Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan

(1)

Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja Perawat

Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan

Skripsi

Dina Aryanti

081101056

Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

Medan

2012


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadhirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah- Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan”.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, saya mendapatkan banyak bantuan, dukungan, bimbingan, serta motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Diah Arruum, S.Kep, Ns, M. Kep selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar dan meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan, serta ilmu yang bermanfaat kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini hingga selesai.

4. Ibu Rika Endah, S.Kp., M.Pd selaku dosen penguji I dan Bapak Setiawan, S. Kp., MNS., Ph.D selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran, arahan dalam penulisan skripsi ini.


(4)

5. Seluruh dosen dan staff pengajar Fakultas Keperawatan USU yang telah mendidik dan memberikan banyak ilmu kepada penulis dalam proses perkuliahan.

6. Kepada pimpinan Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut. 7. Ayahanda Ardi Kasuma dan Ibunda Yuniar, papa-mama kalianlah semangat

penulis untuk tetap tegar menjalani kehidupan ini selalu memberikan kedamaian kepada penulis.

8. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak dan adindaku tersayang: Ayu Agustia Purnama, Dini Aryani, Fanni Silvia, dan kepada Rizky Al-Hafiz 9. Teman-teman Keperawatan Stambuk 2008 yang tak bisa disebut namanya

satu persatu. Terima kasih untuk motivasi yang telah kalian berikan, kita telah tumbuh bersama dalam keluarga stambuk 2008.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan.

Medan, Juli 2012

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR SKEMA ... x

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Peneltian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Budaya Organisasi ... 7

1.1. Pengertian Budaya Organisasi ... 7

1.2. Fungsi Budaya Organisasi ... 8

1.3. Pembentukan Budaya Organisasi ... 9

1.4. Dimensi Buday Oganisasi ... 10

2. Kepuasan Kerja………... 19

2.1. Pengertian Kepuasan kerja……… 19

2.2. Teori Kepuasan Kerja……… 20

2.3. Faktor-faktor Kepuasaan kerja……….. 24

2.4. Dimensi Kepuasan kerja……… 26

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual ... 28

2. Defenisi operasional ... 30

3. Hipotesis Penelitian ... 31

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 32

2. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan... 32

2.1. Populasi ... 32

2.2. Sampel ... 32

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

4. Pertimbangan Etik ... 33

5. Instrumen Penelitian ... 34

5.1. Metode Pengukuran Data Demografi ... 34

5.1. Metode Pengukuran Budaya Organisasi ... 35


(6)

6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 36

7. Pengumpulan Data ... 39

8. Analisa Data ... 40

8.1. Statistik univariat ... 41

8.2. Statistik bivariat ... 41

BAB 5. HASIL & PEMBAHASAN 1. Hasil ... 43

1.1. Analisis Univariat ... 43

1.1.1. Data Demografi………. 44

1.1.2. Deskripsi Budaya Organisasi ... 45

1.1.3. Deskipsi Kepuasan Kerja ... 46

1.2. Analisis Bivariat... 46

2. Pembahasan ... 47

2.1. Budaya Organisasi ... 47

2.2. Kepuasan Kerja . ... 58

2.3. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja ... 61

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 64

2. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Responden 2. Instrumen Penelitian

3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 4. Distribusi Frekue nsi Demografi Perawat 5. Distribusi Frekuensi Budaya Organisasi 6. Distribusi Frekuensi Kepuasan Kerja 7. Hasil Uji Nonparametrik

8. Riwayat Hidup 9. Surat Izin


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Tabel Defenisi Operasional... 30

Tabel 5.1. Karakteristik Demografi ... 44

Tabel 5.2. Distribusi Perawat Berdasarkan Budaya Organisasi ... 45

Tabel 5.3. Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Kepuasan kerja Perawat ... 46

Tabel 5.4. Analisis Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana ... 47


(8)

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1. Proses pembentukan Budaya Organisasi ... 9 Skema 3.1. Kerangka Konseptual Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan


(9)

Judul : Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan\ Nama : Dina Aryanti

N I M : 081101056

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2012

Abstrak

Budaya organisasi adalah sebuah sistem pemaknaan bersama yang dibentuk oleh anggotanya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Kepuasan kerja adalah suatu sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskripsi korelasi dan dilaksanakan Bulan Juni 2012. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampel sehingga jumlah sampel penelitian 61 perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dengan instrumen penelitian menggunakan kuisioner. Metode analisa menggunakan analisa deskripsi dengan frekuensi dan persentase, dan analisa korelasi menggunakan uji Spearman dengan tingkat kepercayaan 95%

(α=0,05). Hasil analisas univariat didapat budaya organisasi kurang baik 54,1%

dan kepuasan kerja tidak puas 60,7%. Hasil analisa uji Spearman diperoleh nilai signifikansi (p)= 0,037 yang menjelaskan bahwa Ho ditolak. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja. Peneliti mengharapkan Rumah Sakit Bhayangkara Medan mampu menginternalisasikan nilai-nilai budaya organisasi yang mampu memberikan kepuasan kerja bagi perawat.

Kata Kunci : budaya organisasi, kepuasan kerja .


(10)

Title :Relationship between Organizational Culture with Job Satificaton of nurse in Bhayangkara Hospital Medan

Researcher : Dina Aryanti

N I M : 081101056

Program : Bachelor Of Nursing Academic Year : 2012

Abstract

Organizational culture is a shared system of meaning created by members of both the differentiator with other organizations. Job satisfaction is an emotional attitude of fun and loved his work. This research aims to determine the relationship of organizational culture by nursing job satisfaction at Bhayangkara Hospital Medan. The research used a design description of the correlation and implemented in June 2012. Technique for find sample used total sampling technique that 61 nurse staf at Bhayangkara Medan using questionnaire instruments. The analytical methods used description analysis with frequency and percentages and correlation analysis

used Spearman test with 95% confidence level ((α=0,05). The results obtained univariate analysis that organizational culture 54,1% unfavorable and job satisfaction 60,7% dissatisfied. Spearman test analysis results obtained significance value (p)=0,037 which explains that Ho is rejected. It can e concluded that there is a relationship between organizational culture with job satisfaction. Researchers expect Bhayangkara Hospital Medan is able to internalize the values of organizational culture that can provide job satisfaction for nurses.


(11)

Judul : Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan\ Nama : Dina Aryanti

N I M : 081101056

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2012

Abstrak

Budaya organisasi adalah sebuah sistem pemaknaan bersama yang dibentuk oleh anggotanya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Kepuasan kerja adalah suatu sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskripsi korelasi dan dilaksanakan Bulan Juni 2012. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampel sehingga jumlah sampel penelitian 61 perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dengan instrumen penelitian menggunakan kuisioner. Metode analisa menggunakan analisa deskripsi dengan frekuensi dan persentase, dan analisa korelasi menggunakan uji Spearman dengan tingkat kepercayaan 95%

(α=0,05). Hasil analisas univariat didapat budaya organisasi kurang baik 54,1%

dan kepuasan kerja tidak puas 60,7%. Hasil analisa uji Spearman diperoleh nilai signifikansi (p)= 0,037 yang menjelaskan bahwa Ho ditolak. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja. Peneliti mengharapkan Rumah Sakit Bhayangkara Medan mampu menginternalisasikan nilai-nilai budaya organisasi yang mampu memberikan kepuasan kerja bagi perawat.

Kata Kunci : budaya organisasi, kepuasan kerja .


(12)

Title :Relationship between Organizational Culture with Job Satificaton of nurse in Bhayangkara Hospital Medan

Researcher : Dina Aryanti

N I M : 081101056

Program : Bachelor Of Nursing Academic Year : 2012

Abstract

Organizational culture is a shared system of meaning created by members of both the differentiator with other organizations. Job satisfaction is an emotional attitude of fun and loved his work. This research aims to determine the relationship of organizational culture by nursing job satisfaction at Bhayangkara Hospital Medan. The research used a design description of the correlation and implemented in June 2012. Technique for find sample used total sampling technique that 61 nurse staf at Bhayangkara Medan using questionnaire instruments. The analytical methods used description analysis with frequency and percentages and correlation analysis

used Spearman test with 95% confidence level ((α=0,05). The results obtained univariate analysis that organizational culture 54,1% unfavorable and job satisfaction 60,7% dissatisfied. Spearman test analysis results obtained significance value (p)=0,037 which explains that Ho is rejected. It can e concluded that there is a relationship between organizational culture with job satisfaction. Researchers expect Bhayangkara Hospital Medan is able to internalize the values of organizational culture that can provide job satisfaction for nurses.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena di dalam rumah sakit terdapat banyak institusi yang padat karya dengan berbagai sifat, ciri, serta fungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa medis dan mempunyai berbagai kelompok profesi dalam pelayanan rumah sakit (Boekitwetan, 1997). Berbagai kelompok profesi ini akan menghasilkan perilaku individu dan perilaku kelompok yang pada akhirnya menghasilkan perilaku organisasional dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Lumbanraja, 2006).

Rumah sakit dihadapkan pada upaya mampu melakukan pengelolaan terhadap sumber daya manusia yang ada karena sumber daya ini semakin besar peranannya bagi kesuksesan organisasi dan merupakan pelaku dari semua kegiatan dan aktivitas yang nyata. Upaya pengelolaan yang dilakukan rumah sakit dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman terhadap sumber daya manusia yang ada di rumah sakit yang membentuk nilai, kepercayaan, dan sikap-sikap individual untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan eksternal dan integrasi terhadap kekuatan internal rumah sakit (Muluk, 1999).

Berdasarkan konteks tersebut, pemahaman atas budaya organisasi merupakan sarana terbaik bagi rumah sakit untuk memahami sumber daya manusia dalam rumah sakit karena budaya organisasi merupakan nilai, kepercayaan, norma institusional serta sikap-sikap individual yang menjadi pola dasar yang diciptakan,


(14)

ditemukan, atau dikembangkan dalam proses memecahkan masalah dan mengambil keputusan ketika beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan mengelola integrasi internal organisasi oleh anggota organisasi itu sendiri. Budaya organisasi merupakan ketentuan aturan dan norma yang tidak tertulis yang menjadi standar perilaku yang dapat diterima dengan baik oleh anggota organisasi (Schein, 1992 dalam sunarto, 2004).

