225 Rachmad Resmiyanto MODEL INSTRUMEN P

MODEL INSTRUMEN PENGUKURAN KINERJA UNTUK GURU-GURU
PASCASERTIFIKASI DENGAN SCIENTIFIC AND FINANCIAL
PERFORMANCE MEASURE (SFPM)

Disusun oleh:
Rachmad Resmiyanto (Pusat Studi Pendidikan)
Wahyu Mar’atus Sholihah (FKIP)
Nuriyati (FKIP)

PUSAT STUDI PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2009
(Simposium Nasional Hasil Penelitian dan Inovasi Pendidikan Tahun 2009, Jakarta, 4-6
Agustus 2009, Puslitjaknov Balitbang Depdiknas)

ABSTRAK
Dalam program sertifikasi seorang guru harus memenuhi 10 komponen portofolio
untuk dapat lolos sertifikasi. Setelah guru lolos sertifikasi, guru akan mendapat
tunjangan profesi. Kinerja guru pascasertifikasi selama ini belum diukur, padahal
para guru pascasertifikasi mendapat tunjangan profesi.

Model yang diajukan dalam makalah ini merupakan pengembangan Scientific and
Financial Performance Measure (SFPM). Model instrumen ini berusaha untuk
mengukur kinerja guru pascasertifikasi dengan tetap berpedoman pada komponen
portofolio. Untuk melenyapkan unsur subjektivitas selama pengukuran maka
model berbasis pada capaian luaran ilmiah guru. Kinerja guru akan dinilai
menjadi kinerja ilmiah dan kinerja finansial. Kinerja finansial merupakan konversi
ekonomi dari kinerja ilmiah sehingga tunjangan profesi dapat dilihat tingkat
manfaatnya dalam peningkatan kinerja guru pascasertifikasi. Dari simulasi model
yang dilakukan menunjukkan bahwa guru-guru yang aktif menghasilkan luaran
ilmiah akan memiliki angka/indeks kinerja yang baik. Model juga dapat
mengakomodasi penggunaan tunjangan profesi untuk kinerja ilmiah. Dalam
menghasilkan luaran ilmiah, seorang guru mungkin membutuhkan sejumlah uang
atau bahkan tidak sama sekali. Pengukuran yang dilakukan dengan model ini
menunjukkan bahwa kinerja ilmiah yang dilakukan oleh guru benar-benar dapat
dikonversi nominal uangnya dalam persentase. Oleh karena itu, model ini dapat
digunakan oleh pemerintah untuk mengukur kinerja guru pascasertfikasi.
Kata kunci: kinerja guru, SFPM, luaran ilmiah

i


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan
adalah melalui program sertifikasi guru. Dalam program ini, seorang guru dapat
mencapai derajat profesional ketika ia dinyatakan lulus sertifikasi. Sampai saat
ini, instrumen yang digunakan untuk penilaian dalam sertifikasi guru adalah 10
komponen portofolio.
Sebagai kompensasi atas derajat profesional guru, maka kemudian guruguru yang telah lolos sertifikasi berhak untuk mendapatkan tunjangan profesi
pendidik (TPP) sebanyak satu kali gaji pokok setiap bulan. Diharapkan dengan
diberikannya tunjangan profesi ini maka kinerja guru akan meningkat sehingga
secara tidak langsung mutu pendidikan juga akan meningkat.
Sejauh ini pemerintah sedang menyusun kriteria kinerja guru
pascasertifikasi, sehingga pemerintah bisa dikatakan belum melakukan evaluasi
kinerja setelah guru-guru lolos sertifikasi (Pers Depdiknas, 2009). Oleh karena itu
perlu dilakukan kajian kinerja guru yang telah mendapat sertifikat profesi dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat kinerja guru sehingga peningkatan mutu
pendidikan dapat dipantau secara massif.
Untuk mengukur kinerja guru yang telah lolos sertifikasi maka diperlukan

sebuah perangkat/instrumen pengukuran kinerja. Selama ini yang terjadi adalah
guru akan mendapat sertifikat profesi sejauh guru tersebut dapat menunjukkan 10
komponen portofolio. Bagi pihak guru, untuk mengumpulkan 10 komponen
portofolio tersebut jelas diperlukan peningkatan kinerja dibanding biasanya.
Dengan demikian, dalam sertifikasi guru 10 komponen portoflio digunakan
sebagai instrumen penilaian kelayakan seorang guru untuk mendapat sertifikat
profesi. Namun, setelah para guru mendapat sertifkat profesi, pemerintah belum
1

2

melakukan pengukuran kinerja guru-guru yang telah lolos sertifikasi tersebut.
Padahal, negara memberikan kompensasi bagi guru-guru pascasertfikasi untuk
mendapatkan tunjangan profesi sebesar 1 kali gaji pokok. Tunjangan ini akan siasia jika ternyata para guru memacu kinerjnya hanya demi mengejar lolos
sertifikasi, dan setelah mendapat tunjangan profesi kinerjanya kembali biasa dan
tidak ada peningkatan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diurai di muka, maka masalah
yang akan dikaji dalam makalah ini adalah model instrumen yang dapat

digunakan untuk mengukur kinerja guru pascasertifikasi sebagai perangkat untuk
mengetahui seberapa besar kinerja guru setelah mendapat tunjangan profesi.
Kinerja guru dapat dilihat dari sisi ilmiah dan keuangan/finansial.
Kinerja ilmiah merupakan ukuran kinerja dari sisi keilmuan. Sedangkan kinerja
finansial merpakan ukuran kinerja yang beusaha untuk menominalkan kinerja
ilmiah guru. Ini penting sebab guru mendapat tunjangan profesi pendidik sehingga
perlu juga dilihat aspek finansial dari kinerja guru.
Oleh karena itu, rumusan masalah yang hendak dibahas dalam makalah
ini adalah bagaimanakah model instrumen pengukuran kinerja guru-guru
pascasertifikasi.
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah mencari model pengukuran kinerja guru
yang tepat untuk guru pascasertifikasi sehingga dapat diketahui kinerja guru
pascasertifikasi.
Manfaat penulisan karya tulis ini adalah dapat mengukur tingkat kinerja
guru pascasertifikasi berdasarkan luaran ilmiah sesuai dengan komponenkomponen dalam portofolio.

3

D. Uraian Gagasan Inovatif

Gagasan model pengukuran kinerja guru untuk guru-guru yang lolos
sertifikasi ini merupakan pengembangan dari (Scientific and Financial
Performance Measure (SFPM) (Handoko, 2005a,b,c). Model ini diajukan sebagai
model pengukuran kinerja guru pascasertifikasi dengan tetap berpedoman pada
komponen-komponen portofolio dalam sertifikasi guru.
Makalah ini juga dilengkapi dengan simulasi pengukuran kinerja ilmiah
guru pascasertifikasi sehingga dapat memberikan pemahaman dan gambaran yang
jelas

dari

kegunaan

model

instrumen

ini.

