

4TenagaKerjaIndonesia
Tenaga kerja Indonesia di Singapura sebagian besar masih tergolong pada unskilled labor yaitu Penata Laksana
Rumah Tangga, dengan perkiraan jumlah mencapai sekitar 50.000 orang. Meskipun Singapura masih
ketergantungan pada tenaga kerja asing (TKA) mengingat relatif kecilnya jumlah penduduk dan jumlah angkatan
kerja, namun tenaga skilled ataupun semi-skilled dari Indonesia masih belum dapat memanfaatkan peluangpeluang yang cukup besar di Singapura. Pemerintah Singapura masih lebih mengutamakan tenaga kerja kasar
(unskilled labor) dari Malaysia, Bangladesh, China, India, yang notabene merupakan bagian dari struktur penduduk
Singapura.
Upaya KBRI Singapura selama ini untuk mendatangkan tenaga kerja terampil bekerja di Singapura telah mencapai

tahap realisasi dengan tibanya 14 (empat belas) tenaga perawat Indonesia di Singapura pada November 2002
untuk bekerja di rumah sakit Gleneagles, Mount Elizabeth serta East Shore. Ke-14 perawat tersebut berhasil
melalui ujian tertulis, wawancara serta pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh Singapore Nursing Board
(SNB) dan Parkway Group Healthcare. Periode percobaan akan berlangsung selama 3 bulan dan dapat
diperpanjang untuk 3 bulan berikutnya. Sejauh ini, tanggapan pihak rumah sakit maupun SNB mengenai ke-14
tenagaperawattersebutsangat.
Sementara para pekerja magang Indonesia di bidang hotel dan restoran masih terus berjalan. Perkembangan
jumlahnya tidak terlalu fluktuatif dan pada tahun 2004 berjumlah sekitar 500 orang. Pendataan mengenai jumlah
pekerja magang Indonesia di Singapura belum dapat dilakukan secara akurat mengingat tidak semua agen
penyalurnya mau melaporkan kedatangan para trainee tersebut, meskipun KBRI sudah menghimbau mereka.
Tidak adanya ketentuan bagi mereka untuk melaporkan para trainee Indonesia menjadi salah satu kendala bagi
penyusunanstatistiktraineyangtepat.
Upaya-upaya lain yang telah dijajaki antara lain adalah kemungkinan pekerja di sektor jasa kesehatan (radiolog dan
healthcare assistant), operator alat-alat berat di bidang konstruksi, mekanik serta arsitek.

III.

Fungsi

Sosial


&

Budaya

1.PerbaikanCitra
Dalam upaya meningkatkan citra Indonesia di Singapura, KBRI Singapura pada 2006 secara berkala telah
melakukan pendekatan dan penggalangan terhadap media massa, termasuk redaktur, wartawan dan kalangan
pers pada umumnya. KBRI Singapura senantiasa melakukan pembinaan dan menjalin hubungan dengan media
setempat secara konsisten, baik melalui pertemuan formal maupun informal. Pembinaan tersebut dimaksudkan
untuk mengajak media Singapura untuk turut membangun image positif mengenai Indonesia serta hubungan
Indonesia – Singapura sehingga tercipta pemahaman masyarakat yang obyektif. Kepala Perwakilan RI juga
senantiasa memenuhi undangan untuk wawancara langsung, baik di TV, Radio dan media cetak mengenai
berbagai isu. KBRI Singapura beberapa kali juga telah memberikan counter information terhadap berbagai
pemberitaan
mengenai
Indonesia
yang
tidak
sesuai
dengan
kenyataannya.
Kebijakan KBRI Singapura dalam hal memperbaiki citra Indonesia juga melibatkan masyarakat / pelajar Indonesia
di Singapura untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Salah satunya adalah KBRI telah membantu dalam upaya
membentuk suatu wadah perhimpunan mahasiswa Indonesia di Singapura yang selama ini sempat vakum. Suatu
payung organisasi mahasiswa tersebut berhasil didirikan pada Maret 2006 dengan nama Perhimpunan Pelajar
Indonesia di Singapura (PPI Singapura). Keterlibatan mahasiswa dan pemuda ataupun kelompok masyarakat
lainnya dalam upaya mempromosikan Indonesia telah banyak dilakukan secara rutin pada berbagai kesempatan.
Dalam hal ini, KBRI Singapura telah menyiapkan segala fasilitas dan tempat latihan dan telah dimanfaatkan secara
berkala.

