INOVASI PENDIDIKAN ISLAM DI JAMBI DALAM

INOVASI PENDIDIKAN ISLAM DI JAMBI DALAM
SEJARAH
Maksum Malim
Program Pascasarjana IAIN STS Jambi
Abstract: Seberang Kota Jambi is a representation of the development of Islamic
religious education in Jambi as a whole. Thus, to know how Innovation of education in
Jambi Province, it cannot be separated from the history of incoming and development of
Islam in Seberang Kota Jambi. Understanding the development of Islamic education in
Jambi is well as an understanding of the development of Islam in society of Jambi.
Likewise, studying the history of Islamic education in Jambi cannot be separated from the
history of Islam to Jambi. Innovations Islamic education is as well as the Innovation of
understanding of the teachings of Islam itself. Overview of Islamic education in Jambi
today seems not able to generate religious students. The factors that influence and
determine the development of Islamic education in Jambi are a factor of culture and
customs, religious, and education itself. These factors are dependent or interconnection
each other that are contributing to the development of Islamic education in Jambi.
Key words: education, dichotomous, secular, history, teachings

A. PENDAHULUAN
Ajaran Islam telah berkembang seiring dengan tumbuh dan berkembangnya pendidikan
agama Islam. Pertumbuhan ajaran Islam bermula dari system keyakinan yang sederhana

berkenaan dengan pengesaan Tuhan kemudian berkembang menjadi ajaran yang kompleks
yang mengatur setiap aspek kehidupan manusia mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali.
Aspek-aspek kehidupan itu meliputi aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, dan sebagainya.
Tidak hanya itu, Islam juga telah menjadi peradaban global. Islam tidak hanya menjadi
agama orang Arab tetapi telah menjadi agama setiap suku bangsa di dunia. Semuanya
berkembang melalui pendidikan Islam.
Islam juga telah menjadi agama orang Melayu, termasuk di dalamnya Melayu Jambi
sehingga sulit untuk dipisahkan antata Islam dan Melayu. Melayu adalah Islam sesuai dengan
ungkapan dasar adat Melayu “Adat bersandi sara’, sara’ bersendi kitabullah”. Islam telah
menjadi way of life masyarakat Melayu yang diturunkan terus menerus dari generasi ke
generasi. Dapat dipastikan penurunan tradisi ini dilakukan melalui pendidikkan. Jadi
perkembangan agama Islam di Jambi juga tidak bisa lepas dari pertumbuhan pendidikan
Islam.
Memahami perkembangan pendidikan Islam di Jambi sekaligus merupakan
pemahaman terhadap perkembangan ajaran Islam di tengah masyarakat Jambi. Demikian
1

juga mempelajari sejarah pendidikan Islam di Jambi tidak lepas dari sejarah masuknya Islam
ke Jambi. Innovasi yang dilakukan pendidikan Islam sekaligus juga merupakan Innovasi dari
pemahaman terhadap ajaran Islam. Pada sisi lain, kontak masyarakat Jambi dengan Barat dan

dunia lainnya turut mempengaruhi warna dan arah innovasi pendidikan Islam di Jambi.
Sikap yang diambil masyarakat Jambi juga menentukan Sejarah Islam Melayu Jambi ke
depan. Untuk menentukan sikap ke depan ini perlu belajar dari sejarah lalu. Untuk itu tulisan
ini mencoba melihat innovasi yang dilakukan oleh pendidikan Islam Jambi sebagai suatu
upaya rekayasa sejarah pendidikan Islam Melayu Jambi ke depan yang sesuai dengan
perkembangan zaman.
Pentingnya kajian ini sehubungan dengan kondisi kekinian yang dihadapi yaitu
gelombang modernisasi dan globalisasi yang begitu besar dan cepat sehingga mendorong
reformasi pendidikan Islam di Jambi. Gambaran pendidikan Islam di Jambi dewasa ini
terkesan belum mampu mewujudkan anak didik yang religius. Di tengan masyarakat Jambi
kerap ditemukan persoalan keagamaan dan moralitas seperti kekerasan rumah tangga,
perselingkuhan, narkoba dst. Tapi disisi lain kegiatan yasinan dan tahlil sebagai tradisi agama
tetap berjalan sebagainana biasa. Demikian juga, di tengah masyarakat terlihat paham yang
dikotomis tentang Islam. Hal tersebut terlihat dari kegiatan ibadah, kemampuan membaca AlQur’an Agama diletakkan sebagai sesuatu yang berseberangan dengan pengetahuan umum,
sehingga kita sering mendengar bahwa persoalan politik atau ekonomi bukan agama.
Pemikiran dikotomis ini rata-rata dimiliki oleh anak didik di sekolah umum, mau pun
pesantren sehingga cara berpikir mereka cenderung sekuler. Agama yang dipahami mereka
adalah ajaran dogmatis sehingga agama tidak berkembang sejalan dengan perkembangan
pemikiran mereka. Hal ini tentu menjadi krisis dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam
sesungguhnya yang kaffah yang tidak memisahkan antara pendidikan agama dengan

