Hubungan Budaya Organisasi dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Kota Medan

(1)

HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN

PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT PELAKSANA

DI RUMAH SAKIT KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

HETTI MARLINA PAKPAHAN

127046049 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN

PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT PELAKSANA

DI RUMAH SAKIT KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Oleh

HETTI MARLINA PAKPAHAN

127046049 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

(5)

Judul Tesis : Hubungan Budaya Organisasi dengan

Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Kota Medan

Nama Mahasiswa : Hetti Marlina Pakpahan Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Administrasi Keperawatan.

Tahun : 2014

ABSTRAK

Budaya organisasi memiliki pengaruh yang kuat di seluruh rumah sakit, selain menjadi identitas, juga merupakan acuan atau pedoman bagi perilaku perawat. Hubungan budaya organisasi dengan peningkatan produktivitas kerja perawat membawa dampak yang positif pada rumah sakit, dimana budaya organisasi dapat menuntun perawat menjadi produktif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana hubungan budaya organisasi (keterlibatan, konsistensi, penyesuaian, dan misi) dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit kota Medan. Jenis penelitian ini adalah, deskriptif korelasi, dan pengambilan sampel dengan tehnik Simple random sampling, dengan 160 perawat pelaksana. Data dianalisa menggunakan Pearson Product Moment. Hasil penelitian di RSU H. Adam Malik didapatkan bahwa ada korelasi positif dan signifikan budaya organisasi (keterlibatan, penyesuaian, dan misi) dan produktivitas kerja perawat pelaksana, dan tidak ada hubungan yang signifikan antara budaya organisasi (konsistensi) dengan produktivitas kerja perawat. Hasil penelitian di RSUD dr.


(6)

Pirngadi Medan didapatkan tidak ada hubungan budaya organisasi (keterlibatan, penyesuaian, misi) dengan produktivitas kerja perawat pelaksana, tetapi ada hubungan yang positif dan signifikan budaya organisasi (konsistensi) dan produktivitas kerja perawat pelaksana. Budaya organisasi yang tinggi dapat meningkatkan produktivitas kerja perawat pelaksana. Diharapkan pihak manajemen di RSUP H. Adam Malik dalam menerapkan budaya organisasi agar melibatkan perawat pelaksana dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan keperawatan, memberikan motivasi kepada perawat untuk tetap memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien, dan senantiasa mengingatkan perawat tentang visi dan misi rumah sakit sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan dalam mengambil kebijakan yang berlaku di rumah sakit. Kepada pihak pimpinan RSUD dr. Pirngadi Medan, agar meningkatkan koordinasi antara tim dan departemen lain didalam rumah sakit.


(7)

Thesis Title : The Relationship Between Organizational Culture and Work Productivity of Nurse

Practitioners at Hospital in Medan

Name : Hetti Marlina Pakpahan

Study Program : Master of Nursing Field of Specialization : Nursing Administration Year : 2014

ABSTRACT

Organizational culture has strong influence in all hospital: beside acting to get identity, it also becomes a reference or guidance for nurses behavior. The relationship between organizational cultur and improvement in nurse ‘ work productivity has positive impact on hospitals, where organizational culture can direct nurse’ to be productive. The objective of the research was find out the between of organizational culture (involvement, consistency,adaptability, and mission) and productivity of nurse practitioners at hospital in Medan. The research used descriptive corerlation method. The sample consisted of 160 nurse practitioners, taken by using simple random sampling tehnique. The data were analyzed by using Pearson Product Moment anylisis. The result of the reseach conducted at RSUP H. Adam Malik, showed that there was positive and significant correlation between organizational culture (involvement, adaptability, and mission) and work productivity of nurse practitioners, but there was insignificant correlation between organizational cultere (consistency) and work


(8)

productivity of nurse practitioners.The result of research, conducted at RSUD. dr. Pirngadi Medan, showed that there was insignificant correlation between organizatianal culture (involvement, adaptability, and mission) and work productivity of nurse practitioners, but there was positive and significant correlation between organizational culture (consistency) and work productivity of nurse practitioners. Strong organizational culture could increase work productivity of nurse practitioners. It is recomended that the management of RSUP. H Adam Malik, in implementing organizational culture, should involve nurse practitioners, in making policy wich is related to nursing, give motivation to nurse to always provide the best service for patient, remind the nurse about vision and mission of the hospital as guidance in providing service and making the policy wich is in line with the hospital’regulation. It is recomended that the management of RSUD. dr. Pirngadi Medan, should improve coordination between the team and other departement in the hospital.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih yang telah memberikan KaruniaNya sehingga tesis berjudul: “Hubungan Budaya Organisasi dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Kota Medan”

Tesis ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setiawan, SKp, MNS, Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Dewi Elizadiani Suza SKp, MNS, Ph.D selaku pembimbing I Tesis. 3. Diah Arruum SKep, Ns, M.Kep selaku pembimbing II Tesis

4. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina M.Si selaku penguji I Tesis 5. Achmad Fathi, SKep, Ns, MNS selaku Penguji II Tesis

6. dr Lukmanul Hakim, SpK selaku Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberi izin pengambilan data untuk keperluan Tesis. 7. Dr. Amran Lubis, Sp.JP (K) FIHA selaku Direktur Utama RSUD dr. Pirngadi


(10)

8. Bimasari Paranginangin SKep, Ns Wakil Kepala Instalasi Rindu A dan Saodah SKep, Ns Wakil Kepala Instalasi Rindu B Rindu B RSUP Haji Adam Malik, yang telah membantu dalam pengumpulan data.

9. Hinsa Siburian SKep, Ns, M.Kep, kepala Instalasi Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan

10. Sabarina Sitepu SKep, Ns, M.Kep. Indra SKep, Ns. M.Kep, dan Lilis SKep. Ns, M.Kep yang telah membantu dalam penyempurnaan instrumen penulis.

11. Seluruh perawat pelaksana di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan yang telah berpartisipasi dalam pengumpulan data sehingga tesis ini dapat selesai.

12. Kepada ibunda T. br Siregar dan seluruh keluarga yang tercinta yang telah banyak berkorban dalam kehidupan Penulis.

13. Dosen dan Pegawai Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah berkenan membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan keilmuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, 8 September 2014 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Hetti Marlina Pakpahan

Tempat/Tanggal Lahir: Pematang Siantar 12 November 1964 Pekerjaan : Staf Pengajar

Alamat : Jl. Iskandar Muda No.75 Medan No telephone/HP : 081370229954

Jenjang Pendidikan:

Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SD N No.3 Perbaungan 1977 SMP SMP Negeri 1 Perbaungan 1981 SMA SMA N 223 Lubuk Pakam 1984 D-3 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan UDA 1988 Bidan Khusus (B) DepKes Wijaya Kesuma Jakarta 1996 SKM Fakultas Kesehatan Masyarakat USU 2001 S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan UDA 2007 Ners STIKes SU 2002 S2 Keperawatan Magister Ilmu Keperawatan USU 2014 Riwayat Pekerjaan:

Tahun 1988 – 1994 : Perawat RSU Herna Medan

Tahun 1996 – sekarang : Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Darma Agung


(12)

Kegiatan Akademik Penunjang Studi:

Peserta pada acara “Seminar Aplikasi Penelitian Kualitatif Sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Bidang Kesehatan” 18 Desember 2012 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peserta pada acara “Workshop Menganalisis Data Kualitatif dengan Metode

Content Analysis dan Shoftware Weft-QDA”, 18 Desember 2012 Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Pembicara “Seminar Keperawatan Nursing Leadership Menyongsong Asean Community 2015, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peserta pada acara ”2013 Medan International Nursing Conference, 1-2 April 2013, Hotel Garuda Plaza.

Panitia “Seminar dan Workshop Keperawatan Aplikasi Knowledge

Management dalam Administrasi Keperawatan di Rumah Sakit”, 13-14 Mei

2013, RSU Dr. Pirngadi Medan.

Peserta seminar nasional “Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan pada Neonatus Melalui Implementasi Developmental Care” 10 Oktober 2013. Universitas Padjajaran Bandung.

Peserta Lokakarya “Menyiapkan NaskahUntuk Publikasi di Jurnal Nasional Terakreditasi/Jurnal Internasional Bereputasi” angkatan ke-3. 6 Nopember 2013. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Peserta pada acara “Seminar Diagnostic Reasoning NANDA dan ISDA Basic”, 24 November 2013 Fakultas Keperawatan USU.


(13)

Peserta Seminar Utilisasi Metodologi Kuantitatif dan Kualitatif Dalam Riset Keperawatan dan Kesehatan. 7 Desember 2013. Program Study Magister Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peserta Workshop Penulisan Proposal Untuk AINEC AWARD 21-22 Maret 2014 Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI).

Peserta pada acara “Seminar Keperawatan The Art of Nursing Care in

Hospital Application”, 17 Mei 2014 Conference Room, R.S. Columbia Asia

Medan.

Peserta pada acara “Sosialisasi Kurikulum Pendidikan Ners” 11-12 Oktober 2014 Hotel Grand Cempaka Jakarta.