BAB II

KAJIAN TEORI

Dalam proses sertifikasi, guru wajib menyerahkan dokumen fisik yang
berupa portofolio sebagai bukti kinerja yang menggambarkan capaian pengalaman
berkarya selama menjalankan tugas profesi guru. Portofolio merupakan bukti
pengalaman, karya dan prestasi guru yang meliputi 4 kompetensi, yaitu
kompetensi

kepribadian,

kompetensi

pedagogik,

kompetensi

sosial

dan


kompetensi profesional. Empat macam kompetensi ini terkandung dalam 3 unsur
dan 10 komponen portofolio.
Tiga unsur yang dimaksud adalah unsur kualifikasi dan tugas pokok, unsur
pengembangan profesi dan unsur pendukung profesi. Tiga unsur ini kemudian
dijabarkan dalam 10 komponen portofolio yaitu kualifikasi akademik, pengalaman
mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, pendidikan dan pelatihan,
penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan
profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi dalam bidang
kependidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan dalam bidang pendidikan.
Setelah guru lolos sertifikasi, maka guru berhak mendapat tunjangan
profesi pendidik (TPP) sebesar satu kali gaji pokok. Tunjangan ini diberikan
setiap bulan, sehingga guru-guru yang telah lolos sertifikasi akan menerima 2 kali
gaji pokok tiap bulannya. Diharapkan dengan adanya tunjangan profesi pendidik
ini kinerja guru kian meningkat sehingga diharapkan akan terjadi efek tetesan air
(multiplier effect) yang pada akhirnya akan berpengaruh juga terhadap mutu
pendidikan.
Namun demikian, sampai saat ini Depdiknas belum memiliki instrumen
kebijakan yang akan memantau kinerja guru pascasertifikasi. Instrumen ini sangat
penting sebab jika tunjangan profesi pendidik tidak diimbangi dengan peningkatan
kinerja guru, maka sertifikasi guru hanya akan menjadi ladang penghamburhamburan uang negara. Sejauh ini, Depdiknas baru menyusun kriteria kinerja guru

untuk guru-guru yang telah lolos sertifikasi (Dirjen Dikti, 2008).

4

5

Setiawan (2008) mencoba mengajukan model audit kinerja guru dengan
mendeskripsikan secara mendalam atas karakteristik statik/dinamik yang
berkaitan dengan program sertifikasi guru yang berdampak pada pembayaran
tunjangan fungsional.
Metode pelaksanaan audit kinerja guru yang diterapkan Setiawan (2008)
adalah sebagai berikut: (a) metode pengujian kepatuhan (kepatuhan peraturan,
kesesuaian profesi, praktik yang sehat); (b) metode pengujian substantive
(pengujian analitis, pengujian detail atas pernyataan kompetensi pendidik,
prosedur audit); (c) metode sampling pengujian; dan (d) metode pembuatan
pernyataan pendapat audit kinerja guru.
Untuk melakukan audit kinerja guru pascasertifikasi diperlukan adanya
penilaian kinerja guru tersebut yang berdasarkan kriteria kinerja tertentu. Sejauh
ini, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
(Dirjen PMPTK) sudah berencana menyusun kriteria kinerja guru. Kriteria kinerja

guru ini akan dijadikan indikator untuk melakukan pembayaran tunjangan profesi
guru serta untuk mengevaluasi kemampuan profesional guru bagi yang telah
mendapatkan sertifikat profesi (Pers Depdiknas, 2009).
Nulhakim (2007) memaparkan bahwa kinerja guru merupakan kegiatankegiatan dalam proses belajar yang dilaksanakan secara profesional. Untuk
mengetahui tingkat kinerja guru diperlukan sebuah instrumen pengukuran yang
sahih (valid) dan handal (reliable) sehingga dapat dijadikan bahan penetapan
penilaian kinerja standar yang kemudian dikompensasikan pada tunjangan profesi
guru.
Yusrizal (2008) telah mengusulkan untuk merancang form alternatif
penilaian kinerja guru yang disebut Daftar Penilaian Kinerja Guru (DPKG).
DPKG berisi penilaian indikator ketercapaian dari masing-masing aspek yang
sudah terlaksana/dikerjakan para guru. Indikator itu dalam bentuk operasional
agar memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi. Setiap indikator ditetapkan
memiliki rentang nilai tertentu sehingga nilai akhir dapat menunjukkan pada

6

tingkat mana kinerja seorang guru berada, misalnya berkinerja tinggi, sedang atau
rendah. Namun


Yusrizal (2008) mengakui bahwa untuk merancang dan

mengembangkan format alternatif penilaian kinerja guru tersebut masih
diperlukan diskusi khusus.
Dalam 10 komponen portofolio progam sertifikasi guru, beberapa
komponen merupakan komponen yang berbasis luaran ilmiah. Namun, aspek
luaran ilmiah ini belum mendapatkan perhatian yang lebih jika melihat usulanusulan dari Setiawan (2008), Yusrizal (2008), dan Nulhakim (2007).
Terkait dengan luaran ilmiah sebagai bukti hasil kinerja, L.T. Handoko
(2005a, 2005b, 2005c) mengajukan usulan model SFPM (Scientific and Financial
Performance Measure) untuk mengevaluasi kinerja suatu lembaga yang berbasis
luaran ilmiah. Model SFPM ini berlaku umum untuk kinerja lembaga-lembaga
yang biasanya dilihat dari luaran ilmiah yang dihasilkan. Model SFPM dapat
menghitung kinerja ilmiah dan kinerja finansial untuk lembaga-lembaga yang
menhasilkan luaran ilmiah di bidang ilmu sains dan teknik, sosial dan humaniora,
dan seni.. Ini sangat menguntungkan sebab selama ini luaran ilmiah sulit untuk
dikuantisasikan baik secara kinerja ilmiah maupun kinerja finansialnya. Secara
sederhana model SFPM dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

SP


1
n p xPT
CE
BT

FP

no
i 1

no

(S P ) i x(Qo )i

(2.1)

i 1

( S P ) i x(Q 0 ) i
( No) i

(2.2)

Keterangan:
SP

: kinerja ilmiah

no

: jumlah luaran ilmiah yang didefinisikan untuk suatu bidang

SP

: poin ilmiah untuk suatu luaran ilmiah

np

: jumlah peneliti pelaksana

PT

: batas poin ilmiah total untuk satu peneliti

7

Qo

: jumlah suatu luaran ilmiah

FP

: kinerja finansial

BT : total anggaran pada satu tahun anggaran
CE : koefisien ekonomi (finansial)
No

: No urut suatu luaran ilmiah

Model ini menggunakan 3 (tiga) asumsi yang bertujuan untuk
meminimkan unsur subjektivitas dalam penilaian kinerja lembaga-lembaga yang
berbasis luaran ilmiah. Tiga asumsi tersebut adalah