pendidikan umum. Hal tersebut mengindikasikan pendidikan agama Islam di sekolah umum
maupun pesantyren belum optimal terutama dalam menghantarkan pemahaman agama yang
benar dan kesadaran terhadap keberagamaan (melaksanakan aktifitas keagamaan). Dalam
memahami hal tersebut tulisan ini mencoba menggali akar-akar dari perobahan tersebut
sebagai gambaran innovasi pendidikan Islam dalam sejara.

B. MASUK DAN BERKEMBANGNYA PENDIDIKAN ISLAM DI SEBERANG
KOTA JAMBI
Banyaknya lembaga pendidikan Islam di Seberang Kota Jambi dan sekaligus ditemukannya
pesantren-pesantren tertua menjadikan Seberang Kota jambi representasi perkembangan
2

pendidikan agama Islam di Jambi. Untuk mengetahui bagaimana Innovasi pendidikan di
seberang kota jambi tidak bisa dilepaskan bagamana sejarah masuk dan berkembangnya
Islam di Seberang Kota Jambi.
Diungkapkan oleh R. Abdullah (sejarawan Jambi), hasil perkawinan antara Orang
Kayo Hitam dan Putri Mayang Mangurai merupakan leluhur orang Jambi.1 Orang kayo
Hitam adalah penyebar agama Islam di Jambi pada abad ke 15. Ia putra Datuk Paduka
Berhala dari perkawinannya dengan Putri Selaras Pinang Masak. Orang Kayo Hitam adalah
pendiri kerajaan Melayu Islam di Jambi. Raja-raja dari Kesultanan Jambi adalah

keturunan “Orang Kayo Hitam”. Ia memiliki tiga orang saudara, seorang putri benama
Orang Kayo Gernuk dan dua orang laki-laki orang Kayo Pingai dan Orang Kayo Padataran.2
Pada masanya pusat kerajaan Islam dipindahkan dari Pulau Berhala, (sekarang di
Provinsi Kepulauan Riau yang sebelumnya berada di Kabupaten Tanjung Jabung Timu,
Provinsi Jambi), ke daerah yang bernama “Tanah Pilih”. Berpindahnya pusat kerajaan dari
daerah pantai ini, telah mengubah kehidupan maritim menjadi pola agraris. Daerah Pantai
yang diajadikan sebagai tempat pertemuan para pedagang

tersebut menyebabkan

kemungkinan masuknya unsur-unsur kebudayaan lain di Jambi cukup tinggi, seperti unsur
agama Islam yang dibawa oleh para pedagang Arab dan Gujarat.
Sejarah Islam di daerah Seberang Kota Jambi erat kaitannya dengan sejarah
masuknya Islam di daerah Jambi. Di kalangan masyarakat, berkembang suatu pendapat
bahwa agama Islam telah ada di daerah ini pada tahun 1460 Masehi, atau sekitar abad ke 15
Masehi. Pembawanya adalah seorang saudagar Arab yang bernama Ahmad Salim, yang
kemudian terkenal dengan sebutan “Datuk Paduka Berhala”. Ia kawin dengan seorang raja
Jambi yang bemama “Putri Selaras Pinang Masak”. Melalui perkawinan ini pengaruh Islam
telah masuk ke dalam Keraton (kekuasaan atau politik), dan baru pada tahun 1615
Masehi pengaruh Islam betul-betul nampak. Islam telah menggeser sistem


kerajaan

dengan “sistem kesultanan Jambi”, yaitu dengan dinobatkannya Pangeran Kedah yang
bergelar Sultan Abdul Kahar. Sejak inilah mulainya masa kesultanan di Jambi, yang
berarti Islam telah benar-benar berwujud dalam bentuk “kekuasaan”, Semua ini agaknya
merupakan buah dari kenyataan di atas, masyarakat Jambi pada umumnya berpendapat
bahwa Islam masuk dan di bawa oleh Ahmad Salim tahun 1460 Masehi.
Agaknya pendapat ini menjadi pegangan bagi masyarakat Jambi yang belum
1

