Studi Tafsir Telaah Buku Alquran Kitab S

Studi Tafsir Kontemporer

Salah satu karya yang dapat dikatagorikan kontemporer adalah karya M.Nur
Khalis Setiawan. Sebuah penelitian ( disertasi) yang menulis tentang analisa akar

Telaah Buku “ Alqur’an Kitab Sastra Terbesar” 1

sejarah metode susastra dalam tradisi Islam. Tulisan ini mengulas wacana susastra
Alqur’an abad ke 20 dengan melihat relasi susastra Alqur’an dengan i’jaz, dan

Oleh : Suhailid2
I.

membahas manhaj susastra dalam kajian Islam Kontemporer.

Pendahuluan

Pembahasannya juga menyangkut “ Alqur’an sebagai Teks” sebuah wacana

Tak ada kesepakatan yang jelas tentang istilah kontemporer adakah meliputi


pemikiran tafsir yang kontroversi pada abad ke 20 hingga melahirkan karya-karya

abad ke-19 atau hanya merujuk pada abad ke-20 atau abad ke-21. Sebagian pakar

lain yang pro dan kontra di kalangan sarjana Alqur’an. Namun inti dari studi ini

berpandangan bahwa kontemporer identik dengan modern, keduanya sering

lebih pada tinjauan historis dalam mencari akar sejarah penafsiran susastra.

digunakan secara bergantian. Dalam konteks peradaban Islam keduanya dipakai saat
terjadi kontak intelektual pertama dunia Islam dengan Barat. Kiranya tak berlebihan

Ulasan ini akan fokus pada penelusuran terhadap geneologi kerangka

bila istilah kontemporer disini mengacu pada pengertian era yang relevan dengan

berfikir Dr. Nur Khalis Setiawan dalam melihat Alqur’an sebagai teks sastra,

tuntutan kehidupan modern3


dengan berusaha mencari jawaban dari pertanyaan berikut:

Istilah Tafsir kontemporer merupakan penjelasan ayat Al-Qur’an yang

a. Siapakah tokoh yang mempengaruhi pemikiran

disesuaikan dengan kondisi kekinian atau saat ini. Pengertian seperti ini sejalan

kontemporer ?
b. Bagaimana akar sejarah dasar-dasar metode susastra dalam tradisi Islam

dengan pengertian tajdid yakni ‘usaha untuk menyesuaikan ajaran agama dengan
kehidupan kontemporer dengan jalan mentakwilkan atau menafsirkan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan serta kondisi sosial masyarakat

studi Alqur’an

yang dapat dijadikan pijakan perkembangan pada era modern ?
c. Bagaimana Tanggapan dan kritik atas tafsir Kontemporer ?

Dengan segala keterbatasan pemakalah akan mencoba mengulas dari buku karya

4

Nur Khalis Setiawan dan membandingkan dengan pendapat lain yang menolak
1 Buku “Alqur’an Kitab Sastra Terbesar” merupakan edisi bahasa Indonesia dari disertasi
berbahasa Jerman yang diajukan M. Nur Khalis Setiawan untuk meraih gelar doktor di Orientalisches
Seminar der Rheinischen Friendrich- Wilhelms Bonn, Jerman. Judul aslinya dalm bahasa “ Akar Sejarah
Metode Sastra Dalam Tradisi Islam” diterbitkan oleh Penerbit elSAQ, tahun 2005, dengan jumlah halaman
336.

pendapat studi tafsir yang dipandang liberal oleh sebagian kalangan.
II. PEMBAHASAN
A. GENEOLOGI PEMIKIRAN TAFSIR KONTEMPORER

2 Mahasisiwa Pasca Sarjana kosentrasi Sejarah Islam Nusantara, STAINU

4 Dr. M. Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1998) hal. 93, dalam
http://dakwahsyariah.blogspot.com/2014/01/tafsir-kontemporer-dan-penjelasannya.html#ixzz3JTcc1UmD


