Penentuan Ukuran Lot Gabungan Single Vendor Multi Buyer Atas Pertimbangan Jumlah Kecacatan Produk Berdasarkan Model Vendor Managed Inventory

(1)

No. Dok.: FM-GKM-TI-TS-01-06A; Tgl. Efektif : 02 Juli 2012; Revisi : 00

J U M L A H K E C A C A T A N P R O D U K

B E R D A S A R K A N M O D E L

VENDOR MANAGED INVENTORY

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

PUTRA JAYA

100403040

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.

Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik di Departemen Teknik Industri, khususnya program studi Reguler Strata Satu, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Judul untuk tugas sarjana ini adalah “Penentuan Ukuran Lot Gabungan Single Vendor Multi Buyer Atas Pertimbangan Jumlah Kecacatan Produk Berdasarkan Model Vendor Managed Inventory”.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas sarjana ini. Penulis juga mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan tugas sarjana ini. Laporan tugas sarjana ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis, jurusan teknik industri, perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dan pembaca lainnya.

Medan, April 2015 Penulis,


(5)

Segala puji dan syukur penulis ucapkan yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk merasakan dan mengikuti pendidikan di Departemen Teknik Industri USU serta telah memberikan nikmat kesehatan dan ilmu kepada penulis selama masa kuliah dan penulisan laporan tugas sarjana ini.

Dalam penulisan tugas sarjana ini penulis telah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa materil, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, M.T., selaku Ketua Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi izin pelaksanaan Tugas Sarjana ini dan Dosen Pembimbing II atas waktu, bimbingan, pengarahan, tuntunan, dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

2. Bapak Ir. Mangara M. Tambunan, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing I atas waktu, bimbingan, pengarahan, tuntunan, dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

3. Seluruh dosen Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dan dosen fakultas lainnya yang telah memberikan pengajaran selama perkuliahan yang menjadi bekal dalam penulisan tugas sarjana ini.


(6)

vi

4. Kedua orangtua tercinta yang tiada hentinya mendukung penulis baik secara moril, doa, maupun materil sehingga tugas sarjana ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari tidak dapat membalas segala kebaikan dan kasih sayang dari keduanya, oleh karena itu izinkanlah penulis memberikan karya ini sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Ibunda dan Ayahanda tercinta. 5. Saudara dan saudari penulis Irfan dan Malinda, Mariana, Jerni Murni, Jerna

Wati, dan Agustina yang telah memberi dukungan dan semangat kepada penulis dalam penulisan tugas sarjana ini.

6. Staff pegawai Teknik Industri, Bang Mijo, Bang Ridho, Kak Dina, Bang Nurmansyah, Kak Rahma, dan Ibu Ani, terimakasih atas bantuannya dalam masalah administrasi untuk melaksanakan tugas sarjana ini.

7. Bapak Sulaiman Ginting selaku Pembimbing Lapangan dan Kepala Pabrik di PT Bamindo Agrapersada yang telah memberikan bantuan berupa waktu, bimbingan, serta informasi dan data selama melakukan penelitian.

8. Sahabat-sahabat terdekat Daniel, Wesley, Erick Pratama, Winda, Diana, Lasmarya Hadi Purwanto, dan Karina Agustin yang juga memberikan motivasi dan semangat bagi penulis.

9. Seluruh keluarga Asisten Laboratorium Komputasi, Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, USU, Robby Hidayat, Calvin Setiawan, Mayang Palupi, Ivana, Aven R.A.V. Tampubolon, Henry Marco Sipayung, Vita Rahmayani, Puja Satria Lie, Melisa, Inka Havvy Stella Sitorus, Jevi Mulyati, Steven, Bryan N. I. Aruan, Askari Muflihin, dan Josep Subastian yang selama


(7)

vii

ini selalu membantu dan mendukung dalam setiap kegiatan perkuliahan, serta memberi semangat dan motivasi dalam penyelesaian laporan ini.

10.Teman-teman seperjuangan dalam penelitian Mayang Palupi dan Aven R.A.V. Tampubolon yang saling membantu dan bekerja sama selama penelitian. 11.Sahabat-sahabat seperjuangan di Departemen Teknik Industri, Lisa Maxel,

Ayu Wintia Azizah, Arie Handoko, Suryadi, Andy, Joseph Kristanto, Jusco, Susanto Salim, Rini Paskah Barus, Nadia Comeneci dan Saryanta Lumbantoruan serta rekan-rekan angkatan 2010 Teknik Industri FT USU (TITEN) yang juga membantu dan memberi dukungan dan semangat selama penelitian.