(1) pengukuran hanya

berbasis luaran ilmiah tanpa melihat proses di dalamnya, (2) berbasis evaluasi
tahunan per tahun anggaran, dan (3) setiap luaran ilmiah diurutkan berdasarkan
tingkat kesulitan pencapaian serta diberi poin (skor) berdasar muatan ilmiah.
Nomor urut (NO) seluruh luaran ilmiah yang relevan harus berurutan, tidak boleh
melompat dan ganda. Sebaliknya poin ilmiah (SP) bisa sama dengan satu atau
lebih luaran ilmiah lain yang berurutan, namun harus lebih kecil (besar)
dibandingkan dengan luaran ilmiah dengan poin ilmiah yang berbeda diatas
(dibawah)nya. Penentuan urutan dan poin luaran ilmiah bisa berbeda antara
bidang yang satu dengan yang lain. Asumsi selanjutnya adalah adanya parameter
poin ilmiah maksimal (PM), tingkat penurunan poin ilmiah (PD, dalam persen) dan
batas poin ilmiah total perpeneliti (PT). Ketiga parameter ini dapat dibuat sama
untuk semua bidang ilmu.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Model
Untuk membangun model instrumen penilaian kinerja guru-guru
pascasertfiikasi maka diperlukan beberapa asumsi yang kemudian akan digunakan
sebagai dasar dalam penyusunan model ini. Sepuluh (10) komponen portofolio
yang digunakan sebagai syarat kelulusan guru dalam program sertifikasi tetap
digunakan dalam model ini. Bahkan, model ini hanya berpijak pada 10 komponen
tersebut. Hanya saja, tidak semua komponen yang ada dalam portofolio kemudian
diakomodasi dalam model.
Secara umum model ini menggunakan 3 (tiga) asumsi yang bertujuan
untuk sedapat mungkin menghilangkan unsur subjektivitas dalam penilaian
kinerja guru pascasertifikasi. Tiga asumsi tersebut adalah:
(1)

pengukuran hanya berbasis luaran ilmiah yang dihasilkan guru tanpa
melihat proses di dalamnya,

(2)

berbasis evaluasi tahunan per tahun anggaran dengan melihat seluruh
luaran ilmiah pada tahun anggaran terakhir, dan

(3)

setiap luaran ilmiah diurutkan berdasarkan tingkat kesulitan
pencapaiannya serta diberi poin (skor) berdasar muatan ilmiahnya.

Tiga asumsi ini akan dijelaskan secara lebih detil dalam uraian selanjutnya.
Asumsi 1: pengukuran hanya berbasis luaran ilmiah yang dihasilkan guru tanpa
melihat proses di dalamnya
Komponen-komponen portofolio yang akan digunakan dalam model ini
hanyalah komponen-komponen yang menunjukkan luaran ilmiah. Pilihan ini
berdasarkan kenyataan bahwa tunjangan profesi pendidik (TPP) merupakan
bentuk tunjangan yang diberikan kepada guru supaya dapat meningkatkan kinerja
8

9

profesinya. Kinerja guru benar-benar akan terasa hasilnya jika guru dapat
menghasilkan produk yaitu suatu luaran ilmiah. Selama guru tidak bisa
menghasilkan suatu luaran ilmiah, maka guru tersebut belum dapat dikatakan
telah meningkat kinerjanya.
Dalam model ini, luaran ilmiah sendiri didefinisikan sebagai luaran suatu
kegiatan ilmiah yang sudah diakui oleh pihak ketiga independen dalam bentuk
dokumen ilmiah maupun keguatan riil lainnya.
Tabel 3.1. Unsur dan komponen portofolio
No

Unsur

Komponen
1. Kualifikasi akademik

1

A. Unsur Kualifikasi dan
Tugas Pokok

2. Pengalaman mengajar
3. Perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran
1. Pendidikan dan pelatihan

2

B. Unsur Pengembangan
Profesi

2. Penilaian dari atasan dan pengawas
3. Prestasi akademik
4. Karya pengembangan profesi
1. Keikutsertaan dalam forum ilmiah

3

C. Unsur Pendukung Profesi

2. Pengalaman organisasi dalam bidang
kependidikan dan sosial
3. Penghargaan yang relevan dalam
bidang pendidikan

Unsur A, yaitu unsur kualifikasi dan tugas pokok, sebenarnya bukan
merupakan unsur yang kelak ditunjang dengan TPP, tetapi sudah diberikan
“kompensasi” dalam bentuk gaji pokok guru. Dengan demikian hanya unsur B

10

dan unsur C (unsur pengembangan profesi dan unsur pendukung profesi) yang
akan dimasukkan dalam model.
Unsur B (pengembangan profesi) memiliki 4 komponen yaitu pendidikan
dan pelatihan, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik dan karya
pengembangan profesi. Dari 4 komponen tersebut 2 komponen pertama yaitu
komponen pendidikan dan pelatihan dan unsur penilaian dari atasan dan pengawas
dengan sendirinya gugur dalam model. Dua komponen ini bukan merupakan
komponen yang menunjukkan suatu luaran ilmiah sebagai produk kinerja guru.
Komponen pendidikan dan pelatihan merupakan pengalaman dalam
mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan
dan/atau peningkatan kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik,
baik pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun
internasional. Pendidikan dan pelatihan memang akan meningkatkan kinerja guru,
tetapi komponen ini baru sebatas “tenaga pemicu” saja. Selama guru tidak
menggunakan apa yang sudah didapat dari pendidikan dan pelatihan untuk unjuk
kinerja, maka pendidikan dan pelatihan yang pernah dilakukannya akan sia-sia
saja, sebab hanya berhenti dalam dirinya. Pendidikan dan pelatihan yang diikuti
guru baru bermakna jika guru melakukan sesuatu yang nyata sehingga lingkungan
sekolah dan lingkungan pendidikan merasakan hasilnya, yaitu dalam bentuk
luaran ilmiah.
Komponen penilaian dari atasan dan pengawas merupakan penilaian
atasan terhadap kompetensi kepribadian dan sosial, yang meliputi aspek-aspek:
ketaatan menjalankan ajaran agama, tanggung jawab, kejujuran, kedisiplinan,
keteladanan, etos kerja, inovasi dan kreativitas, kemamampuan menerima kritik
dan saran, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan bekerjasama. Komponen
ini merupakan komponen yang sedikit banyak bernilai subjektif dan sangat
tergantung pada pribadi atasan dan pengawas, atau hubungan guru-atasan/gurupengawas. Dengan demikian, komponen ini tidak bisa diakomodasi dalam model.

