BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Payudara Normal - Gambaran Kanker Payudara Berdasarkan Stadium dan Klasifikasi Histopatologi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012-2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Payudara Normal

  Dalam Faiz dan Moffat (2003), payudara dapat tumbuh pada pria dan wanita, tetapi payudara berkembang secara kompleks pada wanita saat pubertas dan merealisasikan fungsinya selama menyusui saja, sesuai dengan fungsi utama payudara yaitu produksi dan sekresi air susu. Payudara merupakan kelenjar kulit khusus yang terdiri atas lemak, kelenjar, dan jaringan ikat. Payudara terletak konstan pada dinding anterior dada meluas dari kosta kedua hingga keenam di anterior dan dari sisi lateral sternum menuju garis mid-aklsilaris di lateral. Tiap payudara terdiri atas 15-30 unit dukto-lobular fungsional yang tersusun radial di sekitar puting susu. Tiap lobus dipisahkan oleh septa fibrosa atau ligamentum suspensorium yang berjalan dari fasia profunda menuju kulit di atasnya sehingga memberikan struktur pada payudara. Duktus laktiferus keluar dari tiap lobus dan menyatu pada puting susu. Pada bagian terminal duktus melebar dinamakan sinus laktiferus dan kemudian terus ke putting susu dimana air susu dikeluarkan. Areaola adalah daerah gelap di sekitar putting susu yang permukaannya biasa ireguler akibat banyaknya tuberkel-tuberkel kecil atau kelenjar Montgomery (lihat Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Anatomi Payudara (Gabriel, 2013).

  Perdarahan payudara berasal dari cabang arteri aksilaris, ramus perforates interkostalis 1-4 dari arteri torakalis interna (mamilaris) dan ramus perforates interkostalis 3-7. Cabang arteri aksilaris dari medial ke lateral adalah arteri torakalis superior, arteri torakalis akromial, arteri torakalis lateralis terdapat arteri subskapularis. Vena dibagi menjadi dua kelompok yaitu superficial dan profunda. Vena superficial terletak di subkutis, mudah terlihat, bermuara ke vena mamilaris interna atau vena superficial leher. Aliran vena sesuai dengan aliran arteri secara terpisah akan bermuara ke vena aksilaris, vena mamilaris interna dan vena azigos atau vena hemiazigos (Desen, 2011). Kelenjar payudara dipersarafi oleh nervus interkostalis kedua hingga keenam dan ketiga hingga keempat ramus dari pleksus servikalis. Aliran limfatik dari setengah lateral payudara menuju getah bening aksila anterior, sedangkan limfe payudara medial mengalir ke kelenjar getah bening mamilaris interna (Faiz & Moffat, 2003).

2.2. Kanker Payudara

  2.2.1. Definisi

  Kanker sering disebut karsinoma, neoplasma ganas ataupun tumor ganas yaitu jaringan baru yang timbul dalam tubuh pada lokasi tertentu yang dipengaruhi berbagai penyebab sehingga jaringan setempat terjadi pertumbuhan yang tidak normal dan dapat menyebar ke organ lain (WHO, 2013). Berdasarkan lokasinya, kanker payudara adalah kanker yang terjadi pada jaringan epitel payudara.

  2.2.2. Epidemiologi

  Menurut World Health Organization (2013), pada tahun 2012 di seluruh dunia sebanyak 8,2 juta kematian yang penyebab utamanya adalah kanker. Di Asia Tenggara (SEA) diperkirakan 1,2 juta kematian terjadi akibat kanker di pada tahun 2012, dan diperkirakan juga kematian akibat kanker akan terus meningkat. Setiap tahun di Asia Tenggara diperkirakan memiliki 1,7 juta kasus kanker baru. Di Asia Tenggara kanker payudara dan kanker leher rahim adalah dua jenis kanker yang paling umum terjadi pada wanita , sedangkan kanker paru dan kanker rongga mulut adalah kanker paling umum terjadi pada pria. Banyak kanker yang memiliki kesempatan besar untuk sembuh jika terdeteksi dini dan diobati dengan tepat.

  2.2.3. Faktor Risiko

  Etiologi kanker payudara belum jelas sampai saai ini, tetapi terjadinya kanker payudara dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko, yaitu:

1. Riwayat keluarga dan gen

  Penelitian menemukan pada wanita yang memiliki saudara primer menderita kanker payudara, maka 2-3 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang tanpa riwayat keluarga. Gen yang merupakan faktor timbulnya kanker payudara adalah BRCA-1 dan BRCA-2 (Desen, 2011).

2. Usia

  Kanker payudara banyak terjadi pada usia setengah baya dan lansia atau usia

  

menopause (usia 40-45 tahun), jarang terjadi pada usia kurang dari 30 tahun,

dan sangat jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun.