R Abdullah, Kenang-kenangan Jambi Nan Bertuah. Jambi. 1970. hlm.7
R Zainuddin, Sejarah Pendidikan di Daerah Jambi, Jambi, Pusat Peneliten Sejarah dan Budaya,
Jambi, 1980, hlm. 10
2

3

terbantahkan. pendapat- pendapat tersebut belum ada yang membantahnya. Hingga kini data
sejarah dan penemuan arkeologi yang belum ada sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa kajian

terhadap sejarah di daerah ini hanya kembali kepada rujukan yang telah ada saja. Dan
memang untuk menentukan proses Islamisasi di Indonesia pada umumnya dan Jambi pada
khususnya bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, juga memakan waktu panjang, apalagi
bukti-bukti arkeologis dan sumber-sumber asing kadang-kadang menunjukkan perbedaanperbedaan yang mencolok antara bukti adanya orang Islam dan proses pengembangan
agama.
Bukti-bukti sejarah yang menunjang pendapat di atas adalah:
1. Makam ”Datuk Paduka Berhala” di pulau Berhala, suatu pulau kecil di gugusan daerah
Tanjung Jabung Propinsi Jambi (sekarang Provinsi Kepulauan Riau).
2. Putri Selaras Pinang Masak dimakamkan di Desa “Pamunduran” sebelah Timur laut
Jambi.3 Pada kedua makam tersebut pada waktu ditemukan tidak menjelaskan tahun.

Demikian gambaran masuknya Islam di daerah Jambi. Akan tetapi, gambaran ini
masih memerlukan penelitian lebih mendalam dan teliti sehingga pada masa tertentu nanti
dapat ditemukan data-data yang dapat menjelaskan kekaburan-kekaburan sejarah masuknya
Islam di daerah ini.
Sebagian dari daerah Seberang Kota Jambi, mulai dari Kelurahan Olak Kemang
sampai dengan Kelurahan Arab Melayu, terkenal dengan sebutan “Pacinan”. Artinya
4

tempat tinggal bagi para pedagang Cina.


Sebutan ini diperkirakan telah ada sejak abad

ke 18 M. Berdasarkan peninggalan benda sejarah yang ada di Museum Negeri Jambi, seperti
bejana yang terbuat dari porselin Cina dari Dinasti Ming dan hiasan yang terdapat di atas
rumah (bubungan) yang berarsitektur Cina, maka dapat disimpulkan betapa besar pengaruh
Cina dalam kehidupan kebudayaan masyarakat.
Selain unsur Cina sebagai garis keturunan Orang Seberang, juga ada unsur Arab.
Unsur Arab yang datang setelah Ahmad Salim (awal abad ke 19 M.) adalah Sayyid
Idrus Al Jufri, yang kemudian dikenal dengan sebutan atau bergelar Pangeran Wirokusumo.
Dalam kedudukannya sebagai pangeran ia membantu sulthan dalam mengendalikan
pemerintahan, lebih tinggi dari Datuk Sintai yang hanya berkedudukan sebagai Ngebi,
(sekarang Lurah). Ngebi yang terakhir adalah Ngebi Somad.
3

R.Zainuddin, Sejarah Pendidikan di Daerah Jambi, Jambi, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya,
Jambi, 1980, hlm. 9
4
Departemen Pendidikan Nasional, Sejarah Pendidikan Daerah Jambi. hlm, 15


4

Keturunan tersebut sekarang tersebar di kelurahan-kelurahan sebagai berikut:
1. Garis keturunan Arab, banyak didapati di Kelurahan Arab Melayu dan
Kelurahan Olak Kemang bagian hulu.
2. Garis keturunan Cina, banyak didapati di Kelurahan Olak Kemang bagian Hilir,
Kelurahan Ulu Gedong, Kelurahan Tengah, dan sebagian Kelurahan Jelmu.5

Agaknya, masuknya Islam di daerah Seberang Kota ini bersamaan dengan pindahnya
6

kerajaan Melayu dari daerah Tanjung Jabung ke pedalaman Jambi, yaitu “Tanah Pilih”

pada masa pemerintahan “Rangkayo hitam”. Tanah pilih sebagai pusat kerajaan hanya
dipisahkan oleh sungai Batanghari dari daerah seberang Kota sehingga proses Islamisasi
daerah seberang kota bersamaan pula waktunya dengan pemindahan kerajaan Melayu
tersebut. Hanya saja tidak dapat diketahui secara pasti siapa yang pertama kali menyebarkan
Islam di seberang Kota ini. Yang jelas pada masa itu orang Seberang telah mulai mengenal
agama Islam karena di seberang Kota ada Bandar yang ramai dikunjungi oleh para pedagang
asing termasuk yang beragama Islam. Hanya saja kalau ditanya tentang siapa, kapan, dan

