Pengaruh Green Marketing Dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian Pertamax Series (Studi Pada Konsumen Spbu Jl. Imam Bonjol, Plonia, Medan)

BAB II
KERANGKA TEORI

2.1 Pemasaran
Ada berbagai defenisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai
pemasaran. Pada tahun 1988, American Marketing Association (AMA)
(Setiyaningrum et al, 2015:7) telah menyatakan bahwa pemasaran adalah proses
merencanakan dan melaksanakan konsepsi, menentukan harga (pricing), promosi,
dan distribusi dari gagasan (ideas), barang, serta jasa untuk menciptakan
pertukaran yang akan memuaskan sasaran dari para individu dan organisasi.
Selain AMA, Philip Kotler (Setiyaningrum et al, 2015:7) menfenisikan
pemasaran sebagai kegiatan menganalisis, merencanakan, dan mengawasi sumber
daya, kebijaksanaan, serta kegiatan yang menimpa para pelanggan perusahaan
dengan maksud memuaskan kebutuhan dan keinginan para kelompok pelanggan
yang terpilih untuk memperoleh laba.
2.2 Pemasaran 3.0
Menurut Kotler (Kartajaya, 2010:3) menyatakan bahwa Pemasaran telah
berevolusi melalui tiga tahap yang disebut dengan pemasaran 1.0, 2.0, dan 3.0.
Banyak pemasar saat ini yang masih menerapkan pemasaran 1.0 maupun 2.0, dan
beberapa perusahaan telah menerapkan pemasaran 3.0.
Pemasaran 1.0 dilakukan ketika era industri dimana inti dari teknologi

adalah mesin-mesin industri. Pemasaran adalah tentang menjual output produk
perusahaan kepada siapapun yang ingin membelinya. Produk yang dihasilkan
adalah produk standar yang didesain untuk memenuhi permintaan massal.
Tujuannya adalah untuk menstandarisasi dan memenuhi skala produksi hingga

8
Universitas Sumatera Utara

9

biaya produksinya terendah, sehingga produk-produk ini dapat dijual murah dan
terjangkau oleh banyak pembeli.
Pemasaran 2.0 hadir di masa teknologi informasi.Pekerjaan pemasaran
tidak lagi sesederhana dulu. Konsumen saat ini sangat mudah mendapat informasi
dan membandingkan beberapa tawaran dari produk yang serupa. Nilai dari suatu
produk ditentukan oleh konsumen. Konsumen sangat berbeda dalam

hal

preferensi. Pemasar harus membuat segmen pasar dan mengembangkan sebuah

produk unggulan untuk target pasar tertentu. Konsumen dapat memilih berbagai
alternatif dan karakteristik fungsional. Pemasar berusaha meraih pikiran dan hati
konsumen. Pendekatan consumer centric secara implisit menganggap konsumen
adalah target pasif dari kampanye pemasaran.
Pemasaran 3.0 adalah era yang dipicu oleh nilai-nilai (values driven).
Pemasar tidak memberlakukan konsumen semata-mata sebagai konsumen, namun
melakukan pendekatan dengan memandang mereka sebagai manusia seutuhnya,
lengkap dengan pikiran, hati, dan spirit. Konsumen mencari perusahaan yang
dapat memenuhi kebutuhan terdalam mereka dalam bidang sosial, ekonomi, dan
keadilan lingkungan pada misi, visi, dan nilai-nilainya. Dalam produk dan jasa
yang dipilih, konsumen tidak hanya mencari pemenuhan fungsional dan
emosional namun juga pemenuhan spirit. Green marketing termasuk model
pemasaran yang tergabung dalam pemasaran 3.0 ini, dimana konsumen tidak lagi
hanya mencari manfaat dari pemakaian produk yang diinginkannya, tetapi juga
konsumen ingin ikut mengambil bagian dalam menyelematkan lingkungan. Hal
ini didasarkan oleh adanya dorongan dari dalam diri konsumen tersebut. Dari
sinilah pemasar harus melihat peluang yang besar dan pemasar harus menciptakan

Universitas Sumatera Utara


10

nilai yang sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen agar produknya
mendapatkan tempat di hati masyarakat.
2.3 Green Marketing (Pemasaran HIjau)
2.3.1 Pengertian Green Marketing (Pemasaran Hijau)
Menurut Lampe dan Gazda (Setiyaningrum et al, 2015:307) pemasran
hijau pada intinya menggambarkan pemasaran suatu produk yang didasarkan pada
kinerja lingkungan. Secara konseptual, pemasaran hijau didefenisikan sebagai
respon pemasaran terhadap pengaruh lingkungan yang berasal dari perancangan,
produksi, pengemasan, pelabelan, penggunaan dan pembuangan barang atau jasa.
Menurut Lee (Setiyaningrum et al, 2015:307) pemasaran hijau tumbuh dan
berkembang dalam beberapa tahap. Tahap pertama, pemasaran hijau dimulai pada
dekade akhir tahun 1980-an ketika konsep pemasaran hijau pertama kali
diperkenalkan dan didiskusikan dalam bidang industri.
Pertumbuhan dramatis pada maraknya pemasaran hijau baru terjadi pada
awal tahun 1990-an ketika pemasaran hijau memasuki tahap kedua, saat pemasar
mulai mengalami reaksi yang tidak menyenangkan. Perlahan-lahan pemasar
menyadari bahwa kepedulian konsumen pada lingkungan dan keinginan akan
produk hijau tidak diterjemahkan ke dalam perilaku pembelian yang aktual.