Jakarta, tahun 2014
3 Ahmad Syukri, “Metodologi Tafsir Al Qur`an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman”
( Jambi : Sulton Thaha Press, 2007 ), hal 43, dalam http://dakwahsyariah.blogspot.com/2014/01/tafsirkontemporer-dan-penjelasannya.html#ixzz3JTbhCpNi

1

Interpretasi susastra Alqur’an di era kontemporer mendapatkan perhatian

historis, sosial, kultural, dan antarpologis wahyu bersamaan dengan masyarakat
Arab abad ke-tujuh.6

pada paruh akhir abad ke-20. Ini terlihat dari munculnya karya-karya kesarjanaan
yang dihasilkan pada

kurun waktu tersebut. Kekayaan karya tersebut dapat

Apa yang dikembangkan Al-Khuli ( 1895-1966) memilki mata rantai

dirunut pada pemikiran Amin al-Khuli (1895-1966) yang mengembangkan
pemikiran al-Manhaj al-adabi

ditawarkan tersebut

keterkaitan dengan pemikiran-pemikiran yang muncul setelahnya. Diantara

dalam penafsiran al-Qur’an. Metode yang

tokoh-tokoh yang mengikuti pemikiran al-Khuli sbb:

kemudian dikembangkan dan diaplikasikan oleh M.A.

Khalafallah (w 1998) , Aisha Abdurrahman bint Shati’ (w. 2000) M. Syukri

Pertama, Khalafallah menulis sebuah Disertasi berjudul al-Qashash fi

Ayyad (w. 2001), dan Nasr Hamid Abu Zaid.

al-Qur’a,n dalam disertasinya ia mengulas historisitas kisah-kisah kenabian yang
termaktub dalam teks Alqur’an. Dengan metode induktif (istiqra’), Khalafallah

Al-Khuli seorang kritikus sastra Arab dengan karya terpentingnya Fi Adb


berasumsi bahwa kisah-kisah yang tertera dalam Alqur’an bukan semata –mata

al-Mishry (1943), dan fann al-Qaul, keduanya merupakan upaya al-Khuli untuk

data historisis, melainkan merupakan narasi yang bisa dimasukkan dalam bingkai

mendkonstruksi wacana sastra Arab dengan dua metode kritik yang diterapkan:

sastra yang syarat dengan simbol-simbol keagamaan berupa ibrah, mauw’idzah,

al-naqd al-Khariji, dan al-naqd-dakhili5

hidayah dan irsyad . investigasi yang dilakukan membuahkan hasil yang berbeda
dengan karya-karya sebelumnya.7

Al-Khuli, memotori pendekatan susastra al-Qur’an melalui tesis yang
dikedepankannya bahwa Alqur’an adalah teks sastra Arab, Kitab al-‘Arabiyya al-

Kedua, Binti Syathi’ yang memiliki nama lengkap Aisha Abdurrahman


Akbar, ia mempopulerkan sekaligus mengembangkan metode tafsir susastra

murid sekaligus istri dari al-Khuli. Ia menulis karya tafsir berjudul al-Tafsir al-

(almanhaj al-adabi).sasaran metode ini adalah untuk mendapatkan pesan

bayani li al-Qur’an al-Karim, dalam karyanya secara konsisiten menerapkan

Alqur’an secara menyeluruh dan bisa diharapkan terhindar dari tarikan-tarikan

metode al-Khuli. Ada dua elemen pengembangan dan modifikasi model al-Khuli

individual-ideologis.

yang ditawarkan binti Syathi’; (1) penelitian terhadap makna leksikal kosa kata

Al-Khuli mengedepankan dua prinsip metodologis yakni; (1) dirasah ma

Alqur’an yang kemudian dijadikan sebagai sarana untuk mengetahui makna


haula alqur’an ( studi sekitar alqur’an), (2) dirasah alqur’an nafsihi ( studi

yang dikehendaki dalam konteks pembicaraan ayat, Kedua, pelibatan semua ayat

tentang teks itu sendiri). Kajian ini menitik beratkan pentingnya aspek-aspek

yang berbicara tentang satu topik tertentu saja.karya lainnya berjudul Min Asrãr

5 Amin al-Khuli, Manahij Tajdid al-nahwu wa al-Balagah wa al-Tafsir wa
al-Adab, hal 4 dikutip Nur Khalis Setiawan.....hal 8

