XIII PERBUATAN MELAWAN DI DALAM HUKUM PE

XIII
PERBUATAN MELAWAN DI DALAM HUKUM PERDATA
INTERNASIONAL
A. Pengertian
Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) menurut M.A Moegeni
Djojodirdjo adalah suatu perbuatan atau kealpaan, yang atau bertentangan dengan hak
orang, atau bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku atau bertentangan baik
dengan kesusilaan yang baik maupun pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda.
Unsur-unsur perbuatan melawan hukum:
1. Adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat
2. Perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepadanya, dan
3. Adanya kerugian yang diderita penggugat sebagai akibat kesalahan
tersebut.
Pengertian perbuatan dalam perbuatan melawan hukum tidak hanya perbuatan
positif, tetapi juga negative, yaitu meliputi tidak berbuat sesuatu yang seharusnya
menurut hukum orang harus berbuat. Pengertian kesalahan disinipun adalah dalam
pengertian umum, yaitu baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian. Perbuatan
yang masuk dalam kategori perbuatan melawan hukum adalah perbuatan:
1.
2.
3.

4.

Melanggar undang-undang
Melanggar kewajiban yang terbit dari undang-undang
Melanggar hak-hak yang dijamin oleh undang-undang; dan
Melanggar kepatutan, kesusilaan yang berlaku di dalam masyarakat.

Di dalam common law, perbuatan melawan ini dikenal dengan tort. Law of
tort di common law tidak diatur dalam kodifikasi sebagaimana halnya
KUHPerdata. Ia tumbuh dan berkembang dari putusan-putusan hakim yang
pada akhirnya membentuk suatu kaidah yang tidak terkodifikasi secara
khusus.
B. Perbuatan melawan hukum dalam HPI
Permasalahan perbuatan melawan hukum akan menjadi masalah HPI
bilamana didalamnya terkandung unsur-unsur asing. Peraturan antara suatu perbuatan
melawan hukum dengan suatu tempat asing dapat terjadi karena;
1. Pelaku perbuatan berdomisili atau berkewarganegaraan asing
2. Perbuatan dilakukan di dalam wilayah suatu Negara asing
3. Akibat-akibat dari perbuatan itu timbul di suatu wilayah Negara asing.
Masalah-masalah HPI yang dapat timbul dari perkara semacam itu

diantaranya adalah;

1. Berdasarkan sistem hukum mana penentuan kualitas suatu perbuatan
sebagai perbuatan melawan hukum harus ditentukan.
2. Berdasarkan sistem hukum mana penetapan ganti rugi harus ditentukan.
C. Teori-teori tentang hukum yang dipergunakan
Ada beberapa doktrin atau teori mengenai hukum yang harus dipergunakan
dalam penyelesaian masalah perbuatan melawan hukum dalam HPI, yakni:
1. The lex fori theory
2. The loci deliciti commission
3. The proper law of the tort (lex propria deliciti).
Menurut teori lex fori, hukum yang berlaku di dalam perbuatan melawan
didasarkan pada hukum di mana gugatan perbuatan melawan hukum itu diajukan.
Menurut teori lex loc deliciti commissi, perbuatan melawan hukum diatur oleh hukum
tempat terjadi perbuatan melawan hukum itu.
D. Perbuatan melawan hukum dalam RUU HPI Indonesia
Di dalam RUU HPI Indonesia mengenai perbuatan melawan hukum diatur
dalam pasal 15. Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa tempat terjadinya perbuatan
melawan hukum menentukan pula akibat yang menyangkut perbuatan melawan
hukum itu.

