FREE CASH FLOW LEVERAGE BESARAN DAN SIKL

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Volume 15, No. 1, Januari – Juni
(Semester I) 2015,
Halaman 169-181

FREE CASH FLOW, LEVERAGE, BESARAN DAN SIKLUS HIDUP
PERUSAHAAN: BUKTI KEBIJAKAN DEVIDEN DI INDONESIA
R.A. Sista Paramita
Fakultas Ekonomi – Universitas
Negeri Surabaya
Email: sistaparamita@yahoo.com,
sistaparamitao3@gmail.com

Informasi Artikel
Riwayat Artikel
Diterima tanggal 25 Februari 2015
Direvisi tanggal 26 Maret 2015
Disetujui tanggal 16 Mei 2015
Klasiikasi JEL

G35
Kata Kunci
Free Cash Flow
Leverage
Besaran Perusahaan
Siklus Hidup Perusahaan
Kebijakan Deviden
DOI
10.17970/jrem.15.1501012.ID

ABSTRACT
This paper examined the dividend policy based on hypothesis.
However, dividend payout itself also remains a debated topic.
The purpose of this study was to examine the effect of Free Cash
Flows, Leverage, Life Cycle, and the Size to Dividend Policy. The
data is taken from the Indonesia Stock Exchange, using the sample
of manufacturing irms sub-sector of consumption during 20112013. Multiple regressions were employed to analyze the data.
Based on test results, this study indicates that all the independent
variables affect the dividend policy, where FCF, DER and ROA
had a positive effect on dividend policy, while the Size and RE /

TE had no effect on the dividend policy. This study contributed to
the research in dividend topic, and helps the irm to maintain its
ability to distribute dividend to their shareholder and cast doubt
whether manufactured irm in Indonesia rely on debt or free cash
low to pay dividend

ABSTRAKSI
Penelitian ini akan menguji kebijakan dividen yang didasarkan
hipotesis. Namun pembayaran dividen itu sendiri juga tetap
merupakan topik yang diperdebatkan. Tujuan penelitian ini adalah
menguji pengaruh free cash low, leverage, besaran serta siklus
hidup perusahaan terhadap kebijakan dividen. Data diperoleh dari
Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan sampel perusahaanperusahaan manufaktur di sub sektor industri barang konsumsi
selama periode 2011-2013. Regresi berganda digunakan untuk
menganalisis data. Didasarkan pada pengujian hasil, penelitian
ini menunjukkan bahwa semua variabel independen berpengaruh
pada kebijakan deviden, dimana FCF, DER, dan ROA berpengaruh
positif terhadap kebijakan dividen, sementara besaran dan
RE/TE tidak berpengaruh pada kebijakan dividen. Penelitian
ini memberikan kontribusi pada topik penelitian dividen,

serta membantu perusahaan dalam menjaga kemampuannya
membagikan dividen kepada pemegang sahamnya serta akan
menghilangkan keraguan apakah perusahaan-perusahaan
manufaktur di Indonesia menggantungkan pada utang atau pada
free cash low untuk membayar dividen.

PENDAHULUAN
Keberhasilan suatu perusahaan dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal. Krisis keuangan pada tahun 2008 secara global telah menjadikan perekonomian di berbagai negara melemah dan berdampak pada penurunan PDB

Indonesia dan memperlambat laju pertumbuhan sektor manufaktur pada tahun 2008 hingga
2009. Pada sektor manufaktur, sub sektor barang konsumsi sangat berperan terhadap PDB
industri non migas. Pertumbuhan sub sektor
barang industri memiliki pengaruh terbesar jika

169

R.A. Sista Paramita : Free Cash Flow, Leverage, .....

dibandingkan dengan cabang industri pengolahan non migas yang lainnya. Bahkan di tahun

2008 saat terjadi krisis keuangan inansial, sub
sektor barang konsumsi tetap menunjukkan kenaikanya, yaitu sebesar 29,8% di tahun 2007
dan 36,33% di tahun 2013. Jika dihubungkan dengan pergerakan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG), perkembangan harga saham
perusahaan manufaktur selama periode 2006
- 2012 cenderung luktuatif dengan tren yang
meningkat. Kondisi perusahaan manufaktur
yang membagikan dividen dari tahun ke tahun
juga mengalami kenaikkan, walaupun kinerjanya cenderung luktuatif.
Kebijakan dividen merupakan lingkup
bahasan yang dianggap penting di bidang
keuangan. Black (1976: 5) mengatakan bahwa
kebijakan dividen masih menjadi sebuah tekateki (puzzle). Berbagai riset mengenai perilaku
dividen yang pernah dilakukan juga belum menemukan penjelasan yang dapat diterima (Black,
1976; Allen dan Michaely, 2003). Kebijakan
dividen dibuat oleh manajer dengan mempertimbangkan penentuan berapa porsi keuntungan yang dibagikan sebagai dividen dan berapa
porsi yang berupa laba ditahan (Levy dan Sarnat, 1990; dalam Rosdini, 2009).
Kebanyakan penelitian tentang kebijakan
dividen terdahulu dilakukan di Amerika dan
negara maju, sedangkan penelitian yang dilakukan di negara sedang berkembang masih jarang