6 Salah satu contoh tafsirnya dalam buku Min Huda al_Qur’an, dalam menafsirkan kata
Qardhan hasan, secara leksikal berbeda artinya dengan al-dain (hutang), kata Qardhan hasan
memiliki inflikasi tanggung jawab sosial bagi mereka yang memilikinya, karena kata tersebut selalu
digunakan Alqur’an untuk merepresentasikan properti ataupun kekayaan. Lihat Nur Khalis, ...hal 15
7 Nur Khalis......hal 31-33

2


al-Arabiyya fi bayan al-Qur’an membahas tentang gaya kalimat-kalimat

Pemikiran tokoh-tokoh tersebut dijadikan Nur Khalis sebagai pijakan

Alqur’an, da karyanya berjudul maqa fi al-Insan: Dirasat Quraniyah,berbicara

dalam mencari akar-akar pemikiran dalam tradisi turats dan dapat dijadikan

tentang manusia dengan metode tematik al-Khuli.8

sebagai pegangan bahwa pemikiran liberal dalam Islam bukanlah “anak tiri”
melainkan “anak kandung” dari sejarah Islam itu sendiri yang harus

Ketiga, Syukri Ayyad menulis buku berjudul Yaum al-Din wa al-Hisab :

dikampanyekan.10

Dirasat Quraniyah dalam karya ini Ayyad mengkritik para mufassir dan juga
para orientalis yang ia nilai gagal memahami eksatologi. Melalui metode susastra
ia berkesimpulan bahwa eksatologi Alqur’an bisa dilihat dalam tiga model; (1)


B.

penghadapan lansung ( al-taujih), (2) ilustratif al-Tashwir , (3) menggunakan

AKAR

SEJARAH

DASAR-DASAR METODE SUSASTRA DALAM

TRADISI ISLAM KLASIK

situasi dan kondisi yang berlawanan. Diantara contohnya adalah penggambaran
mizan seperti dalam 7: 8-9 kata mizan dalam ayat tersebut harus dipahami secara

Menurut Nur Khalis akar sejarah metode sastra dapat ditelusuri melalui

metaforis, artinya mizan tidak berarti timbangan berat secara fisik , melainkan


telaah historis yang dianggap sebagai “ stadium embrional” tafsir susastra yang

ilustrasi kualitas dan derajat positif dari kemanusiaan seorang.

dimulai dari masa Nabi, sahabat, tabiin, khususnya pada awal abad kedua sampai

9

Keempat, Hamid Abu Zaid ( lahir 1942), menurut Abu zaid untuk

abad ketiga hijriyah.
Stadium embrional tafsir susastra pada masa Nabi dapat dilihat ketika

menafsirkan Alqur’an secara objektif ia menawarkan dua premis, yakni premis

Nabi ditanya oleh Uday bin Hatim yang bertanya tentang kata alkhaith al-abyadh

mayor dan minor, yang terkait erat dengan bahasa keagamaan Alqur’an . premis

dan al-Khaith al-Aswad dalam Q.S al-Baqarah ayat 187. Rasulullah menjelaskan

mayor mengatakan bahwa bahasa Alqur’an secara umum merupakan bahasa

maksud kata tersebut adalah gelapnya malam dan terangnya siang. 11 Demikian

Arab yang tidak terlepas dari kerangka linguistik dan budaya Arab sebelum

juga kata al-Rizq berarti syukur dalam Q.S 56: 82, kata zulm berati syirik, dan

datangnya Islam dan memberinya makna-makna keagamaan. Ia menetapkan

kalimat al-Taqwa yang berarti kalimat tauhid.12
Salah satu penerus yang melakukan penafsiran seperti yang dilakkan

hipotesis bahwa teks Alqur’an mempunya sistem bahasa yang spesifik yang tidak

Nabi adalah Abdullah ibn Abbas (w. 68/687) salah satu contoh penafsiran Ibn

saja mengubah makna terminologi pra Islam, melainkan mampu melewati batas-

Abbas yang dijadikan awal penafsiran susastra terkait perumpamaan dalam

bats linguistik bahasa Arab pra Islam , bahkan mampu menciptakan karakter

bentuk Kinayah. Dalam kosa kata rafats pada Q.S al-Baqarah 187, menurutnya

kebahasaannya sendiri.