2.Seni&Budaya
Disamping itu juga dilakukan koordinasi sosial budaya dan kesenian untuk memperkenalkan seni budaya Indonesia
di Singapura dalam bentuk misi kesenian dan studi banding dari Indonesia. Kegiatan ini dilakukan melalui
kerjasama dengan lembaga pendidikan, lembaga pariwisata, organisasi masyarakat dan pihak-pihak terkait
lainnya, baik yang ada di Indonesia maupun di Singapura. Dengan memfasilitasi pembentukan Indonesia
Singapore Friendship Association (ISFA), KBRI Singapura telah membantu upaya peningkatkan kerjasama peopleto-people
contact
di
bidang
sosial
dan
kebudayaan
antara
kedua
negara.

3.Pendidikan
KBRI Singapura juga bertugas mengelola dan membina Sekolah Indonesia Singapura (SIS) yang jumlah muridnya
lebih kurang 140 orang siswa, dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai dengan tingkat Lanjutan Atas. Kepala
Sekolah dan sebagian para guru adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dep. Pendidikan Nasional namun sebagian
guru adalah non-PNS. Pembinaan yang dilakukan, tidak hanya terhadap Kepala Sekolah dan para guru tetapi juga
terhadap murid agar kegiatan belajar mengajar dapat terlaksana secara baik dan benar. Disamping itu, pembinaan
tersebut dimaksudkan juga agar SIS dapat bersaing dan menjalin kerjasama dengan sekolah-sekolah lokal
sehingga perlu peningkatan kualitas pendidikan serta pengajaran. KBRI Singapura juga telah mengesahkan
pembentukan Komite Sekolah yang bertugas sebagai forum para orang tua untuk memantau dan sekaligus
memberikan masukan bagi peningkatan kegiatan SIS. Pada tahun pertengahan 2006, beberapa guru PNS telah
selesai
masa
tugasnya
dan
pengganti
mereka
telah
tiba.
Dalam rangka pengembangan kerjasama di bidang pendidikan antara Indonesia dengan Singapura, telah
ditandatangani Memorandum of Understanding (MoU) pada 24 Juni 2005, yang meliputi kerjasama perguruan
tinggi kedua negara (linkages antara National University of Singapore – NUS, Nanyang Technological University –
NTU, dan Singapore Management University – SMU dengan beberapa universitas terkemuka di Indonesia),
program sekolah kembar (kegiatan bersama seperti perkemahan, proyek dan pertukaran kunjungan), dan pelatihan
bagi
para
pengajar.
Selain itu, di bidang pendidikan, KBRI Singapura juga senantiasa memfasilitasi beberapa kunjungan sekolah dan

perguruan tinggi Indonesia ke Singapura untuk melakukan studi banding dan kerjasama khususnya pelatihan dan
pertukaran
pelajar
dan
guru.

4.Pariwisata
Di bidang pariwisata dapat dikatakan bahwa wisatawan Singapura merupakan yang terbanyak, yakni 1.066.461
(21,32%) dari 5 juta wistawan asing yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 2005. Begitupun sebaliknya, pada
tahun yang sama, jumlah wisatawan Indonesia juga merupakan yang terbanyak, yakni 1.813.444 (20,27%) dari
total
8,9
juta
wisatawan
asing
yang
berkunjung
ke
Singapura.
Berbagai upaya yang terus dilakukan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan tersebut adalah kerjasama
resiprokal pembebasan visa masuk Indonesia – Singapura, kerjasama dengan maskapai Singapore Airlines untuk
mempromosikan Indonesia, pendirian kantor cabang Singapore Tourism Board di Jakarta, pembentukan Tim
Koordinasi Kerjasama Ekonomi Sub Regional yang memiliki salah satu fungsi utama untuk meningkatkan
kerjasama dibidang pariwisata antara negara anggota ASEAN, dan upaya KBRI Singapura bekerjasama dengan
berbagai pihak guna mengundang ketertarikan warga Singapura untuk berkunjung ke Singapura melalui travel
dialogue,
misi
kesenian
dan
road
show.

IV.

Konsuler

1.

Akses

Konsuler

Fungsi Konsuler menangani berbagai masalah terkait WNI dan BHI di luar negeri di Singapura yang memerlukan
bantuan kekonsuleran. Bantuan kekonsuleran tersebut dapat diberikan melalui akses konsuler. Dengan adanya
akses konsuler tersebut, KBRI Singapura selalu menerima pemberitahuan (notification) dari Pemerintah Singapura
baik melalui Kemlu dan duty officer Kemlu di luar jam dan hari kerja dan atau melalui instansi terkait lainnya setelah
dikoordinasikan dengan Kemlu setempat. Dengan demikian, WNI di Singapura dapat segera mendapatkan
perlindungan atau bantuan konsuler dari KBRI Singapura sebagai wakil dari Pemerintah Indonesia di Singapura
ketika
masalah
mereka
ditangani
oleh
aparat
terkait
di
Singapura.