Hasil penelitian Marie (2004) menunjukkan bahwa budaya organisasi di Nevada hospital digolongkan baik. Hal ini terlihat dari gaji perawat yang tinggi, sumber daya manusia yang kompeten dan yang paling utama adalah rumah sakit tersebut menjunjung tinggi budaya kerjasama yaitu penghargaan yang tinggi dan kepedulian terhadap kerja tim dan partisipasi. Sejalan dengan Robertson (1999) menyatakan bahwa rumah sakit yang mampu membentuk pola kerja tim yang baik maka akan terbentuk pelayanan kesehatan terbaik. Budaya organisasi tersebut sangat kontras apabila dibandingkan dengan fenomena budaya organisasi di rumah sakit Indonesia.

Lutfi (2007) melakukan penelitian di salah satu rumah sakit di Makasar didapatkan hasil bahwa pelayanan yang diberikan rumah sakit daerah di Makasar dinilai buruk. Hal ini dikarenakan tujuan rumah sakit yang sudah berubah dari memberikan pelayanan kesehatan menjadi tempat untuk mengejar keuntungan. Hal tersebut menunjukkan aspek internal dari budaya organisasi rumah sakit belum dikelola dengan baik. Carlis (2009) melihat fenomena yang ada di rumah sakit di Kabupaten Aceh Tamiang ternyata dijumpai bahwa nilai-nilai budaya yang pernah ada sedikit demi sedikit mulai pudar seperti yang muda harus


(15)

menghormati yang tua, yang lebih lama bekerja dengan yang baru bekerja, yang berpendidikan dengan yang kurang berpendidikan serta menurunnya kerjasama antara perawat. Perilaku tersebut menunjukkan kurangnya pemahaman staf rumah sakit khususnya perawat tentang budaya organisasi di rumah sakit tersebut.

Berdasarkan fenomena tersebut pembentukan budaya organisasi yang baik akan memberikan implikasi pada kepemimpinan di rumah sakit, pengelolaan potensi-potensi dari berbagai kelompok agar dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan organisasi. Denison (1990) menyatakan bahwa budaya organisasi terdiri dari empat dimensi yaitu keterlibatan, konsistensi, adaptasi, dan misi.

Rumah sakit misalnya, dikatakan efektif jika ia berhasil memenuhi kebutuhan para kliennya atau memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Gibson (1996) menjelaskan untuk mengukur kriteria efektivitas organisasi salah satu indikatornya adalah kepuasan kerja.

Robbins (2001) mengemukakan bahwa terdapat sebuah model keterkaitan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja, yaitu budaya yang kuat akan mengantarkan kepada kepuasan kerja yang tinggi sedangkan budaya organisasi yang lemah akan mengantarkan kepada kepuasan kerja yang rendah pula. Jhons (2001) mengemukakan bahwa apabila staf merasa tidak puas maka konsekuensinya staf berpikir untuk berhenti bekerja dan berusaha mencari pekerjaan yang baru. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Robbins (2001) bahwa staf yang tidak puas besar kemungkinannya untuk tidak masuk kerja. Perilaku terlambat datang ketempat kerja dan tidak masuk kerja merupakan


(16)

perilaku yang tidak efisien yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian bagi pihak rumah sakit.

Ketut (2010) melakukan penelitian di sebuah Rumah Sakit di Buleleng. Hasilnya budaya organisasi mempunyai dampak positif terhadap kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Manik (2009) mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan salah satu PT. Swasta di Indonesia menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja.

Berdasarkan uraian di atas dan fenomena yang terjadi di lapangan, peneliti tertarik untuk meneliti tentang budaya organisasi dan kepuasan kerja. Masalah pokok yang di kaji dalam penelitian ini adalah hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian di rumah sakit Bhayangkara Medan karena rumah sakit tersebut merupakan organisasi milik pemerintah di lingkungan polri yang menyelenggarakan kedokteran kepolisian dan kesehatan kepolisian bagi pegawai negeri polri, keluarganya dan masyarakat umum.

2. Perumusan masalah

Berdasarkan studi literatur, fenomena berkembang, serta observasi peneliti bahwa belum pernah ada penelitian mengenai budaya organisasi dan kepuasan kerja di Rumah Sakit Bhayangkara Medan, saya sebagai peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.


(17)

3. Tujuan Penelitian

3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini untuk mengidentifikasi bagaimana hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

3.2. Tujuan Khusus penelitian ini adalah:

3.2.1.Menjelaskan karakteristik responden penelitian di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

3.2.2.Menjelaskan budaya organisasi di Rumah Sakit Bhayangkara Medan

3.3.3.Menjelaskan kepuasan kerja perawat pelaksan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

3.3.4.Menjelaskan hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

4. Manfaat Penelitian

4.1. Bagi Pendidikan Keperawatan. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi menjadi masukan dan menambah ilmu peserta didik di institusi pendidikan keperawatan khususnya di bidang manajemen dalam memberikan pemahaman mengenai budaya organisasi dan kepuasan kerja perawat.

4.2. Bagi Penelitian keperawatan. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar bagi pengembangan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan hubungaan budaya organisasi dengan kepuasaan kerja perawat pelaksana.


(18)

4.3. Bagi Pelayanan Kesehatan. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi bagi Rumah Sakit Bhayangkara Medan untuk meningkatkan mutu pelayanan melalui penciptaan budaya organisasi yang lebih baik lagi meliputi keterlibatan perawat yang optimal, penerapan nilai-nilai dan koordinasi yang baik, mampu merespon perubahan dari lingkungan eksternal dan melakukan perubahan di intenal rumah sakit serta penanaman misi dan tujuan sehinggga dapat meningkatkan kepuasan kerja perawat pelaksana.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Budaya Organisasi

1.1. Pengertian Budaya Organisasi

Robbin (2007) mendefenisikan bahwa budaya organisasi adalah sebagai suatu sistem makna yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain. Robbin mendefenisikan budaya organisasi sebagai sebuah sistem pemaknaan bersama yang dibentuk oleh anggotanya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Riani (2011) menjelaskan bahwa budaya organisasi merupakan sistem dari shared value, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk menciptakan norma-norma perilaku. Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standar-standar yang mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan.

Budaya organisasi adalah simbol dan interaksi unik pada setiap organisasi. Hal ini meliputi cara berpikir, berperilaku, berkeyakinan yang sama-sama dimiliki oleh anggota unit (Marquis, 2010). Budaya organisasi tampak dalam dimensi aktivitas tugas dan aktivitas pemeliharaan (dinamika) kelompok/organisasi yang berupa penggunaan bahasa, pengambilan keputusan, teknologi yang digunakan, dan praktik kerja sehari-hari (Diklat DIKNAS, 2007).


(20)

Druicker (dalam Tika, 2006) menyebutkan bahwa budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka budaya organisasi adalah aturan kerja yang ada di organisasi yang akan menjadi pegangan dari sumber daya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berperilaku dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam perilaku dan sikap mereka sehari-hari selama mereka berada dalam organisasi tersebut dan sewaktu mewakili organisasi berhadapan dengan pihak luar. Dengan kata budaya organisasi mencerminkan cara staf melakukan sesuatu (membuat keputusan, melayani pasien, dll) yang dapat dilihat kasat mata dan dirasakan terutama oleh orang diluar organisasi tersebut. Dapat juga dikatakan budaya organisasi adalah pola terpadu perilaku manusia di dalam organisasi termasuk pemikiran-pemikiran, tindakan-tindakan, pembicaraan-pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi berikutnya (Muluk, 1999).

Organisasi yang berorientasi pada pelayanan kesehatan memerlukan budaya dukungan (Support Culture) dan budaya peran (Role Culture) sebagai cara meningkatkan motivasi dan kepuasan anggota organisasi. Budaya organisasi yang efektif adalah budaya organisasi yang mengakar kuat dan dalam. Di rumah sakit yang berbudaya demikian, dapat dipastikan hampir semua individunya menganut nilai-nilai yang seragam dan konsisten.


(21)

1.2. Fungsi Budaya Organisasi

Budaya organisasi menurut Tika (2006) memiliki beberapa fungsi yaitu (1)sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok lain, (2) sebagai perekat bagi staf dalam suatu organisasi, (3)mempromosikan stabilitas sistem sosial, (4)sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap serta perilaku staf, (5)sebagai integrator, (6)membentuk perilaku bagi para staf, (7)sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi, (8)sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan, (9)sebagai alat komunikasi, (10)sebagai penghambat berinovasi.

Robbins (2003) menyatakan bahwa budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi dalam organisasi yaitu memberi batasan untuk mendefinisikan peran sehingga memperlihatkan perbedaan yang jelas antar organisasi, memberikan pengertian identitas terhadap sesuatu yang lebih besar dibandingkan minat anggota organisasi secara perorangan, menunjukkan stabilitas sistem sosial, memberikan pengertian dan mekanisme pengendalian yang dapat dijadikan pedoman untuk membentuk sikap dan perilaku anggota organisasi dan pada akhirnya budaya orgnisasi dapat membentuk pola pikir dan perilaku anggota organisasi.

Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh kedua belah pihak, baik organisasi maupun para anggotanya. Manfaat tersebut adalah memberikan pedoman bagi tindakan pengambilan keputusan, mempertinggi komitmen organisasi, menambah perilaku konsistensi perilaku para anggota organisasi dan


(22)

mengurangi keraguan para anggota orgnisasi, karena budaya memberitahukan pada mereka sesuatu dilakukan dan dianggap penting (Mangkunegara, 2005).

1.3. Pembentukan Budaya Organisasi

Robbins (2001) berpendapat bahwa dibutuhkan waktu yang lama untuk pembentukan budaya organisasi. Sekali terbentuk, budaya itu cenderung berakar, sehingga sukar bagi para manager untuk mengubahnya.

Gambar 1.3. Proses Pembentukan Budaya Organisasi

Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa budaya organisasi diturunkan dari filsafat pendiri, kemudian budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam merekrut/memperkerjakan anggota organisasi. Tindakan dari manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima baik dan tidak. Tingkat kesuksesan dalam mensosialisasikan budaya organisasi tergantung pada kecocokan nilai-nilai staf baru dengan nilai-nilai organisasi dalam proses seleksi maupun pada preferensi manajemen puncak akan metode-metode sosialisasi.