XIV
STATUS PERSONAL BADAN HUKUM DALAM HUKUM PERDATA
INTERNASIONAL
A. Badan hukum
Badan hukum di sini adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang oleh
hukum diperlakukan seperti orang manusia, yaitu sebagai penyandang hak dan
kewajiban, dapat memiliki kekayaan sendiri, dapat menggugat dan digugat di muka
pengadilan. Badan hukum dapat digolongkan menjadi badan hukum publik dan badan
hukum perdata. Negara, propinsi, kabupaten, kota, dan desa merupakan contoh
badan hukum yang tergolong sebagai badan hukum publik. Yayasan, perseroan
terbatas, perusahaan perseroan, dan koperasi merupakan bagian dari badan hukum
perdata.
B. Status personal badan hukum
Status personal badan hukum ini menentukan pula hak dan kewenangan yang
diperoleh sejak pendiriannya hingga pembubaran dan likuidasi badan hukum.
C. Teori tentang status personal badan hukum
Ada 3 teori yang menjelaskan titik taut yang dapat menentukan status personal
badan hukum, yakni:
1. Teori inkorporasi
Menurut teori ini, badan hukum tunduk kepada hukum Negara di mana ia

didirikan (incorporation).
2. Teori tempat kedudukan secara statutair

Menurut teori ini, badan hukum tunduk atau diatur berdasarkan hukum
Negara tempat di mana menurut anggaran dasarnya badan hukum yang
bersangkutan memiliki kedudukan.
3. Teori tempat kedudukan manajemen yang efektif
Menurut teori ini, suatu badan hukum harus tunduk pada hukum Negara di
mana ia memiliki tempat kedudukan manajemen efektif.
D. Status personal badan hukum dalam hukum Indonesia
Berdasarkan UU No.1 Tahun 1967, pasal 3 ayat (1) UU No.1 Tahun 1967
tersebut , C.F.G. Sunarjati Hartono menyatakan bahwa Indonesia dalam dalam
menentukan status personal badan hukum mengikuti prinsip inkorporasi (place
incorporation).
XV
ASAS-ASAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL TENTANG
HUKUM BENDA
A. Arti pentingnya klasifikasi benda dalam HPI
Benda dapat diklasifikasi dalam berbagai bentuk. Salah satu pengklasifikasian
yang terpenting dan universal adalah pengklasifikasian benda menjadi tidak bergerak

(innovable)dan benda bergerak (movable). Suatu benda dapat dikategorikan sebagai
benda tidak bergerak bisa karena memang sifatnya di mana benda itu tidak dapat
dipindahkan satu ke tempat lainnya tanpa merusak strukturnya, seperti sebidang
tanah, pepohonan atau bangunan yang menyatu dengan tanah tersebut. kemudian
benda bergerak adalah semua benda yang tidak termasuk benda tetap.
B. Hukum yang berlaku terhadap benda bergerak dan tidak bergerak
Menurut pasal 17 AB, pengaturan status benda tidak bergerak harus diatur
berdasarkan hukum dimana benda yang bersangkutan berada atau terletak. Kemudian
berkaitan penentuan status benda bergerak, di dalam dua asas yang mengajarkan
bahwa hukum yang berlaku dalam masalah benda bergerak ditetapkan berdasar:
1. Hukum tentang pemegang hak atas benda tersebut berkewarganegaraan
(asas nasionalitas)
2. Hukum tempat pemegang hak atas benda tersebut berdomisili (asas
domisili).
Kedua asas ini disebut mobilia sequntuur personam.
C. Lembaga jaminan
Masing-masing bentuk jaminan itu menunjukan karakteristik yang berbeda.
Namun demikian secara umum disepakati, bahwa lembaga jaminan merupakan
lembaga hukum yang bersifat accesoir (tambahan) yang digantungkan pada perjanjian
pada pokoknya.

Jaminan kebendaan ini misalnya hipotik dan hak tanggungan atas tanah.
Khusus berkaitan lembaga jaminan yang objeknya tanah harus diatur berdasarkan
hukum jaminan di Negara di mana tanah itu terletak.