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian . ... 8

1.4. Hipotesis Penelitia ... .. .9

1.5. Manfaat Penelitian ... ..9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budaya Organisasi………....10

2.1.1 Pengertian budaya Organisasi ... 11

2.1.2 Tingkatan Budaya Organisasi ... 13

2.1.3 Dimensi Budaya Organisasi ... 16

2.1.4 Fungsi Budaya Organisasi ... 22

2.1.5 Tipe Budaya organisasi ... 23

2.2. Produktivitas Kerja 2.2.1 Pengertian Produktivitas Kerja ... 24

2.2.2 Ciri-Ciri Pegawai Yang Produktif ... 25

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja ... 26

2.2.4 Produktivitas Kerja Perawat ... 28

2.3. Kompetensi Budaya ... 29

2.4. Peran Dan Fungsi Perawat ... 31

2.4.1 Pengertian Perawat ... 32

2.4.2 Peran Perawat ... 33

2.4.3 Fungsi Perawat ... 35

2.5 Kerangka Konsep ... 39

2.6 Hubungan Budaya Organisasi Dengan Produktivitas Kerja Perawat Di Rumah Sakit ... 41

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 46

3.2 Waktu danTempat ... 46

3.3 Populasi dan Sample ... 47


(15)

3.5 Pengumpulan Data ... 50

3.6 Variabel dan Definisi Operasional ... 51

3.7 Uji Validitas ... 55

3.8 Uji Realiabilitas ... 58

3.9 Pertimbangan Etik ... 65

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 66

4.2 Hasil Penelitian ... 73

4. 2.1 Hasil Penelitian Data Demografi Responden ... 73

4.2.2 Hasil Penelitian Budaya Organisasi di RumahSakit ... 76

4.2.2.1 Hasil Penelitian Budaya Organisasi di RSUP H. Adam Malik ... 76

4.2.2.2 Hasil Penelitian Budaya Organisasi di RSUD Dr. ... Pirngadi Medan ... 79

4.2 3 Hasil Penelitian Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di ... Rumah Sakit ... 82

4.2.3.1 Hasil Penelitian Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di RSUP H. Adam Malik ... 82

4.2.3.2 Hasil Penelitian Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 83

4.2. 4 Hasil Uji Korelasi Budaya Organisasi dan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit ... 85

4.2.4.1 Hasil Uji Korelasi Budaya Organisasi dengan ... Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di RSUP H. Adam Malik ... 85

4.3.4.2 Hasil Penelitian Uji Korelasi Budaya Organisasi dengan Produktivitas kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 87

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1.Hubungan Budaya antara Organisasi (Keterlibatan) dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana ... 89

5.2 Hubungan Budaya antara Budaya Organisasi (Konsistensi) dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana... 92

5.3 Hubungan Budaya Organisasi (Penyesuaian) dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana ...94

5.4 Hubungan Budaya Organisasi (Misi) dengan Produktivitas Kerja Perawat...98

5.5 Kekuatan Dan Keterbatasan Penelitian ...100

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 102

6.2 Saran...102


(16)

(17)

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15

Hasil Content Validity Index Revisi Budaya Organisasi dan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana

Data Demografi Pilot Study…... Data Hasil Pilot Study Budaya Organisasi dan

Produktivitas Kerja Perawat... Hasil Pilot Study Item Budaya Organisasi dan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana yang dihapus Indikator keberhasilan fungsi Pelayanan di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2013... Distribusi Data Demografi Responden Di RSUP H. Adam Malik... Distribusi Data Demografi Responden Di RSUD dr. Pirngadi Medan... Hasil Uji Univariat Budaya Organisasi ... Hasil Uji Univariat Budaya Organisasi di RSUP H. Adam Malik... Hasil Uji Univariat Budaya Organisasi di RSUD dr. Pirngadi Medan... Jawaban Responden Tentang Budaya Organisasi di RSUP Haji Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi ... Hasil Uji Univariat Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit ... Hasil Uji Pearson Corellation antara Budaya Organisasi dan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di RSUP H. Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan ... Hasil Uji Pearson Corelation Budaya Organisasi dan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di RSUP Haji Adam Malik ... Hasil Uji Pearson Corellation Budaya Organisasi dan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di RSUD dr. Pirngadi... 58 61 62 63 72 74 75 78 79 81 81 85 86 86 88


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1

Gambar 2 Gambar 3

Model Level Budaya Organisasi …... Denison Organizational Culture model... Kerangka Konsep ...

17 18 41


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1

Lampiran 2 Lampiran 3

Instrumen Budaya organisasi Budaya Organisasi dan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana

Bio Data Expert... Ijin Penelitian ...

127

128 129


(20)

Judul Tesis : Hubungan Budaya Organisasi dengan

Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Kota Medan

Nama Mahasiswa : Hetti Marlina Pakpahan Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Administrasi Keperawatan.

Tahun : 2014

ABSTRAK

Budaya organisasi memiliki pengaruh yang kuat di seluruh rumah sakit, selain menjadi identitas, juga merupakan acuan atau pedoman bagi perilaku perawat. Hubungan budaya organisasi dengan peningkatan produktivitas kerja perawat membawa dampak yang positif pada rumah sakit, dimana budaya organisasi dapat menuntun perawat menjadi produktif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana hubungan budaya organisasi (keterlibatan, konsistensi, penyesuaian, dan misi) dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit kota Medan. Jenis penelitian ini adalah, deskriptif korelasi, dan pengambilan sampel dengan tehnik Simple random sampling, dengan 160 perawat pelaksana. Data dianalisa menggunakan Pearson Product Moment. Hasil penelitian di RSU H. Adam Malik didapatkan bahwa ada korelasi positif dan signifikan budaya organisasi (keterlibatan, penyesuaian, dan misi) dan produktivitas kerja perawat pelaksana, dan tidak ada hubungan yang signifikan antara budaya organisasi (konsistensi) dengan produktivitas kerja perawat. Hasil penelitian di RSUD dr.


(21)

Pirngadi Medan didapatkan tidak ada hubungan budaya organisasi (keterlibatan, penyesuaian, misi) dengan produktivitas kerja perawat pelaksana, tetapi ada hubungan yang positif dan signifikan budaya organisasi (konsistensi) dan produktivitas kerja perawat pelaksana. Budaya organisasi yang tinggi dapat meningkatkan produktivitas kerja perawat pelaksana. Diharapkan pihak manajemen di RSUP H. Adam Malik dalam menerapkan budaya organisasi agar melibatkan perawat pelaksana dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan keperawatan, memberikan motivasi kepada perawat untuk tetap memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien, dan senantiasa mengingatkan perawat tentang visi dan misi rumah sakit sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan dalam mengambil kebijakan yang berlaku di rumah sakit. Kepada pihak pimpinan RSUD dr. Pirngadi Medan, agar meningkatkan koordinasi antara tim dan departemen lain didalam rumah sakit.


(22)

Thesis Title : The Relationship Between Organizational Culture and Work Productivity of Nurse

Practitioners at Hospital in Medan

Name : Hetti Marlina Pakpahan

Study Program : Master of Nursing Field of Specialization : Nursing Administration Year : 2014

ABSTRACT

Organizational culture has strong influence in all hospital: beside acting to get identity, it also becomes a reference or guidance for nurses behavior. The relationship between organizational cultur and improvement in nurse ‘ work productivity has positive impact on hospitals, where organizational culture can direct nurse’ to be productive. The objective of the research was find out the between of organizational culture (involvement, consistency,adaptability, and mission) and productivity of nurse practitioners at hospital in Medan. The research used descriptive corerlation method. The sample consisted of 160 nurse practitioners, taken by using simple random sampling tehnique. The data were analyzed by using Pearson Product Moment anylisis. The result of the reseach conducted at RSUP H. Adam Malik, showed that there was positive and significant correlation between organizational culture (involvement, adaptability, and mission) and work productivity of nurse practitioners, but there was insignificant correlation between organizational cultere (consistency) and work


(23)

productivity of nurse practitioners.The result of research, conducted at RSUD. dr. Pirngadi Medan, showed that there was insignificant correlation between organizatianal culture (involvement, adaptability, and mission) and work productivity of nurse practitioners, but there was positive and significant correlation between organizational culture (consistency) and work productivity of nurse practitioners. Strong organizational culture could increase work productivity of nurse practitioners. It is recomended that the management of RSUP. H Adam Malik, in implementing organizational culture, should involve nurse practitioners, in making policy wich is related to nursing, give motivation to nurse to always provide the best service for patient, remind the nurse about vision and mission of the hospital as guidance in providing service and making the policy wich is in line with the hospital’regulation. It is recomended that the management of RSUD. dr. Pirngadi Medan, should improve coordination between the team and other departement in the hospital.


(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Lok (1997) menyatakan dalam lingkungan rumah sakit, ada banyak unit, departemen dan kelompok kerja, perawat yang bekerja di kelompok kerja yang berbeda atau bangsal mungkin memiliki nilai yang berbeda dan keyakinan jika dibandingkan dengan keseluruhan budaya organisasi (rumah sakit). Menurut Green dan Thorogood (1998), organisasi rumah sakit dicirikan oleh campuran heterogen profesional dan staf non-profesional. Rumah sakit juga ditandai dengan tingkat profesional yang tinggi, suasana keluarga serta keterlibatan karyawan yang tinggi. Adanya keberagaman dan interaksi yang tinggi antara profesional dan non profesional akan menghasilkan suatu budaya tertentu dari organisasi itu sendiri, yang juga membedakan suatu organisasi dengan organisasi lain. Berbagai kelompok profesi ini akan menghasilkan perilaku individu dan perilaku kelompok yang pada akhirnya menghasilkan perilaku organisasional dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Lumbanraja, 2006).

Budaya organisasi merupakan karakter suatu organisasi, yang mengarahkan hubungan kerja sehari-hari karyawan dan menuntun mereka tentang berperilaku dan berkomunikasi dalam organisasi, serta membimbing hirarki perusahaan dibangun dan merangsang tingkah laku staf menjadi produktif (Marquis & Huston, 2006; Jacobs & Roots, 2010; Tseng, 2010). Lebih lanjut Schein (2004) dan Urabazo (2006) menyatakan pemahaman tentang budaya dalam


(25)

suatu organisasi sangat penting, memainkan peranan yang besar dan merupakan tempat yang menyenangkan dan sehat untuk bekerja. Selain itu budaya organisasi memiliki pengaruh yang kuat di seluruh rumah sakit tentang hal-hal yang dapat dipromosikan, keputusan yang dibuat dan bahkan bagaimana bertindak (Arnold, Capella, & Sumrall, 1987). Sejalan dengan itu hasil penelitian Harvard Business

School (Kotter & Heskett, 1992), menyatakan bahwa budaya organisasi

mempunyai dampak kuat terhadap prestasi kerja suatu organisasi. Teori dan konsep budaya organisasi diterapkan secara khusus untuk rumah sakit, karena kemampuan untuk mencapai tujuan bersama tergantung sebagian besar pada keterkaitan yang efektif antara jiwa anggota organisasi (Denison, 1998). Selain itu beberapa asumsi tentang budaya, pertama budaya dianggap membantu organisasi untuk mencapai tujuan strategis atau menyelesaikan masalah, kedua sebagai kendala atau hambatan karena itu penting bagi anggota kelompok untuk memiliki proses yang memungkinkan mereka untuk memilah asumsi budaya tersebut (Schein, 2004).