2.

Pelayanan

Publik

Dalam aktifitas harian, Fungsi Konsuler memberikan pelayanan maksimal kepada WNI secara terus menerus
berupa bantuan hukum bagi WNI yang menghadapi masalah hukum di Singapura, maupun bantuan lainnya seperti
pelayanan dokumen kelahiran, kematian, pernikahan, klaim asuransi, dan pindah kewarganegaraan. Khusus untuk
hal-hal darurat, KBRI Singapura dapat diakses 24 jam dan 7 hari seminggu. Hal-hal darurat tersebut meliputi: halhal yang berkaitan dengan: keselamatan jiwa, kematian WNI, dan kepentingan negara. Selain dari tiga hal tersebut,
pelayanan publik dilaksanakan dalam aktifitas normal harian dengan memanfaatkan akses konsuler yang tersedia.

3.

Kasus

Berat

Dengan

Ancaman

Hukuman

Mati

Sejak tahun 2003, KBRI Singapura telah terlibat dalam penanganan berbagai kasus berat termasuk kasus pidana
pembunuhan dengan ancaman hukuman berat (capital punishment - pasal 302 Penal Code of Singapore) yang
dilakukan oleh 7 PLRT Indonesia (7 kasus). Dari 7 kasus tersebut, 6 kasus telah diselesaikan sementara 1 kasus
masih
dalam
proses
persidangan.
KBRI Singapura telah berhasil mendukung diloloskannya enam PLRT Indonesia di Singapura yang melakukan
pelanggaran Pasal 302 Code Penal Singapura yaitu pembunuhan dengan ancaman hukuman gantung / mati.
Keenam PLRT tersebut masing-masing adalah PLRT Sundarti Supriyanto (seumur hidup), PLRT Purwanti Parji
(seumur hidup), dan PLRT Sumiyati Kariyo Dikromo (7 tahun), PLRT Juminem (seumur hidup), PLRT Siti Aminah
(7
tahun)
dan
PLRT
Rohana
(10
tahun).

PLRT Indonesia juga tercatat sebagai korban tindak kekerasan majikan terhadap mereka dan untuk itu mereka
yang menjadi korban telah ditampung dalam shelter KBRI oleh kepolisian setempat dengan status sebagai saksi
korban.

4.

Klaim

Asuransi

Kematian

bagi

WNI

PLRT

dan

Pelaut

Indonesia

di

Singapura

Fungsi Konsuler juga membantu pengurusan klaim asuransi WNI yang meninggal di Singapura akibat kecelakaan
kerja, baik dengan PLRT Indonesia sebagai korban akibat jatuh dari gedung tinggi saat bekerja maupun pelaut
yang mengalami kecelakaan kerja saat berada di laut. KBRI juga menangani kasus-kasus kematian PLRT
Indonesia di Singapura yang disebabkan jatuh dari gedung tinggi. Selain itu terjadi pula beberapa kasus kematian
PLRT
akibat
tenggelam
atau
kecelakaan
lalu
lintas.

5.

Pengelolaan

Penampungan

PLRT

Indonesia

Selain itu, KBRI Singapura juga memberikan perlindungan bagi WNI di Singapura dengan menyiapkan
penampungan sementara / shelter bagi PLRT Indonesia di Singapura yang memiliki permasalahan dengan
pekerjaan maupun majikan dan atau hukum setempat, seperti: gaji tidak dibayarkan, penganiayaan fisik,
penganiayaan mental, pelecehan seksual, atau hubungan yang tidak harmonis dengan majikan yang disebabkan
berbagai hal seperti tidak dapat bekerja sesuai dengan harapan majikan, tidak mengerti bahasa/budaya, beban
kerja yang berat, tidak cukup makan dan istirahat dan hambatan pelaksanaan hak sipil lainnya.
Shelter yang tersedia hanya diperuntukan untuk PLRT Indonesia saja. Kapasitas shelter sekitar 60 orang dan dapat
diisi
penuh
sampai
80
orang.

6.