11

Komponen prestasi akademik dan komponen karya pengembangan
profesi jelas merupakan komponen yang menunjukkan luaran ilmiah yang
dihasilkan oleh guru.
Komponen prestasi akademik merupakan prestasi yang dicapai guru,
utamanya yang terkait dengan bidang keahliannya yang mendapat pengakuan dari
lembaga/panitia penyelenggara, baik tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi,
nasional, maupun internasional. Komponen ini meliputi lomba dan karya
akademik (juara lomba atau penemuan karya monumental di bidang pendidikan
atau nonkependidikan), pembimbingan teman sejawat (instruktur, guru inti, tutor),
dan pembimbingan siswa kegiatan ekstra kurikuler (pramuka, drumband, mading,
karya ilmiah remaja-KIR, dan lain-lain). Namun demikian, tidak semua yang
tercakup dalam prestasi akademik merupakan luaran ilmiah, hanya lomba dan
karya akademik saja yang merupakan bentuk luaran ilmiah. Dalam lomba dan
karya akademik tercakup juara lomba akademik tingkat kecamatan-internasional,
sertifikat

keahlian/keterampilan

tingkat

regional-internasional

monumental bidang pendidikan dan nonpendidikan.

dan

karya

Pembimbingan teman

sejawat dan pembimbingan siswa, meskipun penting, tidak dimasukkan dalam
model sebab bukan merupakan suatu luaran ilmiah.
Komponen karya pengembangan profesi merupakan suatu karya yang
menunjukkan adanya upaya dan hasil pengembangan profesi yang dilakukan oleh
guru. Komponen ini meliputi buku yang dipublikasikan pada tingkat
kabupaten/kota, provinsi, atau nasional; artikel yang dimuat dalam media
jurnal/majalah/buletin yang tidak terakreditasi, terakreditasi, dan internasional;
menjadi reviewer buku, penulis soal EBTANAS/UN; modul/buku cetak lokal
(kabupaten/kota) yang minimal mencakup materi pembelajaran selama 1 (satu)
semester; media/alat pembelajaran dalam bidangnya; laporan penelitian tindakan
kelas (individu/kelompok); dan karya seni (patung, rupa, tari, lukis, sastra, dan
lain-lain). Dalam komponen ini yang tidak dapat diakomodasi dalam model
adalah menjadi reviewer buku, penulis soal UN dan karya media/alat
pembelajaran.

12

Unsur C (pendukung profesi) memiliki 3 komponen yaitu keikutsertaan
dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi dalam bidang kependidikan dan
sosial serta penghargaan yang relevan dalam bidang pendidikan.
Komponen keikutsertaan dalam forum ilmiah yaitu partisipasi dalam
kegiatan ilmiah yang relevan dengan bidang tugasnya pada tingkat kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi, nasional, atau internasional, baik sebagai pemakalah
maupun sebagai peserta. Dalam komponen ini, keikutsertaan terbagi menjadi 2
yaitu sebagai pemakalah dan peserta. Karena model berasumsi bahwa hanya
luaran ilmiah yang akan digunakan maka hanya keikutsertaan sebagai pemakalah
saja yang bisa diakomodasi model.
Komponen pengalaman organisasi jelas merupakan komponen yang
tidak menunjukkan adanya suatu luaran ilmiah sehingga tidak dapat diakomodasi
dalam model.
Komponen penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan
merupakan penghargaan yang diperoleh karena guru menunjukkan dedikasi yang
baik dalam melaksanakan tugas dan memenuhi kriteria kuantitatif (lama waktu,
hasil, lokasi/geografis), kualitatif (komitmen, etos kerja), dan relevansi (dalam
bidang/rumpun bidang), baik pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional,
maupun internasional. Komponen ini dapat diakomodasi dalam model sebab
menunjukkan kinerja guru yang sudah diakui oleh pihak luar.
Berdasarkan

uraian

di

atas,

komponen-komponen

yang

dapat

diakomodasi dalam model instrumen penilaian kinerja guru dapat diringkas dalam
bentuk tabel 3.2. Komponen-komponen tersebut sudah memiliki skor/poin
maksimum sesuai dengan naskah panduan Penyusunan Perangkat Portofolio
Sertifikasi Guru Dalam Jabatan (Dirjen Dikti, 2007).
Tabel 3.2 Komponen portofolio yang dapat diakomodasi dalam model instrumen penilain kinerja
guru brbasis luaran ilmiah

No

Komponen (Luaran ilmiah)

Tingkat/bidang

Skor
ilmiah
max

13

1

Karya Monumental

Pendidikan

60

2

Juara lomba Akademik

Internasional

60

3

Keikutsertaan Forum Ilmiah -Pemakalah-Relevan

Internasional

50

4

Karya Pengembangan Profesi-Buku-Relevan

Nasional

50

5

Propinsi

40

6

Karya Pengembangan Profesi-Buku-Relevan
Keikutsertaan dalam Forum Ilmiah-PemakalahRelevan

Nasional

40

7

Juara lomba Akademik-Relevan

Nasional

40

8

Karya Pengembangan Profesi-Buku-Tidak Relevan

Nasional

35

9

Penghargaan –Relevan

Internasional

30

10

Sertifikat ketrampilan/keahlian-Relevan

Internasional

30

11

Karya Pengembangan Profesi-Buku-Relevan

Kabupaten/kota

30

12

Keikutsertaan Forum lmiah -Pemakalah-Relevan

Propinsi

30

13

Propinsi

30

14

Juara lomba Akademik -Relevan
Keikutsertaan dalam ForumI lmiah -PemakalahTidak Relevan

Internasional

25

15

Karya Pengembangan Profesi-Buku-Tidak Relevan

Propinsi

25

16

Karya Pengembangan Profesi-Artikel-Relevan

Jurnal Terakreditasi

25

17

Penghargaan -Relevan
Keikutsertaan dalam forum ilmiah-pemakalah-Tidak
Relevan

Nasional

20

Nasional

20

Nasional

20

20

Sertifikat ketrampilan/keahlian-Relevan
Keikutsertaan dalam forum ilmiah-PemakalahRelevan

Kabupaten

20

21

Juara lomba Akademik -Relevan

Kabupaten

20

22

Karya Pengenbangan profesi-Artikel-Tidak Relevan

Jurnal Terakreditasi

20

23

Karya Pengembangan profesi-Modul-Relevan

20

24

Karya teknologi tepat guna dan karya seni-Relevan

15

25

Laporan penelitian dibidang pendidikan-Relevan

15

26

Karya Pengembangan profesi-buku-Tidak Relevan
Keikutsertaan dalam forum ilmiah Pemakalah-Tidak
Relevan

kabupaten

15

Propinsi

15

Non Pendidikan

10

29

Karya menumental-Relevan
Karya pengembangan profesi artikel makalah/koran –
Relevan

