Penentuan Joint Lot Size Atas Pertimbangan Jumlah Produk Cacat Dengan Model Vendor Managed Inventory (VMI) Chapter III V
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1.
Supply Chain3
Supply chain adalah jaringan perusahaan yang secara bersama-sama
bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai
akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik,
distributor, toko atau ritel, serta perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa
logistik.
Pada suatu supply chain biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola.
Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir
(downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier ke
pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor, lalu ke
pengecer atau ritel, kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua adalah aliran uang
dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran
informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Informasi
tenteng persediaan produk yang masih ada di masing-masing supermarket sering
dibutuhkan oleh distributor maupun pabrik. Informasi tentang ketersediaan
kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga sering dibutuhkan oleh pabrik.
Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering dibutuhkan oleh
perusahaan yang mengirim maupun menerima. Perusahaan pengapalan harus
membagi informasi seperti ini supaya pihak-pihak yang berkepentingan bisa
3
I Nyoman Pujawan, 2005. Supply Chain Management, Edisi Pertama, Surabaya: Penerbit Guna
Widya, hlm. 5
Universitas Sumatera Utara
memonitor untuk kepentingan perencanaan yang lebih akurat. Gambar 3.1.
memberikan ilustrasi konseptual sebuah supply chain.
Finansial : invoice, term pembayaran
Material : bahan baku, komponen, produk jadi
Informasi : kapasitas, status pengiriman, quotation
Supplier
Tier 2
Supplier
Tier 1
Manufacturer
Distributor
Ritel/
Toko
Finansial : pembayaran
Material : retur, recycle, repair
Informasi : order, ramalan, RFQ / RFP
Gambar 3.1. Simplifikasi Model Supply Chain dan 3 Macam Aliran yang
Dikelola
3.2.
Supply Chain Management4
Istilah SCM pertama kali dikemukakan oleh Oliver & Weber pada tahun
1982 (cf. Oliver & Weber, 1982; Lambert et al. 1998). Kalau supply chain adalah
jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok
bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir,
SCM adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaanya. Namun perlu
ditekankan SCM menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan
dasar semangat kolaborasi. Ada beberapa definisi tentang SCM. Misalnya, the
Council of Logistics Management memberikan definisi berikut:
4
Ibid. 2005. Hlm 7
Universitas Sumatera Utara
Supply Chain Management is the systematic, strategic coordination of the
traditional business functions within a particular company and across businesses
within the supply chain for the purpose of improving the long-term performance
of the individual company and the supply chain as well.
Jadi, supply chain management tidak hanya berorientasi pada urusan
internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut
hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner. Perusahaan-perusahaan yang
berada suatu supply chain pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir yang
sama, mereka harus bekerjasama untuk membuat produk yang murah,
mengirimkannya tepat waktu, dan dengan kualitas yang bagus. Hanya dengan
kerjasama antara elemen-elemen pada supply chain tujuan tersebut akan bisa
dicapai. Oleh karena itu, cukup tepat kalau banyak orang mengatakan bahwa
persaingan dewasa ini bukan lagi antara satu perusahaan dengan perusahaan yang
lain, tetapi antara supply chain yang satu dengan supply chain yang lain.
3.3.
Vendor Managed Inventory (VMI)5
Secara tradisional, perusahaan pembeli selalu menentukan waktu dan
ukuran pesanan berdasarkan informasi yang mereka miliki. Pemasok akan
merespon permintaan tersebut secara pasif, tanpa mencari tahu lebih lanjut kenapa
perusahaan pembeli memesan sejumlah tersebut. Praktek di atas mengakibatkan
inefisiensi karena beberapa alasan. Pertama, pemasok tidak mendapat cukup
‘early signal’ dari pembeli akan jumlah dan waktu pesanan. Akibatnya, pemasok
5
Ibid. 2005. Hlm 123-124
Universitas Sumatera Utara
meramalkan apa, kapan, dan berapa yang akan dipesan oleh pembeli. Ini tentu
mengakibatkan pemasok harus menyimpan persediaan lebih banyak untuk
mengantisipasi ketidakpastian pesanan dari pelanggan atau pembeli. Kedua,
pemasok sering harus mengubah jadwal produksi secara tiba-tiba karena apa yang
diminta pelanggan tiba-tiba berubah dari apa yang diperkirakan oleh pemasok
atau karena pelanggan yang lebih penting tiba-tiba melakukan pesanan mendadak
sehingga produksi untuk memenuhi pesanan dari pelanggan ‘kelas dua’ terpaksa
dijadwal ulang. Perubahan pada jadwal produksi selanjutnya mengakibatkan
perubahan pada kebutuhan bahan baku, komponen, maupun jam kerja. Perubahan
yang terlalu sering pada jadwal produksi bisa mengakibatkan apa yang dinamakan
‘schedule nervousness’. Di samping inefisiensi, fenomena di atas juga
mengakibatkan service level yang rendah karena banyak permintaan yang tidak
akan bisa dipenuhi tepat waktu.
Sebagai jawaban terhadap beberapa masalah tersebut, dewasa ini banyak
perusahaan yang mengubah praktek di atas dengan model yang dinamakan vendor
managed inventory (VMI). Pada model ini perusahaan pembeli tidak lagi
memutuskan apa, kapan, dan berapa yang akan dipesan, melainkan hanya
memberikan informasi permintaan dari pelanggan mereka, persediaan yang
tersisa, serta informasi lain seperti rencana promosi atau kegiatan lain yang bisa
mempengaruhi penjualan di masa akan datang. Kalau perusahaan pembeli yang
dimaksud disini adalah perusahaan manufaktur, informasi permintaan yang
dimaksud mungkin berupa informasi kebutuhan mereka terhadap bahan baku atau
komponen dalam beberapa periode mendatang. Dengan mengetahui informasi
Universitas Sumatera Utara
tersebut, pemasok akan menentukan sendiri waktu dan jumlah pengiriman ke
perusahaan pembeli. Tentu pembeli juga harus memberikan indikasi berapa
minimum dan maksimum persediaan yang mereka harapkan.
Diperlukan koordinasi dan pertukaran informasi yang lancar antara kedua
belah pihak untuk menjamin VMI ini berjalan dengan baik. Mereka yang sukses
menerapkan program VMI adalah yang memiliki infrastruktur komunikasi dan
informasi yang bagus sehingga pembeli bisa memberikan data penjualan maupun
persediaan dari waktu ke waktu secara real time. Pemasok juga harus punya
kemampuan
untuk
mengambil
keputusdan
pengiriman
dengan
tepat.
Kemasmpuan unttuk menganalisis pola permintaan, lead time pengiriman, dan
meramalkan permintaan perlu dimiliki oleh pemasok. Mereka juga harus samasama memahami beberapa service level yang harus dicapai.
3.4.
Definisi Persediaan6
Persediaan secara umum dapat diartikan sebagai Stock bahan baku atau
pun peroduk jadi (finish good) untuk mefasilitasi atau memenuhi permintaan
konsumen. Jenis persediaan meliputi bahan baku, work in process, dan finish
goods.
Menurut Shore (1973), persediaan merupakan sumber daya yang
menganggur yang memiliki nilai potensial, defenisi tersebut memasukan tenaga
kerja dan perlengkapan yang menganggur sebagai persediaan.
6
Vincent Gaspersz, 2005, Production Planning and Inventory Control, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, Hal.300.
Universitas Sumatera Utara
3.5.
Perencanaan Persediaan7
Hampir setiap sistem produksi membutuhkan persediaan (inventory).
Dalam perusahaan manufaktur, dibutuhkan persediaan bahan baku, work-inprogress, produk akhir dan supplies. Di perusahaan jasa industri rumah sakit
dibutuhkan persediaan obat-obatan, bahan-bahan makanan, dan peralatan medis.
Di kantor-kantor pemerintahan dibutuhkan persediaan bahan-bahan administrasi
seperti kertas, blanko/formulir, dan peralatan tulis lainnya.
Ada beberapa motif pengadaan persediaan yaitu pelayanan, antisipasi dan
spekulasi. Motif pelayanan berkaitan dengan upaya manajemen untuk selalu dapat
memenuhi permintaan pelanggan yang sewaktu-waktu muncul. Dengan adanya
persediaan, maka hanya permintaan yang bersifat ekstrim yang tidak dapat
dipenuhi. Motif antisipasi berhubungan dengan upaya untuk memenuhi
permintaan di masa yang akan datang yang sifatnya sering tidak menentu. Apabila
permintaan lebih besar dari yang diperkirakan maka kekurangannya akan dipenuhi
dari persediaan. Dengan cara demikian tingkat pelayanan kepada pelanggan dapat
dipertahankan cukup tinggi. Motif spekulasi berhubungan dengan keinginan untuk
mendapatkan keuntungan dari persediaan karena ada dugaan dalam waktu yang
tidak lama akan terjadi kenaikan harga. Persediaan akan dijual apabila harga telah
mengalami kenaikan sehingga keuntungan yang lumayan dapat diperoleh.
Setiap persediaan membawa efek biaya sedangkan keberadaannya tidak
memberikan nilai tambah kepada produksi. Namun demikian, pengadaan
persediaan sering tidak dapat diabaikan karena fungsinya sebagai penyangga
7
Sukaria Sinulingga, 2009,Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Yogyakarta : Graha Ilmu, Hal.
228-229..
Universitas Sumatera Utara
(buffer) dalam memelihara kelancaran proses produksi dan distribusi. Sehubungan
dengan itu, dibutuhkan suatu model tentang jumlah persediaan yang optimum.
3.6.
Joint Economic Lot Sizing (JELS)
Menurut Wenyih Lee8 Joint Economic Lot Sizing adalah sebuah model
perhitungan lot size yang bertujuan untuk menentukan ukuran lot yang optimal
dengan mengintegrasikan lot pesanan bahan baku dari supplier, lot produksi dari
pemanufaktur yang memproduksi dalam batch dengan jumlah tertentu (finite rate)
secara periodik dan mengirimkan produk jadi (finished goods) ke costumer
dengan ukuran lot yang tetap, sehingga costumer memliki demand rate yang
konstan yang dijelaskan pada Gambar 3.2.
order
Supplier
K(n+1)Q/f
order
Manufacturer
Raw
material
Q
Buyer
Finished
goods
(n+1)Q
Gambar 3.2. Model Integrasi Kontrol Persediaan
Di mana :
Q/q
: Jumlah Order ke Konsumen
K(n+1)Qt
: Jumlah dari Supplier
: Feedback Informasi
8
Wenyih Lee, A Joint Economic Lot Size for raw material ordering, manufacturing setup, and
finished good delivering , The I ter atio al Jour al of Ma age e t “cie ce O li e , 2005, hl .
165
Universitas Sumatera Utara
3.7. Langkah Perhitungan Joint Economic Lot Sizing (JELS) 9
Prosedur pencarian solusi optimal menunjukan langkah-langkah yang
digunakan untuk mencari variabel keputusan yang akan memberikan solusi yang
optimal beberapa langkah pencarian varabel keputusan solusi optimal adalah
sebagai berikut :
1.
Menginput nilai variabel yang diperlukan meliputi : jumlah permintaan (D),
jumlah produksi (P), biaya setup produksi (Sv), biaya pemesanan pembeli
(SB), peluang kecacatan produk (x), biaya jaminan produk cacat (v), biaya
pemeriksaan produk akhir (d), biaya backorder (b), biaya penyimpanan
produk oleh vendor (hv), biaya penyimpanan produk oleh pembeli (hB), dan
biaya transportasi (F)
2.
Menentukan nilai E[y], E[y2 ], dan E[(1-y)2]
Di mana nilai Ekspektasi E[y] dapat dihitung dengan cara berikut
1
x
0
f ( y ) { for 0 y x
sebaliknya
X
E[ y ] yf ( y )dy
0
E[ y ]
X
y
x dy
0
x
2
……. (1)
Dan nilai Ekspektasi E[y2] dapat dihitung dengan cara :
9
Jia-Tzer Hsu dan Lie-Fer Hsu, An Integrated Vendor-Buyer Cooperative Inventory Model for
Ite s with I perfect Quality a d Shortage Backorderi g”, Advances in Decision Sciences
(Online), 2012, hlm. 4-11
Universitas Sumatera Utara
X
E[ y 2 ]
2
y f ( y )dy
0
E[ y 2 ]
X
0
y2
dy
x
……. (2)
2
x
3
Nilai Ekspektasi E[(1-y)2] dapat dihitung dengan cara :
X
E[(1 y ) 2 ] (1 y ) 2 f ( y )dy
0
E[(1 y ) 2 ] 1 x
(1 y ) 2
0 x dy
X
……. (3)
x2
3
3.
Penentuan nilai n= i
4.
Menghitung nilai lot gabungan optimum (Q*(n)) dengan persamaan
Q * ( n)
2( Sv S nF ) D
B
h ((n 1)(1 E[ y ]) (2 n)(D / P)) h ( E[(1 y ) 2]
B
v
… (4)
2
n
2]) h B 1 E[ y ]2
2
[
]
2
[
E
y
E
y
(h b)
B
Dengan
D
= jumlah permintaan produk (box/tahun)
P
= jumlah produksi (box/ tahun)
x
= peluang kecacatan produk yang dihasilkan
Q
= ukuran lot pemesanan produk oleh pembeli (box/order)
QP = ukuran batch produksi (box) = nQ
SB = biaya pemesanan produk oleh pembeli (Rp)
Sv = biaya setup produksi (Rp)
hB = biaya penyimpanan produk oleh pembeli (Rp/box.tahun)
hv = biaya penyimpanan produk pemanufaktur (Rp/box.tahun)
Universitas Sumatera Utara
5.