Konseling,

Pelatihan

dan

Siaran

Radio

Dalam penanganan penata laksana rumah tangga (PLRT) Indonesia yang diperkirakan berjumlah 60 - 70 ribu
orang, KBRI Singapura juga menyediakan saluran emergency berupa nomor hand phone 9295 3964, sebagai
bagian dari upaya untuk memberikan akses konsuler kepada WNI khususnya TKI/PLRT Indonesia yang
memerlukan bantuan alternatif solusi atas persoalan yang mereka hadapi. KBRI Singapura juga menyediakan
kesempatan konseling bagi PLRT yang memerlukan baik pada hari kerja maupun pada akhir pekan. Bagi PLRT
yang memerlukan konseling lanjut, KBRI Singapura akan merujukkan mereka kepada pakar terkait seperti psikolog
maupun
psikiater.
KBRI juga menyelenggarakan pelatihan dua mingguan bagi PLRT Indonesia di Singapura pada minggu pertama
dan ketiga, pembinaan rohani agama Islam pada minggu kedua dan keempat, serta siaran radio interaktif pada dua
stasiun radio di Batam, pada setiap hari Rabu di minggu kedua dan keempat dengan judul acara: “Anda Tidak
Sendiri”.

V.
1.

Pertahanan
Kerjasama

Pertahanan

Kerjasama pertahanan antara Indonesia dengan Singapura sudah berlangsung cukup lama dan berjalan dengan
baik. Hal ini terlihat dengan adanya Komite / Badan kerja sama antar kedua Angkatan Bersenjata meliputi bidangbidang operasi, bidang pendidikan dan latihan dan bidang logistik serta kelompok kerjasama yang dibentuk untuk
menangani suatu program / proyek yang sedang dilaksanakan oleh kedua Angkatan Bersenjata.

2.

Selat

Malaka

Selat Malaka yang terletak diantara samudera India dan samudera Pasifik merupakan salah satu jalur

komunikasi dan transportasi laut yang sangat vital, karena itu memegang peranan yang sangat penting dan hampir
72% dari kapal tanker di dunia dan lebih dari 500 kapal berlayar melewati selat ini setiap harinya. Karena posisinya
yang sangat strategis, maka hal ini dapat dijadikan peluang oleh beberapa kelompok untuk memasukkan barangbarang secara illegal ke penjuru dunia dan juga menimbulkan terjadinya perompakan laut yang sangat
membahayakan kehidupan manusia. Untuk itu, pengamanan Selat Malaka menjadi fokus perhatian Negara pantai
yang pada tanggal 20 Juli 2004 di Batam diresmikan “Malsindo Trilateral Coordinated Patrol” yang merupakan
kegiatan
patroli
terkoordinasi
tiga
negara
antara
Malaysia-Singapura-Indonesia.
Peresmiannya saat itu dihadiri oleh Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Panglima Tentera Di Raja Malaysia
General Tan Sri Zahidi dan Chief of Defence Force Singapore LG Ng Yat Chung didampingi oleh para Kepala Staf
Angkatan
Laut
ketiga
negara.
Pentingnya kerjasama baik secara regional maupun internasional untuk menjaga keamanan dunia dari ancaman
serta gangguan yang tidak hanya datang dari para teroris tetapi juga ancaman keamanan negara seperti
penyelundupan manusia secara illegal, penjualan obat-obatan terlarang, penjualan senjata api secara illegal,
money laundering serta perompakan laut. Kerjasama yang dilakukan berdasarkan keadilan, saling menghormati,
saling menguntungkan tanpa harus mengorbankan kepentingan nasional masing-masing negara.
Dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat lebih meningkatkan hubungan kerjasama antara ketiga negara
khususnya kerjasama antara TNI, ATM dan SAF serta dapat menciptakan kestabilan, kedamaian dan kemakmuran
diwilayah regional serta keamanan dunia. Tahap pertama yang dilaksanakan adalah dengan terus menerus
melakukan komunikasi selama 24 jam antara ketiga Angkatan Laut masing-masing negara terutama tentang lalu
lintas laut yang melalui Selat Malaka maupun Selat Singapura dan dilanjutkan dengan patroli udara tiga negara
(Eyes
in
the
Sky
/
EiS).

VI.