  Wanita postmenopause dengan tingkat estrogen tinggi (di atas 20%) memiliki risiko kanker payudara dua kali lipat dibandingkan dengan wanita dengan estrogen yang rendah (NBOCC, 2009).

3. Reproduksi

  Usia menarche kecil, henti haid usia lanjut, siklus haid pendek, wanita yang belum atau tidak menikah, dan melahirkan anak pertama berusia lebih dari 30 tahun merupakan faktor resiko besar terjadi kanker payudara. Menurut penelitian Anggorowati (2013), bahwa usia melahirkan anak pertama leboh dari 30 tahun dilaporkan dapat meningkatkan risiko terkena kanker payudara. Menurut Chlebowski (2009) dalam Anggorowati (2013), hal tersebut dapat terjadi dikarenakan periode antara usia menarche dan usia kehamilan pertama terjadi ketidakseimbangan hormon yang merupakan permulaan dari pembentukan kanker payudara.

4. Menyusui

  Dampak perlindungan dari menyusui pada risiko kanker payudara dijelaskan bahwa menyusui menjaga keseimbangan endokrin yang normal melalui modulasi aktivitas ovarium atau hipofisis (Mashram et al, 2009). Menurut Anothaisintawee et al (2013) dalam Anggorowati (2013), wanita yang menyusui akan memproduksi hormon prolaktin yangmana hormon ini dapat menekan paparan hormon estrogen dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu lama yang merupakan pemicu terjadinya kanker payudara.

  5. Kelainan kelenjar payudara Jika salah satu payudara sudah terkena kanker, maka payudara yang belum terkena satu lagi atau kontralateral akan lebih besar resiko terkena kanker (NBOCC, 2009). Pada penderita yang mempunyai riwayat penyakit payudara jinak (tipe kistik ) dapat meningkatkan risiko terjadi kanker payudara (Mashram et al, 2009).

  6. Radiasi pengion Kelenjar payudara relatif peka terhadap radiasi pengion. Terpapar secara berlebihan menyebabkan peluang terjadinya kanker lebih tinggi (Desen, 2011).

  7. Diet dan gizi Berbagi studi kasus menunjukan diet tinggi lemak dan kalori berkaitan langsung dengan timbulnya kanker payudara (Desen, 2011).

  Faktor-faktor lain yang berpengaruh seperti ras hitam, obesitas, paparan estrogen dan progesteron pada wanita post menopause, olahraga tidak teratur, toksin lingkungan, dan merokok juga mempunyai faktor risiko terjadinya kanker payudara (Tehranian et al, 2010).

2.2.4. Etiologi dan Patogenesis

  Faktor-faktor penyebab kanker payudara adalah multi-faktorial, dan beberapa faktor telah terlibat yang dapat bertindak secara mandiri atau berkombinasi, terutama pada individu yang mempunyai risiko tinggi. Pada umumnya penyebab pertumbuhan kanker payudara sangat berhubungan dengan faktor genetik dan hormonal.

  Faktor-faktor yang merupakan sebagai pencetus pertumbuhan suatu kanker payudara adalah:

  Herediter

  Kanker payudara lebih sering terjadi pada wanita dengan riwayat keluarga dibandingkan dengan populasi secara umum. Meta-analisis dari 52 studi epidemiologi terpisah mengungkapkan bahwa 12% dari wanita dengan penyakit kanker payudara memiliki satu anggota keluarga yang terkena dampak dan 1% dari pasien memiliki satu atau lebih kerabat yang terkena dampak. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perempuan dengan satu atau lebih kerabat tingkat pertama terpengaruh dengan payudara kanker memiliki risiko kanker payudara lebih tinggi daripada mereka yang tidak (Abdulkareem, 2013).

  Gen BRCA1 dan BRCA2

  5% sampai 10% dari semua kanker payudara muncul dari mutasi germ-line pada penetrasi yang tinggi kerentanan terhadap gen kanker payudara tersebut seperti BRCA1, BRCA2, p53 dan PTEN, dan berisiko sebagi faktor perkembangan kanker payudara yang herediter. Gen BRCA1 berada pada rantai panjang kromosom 17, sedangkan BRCA2 terletak di rantai panjang kromosom

  13. Aguas et al, mengamati bahwa BRCA1 dan BRCA2 mempengaruhi seorang wanita yang menderita kanker payudara hanya 5-10% dari jumlah total kanker payudara dan meskipun riwayat keluarga dan yang berhubungan dengan gen mungkin berpengaruh terjadi kanker , tetapi juga kemungkinan faktor gaya hidup, lingkungan, dan faktor lainnya juga dapat mempengaruhi kejadian kanker payudara (Abdulkareem, 2013).