(Aivazian et al., 2003; La Porta et al., 2000; Naceur et al., 2006). Oleh karena itu, penelitian ini
meneliti tentang kebijakan dividen perusahaan
manufaktur sub sektor konsumsi di Indonesia,
karena perusahaan manufaktur merupakan kelompok usaha di Bursa Efek Indonesia dengan
jumlah perusahaan yang paling banyak begitu
juga dalam hal pembagian dividen kepada para
pemegang saham.
Pembagian dividen sebagian besar dipengaruhi oleh perilaku investor yang lebih memilih dividen tinggi, karena dividen yang diterima
saat ini lebih berharga dibandingkan dengan
capital gains yang diperoleh di kemudian hari,

sehingga laba ditahan menjadi rendah. Di sisi
lain, pihak manajemen menahan kas untuk melunasi utang atau meningkatkan investasi (Suharli, 2006). Oleh karena itu, manajemen perlu
membuat kebijakan dividen yang optimal untuk
menciptakan keseimbangan di antara dividen
saat ini dan pertumbuhan di masa yang akan
datang sehingga memaksimalkan harga saham
(Brennan dan Thakor, 1990). Kebijakan dividen
dapat menjadi salah satu bentuk mekanisme
pengawasan pemegang saham terhadap pihak

manajemen (Suharli, 2006). Kebijakan dividen
kas menurut Kallapur dan Trombley (1999)
dapat ditunjukkan melalui dividend payout rasio dan dividen yield.
Hal ini membuat topik kebijakan dividen
menggunakan dividend payout ratio menjadi
menarik untuk diteliti. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian
terhadap permasalahan yang sama. Maka dari
itu peneliti menentukan rumusan masalah untuk penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh
Free Cash Flow, Leverage, Size, dan Life Cycle
terhadap kebijakan dividend pada perusahaan
manufaktur sub sektor barang konsumsi yang
go publik periode 2011-2013?.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Free Cash Flow, Leverage,
Size, dan Life Cycle terhadap kebijakan dividend pada perusahaan manufaktur sub sektor
barang konsumsi yang go public pada periode
2011-2013.
RERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS
Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen merupakan kebijakan yang
dibuat oleh manajer keuangan untuk menentukan apakah laba yang dihasilkan oleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham

berupa dividen atau sebagai laba ditahan. Keputusan perusahaan untuk membagikan dividen
atas laba yang diperoleh perusahaan adalah untuk mensejahterakan pemegang saham, sedangkan keputusan untuk menahan laba guna meningkatkan pertumbuhan perusahaan di masa

170

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

yang akan datang. Apabila perusahaan memilih
membagikan laba berupa dividen dengan porsi
lebih besar daripada laba yang ditahan, maka
akan mengurangi total dana internal, begitu
juga dengan pendanaan internal.
Brigham dan Houston (2007) menyebutkan bahwa kebijakan dividen dikaitkan dengan
seberapa besar laba yang akan dibagikan kepada pemegang saham untuk dibayarkan sebagai
dividen, sebagai dan berapa laba yang dipertahankannya untuk investasi kembali di dalam
perusahaan. Kebijakan dividen tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan, begitu
juga dengan keputusan pembelanjaan perusahaan, khususnya berkaitan dengan pembelanjaan intern perusahaan. Alasannya adalah karena besar kecilnya dividen yang akan dibagikan
akan mempengaruhi jumlah laba yang ditahan,
sedangkan laba ditahan merupakan salah satu

sumber dana intern pada perusahaan.
Menurut Kallapur dan Trombley (1999),
kebijakan dividen dapat ditunjukkan melalui
dividend payout rasio, yang merupakan rasio laba yang dibayarkan perusahaan sebagai
dividen kepada investor pada periode tertentu.
Dividen payout ratio dideinisikan sebagai rasio antara dividen per share (DPS) terhadap
earning per share (EPS).
Dividend Payout Ratio =
Free Cash Flow
Selama ini penelitian banyak menggunakan
laporan keuangan yang disediakan oleh para
akuntan. Namun, laporan keuangan itu sebenarnya didesain untuk digunakan oleh kreditur
dan penghitungan pajak, bukan untuk manajer dan analis saham (Brigham dan Huston,
2009:67). Oleh karena itu, pembuat keputusan
dan analis surat berharga seringkali memodiikasi data akuntansi untuk disesuikan kebutuhan
mereka untuk mendukung pembuatan keputusan. Banyak analis menyebutkan bahwa Free
Cash Flow (FCF) adalah sebuah angka yang
sangat penting, yang dikembangkan dari lapo-

Volume 15, No. 1, Januari – Juni

(Semester I) 2015,
Halaman 169-181

ran keuangan, dan bahkan lebih penting daripada net income.
Salah satu konsep modiikasi keuangan
ini adalah konsep Free Cash Flow (FCF), arus
kas yang tersisa dikurangi pendapatan yang diharapkan, biaya operasi yang diharapkan dan
investasi yang diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan arus kas. Analisis ini
dimulai dengan kas bersih yang disediakan oleh
aktivitas operasi dan berakhir pada arus kas
bebas, yang dihitung sebagai kas bersih yang
disediakan oleh aktivitas operasi dikurangi
pengeluaran modal dan dividen (Kieso, Weygandt dan Warield, 2001:243).
Pada saat suatu perusahaan memiliki aliran
free cash low, manajer mendapatkan tekanan
dari para pemegang saham untuk membagikan
dividen. Padahal Manajer lebih menginginkan dana tersebut diinvestasikan kembali pada
proyek–proyek yang dapat menghasilkan keuntungan (Pujiastuti, 2008) agar perusahaan dengan aliran kas bebas lebih besar akan memiliki
kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan lainnya karena mereka dapat memperoleh
keuntungan atas berbagai kesempatan yang

tidak dapat diperoleh perusahaan lain (Rosdini, 2009). Jensen dalam Mahadwartha (2007)
mengemukakan bahwa free cash low sebaiknya dibagikan sebagai dividen atau digunakan
untuk membayar utang, untuk menghindari kemungkinan para manajer melakukan investasi
yang merugikan (investasi pada net present
value yang negatif).
Free cash low perusahaan yang semakin
tinggi, akan memberikan peluang bagi perusahaan untuk membayar dividen atau menahannya sebagai laba ditahan. Selain itu perusahaan
yang memiliki free cash low lebih tinggi harus
membayar lebih dividen untuk mengurangi biaya keagenan. Free cash low pada perusahaan
menunjukkan efek tambahan bagi investasi atau
disinvestment pada aset operasi. Free cash low
pada perusahaan menunjukkan kas yang bebas
untuk digunakan sebagai pelunasan utang atau

171

R.A. Sista Paramita : Free Cash Flow, Leverage, .....