Nasional

10

30

Karya pengembangan profesi artikel-Relevan

Jurnal Tak terakreditasi

10

31

juara lomba akademik-Relevan

Kecamatan

10

32

Sertifikat ketrampilan keahlian-Relevan

Regional

10

33

Propinsi

10

34

Penghargaan-Relevan
Keikutsertaan dalam forum ilmiah-Pemakalah-Tidak
Relevan

Kabupaten

10

35

Penghargaan-Relevan

Kabupaten

5

18
19

27
28

Total

875

14

Asumsi 2: berbasis evaluasi tahunan per tahun anggaran dengan melihat seluruh
luaran ilmiah pada tahun anggaran terakhir
Dalam menghasilkan suatu luaran ilmiah, seorang guru acapkali
memerlukan waktu lebih dari 1 bulan kinerja. Misalkan untuk menghasilkan
sebuah makalah yang dipresentasikan dalam forum ilmiah, seorang guru
memerlukan waktu untuk pengambilan data di lapangan, penelusuran pustaka,
analisis data dan kemudian memberikan kajian pembahasan atas analisis data
yang sudah dilakukan. Kegiatan-kegiatan semacam ini jelas memerlukan waktu
yang tidak sedikit.
Selain itu, evaluasi per tahun anggaran merupakan sistem evaluasi yang
sudah lazim digunakan dalam banyak kepentingan lembaga-lembaga. Dengan
dilakukannya evaluasi per tahun anggaran maka penilaian kinerja juga akan lebih
mudah dan lebih sederhana.
Jumlah anggaran yang digunakan dalam perhitungan model ini bergantung
pada jumlah tunjangan profesi pendidik (TPP) yang diterima masing-masing guru.
Oleh karena itu, jumlah anggaran per tahun yang dimaksud model ini untuk setiap
guru tidak akan sama. Misalnya, seorang guru dengan golongan IIIa MKG 10,
menurut PP No 8 Tahun 2009, gaji pokok yang akan diterima tiap bulan adalah
sebesar Rp 1.869.300. Dengan demikian, selama 1 tahun, guru tersebut akan
menerima tunjangan profesi sebesar 12 x Rp 1.869.300 = Rp 22.431.600. Jumlah
22.431.600 rupiah inilah yang akan digunakan dalam model sebagai jumlah total
anggaran untuk guru tersebut. Ini mengandung arti bahwa negara telah
memberikan anggaran kepada guru tersebut untuk meningkatkan kinerjanya
dalam tahun itu dengan mengucurkan dana sebesar Rp 22.431.600.
Asumsi 3: setiap luaran ilmiah diurutkan berdasarkan tingkat kesulitan
pencapaiannya serta diberi poin (skor) berdasar muatan ilmiahnya
Nomor urut (selanjutnya akan disimbolkan No ) seluruh luaran ilmiah
yang relevan harus berurutan, tidak boleh melompat dan ganda. Hal ini berbeda

15

dengan poin/skor ilmiah (selanjutnya akan disimbolkan S P ). Skor ilmiah yang
dimiliki oleh masing-masing luaran ilmiah dapat memiliki nilai yang sama. Daftar
luaran ilmiah yang ada kemudian diurutkan berdasarkan peringkat skor ilmiahnya.
Luaran ilmiah yang memiliki skor ilmiah paling tinggi diberi nomor urut ( No )
sama dengan 1, kemudian diikuti oleh luaran-luaran ilmiah yang skornya
dibawahnya. Apabila ada luaran ilmiah yang memiliki skor ilmiah yang sama,
maka luaran ilmiah yang tingkat pencapaiannya lebih sulit ditempatkan pada
nomor urut ( No ) yang lebih kecil. Skor ilmiah dari luaran ilmiah komponen
portofolio menggunakan skor yang ditetapkan oleh Dirjen Dikti dalam Naskah
Panduan Penyusunan Perangkat Portofolio Sertifikasi Guru Dalam Jabatan.
Daftar urutan luaran ilmiah berdasarkan skor dan nomor urutnya dapat dilihat
dalam tabel 3.1 di muka.
Tiga asumsi ini merupakan asumsi-asumsi yang utama dalam
penyusunan model. Selain itu, masih diperlukan asumsi tambahan agar model
dapat berjalan dengan sempurna.
Asumsi 4: batas skor ilmiah total yng dapat dicapai oleh setiap guru ( PT ) dapat
ditetapkan dengan melihat realita yang ada di lapangan
Dalam satu tahun anggaran, seorang guru tidak mungkin dapat mencapai
hampir semua luaran ilmiah yang ada. Wajarnya, seorang guru hanya mungkin
menghasilkan beberapa luaran ilmiah saja selama rentang waktu satu tahun
anggaran. Di sini, perlu disusun asumsi berapa nilai skor ilmiah maksimum yang
mungkin dicapai oleh seorang guru dalam satu tahun. Dengan melihat kenyataan
di lapangan, pihak pemangku kebijakan dapat menetapkan asumsi ini, misalnya
adalah PT = 40. Skor ini dapat terdiri atas 1 makalah relevan tingkat yang
dipresentasikan di forum nasional (nomor urut 6) atau makalah relevan yang
dipresentasikan di forum ilmiah kabupaten (nomor urut 20) dan modul yang
relevan (nomor urut 23).

16

Skor PT dapat dimaknai sebagai skor ilmiah total yang mungkin dicapai
oleh guru atau skor ilmiah total yang diidealkan untuk dicapai oleh guru.
Asumsi 5: untuk mengkonversi luaran ilmiah yang dihasilkan guru sehingga
menjadi kinerja finansial maka perlu ditetapkan parameter koefisien ekonomi
( CE )
Parameter koefisien ekonomi ini ( C E ) cukup ditentukan di awal dan bisa
dibuat berubah mengikuti dengan keadaan makro ekonomi misalnya

inflasi,

pertumbuhan ekonomi atau nilai tukar rupiah. Untuk memudahkan hubungan
yang tersembunyi antara tunjangan profesi yang diberikan dengan luaran ilmiah
yang dihasilkan guru, maka sebaiknya parameter koefsien ekonomi ( C E )
ditetapkan menurut tunjangan profesi yang diterima guru setiap bulannya.
Misalnya untuk guru golongan IIIa MKG 10, menurut PP No 8 Tahun 2009 akan
menerima tunjangan profesi sebesar Rp 1.869.300 maka koefisien ekonomi ( C E )
adalah sebesar 1.869.300.
Dengan demikian berdasarkan 3 asumsi utama dan 2 asumsi tambahan di
muka, maka rasio dari Kinerja Ilmiah dan Kinerja Finansial untuk guru-guru
pascasertifikasi dengan menggunakan model SFPM sebagaimana dinyatakan
dalam persamaan (2.1) dan (2.2) dapat dirumuskan menjadi

SP

FP

1
n p xPT
CE
BT

no
i 1

no

(S P ) i x(Qo )i

(3.1)

i 1

( S P ) i x(Q 0 ) i
( No) i

(3.2)

Keterangan:

SP : kinerja ilmiah guru
n 0 : jumlah luaran ilmiah yang dihasilkan untuk suatu komponen