Hambatan utama yang memunculkan reaksi tidak menyenangkan terhadap
pemasaran hijau adalah ketidakpercayaan konsumen mengenai produk hijau,
klaim hijau, dan niat serta tindakan perusahaan.
Pada awal tahun 2000, pemasaran hijau memasuki tahap ketiga. Banyak
produk hijau mengalami perkembangan pesat dan memperoleh kepercayaan dari
konsumen, seiring dengan penerapan teknologi yang makin canggih, penguatan

Universitas Sumatera Utara

11

pernyataan yang lebih tegas pada klaim iklan, regulasi dan insentif pemerintah,
serta pemeriksaan lebih dekat dari berbagai organisasi lingkungan dan media.
Menurut Mintu (Lozada, 2000) mendefenisikan pemasaran hijau (green
marketing) sebagai “aplikasi dari alat pemasaran untuk memfasilitasi perubahan
yang memberikan kepuasan organisasi dan tujuan individual dalam melakukan
pemeliharaan, perlindungan, dan konservasi pada lingkungan fisik”. Ottman
(2006: 22-36) mengemukakan bahwa dimensi green marketing, dengan
mengintegrasikan lingkungan ke dalam semua aspek pemasaran pengembangan
produk baru (green product) dan komunikasi (green communication).

Melaksanakan pemasaran hijau berarti memasukkan pertimbangan lingkungan
dalam semua dimensi aktivitas yang dilakukan perusahaan. Tabel berikut
menggambarkan beberapa perbedaan penting antara pemasaran tradisional dan
pemasaran hijau (Lapian, 2013: 3).

Universitas Sumatera Utara

12

Tabel 2.1
Perbedaan Pemasaran Tradisional dan Pemasaran Hijau
Faktor
Pertukaran

Pemasaran Tradisional

Pemasaran Hijau

1. Perusahaan


1. Perusahaan

2. Konsumen

2. Konsumen
3. Lingkungan

Tujuan

1. Kepuasan konsumen
2. Kepuasan

dari

1. Kepuasan konsumen

tujuan 2. Kepuasan

perusahaan


dari

tujuan

perusahaan
3. Minimalisasi
pengaruh/dampak

bagi

lingkungan
Tanggung

Jawab Tanggung jawab ekonomis

Tanggung jawab social

Perusahaan
Pencapaian


dari Manufaktur

keputusan

pengunaan

pemasaran

kebutuhan legal

untuk Nilai

produk

dari

produk kejelasan bahan mentah
untuk

konsumsi


akhir,

kemunculan hukum desain
untuk lingkungan
Tekanan

dari Konfrontasi atau pasif

kelompok hijau

Hubungan

terbuka

dan

kolaborasi

Sumber: Lapian (2013: 3)

2.3.2

Green MarketingMix
Mengembangkan green marketing mix tidak dapat terlepas dari tradisional

4P (product, price, promotion, place) kecuali dengan sejumlah penambahan
komponen yang sangat berhubungan dengan maksud dari green marketing itu
sendiri dan hal-hal yang sangat berpengaruh lainnya.
Menurut Stanton (Swastha dan Handoko, 2000:124) mendefenisikan
marketing mix sebagai kombinasi dari empat variabel atau kegiatan inti dari

Universitas Sumatera Utara

13

sistem pemasaran perusahaan, yaitu produk, harga, kegiatan promosi, dan sistem
distribusi. Kegiatan-kegiatan atau berbagai macam elemen dari marketing mix
tersebut perlu dikombinasi dan dikoordinir agar perusahaan dapat melakukan
tugas dan program pemasarannya seefektif mungkin. Berikut adalah tiga elemen
pokok dalam marketing mix:

1. Produk Hijau (GreenProduct)
Produk menurut Kotler (2007: 4) adalah setiap apa saja yang dapat ditawarkan
di pasar untuk mendapatkan perhatian, permintaan, pemakaian atau konsumsi,
yang dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan, yang meliputi benda fisik,
jasa tempat, organisasi, dan gagasan. Produk merupakan hasil interaksi
barang, modal, mesin, tenaga kerja, dan lain sebagainya, hasilnya yaitu
berbentuk produk atau jasa.Produk yang dihasilkan harus dapat memuaskan
keinginan konsumen. Dalam pengelolaan produk termasuk pula perencanaan
dan pengembangan produk atau jasa yang baik untuk dipasarkan oleh
perusahaan.
Produk yang ditawarkan tersebut berupa barang fisik, jasa, orang atau pribadi,
tempat, organisasi, dan ide. Jadi produk dapat berupa tangible maupun
intangible yang dapat memuaskan kebutuhan manusia. Berdasarkan defenisi
tersebut, dapat dipahami bahwa produk bukan hanya bersifat fisik saja, namun
juga dapat bersifat nonfisik seperti jasa, prestise perusahaan, dan gagasan.
Klasifikasi produk berdasarkan berwujud atau tidaknya, menurut Tjiptono
(2002: 98) sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

14

a. Barang, merupakan produk yang berwujud fisik sehingga bisa dilihat,
diraba, atau disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan
perlakuan fisik lainnya.
b. Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk
dijual. Contohnya: bengkel reparasai, salon kecantikan, kursus, hotel, dan
lembaga pendidikan.
Produk yang beredar dipasaran saat ini sangat beragam. Produk tersebut dapat
berupa barang fisik, jasa ataupun bauran antara keduanya. Produk jasa
merupakan atribut pemasaran yang sangat penting. Ada banyak hal yang harus
diperhatikan dalam penetapan produk yang akan ditawarkan agar produk
tersebut dapat diserap oleh pasar.
Produk dapat dikatakan ramah lingkungan sudah menjadi perdebatan serius
antar environmentalis, pejabat pemerintah, perusahaan manufaktur, dan
konsumen. Menurut John Elkington, Julia Hailes, dan John Makower dalam
buku “the green consumer” terdapat kriteria yang dapat digunakan untuk
menentukan apakah suatu produk ramah atau tidak terhadap lingkungan,
yaitu:
a. Tingkat bahaya produk bagi kesehatan manusia atau binatang.
b. Seberapa jauh produk dapat menyebabkan kerusakan lingkungan selama
di pabrik, digunakan atau dibuang.
c. Tingkat penggunaan energi dan sumber daya yang tidak proporsional
selama di pabrik, digunakan atau dibuang.
d. Seberapa banyak produk menyebabkan limbah yang tidak berguna ketika
kemasannya berlebihan atau untuk suatu penggunaan yang singkat.