pembagian dividen. La Porta et al. (2000) mengatakan, bahwa jika perusahaan memiliki free
cash low, maka manajer akan menghamburhamburkan dana tersebut untuk proyek investasi, bahkan ketika upaya proteksi bagi investor

meningkat. Oleh karena itu, studi yang dilakukan Holder et al (1998) dan Mollah et al (2002)
menyarankan agar perusahaan dengan free cash
low yang besar, seharusnya membayar dividen
lebih banyak untuk menurunkan kemungkinan
penyalahgunaan free cash low oleh para manajer
Leverage
Kebijakan utang berkaitan dengan leverage. Leverage keuangan merupakan suatu ukuran yang menunjukkan bagaimana perusahaan
menggunakan utang untuk mendanai pembiayaan investasi perusahaan. Pada dasarnya terdapat dua macam jenis utang yaitu utang jangka
pendek dan utang jangka panjang yang memiliki waktu jatuh tempo lebih dari satu tahun.
Jika leverage semakin rendah, maka semakin
rendah pula resiko yang dihadapi perusahaan
(Brigham & Houston, 2010:14).
Leverage keuangan digunakan untuk meningkatkan pengembalian pemegang saham.
Leverage yang menguntungkan atau positif
terjadi pada saat perusahaan menghasilkan
pendapatan yang lebih tinggi dengan menggunakan biaya tetap. Utang ini seharusnya digunakan karena pengaruhnya atas pengembalian
kepada pemegang saham sementara resikonya
diabaikan. Di sisi lain utang dapat membatasi
pembayaran dividen saat masih terdapat pinjaman. Perusahaan harus membayar beban
bunga sehingga dapat mengurangi pembayaran
dividen (Brigham & Houston, 2006:95). Semakin rendah DER maka semakin tinggi pendanaan oleh pemegang saham, sehingga tingkat
ketergantungan mendanai perusahaan semakin
kecil dan risiko gagal bayar perusahaan semakin kecil, dan laba yang diperoleh untuk membayar utang semakin kecil dan pembayaran
dividen payout rasio perusahaan kepada pemegang saham semakin rendah.

Menurut Pecking order theory oleh Myers dan Maijluf (1984), struktur modal yang
optimal didasarkan oleh keputusan pendanaan berdasarkan biaya modal yang paling murah, yang bersumber dari dana internal sampai
pada sumber dana ekstrenal (utang dan saham).
Oleh karena itu, utang membuat manajer memiliki ikatan untuk membayarkan dividen di
masa depan, yang dapat mengurangi biaya
keagenan dan arus kas bebas untuk kepentingan pribadinya. Penggunaan utang yang tinggi
menyebabkan penurunan pembayaran dividen
karena sebagian besar keuntungan dialokasikan
untuk cadangan bagi pelunasan utang. Hubungan negatif leverage dengan kebijakan dividen
terjadi karena perusahaan harus melunasi utang
jangka panjang dan bunganya. Hal ini berdampak dalam pengurangan arus kas bebas yang
berlebihan oleh pihak insider, sehingga mengurangi tindakan yang tidak menguntungkan bagi
pemegang saham.
Size
Suatu perusahaan bisa dikatakan sebagai perusahaan besar, jika kekayaan yang dimilikinya besar, demikian juga sebaliknya. Biasanya
masyarakat menilai besar kecilnya perusahaan
dengan melihat isik perusahaan (perusahaan
yang dari luar terlihat megah dan besar diartikan sebagai perusahaan besar). Namun, hal itu
belum tentu menunjukkan perusahaan tersebut
memiliki kekayaan yang besar. Perusahaan
yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mencapai tahap
kedewasaan, dimana dalam tahap ini arus kas
perusahaan sudah bertambah, dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu
yang relatif lama, dan relatif lebih stabil dan
lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan aset yang kecil. Semakin besar perusahaan maka semakin besar dana yang
diperlukan untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan.
Ukuran perusahaan dapat dilihat dari ratarata total penjualan bersih untuk tahun yang

172

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

bersangkutan sampai beberapa tahun (Brigham
dan Houston,2001), atau nilai total aktiva perusahaan pada neraca akhir tahun (Sujoko dan
Soebiantoro, 2007), dan leksibilitas serta aksebilitas yang tinggi dalam masalah pendanaan di
pasar modal (Soliha dan Taswan, 2002). Total
aktiva adalah segala sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari transaksi masa lalu dan diharapkan akan memberikan manfaat ekonomi bagi perusahaan di masa
yang akan datang (IAI, 2004).
Perusahaan yang memiliki total aktiva
yang besar (perusahaan besar) akan lebih banyak mendapatkan perhatian dari investor, kreditor maupun para pemakai informasi keuangan
lainnya dibandingkan dengan perusahaan kecil.
Jika perusahaan memiliki total aktiva yang besar, maka manajemen akan lebih leluasa dalam
menggunakan aktiva perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Pada saat menghadapi goncangan ekonomi, perusahaan yang
berukuran besar biasanya lebih kokoh berdiri,
sehingga investor cenderung menyukai perusahaan berukuran besar daripada perusahaan
kecil. Perusahaan yang besar relatif memiliki kemudahan akses pendanaan baik melalui
utang ataupun pasar modal. Suatu perusahaan
besar dan mapan akan memiliki akses yang
mudah menuju pasar modal, sementara perusahaan yang baru dan kecil akan mengalami
banyak kesulitan untuk memiliki akses ke pasar
modal karena kemudahan akses ke pasar modal
mempengaruhi leksibilitas dan kemampuannya untuk memperoleh dana yang lebih besar,
sehingga perusahaan mampu memiliki rasio
pembayaran dividen yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil (Sutrisno, 2001). Oleh
karena itu, size berpengaruh positif dan signiikan terhadap kebijakan dividen, yaitu semakin
besar ukuran perusahaan, maka dividen yang
dibayarkan juga meningkat
Life Cycle
Awalnya, teori siklus hidup (life cycle) dikembangkan sebagai konsep pemasaran, yang telah