B
= jumlah maksimum backorder (box)
b
= biaya backorder (Rp/box.tahun)
n
= frekuensi pengiriman produk ke pembeli
v
= biaya jaminan produk cacat (Rp/box)
d
= biaya pemeriksaan produk akhir (Rp/box)
F
= biaya transportasi pengiriman produk ke buyer (Rp)
Menghitung nilai B dengan menggunakan persamaan
B * (n) Q(1 E[ y])
hB
(hB b)
……(5)
6.
Menghitung Total biaya (TC) untuk n=1 dengan persamaan
(Sv S B ) D
FD
(vE[y] d)D
QD
( n 1) Q
nQD
nQ(1 - E[y]) Q(1 - E[y]) (1 - E[y]) h v P(1 - E[y]) 2P(1 E[y]) 2
TC (n, Q, B)
2
2
B2
Q(E[y] - E[ y 2 ])
1
B
h B 1 QE[(1 - y) ] 2 B
b
Q(1 E[y])
(1 E[y])
2 Q (1 E [ y ])
2 (1 - E[y])
……… (6)
7.
Kemudian Nilai TC yang didapat dibandingkan dengan nilai TC sebelumnya
yang diperoleh melalui iterasi. Apabila nilai TC saat n=i lebih besar dari pada
nilai TC saat n=i-1, maka perhitungan dilanjutkan ke langkah 9. Apabila nilai
TC ketika n=i lebih rendah dari pada nilai TC ketika n=i-1, maka perhitungan
dilanjutkan ke langkah 8.
8.
Menentukan nilai n=i+1 untuk iterasi baru. Setelah itu mengulangi
perhitungan pada langkah 4 sampai 7.
9.
Diperolehlah nilai n, Q, B, dan Qp yang memberikan nilai TC terendah.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Asia Bina Semesta Abadi yang berlokasi di
Jalan Pulau Pinang Kawasan Industri Medan II, Provinsi Sumatera Utara.
Penelitian yang dilakukan yaitu menghitung persediaan dan jumlah ukuran lot
pada produk air mineral dalam kemasan 200 ml. Waktu penelitian dilakukan pada
Januari 2016 sampai Juni 2016.
4.2.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif bertujuan untuk mendapatkan makna dari suatu masalah yang ingin
dipecahkan dengan interpretasi yang tepat.10
4.3.
Objek Penelitian
Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah produk air mineral dalam
kemasan 200 ml yang diproduksi PT. Asia Bina Semesta Abadi.
10
Moh Nazir. Metode Penelitian. (Cet VI, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 89.
Universitas Sumatera Utara
4.4.
Variabel Operasional Penelitian
Variabel-variabel pada penelitian ini antara lain:
1.
Variabel bebas (independence variable)
Variabel independen yaitu variabel yang mempengaruhi variabel dependen
baik secara positif maupun negatif. Variabel independen dalam penelitian ini
antara lain:
a. Jumlah Permintaan dari buyer kepada perusahaan tiap bulan.
b. Jumlah produksi perusahaan dalam memproduksi sejumlah unit produk dalam
satuan waktu tertentu.
c. Persentase produk cacat terhadap produk yang dihasilkan
d. Biaya - biaya antara lain : biaya pemesanan pembeli, biaya simpan produk
vendor, biaya simpan buyer, biaya transportasi, biaya pemeriksaan produk
akhir, biaya jaminan terhadap kecacatan produk, dan biaya backorder.
2.
Variabel terikat (dependent variable)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat dari variabel bebas. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah
ukuran lot optimum yang diperoleh dengan metode joint economic lot sizing
berdasarkan model vendor managed inventory (VMI).
4.5.
Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan langkah-langkah penelitian yang tersusun
secara sistematis supaya penelitian terarah dan memiliki suatu fokus untuk
mendapatkan hasil yang sesuai tujuan penelitian. Kerangka Berpikir dalam
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini untuk mendapatkan ukuran lot optimum antara vendor dengan buyer
dengan variabel jumlah permintaan, jumlah produksi, persentase produk cacat dan
biaya-biaya yang mempengaruhi.
4.6.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian dapat dilihat pada blok diagram pada Gambar 4.1.
Flowchart dan Stopping rule Metode joint economic lot sizing dapat dilihat pada
Gambar 4.2.
Universitas Sumatera Utara
Mulai
Studi Pendahuluan
Studi Literatur
- Kondisi Perusahaan
- Proses Produksi
- Informasi Pendukung
- Teori Buku
- Referensi Jurnal Penelitian
- Langkah-langkah penyelesaian
Identifikasi Masalah
Terjadi Stock Out maupun Over
Stock
Pengumpulan Data
1.Teknik Wawancara
2. Studi Kepustakaan
Data Sekunder
1. Data Historis biaya pemesanan pembeli dan
tranportasi, biaya penyimpanan pada vendor
dan buyer, biaya backorder,biaya pemeriksaan
produk akhir, dan biaya jaminan
2. Data Historis jumlah persediaan, jumlah
permintaan produk , laju produksi dan
data jumlah kecacatan produk.
Pengolahan Data
1.Perhitungan total biaya optimum
2. Penentuan Joint lot size
3. Pengolahan data dengan analisis sensitivitas
Analisis Pemecahan
Masalah
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 4.1. Blok Diagram Rancangan Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Mulai
Penentuan
Variabel
Biaya
Perhitungan nilai
Ekspektasi E[y],
E[y2 ], dan E[(1-y)2]
Iterasi n=i
Perhitungan nilai lot
gabungan optimum
Q*(n)
Perhitungan biaya
backorder B
Perhitungan biaya
total untuk n=i
n=n+1
Tidak
Optimum?
Ya
Diperoleh lot
optimum
dengan biaya
terendah
Selesai
Gambar 4.2. Flowchart dan Stopping Rule Metode Joint Economic Lot Sizing
Universitas Sumatera Utara
4.7
Pengumpulan Data
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah
berupa:
1. Teknik wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara dengan pihak
manajemen perusahaan untuk memperoleh informasi yang diperlukan guna
pencapaian tujuan penelitian.
2. Studi kepustakaan, yaitu dengan melakukan rekapitulasi jumlah permintaan
(demand) dan persediaan di periode berjalan produk air mineral dalan
kemasan dan dengan mempelajari buku-buku dan jurnal penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan supply chain dengan pendekatan vendor managed
inventory (VMI) sehingga diperoleh kebijakan bersama terhadap Joint
economic lot sizing yang terintegrasi sehingga dapat menekan total biaya
rantai pasok baik biaya persediaan, pengiriman, dan backorder akibat faktor
ketidakpastian.
4.8
Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan Vendor
managed Inventory (VMI):
1. Penentuan model dan algoritma berdasarkan joint economic lot sizing
berdasarkan variabel biaya. Pada tahap ini dilakukan pembentukan model
matematis dan konseptual yang digunakan untuk membuat formulasi
perhitungan dan kriteria kinerja yang akan didefenisikan berupa total cost,
Universitas Sumatera Utara
ordering cost, backorder yang mana turunan total biaya akan menghasilkan
formulasi matematis joint lot size.
2. Penentuan ukuran lot gabungan dengan metode joint economic lot sizing
Pada tahap ini dilakukan perhitungan ukuran lot berdasarkan model matematis
yang telah ditentukan sebelumnya.
3. Analisis Sensitivitas
Model matematis yang telah dihasilkan diuji dengan menggunakan contoh
perhitungan dari hasil penelitian sebelumnya. Tujuannya adalah ingin melihat
sejauh mana perubahan hasil akhir yang diperoleh jika terjadi perubahan pada
beberapa parameter.
4.9
Analisis Pemecahan Masalah
Analisis pemecahan masalah dilakukan terhadap hasil pengolahan data
metode joint economic lot sizing. Perubahan yang terjadi terhadap biaya yang ada
setelah dilakukan pengolahan dan mencari faktor atau variabel yang paling
mempengaruhi perubahan biaya dan ukuran lot yang ada terhadap ukuran lot
gabungan untuk produk air mineral dalam kemasan.
4.10.
Kesimpulan dan Saran
Pengambilan kesimpulan dapat memberikan gambaran secara umum dari
penelitian yang dilakukan. Saran-saran yang diberikan berguna untuk pemberian
saran kepada pihak perusahaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1.
Pengumpulan Data
5.1.1. Data Permintaan, Data Laju Produksi dan Data Jumlah Persediaan
Data total permintaan dan data jumlah produksi produk air mineral dalam
kemasan 200 ml pada bulan Januari 2015 sampai Desember 2015 dapat dilihat
pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Total Permintaan dan Jumlah Produksi Produk Air Mineral
dalam Kemasan 200 ml
Periode
Total Permintaan (box)
Jumlah Produksi (box)
FEBRUARI 2015
24.014
20.367
22.494
21.544
MARET 2015
23.646
22.983
APRIL 2015
21.362
22.446
MEI 2015
22.322
22.287
JUNI 2015
22.143
22.131
JULI 2015
24.133
22.367
AGUSTUS 2015
21.544
23.221
SEPTEMBER 2015
22.184
22.604
OKTOBER 2015
22.660
22.332
NOVEMBER 2015
23.296
22.187
DESEMBER 2015
21.343
22.889
269.014
269.485
JANUARI 2015
Total
Sumber: PT. Asia Bina Semesta Abadi
Universitas Sumatera Utara
5.1.2. Data Persentase Produk Cacat
Persentase Produk cacat adalah perbandingan jumlah produk yang cacat
dibagi dengan keseluruhan produk yang dihasilkan perusahaan. Dalam produksi
air mineral, produk cacat yang dihasilkan lebih dari 5% dari total produksi.
Berikut data jumlah kecacatan yang ada di perusahaan pada Januari 2015 sampai
Desember 2015 pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Persentase Produk Cacat
Produk cacat
(box/bln)
1.304
1.083
Persentase Produk
cacat (%)
MARET 2015
1.270
5,37
APRIL 2015
1.120
5,24
MEI 2015
1.130
5,06
JUNI 2015
1.250
5,65
JULI 2015
1.206
5,00
AGUSTUS 2015
1.119
5,19
SEPTEMBER 2015
1.120
5,05
OKTOBER 2015
1.039
4,58
NOVEMBER 2015
1.140
4,89
DESEMBER 2015
985
4,62
Periode
JANUARI 2015
FEBRUARI 2015
Jumlah
5,43
5,32
13.767
Rata-rata
5,12
Sumber: PT. Asia Bina Semesta Abadi
Universitas Sumatera Utara
5.1.3. Biaya Pemesanan dan Biaya Transportasi
Biaya pemesanan adalah segala biaya yang dikeluarkan oleh pembeli
setiap melakukan pemesanan. Biaya pemesanan yaitu sebesar Rp 200.000. Biaya
transportasi dari vendor ke buyer adalah Rp 1.000.000 tiap pengiriman produk.
5.1.4. Biaya Penyimpanan Persediaan
Biaya penyimpanan adalah biaya yang timbul akibat disimpannya suatu
barang. Biaya penyimpanan terdiri atas biaya pemeliharaan barang, biaya
asuransi, biaya kerusakan, catatan-catatan dan sebagainya. Biaya penyimpanan
produk oleh pemanufaktur sebesar Rp.1.500,-/box.tahun sedangkan biaya
penyimpanan produk oleh pembeli adalah sebesar Rp. 1.500,-/box.tahun.
5.1.5. Biaya Backorder dan Biaya Jaminan
Biaya backorder adalah biaya yang timbul akibat adanya penggantian
produk jadi akibat stock-out. Biaya ini merupakan biaya tambahan dikarenakan
adanya biaya ekstra untuk pengepakan dan pengiriman tambahan. Biaya
ditetapkan oleh pemanufaktur sebesar Rp.2.000,-/box. Biaya jaminan adalah biaya
yang ditetapkan perusahaan untuk menjamin pengembalian produk cacat yaitu
sebesar Rp 8.000,-/box.
5.1.6. Biaya Setup dan Biaya Pemeriksaan
Biaya setup adalah biaya yang dikeluarkan untuk persiapan peralatan
maupun fasilitas untuk dapat berproduksi. Biaya setup ditetapkan
sebesar
Universitas Sumatera Utara
Rp.1.000.000. Biaya pemeriksaan merupakan suatu biaya yang timbul untuk
memeriksa produk, pada pemanufaktur ditetapkan sebesar Rp.1000,-/box.
5.1.7. Data Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi adalah jumlah maksimum output yang dapat
diproduksi atau dihasilkan dalam satuan waktu tertentu. Jumlah hari kerja
disesuaikan dengan bulan yang berlaku dan satu hari kerja terdiri dari 5 jam
pengisian air mineral dalam kemasan dengan 2 lini produksi. Berikut data
kapasitas produksi yang ada di perusahaan pada Januari 2015 sampai Desember
2015 pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Data Kapasitas Produksi
Kapasitas /
jam (cup)
Jumlah Hari
Kerja
JANUARI 2015
5.400
20
Kapasitas /
Bulan
(Box)
22.500
FEBRUARI 2015
5.400
19
21.850
MARET 2015
5.400
21
23.625
APRIL 2015
5.400
21
23.625
MEI 2015
5.400
20
22.500
JUNI 2015
5.400
21
23.625
JULI 2015
5.400
21
23.625
AGUSTUS 2015
5.400
21
23.625
SEPTEMBER 2015
5.400
21
23.625
OKTOBER 2015
5.400
21
23.625
NOVEMBER 2015
5.400
20
22.500
DESEMBER 2015
5.400
21
23.625
Periode
Sumber: PT. Asia Bina Semesta Abadi
Universitas Sumatera Utara
5.2.