12.Seluruh pihak yang telah banyak memberi bantuan kepada penulis dalam penyelesaian tugas sarjana ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, MEDAN PENULIS


(8)

DAFTAR ISI

BAB

HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

ABSTRAK ... xx

I PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-5 1.3. Tujuan dan Manfaat ... I-5 1.4. Batasan dan Asumsi Penelitian ... I-6 1.5. Sistematika Penulisan Laporan ... I-7

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1 2.3. Lokasi Perusahaan ... II-1


(9)

ix

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB

HALAMAN

2.4. Daerah Pemasaran ... II-2 2.5. Organisasi dan Manajemen ... II-2 2.5.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-2 2.5.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-5 2.6. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja... II-13 2.6.1. Tenaga Kerja ... II-13 2.6.2. Jam Kerja... II-14 2.6.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya ... II-14 2.7. Proses Produksi ... II-15 2.7.1. Standar Mutu Bahan ... II-16 2.7.2. Bahan-bahan yang Digunakan ... II-17 2.7.3. Uraian Proses Produksi ... II-18 2.8. Mesin dan Peralatan Produksi ... II-19 2.8.1. Mesin Produksi ... II-19 2.8.2. Peralatan (Equipment) ... II-21 2.9. Safety and Fire Protection ... II-21 2.10. Waste Treatment ... II-22

III LANDASAN TEORI ... III-1 3.1 Supply Chain dan Supply Chain Management ... III-1


(10)

x

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB

HALAMAN

3.1.1. Supply Chain ... III-1 3.1.2. Supply Chain Management ... III-2 3.1.3. Vendor Managed Inventory (VMI) ... III-3 3.2. Persediaan... III-7 3.2.1. Definisi Persediaan ... III-7 3.2.2. Perencanaan Persediaan ... III-7 3.3. Lot Sizing ... III-8 3.3.1. Joint Economic Lot Sizing (JELS) ... III-8 3.3.2. Langkah Perhitungan Joint Economic Lot Sizing

(JELS) ... III-10

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Jenis Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Variabel Penelitian ... IV-1 4.5. Kerangka Berpikir ... IV-2 4.6. Rancangan Penelitian ... IV-3 4.7. Pengumpulan Data ... IV-5 4.8. Pengolahan Data ... IV-5


(11)

xi

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB

HALAMAN

4.9. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-6 4.10.Kesimpulan dan Saran... IV-6

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1

5.1.1. Data Permintaan dan Laju Produksi Produk Sumpit

(Chopstick) ... V-1 5.1.2. Data Persentase Produk Cacat ... V-1 5.1.3. Biaya Pemesanan Produk dan Biaya

Transportasi ... V-2 5.1.4. Biaya Penyimpanan Persediaan ... V-2 5.1.5. Biaya Backorder, Biaya Pemeriksaan, dan Biaya

Jaminan ... V-3 5.1.6. Biaya Setup ... V-3 5.2. Pengolahan Data ... V-3 5.2.1. Penetuan Ukuran Joint-Lot Optimal dan Biaya

Total ... V-3 5.2.2. Perhitungan Biaya Total dengan Kondisi

Eksisting ... V-12 5.2.2.1. Biaya yang Dikeluarkan Pembeli ... V-12


(12)

xii

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB

HALAMAN

5.2.2.2. Biaya yang Dikeluarkan Vendor ... V-13 5.2.3. Pengujian Analisis Sensitivitas ... V-13 5.2.3.1. Analisis Sensitivitas Pengaruh Kenaikan

Biaya Setup, Biaya Transportasi, dan Jumlah Permintaan Produk Terhadap

Biaya Total dan Lot-Sizing ... V-13 5.2.3.2. Analisis Sensitivitas Pengaruh

Penurunan Biaya Pemeriksaan, Biaya Simpan Vendor, Biaya Simpan Buyer, dan Jumlah Permintaan Produk Terhadap Biaya Total dan Lot-Sizing ... V-14 5.2.3.3. Analisis Sensitivitas Pengaruh Kenaikan