Volume 15, No. 1, Januari – Juni
(Semester I) 2015,
Halaman 169-181

diperluas ke bidang lain seperti mikro ekonomi,
manajemen dan keuangan (Yan, 2006). Teori
kebijakan dividen memprediksi bahwa dividen
payout bervariasi di antara berbagai tahap siklus
hidup perusahaan. Pada awalnya, perusahaan
cenderung meningkatkan dan memanfaatkan
peluang investasi sehingga pembayaran dividen
menjadi rendah atau bahkan tidak membagikan
dividen (Anthony dan Ramesh, 1992). Studi
pertama yang menyelidiki hubungan antara
Teori siklus hidup dan kebijakan dividen adalah
penelitian Mueller (1972), yang menyarankan
bahwa ada manajerial diseconomies of scale,
yaitu sebuah perusahaan yang matang tidak
bisa berinvestasi di tingkat pengembalian yang
wajar. Temuannya menunjukkan bahwa pemegang saham perusahaan yang mature lebih menyukai dividen daripada retensi.
Pada perusahaan yang telah matang dan
lebih besar, pembayaran dividen meningkat
tetapi menurun lagi setelah penurunan profitabilitas (De Angelo dan De Angelo, 2006).
Kelemahan dari teori siklus hidup adalah bahwa tak ada deinisi yang tepat dari setiap tahap
atau standar metodologi bagaimana mengidentiikasi tahap siklus hidup (Yan, 2006). Bahkan
jumlah tahap yang terlibat juga berbeda. Miller
dan Friesen (1984), misalnya, mengidentiikasi
lima tahap yaitu Tahap Kelahiran, Tahap Pertumbuhan, Tahap Kematangan, Tahap Kebangkitan dan Tahap Penurunan.
Denis dan Osobov (2008) meneliti secara
cross-sectional dan time-series mengenai kecenderungan untuk membayar dividen di enam
pasar keuangan negara maju (AS, Kanada,
Inggris, Jerman, Prancis, dan Jepang) selama
periode 1989-2002. Seperti Fama dan French
(2001), mereka menemukan bahwa pembayaran dividen dikaitkan dengan ukuran perusahaan, peluang pertumbuhan, dan proitabilitas. Di enam negara, rasio laba ditahan terhadap
total ekuitas berpengaruh terhadap kebijakan
dividen. Perusahaan membayar dividen tinggi
bila rasio ini tinggi dan membayar dividen rendah ketika laba ditahan yang negatif.

173

R.A. Sista Paramita : Free Cash Flow, Leverage, .....

Studi Terdahulu
Hasil penelitian, Thanatawee (2011), Pouraghajan dkk (2013) menyatakan bahwa Free Cash
Flow berpengaruh positif terhadap kebijakan
dividen. Pada perusahaan yang memiliki free
cash low yang tinggi, mereka akan cenderung
membayar dividen yang lebih tinggi pula. Fajriyah (2011), Taleb (2012) menyatakan bahwa
Free Cash Flow berpengaruh negatif terhadap
kebijakan dividen. Pengaruh negatif ini menandakan apabila free cash low perusahaan meningkat, maka akan terjadi penurunan terhadap
pembayaran dividen kepada pemegang saham.
Hal ini berarti apabila perusahaan memiliki
kelebihan arus kas, manajer dapat menggunakannyauntuk investasi dalam proyek yang meningkatkan NPV, sehingga pemegang saham
dikenakan beberapa biaya seperti biaya inspeksi, audit dan kontrol
Beberapa studi menguji pengaruh leverage terhadap kebijakan dividen. Perusahaan
yang memiliki leverage tinggi akan memberikan dividen yang rendah (Hoberg dan Prabala,
2005). Penelitian ini akan menggunakan Debt
to Equity ratio (DER) sebagai proksi dari leverage. Penelitian Fajriah (2011), Thanatawee
(2011), Taleb (2012) menunjukkan bahwa DER
berpengaruh positif dan signiikan terhadap kebijakan dividen. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Ranti (2013) yang menunjukkan
DER berpengaruh negatif dan signiikan terhadap kebijakan dividen, sementara Pouraghajan
et.al (2013) menunjukkan bahwa DER berpengaruh negatif tidak signiikan terhadap kebijakan dividen.
Size merupakan ukuran perusahaan. Perusahaan yang memiliki aset besar cenderung
lebih mature dan mempunyai aksesibilitas yang
tinggi dalam pasar modal. Penelitian Thanatawee (2011), dan Ranti (2011) menunjukkan
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif
signiikan terhadap kebijakan dividen, sedangkan penelitian Fajriah (2011), dan Pouraghajan
et.al. (2013) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif signiikan terha-

dap kebijakan dividen. Namun, Thaleb (2011)
menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak
berpengaruh signiikan terhadap kebijakan
dividen.
Beberapa studi menguji pengaruh life cycle terhadap kebijakan dividen, diantaranya dilakukan oleh Anthony dan Ramesh (1992) yang
menyebutkan ada tiga siklus hidup, yaitu “pertumbuhan”, “dewasa” dan “stagnan”. Sedangkan pada riset lanjutannya, mereka mengidentiikasi dua tahap tambahan yang disebut “pertumbuhan / dewasa” dan “dewasa / stagnan”.
Temuan mereka menyimpulkan pembayaran
dividen rendah untuk perusahaan baru dengan
pertumbuhan penjualan yang tinggi terjadi pada
tahap pertumbuhan dan pembayaran dividen
tinggi untuk perusahaan yang lebih “dewasa”
dengan tingkat pertumbuhan rendah.
Grullon, Michaely dan Swaminathan
(2002) meneliti lebih lanjut perusahaan mature
yang memiliki proitabilitas tinggi (dan tingkat
pertumbuhan yang rendah) cenderung bersedia
membayar dividen daripada perusahaan dengan
proitabilitas rendah dan peluang investasi yang
tinggi. Temuan ini lagi sejalan dengan siklus
hidup-teori dividen yang berarti bahwa pembayaran dividen tergantung pada trade-off antara keuntungan seperti penghematan biaya dan
kerugian seperti biaya agensi.
DeAngelo dan Stulz (2006), mendokumentasikan bahwa rasio retained earning terhadap equity (RE/TE), dapat digunakan sebagai
proksi untuk mengukur life cycle perusahaan.
Rasio RE/TE dianggap sebagai kunci penentu
kebijakan dividen yang digunakan di Amerika. Mereka menguji teori siklus hidup dengan
memeriksa apakah probabilitas untuk membayar dividen berkaitan dengan campuran modal yang diperoleh / kontribusinya, yang diukur
dengan laba ditahan terhadap total ekuitas (RE
/ TE) atau laba ditahan terhadap jumlah aktiva
(RE/TA). Biasanya, perusahaan dalam tahap
pertumbuhan dengan RE/TE (RE/TA) rendah
cenderung bergantung pada modal eksternal,
sementara perusahaan dengan RE/TE (RE/TA)