Filosofi Pendiri

Kriteria Seleksi

Manajemen Puncak

Sosialisasi

Budaya Organisasi


(23)

1.4. Dimensi Budaya Organisasi

Robbins (2007) menjelaskan bahwa budaya organisasi adalah sebuah proses deskripsi mengenai keadaan organisasi. Penelitian mengenai budaya organisasi berfokus pada staf mampu merasakan budaya organisasi, terlepas dari mereka suka atau tidak suka pada budaya organisasi tersebut. Budaya organisasi dapat dirasakan keberadaannya melalui perilaku anggota dalam organisasi tersebut. Hal ini dapat dilihat dari pola dan cara-cara berpikir, merasa, menanggapi dan menuntun para anggota organisasi dalam mengambil keputusan maupun kegiatan-kegiatan lainnya dalam organisasi.

Robbins (2007) menjelaskan bahwa pelaksanaan budaya organisasi dapat dikaji dari dimensi budaya organisasi. Dimensi budaya organisasi tidak ditetapkan secara mudah melainkan berdasarkan studi empiris. Studi empiris ini biasanya tidak dilakukan menggunakan sampel kecil melainkan menggunakan sampel besar yang melibatkan beberapa organisasi. Hasilnya tidak ditemukan dimensi budaya yang berlaku secara umum. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa memahami budaya organisasi melalui dimensi-dimensinya dapat menggambarkan budaya organisasi dari suatu organisasi tersebut. Banyak ahli yang menguraikan dimensi-dimensi dalam budaya organisasi salah satunya adalah Denison.

Denison and Mirsha (1995) dalam Casida (2007) mengaikat budaya organisasi dengan efektifitas organisasi. efektifitas organisasi tersebut dipengaruhi oleh empat faktor di dalam budaya organisasi yaitu keterlibatan (Involvement), konsistensi (consistency), adapatasi (Adadptation), Misi (Mision).


(24)

1. Keterlibatan (involvement)

Keterlibatan merupakan kunci yang tampak dan dapat dirasakan dalam setiap budaya organisasi (Sutrisno, 2010). Keterlibatan merupakan dimensi budaya organisasi yang menunjukkan tingkat partisipasi staf dalam proses pengambilan keputusan (Sobirin, 2007). Denison (2000) dalam Casida (2007) menyatakan, keterlibatan adalah suatu perlakuan yang membuat staf meras diikutsertakan dalam kegiatan organisasi sehingga membuat staf bertanggung jawab tentang tindakan yang dilakukannya. Keterlibatan (involvement) adalah kebebasan atau independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat. Keterlibatan tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi/perusahaan. Wesemann (2001) dalam Zwan (2006) menjelaskan bahwa keterlibatan mencakup kemampuan organisasi untuk membangun professional dan administrasi staf. Cho (2006) menyatakan bahwa staf yang memiliki perasaan terlibat dalam organisasi, mereka akan merasa bagian di dalam organisasi dan pendapat serta tindakan yang mereka lakukan akan terhubung langsung dengan tujuan organisasi. Keterlibatan menciptakan partisipasi dan komitmen staf terhadap organisasi. Staf yang terlibat di dalam organisasi maka akan meningkat kinerjanya (Denison (1990) dalam Zwan (2006)).

Denison (1996) dalam Zwan (2006) menyatakan bahwa keterlibatan terdiri dari tiga indikator yaitu pemberdayaan (Empowerment), kerja tim (Team Orientation) dan kemampuan berkembang (Capability Development):


(25)

a. Pemberdayaan (Empowerment)

Pemberdayaan (empowerment) adalah proses yang memungkinkan staf untuk memiliki input dan kontrol atas pekerjaan mereka, serta kemampuan untuk secara terbuka berbagi saran dan ide mengenai pekerjaan mereka (Richard, 2010). Christense (2012) menyatakan bahwa pemberdayaan akan membuat staf memiliki kekuasan untuk mampu membuat pilihan dan berpartisipasi pada tingkat yang lebih bertanggung jawab yang pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia pada diri staf tersebut serta mengakibatkan staf akan berpikiran positif terhadap lingkungannya. King (2005) menunjukkan staf yang bekerja pada konstruksi dengan peraturan yang ketat terhadap pemberian kebebasan staf dalam bekerja maka akan mempengaruhi pekerjaan yang dilakukan.

b. Kerja tim (Team Orientation)

Kerja tim (Team Orientation) menunjukkan efektifnya kerja secara tim dalam memberikan kontribusi pada organisasi yang mana proses di dalam kerja tim merupakan usaha untuk memecahkan suatu masalah dan meningkatkan inovasi anggotanya (Denison (2006) dalam Zwan (2006)). Penelitian yang dilakukan oleh Scoot (2003) menunjukkan kerja tim yag dilakukan oleh oleh tim kesehatan akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

c. Kemampuan berkembang (Capability Development)

Kemampuan berkembang (Capability Development) adalah kemampuan suatu organisasi untuk meningkatkan kemampuan stafnya sehingga mampu berkompetisi dan mencapai tujuan organisasi (Denison, (2006) dalam Zwan (2006). Fang (2005) melakukan penelitian kepada 136 staf yang tidak pernah


(26)

diberi kesempatakan oleh managernya mengikuti pelatihan ataupun pendidikan menunjukkan nilai yang rendah untuk kemampuan berkembang.

Berdasarkan hasil analisa indikator pemberdayaan (Empowerment), kerja tim (Team Orientation), kemampuan berkembang (Capability Development) maka terlihat keterlibatan merupakan dimensi penting di dalam suatu organisasi karena mengatur faktor internal di dalam organisasi dan dapat langsung dirasakan oleh perawat. Denison (2006) dalam Zwan (2006) menyatakan bahwa keterlibatan merupakan dimensi paling penting yang akan mempengaruhi kepuasan staf.

2. Konsistensi (Consistency)

Konsistensi (Consistency) merupakan tingkat kesepakatan anggota organisasi terhadap asumsi dasar dan nilai-nilai inti organisasi (Sobirin, 2007). Sutrisno (2010) menambahkan bahwa konsistensi menekankan pada sistem keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan simbol-simbol yang dimengerti dan dianut bersama oleh para anggota organisasi serta pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang terkoordinasi. Adanya konsistensi dalam suatu organisasi ditandai oleh staf merasa terikat; ada nilai-nilai kunci; kejelasan tentang tindakan yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan. Denison (2006) dalam Zwan (2006) menyatakan bahwa konsistensi di dalam organisasi merupakan dimensi yang menjaga kekuatan dan stabilitas di dalam organisasi. Denison dan Mirsha (1995) dalam Casida (2007) menyatakan bahwa konsistensi dapat dilihat dari tiga indikator yaitu nilai inti (core value), kesepakatan (Agreement), koordinasi dan integrasi (Coordination and Integration).


(27)

a. Nilai inti (core value)

Nilai inti (core value) adalah pedoman atau kepercayaan permanen mengenai sesuatu tepat dan tidak tepat yang mengarahkan tindakan dan perilaku staf dalam mencapai tujuan organisasi (Wirawan, 2007). Sejalan dengan penelitian Denison (2006) dalam Zwan (2006) di Russian Organisations menunjukkan bahwa staf menganggap nilai-nilai inti di organisasi merupakan hal yang penting di dalam organisasi yang menjadi pertahanan untuk integritas organisasi sehingga staf bertindak berdasarkan nilai-nilai di dalam organisasi tersebut. Price (2003) menjelaskan bahwa organisasi yang memiliki seperangkat nilai dan aturan yang jelas mengakibatkan staf lebih terarah dalam melakukan pekerjaan.

b. Kesepakatan (Agreement)

Kesepakatan (Agreement) adalah suatu proses ketika staf di dalam organisasi dapat mencapai kesamaan pendapat tentang masalah-masalah yang terjadi atau suatu hal yag mendasari dan mampu menyelesaikan perbedaan pendapat yang terjadi di dalam organisasi (Denison, 2006 dalam Casida (2006)). Tappen (1995) menyatakan bahwa salah satu cara untuk menyelesaikan masalah di dalam organisasi jalan mencapai kesepakatan (Reaching Agreement). Mencapai kesepakatan memberikan pengertian bahwa orang yang berkonflik mampu mencapai pemahaman yang sama mengenai masalah dan penyelesaian dari masalah tersebut. Di dalam kesepakatan masing-masing orang yang berkonflik mampu terbuka dengan masalah yang mereka hadapi dan membuka diskusi untuk menyelesaikan masalah tersebut.


(28)

c. Koordinasi dan integrasi (Coordination and Integration)

Koordinasi dan integrasi (Coordination and Integration) adalah berbagai fungsi serta unit di dalam organisasi yang bekerjasama untuk mencapai tujuan organisasi tanpa menggangu hak masing-masing (Denison, 2006 dalam Zwan (2006)). Koordinasi dan integrasi sangat bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi, kualitas, dan pelayanan yang diberikan kepada publik (Baker, 2002). Berdasarkan penjelasan-penjelasan sebelumnya terlihat bahwa konsistensi merupakan perwujudan dari kemampuan menerapkan nilai-nilai yang mengatur anggota organisasi, kemampuan mencapai pemahaman bersama terhadap masalah yang terjadi dan kemampuan mengkoordinasikan berbagai unit di dalam organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan bersama.

3. Adaptasi (Adaptability)

Denison (2006) dalam Zwan (2006) menyatakan bahwa kemampuan adaptasi merupakan kemampuan organisasi untuk menerjemahkan pengaruh lingkungan terhadap organisasi. sejalan dengan Sobirin (2007), adaptasi merupakan kemampuan organisasi dalam merespon perubahan-perubahan lingkungan eksternal dengan melakukan perubahan internal organisasi. Denison (2006) menjelaskan bahwa adaptasi merupakan kemampuan organisasi menerjemahkan pengaruh lingkungan dengan cara melakukan perubahan di dalam organisasi dengan tujuan pengembangan dan pertumbuhan organisasi. Denison dan Mirsha (1995) dalam Casida (2007) menyatakan bahwa kemampuan adaptasi dapat dilihat dari tiga indikator yaitu perubahan (Creating Change), berfokus pada pasien (Customer Focus) dan keadaan organisasi (Organizational Learning).