XVI
ASAS-ASAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM HUKUM
KELUARGA
A. Perkawinan
Ikatan perkawinan yang berlangsung antara seorang pria dan wanita yang
masing-masing tunduk kepada sistem hukum nasional yang berbeda akan
memunculkan persoalan-persoalan HPI. Permasalahan HPI juga akan timbul jika
terjadi perkawinan antara mempelai yang mempunyai kewarganegaraan yang sama
namun melangsunkan perkawinannya di luar negeri. Di Indonesia ketentuan yang
mengaturperkawinan terdapat dalamUU no 1 tahun 1974.
Persyaratan perkawinan dapat dibedakan menjadi dua yakni persyaratan
materiil dan formal. Persyaratan materiil antara lain berkaitan dengan syarat umur
untukmenikah. Dan persyaratan formal antara lain berkaitan dengan pendaftaran,
kesaksian, tempat dan waktu perkawinan. Di Indonesia dianut asas yag menyatakan
bahwa validitas esensial perkawinan harus ditentukan berdasarkan sistem hukum dari
tempat dilangsungkannya perkawinan tanpa mengabaikan persyaratan perkawinan.

Menurut pasal56 ayat (1) UU no tahun 1974, perkawinan dilangsungkan
diluar negeri antara dua orang Indonesia atau seorang warga negara Indonesia dengan
warga negara asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di
negara dimana perkawinan itu dilangsungkan, dan bagi warga negara Indonesia tidak
melanggar ketentuan UU no 1tahun 1974. Kemudian pasal 60ayat (1) UU no 1 tahun
1974menentukan bahwa perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum
terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan hukum yang berlaku bagi
masing-masing hak terpenuhi.
Mengenai akibat hukum perkawinan, seperti hak kewajiban suami-isteri,
hubungan orang tua dan anak, kekuasaan orang tua dan harta kekayaan dalam HPI
berkembang beberapa asas yang menyatakan akibat hukum perkawinan tunduk pada:
1. sistem hukum tempat perkwinan diresmikan atau dilangsungkan
2. sistemhukum dari tempat suami isteri bersama-sama menjadi warga negara
setelah perkawinan
3. sistem hukum dari tempat suami isteri berkediaman tetap bersama-sama
setelah perkawinan atau tempat suami berdomisili tetap setelah perkawinan
B. Pewarisan
Pada dasarnya pewarisan adalah pemindahan segala hak dan kewajiban
seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Persoalan pewarisan akan
menjadi permasalahan HPI bilamana di dalamnya terdapat sejumlah elemen atau

unsur asing yang pada akhirnya memunculkan permasalahan tentang hukum mana
yang harus dipergunakan untuk mengatu rpewarisan tersebut. Didalam HPI
berkembang beberapa asas yang dapat digunkan untuk menentukan hukum yang
berlaku dalam persoalan pewarisan, diantaranya adalah:
1. umumnya ditererima asas, bahwa dalam hal benda yang menjadi objek
pewarisan adalah benda tetap, pewarisan atas benda tetap tersebut harus diatur
berdasarkan hukum tempat terletaknya

2. bila benda yang menjadi objek pewarisan adalah benda bergerak, pewarisan
benda tersebut dapat ditundukkan pada kaidah-kaidah hukum waris dari
tempat si pewaris menjadi warga negara.
XVII
YURISDIKSI PENGADILAN DAN ARBITRASE
Yurisdiksi pengadilan didalam HPI merupakan kekuasaan dan kewenangan
pengadilan untuk memeriksa dan menentukan suatu permasalahan yang dimintakan
kepadanya untuk diputuskan dalam setiap kasus yang melibatkan paling tidak satu
elemen hukum asing yang relevan. Menurut UU no 14 tahun 1970tentang pokok
kekuasaan kehakiman, kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh pengadilan
dalamlingkungan:
a. peradilan umum