174

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

tinggi cenderung lebih dewasa dengan akumulasi keuntungan yang tinggi, sehingga mereka
adalah kandidat yang tepat untuk membayar
dividen.
Denis dan Osobov (2008) adalah yang pertama yang meneliti efek campuran modal yang
diperoleh / kontribusi kombinasi modal dari
luar AS dan menemukan bukti korelasi positif di Kanada, Inggris, Jerman, Perancis dan
Jepang pada periode waktu antara tahun 1981
dan 2002. Hasil penelitian mereka juga menunjukkan bahwa perusahaan membayar dividen
adalah terkonsentrasi pada perusahaan-perusahaan besar dan menghasilkan laba besar.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian teoritis dan hasil penelitian
maka kerangka pemikian penelitian ini adalah
sebagai berikut:

Volume 15, No. 1, Januari – Juni
(Semester I) 2015,
Halaman 169-181

Hipotesis
H1
= Free Cash Flow (FCF) berpengaruh
terhadap Kebijakan Dividen
H2
= Debt to Equity Ratio (DER)
berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen
H3
= Size berpengaruh terhadap Kebijakan
Dividen
H4
=
RETE
berpengaruh
terhadap
Kebijakan Dividen
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian kausal. Variabel
penelitian ini adalah kebijakan dividen yang
diproksikan dengan Dividend Payout Ratio.
Variabel independen yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi: 1. Free Cash Flow (FCF/
X1) 2. Debt to Equity Ratio (DER/X2), 3. Life
Cycle (RETE/X3) 4. Size (Ukuran perusahaan/
X4)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 1
Deinisi Operasional Variabel Yang Diteliti
No

Variabel

Deinisi Operasional

Skala

1

Kebijakan
Dividen (Y)

Kebijakan dividen diproksikan dengan Rasio
Dividend Payout Ratio (DPR) diukur dengan
menghitung rasio antara Dividend Per Share
terhadap Earning Per Share

Rasio

2

Free Cash
Flow /FCF
(X1)

Free cash low adalah arus kas yang
tersisa setelah dikurangi pendapatan yang
diharapkan, biaya operasi yang diharapkan
dan investasi yang diperlukan untuk
mempertahankan dan meningkatkan arus kas.

Rasio

3

Debt to Equity
Ratio /DER
(X2)

Leverage diproksikan dengan DER, yang
dihitung menggunakan Rasio total utang
dengan total ekuitas

Rasio

175

DPR =

R.A. Sista Paramita : Free Cash Flow, Leverage, .....

4

Size/Ukuran
perusahaan
(X3)

Firm size (SIZE) diukur menggunakan
natural logaritma dari total aset.

Rasio

SIZE = Ln Total Asset

5

RE/TE
(X4)

Siklus hidup diproksikan menggunakan RE/
TE seperti yang digunakan oleh De Angelo
dan Stulz (2006)

Rasio

Life Cycle =

6

ROA
(X5)

ROA dipakai sebagai variabel kontrol
proitabilitas perusahaan. ROA diukur
menggunakan Laba bersih setelah Pajak
dibagi dengan Total Aset

Rasio

Sumber: Dikembangkan dari penelitian terdahulu
Populasi penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur sub sektor industri barang konsumsi meliputi perusahaan makanan minuman,
rokok, farmasi, kosmetik dan keperluan barang
rumah tangga yang terdaftar di Bursa Efek In-

ROA =

donesia (BEI). Populasi sektor industri barang
konsumsi ini sebanyak 35 perusahaan (ICMD
2010). Adapun sampel penelitian ini diambil
secara purposive sampling dengan kriteria tertentu sebagai berikut:

Tabel 2
Kriteria Pemilihan Perusahaan Sampel
Perusahaan manufaktur sub sektor industri barang konsumsi yang go public, di BEI dan listing
sejak tahun 2010.

32 perusahaan

Perusahaan membagikan dividen dengan kontinu selama periode 2011-2013.

18 perusahaan

Perusahaan sampel harus mencantumkan data lengkap, menerbitkan laporan keuangan secara
kontinu, dan tidak sedang dalam proses delisting pada periode pengamatan.

16 perusahaan

Sumber: www.idx.co.id/, diolah
Jenis data penelitian ini adalah data
sekunder, yang diunduh melalui website www.
idx.co.id/ . Data yang diperoleh adalah data
laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur pada sektor industri barang konsumsi
(Consumer Goods Industry) tahun 2011, 2012,
dan 2013 berupa laporan laba rugi dan neraca.