bagaimana cara pertama kali penyebaran Islam di seberang Kota Jambi belum diketahui
secara pasti.
Sejauh penelitian penulis, di dalam masyarakat Seberang Kota berkembang
suatu “cerita” bahwa Sayyid Husin Baragbah adalah seorang Ulama yang telah berjasa besar
dalam memeperdalam pengertian dan penghayatan masyarakat terhadap Islam. Dan dari
cerita-cerita

yang masih hidup di kalangan keluarga keturunan “Baragbah” maupun dari

orang-orang lain di daerah Seberang, tidak terdengar bahwa “Baragbah” adalah pembawa
Islam yang pertama di daerah Seberang Kota Jambi. Tetapi kehadirannya membawa
pengaruh besar bagi perkembangan agama Islam di daerahini. Bisa jadi di daerah ini telah
ada satu dua orang Islam yang memakai nama Arab sebelum dia, tetapi yang menonjol adalah
Sayyid Husain Baragbah.7
Uraian di atas diketahi masuknya Islam di daerah Seberang Kota Jambi
5

Wawancara, 18 Oktober 2007
Lihat, M. Nazir, Mengenal candi-candi Muara Jambi, Jambi, (t,th), hlm. 5-8
7

Menurut keterangan dari beberapa orang tokoh masyarakat, dan dari keturunan mereka (Sayyid
Husain Baragbah) bahwa nama besar dan pengaruh yang begitu meluas di kalangan “orang Jambi”
disebabkan oleh beberapa faktor: 1. Alim dan keluasan ilmu agamanya, sehingga ia menjadi panutan
masyarakat dalam hal agama. 2. la berhasil mendekati dan membina hubungan baik dengan pihak Keraton
(Sulthan Sri Anggo Logo). Hal ini dapat ditarik kesimpulan dari kasus perkawinannya dengan Rosi binti Sintai
yang kemudian dikenal dengan sebutan Nyi Resi, atas anjuran dan campur tangan Sultan Sri Anggo Logo. 3.
Sultan memberinya tanah yang luas, dan pengakuan sebagai keluarga. KH. Ismail Yusuf, wawancara, 18
oktober 2007.
6

5

bersamaan dengan pindahnya kerajaan Melayu dari daerah Tanjung Jabung ke
pedalaman Jambi, yaitu “Tanah Pilih” pada masa pemerintahan “Rangkayo hitam”.
Sedangkan sebagai pusat kerajaan berada di Tanah pilih yang terletak di Kota Jambi.
Sedangkan orang yang pertama kali menyebarkan Islam di seberang Kota Jambi adalah
Sayyid Husin bin Ahmad Baragbah, dan kehadirannya membawa pengaruh besar bagi
perkembangan agama Islam di daerah ini. Meskipun sudah ada satu dua orang Islam yang
memakai nama Arab sebelum dia, tetapi yang menonjol adalah Sayyid Husain bin Ahmad
Baragbah.


C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN ISLAM MASUKI
DI PROVINSI JAMBI
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan perkembangan pendidikan Islam
di Jambi adalah faktor kebudayaan dan adat istiadat, faktor agama, dan pendidikan baik
sendiri-sendiri maupun saling berhubungan turut mempengaruhi usaha perkembangan
pendidikan Islam di Jambi.

Faktor Kebudayaan dan Adat Istiadat
Kebudayaan mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat
dan kemampuan- kemampuan yang lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia
sebagai anggota masyarakat.
Agama Islam yang sudah ratusan tahun dianut di daerah Jambi, bagaimanapun juga
sudah dapat dipastikan sangat berpengaruh terhadap masyarakat dan kebudayaannya. Bahkan
pengaruh itu sedemikian dalamnya, sebagaimana tampak dalam adat istiadat dan kebiasaankebiasaan yang merupakan aspek kebudayaan.
Masyarakat Jambi adalah masyarakat yang heterogen, yang terdiri dari berbagai
macam suku pendatang. Kehidupan masyarakat Jambi umumnya dari segi sosial budaya
berpedoman pada Adat Bersendikan Syarak dan Syarak bersendikan Kitabullah. Jadi agama
Islam merupakan dasar dari adat istiadat sebagai suatu aspek kebudayaan dalam kehidupan
masyarakat di daerah Jambi dengan demikian pula kedudukan pemuka masyarakat dan para
alim ulama memegang peranan penting dalam menunjang usaha-usaha pendidikan Islam.
Hal-hal yang demikianlah yang merupakan modal rohaniah yang turut menentukan
perkembangan Islam di daerah Jambi pada masa perempatan pertama abad kedua
puluh.Masuknya Islam di Jambi diterima dan berkembang secara baik di segenap lapisan
6