(29)

a. Perubahan (Creating Change)

Perubahan (Creating Change)adalah kemampuan organisasi untuk melakukan pembaharuan, mampu mengikuti perkembangan dan bereaksi dengan cepat terhadap tren serta mengantisipasi dampak dari pembaharuan tersebut (Denison, 2006) dalam Zwan (2006). Tappen (1995) menyatakan bahwa seorang manager harus terlibat secara langsung mengusulkan dan mengadakan perubahan. Perubahan ini dapat berupa metode baru, contohnya memberikan cara pengobatan yang lebih efektif, atau menemukan penyelesaian masalah kesehatan dengan mengadakan penelitian.

b. Berfokus pada pasien (Customer Focus)

Berfokus pada pasien (Customer Focus) adalah kemampuan organisasi untuk mampu memberikan perhatian pada kepuasan pelanggan (Denison, 2006) dalam Zwan (2006).

c. Keadaan organisasi (Organizational Learning)

Keadaan organisasi (Organizational Learning) adalah proses yang mendukung organisasi untuk mampu beradaptasi terhadap perubahan, serta mampu bertumbuh ke arah yang lebih baik melalui penciptaaan dan pengaplikasian hal-hal baru seperti knowledge, kemampuan dan kompetensi sekaligus mampu mentransformasikannya kepada anggota lainnya (Fauzia, 2007). Keadaan organisasi merupakan kemampuan organisasi menerima, menerjemahkan, dan menginterpretasi dari lingkungan eksternal menjadi suatu usaha untuk mendorong inovasi, memperoleh pengetahuan dan meningkatkan pengetahuan (Denison, 2006) dalam Zwan (2006). Sejalan dengan penelitian


(30)

Baker (2002) di salah satu organisasi di Kanada menunjukkan bahwa keadaan organisasi meningkatkan staf untuk mengembangkan keahliannya, mengaplikasikan kemampuannya tersebut, serta berbagi dengan staf lainnya.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan sebelumnya terlihat bahwa adaptasi merupakan perwujudan dari kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan perubahan di dalam internal organisasi sesuai perubahan eksternal dengan cara mengembangkan kemampuan, meningkatkan pengetahuan, serta mendorong inovasi demi mencapai pelayanan yang memuaskan pelanggan.

4. Misi (Mission)

Misi merupakan dimensi budaya yang menunjukkan tujuan inti organisasi yang menjadikan anggota organisasi teguh dan fokus terhadap apa yang dianggap penting oleh organisasi (Sobirin, 2007). Sesuai dengan penelitian Denison (2006) dalam Zwan (2006) yang menunjukkan bahwa organisasi yang kurang dalam menerapkan misi akan mengakibatkan staf tidak mengerti hasil yang akan dicapai dan tujuan jangka panjang yang ditetapkan menjadi tidak jelas.

Denison dan Mirsha (1995) dalam Casida menyatakan bahwa kemampuan adaptasi dapat dilihat dari tiga indikator yaitu strategi yang terarah dan tetap (Strategic Direction and Intent), Tujuan dan objektivitas (Goals and Objectif), Visi (Vision).

a. Strategi yang terarah dan tetap (Strategic Direction and Intent)

Strategi yang terarah dan tetap (Strategic Direction and Intent) merupakan rencana yang jelas mengenai tujuan organisasi dan membuat anggota organisasi memahami konstribusi dan fungsi mereka di dalam organisasi (Denison, 2006)


(31)

dalam Zwan (2006). Sejalan dengan pernyataan Marquis (2010) bahwa manager tingkat pertama yang secara umum lebih dilibatkan dalam penetapan strategi. Strategi merupakan elemen penting yang memberikan penjelasan mengenai cara-cara untuk melaksanakan suatu tindakan. Baker (2002) memberikan penjelasan bahwa strategi merupakan elemen yang sangat penting untuk mempertahankan budaya organisasi. Davidson (2004) menunjukkan staf yang berada salah satu kantor di Afrika Selatan, dimana tidak terdapat kejelasan strategi di dalam organisasi tersebut mengakibatkan staf tidak mengerti tujuan yang akan dicapai organisasi tersebut.

b. Tujuan dan objektivitas (Goals and Objectif)

Tujuan dan objektivitas (Goals and Objectif) merupakan merupakan hasil yang diinginkan melalui usaha yang terarah dapat diukur, ambisius namun tetap realistis (Marquis, 2010). Denison (2006) dalam Zwan (2006) menyatakan bahwa tujuan da objektivitas merupakan kumpulan sasaran yang dikaitkan dengan misi, visi, serta strategi dan mampu memberikan arahan yang jelas bagi staf untuk bertindak.

c. Visi (Vision)

Visi (Vision) merupakan pandangan bersama mengenai tujuan yang akan dicapai yang terdiri dari nilai-nilai dan pemikiran bersama yang mampu memberikan arahan bagi anggota organisasi (Denison, 2006) dalam Zwan (2006). Wibisono (2006), visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan atau dapat dikatakan bahwa visi merupakan pernyataan “apa yang diinginkan”


(32)

dari organisasi atau perusahaan. Visi juga merupakan hal yang sangat krusial bagi perusahaan untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan jangka panjang. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rondeau dan Wagner (1999) menyelidiki peran peran budaya organisasi di rumah sakit, menunjukkan bahwa rumah sakit yang menerapakan visi yag kuat akan menghasilkan produktivitas yang baik dan pencapaian tujuan. Hal ini karena dengan penerapan visi maka staf memahami tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut dapat ternarasikan bahwa misi merupakan salah satu dimensi penting didalam organisasi yang merupakan inti penggerak dalam organisasi. Hal ini karena strategi yang memberikan kejelasan cara-cara tindakan yang dilakukan, tujuan yang akan dicapai serta tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

2. Kepuasan Kerja

2.1. Pengertian kepuasan kerja

Organisasi merupakan wadah tempat berkumpulnya orang-orang yang melaksanakan kegitan-kegiatan dalam rangka mencapai tujuan. Tujuan tersebut dapat berupa tujuan pribadi organisasi dan tujuan global organisasi. melalui kajian ilmu perilaku organisasi dapat dipahami bahwa aktivitas manusia dalam mencapai tujuan dilatarbelakangi oleh perilaku individu, perilaku kelompok, perilaku sistem organisasi. Ketiga perilaku tersebut berdampak pada tinggi rendahnya produktivitas dan kinerja, tingkat kemangkiran, perputaran karyawan (turnover), kepuasan kerja (Robbin, 2001).


(33)

Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi staf dalam memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja juga mencerminkan perasaan senang atau tidak senang relatif yang berbeda dari pemikiran objektif dan keinginan perilaku (Handoko, 2000).

Hasibuan (1996) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap emosional yang menyenagkan dan memotivasi pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisplinan dan prestasi kerja. Tolak ukur tingkat kepuasan kerja yang mutlak tidak ada karena secara individu berbeda standar kepuasannya. Hasibuan (2004) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Tolak ukur tingkat kepuasan kerja yang mutlak tidak ada karena secara individu berbeda standar kepuasannya.

2.2. Teori Tentang Kepuasan Kerja

Teori kepuasan kerja menurut beberapa ahli di dalam Munadar (2004): a. Teori ketidaksesuaian nilai (value discrepancy theory) dari Locke

Locke (1976) menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung pada selisih antara keinginan (expetation) dengan apa yang menurut persepsinya telah diperoleh melalui pekerjaannya. Dengan demikian orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Jika yang didapat lebih besar daripada yang diinginkan, maka disebut discrepancy positif, sebaliknya


(34)

makin jauh kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar minimum sehingga menjadi discrepancy negatif, maka semakin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaanya.

b. Teori aspek kerja (facet theory) dari Lawler

Tujuan utama dari teori ini adalah unutk memprediksikan besarnya kepuasan kerja dari berbagai aspek kerja yang berbeda. Lawler (1973) menggunakan hipotesis ketidaksesuaian dan teori keadilan dari Adams untuk menjelaskan teori ini. Dikatakan bahwa tingkat kepuasan terhadap suatu aspek kerja ditentukan oleh perbandingan antara harapan dari pa yang diterima. Harapan yang seharusnya diterima ditentukan oleh persepsi dari upaya yang diberikan pada suatu pekerjaan, permintaan terhadap pekerjaan tersebut serta upaya dan hasil yang diterima pekerja. Bila jumlah yang diterima adalah sama dengan jumlah yang diharapkan maka kepuasan terjadi, sebaliknya bila tidak sama akan terjadi ketidakpuasan. c. Teori keadilan (Equity Theory)

Teori ini berpendapat bahwa kepuasan seseorang tergantung apakah ia merasakan ada keadilan (equity) atau tidak adil (unequity) atas suatu situasi yang dialaminya. Teori ini merupakan variasi dari teori perbandingan sosial. Komponen utama teori ini adalah:

a. Input, yaitu sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung pekerjaanya, seperti : pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha yang dicurahkan, jumlah jam kerja, dan peralatan pribadi yang dipergunakan untuk pekerjaannya.


(35)

b. Hasil (outcomes) adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti gaji, keuntungan sampingan, simbol status, penghargaan, serta kesempatan untuk berhasil atau ekspresi diri.

c. Orang bandingan (comparison person), bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama atau di tempat lain bahkan bisa pula dengan dirinya sendiri terhadap pekerjaannya di waktu lampau.

Menurut teori ini, seseorang akan membandingkan rasio input-hasil dirinya dengan rasio input-hasil-orang bandingan. Jika perbandingan itu dianggapnya cukup adil, maka ia akan merasa. Namun jika perbandingan itu tidak seimbang dan justru merugikan (kompensasi kurang), akan menimbulkan ketidakpuasan dan menjadi motif tindakan bagi seseorang untuk menegakkan keadilan.

d. Teori Dua Faktor (two factor theory)

Prinsip dari teori ini bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Artinya, kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu. Hal ini pertama kali dikemukakan oleh Herzberg (1959) yang berdasarkan hasil penelitiannya membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok, yaitu:

1) Faktor motivator (satisfer)

Motivator factor berhubungan dengan aspek-aspek yang terkandung dalam pekerjaan itu sendiri. Jadi berhubungan dengan job content atau disebut juga sebagai aspek intrinsik dalam pekerjaan.