Analisis terhadap data dilakukan secara kuantitatif, dengan menghitung variabel-variabel
independent (variabel bebas) dan menganalisis pengaruhya terhadap variabel dependent
(variabel terikat). Model regresi linier berganda
untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah
sebagai berikut:

Y’ = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5e
Y= Kebijakan dividen yang diproksikan dengan dividen yield
α = Konstanta
β = Koeisien regresi
X1= Free Cash Flow
X2= Debt Equity Ratio (DER)
X3= Ukuran Perusahaan
X4 = Retained Earning to Book value of Equity
X5 = ROA
e = koeisien error

176

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Uji Asumsi Klasik
Pengujian normalitas menunjukkan bahwa data
yang akan dianalisis sudah berdistribusi normal. Model regresi juga menunjukkan tidak
ada multikolinearitas antara variabel indepen-

Volume 15, No. 1, Januari – Juni
(Semester I) 2015,
Halaman 169-181

den dalam model regresi. Selanjutnya pengujian autokorelasi menujukkan tidak ada korelasi
serial, sehingga variabel tersebut independen
(tidak ada ada autokorelasi). Pengujian heteroskedastisitas menunjukkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.

Tabel 1
Ringkasan hasil Pengujian Model Regresi Berganda
Variabel Independen
Koeisien Regresi t Hitung
Constant
-0.531
-0.906
fcf
1.235
5.076
der
0.357
3.131
size
0.028
1.228
rete
-0.451
-1.076
roa
0.023
0.407
variabel dependen
= Dividend payout
R.Squares
= 0.538
adjusted R. Squares = 0.483
F hitung
= 9.772
Sig.
= 0.000

Sig
0.370
0.000
0.003
0.226
0.288
0.006

Sumber: Hasil pengolahan data

Pembuktian Hipotesis
Pengujian variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan diperoleh nilai F
sebesar 9.772 dengan tingkat signiikansi sebesar 0.000. Hal ini berarti, variabel independen
berpengaruh signiikan terhadap variabel dependen. Nilai adjusted R Square sebesar 0.483,
menunjukkan bahwa seluruh variabel independen berpengaruh dalam menentukan variabel
dependen sebesar 48,3% sedangkan sisanya
sebesar 51,7% dipengaruhi oleh faktor lain.
Hasil analisis parsial menunjukkan bahwa
variabel FCF memiliki koeisien regresi sebesar 1,235, dengan tingkat signiikansi sebesar
0.000, sehingga H1 terbukti, bahwa FCF berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
Variabel DER memiliki koeisien regresi sebesar 0.357 dengan tingkat signiikansi sebesar
0.003, sehingga H2 terbukti, bahwa DER berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
Variabel SIZE memiliki koeisien regresi sebesar 0.028 dengan tingkat signiikansi sebesar
0.226, sehingga H3 tidak terbukti, dan Size ti-

dak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
Variabel RETE memiliki koeisien regresi sebesar -0.451 dengan tingkat signiikansi sebesar
0.288, sehingga H4 tidak terbukti, bahwa RETE
berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Variabel control ROA memiliki koeisien regresi
sebesar 0.023 dengan tingkat signiikansi sebesar 0.006, sehingga variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian berpengaruh terhadap
kebijakan dividen.
Pengaruh FCF terhadap Kebijakan Dividen
Hasil analisis menunjukkan bahwa FCF berpengaruh positif dan signiikan terhadap kebijakan
dividen. Hasil penelitian ini konsisten dengan
penelitian Thanatawee (2011), dan Pouraghajan
et.al. (2013). Sedangkan penelitian ini bertentangan dengan penelitian Fajriyah (2011), Taleb
(2012) menyatakan bahwa Free Cash Flow berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
Arus kas bebas adalah arus kas yang tersisa
setelah dikurangi pendapatan yang diharapkan,
biaya operasi yang diharapkan dan investasi
yang diperlukan untuk mempertahankan dan

177

R.A. Sista Paramita : Free Cash Flow, Leverage, .....

meningkatkan arus kas. Pada saat suatu perusahaan memiliki aliran free cash low, perusahaan
dianggap mempunyai leksibilitas keuangan
yang memuaskan. Manajer akan mendapatkan tekanan dari para pemegang saham untuk
membagikan dividen untuk menghindari kemungkinan para manajer melakukan investasi
yang merugikan (Mahadwartha, 2007). Hal ini
menunjukkan Free Cash Flow berpengaruh
positif terhadap kebijakan dividen.
Pengaruh DER terhadap Kebijakan Dividen
Hasil analisis menunjukkan bahwa DER berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Fajriah (2011), Thanatawee (2011), Taleb (2012). Hal ini bertolak belakang dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ranti (2013)
yang menunjukkan DER berpengaruh negatif
dan signiikan terhadap kebijakan dividen, sementara Pouraghajan et.al (2013) menunjukkan
bahwa DER berpengaruh negatif tidak signiikan terhadap kebijakan dividen.
Perusahaan dengan utang yang lebih besar dalam struktur modal akan membayarkan
dividen lebih besar dibandingkan perusahaan
yang porsi utang lebih kecil dari struktur modal
dilihat dari segi dividend payout rasio. Utang
merupakan salah satu faktor yang memungkinkan manajer untuk secara efektif memiliki
ikatan untuk membayarkan dividen di masa
depan. Utang juga dapat mengurangi biaya
keagenan dan arus kas bebas yang digunakan
manajer untuk kepentingannya. Kebijakan
utang dapat menjadi penyelaras yang baik bagi
manajer perusahaan dan pemegang saham.
Berdasarkan hasil ini, Thanatawee (2011) yang
menyimpulkan perusahaan di Thailand menggunakan utang untuk membayar dividen, begitu
pula Aivazian et al. (2003) yang mendokumentasikan bahwa perusahaan di di pasar yang sedang berkembang tampaknya bergantung pada
utang bank untuk membayar dividend.