Biaya Setup, Biaya Transportasi, dan Jumlah Permintaan Produk disertai Penurunan Biaya Pemeriksaan, Biaya Simpan Vendor, dan Biaya Simpan Buyer Terhadap Biaya Total dan

Lot-Sizing ... V-15


(13)

xiii

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB

HALAMAN

5.2.3.4. Analisis Sensitivitas Pengaruh Kenaikan Biaya Setup dan Biaya Transportasi Disertai Penurunan Biaya Pemeriksaan, Biaya Simpan Vendor, Biaya Simpan Buyer, dan Jumlah Permintaan Produk

Terhadap Biaya Total dan Lot-Sizing ... V-16

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1 6.1. Analisis Perhitungan Iterasi Ukuran Joint-Lot Optimal ... VI-1 6.2. Analisis Sensitivitas Pengaruh Kenaikan Biaya Setup,

Biaya Transportasi, dan Jumlah Permintaan Produk

Terhadap Biaya Total dan Lot-Sizing ... VI-3 6.3. Analisis Sensitivitas Pengaruh Penurunan Biaya

Pemeriksaan, Biaya Simpan Vendor, Biaya Simpan Buyer, dan Jumlah Permintaan Produk Terhadap Biaya


(14)

xiv

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB

HALAMAN

6.4. Analisis Sensitivitas Pengaruh Kenaikan Biaya Setup, Biaya Transportasi, dan Jumlah Permintaan Produk disertai Penurunan Biaya Pemeriksaan, Biaya Simpan Vendor, dan Biaya Simpan Buyer Terhadap Biaya Total

dan Lot-Sizing ... VI-14 6.5. Analisis Sensitivitas Pengaruh Kenaikan Biaya Setup

dan Biaya Transportasi Disertai Penurunan Biaya Pemeriksaan, Biaya Simpan Vendor, Biaya Simpan Buyer, dan Jumlah Permintaan Produk Terhadap Biaya

Total dan Lot-Sizing ... VI-14

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.1. Saran ... VII-1

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Data Produksi PT Bamindo Agrapersada (November 2013 –

Oktober 2014) ... I-2 1.2. Jumlah Permintaan, Jumlah Persediaan Sumpit dan

Selisihnya ... I-3 1.3. Jumlah Produk Cacat ... I-4 2.1. Rincian Tenaga Kerja Tetap PT. Bamindo Agrapersada ... II-4 5.1. Jumlah Permintaan, Jumlah Persediaan Sumpit dan Laju

Produksi Sumpit ... V-1 5.2. Jumlah Produk Cacat ... V-2 5.3. Rekap Data Eksisting ... V-7 5.4. Rekapitulasi Hasil Iterasi Total Cost ... V-10 5.5. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Setup, Biaya

Transportasi, dan Jumlah Permintaan Produk Terhadap

Biaya Total dan Lot-Sizing... V-14 5.6. Analisis Sensitivitas Penurunan Biaya Pemeriksaan, Biaya

Simpan Vendor, Biaya Simpan Buyer, dan Jumlah

Permintaan Produk Terhadap Biaya Total dan Lot-Sizing ... V-15


(16)

xvi

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.7. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Setup, Biaya Transportasi, dan Jumlah Permintaan Produk Disertai Penurunan Biaya Pemeriksaan, Biaya Simpan Vendor, dan

Biaya Simpan Buyer Terhadap Biaya Total dan Lot-Sizing ... V-16 5.8. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Setup dan Biaya

Transportasi Disertai Penurunan Biaya Pemeriksaan, Biaya Simpan Vendor, Biaya Simpan Buyer, dan Jumlah

Permintaan Produk Terhadap Biaya Total dan Lot-Sizing ... V-17 6.1. Rekapitulasi Hasil Iterasi Total Cost ... VI-1 6.2. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Setup, Biaya

Transportasi, dan Jumlah Permintaan Produk Terhadap

Biaya Total dan Lot-Sizing... VI-3 6.3. Analisis Sensitivitas Penurunan Biaya Pemeriksaan, Biaya

Simpan Vendor, Biaya Simpan Buyer, dan Jumlah

Permintaan Produk Terhadap Biaya Total dan Lot-Sizing ... VI-5 6.4. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Setup, Biaya

Transportasi, dan Jumlah Permintaan Produk Disertai Penurunan Biaya Pemeriksaan, Biaya Simpan Vendor, dan