S P : skor ilmiah untuk suatu luaran ilmiah

17

n p : jumlah guru pelaksana yang terlibat(untuk menghasilkan satu luaran

ilmiah)

PT : batas poin ilmiah total untuk satu guru
Q0 : jumlah luaran ilmiah yang dihasilkan guru
FP : kinerja finansial guru
BT : total tunjangan profesi pada satu tahun anggaran

CE : koefisien ekonomi (finansial), tunjangan profesi per bulan
No : nomor urut suatu luaran ilmiah

Kinerja Finansial ( FP ) merupakan konversi kinerja ilmiah yang
dilakukan guru ke dalam aspek ekonomi. FP merupakan ukuran kinerja finansial
secara tak langsung. Kinerja finansial secara langsung dapat dihitung berdasarkan
rasio jumlah pengeluaran guru untuk menghasilkan sejumlah luaran ilmiah selama
satu tahun anggaran terhadap jumlah tunjangan profesi selama setahun.
Kinerja finansial langsung

jumlah pengeluara n untuk menghasilk an luaran ilmiah
jumlah tunjangan profesi setahun

(3.3)

Dengan demikian, total kinerja finansial merupakan jumlahan dari kinerja
finansial langsung dan kinerja finansial tak langsung ( FP ).

B. Instrumen Penilaian Guru Pascasertifikasi
Berdasarkan model yang telah disusun dimuka, untuk memudahkan
teknis pelaksanaan penilaian kinerja guru-guru pascasertifikasi, maka perlu
disusun sebuah instrumen sederhana yang dapat menunjukkan kinerja seorang
guru dilihat dari luaran ilmiah yang dihasilkannya setelah guru tersebut menerima
tunjangan profesi pendidik.

18

Instrumen ini memuat komponen-komponen portofolio yang berbasis
capaian luaran ilmiah, skor maksimum untuk masing-masing luaran ilmiah,
jumlah guru yang terlibat, skor penilaian masing-masing luaran ilmiah yang
dilakukan oleh pihak penilai. Secara utuh, instrumen yang telah disusun disajikan
dalam tabel 3.3.

19

Tabel 3.3 Instrumen Penilaian Kinerja Guru Pascasertifikasi
INSTRUMEN PENILAIAN KINERJA GURU PASCASERTIFIKASI
Nama Guru
Tahun penilaian

:
:

Tunjangan profesi per bulan
(koefisien ekonomi, C E )
Total tunjangan profesi setahun
( BT )
Pengeluaran uang untuk
menghasilkan luaran ilmiah
selama setahun

:

Parameter ( PT )

:

:
:

60

No

Komponen
(Luaran ilmiah)

Tingkat/bidang

Skor
ilmiah
maks

(1)

(2)

(3)

(4)

1

Karya Monumental

Pendidikan

60

2

Juara lomba Akademik

Internasional

60

3

Keikutsertaan Forum Ilmiah -Pemakalah-Relevan

Internasional

50

4

Karya Pengembangan Profesi-Buku-Relevan

Nasional

50

5

Karya Pengembangan Profesi-Buku-Relevan

Propinsi

40

6

Keikutsertaan dalam Forum Ilmiah-Pemakalah-Relevan

Nasional

40

Jml
luaran
ilmiah
( Q0 )

Jml guru
yang
terlibat
( np )

Skor
penilaian
( SP )

Kinerja
Ilmiah
( SP )

(5)

(6)

(7)

(8)

20

7

Juara lomba Akademik-Relevan

Nasional

40

8

Karya Pengembangan Profesi-Buku-Tidak Relevan

Nasional

35

9

Penghargaan –Relevan

Internasional

30

10

Sertifikat ketrampilan/keahlian-Relevan

Internasional

30

11

Karya Pengembangan Profesi-Buku-Relevan

Kabupaten/kota

30

12

Keikutsertaan Forum lmiah -Pemakalah-Relevan

Propinsi

30

13

Juara lomba Akademik -Relevan

Propinsi

30

14

Keikutsertaan dalam ForumI lmiah -Pemakalah- Tidak Relevan

Internasional

25

15

Karya Pengembangan Profesi-Buku-Tidak Relevan

Propinsi

25

16

Karya Pengembangan Profesi-Artikel-Relevan

Jurnal Terakreditasi

25

17

Penghargaan -Relevan

Nasional

20

18

Keikutsertaan dalam forum ilmiah-pemakalah-Tidak Relevan

Nasional

20

19

Sertifikat ketrampilan/keahlian-Relevan

Nasional

20

20

Keikutsertaan dalam forum ilmiah-Pemakalah-Relevan

Kabupaten

20

21

Juara lomba Akademik -Relevan

Kabupaten

20

22

Karya Pengenbangan profesi-Artikel-Tidak Relevan

Jurnal Terakreditasi

20

23

Karya Pengembangan profesi-Modul-Relevan

20

24

Karya teknologi tepat guna dan karya seni-Relevan

15

25

Laporan penelitian dibidang pendidikan-Relevan

15

26

Karya Pengembangan profesi-buku-Tidak Relevan

kabupaten

15

27

Keikutsertaan dalam forum ilmiah Pemakalah-Tidak Relevan

Propinsi

15

28

Karya menumental-Relevan

Non Pendidikan

10

29

Karya pengembangan profesi artikel makalah/koran –Relevan

Nasional

10

30

Karya pengembangan profesi artikel-Relevan

Jurnal Tak terakreditasi

10

31

juara lomba akademik-Relevan

Kecamatan

10

21

32

Sertifikat ketrampilan keahlian-Relevan

Regional

10

33

Penghargaan-Relevan

Propinsi

10

34

Keikutsertaan dalam forum ilmiah-Pemakalah-Tidak Relevan

Kabupaten

10

35

Penghargaan-Relevan

Kabupaten

5

Total

875
Total Kinerja Ilmiah
Kinerja Finansial langsung
Kinerja Finansial Tak langsung
Total kinerja finansial

Instrumen ini mudah sekali pengoperasionalnnya. Dengan membuat instrumen ini di lembar kerja seperti Microsoft Excel,
maka proses penghitungannya menjadi sangat mudah dan cepat.

C. Simulasi Penilaian
Untuk mengetahui bagaimana bekerjanya model tersebut maka perlu
dilakukan simulasi. Dengan simulasi maka variabel-variabel yang terlibat dalam
model akan dapat diketahui pengaruhnya.
Dalam simulasi ini, akan dilakukan penilaian terhadap 6 orang guru
yang telah lolos sertifikasi dan memiliki golongan sama yaitu IIIa MKG 10.
Keenam guru ini, yaitu guru A, guru B, guru C, guru D, guru E dan guru F
memiliki hasil luaran ilmiah yang tidak sama selama setahun penilaian. Di sini
diandaikan bahwa luaran-luaran ilmiah yang dihasilkan guru semuanya
mendapatkan skor maksimum setelah dinilai oleh tim penilai. Secara lebih
lengkap, informasi tentang keenam guru yang akan disimulasikan ini ditampilkan
dalam tabel 3.4.