Pengaruh Size terhadap Kebijakan Dividen
Hasil analisis menunjukkan bahwa Size tidak
berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Hal
ini konsisten dengan penelitian Thaleb (2011)
menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak
berpengaruh signiikan terhadap kebijakan
dividen. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Thanatawee (2011),
dan Ranti (2011) menunjukkan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh positif signiikan terhadap kebijakan dividen, sedangkan penelitian
Fajriah (2011), dan Pouraghajan et.al. (2013)
menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif signiikan terhadap kebijakan
dividen.
Secara umum, hasil ini konsisten dengan
studi Fama dan French (2001), yang menyimpulkan bahwa size berpengaruh positif terhadap
kebijakan dividen. Menurutnya, Size, selain
menunjukkan ukuran peusahaan juga dapat
menjadi proksi untuk informasi investor outsider, sehingga Fama dan Jensen (1983) berpendapat bahwa perusahaan besar cenderung
memberikan informasi yang lebih banyak kepada pihak kreditur. Rajan dan Zingales (1995)
juga menyimpulkan bahwa perusahaan besar
cenderung menyebarkan (disclose) informasi
lebih banyak kepada investor dibandingkan perusahaan kecil. Oleh karena itu, perusahaan besar memiliki masalah asymmetric information
lebih kecil daripada perusahaan kecil, sehingga
perusahaan besar cenderung memiliki ekuitas
lebih besar dalam struktur modalnya, sehingga
dengan ekuitas yang besar, masih dapat membagikan dividen.
Pengaruh RETE terhadap Kebijakan
Dividen
Hasil analisis menunjukkan bahwa life cycle
yang diproksikan dengan RE/TE, tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Hal ini konsisten dengan penelitian Anthony & Ramesh
(1992). Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Thanatawee (2011), yang menunjukkan
RE/TE berpengaruh positif signiikan terhadap

178

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

kebijakan dividen, sedangkan Thaleb (2012)
menunjukkan hasil positif tidak signiikan terhadap kebijakan dividen.
Secara umum, pengaruh negatif menunjukkan bahwa RE/TE perusahaan yang tinggi
menunjukkan perusahaan berada pada tahap
daur hidup matang namun memiliki arah berlawanan dengan kebijakan dividen. Perusahaan
yang berada pada tahap daur hidup matang/dewasa memiliki kesempatan berkembang yang
terbatas, sehingga kesempatan untuk menghasilkan laba juga terbatas. Hal ini akan berpengaruh pada kemampuan perusahaan untuk
membagikan dividen. Bila perusahaan mampu
bertahan, maka ke depan perusahaan akan masuk pada tahapan matang, sehingga hal ini akan
mempengaruhi ekspektasi investor terhadap
masa depan perusahaan.
KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN DAN
KETERBATASAN
Makalah ini membahas kebijakan dividen Perusahaan Manufaktur sub sektor barang konsumsi periode 2011-2013 untuk menguji arus kas
bebas, leverage, ukuran perusahaan dan siklus
hidup terhadap kebijakan dividen. Berdasarkan
hasil analisis, penelitian ini mengindikasikan
bahwa seluruh variabel independen berpengaruh terhadap kebijakan dividen, dimana FCF,
DER dan ROA berpengaruh positif terhadap
kebijakan dividen, sedangkan Size dan RE/TE
tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
Implikasi penelitian ini hendaknya dapat
menjadi pertimbangan bagi para manajer dalam
mengelola perusahaan khususnya dalam membuat kebijakan pembagian dividen kepada pemegang saham. Selain itu bagi Investor, dengan memperhatikan FCF dan DER, serta Laba,
maka mereka dapat menggunakan variabel
tersebut untuk memperkirakan apakah perusahaan akan mampu membagikan dividen atau
tidak.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah
penggunaan sampel yang terbatas pada perusahaan manufaktur sub sektor barang konsumsi

Volume 15, No. 1, Januari – Juni
(Semester I) 2015,
Halaman 169-181

saja, dan masih memungkinkan untuk memperluas model dengan memperdalam analisis pada
kebijakan dividen.
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan
sampel yang digunakan dapat diperluas dengan
memasukkan semua perusahaan manufaktur,
dan menambahkan beberapa variabel lain, seperti risiko, kesempatan investasi, dan lain sebagainya.
DAFTAR RUJUKAN
Aivazian, V., Booth, L., & Cleary, S. (2003).
Dividend Policy and the Organization of
Capital Markets. Journal of Multinational
Financial Management 13, 101-121,
doi:10.1016/S1042-444X(02)000385,http://dx.doi.org/10.1016/S1042444X(02) 00038-5
Allen, Franklin and Roni Michaely, (2003);
Payout Policy, The Wharton Financial
Institutions Center, Working Paper
Series, http://inance.wharton.upenn.edu/
~allenf/download/ Vita/payoutpolicy
Al-Taleb, Ghassan (2012) Measurement of
Impact Agency Costs Level of Firms
on Dividend and Leverage Policy:
An Empirical Study, Interdisciplinary
Journal Of Contemporary Research In
Business, Institute of Interdisciplinary
Business Research February, Vol 3, No.10
Anthony, J. H., & Ramesh, K. (1992).
Association
between
Accounting
Performance Measures and Stock Prices.
Journal of Accounting and Economics
15, 203-227
Black, F. (1976). The Dividend Puzzle.
Journal of Portfolio Management 2, 5-8,
doi:10.3905/jpm.1976.408558,
http://
dx.doi.org/10.3905/jpm.1976.408558
Brigham, Eugene F. and Houston, Joel F., 2007.
Fundamentals of Financial Management.
11th Edition. South-Western

179

R.A. Sista Paramita : Free Cash Flow, Leverage, .....