b. peradilan militer
c. peradilan agama
d. peradilantata usaha Negara
Masing-masing badan peradilan mempunyaiwewenang untuk menerima dan
memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara jenis tertentu yang
mutlak tidak dapat dilakukan oleh badan peradilan lain. Di dalam Hukum Acara
Perdata yang berlaku di Indonesia yang pengaturannya terdapat HIR dan Rbg tidak
terdapat ketentuan khusus mengenai kompetensi pengadilan dalam mengadili
perkara-perkara perdata yang mengandung elemen asing. Menurut pasal 118 ayat (1)
HIR, tuntutan dan gugatan perdata diajukan kepada pengadilan negeri di tempat
tergugat bertempat tinggal atau jika tidakdiketahui tempat tinggalnya, tempat
sebenarnya ia berada. Kemudian jika tergugat lebih dari satu orang dan mereka tidak
tinggal dalam satu wilayah suatu pengadilan negeri, gugatan diajukan kepada
pengadilan negeritempat salah seorang bertempat tinggal. Didalam pasal 118 ayat (4)
terdapat ketentuan yang menegaskan bahwa jika terdapat pilihan domisili, gugtan
diajukankepada pengadilan negeri yang telah dipilih tersebut.
Di dalam suatu kontrak dagang internasional, selain dikenal adanya pilihan
hukum juga dikenal adanya pilihan yurisdiksi atau pilihan forum. Pilihan yurisdiksi
ini bermakna bahwa para pihak di dalam kontrak sepakat memilih forum atau
lembaga yang akan menyelesaikan perselisihan yang akan timbul diantara kedua

belah pihak. Menurut Convention on the Choice of Court 1965, pilihan forum terbuka
untuk perkara perdata atau dagang yang mempunyai sifat internasional. Pilihan forum
tidak berlaku bagi:
a. status atau kewarganegaraan orang atau badan hukum keluarga
termasuk kewajiban atau hak-hak pribadi atau financial antaraorang
tua dan atau suami dan isteri
b. permasalahan alimentasi yag tidak termasuk dalambutir 1

c. warisan
d. kepailitan
e. hak-hak atas benda tidak bergerak
XVIII
HUKUM YANG DIPERGUNAKAN ARBITRASE KOMERSIAL
INTERNASIONAL
A. Hukum yang dipergunakan menurut Rules Arbitrase Internasional
Chamber of Commerce (ICC) Paris
Hukum materiil yang di pakai oleh arbiter untuk memutuskan perselisihan
yang diajukan kepadanya yang pertama-tama didasarkan pada hukum yang
dikehendaki oleh para pihak sendiri. jadi disini pilihan hukum yang dihormati.
Apabila tidak ada pilihan hukum demikian, maka pada prinsipnya hukum yang

dipergunakan adalah hukum dimana persidangan arbitase tersebut dilakukan. Arbiter
juga berwenang untuk menjatuhkan putusan atas dasar ex aquo et bono, apabila hal
tersebut disetujui terlebih dahulu oleh para pihak.
B. Hukum yang dipergunakan oleh arbitrase menurut united nation
commission on international trade law (UNCITRAL) Arbitration Rules
Menurut pasal 33 ayat (1) uncitral arbitration rules (UAR) hukum yang
dipergunakan oleh panitia arbitrase yang pertama-tama adalah hukum yang
dikehendaki oleh para pihak sendiri (pilihan hukum). Apabila pilihan hukum tersebut
tidak ada, maka panitia arbitrase akan menggunakan hukum yang ditentukan oleh
kaidah-kaidah hukum perdata internasional yang dianggap harus diperlakukan oleh
panitia arbitrase.
C. Hukum yang dipakai arbitrase menurut BANI
Sebelum adanya UU No.30 Tahun 1999, satu-satunya aturan hukum mengatur
masalah arbitrase di Indonesia adalah R.V. walaupun ketentuan ini sebenarnya sudah
tidak berlaku lagi, namun karena adanya kekosongan hukum, maka paling tidak
ketentuan tersebut dapat dijadikan pedoman.
Menurut R.V. apabila di dalam perjanjian arbitrase tidak ditentukan adanya
pilihan hukum, maka arbiter dalam memutuskan perkara yang diajukan kepadanya
didasarkan pada hukum Indonesia.
Jadi, hukum yang berlaku atau yang harus dipakai oleh BANI untuk
menyelesaikan suatu perkara, yang pertama-tama hukum yang dikehendaki oleh para
pihak, apabila ketentuan tersebut tidak ada maka yang berlaku adalah hukum
Indonesia.