  Mutasi Sporadik

  Menurut Kissane (1990) dalam Zebua (2011), secara mayoritas keadaan mutasi sporadik berhubungan dengan paparan hormon, jenis kelamin, usia menarche dan menopause, usia reproduktif, riwayat menyusui dan estrogen eksogen. Keadaan kanker seperti yang dijumpai pada wanita postmenopause dan overekspresi estrogen reseptor. Estrogen sendiri mempunyai dua kemampuan untuk berkembang menjadi kanker payudara. Metabolit estrogen pada penyebab mutasi atau menyebabkan perusakan DNA-radikal bebas. Melalui aktivitas hormonal, estrogen dapat menyebabkan proliferasi lesi premaligna menjadi suatu maligna. Sifat bergantung hormon ini berkaitan dengan adanya hormon estrogen, progesterone dan reseptor hormon steroid lain ini di sel payudara. Pada neoplasma yang memiliki reseptor ini terapi hormon (antiestrogen) dapat memperlambat pertumbuhannya dan menyebabkan regresi tumor atau kanker payudara yang terjadi.

  HER2/neu

  Menurut Moriki (2006) dalam Zebua (2011), HER2/neu (c-erbB-2) merupakan suatu onkogen yang meng-encode glikoprotein transmembran melalui aktivitas tirosin kinase, yaitu p185. Overekspresi HER2/neu dapat dideteksi melalui pemeriksaaan imunohistokimia, FISH (Fluorencence In Situ Hybridization) dan CISH (Chromogenic In Situ Hybridization). Suatu kromosom penanda (1q+) telah dilaporkan dan peningkatan ekspresi onkogen HER2/neu telah dideteksi pada beberapa kasus. Adanya onkogen HER2/neu yang mengalami amplikasi pada sel-sel payudara berhubungan dengan prognosis yang buruk.

  Menurut Abdulkareem (2013), HER-2/neu lebih tampak dalam 20-30% dari kanker payudara invasif, dan juga terbukti berhubungan dengan prognosis yang buruk. Selain itu, HER-2/neu –positif diduga memprediksi kemungkinan resistensi atau sensitivitas terhadap beberapa terapi hormonal seperti Tamoxifen.

  Virus

  Virus karsinogen merupakan jenis virus yang dapat menyebabkan tumor yang terjadi pada tubuh individu dan berubah menjadi keganasan. Interaksi antara virus karsinogen dengan sel hospes menyebabkan perubahan bentuk ganas pada sel tersebut. Jika gen virus yang onkogenik berintegrasi dengan DNA sel sehingga DNA virus menjadi bagian dari DNA sel, maka mempengaruhi proses kendali diferensiasi, proliferasi, dan pertumbuhan sel hospes hingga terjadi perubahan dalam bentuk keganasan (Desen, 2011).

2.2.5. Klasifikasi Kanker Payudara

A. Klasifikasi Histopatologi

  Gambaran histopatologi kanker payudara berdasarkan klasifikasi WHO tahun 2003 dalam Weigelt & Reis-Filho (2009), adalah:

1. Karsinoma non invasif a.

  Karsinoma duktal in situ.

  Termasuk dalam tipe kanker payudara non invasive yang sering terjadi. Ductal Carcinoma In-Situ (DCIS) sering terdeteksi pada pemeriksaan mamografi akan tampak sebagai microclacifications seperi tumpukan kalsium dalam jumlah kecil (Maesaroh et al., 2011).

  DCIS mempunyai risiko kekambuhan dan pengembangan menjadi karsinoma invasif. DCIS memiliki lima subtipe yaitu komedo, kribiform, solid, micropapillari, dan papiler . DCIS ini juga dikelompokkan ke dalam kelas histologis rendah (low-grade), dan tinggi (high-grade). Ada skema yang berbeda dalam membuat grade pada karsinoma duktal in situ, tetapi pada umumnya yang dinilai tergantung pada tingkat atypia nuklir dan ada atau tidak adanya nekrosis. Secara umum, komedo DCIS yang high-grade memiliki peluang hampir 100 % menjadi invasif jika tidak diobati. Subtipe kribiform, micropapillari, dan papiler cenderung kedalam low-

  grade dan diperkirakan memiliki 30% kemungkinan berkembang menjadi karsinoma invasif (Lee, 2009).

  b.

  Karsinoma lobular in situ.

  LCIS biasanya tidak membentuk suatu massa yang dapat teraba dan biasanya tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan klinis atau pemeriksaan mamografi. LCIS lebih sering merupakan temuan insidental pada biopsi payudara. Selain itu, LCIS lebih sering bersifat bilateral dan multisentrik. Jika tidak diobati, sekitar 25-30 % wanita dengan LCIS akan berkembang menjadi karsinoma invasif yang terjadi selama 2 dekade berikutnya setelah diagnosis (Lee, 2009).

  c. Karsinoma papiliform intraduktal.

  d. Karsinoma papiliform intrakistik.