Pengolahan Data
5.2.1. Penentuan Ukuran Joint-Lot Optimal dan Biaya Total
Prosedur pencarian solusi optimal menunjukan langkah-langkah yang
digunakan untuk mencari variabel keputusan yang akan memberikan solusi yang
optimal beberapa langkah pencarian variabel keputusan solusi optimal adalah
sebagai berikut :
10. Menginput nilai variabel yang diperlukan meliputi : jumlah permintaan (D),
jumlah produksi (P), biaya setup produksi (Sv), biaya pemesanan pembeli
(SB), peluang kecacatan produk (x), biaya jaminan produk cacat (v), biaya
pemeriksaan produk akhir (d), biaya backorder (b), biaya penyimpanan
produk oleh vendor (hv), biaya penyimpanan produk oleh pembeli (hB), dan
biaya transportasi (F)
11. Menentukan nilai E[y], E[y2 ], dan E[(1-y)2]
Di mana nilai Ekspektasi E[y] dapat dihitung dengan cara berikut
1
x
0
f ( y ) { for 0 y x
dimana
X
E[ y ] yf ( y )dy
0
E[ y ]
X
y
x dy
0
x
2
……. (1)
Nilai Ekspektasi E[y2] dapat dihitung dengan cara :
X
E[ y 2 ]
2
y f ( y )dy
0
E[ y 2 ]
2
x
3
X
0
y2
dy
x
……. (2)
Universitas Sumatera Utara
Nilai Ekspektasi E[(1-y)2] dapat dihitung dengan cara :
X
E[(1 y ) 2 ] (1 y ) 2 f ( y )dy
0
E[(1 y ) 2 ] 1 x
(1 y ) 2
0 x dy
X
……. (3)
x2
3
12. Penentuan nilai n = i dimana
Dengan
n = jumlah pengiriman produk
i = jumlah iterasi
13. Menghitung nilai lot gabungan optimum (Q*(n)) dengan persamaan
Q * ( n)
2( Sv S nF ) D
B
h ((n 1)(1 E[ y ]) (2 n)(D / P)) h ( E[(1 y ) 2]
B
v
… (4)
2
n
h B
2
2
2 E[ y ] 2 E[ y ]) ( b) 1 E[ y ]
hB
Dengan
D
= jumlah permintaan produk (box/tahun)
P
= jumlah produksi (box/ tahun)
x
= peluang kecacatan produk yang dihasilkan
Q
= ukuran lot pemesanan produk oleh pembeli (box/order)
QP = ukuran batch produksi (box) = nQ
SB = biaya pemesanan produk oleh pembeli (Rp)
Sv = biaya setup produksi (Rp)
hB = biaya penyimpanan produk oleh pembeli (Rp/box.tahun)
hv = biaya penyimpanan produk pemanufaktur (Rp/box.tahun)
Universitas Sumatera Utara
B
= jumlah maksimum backorder (box)
b
= biaya backorder (Rp/box.tahun)
n
= frekuensi pengiriman produk ke pembeli
v
= biaya jaminan produk cacat (Rp/box)
d
= biaya pemeriksaan produk akhir (Rp/box)
F
= biaya transportasi pengiriman produk ke buyer (Rp)
14. Menghitung nilai B (jumlah backorder) dengan menggunakan persamaan
B * (n) Q(1 E[ y])
hB
(hB b)
15. Menghitung Total biaya (TC) untuk n=1 dengan persamaan
(Sv S B ) D
FD
(vE[y] d)D
QD
nQD
( n 1) Q
nQ(1 - E[y]) Q(1 - E[y]) (1 - E[y]) h v P(1 - E[y]) 2P(1 E[y]) 2
TC (n, Q, B)
2
2
2
B
Q(E[y] - E[ y 2 ])
1
B
h B 1 QE[(1 - y) ] 2 B
b
(1 E[y])
2 Q (1 E [ y ])
Q(1 E[y])
2 (1 - E[y])
….. (6)
16. Kemudian Nilai TC yang didapat dibandingkan dengan nilai TC sebelumnya
yang diperoleh melalui iterasi. Apabila nilai TC saat n=i lebih rendah dari
pada nilai TC ketika n=i-1, maka perhitungan dilanjutkan ke langkah 8.
Apabila nilai TC saat n=i lebih besar dari pada nilai TC saat n=i-1, maka
perhitungan dilanjutkan ke langkah 9
17. Menentukan nilai n=i+1 untuk iterasi baru. Setelah itu mengulangi
perhitungan dari langkah 4 sampai 7.
18. Diperolehlah nilai n, Q, B, dan Qp yang memberikan nilai TC terendah.
Universitas Sumatera Utara
Dengan mengikuti langkah – langkah tersebut maka untuk n= 25 yaitu:
1.
Langkah Pertama
Menginput nilai variabel yang diperlukan meliputi : jumlah permintaan (D),
jumlah produksi (P), biaya setup produksi (Sv), biaya pemesanan pembeli
(SB), peluang kecacatan produk (x), biaya jaminan produk cacat (v), biaya
pemeriksaan produk akhir (d), biaya backorder (b), biaya penyimpanan
produk oleh vendor (hv), biaya penyimpanan produk oleh pembeli (hB), dan
biaya transportasi (F).
Input data yang ada pada PT Asia Bina Semesta Abadi dapat dilihat pada
Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Rekap Data Eksisting
D
269.014 box/tahun
P
269.485 box/tahun
Sv
Rp 1.000.000
SB
Rp 200.000
x
0,0512
v
Rp 8.000/box
d
Rp 1.000/box
b
hv
Rp 2.000/box
Rp 1.500/box.tahun
hB
Rp 1.500/box.tahun
F
Rp 1.000.000
Sumber: PT. Asia Bina Semesta Abadi
2. Langkah Kedua
Menentukan nilai E[y], E[y2 ], dan E[(1-y)2]
Universitas Sumatera Utara
1
f ( y ) {x for0 y x
0
dimana
X
X
y
E[ y ] yf ( y )dy dy
x
0
0
E[ y ]
x 0,0512
0,0256
2
2
Nilai Ekspektasi E[y2] dapat dihitung dengan cara :
X
X
E[ y 2 ] y 2 f ( y )dy
0
E[ y 2 ]
0
2
y2
dy
x
2
0,0512
x
0,000873813
3
3
Nilai Ekspektasi E[(1-y)2] dapat dihitung dengan cara :
X
X
E[(1 y ) ] (1 y ) f ( y )dy
2
2
0
E[(1 y ) 2 ] 1 x
0
(1 y ) 2
dy
x
2
x
0,05122
1 0,0512
0,949673
3
3
3. Langkah Ketiga
Penentuan Jumlah n=i, awal perhitungan dimulai dari n=1.
4. Langkah Keempat
Perhitungan Q* dengan Persamaan (4):
Q * (25)
2(1.000.000 200.000 (25)(1000.000))269.014
269.014
1.500((25 1)(1 0,0256) (2 25)(
))
269.485
1 1.500[(0,949673 2(0,0256) 2(0,000873813)]
1.5002
2
)(1 0,000873813) )
((
(1.500 2.000)
Q*(25) = 10.890,6 box ≈ 10.891 box
Universitas Sumatera Utara
5. Langkah Kelima
Menghitung nilai B dengan persamaan (5):
B * (25) 10.890,6. (1 - 0,0256)
1.500
(1.500 2.000)
B*(25) = 4.547,9 box ≈ 4.548 box
6. Langkah Keenam
Menghitung Total biaya (TC) untuk n=25 dengan persamaan (6):
(1.000.000 200.000)269.014 (1.000.000)(269.014) (8.000(0,0256) 1.000)269.014
(25)(10.891)(1 - 0,0256)
10.891(1- 0,0256)
(1 - 0,0256)
(10.891)(269.014)
25.(10.891)(269.014)
(25 1)(269.014)
1.500
2
(269.485)(1 - 0,0256) 2(269.485)(1 0,0256)
1 (10.891)(0,949673)
4.5482
2(4.548)
TC (n, Q, B)
(1 - 0,0256)
2
(10.891)(1 0,0256)
1.500
(10.891)[(
0,0256)
0,00087381
3
)]
(1
0,0256)
2
4.548
2.000 1
2 (10.891)(1 0,0256)
TC(n,Q,B) = Rp 339.987.698.
7. Langkah Ketujuh
Kemudian Nilai TC yang didapat dibandingkan dengan nilai TC sebelumnya
yang diperoleh melalui iterasi. Apabila nilai TC saat n=i lebih rendah dari pada
nilai TC ketika n=i-1, maka perhitungan dilanjutkan ke langkah 8. Apabila
nilai TC saat n=i lebih besar dari pada nilai TC saat n=i-1, maka perhitungan
dilanjutkan ke langkah 9
Universitas Sumatera Utara
8. Langkah kedelapan
Menentukan nilai n=i+1 untuk iterasi baru. Setelah itu mengulangi perhitungan
pada langkah 4 sampai 7.
9. Langkah Kesembilan
Diperolehlah nilai n, Q, B, dan Qp yang memberikan nilai TC terendah.
Hasil rekapitulasi untuk n=1 sampai n=26 dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Rekapitulasi Hasil Iterasi Total Cost
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
n (kali)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Q (box)
19.407,8
15.705,0
14.249,0
13.454,5
12.948,2
12.594,1
12.330,4
12.124,9
11.958,9
11.821,3
11.704,6
11.603,7
11.515,2
11.436,5
11.365,7
11.301,4
11.242,5
11.188,1
11.137,6
11.090,4
11.046,1
11.004,2
10.964,5
10.926,7
10.890,6
10.856,1
B (box)
8.104,7
6.558,4
5.950,4
5.618,6
5.407,2
5.259,3
5.149,2
5.063,3
4.994,1
4.936,6
4.887,8
4.845,7
4.808,7
4.775,9
4.746,3
4.719,5
4.694,9
4.672,2
4.651,1
4.631,4
4.612,8
4.595,4
4.578,8
4.563,0
4.547,9
4.533,5
Total Cost
Rp.358.225.774
Rp.349.461.319
Rp.346.071.475
Rp.344.263.447
Rp.343.144.308
Rp.342.388.760
Rp.341.848.990
Rp.341.447.920
Rp.341.141.338
Rp.340.902.043
Rp.340.712.370
Rp.340.560.341
Rp.340.437.547
Rp.340.337.908
Rp.340.256.918
Rp.340.191.166
Rp.340.138.025
Rp.340.095.435
Rp.340.061.761
Rp.340.035.685
Rp.340.016.138
Rp.340.002.239
Rp.339.993.257
Rp.339.988.581
Rp.339.987.698*
Rp.339.990.169**
*Pada Keadaan Optimum
**Iterasi berhenti
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 5.5.dapat dilihat total cost yang optimum pada saat n=
25 dengan jumlah Q(25) = 10.891 box dan jumlah backorder maksimum B(25) =
4.548 box. Grafik biaya total dan frekuensi pengiriman produk untuk n=1 hingga
n= 50 dapat dilihat pada Gambar 5.1.
Universitas Sumatera Utara
Titik Optimum
Sumber : Pengolahan Data
Gambar 5.1. Grafik Total Cost Terhadap Frekuensi Pengiriman Optimum
Universitas Sumatera Utara
Dapat ditentukan TC paling optimum adalah saat n=25 yaitu Q(25) =
10.891 box dan jumlah backorder maksimum B(25) = 4.585 box didapatkan TC=
Rp.339.987.698. Dengan demikian didapatkan Qp= nQ= 25 x 10.891 = 272.265
box.
5.2.2. Perhitungan Biaya Total dengan Kondisi Eksisting
5.2.2.1.Biaya yang Dikeluarkan Pembeli
Untuk menghitung biaya yang dikeluarkan pembeli maka perlu dihitung
lot optimum yang dipesan pembeli dan backorder maksimum yaitu dengan rumus:
QB *
QB *
2( S B F ) D
h B ( E [(1
2
y ) 2 ] 2 E [ y ] 2 E [ ( y ) ])] ((
hB
2
(h B b)
)(1 E [ y ])2
2(200.000 1.000.000)269.014
2
1500
2
1500( 0,949673 2( 0,0256) 2( 0,000813873)] ((
)(1 0, 0256)
(1500 2000)
QB* = 20.629 box
BB * QB * (1 E[ y ]) 2
hB
(hB b)
BB * 20.629 * (1 0,0256) 2
1500
(1500 2000)
BB* = 8.615 box
Universitas Sumatera Utara
Maka diperoleh QB*= 20.629 box dan BB*= 8.615 box dengan biaya total yang
dikeluarkan pembeli dapat dihitung dengan rumus:
1 QE[(1 - y) 2]
D
Q(E[y] - E[ y 2])
FD
dD
B2
SB
h
2B
B 2 (1 - E[y])
Q(1 - E[y]) Q(1 - E[y]) (1 - E[y])
(1 E[y])
Q(1 E[y])
TC (n, Q, B)
B
2
B
1
b 2 Q(1 E[ y ])
(200.000)269.014
(1.000.000)(269.014) (1000)269.014
20.629(1- 0,0256)
(1 - 0,0256)
(20.629)(1- 0,0256)
2
1 (20.629)(0,949673)
8.615
2(8.615)
2
(1
0,0256)
(20.629)(1
0
,
0256
)
TC ( n, Q, B ) 1.500
B
(20.629)[(
0,0256)
0,00087381
3
)]
(1 0,0256)
1
8.6152
2
.
000
2 (20.629)(1 0,0256)
Maka diperoleh Total Cost yang dikeluarkan pembeli yaitu sebesar Rp
277.426.610.