masyarakat Jambi, atau dengan kata lain tidak dijumpai perlawanan yang sifatnya
menentang perkembangan Islam di Jambi.8
Sikap masyarakat Jambi terhadap

perkembangan Islam seperti tersebut di atas

merupakan kesempatan yang baik bagi para muballigh yang terdiri dari pergerakan sosial di
Jambi para pemuka-pemuka agama sebelum abad kedua puluh untuk menanamkan
keyakinan/aqidah Islamiyah dan kesadaran beragama secara fanatis di kalangan masyarakat
Jambi.9

Faktor Kepercayaan
Sebelum agama Islam masuk daerah Jambi, masyarakat Jambi menganut kepercayaan
animisme dan dinamisme. Dengan masuknya agama Budha Hinayana pada abad I M yang
disusul Budha Mahayana, dan berkembang pesat pada akhir abad VII M, karena menjadi
agama Raja Jambi sehingga banyak masyarakat yang mengikutinya. Pada abad ke III M,
masuk pula agama Hindu dan mengalami perkembangan sejak Jambi dikuasai Sriwijaya pada
abad VII dan VIII M.10
Pada abad XI M Kerajaan Melayu Jambi bangkit kembali dan raja-raja Melayu masih
menganut agama Budha atau Hindu sampai datangnya Ahmad Salim memegang kekuasaan
Kerajaan Melayu pada abad XIV atau XV M. Sejak masa itu sampai Jambi dikuasai oleh
Belanda, raja-raja Jambi merupakan penganut agama Islam yang tangguh sehingga Kerajaan
Jambi berubah menjadi Kerajaan Islam dengan sebutan Kesultanan Jambi. Sejak saat itu
agama Islam mengalami perkembangan yang pesat sampai sekarang.

Faktor Keadaan Pendidikan
Kesadaran agama secara fanatis di kalangan masyarakat Jambi tersebut dalam
kenyataannya telah menimbulkan garis batas antara masyarakat Jambi yang muslim
dengan orang-orang Belanda yang kafir. Pendidikan modern yang diperkenalkan
Belanda pada masa ini tidak begitu saja diterima oleh masyarakat Jambi, karena di mata
masyarakat Jambi pendidikan modern itu adalah pendidikan kafir yang akan menjadikan
anak-anak mereka kaki tangan kafir.11
8

Tim Peneliti IAIN Sulthan Thaha Saifuddm Jambi, Laporan Hasil Penelitian Sejarah
Perkembangan Pendidikan Islam di Jambi, Jambi, 1979, hlm. 10.
9
Lihat, Tujuan Pendidikan dan Pemuka-Pemuka Agama, Tim Penelitian IAIN STS Jambi, Laporan Hasil
Penelitian Sejarah Perkernbangan Pendidikan Islam di Jambi, Jambi 1979, hlm, 14 dan15.
10
Sejarah Adat Jambi, Lembaga Adat Jambi. 2007
11
Syamsir, Salam. Laporan Perukunan Tsmaratul Insan Sebagai Lembaga Kearah Pendidikan Formal

7

Pada masa tersebut empat madrasah besar dan tertua di Seberang Kota Jambi tidak
menerima pelajaran umum dan tidak memperbolehkan wanita untuk bersekolah. Mereka
berpendapat pendidikan umum adalah produk Barat dan dinilai "kafir", oleh karenanya tidak
perlu dipelajari. Disamping itu wanita dilarang untuk mengikuti pendidikan formal di
sekolah. Wanita tidak wajib untuk menuntut ilmu dan hanya mengurus rumah tangga, bahkan
ada fatwa ulama Seberang Kota Kota Jambi yang mengatakan bahwa wanita "haram" untuk
keluar rumah kecuali dengan mahramnya walaupun untuk belajar di madrasah.
Kekhawatiran masuknya pemikiran modern barat yang diwakili oleh penjajah
Belanda kepada masyarakat Jambi adalah Negara Belanda sebagai negara penjajah. Secara
umum negara penjajah Barat, ketika menjajah negara lain dengan memakai prinsip
imperialis dan kapitalis. Sehingga Belanda tidak hanya menginvasi negara kecil tetapi juga
menjajah sistem pendidikan, hukum adat dan budaya.