10 Nur Khalis Setiawan,...... hal 49
11 Dikutip dari al-Thabari, Jami’ al-Bayan, Jilid II, 172

8 Nur Khalis Setiawan...... hal 37-38
9 Nur Kholis Setiawan,... .hal 41

12 Nur Khalis, Alqur’an Kitab Sastra Terbesar, hal 130-132

3

kata tersebut mempunyai kedekatan makna dengan al-mubasyarah yang arti

Dalam kaitannya dengan teks keagamaan tokoh-tokoh tersebut di atas

leksikalnya adalah persetubuhan.

menempuh analisis dua komponen bahasa, yakni sintagmatik dan paradigmatik 15
dalam memahami ayat Alqur’an. Menurut Nur Khalis ulama-ulama tersebut di

Dalam penelitiannya ia menjelaskan bahwa penafsiran sarjana muslim

atas dalam karyanaya secara implisit menegaskan Alqur’an adalah sebuah teks

abad pertama hijriyah, seperti Ibn Abbas (w.68/687 M), menunjukkan pada era
awal telah ada konsep terminus majaz
memiliki beberapa cabang

berdasrkan analisa terhadap buku-buku yang ditulis para inlektual tersebut

yang dikebangkan setelahnya yang

yakni isti’arah, tamsil, dan tasybih. Disamping

Dalam kesimpulan bukunya Nur Khalis menuliskan bahwa hasil kajian

terdapat pula data yang menunjukkan bahwa murid-murid Ibnu Abbas ,seperti

para sarjana muslim pada paruh tahun kedua sampai ketiga hijriyah dalam kajian

Mujahid ( w. 104/721) Qatadah (w. 117 H/735 M), al-Suddi Al-Kabir (w.

liguistik dapat dikelompokkan menjadi tiga sumbu utama:

128/745) dan lainnya telah mnyentuh wilayah makna yang erta kaitannya dengan

a. Mikro struktur
b. Stilistik
c. Semantik 16

perbincangan majaz sebagai makna yang melampui makna leksikal sebuah kata.
Meskipun penafsiran ataupun uraian mereka tidak secara lansung dan eksplisit
menyebut kata majaz, melainkan menggunakan konsep lain yang secara defenitif

Dalam Mikro Struktur para pengkaji Alqur’an terekam dalam karya-

ada kaitannya dengan majaz.

karya yang memiliki pengaruh utama di abad dua sampai ketiga hijriah seperti

Selanjutnya, Mujahid Ibn Jabbar ( w. 104/772 H) salah seorang murid

Ma’ani alQur’an karya imam al-Kisa’i ( w. 189/805), al-Akhfasy ( w. 215/830

Ibn Abbas, menggunakan argumentasi tamsil pada kata Kûnû qiradatan khãsiin,

M) dan al-Zajjaj (w. 311/923). Memiliki pengaruh utama. Pengaruh ini sekaligus

menurut Mujahid bahwa mereka tidak diubah menjadi kera secara fisik, akan

menempatkan

tetapi karakternya saja. 13
Para pengkaji Alqur’an pasca Mujahid diantaranya Hasan al-Basri (w.