  2. Karsinoma invasif.

  a.

  Karsinoma lobular invasif..

  Memiliki insiden lebih rendah daripada karsinoma duktal invasive yaitu sekitar kurang dari 15% kanker payudara invasif. Seperti karsinoma duktal, karsinoma lobular invasif biasanya bermetastasis ke kelenjar getah bening aksila pertama. Tetapi juga memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih multifokal (Swart, 2013).

  b.

  Karsinoma duktal invasif.

  Tipe histologis yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 80-90% dari jenis kanker payudara invasif. Pada kanker ini sel kanker menembus membran basal duktus dan dapat terjadi infiltrasi jaringan payudara sekitarnya dan mampu bermetastasis melalui pembuluh limfe. Kanker ini sangat jelas karena konsistensinya keras saat dipalpasi. Prognosisnya lebih buruk dibanding dengan tipe kanker lainnya (Kholifah, 2011).

  3. Karsinoma tubular.

  Karsinoma tubular merupakan kanker yang jarang (hanya 1-2 %) dari semua kanker payudara. Karakteristik secara mikroskopis jenis ini terdiri dari

  well-formed tubulues . Komponen karsinoma tubular lebih dari 90 % dari

  karsinoma tubular murni dan setidaknya 75 % dari karsinoma tubular campuran. Sehingga memiliki prognosis yang baik pada pasien dan sering diobati hanya dengan oprerasi conserving pada payudara dan terapi radiasi lokal (Swart, 2013).

  4. Karsinoma kribriformis invasif.

  5. Karsinoma meduler.

  Pada tipe ini tampak sebagai massa berdaging lunak dan berbatas tegas. Hal ini ditandai mikroskopis dengan komposisi sel tumor pleomorfik dengan stroma limfoid berlimpah (Lee, 2009). Karsinoma meduler relatif jarang (5%) dan umumnya terjadi pada wanita 45-52 tahun. Sebagian besar pasien datang dengan massa teraba besar dengan aksila limfadenopati. Diagnosis dari jenis kanker payudara tergantung pada triad histologi meliputi lembar sel tumor anaplastik dengan stroma yang sedikit, sedang atau ditandai dengan infiltrasi stroma limfoid, dan batasan histologis atau batas yang menonjol (Swart, 2013).

  6. Karsinoma musinosa dan karsinoma kaya mukus lainnya.

  a.

  Karsinoma musinosum.

  Jenis karsinoma yang jarang terjadi, cenderung terjadi pada wanita yang lebih tua dan muncul sebagai massa gelatin lunak berbatas tegas. Memiliki prognosis yang menguntungkan dengan kemungkinan rendahnya terjadi penyebaran nodal an metastasis jauh (Lee, 2009).

  b.

  Karsinoma adenoid kistik dan mukokarsinoma sel toraks.

  c.

  Karsinoma sel signet.

  7. Karsinoma neuroendokrin.

  a.

  Karsinoma neuroendokrin padat.

  b.

  Atipikal.

  c.

  Karsinoma sel kecil.

  d.

  Karsinoma neuroendokrin sel besar.

  8. Karsinoma papilar invasive Tipe ini jarang ditemukan yaitu hanya sekitar 1-2% dari kasus kanker payudara. Bentuk mikroskopis tampak sel kankernya seperti proyeksi jari-jari

  (Kholifah, 2011).

  9. Karsinoma mikropapilar invasif.

  Karsinoma mesenkimal epithelial campuran.

  Secara makroskopis tampak seperti eksim pada kulit puting yang disebabkan karena keterlibatan duktus laktiferus dan biasanya terkena langsung pada areola (Kholifah. 2011).

  Secara klinis kulit payudara menampilkan edema, peradangan, dan tampak penampilan sepeti kulit jeruk (peau d' orange). Secara mikroskopis, ada infiltrasi kulit dan saluran limfatik oleh sel kanker (Lee, 2009).

  19. Karsinoma mamae inflamatorik.

  18. Karsinoma seborea.

  17. Karsinoma sel jernih kaya glikogen.

  16. Karsinoma asinar.

  15. Karsinoma kistik adenoid.

  14. Karsinoma onkositik.

  13. Karsinoma sekretorik.

  12. Karsinoma lipoid.

  e.

  Jenis histologis ini menampilkan pola micropapillary. Berkembang secara agresif dan cenderung untuk bermetastasis ke kelenjar getah bening.

