Pengaruh Kepemimpinan Dan Konflik Terhadap Stres Kerja Karyawan Pada Pt. Telkom Indonesia Divisi Enterprise Service Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kepemimpinan

2.1.1

Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat didefenisikan sebagai suatu sikap seorang pimpinan

yang

memiliki kemampuan dalam mengadakan koordinasi, membuat konsep

sekaligus menjabarkan tujuan – tujuan umum yang jelas, bersikap adil dan tidak
berat

sebelah, sanggup membawa kelompok kepada tujuan yang pasti dan


menguntungkan,

dan

membawa

pengikutnya

kepada

kesejahteraan

(Kartono,2005:41). Menurut Matondang (2008:5), kepemimpinan adalah suatu
proses dalam mempengaruhi orang lain agar mau melakukan sesuatu yang
diinginkan, dengan

menjalin

suatu


hubungan

interaksi

antara

pengikut

(follower) dan pemimpin dalam mencapai tujuan bersama.
Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain,
atau

seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok

(Thoha, 2009:9). Kepemimpinan tidak hanya dibatasi oleh aturan – aturan atau
tata krama birokrasi, tidak harus diikat dalam organisasi tertentu, melainkan dapat
terjadi dimana

saja,


asalkan

seseorang

menunjukkan

kemampuannya

mempengaruhi perilaku orang lain kearah tercapainya suatu tujuan tertentu.
Menurut Dharma (2003:136) kepemimpinan adalah proses kerjasama
diantara manusia untuk mencapai tujuan, sebagai suatu bentuk energi yang
memotori setiap usaha bersama, yang memberikan model untuk diteladani, yang
memotivasi, yang menimbulkan semangat kerja, dan yang mempercayai bawahan
untuk mengendalikan diri sendiri.

2.1.2 Sifat – Sifat Kepemimpinan
Menurut Kartono (2005:47) sifat – sifat kepemimpinan terdiri dari :
1. Kekuatan
Kekuatan badaniah dan rohaniah merupakan syarat pokok bagi pemimpin
yang harus bekerja lama dan berat pada waktu-waktu yang lama serta tidak

teratur, dan ditengah-tengah situasi yang sering tidak menentu.
2. Stabilitas Emosi
Pemimpin yang baik itu memiliki emosi yang stabil, artinya seorang pimpinan
tidak mudah, tersinggung perasaan, dan tidak meledak-ledak secara
emosional.
3. Pengetahuan tentang relasi insani
Seorang pemimpin harus memajukan dan mengembangkan semua bakat serta
potensi anggotanya, untuk dapat bersama-sama maju dan merasakan
kesejahteraan.
4. Kejujuran
Pemimpin yang baik harus memiliki kejujuran yang tinggi, yaitu jujur pada
diri sendiri dan pada orang lain (terutama bawahannya).
5. Objektif
Pertimbangan pemimpin itu harus berdasarkan hati nurani yang bersih, supaya
objektif (tidak subjektif, berdasarkan prasangka sendiri).

6. Dorongan pribadi

Keinginan dan kesesuaian untuk menjadi pemimpin itu harus muncul dari
dalam hati dan sanubari sendiri. Dukungan dari luar akan memperkuat hasrat

sendiri untuk memberikan pelayanan dan pengabdian diri kepada kepentingan
orang banyak.
7. Keterampilan berkomunikasi
Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap
maksud orang lain, cepat menangkap esensi pernyataan orang luar dan mudah
memahami maksud para anggotanya. Juga pandai mengkoordinasikan macammacam sumber tenaga manusia, dan mahir mengintegrasikan berbagai opini
serta aliran yang berbeda-beda untuk mencapai kerukunan dan keseimbangan.
8. Kemampuan Mengajar
Pemimpin yang baik diharapkan dapat menjadi guru yang baik bagi
bawahannya, mengajar secara sistematis dan intensional pada sasaran tertentu,
guna mengembangkan pengetahuan, keterampilan/kemahiran tekhnis tertentu,
dan menambah pengalaman mereka. Hal ini dimaksudkan agar para
pengikutnya dapat memberikan loyalitas dan partisipasinya.
9. Keterampilan sosial
Seorang pemimpin harus dapat bersikap ramah, terbuka, dan mudah menjalin
persahabatan berdasarkan rasa saling percaya, dan mudah menjalin
persahabatan

berdasarkan


rasa

saling

percaya-mempercayai.