kesempurnaan, dan keluar biasaan

karya

tersebut

sebagai

salah

satu

indikator

keindahan,

gaya bertutur Alqur’an yang kemudian

dikenal dengan i’jaz alqur’an. Alqur’an menurut penelitian al-Jahiz (255/868),

14

110/728), Ata Ibn Abi al-Rabah (w. 114/732), Qatadah (w. 11128/745) , al-Suddi

Ibn Qutaybah, (w. 276/889), sampai abdul Qahir al-Jurjani, menunjukkan

al-Kabir (w. 128/745). Setelah generasi ini muncul Ibn Juraij (w.150/767).
Muqatil ibn Sulayman (w. 150/767), Sufyan al-Tsauri (w. 161/777) , Abu
15 Dua istilah dalam wilayah kebahasaan syntagma atau tarkib sebagai bahagian
integral dari pembentukan dan bangunan sebuah kalimat, sedangkan paradigma atau disebut dengan
istilah dalalah sebagai elemen pembangun lainny dalam bahasa., Nurkhalis, hal 139
16 Yang dimaksud mikro struktur dalam tulisan ini adalah sebuah instrumen untuk
melacak bagaimana makna Alqur’an , melalui relasi-relasi struktur dalam kata maupu kalimat.
Stilistik yang dimaksud adalah keunikan gaya tutur yang dimiliki Alqur’an bisa dipahami serta
masuk dalam wilayah kebahasaan , sedangkan semantik yaitu bagaimana makna yang ada dalam
teks bisa dilahirkan melalui alat bantu semantik.

Ubaidah al-Mutsanna (w. 210/825) dan Yahya ibn Ziyad al-Farra’ (w. 207/822).
13 Nur Khalis... hal 136-137
14 Qatadah adalah murid Ibn Abbas, interpretasinya menunjukkan bahwa prinsip
kesatuan isi dan tematik Alqur’an (alwahdatul maudhuiyyah)., seperti Q.S 28: 46 pada kata Wama
kunta Bi Janibi al-thur, ayat ini selaras dengan ayat 44 Wama kunta Bi Janibi l-gharbiyy, menurut
Qatadah ayat ini punya makana yang selaras, Nur Khalis... hal 140

4

keistimewaan yang sama sekali tidak dimiliki oleh teks lain sehingga indikator

Ibnu Qutaibah (w.276/889) memasukkan delapan puluh empat ayat yang

inilah yang dijadikan salah satu unsur i’jaz Alqur’an.

ia anggap sebagai metafor sebagaimana dalam karyanya Ta’wil Musykil alQur’an .Salah satu contoh yang ditulis Ibnu Qutaibah, pada ayat 68;42

Mengutip pendapatan al-Jahiz tetang aspek kei’jazan Alqur’an ada tiga;

‫يوم يكشف عن ســاق ويدعون إلى السجود وهم سالمون‬

makna kata, pilihan kosa kata, dan ekonomi kata. Tentang pilihan kata, terdapat
perbedaan yang mendasar antara Alqur’an dan Syi’ir , mengingat para penyair

Ayat ini merupakan metafor, karena kata sãq bukanlah makna aslinya

menggunakan kosa kata sebagai sinonim yang sejatinya bukanlah sinonim. Dua

yang dikehendaki ( pada hari dimana betis disingkapkan dan mereka dipanggil

kata untuk denotasi hujan, yakni ghais dan mathar. Menurut al-Jahiz penggunaan

untuk bersujud; maka mereka tidak puas), menurut ibnu Qutaibah makna yang

dua kata tersebut memiliki denotasi sama , akan tetapi konotasi dan implikasi

dikehendaki sebagai intensifikasi dengan makna situasi yang amat mencekam.

makna yang sangat berbeda. Kata ghaits hujan dalam artian rahmat dan mathar
hujan dalam pengertian siksa.17

Contoh lain tentang metafor dalam Alqur’an menurut Ibn al-Khafăji (w.
466/1073) adalah ayat 4 dalam surat Maryam

Penggunaan kata majaz dalam literatur Arab klasik, termasuk di
dalamnya karya-karya tafsir, menunjukkan adanya hubungan antara penafsiran

‫واشتعل الرأس شــيبا‬

dengan konsep mengenai majaz.

Kata isyta’ala (terbakar) lazimnya digunakan untuk api. Dalam konteks

Ada empat bentuk majz yang terkait dengan penafsiran al-Qur’an dalam

ini, bukanlah membakar api yang dimaksud. Frasa tersebut termasuk dalam

kajian ini, yang dilandasi dengan frekwensi penggunaan majz orang para sarjana

kategori peminjaman kata atau frasa untuk kata dan frasa lainnya untuk

muslim

memperindah ungkapan atau kalimat.19

klasik dalam penafsiran Alqur’an. Keempat istilah tersebut adalah

isti’arah,18 tasybih, tamtsil, dan kinayah.