Denis, D.J. & Osobov, I. (2008). Why Do Firms
Pay Dividends? International Evidence
on the Determinants of Dividend Policy.
Journal of Financial Economics 89, 62-82,
doi:10.1016/j.jineco.2007.06.006, http://
dx.doi.org/10.1016/j.jineco.2007.06.006
De Angelo, H., & De Angelo, L. (2006).
The irrelevance of the MM dividend
irrelevance
theorem.
Journal
of
FinancialEconomics 79, 293–316.
DeAngelo, H., DeAngelo, L., & Stulz, R.M.
(2006). Dividend policy and the earned/
contributed capital mix: a test of the
lifecycle theory. Journal of Financial
Economics 81, 227–254DeAngelo, H.,
& DeAngelo, L. (2006). The irrelevance
of the MM dividend irrelevance theorem.
Journal of Financial Economics 79, 293–
316.
Dewi, S. C. 2008. “Pengaruh Kepemilikan
Managerial, Kepemilikan Institusional,
Kebijakan Hutang, Proitabilitas dan
Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan
Dividen”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi.
Vol. 10. No. 1. Pp. 47-58.
Fama, E.F., & French, K.R. (2001). Disappearing
dividends: changing irm characteristics
or lower propensity to pay? Journal
of Financial Economics 60, p.3–43.
doi:10.1016/S0304-405X(01)00038-1,http://
dx.doi.org/10.1016/S0304-05X(01)00038-1
Fajriah, Nasim, 2011, Analisis Pengaruh ROE,
DER, Manajemen Ownership, Free Cash
Flow, dan Size Terhadap Dividend Payout
Ratio
Pada
Perusahaan-perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2009,
Skripsi Fakultas Ekonomi Universotas
Diponegoro, Semarang
Gort, M., & Klepper, S. (1982). Time paths in
the diffusion of product innovations. The
Economic Journal, 92(367),p. 630-653.

Grabowski, H. G., & Mueller, D. C. (1972).
Managerial and stockholder welfare
models of irm expenditures. The Review
of Economics and Statistics, 54(1), p.
9-24.
Grullon, G., Michaely, R., & Swaminathan,
B., 2002. Are dividend changes a sign of
irm maturity? Journal of Business 75, p.
387–424.
Hoberg, Gerard and Prabhala, Nagpurnanand
R., 2005, “Disappearing Dividends: The
Importance of Idiosyncratic Risk and the
Irrelevance of Catering,” Working Paper
http://ssrn.com/abstract=690406.
Holder, M., F. Langrehr, and J. Hexter,
1998. “Dividend Policy Determinants:
An Investigation of the Inluences
of Stakeholder Theory”, Financial
Management 27, pp.73- 82
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2004. Standar
Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba
Empat Michael J. Brennan; Anjan V.
Thakor Shareholder Preferences and
Dividend Policy The Journal of Finance,
Vol. 45, No. 4. (Sep., 1990), pp. 9931018.
http:// links.jstor.org/sici?sici=00221082%28199009%2945%3A4%3C993%3ASP
ADP%3E2.0.CO%3B2-L
Kallapur, S., and M.A. Trombley, 1999,
The Association Between Investment
Opportunity Set Proxies and Realized
Growth, Journal of Business Finance and
Accounting, Vol. 26, pp.505-519
Kieso, D. E., Weygandt, J. J., and Warield,
T. D. 2001. Intermediate Accounting
(Terjemahan). Tenth Edition. New York:
John Willey & Sons, Inc.
LaPorta, R., Lopez-de-Silanes, F., Shleifer,
A., & Vishny, R.W. (2000). Agency
Problems and Dividend Policies around
the World. Journal of Finance 55, 1-33,
http://
doi:10.1111/0022-1082.00199,
dx.doi.org/10.1111/0022-1082.00199

180

JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT
(Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)

Mahadwartha, Putu Anom, 2007, The
Association of Managerial Ownership
with Dividend Policy and Leverage
Policy: Indonesian Firm , SSRN
Working Papers Series, http://ssrn.com/
abstract=637061
Marlina, Lisa dan Danica, Clara, 2009,
Analisis Pengaruh Cash position, Debt
to Equity Ratio, and Return on Asset
Terhadap Dividend Payout Ratio, Jurnal
Manajemen dan Bisnis, Vo. 2, No. 1 p.
1-6
Mollah A. S , K. Keasey, and H. Short (2002),
The inluence of Agency costs on Dividend
Policy in An Emerging Market: Evidence
from the Dhaka stock Exchange, Working
Paper, Leeds University Business School.
Myers, Stewart C., Majluf, Nicholas S., 1984,
Corporate Financing nd Investment
Decision When Firms Have Information
That Investor Do Not Have, Journal of
Financial Economics, 13, pp.187-221
Miller, D., & Friesen, P. H. (1984). A
longitudinal study of the corporate life
cycle. Management Science, 30: 1161–
1183.
Naceur, S. Goaied, M. and Belanes, A. (2006),
“On the determinants and dynamics of
dividend policy”, International Review of
Finance, 6, 1-2, 1-23.
Pouraghajan, Abbasali, Mehdi Esmaili, Esmail
Abedi Rekabdarkolaei, Askari Rezazade,
2013, Investigation the Effect of Agency
Cost Arising from Free Casf Flows on
Dividend Policy and Financial Leverage
of Companies: Evidence from Iran, www.
engineerspress.com, Vol.01. issue: 12 pp.
91-08
Rosdini, D. 2009. “Pengaruh Free Cash Flow
terhadap Divident Payout Ratio”. Working
Paper in Accounting and Finance.

Volume 15, No. 1, Januari – Juni
(Semester I) 2015,
Halaman 169-181

Ranti,
Uwuigbe
Olubukunola,
2013,
Determinants of Dividend Policy: A
study of selected listed Firms in Nigeria,
Change and Leadership, No. 17 , pp. 107119
Suharli, M., dan Rachpriliani, A. 2006. “Studi
Empiris Faktor yang Berpengaruh
terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan
Keuangan”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi.
Vol.8 No.1 (April): 34-55
Thanatawee, Yordying, 2011, Life-Cycle
Theory and Free Cash Flow Hypothesis:
Evidence from Dividend Policy in
Thailand, International Journal of
Financial Research Vol. 2, No. 2; July
2011
Yan, Z. (2006). A new methodology of
measuring corporate life-cycle stages.
available at SSRN, URL: http://ssrn.com/
abstract, 893826(05.04), 2009
Statistik BPS
IDX Statistics, www.idx.co.id

181