Seorang

pemimpin menghargai pendapat orang lain, untuk dapat memupuk kerja sama
yang baik dalam suasana rukun dan damai.
10. Cakap secara teknis atau manajerial

Pemimpin harus superior dalam satu atau beberapa kemahiran tekhnis tertentu,
juga memiliki kemahiran manajerial untuk membuat rencana, mengelola,
menganalisis keadaan, membuat keputusan, mengarahkan, mengontrol, dan
memperbaiki situasi yang tidak aman.
Ada 4 syarat kepemimpinan menurut Moeljono (2003:44) antara lain :
1. Adanya pengikut
2. Pemimpin yang efektif bukanlah selalu seseorang yang dipuja atau dicintai,
namun mereka adalah individu yang menjadikan para pengikutnya berbuat

benar. Kepemimpinan identik dengan pencapaian hasil.
3. Pemimpin adalah mereka yang memberi contoh
4. Kepemimpinan bukanlah kedudukan, jabatan, atau uang. Kepemimpian adalah
tanggung jawab.
2.1.3 Ciri-ciri Kepemimpinan
Ada enam ciri khusus kepemimpinan menurut Lensufiie (2010:19) yaitu sebagai
berikut:
1. Bersedia mengambil risiko
2. Selalu menginginkan pembaharuan
3. Bersedia mengurus atau mengatur
4. Punya harapan yang tinggi
5. Menjaga sikap positif
6. Selalu berada di muka

Menurut Kouzes dan Posner (2004:26) ada 4 ciri-ciri kepemimpinan, antara lain:

1. Jujur
Kejujuran berkaitan erat dengan nilai-nilai dan etika, yang bersikukuh pada
prinsip-prinsip utama.
2. Berorientasi ke depan

Kemampuan berorientasi ke depan bukan berarti orang harus memiliki
kekuatan penglihatan magis untuk melihat sesuatu hal yang ada dimasa depan.
Realitanya jauh lebih sederhana, yaitu :kemampuan menentukan atau memilih
tujuan yang diinginkan, ke arah mana perusahaan, atau komunitas akan
dibawa.
3.

Kompeten
Kompetensi kepimpinan mengacu pada catatan prestasi si pemimpin dan
kemampuannya untuk menyelesaikan pekerjaan. Hal ini tidak mengacu
secara spesifik kepada kemampuan pemimpin dibidang tekhnologi dalam
kegiatan operasional saja, tetapi tergantung dari posisi pemimpin dan kondisi
organisasi. Seorang pemimpin harus mampu memberi contoh, inspirasi,
tantangan, memungkinkan orang bertindak, dan memberi semangat pada
bawahannya.

4.

Membangkitkan semangat
Kepemimpinan yang membangkitkan semangat dapat memenuhi kebutuhan

para bawahannya akan arti dan tujuan dalam hidup, artinya menjadikan
anggotanya lebih bersemangat, positif dan optimis mengenai masa depan
yang memberikan harapan pada orang lain.

2.1.4 Prinsip Kepemimpinan

Ada 7 (tujuh) prinsip kepemimpinan yang dapat meningkatkan pengaruh dan
kekuasaan seorang pemimpin didalam suatu organisasi, (Matondang, 2008:14)
antara lain :
1. Keramahan yang rasional
2. Setiakawan
3. Memiliki kebaikan timbal balik
4. Mengembangkan
5. Kelompok
6. Permohonan langsung
7. Memiliki kewenangan formal
Tindakan kepemimpinan tergantung pada pembentukan hubungan sosial
yang

efektif dan mencapai masa depan yang diinginkan melalui perjanjian serta


kerjasama. Para pemimpin yang bermoral menggunakan kekuasaan untuk
mencapai tujuan organisasi, menghormati hak, individu dan kelompok, dan adil
dalam berhubungan dengan orang lain.
Menurut Stephen R. Coney (sumber: http://www.bintan-s.web.id/2011/04/prinsipkepemimpinan.html), karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsipprinsip sebagai berikut :
1. Seorang yang belajar seumur hidup
Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah.
Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengar,
mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber belajar.
2. Berorientasi pada pelayanan

Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin
dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam
memberi pelayanan, pemimpin seharusn ya lebih berprinsip pada pelayanan
yang baik.
3. Membawa energi yang positif
Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang
positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang
lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik.
Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama

dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat
menunjukkan energi yang positif, seperti ;
a. Percaya pada orang lain
b. Keseimbangan dalam kehidupanat.
c. Melihat kehidupan sebagai tantangan
d. Sinergi
e. Latihan mengembangkan diri sendiri

2.2

Konflik

2.2.1

Pengertian Konflik

Menurut Mangkunegara (2008:21) konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi
antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi
dengan kenyataan apa yang diharapkannya. Sedangkan menurut Handoko, T. H
dalam Wahyudi (2006:36) mengemukakan bahwa konflik muncul karena adanya
kenyataan bahwa para anggota bersaing untuk mendapatkan sumber daya

organisasi yang terbatas, bertambahnya beban kerja, aliran tugas kurang
dimengerti bawahan, kesalahan komunikasi, dan adanya perbedaan status, tujuan
atau persepsi.
Menurut Stoner dan Freeman dalam Wahyudi (2006:17) berpendapat bahwa
konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya
yang langka atau perselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi atau kepribadian.
2.2.2 Keberadaan Konflik
Keberadaan konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan, dengan kata
lain bahwa konflik selalu hadir dan tidak dapat dielakkan. Menurut Stoner. dan
Freeman dalam Wahyudi (2006:35) konflik sering muncul karena kesalahan
dalam mengkomunikasikan keinginan dan adanya kebutuhan dan nilai-nilai
kepada orang lain. Kegagalan komunikasi dikarenakan proses komunikasi tidak
dapat berlangsung secara baik, pesan sulit dipahami oleh karyawan karena
perbedan pengetahuan, kebutuhan, dan nilai-nilai yang diyakini pimpinan.
Menurut Mangkunegara (2008:24) sumber konflik yang terjadi antara kelompokkelompok, antara perorangan-perorangan dalam organisasi meliputi:
1. Bersama-sama menggunakan sumber-sember daya organisasi yang sama.
2. Perbedaan dalam tujuan antara bagian-bagian/kelompok-kelompok dalam
organisasi.
3. Saling ketergantungan pekerjaan dalam organisasi.
4. Perbedaan nilai-nilai atau persepsi dimiliki/dianut oleh masing-masing
bagian-bagian organisasi.
5. Sumber-sumber lain seperti gaya perorangan, kekaburan organisasi dan
masalah komunikasi.

2.2.3 Penyebab Terjadinya Konflik
Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalahmasalah komunikasi, hubungan pribadi atau struktur organisasi. Secara ringkas
penyebab munculnya konflik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Komunikasi
Konflik yang timbul dalam komunikasi merupakan salah pengertian yang
berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti atau informasi yang
mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2. Struktur
Konflik yang diakibatkan oleh struktur yakni adanya pertarungan kekuasaan
antar

departemen

dengan

kepentingankepentingan,

persaingan

untuk

memperebutkan sumber daya yang terbatas atau saling ketergantungan dua
atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3. Pribadi
Konflik yang diakibatkan oleh pribadi yakni adanya ketidaksesuaian tujuan,
tidak tahu nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengan

perilaku yang

diperankan pada jabatan mereka dan perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi
(Supardi, 2002:97).
Menurut Wirawan (2010:8) faktor-faktor yang dapat menimbulkan terjadinya
konflik adalah sebagai berikut:
1. Keterbatasan Sumber
2. Tujuan yang berbeda
3. Interdependensi tugas
4. Keragaman sistem sosial

5. Diferensiasi organisasi
6. Ambiguitas yurisdiksi
7. Pribadi orang
8. Sistem imbalan yang tidak layak
9. Komunikasi yang tidak baik
10. Perilaku tidak manusiawi
2.2.4