5.2.2.2.Biaya yang Dikeluarkan Vendor
Biaya total yang dikeluarkan vendor dapat dihitung dengan rumus:
S D
TC v (n, Q, B ) v
Q(1
E[y])
vE[y]D
(1 - E[y])
(1.000.000) 269.014
TC v (n, Q, B )
(20.629)(1- 0,0256)
QD
2P(1 - E[y])
hv
(8.000(0,0256))269.014
(1 - 0,0256)
(20.629)(269.014)
2(269.485)(1 0,0256)
1.500
Maka diperoleh Total Cost yang dikeluarkan vendor yaitu sebesar Rp 80.885.906.
Dengan demikian total cost keduanya yaitu sebesar Rp 358.312.516.
Universitas Sumatera Utara
5.2.3.
Pengujian Analisis Sensitivitas
5.2.3.1. Analisis Sensitivitas Pengaruh Kenaikan Jumlah Permintaan
Produk, Jumlah Produksi Produk, Biaya Setup, Biaya Pesan dan
Biaya Transportasi Terhadap Biaya Total dan Lot-Sizing
Besarnya jumlah permintaan produk, jumlah produksi produk, biaya
setup, biaya pesan dan biaya transportasi berpeluang mengalami kenaikan pada
masa yang akan datang. Oleh karena itu dibutuhkan suatu uji sensitivitas terhadap
besarnya jumlah permintaan produk, jumlah produksi produk, biaya setup, biaya
pesan dan biaya transportasi.
Analisis sensitivitas dilakukan dengan menaikkan jumlah permintaan
produk, jumlah produksi produk, biaya setup, biaya pesan dan biaya transportasi
sebesar 5-20% dari keadaan eksisting. Berikut rekapitulasi analisis sensitivitas
pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6. Analisis Sensitivitas Kenaikan Jumlah Permintaan Produk, Jumlah
Produksi Produk, Biaya Setup, Biaya Pesan dan Biaya Transportasi
Terhadap Biaya Total dan Lot-Sizing
Q (box)
B (box)
Total Cost
dengan metode
JELS (Rp)
Total Cost
dengan kondisi
Eksisting (Rp)
25
10.891
4.548
339.987.698
358.312.516
5
25
11.435
4.775
356.987.083
376.228.142
10
25
11.980
5.003
373.986.467
394.143.768
15
25
12.524
5.230
390.985.852
412.059.394
20
25
13.069
5.458
407.985.237
429.975.020
Persentase
Perubahan Nilai
Variabel (%)
0
(kali)
n
Sumber : Pengolahan Data
Universitas Sumatera Utara
5.2.3.2. Analisis Sensitivitas Pengaruh Penurunan Jumlah Permintaan
Produk, Jumlah Produksi Produk, Biaya Pemeriksaan, Biaya
Simpan Vendor, dan Biaya Simpan Buyer Terhadap Biaya Total dan
Lot-Sizing
Besarnya jumlah permintaan produk, jumlah produksi produk, biaya
pemeriksaan, biaya simpan vendor dan biaya simpan buyer berpeluang mengalami
penurunan pada masa yang akan datang. Oleh karena itu dibutuhkan suatu uji
sensitivitas terhadap besarnya jumlah permintaan produk, jumlah produksi
produk, biaya pemeriksaan, biaya simpan vendor dan biaya simpan buyer.
Analisis sensitivitas dilakukan dengan menurukan jumlah permintaan
produk, jumlah produksi produk, biaya pemeriksaan, biaya simpan vendor dan
biaya simpan buyer sebesar 5-20% dari keadaan eksisting. Berikut rekapitulasi
analisis sensitivitas pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Analisis Sensitivitas Penurunan Jumlah Permintaan Produk,
Jumlah Produksi Produk, Biaya Pemeriksaan, Biaya Simpan Vendor, dan
Biaya Simpan Buyer Terhadap Biaya Total dan Lot-Sizing
4.548
Total Cost
dengan metode
JELS (Rp)
339.987.698
Total Cost
dengan kondisi
Eksisting (Rp)
358.312.516
10.853
4.400
310.798.275
328.265.179
25
10.813
4.246
282.895.688
299.502.648
15
25
10.773
4.087
256.279.545
272.024.091
20
26
10.697
3.909
230.950.330
245.828.606
Persentase
Perubahan Nilai
Variabel (%)
0
(kali)
n
Q (box)
B (box)
25
10.891
5
25
10
Sumber : Pengolahan Data
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
6.1.
Analisis Perhitungan Iterasi Ukuran Joint Lot Optimal
Perhitungan ukuran lot yang optimal bertujuan untuk menentukan besar
ukuran lot pengiriman dari vendor ke buyer berdasarkan total cost yang paling
optimum. Berdasarkan perhitungan setelah melakukan iterasi untuk frekuensi
pengiriman n=1 hingga n=26 didapatkan solusi dengan total cost minimum pada
saat n=25 dengan TC=Rp 339.987.698.
Berdasarkan perhitungan optimal didapatkan TC= Rp 339.987.689 dengan
ukuran lot pemesanan produk oleh pembeli (Q) sebesar 10.891 box. Dengan
kondisi jumlah back-order 4.548 box. Ini berarti perusahaan harus melakukan
pengiriman sebanyak 10.891
box dalam 1 kali pemesanan ke pembeli..
Perhitungan total cost yang didapat pada keadaan eksisting di perusahaan sebesar
Rp 358.312.516.bila dibandingkan dengan menggunakan Joint Economic Lot-Size
Rp 339.987.698.perusahaan dapat menghemat biaya sebesar Rp 18.324.819/tahun.
6.2.
Analisis Sensitivitas Kenaikan Berbagai Variabel Terhadap Biaya
Total dan Lot Size
Analisis sensitivitas dilakukan dengan menaikkan jumlah permintaan
produk, jumlah produksi produk, biaya setup, biaya pesan dan biaya transportasi
sebesar 5-20% dari keadaan eksisting. Berikut rekapitulasi analisis sensitivitas
pada Tabel 6.1
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6.1. Analisis Sensitivitas Kenaikan Berbagai Variabel Terhadap Biaya
Total dengan Kondisi Awal dan Selisih Biaya Total Metode JELS dengan
Kondisi Eksisting
Total Cost
Persentase
Perubahan
Nilai Variabel
(%)
n
(kali)
Q (box)
B (box)
dengan
metode JELS
(Rp)
Total Cost
dengan
kondisi
Eksisting
(Rp)
Selisih Total
Selisih Total Cost
Cost dengan
Metode JELS
kondisi awal
dengan Kondisi
(%)
Eksisting (%)
0
25
10.891
4.548
339.987.698
358.312.516
0,00
5,39
5
25
11.435
4.775
356.987.083
376.228.142
5,00
5,39
10
25
11.980
5.003
373.986.467
394.143.768
10,00
5,39
15
25
12.524
5.230
390.985.852
412.059.394
15,00
5,39
20
25
13.069
5.458
407.985.237
429.975.020
20,00
5,39
Sumber : Pengolahan Data
Dapat dilihat pada Tabel 6.1. bahwa kenaikan jumlah permintaan produk,
jumlah produksi produk, biaya setup, biaya pesan dan biaya transportasi
menyebabkan kenaikan pada ukuran lot optimum (Q*),
jumlah maksimum
backorder (B*) dan juga total cost baik dengan metode JELS maupun kondisi
eksisting. Terlihat juga bahwa dengan kenaikan tersebut masih terjadi
penghematan biaya dengan metode JELS sebesar 5,39 % dari kondisi eksisting.
Perubahan kenaikan tersebut juga menaikkan total cost sampai kepada 20% dari
kondisi awal.
Universitas Sumatera Utara
6.3.
Analisis Sensitivitas Penurunan Berbagai Variabel Terhadap Biaya
Total dan Lot Size
Analisis sensitivitas dilakukan dengan menurukan jumlah permintaan
produk, jumlah produksi produk, biaya pemeriksaan, biaya simpan vendor dan
biaya simpan buyer sebesar 5-20% dari keadaan eksisting. Berikut rekapitulasi
analisis sensitivitas pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2. Analisis Sensitivitas Penurunan Berbagai Variabel Terhadap
Biaya Total dengan Kondisi Awal dan Selisih Biaya Total Metode JELS
dengan Kondisi Eksisting
Total Cost
Persentase
Perubahan
Nilai Variabel
(%)
n
(kali)
Q (box)
B (box)
dengan
metode JELS
(Rp)
Total Cost
dengan
kondisi
Eksisting
(Rp)
Selisih Total
Selisih Total Cost
Cost dengan
Metode JELS
kondisi awal
dengan Kondisi
(%)
Eksisting (%)
0
25
10.891
4.548
339.987.698
358.312.516
0,00
5,39
5
25
10.853
4.400
310.798.275
328.265.179
-8,59
5,62
10
25
10.813
4.246
282.895.688
299.502.648
-16,79
5,87
15
25
10.773
4.087
256.279.545
272.024.091
-24,62
6,14
20
26
10.697
3.909
230.950.330
245.828.606
-32,07
6,44
Sumber : Pengolahan Data
Dapat dilihat pada Tabel 6.2. bahwa penurunan jumlah permintaan produk,
jumlah produksi produk, biaya pemeriksaan, biaya simpan vendor dan biaya
simpan buyer menyebabkan penurunan pada ukuran lot optimum, menyebabkan
penurunan jumlah maksimum backorder (B*) dan juga total cost baik dengan
metode JELS maupun kondisi eksisting. Terlihat juga bahwa dengan penurunan
tersebut masih terjadi penghematan biaya dengan metode JELS sebesar 5,39% -
Universitas Sumatera Utara
6,44% dari kondisi eksisting. Perubahan penurunan tersebut juga munurunkan
total cost sampai kepada 32,07% dari kondisi awal.
Penentuan joint lot size dengan model vendor managed inventory ini dapat
diterapkan pada PT. Asia Bina Semesta Abadi dikarenakan :
1. Permintaan produk bersifat kontinu setiap bulannya.
Produk tetap dipesan tiap bulannya karena sudah ada kontrak tertentu antara
vendor dengan buyer.
2. Produk yang di pesan hanya 1 jenis produk.
Model ini hanya berlaku kepada penentuan jumlah lot dengan 1 jenis produk
yaitu produk air mineral dalam kemasan 200 ml. Jika perusahaan buyer ingin
memesan produk lain dari vendor maka perlu dihitung lagi lot untuk produk
lain tersebut.
3. Produk cacat dikembalikan dari vendor dalam bentuk biaya
Pihak buyer mengembalikan produk cacat kepada agen vendor yang berada di
kota tempat buyer berada dan dicek kebenarannya. Setelah itu agen dari
vendor mengkonfirmasikan kebenarannya kepada pusat perusahaan dan
produk cacat dikembalikan dalam bentuk biaya.
4. Perusahaan tetap memiliki 2 buyer dengan perusahaan sebagai vendor tunggal.
Model berlaku terhadap single vendor multi buyer, jika pihak buyer mencari
vendor lain sebagai buyer maka model ini tidak dapat digunakan. Namun jika
pihak buyer bertambah maka perlu dihitung lagi lot gabungan untuk buyer
baru tersebut.
Universitas Sumatera Utara
6.4.
Efek Hasil Penelitian Bila Diterapkan
Penerapan
hasil
dari
penelitian
bila
diimplementasikan
dapat
menyebabkan hal positif maupun hal negatif. kemungkinan penerapan hasil
penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3. Kemungkinan Penerapan Hasil Penelitian
Keterangan
Eksisting
Metode JELS
Frekuensi Pengiriman
52 kali pengiriman
25 kali pengiriman
Total Pengiriman
269.485 box
272.265 box
Total Biaya
Rp. 358.312.516
Rp. 339.987.698
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan Tabel 6.3. dapat dilihat bahwa terjadi pengurangan
frekuensi pengiriman, penambahan total pengiriman dan terjadi penghematan
biaya Rp. 18.324.819. atau sebesar 5,39 %.
Setelah dilakukan analisis
sensitivitas, model ini dapat digunakan bila terjadi kenaikan maupun penurunan
biaya – biaya pada masa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1.
Kesimpulan
Berdasakan analisis pengolahan dan pembahasan data, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan, yaitu:
1.
Perusahaan (vendor) harus melakukan pengiriman sebanyak 25 kali dimana
jumlah lot tiap kali pengiriman yaitu sebanyak 10.891 box.
2.
Dengan memperbolehkan jumlah backorder sebanyak 4.548 box perusahaan
masih dapat menghemat sebesar Rp 18.324.819/tahun dengan total cost pada
keadaan eksisting sebesar Rp 358.312.516 menjadi Rp 339.897.698.
3.
Analisis sensitivitas peningkatan maupun penurunan parameter juga akan
menghasilkan penghematan antara metode JELS dengan kondisi eksisting.
7.2.
Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan kepada perusahaan agar penerapan
metode Joint Economic Lot Sizing dapat memberikan hasil yang optimal,
diantaranya adalah:
1.
Perusahaan
sebaiknya
menyiapkan
sarana-sarana
pendukung
untuk
implementasi metode ini seperti adanya komunikasi yang baik antara
perusahaan (vendor) dan perusahaan pembeli (buyer).
2.
Sebaiknya perusahaan melakukan sosialisasi metode Joint Economic Lot
Sizing kepada karyawan agar tercipta pengetahuan dan pemahaman yang
Universitas Sumatera Utara
cukup mengenai penggunaan metode Joint Economic Lot Sizing dan
pendekatan Vendor Managed Inventory.
3.
Perusahaan sebaiknya melakukan evaluasi berkala terhadap kinerja sistem
distribusi yang dihasilkan melalui penggunaan metode Joint Economic Lot
Sizing untuk mengawasi pelaksanaan Joint Economic Lot Sizing.