12

Sekolah-sekolah yang ada pada

masa kini memakai sistem pendidikan Belanda seperti, Holand Inlandsche School
(HIS), Standars School, dan lain-lain.13
Bersamaan dengan masuk dan berkembangnya Sarikat Islam di daerah Jambi, maka
beberapa ulama Jambi pulang dari Mekkah setelah menuntut ilmu di Madrasah Darul Ulum
dan madrasah Shaulatiyah, diantara mereka yang terkenal adalah:
a. H. Ibrahim bin H.A. Majid, Kampung Tengah.
b. H. Ahmad bin H. Abdul Syukur, Tahtul Yaman
c. H. Usman bin H. Ali, Tanjung Johor
d. H. Kemas M. Saleh bin H. Kemas M. Yasin, Tanjung Pasir

Keempat orang ulama ini adalah murid Syekh.Abdul Majid yang menjadi guru pada
madrasah Darul Ulum Mekkah, dimana ia sebelumnya adalah guru dan penasehat Sultan
Thaha Saifuddin yang tidak diperkenankan lagi oleh Belanda untuk kembali ke Jambi. Ia
pernah menetap di Batu Pahat Malaysia dalam rangka membangkitkan semangat jihad umat
Islam untuk berperang melawan Belanda.14
Di tengah-tengah situasi politik seperti diatas itulah lahir lembaga-lembaga
Islam di Kodya Jambi. Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Departemen Agarna, 1980,
hlm. 11
12
R.Zainuddin, Sejarah Pendidikan Daerah Jambi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1980.
13
Usman Meng, Napak Tilas Liku-Liku Provinsi Jambi, (Jambi: Pemerintah Provinsi Jambi, 2006), hlm. .
27
14
Tim Peneliti IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Laporan Hasil Penelitian Sejarah Perkembangan
Pendidikan Islam di Jambi, 1979, hlm.11

8

pendidikan formal Islam yakni madrasah-madrasah tersebut ialah:
a. Madrasah Nurul Iman yang dipimpin oleh H. Ibrahim bin H.Abdul Majid
dari Kampung Tengah.
b. Madrasah Nurul Islam yang dipimpin oleh H. Kemas Mohd. Saleh bin H.
Kemas Mohd. Yasin dari Kampung Tanjung Pasir.
c. Madrasah Saadatud darain yang dipimpin oleh H. Ahmad bin H. Abd. Syakur
dari Kampung Tahtul Yaman.
d. Madrasah al-Jauharain yang dipimpin oleh H. Usman bin H. Ali dari
Kampung Tanjung Johor.

Situasi dan kondisi yang ada pada perempatan pertama abad kedua puluh bukananya
melahirkan perukunan tsamaratul insan dan madrasah-madrasah diseberang kota Jambi,
tetapi juga turut mengembangkan madrasah-madrasah itu sebagai madrasah pelopor dari
madrasah induk di daerah ini, dan dari madrasah –madrasah inilah pada umumnya asal mula
pendidikan formal Islam di daerah Jambi.
Walaupun Belanda telah memperkenalkan pendidikan modern pada masa ini di
daerah Jambi. Dan melakukan rayuan dan paksaan terhadap murid–murid agar tidak
meninggalkan sekolah, hendaklah pula diingat bahwa Belanda juga memberi batasanbatasan kesempatan untuk menuntut ilmu kepada pemuda-pemuda dan batasan-batasan untuk
mendirikan

sekolah-sekolah partikuler. Batasan-batasan ini merupakan faktor pendorong

pula bagi dukungan masyarakat terhadap perkembangan pendidikan Islam khususnya
lembaga-lembaga madrasah.

D. SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI DAERAH JAMBI
Sejarah membuktikan bahwa Islam pernah mengalami kemajuan dan kejayaannya yang
dicapai sejak awal abad VII (650 M) sampai abad XIII (1250 M). Namun sejak awal abad
ke 14 Masehi, Islam mengalami kemunduran, dan mencapai puncaknya pada akhir abad ke
17 Masehi. Pada akhir abad ke 19 sampai dengan awal abad ke XX Masehi merupakan
kegiatan kebangkitan kembali dunia Islam, karena waktu itu muncul pemikiran dan
gerakan modern yang dipelopori oleh tokoh-tokoh pemikir Islam baik di tingkat lokal,
nasional maupun internasional. Diantara tokoh-tokoh pembaharu yang terkenal di dunia
Islam yaitu; Jamaluddin al-Afghani (1839 –1897 M), Muhammad Abduh (1849 – 1905 M),
Muhammad Rasyid Ridha (1865 – 1935M), dan lain-lain. Pengaruh pemikiran mereka meluas
ke seluruh dunia termasuk di Indonesia. Gerakan modern dan usaha-usaha memperbaiki nasib
9