Menurutnya, Disertasi ini, ia telah memberikan data yang akurat, bahwa

Nur Kholis menyoroti bagaiman para sarjana muslim klasik memahami

penolakan yang keras terhadap model exegesis susastra, al-tafsir al-adabi, justeru

ayat-ayat Alqur’an secara metaforis. Diantaranya:

ahistoris, mengingat wacana susatra yang berkembang semenjak abad dupuluh
ternyata dilandasi oleh wacana yang telah berkembang di era klasik.

17 Nur Khalis, hal 283-284
18 . Menurut Ibnu Qutaibah (w. 276 H/889 M) isti’arah atau metafora adalah

C. Kritik Atas Studi Tafsir Kontemporer
Menaggapi pendapat Ahmad Muhamad Khalafallah yang berasumsi

peminjaman suatu kata untuk dipakai dalam kata yang lainnya karena perbandingan
atau faktor-faktor lain. Sedangkan Tsa’lab (w. 291/904) isti’araha adalah peminjaman
makna kata untuk kosa kata lain tersebut, pada awalnya, tidak memiliki makna yang
dipinjamkan.(lihat, Tsa’lab, Qawa’id al-Syi’r (ed) Ramadhan Abu Tawab, Cairo 1938, hal
57)

bahwa kisah-kisah yang tertera dalam Alqur’an bukan semata –mata data historis,
19 Ibnu Sinan al-Khafaji, Sirr al-Fashah, (ed) Ali Fuda Cairo 1932, 110

5

melainkan merupakan narasi yang bisa dimasukkan dalam bingkai sastra yang

yang pasti.

syarat dengan simbol-simbol keagamaan berupa ibrah, mauw’idzah, hidayah dan

pemahaman teks ala Barat dijadikan alat bolduser yang efektif di belakang upaya

irsyad. Umar Muhammad Umar Bahadziq, menolak pendapat ini, ia mengatakan

sekulerisasi dan liberalisasi, dengan tujuan menggusur dan mengkooptasi ajaran-

“bahwa kisah-kisah Alqur’an adalah fakta benar dan nyata yang pernah terjadi

ajaran Islam yang baku dan permanen.24
Pemakalah mestinya membaca tulisan Fahmi salim secara menyeluruh,

bagi umat-umat terdahulu dan bertujuan untuk memberikan pelajaran berharga,

Berdasarkan penelusurannya ia berpendapat bahwa filsafat

namun karena keterbatasan waktu membuat telaah ini menjadi kurang berimbang.

petunjuk dan hidayah.20 Ia menilai tokoh ini salah dalam menilai pendapat Syekh
Muhammad Abduh.
Salah satu buku yang melakukan kritik terhadap studi tafsir kontemporer

III.

Penutup
Sebagai jawaban atas pertanyaan dalam pendahuluan, maka tokoh yang

yang diklaim “ liberal”21 adalah buku berjudul Kritik Terhadap Studi Alqur’an
dalam kesimpulannya menyatakan bahwa fenomena

berperan dalam studi tafsir kontemporer adalah Amin al-Khuli (w.1966), seorang

hermeneutika atas Alqur’an 23yang didasari oleh perkembangan ilmu humaniora

kritikus dan berupaya merekonstruksi wacana sastra Arab. Kemudian tokoh ini

Barat tak lain untuk meliberalkan tafsir Alqur’an dari kaidah-kaidah metodologis

menawarkan metode susastra terhadap Alqur’an. Langkah dan pemikurannya

Kaum Liberal”

22

diikuti oleh A.M.Khalafallah, Aisya Abdurrahman, Syukri Ayyadh, dan Hamid

20 Umar Muhammad Umara Bahadziq, Uslub al-Qur’an Baina al-Hidayah wa al-I’jaz

Abu Zaid yang sekaligus menjadi pembimbing disertasi M.Nur Khalis Setiawan.