(36)

Faktor-faktor yang termasuk di sini adalah: 1) Achievement (keberhasilan menyelesaikan tugas); 2) Recognition (penghargaan); 3) Work it self (pekerjaan itu sendiri); 4) Responsibility (tanggung jawab); 5) Possibility of growth (kemungkinan untuk mengembangkan diri); 6) Advancement (kesempatan untuk maju). Hadirnya faktor-faktor ini akan memberikan rasa puas bagi karyawan, akan tetapi pula tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan kerja karyawan.

2) Faktor higiene (disatisfier)

Merupakan faktor komponen yang didalamnya mencakup kebutuhan yang paling mendasar bagi karyawan untuk dapat memelihara dan melindungi diri dari kemerosotan hidup. Oleh karena itu, faktor ini dikatakan sebagai faktor yang besar ketidakpuasannya yang berasal dari luar individu. Faktor-faktor yang termasuk di sini adalah: 1). Working condition (kondisi kerja); 2). Interpersonal relation (hubungan antar pribadi); 3). Company policy and administration (kebijaksanaan perusahaan dan pelaksanaannya); 4). Supervision technical (teknik pengawasan); 5). Job security (perasaan aman dalam bekerja).

2.3. Faktor-Faktor Kepuasan Kerja

Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Faktor itu sendiri dalam memberikan kepuasan kepada staf tergantung pada pribadi masing-masing staf. Berikut ini adalah pendapat beberapa pakar tentang faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja:

Siagian (1995) dan Robbins (1996) sedikitnya ada empat faktor yang berhubungan dengan pencapain kepuasan kerja yaitu: pekerjaan yang penuh


(37)

tantangan, sistem penghargaan yang adil berupa upah dan promosi, kondisi kerja yang mendukung serta sikap orang lain dalam organisasi.

Handoko (1995) mengatakan bahwa ada hubungan yang erat antara kepuasan dengan hubungan interpersonal dimana komunikasi yang baik antara atasan dengan bawahan, teman sejawat, dengan klien dan keluarganya serta dengan dokter akan sangat membantu dalam menyelesaikan masalah atau mendapatkan informasi tentang sesuatu. Hubungan kerja yang tidak baik dapat mengakibatkan rasa tidak puas.

Harold E. Burt dalam As’ad (1995) mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu :

1. Faktor hubungan antar staf, antara lain : a. Hubungan antara manager dengan staf b. Faktor fisis dan kondisi kerja

c. Hubungan sosial diantara staf d. Sugesti dari teman sekerja e. Emosi dan situasi kerja

2. Faktor Individu, yaitu yang berhubungan dengan : a. Sikap orang terhadap pekerjaannya

b. Umur orang sewaktu bekerja c. Jenis kelamin

3. Faktor-faktor luar (extern), yang berhubungan dengan : a. Keadaan keluarga staf


(38)

c. Pendidikan (training, up grading dan sebagainya)

Dari berbagai pendapat diatas dapat dirangkum mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu :

a. Faktor psikologi, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan staf yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan ketrampilan.

b. Faktor sosial merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antar sesama staf, dengan atasannya, maupun staf yang berbeda jenis pekerjaannya.

c. Faktor fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik staf, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan staf, umur dan sebagainya. d. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta

staf yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.

2.4. Dimensi Kepuasan kerja

Munandar (2004) menyatakan bahwa terdapat lima dimensi kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Smith, Kendall, dan Hulin,yaitu:

1. Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri

Hal ini terjadi apabila pekerjaan tersebut memberikan kesempatan individu untuk belajar sesuai dengan minat serta kesempatan untuk bertanggung jawab.


(39)

Kepuasaan terhadap pekerjaan berhubungan dengan jenis pekerjaan, bobot pekerjaan dan melibatkan keterampilan serta kemapuan individu dalam mengerjakan pekerjaan tersebut. Robbins (2001) menyatakan bahwa indikator kepuasan terhadap pekerjaan meliputi pekerjaan yang menarik dan menantang, pekerjaan yang tidak membosankan, kesempatan untuk belajar, tanggung jawab atas tugas, dan kondisi kerja.

2. Kepuasan terhadap imbalan

Sejumlah uang gaji yang diterima sesuai dengan beban kerjanya dan seimbang dengan staf lain pada organisasi tersebut. Kepuasan terhadap imbalan merupakan faktor utam untuk mencapai kepuasan kerja sehingga banyak pihak manajemen yang berupaya meningkatakan kerja staf dengan meningkatkan imbalan kerja. Indikator kepuasan terhadap imbalan meliputi imbalan ekstrinsik yaitu gaji, tunjangan, pension dan asuransi. Serta imbalan instrinsik kesempatan masa depan, keamanan bekerja (Robbins, 2001)

3. Kesempatan promosi

Kesempatan untuk meningkatkan posisi pada struktur organisasi. Kepuasan terhadap pangkat sering dikaitkan dengan ketidakpuasan staf terhadap promosi jabatan atau kepangkatan yang ada di rumah sakit. Robbins (2001) menyatakan indikator kepuasan terhadap promosi adalah sistem promosi di organisasi dan jenjang karier.

4. Kepuasan terhadap supervisi

Bergantung pada kemampuan atasannya untuk memberikan bantuan tehnis dalam memotivasi. Kepuasan terhadap supervisi menyangkut hubungan


(40)

antara atasan dan bawahan atas pengawasan yang dilakukan oleh atasan. Indikator kepuasan terhadap supervise meliputi petunjuk, saran, bantuan, serta partisipasi dalam mengambil keputusan (Robbins, 2001).

5. Kepuasan terhadap rekan kerja

Menunjukkan seberapa besar rekan sekerja memberikan bantuan tehnis dan dorongan sosial. Kepuasan terhadap rekan kerja merupakan hubungan antara pekerja satu dengan yang lain berkaitan erat dengan kepuasan kerja. Pekerja yang mengalami ketidakpuasan kerja karena memiliki rekan kerja yang tidak bisa diajak kerjasama. Robbins, (2001) menjelaskan bahwa indikator kepuasan kerja meliputi keramahan dan sifat kooperatif, dan dukungan kelompok.


(41)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Berdasarkan pada tinjauan kepustakaan yang dilakukan oleh peneliti, maka peneliti bermaksud untuk melihat bagaimana hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Dalam penelitian ini untuk variabel independen yaitu budaya organisasi, peneliti menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Denison dan Mirsha bahwa budaya organisasi terdiri dari empat dimensi yaitu keterlibatan, konsistensi, adaptasi, dan kejelasan misi. Adapun untuk variabel dependen yakni kepuasan kerja peneliti mengambil konsep menurut Munandar yaitu lima dimensi kepuasan kerja terdiri dari kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, kepuasan terhadap imbalan, kesempatan promosi, kepuasan terhadap supervisi, kepuasan terhadap rekan kerja. Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan pustaka maka kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut :


(42)

Skema 3.1. Kerangka Konseptual Penelitian Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja Perawat

2. Defenisi Operasional Variebel Penelitian

Tabel 3.1. Tabel Definisi Operasional Instrumen Penelitian No

Variabel

Definisi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1. Variabel Independen: Budaya Organisasi di Rumah Sakit Bhyangkara Medan.

Suatu sistem nilai dan kebiasaan di Rumah Sakit Bhayangkara yang mengatur kegiatan anggota organisasi khususnya perawat meliputi keterlibatan perawat, kesepakatan atas peraturan yang berlaku, perubahan di dalam rumah sakit, serta terdapat misi dan tujuan yang dicapai oleh rumah sakit.

Kuesioner nomor 1-49 dengan nilai maksimal 196 (49x4) dan nilai minimal 49(49x1).

Dengan standar penilaian:

S = Selalu SR = Sering J = Jarang TP = Tidak

pernah bernilai : S = 4 SR = 3 JR = 2

<168= Kurang Baik ≥168= Baik Ordinal Variabel Dependen

Kepuasan Kerja :

- Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri

- Kepuasan terhadap imbalan, - Kesempatan promosi

- Kepuasan terhadap

supervisi,

- Kepuasan terhadap rekan kerja.

Variabel Independen Budaya Organisasi : - Keterlibatan - Konsistensi - Adaptasi - Kejelasan misi


(43)

TP = 1 2. Variabel

Dependen: Kepuasan Kerja

Kesesuaian antara yang dipersepsikan perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara dengan kenyataan yang diterima. Kuesioner nomor 1-25 dengan nilai maksimal 100 (25x4) dan nilai minimal 25(25x1)

Dengan standar penilaian:

SP = Sangat Puas (4) P = Puas (3) TP = Tidak Puas (2) STP=Sangat Tidak Puas(1) <78= Tidak Puas ≥78= Puas Ordinal

3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah perkiraan sementara dan masih harus diuji kebenarannya melalui penelitian. Tujuan hipotesis yaitu untuk menjembatani teori dan kenyataan (Nursalam, 2003). Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis alternative (Ha) yaitu terdapat ada hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.


(44)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif korelasi. Deskriptif korelasi merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel. .Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui besar konstribusi budaya organisasi terhadap kepuasan kerja.

2. Populasi, Sampel dan teknik Pengambilan sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang bertugas di Rumah Sakit Bhayangkara Medan sebanyak 61 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Total Sampling yaitu diambil keseluruhan sampel yang ada di tempat penelitian. Sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi. Dengan demikian, sampel untuk penelitian ini berjumlah 61 orang.


(45)

3. Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang beralamat di jalan KH. Wahid Hasyim No. 1 Medan, Kecamatan Medan Merdeka. Alasan peneliti memilih Rumah Sakit Bhayangkara Medan sebagai tempat penelitian adalah dengan pertimbangan bahwa belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan USU dan mendapatkan izin dari Rumah Sakit Bhayangkara Medan sebagai tempat penelitian. Setelah mendapat izin dalam pengumpulan data, maka dilakukan pendekatan kepada responden dan menjelaskan maksud serta tujuan penelitian. Dalam penelitian ini akan diperhatikan segi etika penelitian, masalah etika penelitian yang harus diperhatikan antara lain:

1) Informed consent, yaitu bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden dimana peneliti akan memberikan lembar persetujuan sebelum penelitian dilakukan untuk meminta kesediaan subjek untuk menjadi responden. Informed consent ini bertujuan agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian, serta mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangi lembar


(46)

persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak subjek.