Universitas Sumatera Utara

15

e. Seberapa jauh produk melibatkan penggunaan yang tidak ada gunanya
atau kejam terhadap binatang.
f. Pengunaan material yang berasal dari spesies atau lingkungan yang
terancam.
Menurut Kasali (2005: 35) mendefiniskan produk hijau (Green product)
adalah produk yang tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, tidak
boros sumber daya, tidak menghasilkan sampah berlebihan, dan tidak
melibatkan kekejaman pada binatang. Suatu produk yang dirancang dan
diproses dengan suatu cara untuk mengurangi efek-efek yang dapat
mencemari

lingkungan,

baik

dalam

produksi,

pendistribusian

dan

pengkonsumsiannya.
2. Harga Hijau (Green Price)
Harga merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap laba
perusahaan karena tingkat harga yang ditetapkan mempengaruhi kuantitas
produk yang terjual. Selain itu secara tidak langsung harga juga
mempengaruhi biaya karena kuantitas yang terjual berpengaruh pada biaya
yang ditimbulkan dalam kaitannya dengan efisiensi produksi. Definisi harga
menurut Stanton (Swasta dan Irawan, 2005:241) harga adalah jumlah uang
(ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk
mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya.
Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui harga merupakan nilai dari suatu
barang atau jasa yang dinyatakan dengan uang. Harga dapat dipengaruhi oleh
keputusan konsumen untuk membelinya sehingga penting untuk memahami
seberapa jauh pengaruh harga tetap terhadap pilihan pembeli.

Universitas Sumatera Utara

16

Harga sebuah produk hijau lebih mahal dibandingkan produk konvensional.
Hal ini dikarenakan adanya biaya tambahan dalam memodifikasi proses
produksi, pengemasan yang menggunakan teknologi yang tinggi dan juga
proses pembuangan limbah.
3. Promosi Hijau (GreenPromotion)
Promosi adalah salah satu bagian dari bauran pemasaran (marketing mix) yang
besar peranannya. Promosi merupakan suatu ungkapan dalam arti luas tentang
kegiatan-kegiatan yang secara aktif dilakukan oleh perusahaan (penjual) untuk
mendorong konsumen membeli produk yang ditawarkan. Menurut Tjiptono
(2002: 219) definisi promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran.
Yang dimaksud komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang
berusaha menyebar informasi, mempengaruhi atau membujuk dan/atau
mengingatkan pasar sasaran dari produknya agar bersedia menerima,
membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang
bersangkutan.
Promosi mempunyai kegiatan yaitu memperkenalkan produk dan jasa kepada
konsumen sehingga konsumen menjadi kenal dan mengetahui produk
tersebut. Promosi digunakan sebagai alat perusahaan untuk memperkenalkan
produknya kepada konsumen dan diharapkan konsumen terpengaruh dan mau
membeli, terlebih lagi jika konsumen puas terhadap prosuk yang
dipromosikan tersbeut. Promosi juga digunakan untuk menjalin komunikasi
antara perusahaan dengan konsumen agar terjalin hubungan yang lebih baik.
Definisi promosi menurut Swastha (2000: 349) adalah arus informasi atau
persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan sesorang atau organisasi

Universitas Sumatera Utara

17

kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran. Sedangkan
menurut Tjiptono (2002: 222) promosi merupakan upaya untuk mengarahkan
seseorang agar dapat mengenal produk perusahaan, lalu memahaminya,
berubah sikap, menyukai, yakin, kemudian akhirnya membeli, dan selalu ingat
akan produk tersebut.
Terdapat external green P’s yang terdiri dari paying customers, providers
politicians, pressure groups problems, prediction, dan partners. Juga ada
internal green P’s yang terdiri dari products, promotions, price, place,
providing information, process, dan politicians.
Adapun komponen external green P’s dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Paying Customers
Merujuk pada siapa saja yang masuk dalam kelompok konsumen hijau
dengan berbagai tingkat “kehijauannya” dan jenis produk apa saja yang
mereka butuhkan.
b. Providers
Tentang seberapa “hijau” para pemasok bahan-bahan baku, energi, alatalat perkantoran. Misalnya bagaimana para pemasok kayu mendapatkan
kayu-kayunya, apakah dengan cara menebang hutan secara sembarangan
akan menyebabkan penggundulan hutan.
c. Politicians
Mengenai seberapa cepat hal ini dapat mendorong pemerintah untuk
menyusun dan mengesahkan peraturan tentang lingkungan dan seberapa
jauh peraturan pemerintah akan mempengaruhi organisasi bisnis untuk
menjalankan peraturan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

18

d. Pressure groups
Merupakan kelompok-kelompok yang memiliki andil dalam menekan
perusahaan untuk menjadi hijau. Kelompok ini terdiri dari lembaga
konsumen, lembaga hukum organisasi perdagangan, pemerintah suatu
negara juga tidak luput tentang isu apa yang diagendakan.
e. Problems
Masalah lingkungan dan masalah sosial beragam macamnya.Apakah
perusahaan terlibat dalam satu atau lebih dari masalah-masalah ini baik
dulu maupun kini. Masalah yang ditemui akan terakumulasi dengan
masalah saat ini jika tidak segera dicarikan pemecahannya.
f. Predictions
Perusahaan dapat memprediksi masalah-masalah apa saja yang mungkin
dihadapi oleh perusahaan di masa yang akan datang. Merupakan tantangan
bagi perusahaan untuk dapat mengidentifikasi masalah-masalah tersebut
sehingga dapat membuat pencegahan dan memecahkan potensi masalah
tersebut pada saat ini.
g. Partners
Partner merupakan pihak ketiga apakah perusahaan mempunyai hubungan
dengan perusahaan atau instansi lain yang mempunyai masalah-masalah
lingkungan dan sosial.
Sedangkan berikut ini dijelaskan komponen-komponen internal green P’syang
meliputi :