Penelitian Urrabazo (2006) menyatakan bahwa lingkungan kerja yang memuaskan dapat dibuat oleh karyawan ketika organisasi memiliki budaya yang sehat dan dengan demikian memiliki sikap positif terhadap pekerjaan karyawan. Hal ini dapat menciptakan dan mengidentifikasi dengan memberikan kesempatan bagi tindakan organisasi, semua anggota akan tetap dalam organisasi apa pun yang akan terjadi. Penelitian juga menunjukkan bahwa kualitas yang lebih tinggi pada eksekutif keperawatan memiliki pengaruh positif terhadap budaya organisasi di rumah sakit. Penelitian ini didukung Hsu (2009), menyatakan budaya


(26)

organisasi dapat meningkatkan komitmen organisasi dan bahkan kinerja pelayanan rumah sakit. Budaya organisasi rumah sakit merupakan pedoman atau acuan untuk mengendalikan perilaku organisasi dan perilaku perawat, tenaga kesehatan lain dalam berinteraksi antar mereka dan dengan rumah sakit lainnya. Nilai yang melekat pada rumah sakit memberikan rasa identitas, harapan, dan aturan yang membantu organisasi mencapai tujuannya (Ivancevich, Konopaske & Matteson, 2005).

Robbins (1996) menyatakan bahwa organisasi dengan budaya yang lemah, individu di dalamnya tidak memiliki kesiapan akan terjadinya sebuah perubahan. Mereka lebih menyukai nilai-nilai, baik individu maupun kelompok yang selama ini telah dimiliki. Mereka juga lebih menyukai cara kerja yang selama ini telah mereka lakukan dan menolak adanya perubahan, terutama perubahan yang menuntut kemampuan dan ketrampilan baru untuk memenuhi tuntutan dan kewajiban yang diharapkan. Oleh karena itu, profesionalisme keperawatan dan lingkungan rumah sakit yang menampilkan budaya organisasi yang kuat adalah dua sumber daya kesehatan yang dapat mempromosikan hasil yang baik pada pasien. Penelitian ini tidak sesuai dengan Afiah, Maidin dan Bahar (2013) yang menyatakan bahwa tingkat keterlibatan budaya organisasi perawat dinilai sedang 60%. Menurut Denison dan Mishra (1995) organisasi yang efektif memberdayakan dan melibatkan orang-orang disekitar mereka, membangun tim, dan mengembangkan kemampuan semua tingkatan. Penelitian tersebut membantu untuk meningkatkan pemahaman eksekutif keperawatan untuk dapat mengembangkan budaya organisasi rumah sakit dalam mempromosikan


(27)

komitmen organisasi. Pemahaman tentang budaya organisasi menyebabkan komitmen perawat yang tinggi, dengan kata lain budaya organisasi sangat efektif dalam mengembangkan kerja yang positif bagi perawat (Hsio & Chang, 2012).

Denison dan Mishra (1995) menyatakan bahwa budaya organisasi terdiri dari empat dimensi yaitu keterlibatan, konsistensi, adaptasi, dan misi. Hasil penelitian yang dilakukan Ehtesham, Muhammad, dan Muhammad (2011), menyatakan bahwa dua dimensi budaya organisasi kemampuan beradaptasi (adaptability) dan misi (mission) memiliki korelasi yang lebih signifikan dengan praktik performance management. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Doloksaribu (2011), dimensi misi budaya organisasi memiliki pengaruh yang paling besar dengan koefisien 0.568 yang signifikan pada p < 0.05 terhadap kinerja manejerial. Penelitian yang sama dari Afiah, Maidin dan Bahar (2013) tentang budaya dan efektivitas rumah sakit di RSUD Haji Makasar dan RSU Labuang Baji Makasar, untuk budaya organisasi di RSUD Haji Makasar tingkat keterlibatan budaya organisasi dinilai sedang 60%, tingkat konsistensi tinggi 90%, misi 55.6% dan dimensi adaptasi dalam kemampuan organisasi membuat perubahan intensitas tinggi 83.3%. Budaya organisasi di RSU Labuang Makasar didapatkan tingkat keterlibatan sedang 56.7%, tingkat konsistensi tinggi sebesar 53.3%, dimensi adaptasi dinilai cukup 76.7%, dimensi misi tinggi sebesar 83.3%. Secara keseluruhan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi yang kuat memengaruhi efektivitas organisasi pada RSUD Haji Makasar sedangkan di RSUD Labuang Baji, budaya organisasi yang kuat tidak menunjukkan pengaruh dalam meningkatkan efektivitas organisasi.


(28)

Ketut (2010) melakukan penelitian di Rumah Sakit Buleleng, dan mendapatkan bahwa budaya organisasi mempunyai dampak positif terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian Yandrawat (2012), di RSUD kabupaten Bekasi perawat yang merasa puas dalam bekerja hanya sebesar 7.04%, dan yang tidak puas sebesar 92.96%. Robbins (2007), Jacobs dan Roots (2010), mengemukakan bahwa terdapat keterkaitan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja, budaya yang kuat akan mengantarkan kepada kepuasan kerja yang tinggi sedangkan budaya organisasi yang lemah akan mengantarkan kepada kepuasan kerja yang rendah. Namun penelitian Tarjo, Tahir, dan Utami (2011), tentang pengaruh budaya organisasi dan motivasi kerja terhadap kepuasan dan kinerja perawat di RSUD H. Hanafie Muara Bungo-Jambi, budaya organisasi berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan kerja.

Gillies (1994) menyatakan sumber daya manusia perawat merupakan jumlah terbesar di rumah sakit sekitar 60-70%. Oleh karena itu produktivitas perawat menjadi sangat penting untuk diperhatikan, khususnya dalam memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Taheri (2007) menyatakan sumber daya manusia, sebagai sumber yang paling mahal dan paling berharga dari modal dan organisasi, dianggap sebagai faktor yang paling penting dalam rantai operasional dari setiap organisasi. Lebih lanjut Taheri menyatakan sumber daya manusia merupakan faktor yang memengaruhi produktivitas. Produktivitas tingkat individu sebagai sumber daya manusia dalam organisasi merupakan kategorisasi yang mendasar dan pondasi untuk tingkat lainnya. Selain itu, kenaikan produktivitas di tingkat individu akan meningkatkan produktivitas tingkat lainnya


(29)

(Abtahi, 2004). Hersey dan Goldsmith (1980) menjelaskan ada tujuh faktor dalam produktivitas kerja sumber daya manusia: 1) kemampuan (ability), 2) kejelasan (clarity), 3) bantuan (help), 4) insentif (incentive), 5) evaluasi (evaluation), 6) validitas (validity), dan 7) lingkungan (environment).

Penelitian Rosa, Nurachmah, dan Budiharto (2012), menemukan produktivitas kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUPN. Dr. Ciptomangunkusumo kategori buruk. Sejalan dengan penelitian Minarsih (2011), produktivitas kerja perawat di instalasi rawat inap non bedah (penyakit dalam) RSUP. Dr Jamil Padang tergolong rendah (54.7 %).

Berbagai konsep teori menjelaskan bahwa nilai-nilai budaya organisasi yang dianut secara intensif akan memberikan dampak dalam pencapaian tujuan organisasi dan produktivitas kerja (Ndraha,1997; Robbins,1996). Budaya organisasi yang kuat akan menumbuh kembangkan rasa tanggung jawab yang besar dalam diri karyawan sehingga mampu memotivasi untuk menampilkan kinerja yang paling memuaskan, mencapai tujuan yang lebih baik, dan pada gilirannya akan memotivasi seluruh anggotanya untuk meningkatkan produktivitas kerjanya (Robbins & Caulter, 2010).

Hasil observasi yang dilakukan peneliti di RSUP H. Adam Malik perawat pelaksana mengeluhkan beban kerja yang tinggi, mereka harus melakukan tugas yang bukan tindakan keperawatan (mengantar pasien untuk pemeriksaan diagnostik, meresepkan obat dan mengambil obat di farmasi. Jumlah tempat tidur diruang rawat inap 325 buah, rata-rata pasien yang dirawat 344 orang. Bed


(30)

inap dengan jumlah pasien tidak seimbang, dalam satu bangsal rata-rata pasien per hari 40-43, perawat yang bertugas pagi hari 7-8 orang, dan sore /malam 3-4 0rang. Klasifikasi tingkat ketergantungan pasien adalah partial (3 jam/pasien). Angka kepuasan pasien 30-40%.

Observasi yang dilakukan di RSUD dr. Pirngadi Medan mengeluhkan beban kerja yang tinggi, perawat harus melakukan tugas yang bukan tindakan keperawatan (mengantar pasien untuk pemeriksaan diagnostik, meresepkan obat dan mengambil obat di farmasi. Jumlah tempat tidur diruang rawat jumlah pasien per hari 346. Rata-rata pasien yang dirawat 20-30 orang, perawat yang bertugas pagi 5-7 orang, dan sore/malam 2-3 orang perawat. Klasifikasi tingkat ketergantungan pasien adalah partial (3 jam/pasien). Dari 48 dokumentasi asuhan keperawatan pasien di ruang rawat inap yang di observasi di RSUD dr. Pirngadi Medan tidak lengkap terutama bagian pengkajian hanya 23% yang terisi, diagnosa keperawatan 41% dengan menggunakan diagnosa yang sama, dan bagian evaluasi 31%. Perawat hanya mengisi kolom implementasi, hal ini sangat beralasan karena implementasi merupakan monitoring kegiatan yang telah dilakukan pada pasien. Dari 43 dokumentasi asuhan keperawatan di ruang rawat inap terpadu RSUP H. Adam Malik: pada pengkajian 35% tidak lengkap, diagnosa keperawatan 20.8 % dengan menggunakan diagnosa yang sama, dan bagian evaluasi 100%. Perawat lebih lengkap mengisi kolom implementasi dan evaluasi, hal ini sangat beralasan karena implementasi merupakan monitoring kegiatan yang telah dilakukan pada pasien. Keluhan pasien terhadap perawat adalah administrasi yang berbelit-belit, kurang tanggap dan tidak melanjuti keluhan dari pasien, kurangnya interaksi


(31)

antara perawat dan pasien, dan perawat memperlihatkan wajah yang kurang ramah. Tindakan keperawatan banyak dilakukan oleh siswa perawat dan dokter muda.