Tabel 3.4 Simulasi penilaian guru pascasertifikasi untuk 6 guru bergolongan IIIa
Aspek

Guru A

Guru B

Guru C

Guru D

Guru E

Guru F

Tunjangan
profesi per bulan

1.869.300

1.869.300

1.869.300

1.869.300

1.869.300

1.869.300

Tunjangan
profesi setahun

22.431.600

22.431.600

22.431.600

22.431.600

22.431.600

22.431.600

Pengeluaran
uang
untuk
menghasilkan
luaran ilmiah

0

500.000

2.000.000

2.000.000

5.000.000

0

Luaran ilmiah

-

Makalah
relevan yang
dipresentasika
n di forum
ilmiah tingkat
kabupaten

Makalah relevan
yang
dipresentasikan di
forum ilmiah
tingkat kabupaten

Makalah
relevan yang
dipresentasika
n di forum
ilmiah tingkat
kabupaten

Makalah relevan yang
diprsentasikan di
forum ilmiah nasional

Makalah
relevan yang
diprsentasikan
di forum
ilmiah nasional

Laporan penelitian
dibidang
pendidikanRelevan
Juara lomba
Akademik –
Relevan tingkat
Kabupaten

22

Karya Pengembangan
Profesi-ArtikelRelevan Jurnal
Terakreditasi
Karya Pengembangan
profesi-ModulRelevan

23

Berdasarkan

penilaian

kinerja

keenam

guru

tersebut

dengan

menggunakan instrumen seperti dalam tabel 3.3 maka hasil penilaian kinerja
ilmiah dan finansial untuk masing-masing guru ditampilkan dalam tabel
Tabel 3.5 Hasil penilaian guru pascasertifikasi untuk 5 guru bergolongan IIIa
Kinerja

Guru A

Guru B

Guru C

Guru D

Guru E

Guru F

Total Kinerja Ilmiah

0

33,33 %

91,67 %

33,33 %

175,00 %

66,67%

Kinerja finansial langsung

0

2,23 %

8,92 %

8,92 %

8,92 %

0,00%

Kinerja finansial tak langsung

0

8,33 %

21,27 %

8,33 %

84,16 %

55,56%

Total kinerja finansial

0

10,56 %

30,19 %

17,25 %

93,07 %

55,56%

Dengan membaca tabel 3.4 dan tabel 3.5 dapat diketahui adanya
perbedaan kinerja yang ditunjukkan oleh guru-guru tersebut. Guru yang tidak
menghasilkan satupun luaran ilmiah akan memiliki indeks kinerja nol. Ini
menunjukkan bahwa anggaran negara yang diperuntukkan bagi peningkatan
kinerja guru tersebut sama sekali tidak bermanfaat bagi peningkatan kinerjanya.
Bagi guru-guru yang menghasilkan luaran ilmiah yang sama tetapi
berbeda dalam jumlah pengeluaran uang untuk menghasilkan luaran ilmiah
tersebut akan memiliki indeks kinerja ilmiah yang sama tetapi indeks kinerja
finansialnya berbeda. Ini nampak dalam kinerja ilmiah guru B dan D yang
memiliki nilai sama, tetapi kinerja finansial keduanya berbeda.
Bagi guru-guru yang telah mengeluarkan sejumlah uang dengan nominal
sama tetapi menghasilkan luaran ilmiah yang berbeda keduanya akan memiliki
indeks kinerja ilmiah yang berbeda, bergantung pada luaran ilmiah yang
dihasilkan. Indeks kinerja finansialnya juga berbeda dan berbanding lurus dengan
jenis luaran ilmiah yang dihasilkan. Kasus ini bisa dilihat dari guru C dan D.
Keduanya memiliki nilai kinerja finansial langsung yang sama, tetapi karena
kinerja ilmiahnya berbeda maka kinerja finansial total akhirnya juga berbeda.

24

Bagi guru yang bisa menghasilkan luaran ilmiah dengan jumlah skornya
melebihi parameter PT maka kinerja ilmiahnya akan mencapai nilai di atas 100%.
Ini dengan syarat bahwa luaran ilmiah tersebut dikerjakan sendiri dan tidak
bermitra dengan guru lain. Nilai kinerja ilmiah yang tingi akan menyebabkan total
kinerja fnansial juga kian tinggi.
Bagi guru yang menghasilkan luaran ilmiah tanpa mengeluarkan uang
satu rupiah pun, guru seperti ini tetap memiliki total kinerja finansial yang tinggi,
sebanding dengan kinerja ilmiah yang dicapainya. Ini terlihat dari kinerja guru F.
Ini menunjukkan bahwa kinerja ilmiah yang dilakukan oleh guru akan sangat
menentukan total kinerja finansialnya. Ini juga menunjukan bahwa besarnya
nominal uang yang digunakan untuk menghasilkan luaran ilmiah tidak terlalu
besar pengaruhnya. Artinya, untuk meningkatkan kinerja pascasertifikasi, guru
tidak harus menghabiskan tunjangan profesinya demi peningkatan kinerja. Yang
paling penting bagi guru adalah dapat menghasilkan luaran ilmiah

secara

produktif. Semakin tinggi nilai skor ilmiah luaran ilmiah tersebut, maka indeks
kinerja (baik ilmiah maupun finansial) guru juga akan semakin tinggi.
Dengan simulasi-simulasi tersebut, dapat ditunjukkan bahwa model ini
dapat bekerja untuk melihat unjuk kinerja guru-guru pascasertifikasi.Unjuk
kinerja guru yang ditampilkan dalam model ini adalah kinerja ilmiah dan kinerja
finansial berdasarkan capaian luaran ilmiah. Kinerja finansial dapat juga
dipandang sebagai konversi ekonomi dari kinerja ilmiah. Dengan demikian,
tunjangan profesi yang diberikan kepada guru-guru yang telah lolos sertifikasi
dapat benar-benar dikawal, apakah guru-guru pascasertifikasi akan tetap
menunjukan kinerja yang baik atu tidak.
D. Penentuan Ambang Kinerja
Untuk dapat menyatakan seorang guru apakah memiliki kinerja yang
baik atau tidak, diperlukan sebuah batas atau ambang kinerja dalam penilaian.
Penentuan ambang kinerja dalam model ini bergantung pada penetapan beberapa
parameter yaitu parameter PT dan C E . Parameter PT merupakan batas skor ilmiah

25

yang diidealkan untuk dicapai oleh seorang guru. Parameter ini memiliki
pengaruh dalam penghitungan kinerja ilmiah guru. Misalnya, jka parameter PT
ditetapkan 60, maka seorang guru baru akan mencapai kinerja ilmiah 100% ketika
guru tersebut menghasilkan satu atau beberapa luaran ilmiah yang skor ilmiahnya
mencapai kumulatif 60.
Para pemangku kebijakan perlu menetapkan pada angka berapa kinerja
ilmiah seorang guru sudah dianggap baik.
Parameter C E terkait dengan kinerja finansial. Karena model ini
digunakan untuk penilaian kinerja guru pascasertifikasi, maka parameter C E
dapat dipilih dari tunjangan profesi per bulan atau dapat jga dengan menetapkan
suatu angka tertentu setelah memperhatian keadaan ekonomi kawasan.
Pilihan PT

dan C E pada nilai berapapun tidak terlalu nampak

perbedaannya sebab hasil penilaian kinerja ilmiah dan finansial selalu akan
proporsional asalkan tetapan itu digunakan bersama-sama untuk penilaian kinerja
semua guru.