Universitas Sumatera Utara
LANDASAN TEORI
3.1.
Supply Chain3
Supply chain adalah jaringan perusahaan yang secara bersama-sama
bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai
akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik,
distributor, toko atau ritel, serta perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa
logistik.
Pada suatu supply chain biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola.
Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir
(downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier ke
pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor, lalu ke
pengecer atau ritel, kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua adalah aliran uang
dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran
informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Informasi
tenteng persediaan produk yang masih ada di masing-masing supermarket sering
dibutuhkan oleh distributor maupun pabrik. Informasi tentang ketersediaan
kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga sering dibutuhkan oleh pabrik.
Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering dibutuhkan oleh
perusahaan yang mengirim maupun menerima. Perusahaan pengapalan harus
membagi informasi seperti ini supaya pihak-pihak yang berkepentingan bisa
3
I Nyoman Pujawan, 2005. Supply Chain Management, Edisi Pertama, Surabaya: Penerbit Guna
Widya, hlm. 5
Universitas Sumatera Utara
memonitor untuk kepentingan perencanaan yang lebih akurat. Gambar 3.1.
memberikan ilustrasi konseptual sebuah supply chain.
Finansial : invoice, term pembayaran
Material : bahan baku, komponen, produk jadi
Informasi : kapasitas, status pengiriman, quotation
Supplier
Tier 2
Supplier
Tier 1
Manufacturer
Distributor
Ritel/
Toko
Finansial : pembayaran
Material : retur, recycle, repair
Informasi : order, ramalan, RFQ / RFP
Gambar 3.1. Simplifikasi Model Supply Chain dan 3 Macam Aliran yang
Dikelola
3.2.
Supply Chain Management4
Istilah SCM pertama kali dikemukakan oleh Oliver & Weber pada tahun
1982 (cf. Oliver & Weber, 1982; Lambert et al. 1998). Kalau supply chain adalah
jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok
bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir,
SCM adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaanya. Namun perlu
ditekankan SCM menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan
dasar semangat kolaborasi. Ada beberapa definisi tentang SCM. Misalnya, the
Council of Logistics Management memberikan definisi berikut:
4
Ibid. 2005. Hlm 7
Universitas Sumatera Utara
Supply Chain Management is the systematic, strategic coordination of the
traditional business functions within a particular company and across businesses
within the supply chain for the purpose of improving the long-term performance
of the individual company and the supply chain as well.
Jadi, supply chain management tidak hanya berorientasi pada urusan
internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut
hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner. Perusahaan-perusahaan yang
berada suatu supply chain pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir yang
sama, mereka harus bekerjasama untuk membuat produk yang murah,
mengirimkannya tepat waktu, dan dengan kualitas yang bagus. Hanya dengan
kerjasama antara elemen-elemen pada supply chain tujuan tersebut akan bisa
dicapai. Oleh karena itu, cukup tepat kalau banyak orang mengatakan bahwa
persaingan dewasa ini bukan lagi antara satu perusahaan dengan perusahaan yang
lain, tetapi antara supply chain yang satu dengan supply chain yang lain.
3.3.
Vendor Managed Inventory (VMI)5
Secara tradisional, perusahaan pembeli selalu menentukan waktu dan
ukuran pesanan berdasarkan informasi yang mereka miliki. Pemasok akan
merespon permintaan tersebut secara pasif, tanpa mencari tahu lebih lanjut kenapa
perusahaan pembeli memesan sejumlah tersebut. Praktek di atas mengakibatkan
inefisiensi karena beberapa alasan. Pertama, pemasok tidak mendapat cukup
‘early signal’ dari pembeli akan jumlah dan waktu pesanan. Akibatnya, pemasok
5
Ibid. 2005. Hlm 123-124
Universitas Sumatera Utara
meramalkan apa, kapan, dan berapa yang akan dipesan oleh pembeli. Ini tentu
mengakibatkan pemasok harus menyimpan persediaan lebih banyak untuk
mengantisipasi ketidakpastian pesanan dari pelanggan atau pembeli. Kedua,
pemasok sering harus mengubah jadwal produksi secara tiba-tiba karena apa yang
diminta pelanggan tiba-tiba berubah dari apa yang diperkirakan oleh pemasok
atau karena pelanggan yang lebih penting tiba-tiba melakukan pesanan mendadak
sehingga produksi untuk memenuhi pesanan dari pelanggan ‘kelas dua’ terpaksa
dijadwal ulang. Perubahan pada jadwal produksi selanjutnya mengakibatkan
perubahan pada kebutuhan bahan baku, komponen, maupun jam kerja. Perubahan
yang terlalu sering pada jadwal produksi bisa mengakibatkan apa yang dinamakan
‘schedule nervousness’. Di samping inefisiensi, fenomena di atas juga
mengakibatkan service level yang rendah karena banyak permintaan yang tidak
akan bisa dipenuhi tepat waktu.
Sebagai jawaban terhadap beberapa masalah tersebut, dewasa ini banyak
perusahaan yang mengubah praktek di atas dengan model yang dinamakan vendor
managed inventory (VMI). Pada model ini perusahaan pembeli tidak lagi
memutuskan apa, kapan, dan berapa yang akan dipesan, melainkan hanya
memberikan informasi permintaan dari pelanggan mereka, persediaan yang
tersisa, serta informasi lain seperti rencana promosi atau kegiatan lain yang bisa
mempengaruhi penjualan di masa akan datang. Kalau perusahaan pembeli yang
dimaksud disini adalah perusahaan manufaktur, informasi permintaan yang
dimaksud mungkin berupa informasi kebutuhan mereka terhadap bahan baku atau
komponen dalam beberapa periode mendatang. Dengan mengetahui informasi
Universitas Sumatera Utara
tersebut, pemasok akan menentukan sendiri waktu dan jumlah pengiriman ke
perusahaan pembeli. Tentu pembeli juga harus memberikan indikasi berapa
minimum dan maksimum persediaan yang mereka harapkan.
Diperlukan koordinasi dan pertukaran informasi yang lancar antara kedua
belah pihak untuk menjamin VMI ini berjalan dengan baik. Mereka yang sukses
menerapkan program VMI adalah yang memiliki infrastruktur komunikasi dan
informasi yang bagus sehingga pembeli bisa memberikan data penjualan maupun
persediaan dari waktu ke waktu secara real time. Pemasok juga harus punya
kemampuan
untuk
mengambil
keputusdan
pengiriman
dengan
tepat.
Kemasmpuan unttuk menganalisis pola permintaan, lead time pengiriman, dan
meramalkan permintaan perlu dimiliki oleh pemasok. Mereka juga harus samasama memahami beberapa service level yang harus dicapai.
3.4.
Definisi Persediaan6
Persediaan secara umum dapat diartikan sebagai Stock bahan baku atau
pun peroduk jadi (finish good) untuk mefasilitasi atau memenuhi permintaan
konsumen. Jenis persediaan meliputi bahan baku, work in process, dan finish
goods.
Menurut Shore (1973), persediaan merupakan sumber daya yang
menganggur yang memiliki nilai potensial, defenisi tersebut memasukan tenaga
kerja dan perlengkapan yang menganggur sebagai persediaan.
6
Vincent Gaspersz, 2005, Production Planning and Inventory Control, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, Hal.300.
Universitas Sumatera Utara
3.5.
Perencanaan Persediaan7
Hampir setiap sistem produksi membutuhkan persediaan (inventory).
Dalam perusahaan manufaktur, dibutuhkan persediaan bahan baku, work-inprogress, produk akhir dan supplies. Di perusahaan jasa industri rumah sakit
dibutuhkan persediaan obat-obatan, bahan-bahan makanan, dan peralatan medis.
Di kantor-kantor pemerintahan dibutuhkan persediaan bahan-bahan administrasi
seperti kertas, blanko/formulir, dan peralatan tulis lainnya.
Ada beberapa motif pengadaan persediaan yaitu pelayanan, antisipasi dan
spekulasi. Motif pelayanan berkaitan dengan upaya manajemen untuk selalu dapat
memenuhi permintaan pelanggan yang sewaktu-waktu muncul. Dengan adanya
persediaan, maka hanya permintaan yang bersifat ekstrim yang tidak dapat
dipenuhi. Motif antisipasi berhubungan dengan upaya untuk memenuhi
permintaan di masa yang akan datang yang sifatnya sering tidak menentu. Apabila
permintaan lebih besar dari yang diperkirakan maka kekurangannya akan dipenuhi
dari persediaan. Dengan cara demikian tingkat pelayanan kepada pelanggan dapat
dipertahankan cukup tinggi. Motif spekulasi berhubungan dengan keinginan untuk
mendapatkan keuntungan dari persediaan karena ada dugaan dalam waktu yang
tidak lama akan terjadi kenaikan harga. Persediaan akan dijual apabila harga telah
mengalami kenaikan sehingga keuntungan yang lumayan dapat diperoleh.
Setiap persediaan membawa efek biaya sedangkan keberadaannya tidak
memberikan nilai tambah kepada produksi. Namun demikian, pengadaan
persediaan sering tidak dapat diabaikan karena fungsinya sebagai penyangga
7
Sukaria Sinulingga, 2009,Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Yogyakarta : Graha Ilmu, Hal.
228-229..
Universitas Sumatera Utara
(buffer) dalam memelihara kelancaran proses produksi dan distribusi. Sehubungan
dengan itu, dibutuhkan suatu model tentang jumlah persediaan yang optimum.
3.6.
Joint Economic Lot Sizing (JELS)
Menurut Wenyih Lee8 Joint Economic Lot Sizing adalah sebuah model
perhitungan lot size yang bertujuan untuk menentukan ukuran lot yang optimal
dengan mengintegrasikan lot pesanan bahan baku dari supplier, lot produksi dari
pemanufaktur yang memproduksi dalam batch dengan jumlah tertentu (finite rate)
secara periodik dan mengirimkan produk jadi (finished goods) ke costumer
dengan ukuran lot yang tetap, sehingga costumer memliki demand rate yang
konstan yang dijelaskan pada Gambar 3.2.
order
Supplier
K(n+1)Q/f
order
Manufacturer
Raw
material
Q
Buyer
Finished
goods
(n+1)Q
Gambar 3.2. Model Integrasi Kontrol Persediaan
Di mana :
Q/q
: Jumlah Order ke Konsumen
K(n+1)Qt
: Jumlah dari Supplier
: Feedback Informasi
8
Wenyih Lee, A Joint Economic Lot Size for raw material ordering, manufacturing setup, and
finished good delivering , The I ter atio al Jour al of Ma age e t “cie ce O li e , 2005, hl .
165
Universitas Sumatera Utara
3.7. Langkah Perhitungan Joint Economic Lot Sizing (JELS) 9
Prosedur pencarian solusi optimal menunjukan langkah-langkah yang
digunakan untuk mencari variabel keputusan yang akan memberikan solusi yang
optimal beberapa langkah pencarian varabel keputusan solusi optimal adalah
sebagai berikut :
1.
Menginput nilai variabel yang diperlukan meliputi : jumlah permintaan (D),
jumlah produksi (P), biaya setup produksi (Sv), biaya pemesanan pembeli
(SB), peluang kecacatan produk (x), biaya jaminan produk cacat (v), biaya
pemeriksaan produk akhir (d), biaya backorder (b), biaya penyimpanan
produk oleh vendor (hv), biaya penyimpanan produk oleh pembeli (hB), dan
biaya transportasi (F)
2.
Menentukan nilai E[y], E[y2 ], dan E[(1-y)2]
Di mana nilai Ekspektasi E[y] dapat dihitung dengan cara berikut
1
x
0
f ( y ) { for 0 y x
sebaliknya
X
E[ y ] yf ( y )dy
0
E[ y ]
X
y
x dy
0
x
2
……. (1)
Dan nilai Ekspektasi E[y2] dapat dihitung dengan cara :
9
Jia-Tzer Hsu dan Lie-Fer Hsu, An Integrated Vendor-Buyer Cooperative Inventory Model for
Ite s with I perfect Quality a d Shortage Backorderi g”, Advances in Decision Sciences
(Online), 2012, hlm. 4-11
Universitas Sumatera Utara
X
E[ y 2 ]
2
y f ( y )dy
0
E[ y 2 ]
X
0
y2
dy
x
……. (2)
2
x
3
Nilai Ekspektasi E[(1-y)2] dapat dihitung dengan cara :
X
E[(1 y ) 2 ] (1 y ) 2 f ( y )dy
0
E[(1 y ) 2 ] 1 x
(1 y ) 2
0 x dy
X
……. (3)
x2
3
3.
Penentuan nilai n= i
4.
Menghitung nilai lot gabungan optimum (Q*(n)) dengan persamaan
Q * ( n)
2( Sv S nF ) D
B
h ((n 1)(1 E[ y ]) (2 n)(D / P)) h ( E[(1 y ) 2]
B
v
… (4)
2
n
2]) h B 1 E[ y ]2
2
[
]
2
[
E
y
E
y
(h b)
B
Dengan
D
= jumlah permintaan produk (box/tahun)
P
= jumlah produksi (box/ tahun)
x
= peluang kecacatan produk yang dihasilkan
Q
= ukuran lot pemesanan produk oleh pembeli (box/order)
QP = ukuran batch produksi (box) = nQ
SB = biaya pemesanan produk oleh pembeli (Rp)
Sv = biaya setup produksi (Rp)
hB = biaya penyimpanan produk oleh pembeli (Rp/box.tahun)
hv = biaya penyimpanan produk pemanufaktur (Rp/box.tahun)
Universitas Sumatera Utara
5.