Berdasarkan fenomena diatas peneliti perlu melakukan penelitian tentang hubungan budaya organisasi dengan produktivitas kerja perawat di rumah sakit. Budaya organisai yang baik memberikan implikasi pada peningkatan produktivitas kerja perawat sehingga dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan organisasi.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini mengacu pada latar belakang dari hasil-hasil penelitian terdahulu. Maka rumusan masalah penelitian ini adalah sejauhmana hubungan budaya organisasi dengan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui hubungan budaya organisasi dengan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.

1.3.2 Tujuan khusus


(32)

1. Mengetahui hubungan hubungan budaya organasasi keterlibatan (involvement) dan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit kota Medan

2. Mengetahui hubungan budaya organisasi konsistensi (consistency) dan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit.

3. Mengetahui hubungan budaya organisasi penyesuaian (adaptability) dan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit.

4. Mengetahui hubungan budaya organisasi misi (mission) dan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit.

1.4 Hipotesa Penelitian

1. Ada hubungan budaya organisasi keterlibatan (involvement) dan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.

2. Ada hubungan budaya organisasi konsistensi (consistency) dan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.

3. Ada hubungan budaya organisasi penyesuaian (adaptability) dan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.

4. Ada hubungan budaya organisasi misi (mission) budaya organisasi dan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.

1.5 Manfaat Peneltian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif untuk pengembangan keilmuan baik secara teoritis dan praktik bagi dunia keperawatan diantaranya:


(33)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan pengetahuan serta menjadi evidence khususnya dalam pengajaran diperkuliahan pada manajemen keperawatan yang berhubungan dengan budaya organisasi. 2. Manfaat praktis bagi rumah sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak manajemen rumah sakit untuk menanamkan budaya organisasi dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam mengambil kebijakan dengan melibatkan perawat sebagai sumber daya manusia terbesar.

3. Bagi penelitian keperawatan

Memberikan informasi tentang hubungan budaya organisasi dengan produktivitas kerja perawat di rumah sakit sehingga berguna bagi para peneliti yang ingin meneliti faktor-faktor lain yang berkaitan dengan produktivitas kerja perawat.


(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan kepustakaan akan membahas beberapa aspek yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun aspek-aspek tersebut adalah: 1. Budaya organisasi

1.1 Pengertian budaya organisasi

1.2 Tingkatan (Levels) budaya organisasi 1.3 Dimensi budaya organisasi

1.4 Tipe Budaya organisasi 1.5 Fungsi budaya organisasi 2. Produktivitas Kerja

2.1 Pengertian produktivitas kerja 2.2 Produktivitas kerja perawat

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja 2.4 Pengukuran produktivitas kerja perawat

3. Kompetensi budaya (culture competence) 4. Peran dan fungsi perawat

4.1 Pengertian perawat 4.2 Peran perawat 4.3 Fungsi perawat 4.4 Tugas perawat 5. Kerangka Konsep


(35)

2.1 Budaya Organisasi

2.1.1 Pengertian budaya organisasi

Schein (1995) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola asumsi dasar yang ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok orang disaat mereka belajar untuk menyelesaikan masalah-masalah, menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal dan berintegrasi dengan lingkungan internal. Menurut Robbins (2003), budaya organisasi merupakan sistem makna bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut bersama dan dihargai organisasi, yang berfungsi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi, mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi, meningkatkan kemantapan sistem sosial, serta menciptakan mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi.

Menurut Denison (1997), Gibson (1996); Robbins dan Coulter (2005), budaya organisasi adalah nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar yang merupakan landasan bagi sistem dan praktik-praktik manajemen serta perilaku yang meningkatkan dan menguatkan prinsip-prinsip tersebut. Kreitner dan Kinicki (2003) memberi batasan budaya organisasi sebagai nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas organisasi yang berfungsi sebagai pemberi rasa identitas kepada anggota, mempromosikan komitmen kolektif, meningkatkan stabilitas sistem sosial, serta mengendalikan perilaku para anggota. Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu


(36)

dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalah yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut. Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standar-standar yang mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan. Organisasi yang berbeda sering memiliki budaya yang unik dan subkultur, kelompok-kelompok dalam suatu organisasi dapat memiliki nilai-nilai mereka sendiri baik dalam sikap, bahasa, dan pola perilaku (Cameron & Quinn, 1999). Budaya organisasi diwujudkan dalam ciri khas organisasi, budaya organisasi harus dianggap sebagai cara yang tepat di mana hal-hal yang dilakukan atau masalah harus dipahami dalam organisasi. Hal ini diterima secara luas bahwa budaya organisasi didefinisikan sebagai nilai-nilai dan keyakinan yang berakar dimiliki oleh personil dalam sebuah organisasi.

Berdasarkan uraian diatas, meskipun konsep budaya organisasi memunculkan perspektif yang beragam, terdapat kesepakatan di antara para ahli dalam hal mendefinisikan budaya organisasi. Bahwa budaya organisasi berkaitan dengan sistem makna bersama yang diyakini oleh anggota organisasi. Budaya organisasi itu sendiri membedakan dengan organisasi lain dan menjadi identitas dari suatu organisasi.

2.1.2 Tingkatan budaya organisasi

Teori yang dikemukakan Schein (2004 ), mengungkapkan bahwa budaya organisasi dapat ditemukan dalam tiga tingkatan antara lain:


(37)

1. Artifak (artifacts)dimensi budaya organisasi yang paling terlihat bersifat kasat mata tetapi seringkali tidak dapat diartikan. Tingkat analisis artifak terdiri dari lingkungan fisik organisasi, arsitektur, teknologi, tata letak kantor, cara berpakaian, pola perilaku yang dapat dilihat atau didengar, serta dokumen-dokumen publik seperti anggaran dasar, materi orientasi karyawan, dan cerita.

2. Nilai (espoused beliefs and values) semua pembelajaran organisasi

merefleksikan nilai-nilai anggota organisasi yang menetap dalam prilaku atau pikiran, perasaan mereka mengenai apa yang seharusnya berbeda dengan apa yang adanya yang ditetapkan oleh pendiri atau top management.

3. Asumsi dasar (underlying assumption) merupakan inti dari budaya yang tertanam dan diterima begitu saja (taken for granted), tidak kasat mata, dan tidak disadari. Hubungan dengan lingkungan, sifat realitas, waktu dan ruang, karakteristik sifat manusia, sifat aktivitas manusia, sifat dari hubungan antar manusia.


(38)

Dimensi budaya organisasi yang paling terlihat bersifat kasat mata tetapi seringkali tidak dapat diartikan

Strategi tujuan dan philosophy

Budaya diterima begitu saja, tidak kasat mata, dan tidak disadari Gambar: 1 Model Level Budaya (Schein, 1992).

Elemen diatas dilukiskan pada garis vertikal dua arah, asumsi dasar yang diterima secara berturut-turut akan mempengaruhi nilai-nilai organisasi yang lebih dapat diterima baik oleh lingkungan internal maupun lingkungan eksternal organisasi. Kemudian nilai-nilai organisasi akan mempengaruhi artifak dan kreasi manusia dalam lingkungan internal organisasi. Sebaliknya artifak dan kreasi manusia juga akan mempengaruhi nilai-nilai organisasi yang secara tidak langsung akan mempengaruhi asumsi dasarnya.

Budaya organisasi di rumah sakit terdiri dari empat elemen dasar: 1) mereka memiliki nilai-nilai, konsep dasar dan keyakinan bagi organisasi, 2) mereka memiliki orang yang mewujudkan nilai-nilai budaya dan berfungsi

Artifak

Nilai –Nilai


(39)

sebagai model peran nyata bagi karyawan untuk mengikuti, 3) mereka menciptakan ritual dan upacara untuk melakukan sistematis rutinitas kehidupan sehari-hari di rumah sakit, dan 4) budaya merupakan jaringan alat utama komunikasi dalam rumah sakit (Arnold et al., 1987).

2.1.3 Dimensi budaya Organisasi

Denison dan Mishra (1995) dalam penelitiannya menyatakan ada empat trait budaya organisasi:1) keterlibatan (involvement): membangun kapabilitas karyawan dan rasa memiliki, 2) penyesuaian (adaptability): menterjemahkan kebutuhan lingkungan bisnis dalam tindakan, 3) konsistensi (consistency): mendefinisikan nilai-nilai dan sistim organisasi yang menjadi dasar organisasi yang kuat, dan 4) misi (mission): mendefinisikan perlunya arahan jangka panjang bagi organisasi.

Gambar: 2 Denison Organizational Culture Model 1. Keterlibatan (involvement)

Organisasi yang efektif memberdayakan dan melibatkan orang-orang disekitar mereka, membangun tim, dan mengembangkan kemampuan semua tingkatan.


(40)

Anggota organisasi berkomitmen untuk pekerjaan mereka, dan merasa kuat rasa kepemilikan. Keterlibatan adalah faktor kunci dalam budaya organisasi, yang merupakan karakteristik nilai dari organisasi yang menempatkan pandangan tentang pentingnya keterlibatan seluruh pergawai yang bekerjasama dalam mencapai tujuan organisasi. Orang-orang di semua tingkatan merasa bahwa mereka memiliki setidaknya beberapa masukan dalam keputusan yang akan mempengaruhi mereka bekerja, dan merasa bahwa pekerjaan mereka terhubung langsung ke tujuan organisasi. Hal ini memungkinkan keterlibatan yang tinggi dari organisasi yang mengandalkan sistim pengawasan informal, sukarela dan implisit. Dalam model ini, sifat ini diukur dengan tiga indeks: 1) Pemberdayaan (empowerment)

Individu memiliki wewenang, inisiatif dan kemampuan untuk mengelola pekerjaan mereka sendiri. Hal ini menciptakan rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap organisasi.