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Model SFPM (Scientific and Financial Performance Measure) yang
berbasis capaian luaran ilmiah dapat digunakan untuk mendukung program
sertifikasi guru. Karena untuk dapat lolos sertifikasi seorang guru harus memenuhi
10 komponen portofolio maka pascasertifikasi komponen-komponen tersebut
dapat digunakan kembali untuk melihat kinerja guru.

Dari 10 komponen

portofolio, tidak semua komponen digunakan untuk menilai kinerja guru
pascasertifikasi. Hanya komponen-komponen yang berupa luaran ilmiah saja yang
digunakan dalam model penilaian kinerja guru ini. Karena hanya berbasis laran
ilmiah saja, maka objektivitas dan transparansi pengukuran bisa dijamin.
Penilain kinerja yang dilakukan per tahun anggaran mempermudah
proses evaluasi kinerja guru dan manajemen pengambilan keputusan untuk tahun
anggaran ke depan sebab hasil penilaian kinerja mencerminkan kondisi riil saat
ini. Hasil penilaian kinerja ini dapat dijadikan pedoman kebijakan apakah
tunjangan profesi bagi guru yang bersangkutan masih layak untuk diteruskan atau
tidak
Hasil pengukuran kinerja finansial yang merupakan konversi kinerja
ilmiah dapat digunakan sebagai ukuran keuntungan pemerintah yang telah
menginvestasikan dana dalam bentuk tunjangan profesi bagi guru.
Penerapan model ini secara berkelanjutan dalam program sertifikasi guru
dapat menunjukkan indikator kinerja para guru pascasertifikasi. Apabila tunjangan
profesi guru dianggap sebagai kompensasi kinerja, maka model ini dapat
mendorong peningkatan kinerja para guru pascasertifikasi.

26

27

Parameter PT dan C E yang digunakan dalam model bukan merupakan
parameter-parameter yang bersifat mutlak. Parameter tersebut hanya sekedar
menunjukkan skala.
B. Saran

1. Pemangku kebijakan sebaiknya menentukan nilai parameter PT dan C E
sehingga bisa dipergunakan secara luas
2. diperlukan suatu nilai kinerja minimum yang harus dipenuhi oleh guru-guru
pascasertifikasi. Ini penting agar memacu para guru untuk terus berkarya dan
berprestasi
3. dengan ditetapkannya nilai kinerja minimum maka pemerintah dapat
melakukan tindakan tegas dan bijak terhadap guru-guru yang tidak bisa
memenuhi batas kinerja tersebut.
4. Model ini dapat digunakan bersamaan dengan model pengukuran lainnya.
Penggunaan model ini secara konsisten dapat digunakan untuk melakukan
pemetaaan kinerja guru sehingga pemerintah dapat mengambil kebijakankebijakan

berdasar

temuan

hasil

kinerja

guru.

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen Dikti, 2007, Naskah Panduan Penyusunan Perangkat Portofolio Sertifikasi
Guru Dalam Jabatan, http://sertifikasiguru.org [Januari 2009]
Dirjen Dikti, 2008. Panduan Penyusunan Portofolio, dapat diunduh di
http://sertifikasiguru.org/uploads/File/sertif08/buku3a.pdf [Januari 2009]
Dirjen Dikti, 2008. Sertifikasi Guru Dalam Jabatan. Direktorat Jenderal
Perguruan
Tinggi.
Jakarta,
dapat
diunduh
di
http://sertifikasiguru.org/uploads/File/sertif08/buku3_Pedoman_Penyusun
an_Portofolio.pdf [Januari 2009]
L.T. Handoko, 2005a. A Simultaneous Model to Measure Academic and Financial
Performances of Scientific Activities, Proceesing of the 7th ASEAN
Science and Technology Infrastructure and Resources Development,
Jakarta
dapat
diunduh
di
http://arxiv.org/ftp/physics/papers/0508/0508059.pdf [Januari 2009]
L.T. Handoko, 2005b. Scientific and Financial Performance Meansure: A
Simultaneous Model to Evaluate Scientific Activities, dapat diunduh
arXiv:physics/0508052v3 [Januari 2009]
L.T. Handoko, 2005c. Scientific and Financial Performance Meansure: A
Simultaneous Model to Evaluate Scientific Activities, Journal of
Theoretical and Computational Studies dapat diunduh [Januari 2009]
Nulhakim, T. Rusman. 2007. Kinerja Guru dan Implikasinya pada tunjangan
dalam Jabatan, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Edisi Khusus I
(Tahun ke-13) Agustus 2007
OCSP - Online Kalkulator Ilmiah untuk Kinerja, dapat diunduh di
http://www.koki.lipi.go.id (2005) [16 Februari 2009]
Pers Depdiknas, 2009. Disusun, kriteria Kinerja Guru, dapat diunduh di
http://www.depdiknas.go.id/content.php?content=file_detailberita&KD=6
07 [19 Februari 2009]
Setiawan, Ngadirin. 2008. Pengembangan Model Audit Kinerja Guru dalam mendukung
Program Sertifikasi Pendidik. Simposium Tahunan Penelitian Pendidikan 2008
Puslitjaknov
Balitbang
Depdiknas,
dapat
diunduh
di
http://puslitjaknov.org/data/file/2008/makalah_peserta/45_Ngadirin_PENGEMB
ANGAN%20MODEL%20AUDIT%20KINERJA%20GURU%20.pdf
[21
Februari 2009]

Yusrizal, 2008. Alternatif Penilaian Kinerja Guru. NAD: Serambi Online, dapat
diunduh
di
28

http://www.serambinews.com/old/index.php?aksi=bacaopini&opinid=158
0 [25 Februari 2009]

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL PISA KONTEN SHAPE AND SPACE BERDASARKAN MODEL RASCH

69 778 11

MODEL KONSELING TRAIT AND FACTOR

0 2 9

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

2 5 46

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

6 77 70

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

11 75 34

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING(PBL) DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI)

6 62 67

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62