B
= jumlah maksimum backorder (box)
b
= biaya backorder (Rp/box.tahun)
n
= frekuensi pengiriman produk ke pembeli
v
= biaya jaminan produk cacat (Rp/box)
d
= biaya pemeriksaan produk akhir (Rp/box)
F
= biaya transportasi pengiriman produk ke buyer (Rp)
Menghitung nilai B dengan menggunakan persamaan
B * (n) Q(1 E[ y])
hB
(hB b)
……(5)
6.
Menghitung Total biaya (TC) untuk n=1 dengan persamaan
(Sv S B ) D
FD
(vE[y] d)D
QD
( n 1) Q
nQD
nQ(1 - E[y]) Q(1 - E[y]) (1 - E[y]) h v P(1 - E[y]) 2P(1 E[y]) 2
TC (n, Q, B)
2
2
B2
Q(E[y] - E[ y 2 ])
1
B
h B 1 QE[(1 - y) ] 2 B
b
Q(1 E[y])
(1 E[y])
2 Q (1 E [ y ])
2 (1 - E[y])
……… (6)
7.
Kemudian Nilai TC yang didapat dibandingkan dengan nilai TC sebelumnya
yang diperoleh melalui iterasi. Apabila nilai TC saat n=i lebih besar dari pada
nilai TC saat n=i-1, maka perhitungan dilanjutkan ke langkah 9. Apabila nilai
TC ketika n=i lebih rendah dari pada nilai TC ketika n=i-1, maka perhitungan
dilanjutkan ke langkah 8.
8.
Menentukan nilai n=i+1 untuk iterasi baru. Setelah itu mengulangi
perhitungan pada langkah 4 sampai 7.
9.
Diperolehlah nilai n, Q, B, dan Qp yang memberikan nilai TC terendah.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Asia Bina Semesta Abadi yang berlokasi di
Jalan Pulau Pinang Kawasan Industri Medan II, Provinsi Sumatera Utara.
Penelitian yang dilakukan yaitu menghitung persediaan dan jumlah ukuran lot
pada produk air mineral dalam kemasan 200 ml. Waktu penelitian dilakukan pada
Januari 2016 sampai Juni 2016.
4.2.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif bertujuan untuk mendapatkan makna dari suatu masalah yang ingin
dipecahkan dengan interpretasi yang tepat.10
4.3.
Objek Penelitian
Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah produk air mineral dalam
kemasan 200 ml yang diproduksi PT. Asia Bina Semesta Abadi.
10
Moh Nazir. Metode Penelitian. (Cet VI, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 89.
Universitas Sumatera Utara
4.4.
Variabel Operasional Penelitian
Variabel-variabel pada penelitian ini antara lain:
1.
Variabel bebas (independence variable)
Variabel independen yaitu variabel yang mempengaruhi variabel dependen
baik secara positif maupun negatif. Variabel independen dalam penelitian ini
antara lain:
a. Jumlah Permintaan dari buyer kepada perusahaan tiap bulan.
b. Jumlah produksi perusahaan dalam memproduksi sejumlah unit produk dalam
satuan waktu tertentu.
c. Persentase produk cacat terhadap produk yang dihasilkan
d. Biaya - biaya antara lain : biaya pemesanan pembeli, biaya simpan produk
vendor, biaya simpan buyer, biaya transportasi, biaya pemeriksaan produk
akhir, biaya jaminan terhadap kecacatan produk, dan biaya backorder.
2.
Variabel terikat (dependent variable)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat dari variabel bebas. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah
ukuran lot optimum yang diperoleh dengan metode joint economic lot sizing
berdasarkan model vendor managed inventory (VMI).
4.5.
Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan langkah-langkah penelitian yang tersusun
secara sistematis supaya penelitian terarah dan memiliki suatu fokus untuk
mendapatkan hasil yang sesuai tujuan penelitian. Kerangka Berpikir dalam
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini untuk mendapatkan ukuran lot optimum antara vendor dengan buyer
dengan variabel jumlah permintaan, jumlah produksi, persentase produk cacat dan
biaya-biaya yang mempengaruhi.
4.6.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian dapat dilihat pada blok diagram pada Gambar 4.1.
Flowchart dan Stopping rule Metode joint economic lot sizing dapat dilihat pada
Gambar 4.2.
Universitas Sumatera Utara
Mulai
Studi Pendahuluan
Studi Literatur
- Kondisi Perusahaan
- Proses Produksi
- Informasi Pendukung
- Teori Buku
- Referensi Jurnal Penelitian
- Langkah-langkah penyelesaian
Identifikasi Masalah
Terjadi Stock Out maupun Over
Stock
Pengumpulan Data
1.Teknik Wawancara
2. Studi Kepustakaan
Data Sekunder
1. Data Historis biaya pemesanan pembeli dan
tranportasi, biaya penyimpanan pada vendor
dan buyer, biaya backorder,biaya pemeriksaan
produk akhir, dan biaya jaminan
2. Data Historis jumlah persediaan, jumlah
permintaan produk , laju produksi dan
data jumlah kecacatan produk.
Pengolahan Data
1.Perhitungan total biaya optimum
2. Penentuan Joint lot size
3. Pengolahan data dengan analisis sensitivitas
Analisis Pemecahan
Masalah
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 4.1. Blok Diagram Rancangan Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Mulai
Penentuan
Variabel
Biaya
Perhitungan nilai
Ekspektasi E[y],
E[y2 ], dan E[(1-y)2]
Iterasi n=i
Perhitungan nilai lot
gabungan optimum
Q*(n)
Perhitungan biaya
backorder B
Perhitungan biaya
total untuk n=i
n=n+1
Tidak
Optimum?
Ya
Diperoleh lot
optimum
dengan biaya
terendah
Selesai
Gambar 4.2. Flowchart dan Stopping Rule Metode Joint Economic Lot Sizing
Universitas Sumatera Utara
4.7
Pengumpulan Data
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah
berupa:
1. Teknik wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara dengan pihak
manajemen perusahaan untuk memperoleh informasi yang diperlukan guna
pencapaian tujuan penelitian.
2. Studi kepustakaan, yaitu dengan melakukan rekapitulasi jumlah permintaan
(demand) dan persediaan di periode berjalan produk air mineral dalan
kemasan dan dengan mempelajari buku-buku dan jurnal penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan supply chain dengan pendekatan vendor managed
inventory (VMI) sehingga diperoleh kebijakan bersama terhadap Joint
economic lot sizing yang terintegrasi sehingga dapat menekan total biaya
rantai pasok baik biaya persediaan, pengiriman, dan backorder akibat faktor
ketidakpastian.
4.8
Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan Vendor
managed Inventory (VMI):
1. Penentuan model dan algoritma berdasarkan joint economic lot sizing
berdasarkan variabel biaya. Pada tahap ini dilakukan pembentukan model
matematis dan konseptual yang digunakan untuk membuat formulasi
perhitungan dan kriteria kinerja yang akan didefenisikan berupa total cost,
Universitas Sumatera Utara
ordering cost, backorder yang mana turunan total biaya akan menghasilkan
formulasi matematis joint lot size.
2. Penentuan ukuran lot gabungan dengan metode joint economic lot sizing
Pada tahap ini dilakukan perhitungan ukuran lot berdasarkan model matematis
yang telah ditentukan sebelumnya.
3. Analisis Sensitivitas
Model matematis yang telah dihasilkan diuji dengan menggunakan contoh
perhitungan dari hasil penelitian sebelumnya. Tujuannya adalah ingin melihat
sejauh mana perubahan hasil akhir yang diperoleh jika terjadi perubahan pada
beberapa parameter.
4.9
Analisis Pemecahan Masalah
Analisis pemecahan masalah dilakukan terhadap hasil pengolahan data
metode joint economic lot sizing. Perubahan yang terjadi terhadap biaya yang ada
setelah dilakukan pengolahan dan mencari faktor atau variabel yang paling
mempengaruhi perubahan biaya dan ukuran lot yang ada terhadap ukuran lot
gabungan untuk produk air mineral dalam kemasan.
4.10.
Kesimpulan dan Saran
Pengambilan kesimpulan dapat memberikan gambaran secara umum dari
penelitian yang dilakukan. Saran-saran yang diberikan berguna untuk pemberian
saran kepada pihak perusahaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1.
Pengumpulan Data
5.1.1. Data Permintaan, Data Laju Produksi dan Data Jumlah Persediaan
Data total permintaan dan data jumlah produksi produk air mineral dalam
kemasan 200 ml pada bulan Januari 2015 sampai Desember 2015 dapat dilihat
pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Total Permintaan dan Jumlah Produksi Produk Air Mineral
dalam Kemasan 200 ml
Periode
Total Permintaan (box)
Jumlah Produksi (box)
FEBRUARI 2015
24.014
20.367
22.494
21.544
MARET 2015
23.646
22.983
APRIL 2015
21.362
22.446
MEI 2015
22.322
22.287
JUNI 2015
22.143
22.131
JULI 2015
24.133
22.367
AGUSTUS 2015
21.544
23.221
SEPTEMBER 2015
22.184
22.604
OKTOBER 2015
22.660
22.332
NOVEMBER 2015
23.296
22.187
DESEMBER 2015
21.343
22.889
269.014
269.485
JANUARI 2015
Total
Sumber: PT. Asia Bina Semesta Abadi
Universitas Sumatera Utara
5.1.2. Data Persentase Produk Cacat
Persentase Produk cacat adalah perbandingan jumlah produk yang cacat
dibagi dengan keseluruhan produk yang dihasilkan perusahaan. Dalam produksi
air mineral, produk cacat yang dihasilkan lebih dari 5% dari total produksi.
Berikut data jumlah kecacatan yang ada di perusahaan pada Januari 2015 sampai
Desember 2015 pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Persentase Produk Cacat
Produk cacat
(box/bln)
1.304
1.083
Persentase Produk
cacat (%)
MARET 2015
1.270
5,37
APRIL 2015
1.120
5,24
MEI 2015
1.130
5,06
JUNI 2015
1.250
5,65
JULI 2015
1.206
5,00
AGUSTUS 2015
1.119
5,19
SEPTEMBER 2015
1.120
5,05
OKTOBER 2015
1.039
4,58
NOVEMBER 2015
1.140
4,89
DESEMBER 2015
985
4,62
Periode
JANUARI 2015
FEBRUARI 2015
Jumlah
5,43
5,32
13.767
Rata-rata
5,12
Sumber: PT. Asia Bina Semesta Abadi
Universitas Sumatera Utara
5.1.3. Biaya Pemesanan dan Biaya Transportasi
Biaya pemesanan adalah segala biaya yang dikeluarkan oleh pembeli
setiap melakukan pemesanan. Biaya pemesanan yaitu sebesar Rp 200.000. Biaya
transportasi dari vendor ke buyer adalah Rp 1.000.000 tiap pengiriman produk.
5.1.4. Biaya Penyimpanan Persediaan
Biaya penyimpanan adalah biaya yang timbul akibat disimpannya suatu
barang. Biaya penyimpanan terdiri atas biaya pemeliharaan barang, biaya
asuransi, biaya kerusakan, catatan-catatan dan sebagainya. Biaya penyimpanan
produk oleh pemanufaktur sebesar Rp.1.500,-/box.tahun sedangkan biaya
penyimpanan produk oleh pembeli adalah sebesar Rp. 1.500,-/box.tahun.
5.1.5. Biaya Backorder dan Biaya Jaminan
Biaya backorder adalah biaya yang timbul akibat adanya penggantian
produk jadi akibat stock-out. Biaya ini merupakan biaya tambahan dikarenakan
adanya biaya ekstra untuk pengepakan dan pengiriman tambahan. Biaya
ditetapkan oleh pemanufaktur sebesar Rp.2.000,-/box. Biaya jaminan adalah biaya
yang ditetapkan perusahaan untuk menjamin pengembalian produk cacat yaitu
sebesar Rp 8.000,-/box.
5.1.6. Biaya Setup dan Biaya Pemeriksaan
Biaya setup adalah biaya yang dikeluarkan untuk persiapan peralatan
maupun fasilitas untuk dapat berproduksi. Biaya setup ditetapkan
sebesar
Universitas Sumatera Utara
Rp.1.000.000. Biaya pemeriksaan merupakan suatu biaya yang timbul untuk
memeriksa produk, pada pemanufaktur ditetapkan sebesar Rp.1000,-/box.
5.1.7. Data Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi adalah jumlah maksimum output yang dapat
diproduksi atau dihasilkan dalam satuan waktu tertentu. Jumlah hari kerja
disesuaikan dengan bulan yang berlaku dan satu hari kerja terdiri dari 5 jam
pengisian air mineral dalam kemasan dengan 2 lini produksi. Berikut data
kapasitas produksi yang ada di perusahaan pada Januari 2015 sampai Desember
2015 pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Data Kapasitas Produksi
Kapasitas /
jam (cup)
Jumlah Hari
Kerja
JANUARI 2015
5.400
20
Kapasitas /
Bulan
(Box)
22.500
FEBRUARI 2015
5.400
19
21.850
MARET 2015
5.400
21
23.625
APRIL 2015
5.400
21
23.625
MEI 2015
5.400
20
22.500
JUNI 2015
5.400
21
23.625
JULI 2015
5.400
21
23.625
AGUSTUS 2015
5.400
21
23.625
SEPTEMBER 2015
5.400
21
23.625
OKTOBER 2015
5.400
21
23.625
NOVEMBER 2015
5.400
20
22.500
DESEMBER 2015
5.400
21
23.625
Periode
Sumber: PT. Asia Bina Semesta Abadi
Universitas Sumatera Utara
5.2.