(17)

xvii

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

6.5. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Setup dan Biaya Transportasi Disertai Penurunan Biaya Pemeriksaan, Biaya Simpan Vendor, Biaya Simpan Buyer, dan Jumlah


(18)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT Bamindo Agrapersada ... II-3 2.2. Blok Diagram Proses Produksi Sumpit Bambu

(Chopstick) ... II-7 3.1. Simplifikasi Model Supply Chain dan 3 Macam Aliran

yang dikelola ... III-3 3.2. Model Integrasi Jaringan Kerja VMI ... III-9 4.1. Kerangka Berpikir ... IV-3 4.2. Flow Chart Penelitian ... IV-4 4.3. Flow Chart Pengolahan Data ... IV-7 5.1. Grafik Total Cost Terhadap Frekuensi Pengiriman


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Hasil Iterasi Total Cost ... L.1 2. Form Pengumpulan Data ... L.2 3. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab pada PT

Bamindo Agrapersada ... L.3 4. Form Tugas Akhir ... L.4 5. Surat Penjajakan ... L.5 6. Surat Balasan Perusahaan ... L.6 7. Surat Keputusan Tugas Akhir... L.7 8. Lembar Asistensi Dosen Pembimbing ... L.8


(20)

ABSTRAK

PT. Bamindo Agrapersada merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan bambu, menghasilkan produk sumpit (chopstick), tusuk sate, dan kertas sembahyang (Joss Paper) yang berlokasi di Binjai, Sumatera Utara. Permintaan produk sumpit bervariatif tiap bulan dan pada bulan tertentu terjadi penumpukan produk (overstock) sedangkan pada bulan tertentu lainnya terjadi kekurangan persediaan (stockout). Overstock menimbulkan penambahan biaya penyimpanan dan biaya pengawasan pada vendor, sedangkan stock out dapat mengakibatkan kekecewaan pada pelanggan yang pada akhirnya dapat mengurangi jumlah permintaan. Selama ini perusahaan manufaktur (vendor) dan buyer menghitung lot produksi dan lot pemesanan produk sendiri-sendiri dengan mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ukuran lot gabungan yang optimum atas pertimbangan semua variabel biaya yang dikeluarkan baik oleh vendor maupun buyer secara bersamaan dan jumlah kecacatan produk serta kebijakan backorder dengan metode JELS (Joint Economic Lot Sizing) berdasarkan model VMI(Vendor Managed Inventory). Hasil perhitungan JELS menunjukkan lot optimal (Q*) sebesar 2.976 kg, dengan jumlah backorder maksimum yang diperbolehkan dalam sekali pengiriman (B) sebesar 1.500,4 kg dengan frekuensi pengiriman produk ke buyer sebanyak 12 kali.


(21)

ABSTRAK

PT. Bamindo Agrapersada merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan bambu, menghasilkan produk sumpit (chopstick), tusuk sate, dan kertas sembahyang (Joss Paper) yang berlokasi di Binjai, Sumatera Utara. Permintaan produk sumpit bervariatif tiap bulan dan pada bulan tertentu terjadi penumpukan produk (overstock) sedangkan pada bulan tertentu lainnya terjadi kekurangan persediaan (stockout). Overstock menimbulkan penambahan biaya penyimpanan dan biaya pengawasan pada vendor, sedangkan stock out dapat mengakibatkan kekecewaan pada pelanggan yang pada akhirnya dapat mengurangi jumlah permintaan. Selama ini perusahaan manufaktur (vendor) dan buyer menghitung lot produksi dan lot pemesanan produk sendiri-sendiri dengan mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ukuran lot gabungan yang optimum atas pertimbangan semua variabel biaya yang dikeluarkan baik oleh vendor maupun buyer secara bersamaan dan jumlah kecacatan produk serta kebijakan backorder dengan metode JELS (Joint Economic Lot Sizing) berdasarkan model VMI(Vendor Managed Inventory). Hasil perhitungan JELS menunjukkan lot optimal (Q*) sebesar 2.976 kg, dengan jumlah backorder maksimum yang diperbolehkan dalam sekali pengiriman (B) sebesar 1.500,4 kg dengan frekuensi pengiriman produk ke buyer sebanyak 12 kali.