Universitas Sumatera Utara

19

a. Product (juga kemasannya)
Tentang bagaimana produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan
menjawab berbagai masalah yang dihadapi lingkungan secara makro,
misalnya sampah, polusi, lapisan ozon, pemanasan global, nutrisi,
kesehatan. Sehingga perusahaan menghasilkan prosuk yang bisa diatur
ulang, hemat energi, non-CFC, non-kolestrol.
b. Price
Untuk menghasilkan produk-produk hijau umumnya menuntut ongkos
produksi yang lebih tinggi yang mengakibatkan harga jual menjadi lebih
tinggi. Pemilihan segmen yang tepat akan mengurangi resiko harga produk
tidak diterima.
c. Place
Tentang pemanfaatan para pengecer atau distributor dengan tepat.
Misalnya untuk mendukung program daur ulang kemasan, perusahaan
dapat bekerjasama dengan para pengecer agar mendorong konsumen
mengembalikan kemasan melalui mereka, ditukar dengan souvenir,
potongan harga, voucher, dan produk promosi.
d. Promotion
Tentang kegiatan perusahaan untuk mengkampenyekan program-program
yang mengangkat isu lingkungan untuk mengokohkan image sebagai
perusahaan ramah lingkungan. Promosi ini bisa dilakukan melalui iklan
logo atas label, promosi penjualan (melalui kemasan), maupun humas.

Universitas Sumatera Utara

20

e. Process
Tentang bagaimana perusahaan dapat menggunakan energi seminimal
mungkin dalam proses produksinya dan mengurangi pembuangan
seoptimal mungkin.
f. Policies
Tentang implementasi

dan kebijakan-kebijakan perusahaan

untuk

memotivasi, memonitor, dan mengevaluasi kegiatan yang berhubungan
dengan lingkungannya.
g. People
Tentang bagaimana para pelaku, yaitu orang-orang di kalangan
industri/organisasi,

memanfaatkan

pengetahuan,

pemahaman,

dan

kemampuannya untuk mengimplementasikan amanat pemasaran hijau ini
dalam praktek bisnis sebagai kebijakan perusahaan yang berpedoman pada
kelestarian lingkungan.
2.4

Brand Image (Citra Merek)

2.4.1 Pengertian Brand (Merek)
Menurut Sumarwan (Sangadji dan Sopiah, 2013:322) mendefenisikan
merek sebagai simbol dan indikator kualitas dari seebuah produk. Pendapat
senada juga dikemukakan oleh Aaker (Sangadji dan Sopiah, 2013:322) yang
menyebutkan bahwa “merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat
membedakan (seperti logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi
barang atau jasa dari seorang penjual tertentu yang mampu membedakannya dari
barang-barang yang dihasilkan oleh para kompetitor.

Universitas Sumatera Utara

21

Sementara menurut Stanton dan Lamarto (2001) merek adalah nama,
istilah, simbol, atau desain khusus, atau beberapa kombinasi unsur-unsur tersebut
yang dirancang untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang ditawarkan oleh
penjual. Mendukung ketiga pendapat tersebut American Marketing Association
Kotler (2005) menyatakan bahwa merek adalah nama, istilah, tanda, simbol,
rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual, dan
untuk membedakannya dari produk pesaing.
Menurut Sangadji dan Sopiah (2013 : 323) merek merupakan suatu nama
atau simbol yang mengidentifikasi suatu produk dan membedakannya dengan
produk-produk lain sehingga mudah dikenali oleh konsumen ketika hendak
membeli sebuah produk. Keberadaan merek sangatlah penting bagi sebuah produk
atau jasa, bahkan tidak mengherankan jika merek sering kali dijadikan kriteria
untuk mengevaluasi suatu produk.
Menurut Kotler (Sangadji dan Sopiah, 2013:323) merek dapat memiliki
enam level pengertian yaitu:
1. Atribut
Merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu, misalnya Mercedes
memberi kesan sebagai mobil yang mahal, dibuat dengan baik, tahan lama,
dan bergengsi tinggi.
2. Manfaat
Atribut perlu diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.Atribu
“tahan lama” dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional.

Universitas Sumatera Utara

22

3. Nilai
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen, misalnya Mercedes
berarti kinerja tinggi, keamanan, dan gengsi
4. Budaya
Merek juga mewakili budaya tertentu, misalnya Mercedes mewakili budaya
Jerman yang terorganisasi, efesien, dan bermutu tinggi.
5. Kepribadian
Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu, misalnya Mercedes
mencerminkan pemimpin yang masuk akal (orang), singa yang memerintah
(binatang), atau istana yang agung (objek).
6. Pemakai
Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan
produk.
2.4.2

Pengertian Brand Image (Citra merek)
American

Marketing

Association

(Kotler

dan

Keller,

2013:258)

mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau
kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mendefinisikan barang atau jasa dari
salah satu penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikan mereka dari
para pesaing. Sedangkan Keegan et al (Ferrinadewi, 2008:137) mendefinisikan
merek dari segi psikologis yaitu sejumlah citra dan pengalaman dalam benak
konsumen yang mengkomunikasikan manfaat yang dijanjikan produk yang
diproduksi oleh perusahaan tertentu.
Menurut Aaker (Sangadji dan Sopiah, 2013:327), citra merek adalah
seperangkat asosiasi unik yang ingin diciptakan atau dipelihara oleh pemasar.

Universitas Sumatera Utara

23

Asosiasi-asosiasi itu menyatakan apa sesungguhnya merek dan apa yang
dijanjikan kepada konsumen.

Merek merupakan simbol dan indikator dari

kualitas sebuah produk. Oleh karena itu, merek-merek produk yang sudah lama
akan menjadi sebuah citra, bahkan simbol status bagi produk tersebut yang
mampu meningkatkan citra pemakainya.
Shimp et al (Sangadji dan Sopiah, 2013:327) berpendapat, citra merek
(brand image) dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul di benak konsumen
ketika mengingat sebuah merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat
muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan dengan suatu
merek, sama halnya ketika kita berpikir mengenai orang lain.
2.4.3

Konsep Citra Merek
Sebuah biro riset www.benchmarkresearch.co.uk (Ferrinadewi, 2008:167)

berpendapat bahwa konsep brand image (citra merek) mempunyai tiga komponen
penting, yaitu:
1. Brand association
Merupakan tindakan konsumen untuk membuat asosiasi berdasarkan
pengetahuan mereka akan merek baik itu pengetahuan yang sifatnya faktual
maupun yang bersumber dari pengalaman dan emosi.
2. Brand value
Adalah tindakan konsumen dalam memilih merek.