Pengolahan Data
5.2.1. Penentuan Ukuran Joint-Lot Optimal dan Biaya Total
Prosedur pencarian solusi optimal menunjukan langkah-langkah yang
digunakan untuk mencari variabel keputusan yang akan memberikan solusi yang
optimal beberapa langkah pencarian variabel keputusan solusi optimal adalah
sebagai berikut :
10. Menginput nilai variabel yang diperlukan meliputi : jumlah permintaan (D),
jumlah produksi (P), biaya setup produksi (Sv), biaya pemesanan pembeli
(SB), peluang kecacatan produk (x), biaya jaminan produk cacat (v), biaya
pemeriksaan produk akhir (d), biaya backorder (b), biaya penyimpanan
produk oleh vendor (hv), biaya penyimpanan produk oleh pembeli (hB), dan
biaya transportasi (F)
11. Menentukan nilai E[y], E[y2 ], dan E[(1-y)2]
Di mana nilai Ekspektasi E[y] dapat dihitung dengan cara berikut
1
x
0
f ( y ) { for 0 y x
dimana
X
E[ y ] yf ( y )dy
0
E[ y ]
X
y
x dy
0
x
2
……. (1)
Nilai Ekspektasi E[y2] dapat dihitung dengan cara :
X
E[ y 2 ]
2
y f ( y )dy
0
E[ y 2 ]
2
x
3
X
0
y2
dy
x
……. (2)
Universitas Sumatera Utara
Nilai Ekspektasi E[(1-y)2] dapat dihitung dengan cara :
X
E[(1 y ) 2 ] (1 y ) 2 f ( y )dy
0
E[(1 y ) 2 ] 1 x
(1 y ) 2
0 x dy
X
……. (3)
x2
3
12. Penentuan nilai n = i dimana
Dengan
n = jumlah pengiriman produk
i = jumlah iterasi
13. Menghitung nilai lot gabungan optimum (Q*(n)) dengan persamaan
Q * ( n)
2( Sv S nF ) D
B
h ((n 1)(1 E[ y ]) (2 n)(D / P)) h ( E[(1 y ) 2]
B
v
… (4)
2
n
h B
2
2
2 E[ y ] 2 E[ y ]) ( b) 1 E[ y ]
hB
Dengan
D
= jumlah permintaan produk (box/tahun)
P
= jumlah produksi (box/ tahun)
x
= peluang kecacatan produk yang dihasilkan
Q
= ukuran lot pemesanan produk oleh pembeli (box/order)
QP = ukuran batch produksi (box) = nQ
SB = biaya pemesanan produk oleh pembeli (Rp)
Sv = biaya setup produksi (Rp)
hB = biaya penyimpanan produk oleh pembeli (Rp/box.tahun)
hv = biaya penyimpanan produk pemanufaktur (Rp/box.tahun)
Universitas Sumatera Utara
B
= jumlah maksimum backorder (box)
b
= biaya backorder (Rp/box.tahun)
n
= frekuensi pengiriman produk ke pembeli
v
= biaya jaminan produk cacat (Rp/box)
d
= biaya pemeriksaan produk akhir (Rp/box)
F
= biaya transportasi pengiriman produk ke buyer (Rp)
14. Menghitung nilai B (jumlah backorder) dengan menggunakan persamaan
B * (n) Q(1 E[ y])
hB
(hB b)
15. Menghitung Total biaya (TC) untuk n=1 dengan persamaan
(Sv S B ) D
FD
(vE[y] d)D
QD
nQD
( n 1) Q
nQ(1 - E[y]) Q(1 - E[y]) (1 - E[y]) h v P(1 - E[y]) 2P(1 E[y]) 2
TC (n, Q, B)
2
2
2
B
Q(E[y] - E[ y 2 ])
1
B
h B 1 QE[(1 - y) ] 2 B
b
(1 E[y])
2 Q (1 E [ y ])
Q(1 E[y])
2 (1 - E[y])
….. (6)
16. Kemudian Nilai TC yang didapat dibandingkan dengan nilai TC sebelumnya
yang diperoleh melalui iterasi. Apabila nilai TC saat n=i lebih rendah dari
pada nilai TC ketika n=i-1, maka perhitungan dilanjutkan ke langkah 8.
Apabila nilai TC saat n=i lebih besar dari pada nilai TC saat n=i-1, maka
perhitungan dilanjutkan ke langkah 9
17. Menentukan nilai n=i+1 untuk iterasi baru. Setelah itu mengulangi
perhitungan dari langkah 4 sampai 7.
18. Diperolehlah nilai n, Q, B, dan Qp yang memberikan nilai TC terendah.
Universitas Sumatera Utara
Dengan mengikuti langkah – langkah tersebut maka untuk n= 25 yaitu:
1.
Langkah Pertama
Menginput nilai variabel yang diperlukan meliputi : jumlah permintaan (D),
jumlah produksi (P), biaya setup produksi (Sv), biaya pemesanan pembeli
(SB), peluang kecacatan produk (x), biaya jaminan produk cacat (v), biaya
pemeriksaan produk akhir (d), biaya backorder (b), biaya penyimpanan
produk oleh vendor (hv), biaya penyimpanan produk oleh pembeli (hB), dan
biaya transportasi (F).
Input data yang ada pada PT Asia Bina Semesta Abadi dapat dilihat pada
Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Rekap Data Eksisting
D
269.014 box/tahun
P
269.485 box/tahun
Sv
Rp 1.000.000
SB
Rp 200.000
x
0,0512
v
Rp 8.000/box
d
Rp 1.000/box
b
hv
Rp 2.000/box
Rp 1.500/box.tahun
hB
Rp 1.500/box.tahun
F
Rp 1.000.000
Sumber: PT. Asia Bina Semesta Abadi
2. Langkah Kedua
Menentukan nilai E[y], E[y2 ], dan E[(1-y)2]
Universitas Sumatera Utara
1
f ( y ) {x for0 y x
0
dimana
X
X
y
E[ y ] yf ( y )dy dy
x
0
0
E[ y ]
x 0,0512
0,0256
2
2
Nilai Ekspektasi E[y2] dapat dihitung dengan cara :
X
X
E[ y 2 ] y 2 f ( y )dy
0
E[ y 2 ]
0
2
y2
dy
x
2
0,0512
x
0,000873813
3
3
Nilai Ekspektasi E[(1-y)2] dapat dihitung dengan cara :
X
X
E[(1 y ) ] (1 y ) f ( y )dy
2
2
0
E[(1 y ) 2 ] 1 x
0
(1 y ) 2
dy
x
2
x
0,05122
1 0,0512
0,949673
3
3
3. Langkah Ketiga
Penentuan Jumlah n=i, awal perhitungan dimulai dari n=1.
4. Langkah Keempat
Perhitungan Q* dengan Persamaan (4):
Q * (25)
2(1.000.000 200.000 (25)(1000.000))269.014
269.014
1.500((25 1)(1 0,0256) (2 25)(
))
269.485
1 1.500[(0,949673 2(0,0256) 2(0,000873813)]
1.5002
2
)(1 0,000873813) )
((
(1.500 2.000)
Q*(25) = 10.890,6 box ≈ 10.891 box
Universitas Sumatera Utara
5. Langkah Kelima
Menghitung nilai B dengan persamaan (5):
B * (25) 10.890,6. (1 - 0,0256)
1.500
(1.500 2.000)
B*(25) = 4.547,9 box ≈ 4.548 box
6. Langkah Keenam
Menghitung Total biaya (TC) untuk n=25 dengan persamaan (6):
(1.000.000 200.000)269.014 (1.000.000)(269.014) (8.000(0,0256) 1.000)269.014
(25)(10.891)(1 - 0,0256)
10.891(1- 0,0256)
(1 - 0,0256)
(10.891)(269.014)
25.(10.891)(269.014)
(25 1)(269.014)
1.500
2
(269.485)(1 - 0,0256) 2(269.485)(1 0,0256)
1 (10.891)(0,949673)
4.5482
2(4.548)
TC (n, Q, B)
(1 - 0,0256)
2
(10.891)(1 0,0256)
1.500
(10.891)[(
0,0256)
0,00087381
3
)]
(1
0,0256)
2
4.548
2.000 1
2 (10.891)(1 0,0256)
TC(n,Q,B) = Rp 339.987.698.
7. Langkah Ketujuh
Kemudian Nilai TC yang didapat dibandingkan dengan nilai TC sebelumnya
yang diperoleh melalui iterasi. Apabila nilai TC saat n=i lebih rendah dari pada
nilai TC ketika n=i-1, maka perhitungan dilanjutkan ke langkah 8. Apabila
nilai TC saat n=i lebih besar dari pada nilai TC saat n=i-1, maka perhitungan
dilanjutkan ke langkah 9
Universitas Sumatera Utara
8. Langkah kedelapan
Menentukan nilai n=i+1 untuk iterasi baru. Setelah itu mengulangi perhitungan
pada langkah 4 sampai 7.
9. Langkah Kesembilan
Diperolehlah nilai n, Q, B, dan Qp yang memberikan nilai TC terendah.
Hasil rekapitulasi untuk n=1 sampai n=26 dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Rekapitulasi Hasil Iterasi Total Cost
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
n (kali)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Q (box)
19.407,8
15.705,0
14.249,0
13.454,5
12.948,2
12.594,1
12.330,4
12.124,9
11.958,9
11.821,3
11.704,6
11.603,7
11.515,2
11.436,5
11.365,7
11.301,4
11.242,5
11.188,1
11.137,6
11.090,4
11.046,1
11.004,2
10.964,5
10.926,7
10.890,6
10.856,1
B (box)
8.104,7
6.558,4
5.950,4
5.618,6
5.407,2
5.259,3
5.149,2
5.063,3
4.994,1
4.936,6
4.887,8
4.845,7
4.808,7
4.775,9
4.746,3
4.719,5
4.694,9
4.672,2
4.651,1
4.631,4
4.612,8
4.595,4
4.578,8
4.563,0
4.547,9
4.533,5
Total Cost
Rp.358.225.774
Rp.349.461.319
Rp.346.071.475
Rp.344.263.447
Rp.343.144.308
Rp.342.388.760
Rp.341.848.990
Rp.341.447.920
Rp.341.141.338
Rp.340.902.043
Rp.340.712.370
Rp.340.560.341
Rp.340.437.547
Rp.340.337.908
Rp.340.256.918
Rp.340.191.166
Rp.340.138.025
Rp.340.095.435
Rp.340.061.761
Rp.340.035.685
Rp.340.016.138
Rp.340.002.239
Rp.339.993.257
Rp.339.988.581
Rp.339.987.698*
Rp.339.990.169**
*Pada Keadaan Optimum
**Iterasi berhenti
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 5.5.dapat dilihat total cost yang optimum pada saat n=
25 dengan jumlah Q(25) = 10.891 box dan jumlah backorder maksimum B(25) =
4.548 box. Grafik biaya total dan frekuensi pengiriman produk untuk n=1 hingga
n= 50 dapat dilihat pada Gambar 5.1.
Universitas Sumatera Utara
Titik Optimum
Sumber : Pengolahan Data
Gambar 5.1. Grafik Total Cost Terhadap Frekuensi Pengiriman Optimum
Universitas Sumatera Utara
Dapat ditentukan TC paling optimum adalah saat n=25 yaitu Q(25) =
10.891 box dan jumlah backorder maksimum B(25) = 4.585 box didapatkan TC=
Rp.339.987.698. Dengan demikian didapatkan Qp= nQ= 25 x 10.891 = 272.265
box.
5.2.2. Perhitungan Biaya Total dengan Kondisi Eksisting
5.2.2.1.Biaya yang Dikeluarkan Pembeli
Untuk menghitung biaya yang dikeluarkan pembeli maka perlu dihitung
lot optimum yang dipesan pembeli dan backorder maksimum yaitu dengan rumus:
QB *
QB *
2( S B F ) D
h B ( E [(1
2
y ) 2 ] 2 E [ y ] 2 E [ ( y ) ])] ((
hB
2
(h B b)
)(1 E [ y ])2
2(200.000 1.000.000)269.014
2
1500
2
1500( 0,949673 2( 0,0256) 2( 0,000813873)] ((
)(1 0, 0256)
(1500 2000)
QB* = 20.629 box
BB * QB * (1 E[ y ]) 2
hB
(hB b)
BB * 20.629 * (1 0,0256) 2
1500
(1500 2000)
BB* = 8.615 box
Universitas Sumatera Utara
Maka diperoleh QB*= 20.629 box dan BB*= 8.615 box dengan biaya total yang
dikeluarkan pembeli dapat dihitung dengan rumus:
1 QE[(1 - y) 2]
D
Q(E[y] - E[ y 2])
FD
dD
B2
SB
h
2B
B 2 (1 - E[y])
Q(1 - E[y]) Q(1 - E[y]) (1 - E[y])
(1 E[y])
Q(1 E[y])
TC (n, Q, B)
B
2
B
1
b 2 Q(1 E[ y ])
(200.000)269.014
(1.000.000)(269.014) (1000)269.014
20.629(1- 0,0256)
(1 - 0,0256)
(20.629)(1- 0,0256)
2
1 (20.629)(0,949673)
8.615
2(8.615)
2
(1
0,0256)
(20.629)(1
0
,
0256
)
TC ( n, Q, B ) 1.500
B
(20.629)[(
0,0256)
0,00087381
3
)]
(1 0,0256)
1
8.6152
2
.
000
2 (20.629)(1 0,0256)
Maka diperoleh Total Cost yang dikeluarkan pembeli yaitu sebesar Rp
277.426.610.