Imigrasi

KBRI Singapura menjalankan fungsi keimigrasian berupa pelayanan paspor bagi WNI penduduk Singapura dan
visa bagi WNA yang akan ke Indonesia, serta kerjasama dengan counterpart yaitu Singapore Immigration &
Checkpoints Authority (ICA). Letak geografis kedua negara yang sangat berdekatan dan hubungan di berbagai
bidang terutama perdagangan, industri dan pariwisata, menyebabkan lalu lintas orang antar kedua negara untuk
berbagai
keperluan
juga
sangat
tinggi.
Jumlah WNI penduduk Singapura diperkirakan lebih dari 100 ribu orang dengan prosentase terbesar adalah PLRT
(sekitar 60 – 70 %), selebihnya adalah Ibu rumah tangga, karyawan, pelajar dan mahasiswa, dan manajemen atau
eksekutif swasta. Pelayanan paspor dan dokumen perjalanan bagi WNI rata-rata 1.000 per bulan, dengan
perolehan
PNBP
secara
rata-rata
hampir
SGD
1
Juta
per
tahun.
Sedangkan pelayanan visa bagi WNA yang akan ke Indonesia per bulan rata-rata 5.000 visa, dengan perolehan
PNBP berkisar SGD 7 Juta per tahun. Telah diberikannya fasilitas Visa on Arrival bagi sejumlah negara, dengan
kecenderungan jumlah negara yang memperoleh fasilitas tersebut akan bertambah, berpotensi menurunnya jumlah
pelayanan
visa
dan
juga
perolehan
PNBP
nya.
Wilayah Barelang, Belakang Padang, Bintan dan Karimun telah ditetapkan oleh Menteri Kehakiman sejak 1998
sebagai wilayah khusus di bidang keimigrasian dengan pemberian kemudahan dalam penerbitan visa oleh KBRI
Singapura dan KJRI Johor dan pemberian izin masuk di wilayah tersebut serta penggunaan teknologi smart card
dalam pemeriksaan keimigrasian bagi frequent travelers antara wilayah tersebut dengan Singapura, dan saat ini
dikembangkan
dalam
kerangka
SEZ
(special
economic
zones).
Kerjasama keimigrasian antara Indonesia dan Singapura telah terjalin cukup lama dan secara intens terus
ditingkatkan. Pada April 2006 lalu telah dilaksanakan pertemuan antara Direktorat Jenderal Imigrasi dan Singapore
Immigration & Checkpoints Authority (ICA) yang membahas berbagai kegiatan kerjasama antar kedua lembaga
dalam berbagai aspek keimigrasian terutama menyangkut lalu lintas orang antar kedua negara. Pada Juli 2006
telah diadakan kunjungan kerja beberapa pejabat ICA ke Karimun, Batam dan Bintan.

VIII.

Perhubungan

Pada tanggal 23 September 2005, telah ditanda tangani MOU antara The Directorate General of Sea

Transportation (Dirjen Hubla) dan The Maritime and Port Authority of Singapore (MPA) tentang “Cooperation on
Human Resources Development of the Government Officer in the Maritime Field”. MOU ini dilaksanakan
berdasarkan MOU terdahulu yang ditanda tangani pada tanggal 22 Februari 2001. Kerangka kerjasama dalam
MOU
tersebut
mencakup:
a. Pemberian bantuan yang saling menguntungkan dalam upaya untuk mengidentifikasi kebutuhan kemaritiman
dan
pengembangan
serta
pelaksanaan
kursus-kursus
termasuk
program
tambahan.
b. Pengarahan dan Pertemuan Bilateral pegawai/pejabat setiap 6 (enam) untuk saling bertukar pandangan dan
pendapat.
c. Memberikan peluang dan kesempatan untuk pegawai/pejabat Dirjen Hubla untuk melaksanakan pendidikan atau
short
course
dalam
bidang
maritim
seperti:
*
*

Marine
ISM

TOT,

Casualties
Code,
ISPS
*
*

*
*
*

Port

Aid
Pilot
*
Terminal,

Port

and
Investigation
Accident.
Code
dan
High
Speed
Craft
FSI
Training
Hydrografic
Survey
to
navigation
Up
grading
Ship
Management
Economic,
Port
Planning
dll.

Dengan adanya MOU ini, menandakan adanya keinginan kedua Negara untuk meningkatkan dan mempererat
hubungan dan kerjasama yang telah dilakukan khususnya dalam hal meningkatkan standar operasional secara
teknis dan administrative di kedua Negara dan masing-masing lembaga Pemerintahan. Adapun pendidikan pejabat/
pegawai di lingkungan Dirjen Hubla di MPA Singapura sampai saat ini masih tetap berlangsung.

VIII.

Bea

&

Cukai

Dalam rangka program pengembangan Special Economi Zone (SEZ) di kawasan Batam, Bintan, dan Karimun,
DJBC dan Singapore Customs memprakarsai kerjasama kepabeanan dalam bentuk ”Joint Customs Study Team”
(JCST).
Tujuan JCST tersebut adalah untuk membandingkan dan menyerasikan sistim dan prosedur kepabeanan untuk
pelaksanaan SEZ. Pokok pembahasan dalam JCST ini antara lain: Trade Documentation, Cargo Clearance, Post
Clearance
Audit
dan
Risk
Management.
q©2005-2008 Embassy of the Republic of Indonesia, Singapore.

Adjust Font Size

More Tan A Beng's Blogs
Borobudur Temple of Indonesia - one of World Heritage Site

Tags
Bilateral

Indonesia

Singapura