Seringkali tindakan

konsumen ini lebih karena persepsi mereka pada karakteristik merek
dikaitkan dengan nilai-nilai yang mereka yakini.

Universitas Sumatera Utara

24

3. Brand positioning
Merupakan persepsi konsumen akan kualitas merek yang nantinya persepsi
ini akan digunakan oleh konsumen dalam evaluasi alternatif merek yang akan
dipilih.
2.4.4 Komponen Citra Merek
Sangadji dan Sopiah (2013:328) menjelaskan bahwa komponen citra
merek adalah jenis-jenis asosiasi merek, dan dukungan, kekuatan, dan keunikan
asosiasi merek.

Universitas Sumatera Utara

25

Gambar 2.1
Kerangka Ekuitas Merek Berbasis Konsumen

Kesadaran
akan merek

Pengenalan terhadap
merek
Kemampuan untuk
mengingat merek

Hal-hal yang tidak
berhubungan dengan
produk. (Contoh:
harga, kemasan,
pemakai dan citra)

Atribut
Hal-hal yang
berhubungan dengan
produk. (Contoh:
warna, ukuran,
desain)

Pengetahuan
akan merek

Fungsional
Jenis-jenis
asosiasi
merek

Manfaat

Simbolis
Pengalaman

Citra merek

Evaluasi
keseluruhan
(sikap)
Dukungan, kekuatan,
dan keunikan asosiasi
merek

Sumber: Keller (Sangadji dan Sopiah, 2013:328)

Universitas Sumatera Utara

26

Selanjutnya komponen citra merek akan dijabarkan sebagai berikut:
1. Asosiasi merek (brand association)
Asosiasi merupakan atribut yang ada di dalam merek dan akan lebih besar
apabila pelanggan mempunyai banyak pengalaman berhubungan dengan
merek tersebut.

Berbagai asosiasi yang diingat oleh konsumen dapat

dirangkai sehingga membentuk citra merek (brand image).

Durianto

(Sangadji dan Sopiah, 2013:329) berpendapat bahwa asosiasi terhadap merek
dibentuk oleh tiga hal, yaitu:
a. Nilai yang dirasakan (perceived value)
Nilai yang dirasakan diartikan sebagai persepsi kualitas yang dibagi
dengan harga. Ada lima unsur pembentuk nilai yang dirasakan, yaitu:
1) Kualitas produk
Kualitas produk terdiri atas enam elemen, yaitu:
a) Kinerja, merupakan elemen kualitas produk yang berkaitan
langsung dengan bagaimana suatu produk dapat menjalankan
fungsinya untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
b) Reliabilitas, merupakan daya tahan produk selama dikonsumsi.
c) Fitur, merupakan fungsi-fungsi sekunder yang ditambahkan
pada suatu produk.
d) Keawetan (durability), merupakan dimensi kualitas produk yang
menunjukkan suatu pengukuran terhadap siklus produk, baik
secara teknis maupun waktu. Produk dapat dikatakan awet jika
dapat bertahan dalam pemakaian berulang-ulang.

Universitas Sumatera Utara

27

e) Konsistensi, merupakan elemen yang menunjukkan seberapa
jauh suatu produk bisa memenuhi standar atau spesifikasi
tertentu.

Produk yang mempunyai konsistensi tinggi berarti

sesuai dengan standar yang ditentukan.
f) Desain, merupakan aspek emosional untuk mempengaruhi
kepuasan konsumen sehingga desain kemasan ataupun bentuk
produk akan turut mempengaruhi persepsi kualitas produk
tersebut.
2) Harga
Unsur harga memberikan pengaruh yang relatif.

Ada sebagian

konsumen yang sensitif terhadap harga, akan tetapi ada juga yang
tidak

begitu

mempertimbangkan

harga

dalam

pengambilan

keputusan pengambilan keputusan pembelian produk.
3) Kualitas layanan
Kualitas layanan sangat tergantung pada tiga hal, yaitu sistem,
teknologi, dan manusia. Dimensi kualitas layanan terdiri atas wujud
fisik (tangible), reliabilitas, daya tanggap (responsiveness), kepastian
(assurance), dan empati.
4) Faktor emosional
Dimensi emosional dibagi menjadi tiga faktor, yaitu estetika, nilai
ekspresif diri (self-expressive value), dan kepribadian merek. Aspek
estetika berkaitan dengan bentuk dan warna. Bentuk meliputi besar
kecilnya produk, proporsi, dan kesimetrisan. Aspek ekspresif diri
adalah bentuk kepuasan yang terjadi karena lingkungan sosial di

Universitas Sumatera Utara

28

sekitarnya.

Aspek kepribadian merek berkaitan dengan karakter

personal.
5) Kemudahan
Konsumen cenderung merasa lebih puas jika mendapatkan produk
atau pelayanan secara relatif lebih mudah, nyaman, dan efisien.
b. Kepribadian merek (brand personality)
Kepribadian merek berhubungan dengan ikatan emosi merek tersebut
dengan manfaat merek itu sendiri sebagai dasar untuk diferensiasi merek
dan hubungan pelanggan. Kepribadian merek akan melibatkan dimensi
yang unik untuk sebuah merek.
c. Asosiasi organisasi (organizational association)
Dalam asosiasi organisasi konsumen akan mengaitan sebuah produk
dengan perusahaan yang memproduksinya.

Asosiasi organisasi akan

menjadi faktor penting jika merek yang ada mirip dalam hal atribut
dengan merek lainnya, atau jika organisasi merupakan hal yang penting
untuk dilihat.
2. Dukungan asosiasi merek
Dukungan asosiasi merek merupakan respons konsumen terhadap atribut,
manfaat, serta keyakinan dari suatu merek produk berdasarkan penilaian
mereka atas produk. Atribut di sini tidak berkaitan dengan fungsi produk,
tetapi berkaitan dengan citra merek.