2) Orientasi tim (team orientation)

Nilai ditempatkan pada bekerja secara kooperatif menuju tujuan bersama bagi seluruh karyawan dan saling akuntabel. Organisasi bergantung pada usaha tim untuk mendapatkan pekerjaan yang dilakukan.

3) Pengembangan kemampuan (capability development)

Organisasi terus-menerus berinvestasi dalam pengembangan keterampilan karyawan agar tetap kompetitif terus-menerus sesuai kebutuhan bisnis.


(41)

2. Penyesuaian (Adtability)

Penyesuaian merupakan kebutuhan organisasi dalam melaksanakan kegiatan dalam lingkungan organisasi tersebut, dimana organisasi memegang nilai dan kepercayaan yang mendukung kapabilitas dalam menerima, menginterpretasikan dan menterjemahkan tanda-tanda dari lingkungan kedalam perubahan prilaku internal dari organisasi. Meskipun beberapa keuntungan alami organisasi yang terintegrasi dengan baik, mereka juga bisa menjadi yang paling adaptif dan yang paling sulit untuk berubah. Integrasi internal dan adaptasi eksternal dapat bertentangan. Adaptasi organisasi menerjemahkan tuntutan lingkungan organisasi ke dalam tindakan. Mereka mengambil risiko, belajar dari kesalahan mereka, dan memiliki kemampuan dan pengalaman untuk menciptakan perubahan. Mereka terus meningkatkan kemampuan organisasi untuk memberikan nilai bagi pelanggan dengan menciptakan sistem norma dan keyakinan yang mendukung kapasitas organisasi untuk menerima, menafsirkan, dan menerjemahkan sinyal dari lingkungan ke dalam sistem internal yang meningkatkan kemungkinan organisasi untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Organisasi yang kuat dalam kemampuan beradaptasi biasanya mengalami pertumbuhan penjualan dan peningkatan pangsa pasar. Dalam model ini, diukur dengan tiga indeks :

1) Membuat perubahan (creating change)

Organisasi mampu menciptakan cara-cara adaptif untuk memenuhi perubahan kebutuhan. Hal ini dapat membaca bisnis lingkungan, bereaksi dengan cepat terhadap tren saat ini, dan mengantisipasi perubahan di masa depan.


(42)

2) Fokus pada pelanggan (costumer focus)

Organisasi memahami dan bereaksi terhadap pelanggan dan mengantisipasi kebutuhan masa depan mereka. Hal ini mencerminkan sejauh mana organisasi tersebut didorong oleh kekhawatiran untuk memuaskan pelanggan mereka. 3) Belajar organisasi (organizational learning)

Organisasi menerima, menerjemahkan, dan menafsirkan sinyal dari lingkungan menjadi peluang untuk mendorong inovasi, memperoleh pengetahuan, dan mengembangkan kemampuan.

3. Misi (mission)

Misi adalah arahan pada pada pencapaian tujuan jangka panjang yang bermakna pada organisasi (meaningfull long term). Misi menjelaskan tujuan dan arti yang diterjemahkan dalam tujuan ekternal organisasi. Organisasi yang sukses juga memiliki tujuan yang jelas dan arah yang mendefinisikan tujuan organisasi dan tujuan strategis dan mengungkapkan visi tentang apa organisasi akan terlihat seperti di masa depan. Sebuah misi memberikan tujuan dan arti dengan mendefinisikan peran sosial dan tujuan eksternal bagi organisasi. Ini menyediakan arah dan tujuan yang berfungsi untuk menentukan tindakan yang tepat bagi organisasi dan yang jelas anggota. Rasa misi memungkinkan organisasi untuk membentuk perilaku saat ini dengan membayangkan masa depan yang diinginkan organisasi. Mampu menginternalisasi dan mengidentifikasi dengan misi organisasi kontribusi untuk pendek dan jangka panjang komitmen terhadap organisasi. Dalam model ini, sifat ini diukur dengan tiga indeks:


(43)

1) Arah strategis dan maksud (strategic direction and intent)

Niat strategis yang jelas menyampaikan tujuan organisasi dan membuat jelas berapa orang dapat berkontribusi dan membuat tanda mereka pada industri. 2) Tujuan dan sasaran (goals and objectives)

Satu kesatuan yang jelas dari tujuan dan sasaran dapat dihubungkan dengan misi, visi dan strategi, dan memberikan arah yang jelas dalam pekerjaan merekakepada semua orang.

3) Visi (vision)

Organisasi memiliki pandangan bersama tentang masa depan yang diinginkan. Hal ini mewujudkan nilai-nilai inti dan menangkap hati dan pikiran anggota organisasi, sambil memberikan bimbingan dan arahan pada mereka.

4. Konsistensi (consistency)

Konsistensi adalah nilai dan sistem yang mendasari kekuatan suatu budaya. Nilai ini memfokuskan pada integrasi sumber-sumber organisasi koordinasi dan sistim kontrol dan konsistensi organisasi dalam mengembangkan sistim yang efektif dalam melaksanakan kegiatan organisasi. Karakteristik konsistensi meliputi koordinasi, integrasi, kesepakatan dan nilai-nilai inti. Organisasi-organisasi yang efektif ketika mereka konsisten dan terintegrasi dengan baik. Perilaku ini berakar pada satu set nilai-nilai inti, pemimpin dan pengikut yang terampil di mencapai kesepakatan dan menggabungkan beragam titik pandang, dan kegiatan organisasi yang terkoordinasi dengan baik dan terintegrasi. Organisasi yang konsisten mengembangkan pola pikir dan menciptakan sistem organisasi yang membangun sistem internal pemerintahan berdasarkan


(44)

dukungan konsensual. Sistem kontrol implisit ini dapat menjadi sarana yang lebih efektif untuk mencapai koordinasi dan integrasi dari sistem eksternal kontrol yang mengandalkan aturan dan peraturan eksplisit. Organisasi-organisasi ini telah memiliki komitmen karyawan yang tinggi, metode yang berbeda dalam melakukan bisnis, kecenderungan untuk mempromosikan dari dalam dan luar. Jenis konsistensi merupakan sumber yang kuat dari stabilitas dan integrasi internal. Dalam model ini konsistensi diukur dengan tiga indeks:

1) Nilai inti (core values)

Anggota organisasi berbagi satu set nilai-nilai yang menciptakan rasa identitas dan satu set harapan yang jelas.

2) Perjanjian (aggrement)

Anggota organisasi mampu mencapai kesepakatan tentang isu-isu penting. Ini mencakup baik tingkat yang mendasari kesepakatan dan kemampuan untuk mendamaikan perbedaan ketika mereka terjadi.

3. Koordinasi dan integrasi (coordination and intergration)

Fungsi dan unit organisasi yang berbeda dapat bekerja sama dengan baik untuk mencapai tujuan bersama. Batas-batas organisasi tidak mengganggu mendapatkan pekerjaan yang dilakukan.

2.1.4 Fungsi budaya organisasi

Menurut Robbins (1996) fungsi budaya organisasi terdiri dari : 1) budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain, 2) budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi, 3) budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada


(45)

kepentingan diri individual seseorang, 4) budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan, dan 5) budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan

2.1.6 Tipe budaya organisasi

Menurut Kreitner dan Kinicki (2003), terdapat tiga tipe umum budaya organisasi yaitu :

1. Budaya konstruktif adalah budaya dimana para karyawan didorong untuk berinteraksi dengan orang lain dan mengerjakan tugas dan proyeknya dengan cara yang akan membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya, berhubungan dengan pencapaian tujuan aktualisasi diri, penghargaan yang manusiawi, dan persatuan.

2. Budaya pasif-defensif bercirikan keyakinan yang memungkinkan bahwa karyawan berinteraksi dengan karyawan lain dengan cara yang tidak mengancam keamanan kerjanya sendiri. Budaya ini mendorong keyakinan normatif yang berhubungan dengan persetujuan, konvensional, ketergantungan, dan penghindaran.

3. Budaya agresif-defensifmendorong karyawannya untuk mengerjakan tugasnya dengan keras untuk melindungi keamanan kerja dan status mereka. Tipe budaya ini lebih bercirikan keyakinan normatif yang mencerminkan oposisi, kekuasaan dan kompetitif. Setiap tipe berhubungan dengan seperangkat keyakinan normatif yang berbeda. Keyakinan normatif mencerminkan


(46)

pemikiran dan keyakinan individu mengenai bagaimana anggota dari sebuah kelompok atau organisasi tertentu diharapkan menjalankan tugasnya dan berinteraksi dengan orang lain.

2.2 Produktivitas kerja

2.2.1 Pengertian produktivitas kerja

Banyak pengertian tentang produktivitas yang dikemukan oleh para ahli tergantung bagaimana para ahli untuk menempatkannya. Para ilmuwan telah menyumbang berbagai tingkatan produktivitas. Tingkatan tersebut adalah 1) tingkat individu, 2) tingkat kerja kelompok, 3) tingkat organisasi, 4) tingkat lapangan (perdagangan, jasa, industri dan pertanian), 5) tingkat ekonomi, dan 6) tingkat dunia (Mougheli & Azizi, 2011). Kategorisasi tingkat individu merupakan dasar dan pondasi untuk tingkat lainnya, kenaikan produktivitas di tingkat individu akan meningkatkan produktivitas tingkat lainnya (Abtahi, 2004). Produktivitas sumber daya manusia merupakan komponen penting dalam organisasi.

Huber (1996) menyatakan bahwa produktivitas kerja adalah perbandingan antara hasil (output) dengan masukan (input) dalam suatu organisasi. Sedangkan Robbins (2005) menyatakan produktivitas sebagai ukuran besarnya biaya sumberdaya, dan menyamakan produktivitas dengan prestasi kerja.

Mougheli dan Azizi (2011) menyatakan produktivitas adalah budaya, wawasan rasional untuk bekerja dan hidup, yang bertujuan membuat kegiatan yang lebih cerdas untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan lebih aktif.