2) Anonimity (tanpa nama), untuk memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian, maka peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3) Confidentiality (kerahasiaan), yaitu peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitian dimana kerahasian informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti.

5. Instrumen Penelitian

Teknik pengumpulan data dari responden yang digunakan peneliti dalam penelitian ini merupakan kuisioner yang sesuai dengan variabel penelitian. Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu data demografi, kuisioner budaya organisasi dan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Secara rinci instrumen dalam penelitian ini akan dijelaskan di bawah ini:

a. Data demografi

Kuisioner data demografi meliputi usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan terakhir, lama kerja, ruangan dan status kepegawaian sebagai perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Data demografi responden hanya untuk menggambarkan karakteristik responden.


(47)

b. Kuisioner budaya organisasi

Kuisioner mengenai budaya organisasi ini diambil peneliti dari kuisioner baku Denison Organisational Culture Survey (DOCS) dan telah dimodifikasi oleh peneliti dari studi literatur. DOCS merupakan salah satu instrument yang paling umum digunakan untuk mengukur budaya organisasi. DOCS menghubungkan budaya organisasi dengan kinerja staf, kepemimpinan, inovsi, dan kepuasan staf. Kuisioner ini berisi tentang budaya organisasi yang meliputi empat dimensi penting yaitu keterlibatan, konsistensi, adaptasi, misi. Masing-masing dimensi tersebut diukur menggunakan 3 indikator, dan masing-masing indikator terdiri dari 5 pertanyaan sehingga jumlah total kuisioner terdiri dari 60 pernyataan dengan menggunakan skala likert yang terdiri dari 4 bentuk pilihan jawaban yaitu Selalu(S) bernilai 4, Sering (SR) bernilai 3, Jarang bernilai 2, dan Tidak Pernah bernilai 1.

1. Untuk pernyataan 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, dan 49 jawaban “S” bernilai 4, jawaban “SR” bernilai 3, jawaban “JR” bernilai 2, jawaban “TP” bernilai 1.

2. Untuk pernyataan 2, 30, 31, dan 33, jawaban “S” bernilai 1, jawaban “SR” bernilai 2, jawaban “JR” bernilai 3, dan jawaban “TP” bernilai 4.

Untuk analisa selanjutnya budaya organisasi dikategorikan menjadi 2 yaitu baik dan kurang baik berdasarkan cut of point nilai mean dan median.


(48)

Nilai mean digunakan apabila data berdistribusi normal dan median apabila data tidak berdistribusi normal (Dahlan, 2011). Setelah dilakukan uji kenormalan data didapatkan bahwa budaya organisasi berdistribusi normal dengan nilai mean 168, sehingga budaya organisasi baik jika nilai ≥168 dan kurang baik jika <168.

c. Kuisioner kepuasan kerja

Kuisioner tentang kepuasan kerja perawat dibuat oleh peneliti berdasarkan studi literatur. Kuisioner ini menggunakan skala likert terdiri dari 25 pertanyaan dengan 4 pilihan jawaban yaitu jawaban SP atau sangat puas diberi nilai 4, jawaban P atau puas diberi nilai 3, dan jawaban TP atau tidak puas diberi nilai 2, dan jawaban STP atau sangat tidak puas diberi nilai 1. Untuk analisa selanjutnya kepuasan kerja dikategorikan menjadi 2 yaitu puas dan tidak puas berdasarkan cut of point nilai mean dan median. Nilai mean digunakan apabila data berdistribusi normal dan median apabila data tidak berdistribusi normal (Dahlan, 2011). Setelah dilakukan uji kenormalan data didapatkan bahwa kepuasan kerja berdistribusi normal dengan nilai mean 168, sehingga budaya organisasi baik jika nilai ≥78 dan kurang baik jika <78.

6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas instrumen adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid


(49)

jika mampu mengukur apa yang diinginkan dengan mengungkap variabel yang diteliti secara tepat. Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan benar-benar mengukur apa yang di ukur. Kuisioner variabel independen (budaya organisasi) diambil dari kuisioner baku Denison Organizational Culture Survey (DOCS). DOCS merupakan instrumen yang sudah valid serta reliabel dan telah digunakan secara luas untuk mengukur budaya diberbagai organisasi selama dua dekade. Nilai uji psikometrik DOCS yaitu mulai dari 0,70 sampai 0,86 untuk 12 indikator dan 0,87 sampai 0,92 untuk 4 dimensi budaya organisasi yaitu keterlibatan, konsistensi, adaptasi, misi. Pada penelitian ini, peneliti menguji ulang kembali kevalidan dan reliabel kuisioner. Hal ini dilakukan karena kuisioner DOCS telah dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan studi literatur. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan uji validitas isi dan validitas konstruk. Uji validitas isi yaitu instrumen dibuat berdasarkan isi dan menjelaskan isi. Kemudian pengujian dilakukan dengan memberikan instrumen kepada seseorang yang telah ahli dibidangnya yaitu staf dosen di Departemen Keperawatan Dasar yang memiliki gelar M.Kep. Instrumen dikatakan valid setelah peneliti melakukan perubahan sesuai saran dan perbaikan yang disampaikan. Selanjutnya peneliti melakukan uji validitas konstruk. Validitas konstruk yaitu dengan mengkorelasikan skor butir pada kuisioner dengan totalnya. Jika nilai koefisien korelasinya lebih dari 0,300 maka butir pernyataan tersebut dapat dikatakan valid. Uji validitas ini


(50)

menggunakan bantuan program komputer dengan menggunakan metode product moment.

Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan suatu instrumen dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama. Reliabilitas menunjukkan suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Besar sampel untuk uji reliabilitas pada penelitian ini berjumlah 30 orang perawat pelaksana di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan. Uji reliabilitas instrumen ini dilakukan dengan menggunakan komputerisasi untuk menggunakan uji Cronbach’s Alpha. Polit & Hungler (1999) menjelaskan bahwa suatu instrumen dikatakan reliabel jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0.70.

Uji coba Instrumen dilakukan pada bulan Mei 2012 di RS Dr. Pirngadi Medan. Adapun alasan peneliti melakukan uji instrumen di rumah sakit ini karena keterbatasan waktu dan adanya hambatan lain yang menyebabkan peneliti tidak dapat mengambil rumah sakit yang memliki karakteristik sama dengan RS Bhayangkara Medan. Uji coba dilakukan terhadap 30 orang perawat pelaksana di ruang rawat inap. Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabelitas pada kuisioner budaya berdasarkan DOCS didapatkan bahwa pernyataan 15, 23, 24, 28, 32, 40, 50, 53, 57, dan 58 tidak valid sehingga pernyataan tersebut dihilangkan oleh peneliti dan tidak digunakan dalam


(51)

penelitian sehingga jumlah kuisioner budaya organisasi untuk penelitian sebanyak 50 pernyataan.

Selesai penelitian, kuisioner tersebut diuji ulang atau re-test dan didapatkan pernyataan 2, 6, 25, 33, 35, dan 37 tidak valid. Pernyataan 2, 6, 33, 35, dan 37 masih tetap digunakan dalam penelitian dan diperbaiki karena pertimbangan penyataan-pernyataan merupakan poin penting yang harus diketahui dalam penelitian ini sedangkan pernyataan 25 dihilangkan oleh peneliti karena merupakan item yang terlalu penting dan apabila dihilangkan tidak mengurangi makna dari pernyataan lainnya . Pada uji reliabelitas didapatkan nilai 0.836 > 0.70 dapat disimpulkan bahwa instrumen budaya organisasi berdasarkan DOCS ini telah reliabel.

Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabelitas kepuasan kerja diketahui bahwa pernyataan 5 tidak valid sehingga pernyataan tersebut dimodifikasi kembali oleh peneliti agar dapat digunakan dalam penelitian. Setelah dimodifikasi kuisioner di uji ulang atau re-test dan didapatkan pernyataan 5 dan 20 tidak valid. Pernyataan 5 dan 20 masih tetap digunakan dalam penelitian karena pertimbangan penyataan merupakan poin penting yang harus diketahui dalam penelitian ini. Pada uji reliabelitas didapatkan nilai 0.917 > 0.70 dapat disimpulkan bahwa instrumen kepuasan kerja ini telah reliabel.


(52)

7. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan mulai tanggal 8 Juni sampai 19 Juni 2012. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuisioner kepada responden. Prosedur pengumpulan data dimulai dengan mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian ke bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU. Setelah mendapatkan surat pengantar dari fakultas peneliti mengirim surat tersebut ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

Pada tanggal 8 Juni 2012 peneliti mulai penelitian dengan mendatangi responden dan menjelaskan kepada responden tentang tujuan, prosedur dan manfaat penelitian. Kemudian peneliti meminta kesediaan responden untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan responden. Setelah responden bersedia, peneliti membagikan kuisioner dan menjelaskan cara pengisian kuisioner. Setiap resonden diberikan waktu ± 30 menit untuk menjawab semua pernyataan pada kuisioner. Pada saat responden menjawab kuisioner, peneliti memperbolehkan responden bertanya apabila terdapat pernyataan yang tidak dipahami responden. Peneliti juga melakukan wawancara kepada responden terkait dengan judul penelitian. Setelah responden selesai menjawab semua pernyataan, peneliti memeriksa kembali kelengkapan jawaban responden dan menyesuaikannya dengan jumlah kuisioner yang terkumpul. Setelah kuisioner terkumpul, peneliti menganalisis data.


(53)

8. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti akan melakukan pengolahan data atau analisa data yang terdiri dari beberapa tahap yaitu editing, mengecek kelengkapan identitas, mengecek kelengkapan data dan mengecek macam isian data. Kedua data akan dianalisa dengan menggunakan sistem komputerisasi.

Analisa data demografi responden, data variabel independen (budaya organisasi) dan varibel dependen (kepuasan kerja perawat pelaksana) dilakukan dengan menggunakan analisa deskriptif (statistik univariat). Setelah analisa deskriptif maka dilanjutkan dengan uji hipotesis dua variabel (Statistik bivariat) dengan menggunakan uji Spearman dengan tingkat kepercayaan 95%. Uji ini digunakan karena jenis data yang ada termasuk data ordinal. Secara rinci metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

a. Analisa univariat

Analisa univariat merupakan prosedur untuk menganalisa data dari satu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian. Pada penelitian ini analisa data akan dilakukan dengan metode statistik univariat digunakan untuk menganalisa data demografi, variabel independen yaitu budaya organisasi serta variabel dependen yaitu kepuasan kerja perawat pelaksana.