al-Bayani, (Bairut: Dar al-Ma;mun li aliTurats, 1994), 306
21 Prinsif dasar liberalisme adalah keabsolutan dan kebebasan yang tidak terbatas dalam
pemikiran, agama, suara hati, keyakinan, pers dan politik. Liberalisme juga membawa dampak
besar bagi masyarakat barat, diantaranya adalah mengesampingkan hakTuhan dan setiap kekuasaan
yang berasal dari Tuhan; pemindahan agama dari uang publik menjadi sekedar individu; pengabaian
total terhadap agama Kristen dan Gereja atas stausnya sebagai lembaga publik, lembaga legal, dan
lembaga sosial.
22 Buku yang ditulis Fahmi Salim untuk meraih gelar Magister di fak.Ushuludin jurusan
Tafsir, Universitas al-Azhar Kairo tahun 2007. Buku ini mengkritisi metode hermeneutik yang
digadang-gadang kelompok liberal sebagai metode paling pas dalam memahami Alqur’an, salah
satu alasan penelitian ini setelah membaca buku Nur Khalis Setiawan.

Melalui penedekatan historis, penulis buku ini menyimpulkan bahwa
metode susastra mempunyai stadium embrional dari tafsir klasik untuk
menunjukkan tesis yang dibangun al-Khuli memiliki mata rantai keterkaitan
denagn pemikiran-pemikiran yang ada dalam khazanah intlektual klasik. Kajian
ini telah memberikan data yang akurat, bahwa penolakan yang keras terhadap
model exegesis susastra, al-tafsir al-adabi, justeru ahistoris, mengingat wacana

23 Hermeneutika sendiri bagi sebagian besar umat Islam di Indonesia, bahkan kalangan

susatra yang berkembang semenjak abad dupuluh ternyata dilandasi oleh wacana

cendekiawannya, mungkin suatu istilah yang baru dikenal. Namun, apabila dilihat dari historis,

yang telah berkembang di era klasik.

Hermeneutika ternyata sudah ada selama berabad-abad lampau serta berkembang pesat di Eropa
Barat. Harmeneutika adalah metode tafsir yang berasal dari Yunani dan berkembang pesat sebagai
metode intepretasi Bibel. Jadi Hermeneutika merupakan sebuah metode interpretasi yang hidup
dalam tradisi Nasrani yang kemudian menumbuhkan tradisi Barat sekuler-liberal setelah abad 16

24 Fahmi Salim, Ringkasan Buku Kritik Terhadap Studi Al-Qur’an
Liberal, dalam xa.yimg.com/.../KRITIK+TERHADAP+STUDI+ALQURAN+LIBERAL.

dan 17. Selanjutnya, hermeneutika yang berasal dari tradisi Barat-Nasrani tersebut kini coba
diterapkan pada Al-Qur'an.

6

Kelebihan buku ini terlihat dari kemampuan penulis menemukan
sejumlah leteratur dalam mencari fakta historis penggunaan metode susatra dalam
karya-karya ulama abad kedua dan ketiga hijriyah, walaupun disisi lain penulis
tidak menampilkan

pendapat para intlektual yang kontra terhadap wacana

bahwa studi alqur’an bisa disejajarkan dengan teks satra lainnya.
Buku” Alqur’an Kitab Sastra Terbesar” menjadi buku yang kontroversi
mengingat penolakan terhadap wacana tektualitas alqur’an masih hangat
diperbincangkan karena dinilai bagian dari upaya liberalisasi studi Alqur’an oleh
sebagian kalngan muslim.
Refrensi
Nur Khaolis Setiawan, Alqur’an Kitab Sastra Terbesar, (Yogyakarta:
elSAQ Press, 2005
Fahmi Salim, sebuah Pengantar buku Kritik Terahadap Studi Alqur’an
Kaum

Liberal,

dikutip

dari

xa.yimg.com/.../KRITIK+TERHADAP+STUDI+AL-QURAN+LIBERAL.
Umar Muhammad Umar Bahadziq, Uslub al-Qur’an Baina al-Hidayah
wa al-I’jaz al-Bayani, (Bairut: Dar al-Ma;mun li aliTurats, 1994),

7