(47)

Japan Productivity Center mendefinisikan produktivitas meliputi memaksimalkan sumber daya, tenaga kerja, fasilitas dan sejenisnya, dengan cara ilmiah dan meminimalkan biaya produksi, memperluas peluang pasar, pekerjaan, menempatkan upaya untuk meningkatkan upah yang realistis, dan meningkatkan gaya hidup cara yang menguntungkan bagi pekerja, manajer, dan semua konsumen (Gibson, 2011). Sejalan dengan Sinungan (1995), menyatakan bahwa pengertian tentang produktivitas dalam beberapa kelompok sebagai berikut: 1) rumusan tradisional bagi keseluruhan produksi tidak lain adalah ratio apa yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang digunakan, 2) produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari pada kemarin dan hari esok lebih baik dan hari ini, dan 3) produktivitas merupakan interaksi terpadu serasi dan tiga faktor esensial, yakni: investasi termasuk pengetahuan dan tehnologi serta riset, manajemen dan tenaga kerja.

Gray dan Starke (2004) menyatakan bahwa produktivitas kerja berbeda dengan prestasi kerja, produktivitas kerja lebih mengarah kepada semangat kerja yang menggambarkan perasaan dan hubungan keterikatan dengan pekerjaan yang dihadapi, sehingga produktivitas kerja bisa dinilai oleh persepsi pekerja sedangkan prestasi kerja merupakan penilaian yang diberikan oleh pasien. Peningkatan produktivitas dapat meningkatkan proses, hubungan kerja, individu dan kelompok perilaku dan meningkatkan motivasi kerja, kualitas hidup, kesejahteraan, status pekerjaan dan tingkat gaji (Tabibi & Maleki, 2005). Menurut Robbins (2005) organisasi dikatakan produktif jika organisasi itu


(48)

mencapai tujuan-tujuannya, dan mencapainya dengan melakukan upaya transformasi input menjadi output dengan biaya paling rendah.

Berbagai pengertian produktivitas yang dikemukakan para ahli menunjukkan bahwa produktivitas adalah suatu pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana aplikasi penggunaan cara yang produktivitas untuk menggunakan sumber-sumber secara efisien dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi. Produktivitas mengikut sertakan pendayagunaan secara terpadu sumber daya manusia dan ketrampilan barang modal teknologi manajemen, infomasi, energi dan sumber-sumber lain menuju pada pengembangan dan peningkatan standar hidup.

2.2.2 Ciri-ciri pegawai yang produktif

Timpe (2000) mengemukakan ciri-ciri pegawai yang produktif yaitu: 1) lebih dari memenuhi kualifikasi pekerjaan, kualifikasi pekerjaan dianggap hal yang mendasar, karena produktivitas tinggi tidak mungkin tanpa kualifikasi yang benar, 2) bermotivasi tinggi, motivasi sebagai faktor kritis, pegawai yang bermotivasi berada pada jalan produktivitas tinggi, 3) mempunyai orientasi pekerjaan positif, sikap seseorang terhadap tugasnya sangat mempengaruhi kinerjanya, faktor positif dikatakan sebagai faktor utama produktivitas pegawai, 4) dewasa, pegawai yang dewasa memperlihatkan kinerja yang konsisten dan hanya memerlukan pengawasan minimal, dan 5) dapat bergaul dengan efektif, kemampuan untuk menetapkan hubungan antar pribadi yang positif adalah aset yang sangat meningkatkan produktivitas.


(49)

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas menurut Timpe (2000), adalah sebagai berikut: 1) faktor lingkungan: ekonomi, sosial budaya, hukum dan politik, 2) faktor individu: motivasi, tujuan, kemampuan, moral, pendidikan, tingkat penghasilan, gizi dan kesehatan, 3) faktor organisasi: struktur, tehnologi dan iklim kerja, dan 4) faktor menajerial: komunikasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, memberikan informasi, menyusun tujuan, penentuan dan penggunaan sumber daya manusia.

Wignjosoebroto (2003) menyatakan bahwa pada hakekatnya produktivitas kerja ditentukan oleh 2 (dua) faktor utama yaitu: 1) faktor tehnis, yaitu faktor yang berhubungan dengan pemakaian dan penerapan fasilitas produksi secara lebih baik, penerapan metode kerja yang lebih efektif dan efisien, dan atau penggunaan bahan baku yang lebih ekonomis, dan 2) faktor manusia, yaitu faktor yang mempunyai pengaruh terhadap usaha yang dilakukan manusia didalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja menurut Mangkunegara (2007) adalah: 1) kualitas dan kemampuan fisik karyawan dipengaruhi juga oleh tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja, mental dan kemampuan fisik karyawan yang bersangkutan, 2) sarana pendukung menyangkut lingkungan kerja (sarana dan peralatan yang digunakan, tehnologi dan cara produksi, tingkat keselamatan dan kesehatan kerja serta suasana lingkungan kerja itu sendiri, kesehatan karyawan yang tercermin dalam system pengupahan dan jaminan sosial serta jaminan keselamatan kerja, supra sarana). Apa yang terjadi


(50)

didalam perusahaan dipengaruhi juga oleh apa yang terjadi diluarnya, seperti sumber-sumber faktor produksi yang akan digunakan prospek pemasaran, perpajakan, perijinan. Selain itu hubungan antara pimpinan dan karyawan juga mempengaruhi kegiatan kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Bagaimana pandangan pimpinan terhadap bawahan, sejauh mana hak-hak karyawan mendapat perhatian sejauh mana karyawan diikutsertakan dalam menentukan kebijaksanaan. Anoraga (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah:

1) Pekerjaan yang menarik, yakni apabila seseorang karyawan senang dan menurutnya menarik suatu pekerjaan tertentu, maka hasilnya akan jauh lebih memuaskan dibandigkan dengan suatu pekerjaan yang dianggap biasa-biasa saja.

2) Upah baik, yakni pada dasarnya seseorang bekerja mengharapkan imbalan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya. Karena adanya upah yang sesuai dengan keinginan, maka timbul pula rasa gairah kerja.

3) Keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan, yakni bekerja pada pekerjaan yang memerlukan perlindungan tubuh, ataupun juga memberikan training sebelumnya untuk pekerjaan yang akan dilakukannya. Dengan terpenuhinya jaminan atas pekerjaan, maka dalam bekerja tidak akan adalagi perasaan was-was atau ragu

4) Penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan, yakni bila seseorang karyawan tetap tahu kegunaan dari pekerjaan, dan juga sudah tahu betapa sangat pentingnya pekerjaannya. Maka dalam mengerjakan pekerjaannya karyawan akan lebih meningkatkan produktivitas.


(51)

5) Lingkungan dan suasuana kerja yang baik, yakni hal itu akan membawa pengaruh yang baik pula pada segala pihak, baik bagi para pekerja, pimpinan atupun hasil pekerjaannya.

6) Promosi dan perkembangan diri sejalan dengan perkembangan, yakni seseorang akan bangga terhadap perusahaan tempat dia bekerja apabila mengalami kemajuan yang pesat, apalagi sampai terkenal di masyarakat. Hal ini pula yang mengangkat derajat kebanggaan pada diri si pekerja berikut pekerjaannya. Timbul rasa bangga itu merupakan keuntungan juga bagi peusahaan Karena secara tidak langsung, si pekerja membawa promosi perusahaan dan menjaga citra perusahaan agar tetap baik di masyarakat.

7) Merasa terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi, yakni dengan demikian pekerja akan merasa bahwa dirinya benar-benar dibutuhkan dalam perusahaan, dan ada rasa memiliki.

8) Pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi, yakni seorang pekerja yang diberi perhatian besar oleh pimpinannya akan mendorong motivasi pekerja untuk bekerja lebih giat lagi melalui pendekatan keluarga.

9) Kesetiaan pemimpin pada si pekerja, yakni kesetiaan merupakan basis dari kepercayaan pekerja terhadap perusahaan dimana tempat dia bekerja.

10) Disiplin kerja yang keras, yakni biasanya mereka akan merasa enggan akan displin kerja yang keras tapi tidak juga dipungkiri bahwa disiplin kerja merupakan salah satu factor yang mempengaruhi produktivitas kerja yaitu dengan cara paksaan.


(52)

2.2.4 Produktivitas kerja perawat

Produktivitas kerja perawat, sebagai sumber daya manusia di rumah sakit, menjadi salah satu perhatian utama bagi manajer, maka penting untuk dipelajari bagaimana untuk meningkatkan produktivitas kerja perawat dan faktor apa yang terkait dengan produktivitas perawat di rumah sakit. Untuk melihat produktivitas sumber daya manusia di rumah sakit, dalam hal ini perawat, maka ACHIEVE models digunakan untuk melihat perspektif perawat di rumah sakit yang telah diperkenalkan oleh Hersey and Goldsmith(1980), ACHIEVE singkatan dari tujuh dimensi: kemampuan (ability), kejelasan (clarity), bantuan (help) insentif (incentive), evaluasi (evaluation), validitas (validity), lingkungan (environment). Dimensi tersebut adalah:

1. Kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) hal ini mengacu pada pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan tugas sukses yang meliputi pengetahuan yang berkaitan dengan tugas, pengalaman yang berkaitan dengan tugas dan manfaat yang terkait dengan tugas.

2. Kejelasan (konsepsi atau imajinasi peran) hal ini sesuai dengan konsepsi dan penerimaan metode kerja, tempat dan cara untuk berurusan dengan pekerjaan. Konsepsi ini membutuhkan kejelasan dalam tujuan dan cara berbeda dalam menjangkau mereka.

3. Bantuan (dukungan organisasi) berupa dukungan organisasi termasuk sumber daya manusia , anggaran , fasilitas, aksesibilitas produk dan kualitas.

4. Insentif (niat) karyawan secara alami cenderung untuk melakukan tugas-tugas yang berakhir di penghargaan dan menahan diri dari tugas-tugas lainnya.


(53)

5. Evaluasi (umpan balik operasi) dilakukakan pada tindakan sehari-hari, adanya umpan balik dan penilaian. Jika orang-orang tidak menyadari kekurangan mereka, perbaikan tindakan mereka tidak dapat diharapkan.

6. Validitas (ketepatan) hal ini disebut keputusan proporsional dan realistis yang dibuat oleh manajer untuk sumber daya manusia.