  Karsinoma mukoepidermoid.

  d.

  Karsinoma adenoskuamosa.

  c.

  Karsinoma metaplasia sel skuamosa.

  b.

  Karsinoma metaplasia epitel.

  a.

  11. Karsinoma dengan metaplasia.

  10. Karsinoma apokrin.

20. Penyakit paget papila mamae.

  Grading histopatologi Grading dalam histopatologi bertujuan untuk menentukan prognosis pada

  kanker payudara. Sistem grading histopatologi dalam Swart (2013), seperti berikut:

Tabel 2.1. Sistem grading histology (Modifikasi Bloom dan Richardson).

  Skor G

  1

  2

  3 a Formasi tubulus >75% 10-75% <10% m Derajat mitosis per <7 7-12 >12 b

  high-power field

  a Ukuran inti dan Mendekati Sesikit Besar r pleomorfik normal lebih besar a n

  Variasi kecil Variasi Ditandai sedang adanya variasi

  Berdasarkan tabel diatas maka ditentukan total skor dari pembacaan tabel, yaitu A+B+C akan didapatkan: Grade I adalah skor 3-5. Grade II adalah skor 6-7. Grade III adalah skor 8-9. (Swart, 2013)

B. Klasifikasi Stadium TNM

  Menurut American Joint Commiittee on Cancer (2002) dalam Sparano (2013), klasifikasi TNM sangat umum dipakai dalam menentukan stadium kanker payudara meliputi:

  Klasifikasi cTNM klinis T : kanker primer.

  TX : tumor primer tidak dapat dinilai. T0 : tidak ada bukti lesi primer. Tis : karsinoma in situ. Mencakup karsinoma duktal in situ ataupun karsinoma lobular in situ, dan penyakit paget puting susu tanpa nodul.

  Tis (Ductal carcinoma in situ/DCIS) : karsinoma duktal in situ. Tis (Lobular carcinoma in situ/LCIS) : karsinoma lobular in situ. Tis (Paget): penyakit paget pada puting susu tanpa nodul. (penyakit paget dengan nodul diklasifikasikan berdasarkan ukuran nodul).

  T1 : diameter tumor terbesar adalah ≤ 2 cm.

  T1mic : invasi mikro ≤ 0.1 cm. T1a : diameter terbesar ˃ 0.1 cm tetapi ≤ 0.5 cm. T1b : diameter terbesar ˃ 0.5 cm tetapi ≤ 1 cm. T1c : diameter terbesar ˃ 1 cm tetapi ≤ 2 cm. T2 : diameter tubor terbesar ˃ 2 cm tetapi ≤ 5 cm. T3 : diameter tumor terbesar ˃ 5 cm. T4 : berapapun ukuran tumor, menyebar langsung ke dinding toraks atau kulit.

  T4a : menyebar ke dinding toraks (termasuk tulang iga, otot interkostalis, otot serratus anterior. Kecuali otor pektoralis). T4b : udem kulit payudara (termasuk peau d’orange) atau ulserasi, atau nodul satelit di kulit payudara. T4c : terdapat T4a dan T4b sekaligus. T4d : karsinoma inflamatorik. Catatan: 1.

  Lesi microinvasif multipel, diklasifikasi berdasarkan massa terbesar, tidak atas dasar total massa lesi multipel tersebut.

2. Terhadap T4d, jika biopsi kulit negatif dan tidak ada tumor primer yang dapat diukur, klasifikasi patologik adalah pTx.

  N : Kelenjar limfe regional. NX : kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai. N0 : tidak ada metastase kelenjar limfe regional. N1 : di fosa aksilar ipsilateral terdapat metastase kelenjar limfe mobil. N2 : kelenjar limfe metastase fosa aksilar ipsilateral saling konfluen dan terfiksasi dengan jaringan lain , atau bukti klinis menunjukkan terdapat metastase kelenjar limfe mamaria interna namun tanpa metastase kelenjar limfe aksilar.

  N2a : kelenjar limfe aksilar ipsilateral saling konfluen dan terfiksasi dengan jaringan lain. N2b : bukti klinis menunjukkan terdapat metastase kelenjar limfe mamaria interna namun tanpa metastase kelenjar limfe aksilar. N3 : metastase kelenjar limfe infraklavikular ipsilateral, atau bukti klinis menunjukkan terdapat metastase kelenjar limfe mamaria interna dan metastase kelenjar limfe aksilar, atau metastase kelenjar linfe supraklavikular ipsilateral. N3a : metastase kelenjar limfe infraklavikular. N3b : bukti klinis menunjukkan terdapat metastase kelenjar limfe mamaria interna dan metastase kelenjar limfe aksilar N3c : metastase kelenjar limfe supraklavikular ipsilateral.