Dukungan asosiasi merek tersebut

ditunjukkan dengan persepsi konsumen terhadap produk yang menganggap
bahwa produk yang dikonsumsi itu baik dan bermanfaat bagi konsumen.

Universitas Sumatera Utara

29

3. Kekuatan asosiasi merek
Setelah mengonsumsi sebuah produk, konsumen akan mengingat kesan yang
ditangkap dari produk tersebut. Jika konsumen telah merasakan manfaatnya,
ingatan konsumen terhadap produk tersebut akan lebih besar lagi daripada
ketika konsumen belum menggunakannya. Itulah yang membuat ingatan
konsumen semakin kuat terhadap asosiasi sebuah merek. Kekuatan asosiasi
merek ditunjukkan dengan reputasi baik yang dimiliki produk tersebut di
mata konsumen, produk tersebut dirasa memiliki manfaat ekspresi diri dan
menambah rasa percaya diri konsumen.
4. Keunikan asosiasi merek
Jika sebuah produk mempunyai ciri khas yang membedakannya dari produk
lain, produk tersebut akan diingat oleh konsumen. Ingatan konsumen itu
akan semakin kuat jika konsumen sudah merasakannya manfaat dari sebuah
produk dan merasa bahwa merek lain tidak akan bisa memuaskan
keinginannya tersebut.
2.4.5 Strategi Pemasaran Citra Merek
Strategi pemasar untuk menciptakan citra merek dari produk menurut
Ferrinadewi (2008:167), yaitu:
1. Pemasar harus terlebih dahulu mendefinisikan secara jelas brand personalitynya agar sesuai dengan kepribadian konsumennya. Adanya kesesuaian ini
menandakan konsumen telah mengasosiasikan merek seperti pribadinya
sendiri. Asosiasi yang kuat ini akan mendorong terciptanya citra merek yang
positif.

Universitas Sumatera Utara

30

2. Pemasar harus mengupayakan agar terciptanya persepsi bahwa merek yang
mereka tawarkan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini oleh konsumen
dalam keputusan pembeliannya melalui strategi komunikasinya. Dalam iklan
yang dipakai atau alat komunikasi lainnya, pemasar harus menekankan pada
nilai konsumen yang mereka utamakan sehingga tercipta asosiasi yang dekat.
3. Pemasar

dapat

melakukan

image

analysis

yang

bertujuan

untuk

mengumpulkan informasi bagaimana asosiasi konsumen terhadap merek.
Beberapa langkah yang dpat dilakukan pemasar dalam melakukan image
analysis:
a. Mengidentifikasikan segala asosiasi yang mungkin telah dilakukan
konsumen dalam benak mereka. Konsumen dapat melakukan interview
sederhana atau dalam focus group tentang apa yang konsumen pikirkan
tentang suatu produk.
b. Langkah kedua, menghitung seberapa kuat hubungan antara merek yang
diteliti dengan asosiasi konsumen.
Pemasar harus menyimpulkan dari langkah kedua di atas menjadi sebuah
pernyataan yang mencitrakan merek secara psikologis
2.5 Keputusan Pembelian
2.5.1 Pengertian Keputusan Pembelian
Menurut Sangadji dan Sopiah (2013:332), Proses pengambilan keputusan
pembelian sangat dipengaruhi oleh perilaku konsumen. Proses tersebut
sebenarnya merupakan proses pemecahan masalah dalam rangka memenuhi
keinginan atau kebutuhan konsumen.

Universitas Sumatera Utara

31

Menurut Petter dan Olson (Sangadji dan Sopiah, 2013:332) “pengambilan
keputusan konsumen adalah proses pemecahan yang diarahkan pada sasarn. Lebih
lengkap lagi, Peter dan Olson (Sangadji dan Sopiah, 2013:332) menyebutkan
bahwa inti dari pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making)
adalah proses pengintegrasian yang mengombinasikan pengetahuan untuk
mengevaluasi dua perilaku alternatif atau lebih, dan memilih salah satu antaranya.
Pengambilan keputusan konsumen meliputi semua proses yang dilalui konsumen
untuk mengenali masalah, mencari solusi, mengevaluasi alternative, dan memilih
diantara pilihan-pilihan.
Menurut Engel et al (Sangadji dan Sopiah, 2013:332) perilaku pembelian
adalah proses keputusan dan tindakan orang-orang yang terlibat dalam pembelian
dan penggunaan produk. Sementara Pride dan Ferrell (Sangadji dan Sopiah,
2013:332) berpendapat bahwa perilaku konsumen adalah perilaku pembelian
konsumen akhir, mereka yang membeli suatu produk untuk digunakan secara
pribadi, bukan untuk tujuan bisnis atau dijual kembali kepada pihak lain.
2.5.2

Model Keputusan Pembelian Konsumen
Engel et al (Sangadji dan Sopiah, 2013:334) mengemukakan lima tahapan

perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian, yaitu:
1. Pengenalan kebutuhan
Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah,
yaitu suatu keadaan di mana terdapat perbedaan antara keadaan yang
diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi.
2. Pencarian informasi

Universitas Sumatera Utara

32

Pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen memandang bahwa
kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan mengonsumsi suatu
produk. Konsumen akan mencari informasi yang tersimpan dalam ingatannya
(pencarian internal) dan mencari informasi dari luar (pencarian eksternal).
3. Evaluasi 32lternative
Evaluasi 32lternative adalah proses mengevaluasi pilihan produk dan merek,
dan memilihnya sesuai dengan keinginan konsumen. Pada proses ini
konsumen membandingkan berbagai merek pilihan yang dapat memberikan
manfaat kepadanya serta masalah yang dihadapinya
4. Keputusan pembelian
Setelah tahap-tahap diatas dilakukan, pembelian akan menentukan sikap
dalam pengambilan keputusan apakah membeli atau tidak. Jika memilih untuk
membeli produk, dalam hal ini konsumen dihadapkan pada beberapa
alternative pengambilan keputusan seperti, produk, merek, penjual, kuantitas,
dan waktu pembeliannya.
5. Hasil
Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami beberapa tingkat
kepuasan atau ketidakpuasan. Tahap ini dapat memberikan informasi yang
penting bagi perusahaan apakah produk dan pelayanan yang telah dijual dapat
memuaskan konsumen atau tidak.
Jika digambarkan, kelima tahapan itu akan tampak seperti berikut:

Universitas Sumatera Utara

33

Gambar 2.2
Proses Keputusan Pembelian Konsumen

Sumber: Boyd et al (Sangadji dan Sopiah, 2013:335)
2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen
Pride dan Ferrell (Sangadji dan Sopiah, 2013:335) membagi faktor yang
memengaruhi perilaku konsumen kedalam tiga kelompok, yaitu:
1. Faktor pribadi
Faktor pribadi merupakan faktor yang unik bagi seseorang. Berbagai faktor
pribadi dapat memengaruhi keputusan pembelian. Faktor pribadi digolongkan
menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Faktor demografi
Faktor demografi berkaitan dengan siapa yang terlibat dalam pengambilan
keputusan pembelian. Faktor ini meliputi ciri-ciri individual seperti jenis
kelamin, usia, ras, suku bangsa, pendapatan, siklus, kehidupan keluarga,
dan pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

34

b. Faktor situasional
Faktor situasional merupakan keadaan atau kondisi eksternal yang ada
ketika konsumen membuat keputusan pembelian.
c. Faktor tingkat keterlibatan
Faktor tingkat keterlibatan konsumen ditunjukkan dengan sejauh mana
konsumen mempertimbangkan terlebih dahulu keputusannya sebelum
membeli suatu produk.
2. Faktor psikologis
Faktor psikologis yang ada pada diri seseorang sebagian menetapkan perilaku
orang tersebut sehingga memengaruhi perilakunya sebagai konsumen. Faktorfaktor psikologis meliputi:
a. Motif
Motif adalah kekuatan energy internal yang mengarahkan kegiatan
seseorang kearah pemenuhan kebutuhan atau pencapaian sasaran.
b. Persepsi
Persepsi

adalah

proses

pemilihan,

pengorganisasian

dan

penginterpretasian masukan informasi untuk menghasilkan makna.
c. Kemampuan dan pengetahuan’
Kemampuan adalah kesanggupan dan efisiensi untuk melakukan tugastugas tertentu. Kemampuan yang diminati oleh para pemasar adalah
kemampuan seorang individu untuk belajar dimana proses pembelajaran
tersebut merupakan perubahan perilaku seseorang yang disebabkan oleh
informasi dan pengalaman.

Universitas Sumatera Utara

35

d. Sikap
Sikap merujuk pada pengetahuan dan perasaan positif atau negatif
terhadap sebuah objek atau kegiatan tertentu.
e. Kepribadian
Kepribadian adalah semua ciri internal dan perilaku yang membuat
seseorang itu unik. Kepribadian seseorang berasal dari keturunan dan
pengalaman pribadi.
3. Faktor sosial
Manusia hidup di tengah-tengah masyarakat. Sudah tentu manusia akan
dipengaruhi oleh masyarakat di mana dia hidup. Dengan demikian, perilaku
konsumen juga akan dipengaruhi oleh masyarakat atau faktor sosial yang
melingkarinya. Faktor sosial tersebut meliputi
a. Peran dan pengaruh keluarga
Dalam kaitannya dengan perilaku konsumen, keluarga mempunyai
pengaruh langsung terhadap keputusan pembelian konsumen. Setiap
anggota keluarga mempunyai kebutuhan, keinginan, dan selera yang
berbeda-beda.
b. Kelompok referensi
Kelompok referensi dapat berfungsi sebagai perbandingan dan sumber
informasi bagi seseorang sehingga perilaku para anggota kelompok
referensi ketika membeli suatu produk bermerek tertentu akan dapat
dipengaruhi oleh kelompok referensi.
c. Kelas sosial

Universitas Sumatera Utara

36

Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang terbuka untuk para individu
yang memilikki tingkat sosial yang serupa. Dalam kelas sosial terjadi
pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat, ada kelas
yang tinggi, da nada yang rendah.
d. Budaya dan sub budaya
Budaya memengaruhi bagaimana seseorang membeli dan menggunakan
produk, serta kepuasan konsumen terhadap produk tersebut sebab budaya
juga menentukan produk-produk yang dibeli dan digunakan.
2.6 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam penelitian ini menggambarkan secara umum
hubungan antarvariabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu green
marketing dan brand image sebagai variabel independen dan keputusan
pembelian sebagai variabel dependen. Adapun kerangka berpikir dalam penelitian
ini ialah sebagai berikut:
Gambar 2.3
Kerangka Konseptual

Sumber: Diolah Oleh Penulis 2016

Universitas Sumatera Utara

37

2.7

Penelitian Terdahulu
Untuk mengadakan penelitian, tidak terlepas dari penelitian yang

dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan tujuan untuk memperkuat hasil dari
penelitian yang sedang dilakukan, selain itu juga bertujuan untuk membandingkan
dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya. Berikut ringkasan hasil penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh peneliti selama melakukan penelitian :
1. Ixora Luciantiwy Sibarani (2016), sebelumnya telah melakukan penelitian
dengan judul "Pengaruh Green Marketing terhadap Keputusan Pembelianpada
Pelanggan The Body Shop Di Plaza Medan Fair Kota Medan”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Strategi Green
Marketing terhadap keputusan pembelian pada pelanggan The Body Shop di
Plaza Medan Fair Kota Medan. Teknik pengambilan sampel menggunakan
teknik Purposive Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang.
Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan metode
analisis statistika yang terdiri dari analisis regresi linier berganda. Pengujian
signifikansi parsial (Uji – t), pengujian serentak (Uji – f) dan pengujian
koefisien Determinan (R²). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel
Green Product, Green Price, Green Promotion berpengaruh positif dan
signifikan terhadap keputusan pembelian produk The Body Shop di Plaza
Medan Fair Kota Medan.
2. Hariyanti Silitonga (2014), sebelumnya telah melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Strategi Green Marketing terhadap Keputusan Pembelian Air
Minum dalam Kemasan (AMDK) Ades pada Konsumen Strata I Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatra Utara” Penelitian ini bertujuan untuk