7. Lingkungan (proporsionalitas lingkungan) merupakan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tindakan bahkan ketika memiliki kemampuan yang diperlukan, kejelasan, dukungan, dan insentif. Lingkungan berupa komponen kunci persaingan, perubahan kondisi pasar, peraturan pemerintah, persiapan dan praktik sumber daya dan lingkungan (faktor luar dan penyesuaian lingkungan).

2.4 Kompetensi budaya

Fletcher (1997) menyatakan agar mampu memahami budaya, perawat harus terlebih dahulu menjadi sadar dan peka terhadap budaya. Perawat menyadari kebutuhan penting untuk lebih berpengetahuan dan kompeten akan budaya untuk bekerja dengan individu-individu dari beragam budaya (Compinha-Bacote, 1997). Dalam model ini, kompetensi budaya dipandang sebagai suatu proses, dan bukan titik akhir, dimana terus menerus berupaya untuk mencapai kemampuan bekerja secara efektif dalam konteks individu, keluarga, atau masyarakat dari latar belakang budaya-etnis (Campinha-Bacote, 1997).


(54)

1. Kesadaran budaya (cultural awereness). Perawat menjadi sensitif terhadap nilai-nilai, keyakinan, gaya hidup dan praktik klien, mengeksplorasi nilai-nilai sendiri, dan jauh dari prasangka. Pemaksaan budaya adalah kecenderungan untuk memaksakan nilai-nilai budaya sendiri, keyakinan dan pola perilaku yang diharapkan seseorang pada orang lain dari budaya yang berbeda untuk diri seseorang. Selama fase kesadaran budaya, perawat menjadi sadar posisi etnosentris sendiri dan stereotip yang mereka pegang. Secara bertahap, mereka harus menjadi lebih sensitif terhadap keragaman budaya dan memodifikasi sikap dan keyakinan mereka sebagai proses melakukan pemeriksaan diri dari bias sendiri terhadap budaya lain serta eksplorasi mendalam tentang latar belakang budaya dan profesional seseorang.

2. Pengetahuan budaya (cultural knowledge) proses dimana perawat tahu lebih banyak tentang budaya dan pandangan yang berbeda yang dimiliki oleh orang lain. Pemahaman tentang nilai-nilai, keyakinan, praktik dan strategi pemecahan masalah dari kelompok budaya/etnis yang beragam memungkinkan perawat untuk mendapatkan kepercayaan dari dalam dirinya. Pengetahuan budaya mencakup aspek demografi, epidemiologi, sosial-ekonomi dan faktor-faktor politik, dan praktek gizi dan preferensi, yang berarti dalam memahami variasi antar kelompok budaya/etnis.

3. Keterampilan budaya (cultural skill) adalah kemampuan melakukan penilaian budaya untuk mengumpulkan data yang relevan mengenai masalah, serta akurat melakukan penilaian fisik yang berbasis budaya.


(55)

4. Pertemuan budaya (cultural encaunters) adalah proses yang mendorong profesional kesehatan untuk langsung terlibat secara langsung untuk berinteraksi dengan budaya lain dari pertemuan dengan klien dari latar belakang budaya yang beragam dalam rangka untuk mengubah keyakinan yang ada tentang kelompok budaya dan untuk mencegah kemungkinan adanya stereotip.

5. Keinginan budaya (culture desire) adalah motivasi dari profesional kesehatan untuk ingin terlibat dalam proses menjadi sadar budaya, berpengetahuan budaya, keterampilan budaya dan pertemuan budaya. Keinginan budaya adalah membangun spiritual dan penting dari kompetensi budaya yang memberikan energi sumber dan landasan untuk perjalanan satu terhadap kompetensi budaya. Oleh karena itu, kompetensi budaya dapat digambarkan sebagai gunung berapi, yang secara simbolis mewakili bahwa itu adalah keinginan budaya yang merangsang proses kompetensi budaya (Campinha-Bacote, 2002).

2.5 Peran dan fungsi perawat 2.5.1 Pengertian perawat

Perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury, dan proses penuaan (Harlley, 1997). Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah seseorang (seorang profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan. Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan


(56)

berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya (Depkes R.I, 2002).

International Council of Nurses (1965), perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien. 2.5.2 Peran perawat

Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, di mana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan.

Doheny, Cook, dan Stopper (1982) mengidentifikasikan beberapa elemen peran perawat profesional sebagai berikut:

Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu (Kozier, 1995).

1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver).Perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien, menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi: melakukan pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan informasi yang benar, menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil analisis data, merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan membuat langkah/cara pemecahan masalah, melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada dan melakukan evaluasi


(57)

berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Doheny, Cook, & Stopper 1982).

2. Sebagai pembela untuk melindungi klien (client advocate). Perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dank lien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun profesional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai narasumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advokat (pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan (Doheny, Cook, & Stopper 1982).

3. Sebagai pemberi bimbingan/konseling klien (counselor).Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat-sakitnya. Adanya pola interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya. Memberikan bimbingan kepada klien, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas. Konseling diberikan kepada individu dan keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu, pemecahan masalah difokuskan pada masalah keperawatan, mengubah perilaku hidup kearah perilaku hidup sehat (Doheny, Cook, & Stopper 1982).

4. Sebagai pendidik klien (educator). Perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan


(58)

dan tindakan medik yang diterima sehingga klien dan keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya. Sebagai pendidik, perawat juga dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok keluarga yang beresiko tinggi, dan kader kesehatan (Doheny, Cook, & Stopper 1982).

5. Sebagai kolaborator (collaborator) perawat bekerjasama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna memenuhi kebutuhan kesehatan klien (Doheny, Cook, & Stopper 1982).

6. Sebagai koordinator (coordinator) perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada, baik materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih. Dalam menjalankan peran sebagai koordinator, perawat dapat melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) mengkoordinasi seluruh pelayanan keperawatan, 2) mengatur tenaga keperawatan yang akan bertugas, 3) mengembangkan sistem pelayanan keperawatan, dan 4) memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan pelayanan keperawatan pada sarana kesehatan (Doheny, Cook, & Stopper 1982).

7. Sebagai pembaharu (change agent) perawat menggadakan invasi dalam cara berfikir, bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan klien/keluarga agar menjadi sehat. Elemen ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dalam berhubungan dengan klien dan cara memberikan perawatan kepada klien (Doheny, Cook, & Stopper 1982).


(59)

8. Sebagai sumber informasi (consultan), elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan peran ini dapat dikatakan perawat adalah sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi spesifik klien (Doheny, Cook, & Stopper 1982).

2.5.4 Fungsi perawat

Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsinya. Menurut Kozier (1991), ada tiga fungsi perawat yaitu:

1. Fungsi independent, merupan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri (Kozier, 1991).

2. Fungsi dependen, merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagian tindakan pelimpahan tugas yang di berikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer ke perawat pelaksana (Kozier, 1991).

3. Fungsi interdependen, dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi


(60)

apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunya penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun yang lainnya (Kozier, 1991). 2.5.5 Tugas perawat

Tugas perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tahapan dalam proses keperawatan. Tugas perawat ini disepakati dalam lokakarya PPNI tahun 1983 yang berdasarkan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah: 1) mengumpulkan data, 2) menganalisis dan mengintrepetasi data 3), mengembangkan rencana tindakan keperawatan, 4) menggunakan dan menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu perilaku, sosial budaya, ilmu biomedik dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia, 5) menentukan kriteria yang dapat diukur dalam menilai rencana keperawatan, 6) menilai tingkat pencapaian tujuan 7) mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diperlukan, 8) mengevaluasi data permasalahan keperawatan, 9) mencatat data dalam proses keperawatan, 10) menggunakan catatan klien untuk memonitor kualitas asuhan keperawatan, 11) mengidentifikasi masalah-masalah penelitian dalam bidang keperawatan, l2) membuat usulan rencana penelitian keperawatan, 13) menerapkan hasil penelitian dalam praktek keperawatan, 14) mengidentifikasi kebutuhan pendidikan kesehatan, 15) membuat rencana penyuluhan kesehatan, 16) melaksanakan penyuluhan kesehatan, 17) mengevaluasi penyuluhan kesehatan, 18) berperan


(61)

serta dalam pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, dan 19) menciptakan komunikasi yang efektis baik dengan tim keperawatan maupun tim kesehatan lain.

2.6 Kerangka konsep penelitian

Berdasarkan telaah pustaka, maka sebuah model konseptual atau kerangka konsep penelitian dapat dikembangkan meliputi: 1) kompetensi budaya (culture competence) , 2) budaya organisasi, dan 3) produktivitas kerja perawat.

1. Konsep kompetensi budaya (competence culture)

Campinha-Bacote (1998) menyatakan kompetensi budaya merupakan konsep transcultural nursing bersifat komprehensif dalam konten, kejelasan konseptual, dan kesesuaian yang logis. Menurut Campinha-Bacote (1998), kompetensi budaya terdiri dari: 1) kesadaran budaya (cultural awereness), 2) pengetahuan budaya (cultural knowledge), 3) keterampilan budaya (cultural skill), 4) pertemuan budaya (cultural encaunters), dan 5) keinginan budaya (culture desire). Dalam model ini, kompetensi budaya dipandang sebagai suatu proses, dan bukan titik akhir, dimana terus menerus berupaya untuk mencapai kemampuan bekerja secara efektif dalam konteks individu, keluarga, atau masyarakat dari latar belakang budaya-etnis (Campinha-Bacote, 1997)

2. Budaya Organisasi

Kerangka konsep untuk budaya organisasi berasal dari studi yang dikembangkan oleh Denison dan Mishra (1995). Model Denison Organizational Culture Survey (DOCS) didasarkan pada penelitian yang berlangsung lebih dari


(62)

15 tahun dan melibatkan 1000 organisasi yang dilakukan oleh Dr. Denison dari Universitas Michigan. Model DOCS meliputi empat karakteristik yaitu: 1) penyesuaian (adaptibility), dapat diukur dengan indeks; menciptakan perubahan (creating change), fokus pada pelanggan (costumer focus), dan pembelajaran organisasi (organization learning), 2) misi (mission), dapat diukur dengan pencapaian tujuan (strategic direction), tujuan dan visi organisasi (goals & objective organization), 3) konsistensi (consistency) dapat diukur dengan indeks: koordinasi dan integrasi (coordination & integration), kesepakatan dan nilai nilai inti (core values and agreement), dan 4) keterlibatan (involvment) dapat diukur dengan indeks pengembangan kapabilitas (capability development), pemberdayaan (empowerment), dan orientasi tim (team orientation). Model ini dipilih karena karena mencakup seluruh organisasi dan sederhana dalam pelaksanaannya.