  Catatan: 1.

  Kelenjar limfe regional adalah kelenjar limfe aksilar dan kelenjar limfe mamaria interna. Kelenjar limfe mamaria interna secara klinis dibagi menjadi kelompok infra-aksilar atau level I (kelenjar limfe lateral dari margo lateral otot pektoralis minor), kelompok intra-aksilar atau level II (kelenjar limfe di pektoralis minor, termasuk kelenjar limfe diantara otot pertoralis mayor dan minor), dan kelompok supra-aksilar atau level III (kelenjar limfe di medial dari margo medial otot pektoralis minor).

  2. Bukti klinis menunjukkan bukti yang ditemukan dari pemeriksaan klinis, pemeriksaan pencitraan (tidak termasuk pencitraan sintigrafinkelenjar limfe), atau bukti dari pemeriksaan mikroskopik patologik. M : metastase jauh. MX : metastase jauh tidak dapat dinilai. M0 : tidak ada metastase jauh. M1 : ada metastase jauh

  Setelah masing-masing klasifikasi T, N, dan M didapatkan, kemudian digabungkan untuk memperoleh stadium kanker sebagai berikut: Stadium 0 : Tis, N0, M0. Stadium I : T1,N0, M0. Stadium IIA : T0, N1, M0.

  T1, N1, M0. T2, N0, M0. Stadium IIB : T2, N1, M0.

  T3, N0, M0. Stadium IIIA : T0, N2, M0.

  T1, N2, M0. T2, N2, M0. T3, N1-2, M0. Stadium IIIB : T4, N berapapun M0. Stadium IIIC : T berapapun, N3, M0. Stadium IV : T berapapun, N berapapun, M1.

2.2.6. Gejala Klinis Massa Tumor

  Sebagian besar gejala awal terdapat massa pada payudara yang tidak nyeri dan sering ditemukan secara tidak sengaja. Lokasi terdapatnya massa tersering pada kuadran lateral atas, konsistensi agak keras, batas tidak tegas, permukaan tidak licin, mobilitas kurang. Massa dapat membesar secara bertahap dapat dalam beberapa bulan dan tampak jelas bertambah besar (Kholifah, 2011).

  Perubahan Kulit (Desen, 2011) a.

  Tanda lesung Perubahan kulit seperti tanda lesung, dapat terjadi ketika tumor yang terjadi mengenai ligamen glandula mammae yang akan menyebabkan ligamen tersebut memendek sehingga kulit setempat menjadi bentuk cekung seperti tanda lesung.

  b.

  Seperti kulit jeruk (peau d’orange) Perubahan kulit seperti kulit jeruk atau sering disebut peau d’orange dapat terjadi ketika vasa linfatik subkutis tersumbat oleh sel kanker sehingga drainase limfe terhambat menyebabkan udem pada kulit dan folikel rambut tenggelam membentuk menyerupai kulit jeruk.

  c.

  Nodul satelit kulit Perubahan kulit seperti tanda satelit. Terjadi ketika sel kanker yang telah berada di vasa limfatik subkutis membentuk nodul metastasis sehingga disekitar lesi primer timbul banyak nodul tersebar membentuk seperti tanda satelit.

  d.

  Invasi dan ulserasi kulit Perubahan warna kulit. Tampak berwarna merah atau merah gelap yang dapt terjadi ketika tumor telah menginvasi kulit. Bila tumor yang terjadi semakin membesar, lokasi terjadinya tumor dapat menjadi iskemik, timbul ulserasi membentuk bunga terbalik menyerupai bentuk kembang kol. e.

  Perubahan inflamatorik Perubahan kulit payudara secara keseluruhan berwarna merah bengkak seperti tanda peradangan. Secara klinis disebut karsinoma mammae inflamatorik, sering ditemukan terjadinya kanker payudara ketika ibu hamil atau menyusui.

  Perubahan Papila Mammae (Desen, 2011) a.

  Retraksi, distorsi papilla mammae Biasa terjadi karena tumor telah menginvasi jaringan subpapilar.

  b.

  Secret papilar (sanguineus) Biasa terjadi karena tumor telah mengenai duktus besar.

  c.

  Perubahan eksematoid Merupakan manifestasi spesifik dari penyakit Paget. Tampak areola, papilla mammae mengalami erosi, timbul krusta, sekret, deskuamasi, seperti eksim.

  Pembesaran Kelenjer Limfe Regional

  Biasa terjadi pembesaran kelenjar limfe aksilar ipsilateral dapat terjadi secara soliter atau multipel. Selain itu, dengan perkembangan penyakit kanker payudara yang terjadi, dspst juga timbul pembesaran kelenjar limfe supraklavikular (Desen, 2011).