ummat Islam

dalam

berbagai

aspek

kehidupan

terutama

di

bidang sosial

dan

pendidikan tumbuh pula di Indonesia.15
Kejadian di Indonesia antara tahun 1900 – 1942 disebut oleh Deliar Noer dengan
“gerakan modern Islam di Indonesia“. Organisasi Sarekat Dagang Islam, Muhammadiyah,
Al-Irsyad, Jami’ah al-Khair, dan lain sebagainya pada awal abad ke 20 Masehi

itu

merupakan pelopor-pelopor pembaharuan tersebut, telah bermunculan hampir di seluruh
Indonesia.16
Pada tahun 1905 gagasan pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia telah
diawali oleh orang-orang Indonesia keturunan Arab melalaui organisasi al-Jami’ah al-Khair
di Jakarta, yang bergerak dalam bidang pendidikan. Organisasi ini mendirikan sekolah dan
madrasah sebagai langkah pertamanya dalam usaha mengadakan pembaharuan pendidikan
Islam. Tujuannya adalah agar dapat menyelenggarakan pendidikan umum dan agama yang
lebih baik dengan menggunakan metode modern, sebagai respon terhadap sekolah-sekolah
pemerintah yang dinilai diskriminatif dan netral agama.17 Dengan adanya usaha tersebut,
agaknya mereka mengaharapkan agar masyarakat pribumi dapat memperoleh kesempatan
belajar di lembaga pendidikan Islam yang sama dengan sekolah-sekolah pemerintah (negeri),
tanpa harus meninggalkan pendidikan agama yang mereka anut.
Langkah Jami’ah al-Khair ini diikuti pula oleh Muhammadiyah (1912 M), al-Irsyad
(1913 M), Persyarikatan Ulama (1916 M) dan Persis (1920 M), dengan tujuan yang tak jauh
berbeda. Dengan demikian al-Jami’ah al-Khair

yang sering disebut Jami’at Khair,

merupakan organisasi pertama yang didirikan oleh orang bukan Belanda, yang keseluruhan
kegiatan pendidikannya diselenggarakan berdasarkan sistem Barat. Organisasi ini sejak
berdirinya

telah

mempunyai

anggaran

dasar,

anggaran

rumah tangga, serta telah

mempunyai pengurus serta ketua, sekretaris dan bendahara sesuai dengan sistem Barat.18
Selanjutnya, lembaga pendidikan Islam yang menggunakan sistem Barat yang bermula di
Jakarta itu, secara berturut-turut diikuti oleh lahirnya beberapa lembaga pendidikan Islam
lainnya di pulau Jawa seperti yang telah disebutkan di atas. Di Sumatera, gagasan serupa
dimulai dengan dibukanya suatu sistem pendidikan klasikal oleh Zainuddin Labay El
Yunusy dengan nama Diniyah School pada tahun 1915 di Padang Panjang, sedang di
Harun Nasution, Pembaharuan, … hal. 51-69. Lihat Juga, Harun Nasution, Muhammad Abduhdan Teologi
Rasional Mu’tazilah, (Jakarta: UI Press, 1987). hlm. 1
16
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam ; Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1987). hlm. 13-14.
17
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, hal.68. Lihat Juga Zahara Idris, DasardasarKependidikan, (Bandung: Jemmars: 1982), hlm. 11.
18
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah dan Sekolah, (Jakarta: LP3ES, 1986). hlm.26.
15

10

kota Padang berdiri pula Arabiyah School pada tahun 1918.
Semangat pendidikan yang terjadi di Nusantara waktu itu juga terjadi di Jambi.
Organisasi sosial Tsamaratul Insan yang didirikan oleh para ulama alumni Mekkah dan
berpusat di Seberang Kota Jambi mendirikan empat madrasah pertama, yaitu madrasah
Nurul Iman (1915) madrasah Sa‟adatuddarain (1920), madrasah Jauharain (1922), dan
madrasah Nurul Islam (1922).