Konflik dalam Organisasi

Sebagai kumpulan atas beberapa orang, maka organisasi tidak lepas dari interaksi
antar anggotanya. Dalam memahami peran dan bergaul satu sama lain itulah
konflik kerap muncul baik dalam koridor aktivitas formal maupun informal.
Mengacu pada Usman (2004: 223) secara alamiah ada lima bentuk konflik yang
didasarkan atas pelaku konflik:
1. Konflik dengan diri sendiri
Setiap manusia mempunyai perbedaan dalam hal kecerdasan, kemampuan,
sikap, bakat, pengetahuan, kepribadian, cita-cita, minat maupun kebutuhan.
Perbedaan ini dapat menimbulkan pertentangan jika tidak diarahkan dan
dikelola dengan secara baik
2. Konflik diri sendiri dengan seseorang lainnya
Setiap individu mempunyai keinginan, cita-cita dan harapan, namun tidak
semua keinginan dan cita-cita dapat dipenuhi sehingga menimbulkan
kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Kepentingan individu
seringkali berbeda dengan tujuan organisasi, karena itu agar kinerja organisasi

tidak terganggu maka setiap anggota harus berusaha menyesuaikan diri
dengan tujuan dan kebutuhan organisasi.
3. Konflik diri sendiri dengan kelompok
Perbedaan

dapat

menjadi

sumber

konflik

apabila

masing-masing

mempertahankan kepentingan anggota maupun kepentingan yang lebih
sempit.
4. Konflik kelompok satu dengan kelompok lainnya dalam organisasi
yaitu berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk
keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka, individu diberi
sanksi oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma-norma kelompok.
Konflik muncul dapat disebabkan oleh kegagalan individu dalam menjalankan
fungsi yang ditetapkan kelompok.
5. Konflik antar organisasi
Hal ini dapat terjadi karena persaingan dan pertentangan kepentingan
antarkelompok. Kelompok berjuang untuk meningkatkan prestasi maksimal
sehingga terjadi perebutan sumber-sumber organisasi. Kelompok yang
mendapat tekanan dari luar, hubungan anggota semakin padu (kohesif), rasa
solidaritas antaranggota (in group feeling) semakin tinggi.
2.3

Stres

2.3.1 Pengertian Stres
Stres yang dialami oleh karyawan merupakan masalah bagi perusahaan
yang perlu diperhatikan guna meningkatkan kualitas sumber daya
Berikut definisi stres menurut beberapa ahli.

manusia.

Menurut Baron & Greenberg (dalam Rivai, 2003:308) stres adalah reaksireaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu
mendapat halangan dan tidak bisa mengatasinya.
Menurut Rivai dan Sagala (2009:1008) stres adalah suatu kondisi
ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang
mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seorang karyawan.
2.3.2 Pengertian Stres Kerja
Menurut
ketidakseimbangan

Rivai

dan

keinginan

Deddy
dan

(2010:308),

kemampuan

stres

kerja

memenuhinya

adalah
sehingga

menimbulkan konsekuensi penting bagi dirinya.. Sedangkan menurut Hasibuan
(2009:204) stres kerja adalah kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi,
proses berpikir dan kondisi seseorang. Orang orang yang mengalami stres menjadi
nervous dan merasakan kekuatiran kronis.
Pengertian stres kerja menurut Mangkunegara (2008:157) adalah perasaan
tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini
tampak dari sindrom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka
menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang,
gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.
2.3.3 Faktor-faktor Penyebab Stres
Copper dan Davidson (dalam Rivai & Deddy, 2003:313) membagi penyebab
stress dalam pekerjaan menjadi dua, yakni:
1. Group stressors, adalah penyebab stress yang berasal dari situasi maupun
keadaan di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara

karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya
dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan.
2. Individual stressor, adalah penyebab stress yang berasal dari dalam diri
individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, control personal dan tingkat
kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam
menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.
Luthans (dalam Rivai & Deddy, 2003:313) menyebutkan bahwa penyebab stres
(stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni:
1. Extra organizational stressors, yakni terdiri dari perubahan social teknologi,
keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan
komunitas/tempat tinggal.
2. Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur
organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam
organisasi.
3. Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup,
kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan
intergroup
4. Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan
peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian tipe A, kontrol personal,
learned helplessness, self-efficacy dan daya tahan psikologis
2.3.4