5.2.2.2.Biaya yang Dikeluarkan Vendor
Biaya total yang dikeluarkan vendor dapat dihitung dengan rumus:
S D
TC v (n, Q, B ) v
Q(1
E[y])
vE[y]D
(1 - E[y])
(1.000.000) 269.014
TC v (n, Q, B )
(20.629)(1- 0,0256)
QD
2P(1 - E[y])
hv
(8.000(0,0256))269.014
(1 - 0,0256)
(20.629)(269.014)
2(269.485)(1 0,0256)
1.500
Maka diperoleh Total Cost yang dikeluarkan vendor yaitu sebesar Rp 80.885.906.
Dengan demikian total cost keduanya yaitu sebesar Rp 358.312.516.
Universitas Sumatera Utara
5.2.3.
Pengujian Analisis Sensitivitas
5.2.3.1. Analisis Sensitivitas Pengaruh Kenaikan Jumlah Permintaan
Produk, Jumlah Produksi Produk, Biaya Setup, Biaya Pesan dan
Biaya Transportasi Terhadap Biaya Total dan Lot-Sizing
Besarnya jumlah permintaan produk, jumlah produksi produk, biaya
setup, biaya pesan dan biaya transportasi berpeluang mengalami kenaikan pada
masa yang akan datang. Oleh karena itu dibutuhkan suatu uji sensitivitas terhadap
besarnya jumlah permintaan produk, jumlah produksi produk, biaya setup, biaya
pesan dan biaya transportasi.
Analisis sensitivitas dilakukan dengan menaikkan jumlah permintaan
produk, jumlah produksi produk, biaya setup, biaya pesan dan biaya transportasi
sebesar 5-20% dari keadaan eksisting. Berikut rekapitulasi analisis sensitivitas
pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6. Analisis Sensitivitas Kenaikan Jumlah Permintaan Produk, Jumlah
Produksi Produk, Biaya Setup, Biaya Pesan dan Biaya Transportasi
Terhadap Biaya Total dan Lot-Sizing
Q (box)
B (box)
Total Cost
dengan metode
JELS (Rp)
Total Cost
dengan kondisi
Eksisting (Rp)
25
10.891
4.548
339.987.698
358.312.516
5
25
11.435
4.775
356.987.083
376.228.142
10
25
11.980
5.003
373.986.467
394.143.768
15
25
12.524
5.230
390.985.852
412.059.394
20
25
13.069
5.458
407.985.237
429.975.020
Persentase
Perubahan Nilai
Variabel (%)
0
(kali)
n
Sumber : Pengolahan Data
Universitas Sumatera Utara
5.2.3.2. Analisis Sensitivitas Pengaruh Penurunan Jumlah Permintaan
Produk, Jumlah Produksi Produk, Biaya Pemeriksaan, Biaya
Simpan Vendor, dan Biaya Simpan Buyer Terhadap Biaya Total dan
Lot-Sizing
Besarnya jumlah permintaan produk, jumlah produksi produk, biaya
pemeriksaan, biaya simpan vendor dan biaya simpan buyer berpeluang mengalami
penurunan pada masa yang akan datang. Oleh karena itu dibutuhkan suatu uji
sensitivitas terhadap besarnya jumlah permintaan produk, jumlah produksi
produk, biaya pemeriksaan, biaya simpan vendor dan biaya simpan buyer.
Analisis sensitivitas dilakukan dengan menurukan jumlah permintaan
produk, jumlah produksi produk, biaya pemeriksaan, biaya simpan vendor dan
biaya simpan buyer sebesar 5-20% dari keadaan eksisting. Berikut rekapitulasi
analisis sensitivitas pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Analisis Sensitivitas Penurunan Jumlah Permintaan Produk,
Jumlah Produksi Produk, Biaya Pemeriksaan, Biaya Simpan Vendor, dan
Biaya Simpan Buyer Terhadap Biaya Total dan Lot-Sizing
4.548
Total Cost
dengan metode
JELS (Rp)
339.987.698
Total Cost
dengan kondisi
Eksisting (Rp)
358.312.516
10.853
4.400
310.798.275
328.265.179
25
10.813
4.246
282.895.688
299.502.648
15
25
10.773
4.087
256.279.545
272.024.091
20
26
10.697
3.909
230.950.330
245.828.606
Persentase
Perubahan Nilai
Variabel (%)
0
(kali)
n
Q (box)
B (box)
25
10.891
5
25
10
Sumber : Pengolahan Data
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
6.1.
Analisis Perhitungan Iterasi Ukuran Joint Lot Optimal
Perhitungan ukuran lot yang optimal bertujuan untuk menentukan besar
ukuran lot pengiriman dari vendor ke buyer berdasarkan total cost yang paling
optimum. Berdasarkan perhitungan setelah melakukan iterasi untuk frekuensi
pengiriman n=1 hingga n=26 didapatkan solusi dengan total cost minimum pada
saat n=25 dengan TC=Rp 339.987.698.
Berdasarkan perhitungan optimal didapatkan TC= Rp 339.987.689 dengan
ukuran lot pemesanan produk oleh pembeli (Q) sebesar 10.891 box. Dengan
kondisi jumlah back-order 4.548 box. Ini berarti perusahaan harus melakukan
pengiriman sebanyak 10.891
box dalam 1 kali pemesanan ke pembeli..
Perhitungan total cost yang didapat pada keadaan eksisting di perusahaan sebesar
Rp 358.312.516.bila dibandingkan dengan menggunakan Joint Economic Lot-Size
Rp 339.987.698.perusahaan dapat menghemat biaya sebesar Rp 18.324.819/tahun.
6.2.
Analisis Sensitivitas Kenaikan Berbagai Variabel Terhadap Biaya
Total dan Lot Size
Analisis sensitivitas dilakukan dengan menaikkan jumlah permintaan
produk, jumlah produksi produk, biaya setup, biaya pesan dan biaya transportasi
sebesar 5-20% dari keadaan eksisting. Berikut rekapitulasi analisis sensitivitas
pada Tabel 6.1
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6.1. Analisis Sensitivitas Kenaikan Berbagai Variabel Terhadap Biaya
Total dengan Kondisi Awal dan Selisih Biaya Total Metode JELS dengan
Kondisi Eksisting
Total Cost
Persentase
Perubahan
Nilai Variabel
(%)
n
(kali)
Q (box)
B (box)
dengan
metode JELS
(Rp)
Total Cost
dengan
kondisi
Eksisting
(Rp)
Selisih Total
Selisih Total Cost
Cost dengan
Metode JELS
kondisi awal
dengan Kondisi
(%)
Eksisting (%)
0
25
10.891
4.548
339.987.698
358.312.516
0,00
5,39
5
25
11.435
4.775
356.987.083
376.228.142
5,00
5,39
10
25
11.980
5.003
373.986.467
394.143.768
10,00
5,39
15
25
12.524
5.230
390.985.852
412.059.394
15,00
5,39
20
25
13.069
5.458
407.985.237
429.975.020
20,00
5,39
Sumber : Pengolahan Data
Dapat dilihat pada Tabel 6.1. bahwa kenaikan jumlah permintaan produk,
jumlah produksi produk, biaya setup, biaya pesan dan biaya transportasi
menyebabkan kenaikan pada ukuran lot optimum (Q*),
jumlah maksimum
backorder (B*) dan juga total cost baik dengan metode JELS maupun kondisi
eksisting. Terlihat juga bahwa dengan kenaikan tersebut masih terjadi
penghematan biaya dengan metode JELS sebesar 5,39 % dari kondisi eksisting.
Perubahan kenaikan tersebut juga menaikkan total cost sampai kepada 20% dari
kondisi awal.
Universitas Sumatera Utara
6.3.
Analisis Sensitivitas Penurunan Berbagai Variabel Terhadap Biaya
Total dan Lot Size
Analisis sensitivitas dilakukan dengan menurukan jumlah permintaan
produk, jumlah produksi produk, biaya pemeriksaan, biaya simpan vendor dan
biaya simpan buyer sebesar 5-20% dari keadaan eksisting. Berikut rekapitulasi
analisis sensitivitas pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2. Analisis Sensitivitas Penurunan Berbagai Variabel Terhadap
Biaya Total dengan Kondisi Awal dan Selisih Biaya Total Metode JELS
dengan Kondisi Eksisting
Total Cost
Persentase
Perubahan
Nilai Variabel
(%)
n
(kali)
Q (box)
B (box)
dengan
metode JELS
(Rp)
Total Cost
dengan
kondisi
Eksisting
(Rp)
Selisih Total
Selisih Total Cost
Cost dengan
Metode JELS
kondisi awal
dengan Kondisi
(%)
Eksisting (%)
0
25
10.891
4.548
339.987.698
358.312.516
0,00
5,39
5
25
10.853
4.400
310.798.275
328.265.179
-8,59
5,62
10
25
10.813
4.246
282.895.688
299.502.648
-16,79
5,87
15
25
10.773
4.087
256.279.545
272.024.091
-24,62
6,14
20
26
10.697
3.909
230.950.330
245.828.606
-32,07
6,44
Sumber : Pengolahan Data
Dapat dilihat pada Tabel 6.2. bahwa penurunan jumlah permintaan produk,
jumlah produksi produk, biaya pemeriksaan, biaya simpan vendor dan biaya
simpan buyer menyebabkan penurunan pada ukuran lot optimum, menyebabkan
penurunan jumlah maksimum backorder (B*) dan juga total cost baik dengan
metode JELS maupun kondisi eksisting. Terlihat juga bahwa dengan penurunan
tersebut masih terjadi penghematan biaya dengan metode JELS sebesar 5,39% -
Universitas Sumatera Utara
6,44% dari kondisi eksisting. Perubahan penurunan tersebut juga munurunkan
total cost sampai kepada 32,07% dari kondisi awal.
Penentuan joint lot size dengan model vendor managed inventory ini dapat
diterapkan pada PT. Asia Bina Semesta Abadi dikarenakan :
1. Permintaan produk bersifat kontinu setiap bulannya.
Produk tetap dipesan tiap bulannya karena sudah ada kontrak tertentu antara
vendor dengan buyer.
2. Produk yang di pesan hanya 1 jenis produk.
Model ini hanya berlaku kepada penentuan jumlah lot dengan 1 jenis produk
yaitu produk air mineral dalam kemasan 200 ml. Jika perusahaan buyer ingin
memesan produk lain dari vendor maka perlu dihitung lagi lot untuk produk
lain tersebut.
3. Produk cacat dikembalikan dari vendor dalam bentuk biaya
Pihak buyer mengembalikan produk cacat kepada agen vendor yang berada di
kota tempat buyer berada dan dicek kebenarannya. Setelah itu agen dari
vendor mengkonfirmasikan kebenarannya kepada pusat perusahaan dan
produk cacat dikembalikan dalam bentuk biaya.
4. Perusahaan tetap memiliki 2 buyer dengan perusahaan sebagai vendor tunggal.
Model berlaku terhadap single vendor multi buyer, jika pihak buyer mencari
vendor lain sebagai buyer maka model ini tidak dapat digunakan. Namun jika
pihak buyer bertambah maka perlu dihitung lagi lot gabungan untuk buyer
baru tersebut.
Universitas Sumatera Utara
6.4.
Efek Hasil Penelitian Bila Diterapkan
Penerapan
hasil
dari
penelitian
bila
diimplementasikan
dapat
menyebabkan hal positif maupun hal negatif. kemungkinan penerapan hasil
penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3. Kemungkinan Penerapan Hasil Penelitian
Keterangan
Eksisting
Metode JELS
Frekuensi Pengiriman
52 kali pengiriman
25 kali pengiriman
Total Pengiriman
269.485 box
272.265 box
Total Biaya
Rp. 358.312.516
Rp. 339.987.698
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan Tabel 6.3. dapat dilihat bahwa terjadi pengurangan
frekuensi pengiriman, penambahan total pengiriman dan terjadi penghematan
biaya Rp. 18.324.819. atau sebesar 5,39 %.
Setelah dilakukan analisis
sensitivitas, model ini dapat digunakan bila terjadi kenaikan maupun penurunan
biaya – biaya pada masa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1.
Kesimpulan
Berdasakan analisis pengolahan dan pembahasan data, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan, yaitu:
1.
Perusahaan (vendor) harus melakukan pengiriman sebanyak 25 kali dimana
jumlah lot tiap kali pengiriman yaitu sebanyak 10.891 box.
2.
Dengan memperbolehkan jumlah backorder sebanyak 4.548 box perusahaan
masih dapat menghemat sebesar Rp 18.324.819/tahun dengan total cost pada
keadaan eksisting sebesar Rp 358.312.516 menjadi Rp 339.897.698.
3.
Analisis sensitivitas peningkatan maupun penurunan parameter juga akan
menghasilkan penghematan antara metode JELS dengan kondisi eksisting.
7.2.
Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan kepada perusahaan agar penerapan
metode Joint Economic Lot Sizing dapat memberikan hasil yang optimal,
diantaranya adalah:
1.
Perusahaan
sebaiknya
menyiapkan
sarana-sarana
pendukung
untuk
implementasi metode ini seperti adanya komunikasi yang baik antara
perusahaan (vendor) dan perusahaan pembeli (buyer).
2.
Sebaiknya perusahaan melakukan sosialisasi metode Joint Economic Lot
Sizing kepada karyawan agar tercipta pengetahuan dan pemahaman yang
Universitas Sumatera Utara
cukup mengenai penggunaan metode Joint Economic Lot Sizing dan
pendekatan Vendor Managed Inventory.
3.
Perusahaan sebaiknya melakukan evaluasi berkala terhadap kinerja sistem
distribusi yang dihasilkan melalui penggunaan metode Joint Economic Lot
Sizing untuk mengawasi pelaksanaan Joint Economic Lot Sizing.
Universitas Sumatera Utara