2.2.7. Diagnosis 1.

  Anamnesa (Kholifah, 2011).

  a. Keluhan adanya kelainan di payudara atau di ketiak berupa benjolan, rasa sakit, kelainan pada puting susu (nipple discharge atau nipple retraksi), krusta pada areola, kelainan kulit ( peau d’orange, ulserasi, atau venektasi), perubahan warna kulit, dan adanya edema di lengan.

  b. Keluhan ditempat lain atau telah terjadinya metastasis, seperti: nyeri pada tulang (vertebra dan femur), rasa penuh di ulu hati, batuk, sesak nafas, sakit kepala yang hebat, dan lain sebagainya.

  c. Faktor risiko pasien:

  Usia, usia melahirkan anak pertama, jumlah anak, riwayat menyusui, riwayat menstruasi (usia menarche, siklus haid, usia menopause), pemakaian obat hormonal, riwayat keluarga, dan riwayat terpajan radiasi.

  2. Pemeriksaan Fisik (Kholifah, 2011) a.

  Inspeksi kedua payudara (ukuran, simestris atau tidak, ada atau tidak benjolan yang terlihat, perubahan patologik kulit), perhatikan kedua puting susu (simetris atau tidak, apa atau tidak retraksi, distorsi, erosi, dan kelainan lainnya).

  b.

  Palpasi Umumnya dengan posisi berbaring, atau dengan posisi kombinasi duduk dan berbaring (pemeriksaan dilakukan seperti halnya melalukan pemeriksaan payudaran sendiri atau dikenal dengan SADARI).

  3. Pemeriksaan Penunjang a.

  Mamografi.

  Dalam pemeriksaan mamografi mempunyai kelebihan yaitu dapat menampilkan nodul yang sulit dipalpasi dan juga dapat menemukan lesi mamae tanpa nodul tetapi terdapat bercak seperti pada putting. Ketepatan diagnosis sekitar 80% (Desen, 2011).

  b.

  USG Dapat membedakan keadaan tumor kistik atau padat dan juga mengetahui pasokan darahnya serta kondisi jaringan disekitar payudara (Desen, 2011).

  c.

  MRI mammae.

  Menurut American Cancer Society (2013), wanita yang mempunyai resiko tinggi terkena kanker payudara, seperti pada wanita dengan mutasi gen BRCA atau banyak anggota keluarganya terkena kanker payudara, sebaiknya juga mendapatkan MRI, bersamaan dengan mammografi. MRI biasanya lebih baik dalam melihat suatu kumpulan masa yang kecil pada payudara yang mungkin tidak terlibat pada saat USG atau mammogram. Khususnya pada wanita yang mempunyai jaringan payudara yang padat. d.

  Pemeriksaan laboratorium.

  Pemeriksaan CEA mempunyai nilai positif diperkirakan sebesar 20-70%, pemeriksaan antibody monoclonal CA15-3 mempunyai angka positif 33- 60%. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan referensi diagnosis dan tindak lanjut secara klinis (Desen, 2011).

  e.

  Pemeriksaan sitologi aspirasi jarum halus.

  Metode pemeriksaan ini sederhana, aman, dan akurasi mencapai lebih dari 90%. Tetapi data menunjukkan pemeriksaan ini tidak berpengaruh pada hasil terapi (Desen, 2011).

  f.

  Pemeriksaan histologik pungsi jarum mandarin.

  Pemeriksaan ini metodenya sama dengan pemeriksaan sitologi aspirasi jarum halus. Pada pemeriksaan ini dapat dibuat pemeriksaan imunohistologi yang sesuai, dan juga banyak dipakai di klinis khususnya bagi pasien yang mendapatkan kemoterapi neoadjuvan (Desen, 2011).

  g.

  Pemeriksaan biopsi.

  Pemeriksaan biopsi dapat berupa biopsi eksisi atau insisi. Pada umumnya biopsi yang dipakai adalah biopsi eksisi (Desen, 2011).

2.2.8. Terapi Terapi Bedah

  Menurut Mintian & Yi dalam Desen (2011), stadium 0, I, II, dan III disebut kanker payudara operabel. Pada pasien dengan stadium ini, pola operasi yang sering dipakai adalah: 1. Mastektomi radikal.

  Konsep operasi radikal ini penting dalam bidang bedah tumor. Tetapi 20 tahun belakangan ini, dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang kanker payudara dan semakin banyak kasus stadium sedang yang terjadi serta kemajuan terapi kombinasi, maka penggunaan terapi ini semakin berkurang.

  2. Mastektomi radikal modifikasi.

  3. Masektomi total.

  Operasi ini hanya membuang seluruh kelenjar payudara tanpa membersihkan kelenjar limfe. Terutama untuk kasus karsinoma in situ atau pasien lansia.