Gejala Stres di Tempat Kerja

Gejala stres ditempat kerja menurut Rivai & Dedy (2003:309) ada 7, yaitu;
1. Kepuasan kerja rendah

2. Kinerja yang menurun
3. Semangat dan energy menjadi hilang
4. Komunikasi tidak lancar
5. Pengambilan keputusan jelek
6. Kreativitas dan inovasi kurang
7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif
Menurut Robbins dan Judge (2008:375), gejala-gejala stres dapat dikelompokkan
menjadi tiga kategori umum yaitu :
1. Gejala Fisiologis
Gejala fisiologis merupakan gejala awal yang bisa diamati, terutama pada
penelitian medis dan ilmu kesehatan. Stres cenderung berakibat pada
perubahan metabolisme tubuh, meningkatnya detak jantung dan pernafasan,
peningkatan tekanan darah, timbulnya sakit kepala, serta yang lebih berat lagi
terjadinya serangan jantung.
2. Gejala Psikologis
Dari segi psikologis, stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Hal itu
merupakan efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas. Namun
bisa saja muncul keadaan psikologis lainnya, misalnya ketegangan,
kecemasan,

mudah

marah,

kebosanan,

suka

menunda-nunda.

Bukti

menunjukkan bahwa ketika orang ditempatkan dalam pekerjaan dengan
tuntutan yang banyak dan saling bertentangan atau dimana ada ketidakjelasan
tugas, wewenang, dan tanggung jawab pemegang jabatan , maka stres
maupun ketidakpuasan akan meningkat.

3. Gejala Perilaku
Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam
tingkat

produktivitas,

absensi, kemangkiran,

dan

tingkat

keluarnya

karyawan, juga perubahan dalam kebiasaan makan, merokok dan konsumsi
alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur.
2.3.5

Dampak Stres Kerja Terhadap Karyawan
Menurut Robbins dan Judge (2008:376), dampak stres secara psikologis

dapat menurunkan kepuasan kerja karyawan. Selain itu, stres dapat menyebabkan
ketidakpuasan.

Stres

yang

dikaitkan

dengan

pekerjaan

menimbulkan

ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan dan memang itulah efek
psikologis yang paling sederhana dan paling jelas dari stres itu. Lebih jauh lagi
dampak dari stres terhadap kepuasan adalah secara langsung.
Menurut Rivai (2010:316), pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan
maupun merugikan bagi perusahaan. Namun, pada taraf tertentu pengaruh yang
menguntungkan perusahaan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat
menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Stres kerja lebih banyak
merugikan diri karyawan maupun perusahaan, konsekuensi tersebut dapat berupa
turunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustasi dan sebagainya.
Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja
saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain diluar pekerjaan, seperti tidak dapat tidur
dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan
sebagainya. Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak
langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas,

dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan
teralienasi, hingga turnover.

2.4

Penelitian terdahulu
Harefa

(2011)

melakukan

penelitian

yang

berjudul

”Pengaruh

Kepemimpinan dan Konflik terhadap Stres Kerja Karyawan pada PT. Bibit Baru
Medan. Tujuan penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh kepemimpinan
dan konflik terhadap stres kerja karyawan pada PT. Bibit Baru Medan. Jumlah
responden dalam penelitian ini adalah 121 karyawan. Kepemimpinan dan konflik
secara bersama-sama berpengaruh terhadap stres kerja karyawan pada PT. Bibit
Baru Medan. Berdasarkan Uji-t variabel kepemimpinan berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap stres kerja karyawan. Variabel konflik berpengaruh dan
signifikan terhadap stres kerja karyawan. Hasil pengujian koefisien determinasi
adalah sebesar 0.435 (43.5%) berarti varibel dependen (stres kerja karyawan)
dapat dijelaskan oleh kepemimpinan dan konflik sebesar 43.5% sedangkan
sisanya sebesar 56.6% dijelaskan oleh factor-faktor lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini
Wiranata (2011) melakukan penelitian
Kepemimpinan

terhadap

Kinerja

dan

Stres

yang berjudul
Karyawan

"Pengaruh
pada

CV.