Dengan berdirinya empat madrasah tersebut maka

seberang Kota Jambi menjadi pusat pendidikan Islam pertama di seluruh Propinsi Jambi.19
Provinsi

Jambi terkenal sebagai masyarakat Melayu yang dalam hal ini dapat

diidentikkan dengan Islam karena dasar budayanya Islam sebagaimana terungkap dalam
falsafahnya “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”, namun dalam realitasnya
pendidikan umum formal yang dilaksanakan belum mampu meujudkan anak didik yang
religius. Dalam pendidikan terhadap murid-murid di sekolah rendah di kota Jambi kerap
ditemukan persoalan keagamaan dan moralitas. Hal tersebut terlihat dari menjalankan ibadah,
kemampuan membaca Alquran, batasan baik dan buruk dalam perbuatan. Hal tersebut
diperparah dengan pemikiran dikotomis dari anak didik yang membedakan antara
pengetahuan umum dan agama yang dalam pendidikan lanjutan mempengaruhi sikap
keagamaan dan moralitasnya. Agama diletakkan sebagai sesuatu yang berseberangan dengan
pengetahuan umum, sehingga kita sering mendengar ini persoalan politik atau ekonomi
bukan bagian dari persoalan agama. padahal sesungguhnya agama mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia.
Pemikiran dikotomis ini rata-rata dimiliki oleh anak didik di sekolah umum, sehingga
cara berfikir mereka cenderung sekuler. Agama yang dipahami mereka adalah ajaran
dogmatis sehingga agama tidak berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran
mereka. Hal ini tentu menjadi krisis dalam meujudkan tujuan pendididkan nasional yang
tidak memisahkan antara pendidikan agama dengan pendidikan umum. Hal tersebut
mengindikasikan pendidikan agama di sekolah umum belum optimal terutama dalam
menghantarkan pemahaman agama yang benar dan kesadaran terhadap keberagamaan

19

Team Peneliti IAIN STS Jambi, Sejarah Pendidikan Islam di Jambi, Jambi, Pusat Penelitian IAIN STS
Jambi, 1979. hlm. 5. Bandingkan dengan, Wawancara, KH. Ismail Yusuf, 5 oktober 2006. KH Ismail Yusuf
adalah salah seorang tokoh masyarakat dan ulama seberang Kota Jambi yang sekarang berumur 80 tahun dan
pernah sebagai anggota DPRD Propinsi Jambi dan ia adalah teman seperjuangan KH. Abdul Qadir semasa
hidup. KH. M. Najmi bin KH. Abdul Qadir Wawancara 2 September 2006 KH. M.Najmi bin KH. Abdul Qadir
adalah anak tertua dari KH. Abdul Qadir. Sekarang bertugas sebagai pimpinan madrasah As’ad dan masih
aktif sebagai anggota DPRD propinsi Jambi. Lihat Juga Usman Abubakar, Pendidikan Islam di Jambi Corak
Madrasah dari Kebudayaan Masyarakat Seberang Kota Jambi, (Jakarta: Disertasi IAIN Syarif Hidayatullah ,
1992). hlm.119

11

(melaksanakan aktifitas keagamaan).

BIBLIOGRAFI
Deliar Noer. Gerakan Modern Islam di Indonesia. Lihat Juga Zahara Idris, DasardasarKependidikan. Bandung: Jemmars: 1982
Harun Nasution. Muhammad Abduhdan Teologi Rasional Mu’tazilah. Jakarta: UI Press, 1987
Harun Nasution. Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran Dan Gerakan. Jakarta:
Bulan Bintang, 1987
Karel A. Steenbrink. Pesantren Madrasah dan Sekolah. Jakarta: LP3ES, 1986
M. Nazir. Mengenal candi-candi Muara Jambi. Jambi, t,t
R. Abdullah. Kenang-kenangan Jambi Nan Bertuah. Jambi. 1970
R. Zainuddin. Sejarah Pendidikan di Daerah Jambi, Jambi, Pusat Peneliten Sejarah dan
Budaya. Jambi, 1980
Syamsir, Salam. Laporan Perukunan Tsmaratul Insan Sebagai Lembaga Kearah Pendidikan
Formal Islam di Kodya Jambi. Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan
Agama, Departemen Agarna. 1980
Tim Peneliti IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Laporan Hasil Penelitian Sejarah
Perkembangan Pendidikan Islam di Jambi. 1979
Tujuan Pendidikan dan Pemuka-Pemuka Agama. Tim Penelitian IAIN STS Jambi,
Laporan Hasil Penelitian Sejarah Perkernbangan Pendidikan Islam di Jambi. Jambi
1979
Usman Meng. Napak Tilas Liku-Liku Provinsi Jambi. Jambi: Pemerintah Provinsi Jambi,
2006

12