(54)

Data demogarafi akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Data budaya organisasi akan disajikan dalam bentuk skala ordinal, data ini merupakan jenis data kategorik yang akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Data kepuasan kerja perawat akan disajikan dalam bentuk skala ordinal, data ini merupakan jenis data kategorik yang akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

b. Statistik bivariat

Statistik bivariat untuk menganalisa hubungan antar dua variabel. Hubungan karakteristik budaya organisasi dan kepuasan kerja akan dianalisa dengan menguji hipotesa penelitian (Ha), kemudian akan ditarik kesimpulan dari hasil penelitian. Dengan menggunakan uji korelasi spearman (dengan tingkat kepercayaan 95% atau P Value 0,05. Penerimaan hipotesa penelitian ini adalah:

a. Ho diterima dan Ha ditolak, jika nilai rZ (hitung) < rZ (tabel) atau nilai

probabilitas (p) > 0,05 berarti tidak ada hubungan karakterisrik budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

b. Ho ditolak dan Ha diterima, jika nilai rZ (hitung) > rZ(tabel) atau nilai

probabilitas (p) < 0,05 berarti ada hubungan karakterisrik budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.


(55)

Nugroho (2007) menyatakan bahwa uji spearman dapat memberikan indikasi arah hubungan dengan koefisien korelasi bernilai -1 hingga +1. Sifat kenaikan korelasi adalah plus (+) atau minus (-). Hal ini menunjukkan arah korelasi. Makna sifat korelasi :

1. Korelasi positif (+) berarti jika variabel pertama mengalami kenaikan maka variabel kedua juga akan mengalami kenaikan, atau jika varibel pertama mengalami penurunan maka variabel kedua juga akan mengalami kenaikan.

2. Korelasi negatif (-) berarti jika varibel pertama mengalami kenaikan maka variabel kedua akan mengalami penurunan, atau jika variabel pertama mengalami peurunan maka variabel kedua mengalami kenaikan.


(56)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

Pada bab ini diuraikan data hasil penelitian tentang hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di RS Bhayangkara Medan. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 8 sampai 15 Juni 2012 di ruangan Zal bedah, Kelas dan Vip, Zal ibu dan anak, Internis, Icu, Igd, dan Ok RS Bhayangkara Medan. Jumlah perawat pelaksana yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah 61 orang yaitu seluruh perawat pelaksana yang bersedia menjadi responden dan tidak sedang cuti.

Hasil penelitian ini berupa analisa univariat dan bivariat. Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi data demografi responden (karakteristik responden), budaya organisasi serta kepuasan kerja perawat pelaksana. Selanjutnya analisa bivariat dilakukan untuk menganalisa hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana.

1.1. Analisa Univariat

Hasil analisa univariat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, bagian pertama tentang data demografi perawat pelaksana yang terdiri dari usia dan lama kerja menggunakan data numerik sedangkan untuk jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, status kepegawaian, dan ruangan menggunakan kategori atau persentase. Bagian kedua tentang budaya organisasi menggunakan kategori atau


(57)

persentase. Bagian ketiga tentang kepuasan kerja perawat pelaksana menggunakan kategori atau persentase.

1.1.1. Data Demografi Perawat Pelaksana

Data demografi perawat pelaksana meliputi usia, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, masa kerja, status kepegawaian dan ruangan responden di RS Bhayangkara Medan. Data demografi perawat pelaksana di RS Bhayangkara Medan dapat dilihat pada tabel 5.1. berikut ini:

Tabel 5.1. Distribusi Perawat Pelaksana Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir, Status Pekerjaan, Status Pernikahan, dan Ruangan di RS Bhayangkara Medan Bulan Juni 2012 (n=61)

Variabel Kategori F Persentase (%)

Usia Jenis Kelamin Masa Kerja Pendidikan Terakhir Status Kepegawaian Status Pernikahan Ruangan 20-30 31-40 41-50 51 keatas Laki-laki Perempuan 1-10 11-20 >20 SPK D3 Keperawatan S1 Keperawatan PNS Honorer Menikah Belum menikah Zal bedah Kelas dan Vip Ibu dan Anak

32 19 9 1 5 56 54 10 6 11 46 4 20 41 33 28 13 11 11 52,5 31,15 14,75 1,6 8,2 91,8 73,8 16 10,2 18 75,4 6,6 32,8 67,2 54,1 45,9 21,3 18 18


(58)

Internis Icu Igd Ok

13 5 6 2

21,3 8,2 9,8 3,3

Pada Tabel 5.1 menunjukkan mayoritas perawat pelaksana berjenis kelamin perempuan 91,8% dengan tingkat pendidikan D3 Keperawatan 75,4%. Rata-rata berada pada usia 20-30 sebanyak 52,5%, status kepegawaian honorer 67,2%, yang telah menikah 54,1% dan rata-rata bekerja selama 1-10 tahun yaitu 73,8%.

1.1.2. Budaya Organisasi

Pada penelitian ini budaya organisasi diidentifikasi dengan menggunakan kuisioner Denison Organizational Culture Survey (DOCS). Hasil analisa data berdasarkan kuisioner budaya organisasi yang telah diisi oleh 61 perawat pelaksana di RS Bhayangkara Medan dapat diihat pada tabel berikut.

Tabel 5.2. Distribusi Perawat Pelaksana berdasarkan Budaya Organisasi di RS Bhayangkara Medan Juni 2012 (n=61)

Berdasarkan tabel 5.2. menunjukkan bahwa mayoritas jumlah perawat pelaksana yang menyatakan budaya organisasi kurang baik 54,1%. Data tersebut memperlihatkan bahwa terdapat separuh yang menyatakan kurang baik dari total jumlah perawat.

Variabel Kategori F Persentase (%)

Budaya organisasi Kurang Baik Baik

33 28

54,1 45,9


(59)

1.1.3. Kepuasan Kerja

Hasil analisa data mengenai kepuasan kerja perawat pelaksana di RS Bhayangkara Medan dapat dilihat pada tabel 5.4. berikut ini.

Tabel 5.3. Distribusi Perawat Pelaksana Berdasarkan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di RS Bhayangkara Medan Bulan Juni 2012 (n=61)

Variabel Kategori F Persentase (%)

Kepuasan kerja Tidak puas Puas

37 24

60,7% 39,3% Pada tabel 5.3. menunjukkan sebagian besar perawat pelaksana menyatakan tidak puas bekerja di RS Bhayangkara Medan 60,7%. Data tersebut memperlihatkan bahwa terdapat separuh yang menyatakan tidak puas dari total jumlah perawat.

1.2. Analiasa Bivariat

Pada analisa bivariat dilakukan dengan menggunakan uji statistik spearman untuk mengetahui hubunga budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksan di RS Bhayangkara Medan. Hasil uji analisa data hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.4. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di RS Bhayangkara Medan Bulan Juni 2012 (n=61)

Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja Correlation coefficient

N

Sig. (2-tailed)

0,268 61 0,037


(60)

Pada tabel 5.4. menunjukkan bahwa ada hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksan di RS Bhayangkara Medan. Hal ini dibuktikan dari nilai signifikan (p) adalah 0,037 (p<0,05). Nilai korelasi (r) adalah 0,268. Nilai korelasi kedua hubungan ini menujukkan arah korelasi positif dan kekuatan korelasi kedua hubungan lemah.

2. Pembahasan

2.1. Budaya Organisasi

Robbins (2007) menjelaskan bahwa budaya organisasi dapat dirasakan keberadaannya melalui perilaku anggota dalam organisasi tersebut, hal ini dapat dilihat dari cara-cara berpikir, merasa, menanggapi dan menuntun para anggota organisasi dalam mengambil keputusan maupun kegiatan-kegiatan lainnya. Sejalan dengan kata pernyataan Denison (1990) dalam Casida (2007), bahwa budaya organisasi merupakan suatu gambaran tentang cara organisasi melibatkan anggotanya dalam setiap kegiatan yang berdasarkan nilai-nilai, kemampuan anggota organisasi untuk berkembang dan mengadakan perubahan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.

Hasil analisa univariat yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi di RS Bhayangkara Medan menurut persepsi perawat pelaksana kurang baik 54,1% (Tabel 5.4.). Hal tersebut ditunjukkan dari persentase, bahwa 34,4% perawat pelaksana menyatakan kepala ruangan selalu mengambil keputusan tanpa melibatkan perawat pelaksana. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti saat pengambilan data pada bulan Juni 2011 dengan lima orang perawat


(61)

pelaksana di RS Bhayangkara Medan menyatakan bahwa perawat pelaksana jarang terlibat dalam pengambilan keputusan. Salah satu perawat juga menyatakan bahwa kepala ruangan hanya menunjuk satu orang untuk diminta pendapat karena perawat tersebut dinilai memiliki banyak pengalaman. Hal ini juga yag mengakibatkan perawat lain di ruangan jarang dilibatkan dalam tindakan keperawatan.