Mertanadi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan
terhadap kinerja dan stres karyawan pada CV. Mertanadi. Jumlah responden
dalam penelitian ini sebanyak 30 karyawan. Hasil perhitungan korelasi diperoleh
nilai korelasi sebesar 0,47 yang berarti terdapat hubungan antara kepemimpinan
terhadap stres kerja karyawan, dengan tingkat hubungan sedang. Hasil determinasi

menunjukkan bahwa hubungan antara pengaruh kepemimpinan terhadap stres
karyawan sebesar 22,09%, dan 77,81% stres karyawan disebabkan oleh faktor
lain. Dari analisis t test hubungan antara kepemimpinan terhadap stres karyawan
menunjukkan nilaisignifikansi sebesar 2,81 > 2,048 maka dapat disimpulkan
terdapat hubungan antara pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja dan stres
karyawan.

2.5

Kerangka Konseptual
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan

organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi
untuk memperbaiki kelompok dan budayanya (Rivai 2004:2). Kepemimpinan
terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan mempengaruhi
orang. Kepemimpinan sebagai sebuah alat sarana atau proses untuk membujuk
orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela.
Menurut Wirawan (2010:157), orang yang menghadapi konflik terutama
orang yang belum memiliki pengalaman yang cukup dalam menghadapi konflik
bisa mengalami stres yang buruk. Ketika menghadapi situasi konflik, pihak yang
terlibat konflik mengevaluasi stressor yang dihadapinya. Proses dan hasil
evaluasinya dipengaruhi oleh karakteristik pihak yang terlibat konflik. Dalam
mengevaluasi stressor, pihak yang terlibat konflik yang berpendidikan tinggi,
berpengalaman menghadapi konflik dan mempunyai kekuasaan akan berbeda
dengan yang berpendidikan rendah, tidak berpengalaman dan tidak mempunyai
kekuasaan. Hasil evaluasi stressor bisa menghasilkan stres dari tingkat yang
rendah sampai tinggi. Apabila pihak yang terlibat konflik mempunyai pengalaman

yang berkali-kali mengenai konflik yang dihadapinya, berkepribadian tenang serta
memiliki kecerdasan emosional, sosial dan spriritual tinggi maka konflik
menimbulkan stres tingkat rendah. Sebaliknya apabila pihak yang terlibat konflik
tidak mempunyai karakteristik tersebut maka konflik dapat menimbulkan stres
tingkat sedang sampai tinggi.
Stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi,
proses berpikir dan kondisi seseorang. Menurut Anoraga (2001:108), stres kerja
adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap
suatu perubahan di lingkunganya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan
dirinya terancam.
Adapun kerangka pemikiran tersebut dapat diperlihatkan pada gambar
berikut ini:

Kepemimpinan (X1)
Stress Kerja
(Y)
Konflik
Konflik
(X2(X2
) )

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.5.1

Hubungan Kepemimpinan dan Stres
Menurut Robbins (2003) kepemimpinan merupakan salah satu pemicu

arah dalam perkembangan perusahaan atau organisasi dimana gaya kepemimpinan
seseorang dalam mengelola organisasi mempunyai pengaruh terhadap stres kerja.
Pemimpin yang menuntut karyawan untuk melakukan tugas dalam waktu yang
singkat, pengawasan yang ketat dan tekanan yang kurang realistis dapat
menimbulkan stres kerja.

2.5.2

Hubungan Konflik dan Stres
Konflik bisa menimbulkan stres terhadap pihak yang terlibat konflik

sehingga mempengaruhi interaksi konflik. Menurut Luthans (dalam Rivai &
Deddy, 2003:313) salah satu penyebab stres adalah individual stressors yang
terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu
seperti pola kepribadian, kontrol personal, learned helplessness, self-efficacy dan
daya tahan psikologis. Jika dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk
minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau
pada tingkatan organisasi. Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang
sangat dekat hubungannya dengan stres.

2.6

Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan maka dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
2 Kepemimpinan dan konflik berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
stres kerja karyawan.

3 Kepemimpinan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap stres kerja
karyawan.
4 Konflik berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap stres kerja
karyawan.