Universitas Sumatera Utara

38

mengetahui dan menganalisis pengaruh Strategi Green Marketing terhadap
keputusan pembelian Air Mineral Dalam Kemasan (AMDK) ADES pada
Konsumen Strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Metode
analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis
statistika yang terdiri dari analisis regresi linier berganda. Pengujian signifikan
parsial (Uji-t), pengujian serentak (Uji-f) dan pengujian koefisien Determinan
( R2). Jenis data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui
penggunaan kuesioner dengan skala likert dan sata sekunder yang diperoleh
melalui studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa variabel
Green Product, Green Price, Green Promotion berpengaruh positif dan
signifikan terhadap keputusan pembelian produk Air Minum Dalam Kemasan
(AMDK) ADES pada Konsumen Strata I Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara.
3. Alfis Vikram (2015), sebelumnya telah melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Brand Image terhadap Loyalitas Konsumen Di Restoran TIP-TOP”
Metode yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh brand
image melalui variabel keunggulan asosiasi merek (favorability of brand
association), kekuatan asosiasi merek (strenght of brand association) dan
keunikan asosiasi merek (uniqueness of brand association) baik secara parsial
maupun simultan. Penelitian ini menggunakan metode asosiatif dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk menganalisis
permasalahan hubungan suatu variabel dengan variabel lainya. Populasi dalam
penelitian ini adalah konsumen di restoran TIP-TOP Medan, dengan jumlah
sampel 95 responden dengan menggunakan teknik non probability sampling.
Pengumpulan data kuesioner, metode analisis yaitu uji instrument ( uji validitas

Universitas Sumatera Utara

39

dan uji reliabilitas), uji asumsi klasik dan analisis regresi berganda menggunakan
SPSS 18.0 for Windows. Hasil penelitian ini dengan analisis regresi secara
simultan maupun parsial menunjukkan bahwa ada pengaruh antara keunggulan
asosiasi merek, kekuatan asosiasi merek dan keunikan asosiasi merek terhadap
loyalitas konsumen yang berarti keunggulan asosiasi merek, kekuatan asosiasi
merek dan keunikan asosiasi merek meningkat maka loyalitas konsumen akan
meningkat.

4. Dewi Sartika Zalukhu (2013), sebelumnya telah melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Pengembangan Produk dan Citra Merek Terhadap Keputusan
Pembelian Notebook Acer Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara Medan”. Penelitian ini adalah penelitian asosiatif. Pengujian
hipotesis dengan menggunakan alat analisis regresi linear berganda, dengan α
0,05%. Data yang digunakan adalah data primer diperoleh melalui kuesioner
dan sekunder diperoleh dalam bentuk yang telah dikumpulkan dan diolah oleh
pihak lain. Penelitian ini menggunakan 96 responden sebagai sampel
penelitian yang diambil dengan menggunakan teknik accidental Sampling.
Hasil penelitian berdasarkan analisis regresi linear berganda menunjukkan
bahwa variabel pengembangan produk, dan citra merek berpengaruh positif
dan signifikan terhadap keputusan pembelian notebook Acer pada mahasiswa
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan secara Parsial Variabel
Citra Merek mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap keputusan
pembelian notebook Acer pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Sumatera
Utara.
5. Sri Rotua Juliani (2013), sebeumnya telah melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Citra Merek (Brand Image), Pelayanan (Retail Service) dan Produk

Universitas Sumatera Utara

40

(Merchandise) Terhadap Keputusan Pembelian Pada Brastagi Supermarket
Medan”. Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara
simultan ketiga variabel yaitu citra merek (brand image), pelayanan (retail
service), dan produk (merchandise) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap keputusan pembelian pada Brastagi Supermarket Medan. Secara
parsial dapat dilihat bahwa variabel pelayanan (retail service) merupakan
variabel yang dominan mempengaruhi keputusan pembelian pada Brastagi
Supermarket. Nilai Adjusted R Square = 0,414, berarti 41,4% faktor-faktor
keputusan pembelian dapat dijelaskan oleh citra merek (brand image),
pelayanan (retail service), dan produk (merchandise). Sedangkan sisanya
58,6% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian
ini.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Brand Image I-Phone terhadap Keputusan Pembelian pada Mahasiswa FISIP USU

5 158 153

Pengaruh Citra Merek (Brand Image ) Terhadap Keputusan Pembelian Produk Sophie Martin Pada Mahasiswa Lembaga Pendidikan Politeknik MBP Medan

12 65 106

Analisis pengaruh penetapan harga, promosi pemasaran dan brand image terhadap keputusan pembelian dan loyalitas konsumen: studi kasus pada sebagian masyarakat Bintaro Jaya

0 5 230

Analisis pengaruh pemanfaatan endoser, brand image, dan trust/kepercayaan konsumen terhadap keputusan pembelian suatu produk: ( studi kasus pada mahasiswa UIN Jakarta konsumen tolak angin cair )

1 4 160

Pengaruh Green Marketing Dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian Pertamax Series (Studi Pada Konsumen Spbu Jl. Imam Bonjol, Plonia, Medan)

0 0 12

Pengaruh Green Marketing Dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian Pertamax Series (Studi Pada Konsumen Spbu Jl. Imam Bonjol, Plonia, Medan)

0 0 2

Pengaruh Green Marketing Dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian Pertamax Series (Studi Pada Konsumen Spbu Jl. Imam Bonjol, Plonia, Medan)

0 1 7

Pengaruh Green Marketing Dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian Pertamax Series (Studi Pada Konsumen Spbu Jl. Imam Bonjol, Plonia, Medan) Chapter III V

0 0 53

Pengaruh Green Marketing Dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian Pertamax Series (Studi Pada Konsumen Spbu Jl. Imam Bonjol, Plonia, Medan)

0 1 3

Pengaruh Green Marketing Dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian Pertamax Series (Studi Pada Konsumen Spbu Jl. Imam Bonjol, Plonia, Medan)

0 0 10