Keterlibatan merupakan suatu sifat yang menampilkan tingginya perkembangan di dalam organisasi yang ditunjukkan dari sikap staf yang bersedia secara suka rela bekerja dan mengikuti aturan di dalam organisasi, karena dengan keterlibatan staf merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari organisasi, memiliki otonomi dan kepercayaan untuk melakukan tindakan ataupun pengambilan keputusan dalam organisasi (Casida, 2007). Sesuai dengan penelitian Christense (2012) menunjukkan bahwa staf yang memiliki kekuasan untuk mampu membuat pilihan dan berpartisipasi pada tingkat yang lebih bertanggung jawab pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia pada diri staf tersebut serta mengakibatkan staf akan berpikiran positif terhadap lingkungannya. Sejalan dengan penelitian Mayasari (2010) menunjukkan lingkungan yang baik menimbulkan kelompok orang untuk bersatu untuk mencapai tujuan bersama. Berdasarkan fenomena yang terjadi di RS Bhayangkara Medan menunjukkan 52,5% perawat pelaksana menyatakan bahwa tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan kerjasama tim. Berdasarkan hasil wawancara pada bulan Juni 2012 diketahu bahwa mereka masih menggunakan metode fungsional akan tetapi pada pelaksanaannya kepala ruangan menunjuk satu perawat yang bertanggung jawab


(62)

dalam tindakan keperawatan yang dilakukan. Walaupun metode yang dilakukan belum secara tim murni, namun perawat di RS Bhayangkara melakukan tindakan keperawatan secara bersama-sama. Sejalan dengan Marquis (2010), pengorganisasian pada ruang rawat terbagi menjadi beberapa metode salah satunya metode keperawatan tim. Keuntungan dari penerapan model keperawatan ini adalah asuhan yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif, anggota tim diberikan otonomi seluas mungkin saat mengerjakan tugas yang diberikan, anggota tim memiliki kemungkinan untuk mengembangkan keahlian yang mereka miliki, dan memberikan otonomi kepada anggota tim untuk menimbulkan kepuasan kerja yang tinggi. Sesuai dengan Mangkuprawira (2010) menjelaskan beberapa ciri-ciri yang mencerminkan ketangguhan suatu tim dapat dilihat dari adanya koordinasi dari pimpinan dan kesadaran staf bahwa mereka merupakan bagian penting dari tim. Penelitian yang dilakukan Zatterstrom (1998) menunjukkan bahwa kerja tim merupakan cara yang paling efektif untuk anggota organisasi berkompetisi dan berkembang sehingga organisasi tersebut semakin dinamis.

Fenomena yang terjadi di RS Bhayangkara Medan menunjukkan 60,7% kepala ruangan selalu memotivasi dan memberikan kesempatan kepada perawat pelaksana untuk mengembangkan diri. Fang (2005) melakukan penelitian kepada 136 staf yang tidak pernah diberi kesempatakan oleh managernya mengikuti pelatihan ataupun pendidikan menunjukkan nilai yang rendah untuk kemampuan berkembang. Selain anggota organisasi yang terpacu untuk berkembang. Denison (1990) dalam Casida (2007) menyatakan bahwa organisasi harus mampu


(63)

beradaptasi dengan pengaruh lingkungan luar dengan cara melakukan perubahan di dalam internal organisasi.

Perubahan adalah kemampuan organisasi untuk melakukan pembaharuan, mampu mengikuti perkembangan dan bereaksi dengan cepat terhadap tren serta mengantisipasi dampak dari pembaharuan tersebut (Denison, 2006 dalam Zwan (2006)). Berdasarkan hasil analisa data didapatkan sebanyak 72,1% perawat pelaksana menyatakan bahwa kepala ruangan selalu berusaha meningkatkan pelayanan keperawatan. Tappen (1995) menyatakan bahwa seorang manager harus terlibat secara langsung mengusulkan dan mengadakan perubahan. Perubahan ini dapat berupa metode baru, contohnya memberikan cara pengobatan yang lebih efektif, atau menemukan penyelesaian masalah kesehatan dengan mengadakan penelitian. Thoha (2002) mengemukakan bahwa perubahan di dalam organisasi adalah usaha untuk penyempurnaan organisasi yang di dalamnya terkandung suatu proses dan teknologi untuk penyusunan rancangan, arah, serta pelaksanaan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Tujuan merupakan merupakan hasil yang diinginkan melalui usaha yang terarah dapat diukur, ambisius namun tetap realistis (Marquis, 2010). Berdasarkan fenomena yang terjadi menunjukkan 55,7% perawat pelaksana menyatakan bahwa kepala ruangan selalu membuat rencana tindakan yang komprehensif dan mudah dicapai. Sejalan dengan Marquis (2010) menerangkan bahwa suatu perencanaan harus mampu mempertimbangkan segala aspek baik itu masa lalu, masa sekarang dan berusaha merencanakan masa depan organisasinya, hal ini dimaksudkan untuk memenuhi tujuan dan kebutuhan individu di dalam organisasi.


(64)

Denison (2006) dalam Zwan (2006) menyatakan bahwa tujuan merupakan kumpulan sasaran yang dikaitkan dengan misi, visi, serta strategi dan mampu memberikan arahan yang jelas bagi staf untuk bertindak. Visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan atau dapat dikatakan bahwa visi merupakan pernyataan mengenai yang harus dilakukan dari organisasi atau perusahaan (Wibisono, 2006).

Visi juga merupakan hal yang sangat krusial bagi perusahaan untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan jangka panjang. Berdasarkan hasil analisa data menunjukkan 60,5% perawat pelaksana menyatakan bahwa perawat selalu melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan visi-misi yang ditetapkan di ruangan. Penelitian yang dilakukan oleh Rondeau dan Wagner (1999) rumah sakit yang menerapakan visi yang kuat akan menghasilkan produktivitas yang baik dan pencapaian tujuan. Hal ini karena dengan penerapan visi maka staf memahami tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.

Pembuatan dan pelaksanaan visi ataupun misi suatu organisasi harus sesuai dengan konsistensi yang dianut di dalam organisasi tersebut. Sutrisno (2010) menambahkan bahwa konsistensi menekankan pada sistem keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan simbol-simbol yang dimengerti dan dianut bersama oleh para anggota organisasi serta pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang terkoordinasi. Adanya konsistensi dalam suatu organisasi ditandai oleh staf merasa terikat; ada


(65)

nilai-nilai kunci; kejelasan tentang tindakan yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan.

Denison (2006) dalam Zwan (2006) menyatakan bahwa konsistensi di dalam organisasi merupakan dimensi yang menjaga kekuatan dan stabilitas di dalam organisasi. Berdasarkan fenomena di RS Bhayangkara menunjukkan bahwa 67,2% perawat pelaksana menjawab bahwa kepala ruangan selalu menerapkan peraturan yang tegas bagi perawat. Data tersebut didukung dari hasil wawancara dengan salah satu kepala ruangan, beliau menyatakan apabila ada perawat melakukan kesalahan maka kepala ruangan akan menegur perawat tersebut. Sejalan dengan penelitian Denison (2006) di Russian Organisations menunjukkan bahwa staf yang menganggap nilai-nilai inti di organisasi merupakan hal yang penting di dalam organisasi yang dapat menjadi pertahanan untuk integritas organisasi sehingga staf bertindak berdasarkan nilai-nilai di dalam organisasi tersebut.

2.2. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan wujud dari persepsi staf yang tercermin dalam sikap dan terfokus pada perilaku seseorang terhadap pekerjaannya dalam bentuk interaksi manusia dengan lingkungan pekerjaannya (Djuwita, 1999). Hoppeck dikutip oleh As’as (1995) melakukan penelitian terhadap 309 staf suatu perusahaan di Pennsylvania, AS menunjukkan bahwa kepuasan kerja merupakan penilain dari pekerja mengenai seberapa jauh pekerjaanya secara keseluruhan memuaskan kebutuhan.


(66)

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan seseorang. Munandar (2004) mengemukakan bahwa kepuasan kerja dicerminkan melalui lima indikator yaitu kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, kepuasan terhadap imbalan, kepuasan terhadap promosi, kepuasan terhadap supervisi, dan kepuasan terhadap rekan kerja.

Berdasarkan hasil analisis kepuasan kerja perawat pelaksana selama bekerja di RS Bhayangkara Medan menunjukkan bahwa sebagian besar kepuasan kerja perawat pelaksana dalam kategori tidak puas yaitu sebesar 60,7%. Hal ini ditunjukkan dari pernyataan bahwa 32,8 % perawat yang menyatakan tidak puas dengan jaminan sosial di rumah sakit. Data tambahan yang didapatkan peneliti pada bulan Juni 2012 melalui wawancara didapatkan pengakuan dari beberapa perawat bahwa rumah sakit tidak memberikan jaminan sosial bagi perawat. Daft (2006) menyatakan bahwa salah satu hirarki kebutuhan Maslow yaitu kebutuhan akan rasa aman yang meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional. Griffin (2004) menambahkan kebutuhan akan rasa aman akan terpenuhi apabila di dalam lingkungan kerja dipenuhi kontinuitas kerja (tidak ada PHK), sistem keluhan dan jaminan sosial, sehingga jika salah satu kebutuhan tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan ketidak puasan. Penelitian yang dilakukan Barri (2004) di salah satu rumah sakit di Medan menunjukkan bahwa perawat 34,5 % puas dengan jaminan sosial di rumah sakit. Selain ketidak puasan tentang jaminan sosial, 31,1% perawat merasa tidak puas dengan sistem promosi di rumah sakit. Robbins, (1996) menyatakan bahwa staf menginginkan kebijakan promosi yang adil, promosi akan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan


(67)

pribadi, tanggung jawab yang akhirnya menimbulkan kepuasan kerja staf. Selain itu 21,8% perawat menyatakan tidak puas dengan kesempatan belajar bagi perawat. Robertson (1990) membuktikan bahwa perawat yang diberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya memperoleh skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan perawat yang tidak mendapatkan izin untuk melanjutkan pendidikannya. Berdasrkan hasil pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perawat tidak puas dengan kebijakan rumah sakit dalaam hal jaminan sosial, promosi dan kesempatan untukmelanjutkan pendidikan.

Penelitian yang dilakukan Djuwita (2006) di salah satu rumah sakit di Jakarta menunjukkan perawat menyatakan 60% puas terhadap jaminan sosial, 55% puas terhadap kesempatan promosi dan 70% menyatakan puas tentang kesempatan untuk melanjutkan pendidikan. Berdasarkan perbandingan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan rumah sakit yang mempengaruhi kepuasan kerja, didapatkan hasil penelitian yang berbeda dikarena perbedaan dari sitem kebijakan yang ditetapkan oleh masing-masing rumah sakit.

Namun tidak semua penyataan menyebutkan bahwa perawat tidak puas bekerja di rumah sakit 65,6% menyatakan puas dengan sistem supervisi yang dilakukan rumah sakit. Sesuai pernyataan Ghiselli dan Brown di dalam Bari (2007) menyatakan bahwa supervisi merupakan salah satu faktor yang menentukan kepuasan kerja. Robbins (1996) menjelaskan kepuasan seseotang salah satunya dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan atasannya apabila pimpinan atasan bersifat ramah dan dapat memahami, menunjukkan minat pada pekerjaan staf. Rowles (1997) dalam Barri (2004) melakukakan penelitian di tiga rumah


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)