3. Produktivitas kerja perawat

Menurut Hersey dan Goldsmith (1980), produktivitas sumber daya manusia terdiri dimensi: 1) kemampuan (ability), 2) kejelasan (clarity), 3) bantuan (help), 4) insentif (insentive), 5) evaluasi (evaluation), 6) lingkungan

(enviroment), dan 7) validitas (validity). Model ini disebut ACHIEVE models. Model ini di adopsi untuk kerangka konsep produktivitas kerja perawat di rumah sakit. Adapun alasannya, model ini banyak digunakan untuk melihat produktivitas sumber daya manusia dan bersifat universal.

Berdasarkan ketiga konsep tersebut maka peneliti akan menggunakannya sebagai kerangka konsep penelitian untuk melihat hubungan budaya organisasi


(63)

dengan produktivitas kerja perawat di rumah sakit. Kerangka konsep dalam penelitian ini tergambar pada gambar 3.


(64)

(65)

2.7 Penelitian terdahulu

Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka penyusunan penelitian ini. Kegunaan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, sekaligus sebagai perbandingan dan gambaran untuk mendukung kegiatan penelitian berikutnya.

Penelitian Lok (2004), pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi pada 337 menejer di Australia. Penelitian bertujuan melihat pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Dengan menggunakan uji cross-sectionale comparassion, hasilnya menunjukan bahwa ada pengaruh, dan ada perbedaan bila sample dikombinasikan menunjukan ada pengaruh budaya organisasi, gaya kepemimpinan, dan faktor demografi memiliki hubungan positif pada kepuasan kerja dan komitmen karyawan.

Penelitian Jacobs dan Roots (2008), pengaruh budaya oganisasi rumah sakit untuk memprediksi keinginan berpindah perawat profesional di South Africa. Penelitian ini dilakukan pada 520 perawat RN dan diuji dengan General Linear

Modelling Correlational design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya

organisasi memiliki korelasi signifikan negatif dengan keinginan berpindah. Budaya organisasi juga berinteraksi dengan kepuasan kerja, dan berbagi pengetahuan.

Penelitian Chegini (2010) hubungan antara budaya organisasi dan produktivitas staf organisasi publik pada 630 staf di Iran.Tujuan penelitian menentukan hubungan budaya organisasi dengan produktivitas karyawan.


(66)

Dengan analisa korelasi. Hasil temuan menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara budaya organisasi dan produktivitas.

Penelitian Ehtesham, Muhammad, & Muhammad (2011), hubungan antara budaya organisasi dan kinerja praktik manajemen: sebuah kasus di Universitas Pakistan. Penelitian ini menguji hubungan antara budaya organisasi dan praktek manajemen kinerja pada 140 karyawan. Penelitian ini mengadopsi pendekatan penelitian eksplorasi dengan dan menggunakan analisis statistik korelasi. Hasil dari analisis statistik menunjukkan bahwa, keterlibatan sangat berkorelasi dengan konsistensi dan kemampuan beradaptasi. Demikian pula, dimensi lain dari budaya organisasi memiliki signifikan yang positif.

Penelitian Tsai (2012) yang berjudul hubungan antara budaya organisasi, perilaku kepemimpinan dan kepuasan kerja di rumah sakit Taiwan. Penelitian ini menguji hubungan antara budaya organisasi, perilaku kepemimpinan dan kepuasan kerja pada 572 perawat, dengan metode uji cross-sectional study. Hasil penelitian menunjukan budaya organisasi secara signifikan (positif) berkorelasi dengan perilaku kepemimpinan dan perilaku kepuasan kerja, dan kepemimpinan secara signifikan (positif) berkorelasi dengan kepuasan kerja.

Penelitian Moradi, Saba, Azimi dan Emami (2012), hubungan antara budaya organisasi dan manajemen pengetahuan. Hasil pearson korelasi menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin (pria dan wanita) dalam budaya organisasi, tetapi hasil lain menggambarkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin (pria dan wanita) dalam hal manajemen pengetahuan. Namun ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan budaya organisasi yang ada dan


(67)

disukai dengan manajemen pengetahuan. Hasil dari One-way ANOVA menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara pendidikan di perguruan tinggi dan budaya organisasi yang lebih disukai. Hasil lainnya adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara karyawan yang di perguruan tinggi dengan manajemen pengetahuan

Penelitian Ahmadi, Salamzadeh dan Daraei (2012), hubungan antara budaya organisasi dan manajemen pengetahuan di Malaysia pada 332 pegawai.Tujuan penelitian melihat hubungan antara budaya organisasi dan strategi implementasi: tipologi dan dimensi. Hasil penelitian menjelaskan peran kunci dari fleksibilitas budaya dalam proses implementasi strategi. Selain itu, temuan memverifikasi budaya fleksibel harus berbuat lebih banyak dengan pembentukan kebijakan dan faktor-faktor struktural dalam pelaksanaannya. Dan hasil lain menunjukkan korelasi yang signifikan antara penekanan strategis antara budaya dan pelaksanaan strategi tersebut.

Penelitian Ojo (2012), pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku kerja karyawan pada 55 pegawai junior dan senior di Nigeria.Tujuan penelitian untuk melihat pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku kerja karyawan. Penelitian dianalisis dengan cara persentase sederhana dan hipotesis diuji dengan statistik

chi-square. Temuan penelitian ini adalah: 1) sebagian besar responden 84.0%

setuju bahwa budaya organisasi berpengaruh pada budaya perilaku kerja karyawan, 2) sebanyak 72.0% responden setuju bahwa budaya organisasi merupakan penentu tingkat produktivitas organisasi, dan 3) sebanyak 84.0% dari responden setuju bahwa perubahan budaya akan menyebabkan perubahan dalam


(68)

perilaku kerja karyawan. Selain itu, hasil temuan menunjukkan bahwa norma-norma budaya organisasi yaitu, artefak, nilai-nilai, tradisi, asumsi dan berpengaruh pada keyakinan perilaku kerja karyawan.

Peneltian Widyaningrum (2012) pengaruh budaya organisasi dan kemampuan terhadap komitmen organisasi dan kinerja di Ibnu Sina Rumah Sakit Gresik. Penelitian ini bertujuan bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh budaya organisasi dan kemampuan di komitmen organisasi dan kinerja karyawan pelayanan medis di Rumah Sakit Ibnu Sina Kabupaten Gresik. Struktur

Equation Modeling (SEM) dengan Analisis Program Struktur Momen (AMOS)

diterapkan pada penelitian ini. Dan hasil temuan hubungan budaya organisasi dan komitmen organisasi memiliki tingkat signifikansi besar, sementara hubungan kemampuan dan kinerja karyawan memiliki tingkat signifikansi terlemah.

Penelitian Momeni, Amir, Marjani, dan Saadat (2012) hubungan antara budaya organisasi dan komitmen organisasi dalam staf departemen di Teheran pada 264 staf departement. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki hubungan budaya organisasi dengan komitmen. Penelitian menggunakan analisis descriptive-survey. Hasil temuan: hubungan antara dua jenis variabel yang diuji melalui pengujian pearson korelasi menunjukkan, bahwa ada hubungan yang signifikan antara semua komponen budaya organisasi termasuk kemampuan beradaptasi (adaptability), keterlibatan (involevment), penyesuaian, misi (mission) dan komitmen organisasi.


(69)

Penelitian Hsio, Chang dan Tu (2012) pengaruh budaya organisasi rumah sakit terhadap komitmen organisasi di kalangan eksekutif keperawatan pada 140 perawat eksekutif di Taiwan.Tujuan penelitian untuk melihat dampak budaya organisasi pada komitmen organisasi pada eksekutif keperawatan di Taiwan. Data dianalisis menggunakan deskriptif statistik koefisien korelasi pearson, dan analisis regresi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa budaya organisasi rumah sakit menyebabkan komitmen organisasi eksekutif keperawatan.

Penelitian Dadgar, Barahouei, Mohammadi, M., Mohammad. E dan Ganjali (2013). Penelitian ini bertujuan melihat hubungan antara budaya organisasi, kepuasan kerja, komitmen organisasi dan niat untuk tetap tinggal tenaga kesehatan pada Zahedan Universitas Ilmu Kesehatan. Hasil penelitian dengan analisis data metode statistik korelasi dan survei hubungan dan beberapa analisis regresi simultan sekuensial digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya Clan memiliki hubungan yang positif dan signifikan dan

Adhocracy dan budaya memiliki hubungan negatif dan ada hubungan yang

signifikan dengan niat untuk tinggal.

Penelitian Sharaz, Luqman, Khan dan Shabir (2012), melaporkan bahwa ada hubungan positif produktivitas kerja karyawan dengan budaya organisasi, dimana budaya organisasi yang kuat meningkatkan produktivitas kerja karyawan.


(70)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Bab ini akan menjelaskan desain penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi dan sampel, pengambilan sampel, pengukuran sampel, instrumen, analisa data, validitas, reliabilitas, pilot study dan pertimbagan etik.

3.1 Desain penelitian

Metode penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian diskriptif korelasi. Penelitian deskripif korelasi bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antarta dua variabel yaitu: budaya organisasi dengan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.

3.2 Waktu dan tempat penelitian

Setting penelitian adalah tempat dan kondisi atau keadaan dimana studi penelitian yang sebenarnya berlangsung (Polit & Beck, 2012). Penelitian ini dilakukan di dua rumah sakit umum milik pemerintah yang ada di kota Medan (RSUP Haji Adam Malik dan RSUD Dr.Pirngadi) karena kedua rumah sakit ini memiliki karekteristik yang sama dalam pelayanannya. Penelitian ini telah dilakukan pada Mei sampai bulan Juni 2014. Peneliti ingin mengetahui secara empiris hubungan budaya organisai dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)