  4. Mastektomi segmental plus diseksi kelenjar limfe aksilar.

  5. Mastektomi segmental plus biopsi kelenjar limfe sentinel. Banyak pilihan pola operasi untuk terapi kanker payudara, tetapi pilihan operasi yang terbaik masih kontroversial.

  Radioterapi

  Mempunyai tiga tujuan, yaitu: 1.

  Radioterapi murni kuratif Terutama digunakan untuk pasien yang kontraindikasi operasi atau menolak operasi.

  2. Radioterapi adjuvant Bagian penting dari terabi kombinasi. Radioterapi terbagi menjadi dua, yaitu radioterapi pra-operasi dan pasca operasi.

  3. Radioterapi paliatif Diutamakan pada kasus stadium lanjut dengan rekurensi dan metastase.

  Kemoterapi 1.

  Kemoterapi pra-operasi.

  Terutama untuk kemoterapi terapi sistemik.

  2. Kemoterapi adjuvan pasca operasi Indikasinya relatif luas. Hanya diberikan kepada pasien lansia dengan ER, PR positif dapat dipertimbangkan hanya diberi terapi hormonal.

  3. Kemoterapi terhadap kanker payudara stadium lanjut, rekuren dan metastastik.

  Terapi Hormonal

  Diberikan pada kanker payudara yang memiliki keterkaitan dengan hormon yang dapat diketahui dengan melakuakan pemeriksaan reseptor estrogen (ER) dan reseptor progesteron (PR). Terapi hormonal mencakup terapi bedah dan terapi hormon. Terapi hormonal bedah terutama adalah ooforektomi terhadap wanita pramenopause dan adrenalektomi dan hipofisektomi sudah banyak ditinggalkan. Terapi hormonal medikomentosa dalam 20 tahun lebih terakhir ini mengalami kemajuan besar, pada dasarnya sudah menggantikan operasi kelenjar endokrin (Desen,2011). Yang utama digunakan di klinis adalah: 1.

  Obat antiestrogen Seperti tamoksifen (penyekat reseptor estrogen) akan berikatan dengan ER secara kompetitif.

  2. Inhibitor aromatase Bekerja menghambat atau mengurangi perubahan androgen menjadi estrogen pada wanita pasca menopause.

  3. Obat sejenis LH-RH (lutenizing hormone-releasing hormone).

  4. Obat sejenis progesteron Penggunaan obat-obat ini sangat perlu diperhatikan dan pemeriksaan berkala untuk menghindari efek samping.

  Terapi Biologis

  Berkaitan dengan overekspresi onkogen dalam perkembangan tumor. Terapi herseptin untuk kanker payudara metastase dengan overekspresi HER-2. Herseptin adalah suatu antibodi monoklonal hasil teknologi transgenik yang berefek anti protein HER-2 secara langsung (Desen, 2011).

2.2.9. Prognosis

  Menurut Mintian & Yi dalam Desen (2011), Banyak faktor yang dapat mempengaruhi prognosis kanker payudara. Yang paling berpengaruh adalah kelenjar limfe dan stadium kanker itu sendiri. Dari analisa kasus di RS Kanker Universitas Zhongshan, survival atau kelangsungan hidup5 tahun pasca operasi untuk kasus kelenjar limfe negative adalah 80% dan positif adalah 59%, survival 5 tahun untuk stadium 0-I adalah 92%, stadium II adalah 73%, stadium III adalah 47%, dan stadium IV adalah 1,3%.

Dokumen yang terkait

Gambaran Kanker Payudara Berdasarkan Stadium dan Klasifikasi Histopatologi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012-2013

2 98 75

Profil Ekspresi Ki-67 Pada Berbagai Stadium Kanker Payudara Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

1 95 62

Gambaran Histopatologi Tumor Payudara di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan Tahun 2009-2010

5 52 81

Prevalensi dan Karakteristik Penderita Kanker Payudara di Departemen Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2010

1 26 71

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan - Tingkat Pengetahuan Penderita Dan Keluarga Penderita Tentang Kanker Payudara Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kanker Payudara - Perbedaan Intensitas dan Perilaku Nyeri pada Pasien Kanker Payudara Kronik Berdasarkan Tipe Kepribadian di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 29

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Payudara 2.1.1 Pengertian Kanker Payudara - Mekanisme Koping Pasien Kanker Payudara di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 1 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. KANKER PAYUDARA - Gambaran Aktivitas Sehari-hari pada Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Payudara 2.1.1 Pengertian Kanker Payudara - Profil Penderita Kanker Payudara Di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Antara Grading Histopatologi Dengan Ekspresi Ki-67 Penderita Kanker Payudara Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

0 0 17