(22)

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Proses regionalisasi (dalam bidang ekonomi) kawasan ASEAN diawali dengan disepakatinya Preferential Trading Agreement (PTA) tahun 1977, dilanjutkan dengan ASEAN Free Trade Area (AFTA) tahun 1992, dan akan berakhir dengan terbentuknya ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015. AFTA merupakan akronim dari ASEAN Free Trade Area adalah bentuk kesepakatan dari negara-negara di ASEAN untuk membentuk sebuah kawasan bebas perdagangan. Tujuannya agar bisa meningkatkan daya saing ekonomi kawasan ASEAN di dunia. Tujuan dibuatnya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 yaitu untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN dan diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi antarnegara ASEAN. Pengusaha/produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya.

Tuntutan pelanggan akan produk berkualitas tinggi menyebabkan perusahaan selalu berkompetisi untuk menjadi yang terbaik. Integrasi teknologi dan informasi memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan


(23)

kemampuan perusahaan dalam bersaing di era globalisasi. Teknologi yang canggih mampu meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas perusahaan.

PT. Bamindo Agrapersada merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan bambu, menghasilkan produk sumpit (chopstick), tusuk sate (BBQ stick), dan kertas sembahyang (joss paper). Data produksi PT Bamindo Agrapersada periode November 2013 – Oktober 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Data Produksi PT Bamindo Agrapersada (November 2013 – Oktober 2014)

No. Jenis Produk Jumlah (Kg)

1. Sumpit (Chopstick) 148.129,6

2. Tusuk Sate (BBQ Stick) 51.235,8

3. Kertas Sembahyang 48.024,7

Sumber: PT. Bamindo Agrapersada

Produk sumpit merupakan produk yang paling banyak diproduksi. Pada bulan tertentu terjadi penumpukan produk (overstock) sedangkan pada bulan tertentu lainnya terjadi kekurangan persediaan (stockout). Selama ini perusahaan manufaktur (vendor) dan buyer menghitung lot produksi dan lot pemesanan produk sendiri-sendiri dengan mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak.

Dalam memproduksi sumpit, PT. Bamindo Agrapersada mempunyai dua perusahaan buyer, yaitu CV. JTS dan CV. RUS. Data permintaan dan persediaan sumpit dapat dilihat pada Tabel 1.2.


(24)

I-3

Tabel 1.2. Jumlah Permintaan, Jumlah Persediaan Sumpit dan Selisihnya

Periode

Jumlah Permintaan (kg)

Total Permintaan

(kg)

Total Persediaan

(kg)

Selisih (kg) JTS (kg) RUS(kg)

November 2013 7.563 4.793 12.356 11.879 (477) Desember 2013 6.548 4.292 10.840 10.495 (345) Januari 2014 7.398 3.841 11.239 10.863 (376) Februari 2014 6.928 2.861 9.789 10.236 447 Maret 2014 7.054 4.267 11.321 12.012 691 April 2014 7.632 3.063 10.695 10.127 (568) Mei 2014 7.891 4.874 12.765 12.329 (436) Juni 2014 7.992 5.310 13.302 12.887 (415)

Juli 2014 6.834 2.140 8.974 9.285 311

Agustus 2014 7.012 4.011 11.023 11.581 558 September 2014 6.534 3.252 9.786 10.097 311 Oktober 2014 6.238 4.645 10.883 11.321 438

Keterangan : JTS = Jaya Tama Sakti RUS = Ramai Usaha Sejahtera Sumber: PT. Bamindo Agrapersada

Dari hasil pengamatan di perusahaan, terjadinya overstock (pada bulan Februari-Maret 2014 dan Juli-Oktober 2014) dan stock out (pada November 2013-Januari 2014 dan April-Juni 2014) disebabkan oleh permintaan yang cenderung berfluktuatif dan variatif. Overstock menimbulkan penambahan biaya penyimpanan dan biaya pengawasan pada vendor, sedangkan stock out dapat mengakibatkan kekecewaan pada pelanggan yang pada akhirnya dapat mengurangi jumlah permintaan. Salah satu model pendekatan yang dapat menentukan ukuran lot dan persediaan yang terintegrasi antara perusahaan dan buyer adalah VMI (Vendor Managed Inventory) dan penetapan ukuran lot bersama dengan metode JELS (Joint Economic Lot Sizing) yang banyak diterapkan pada perusahaan manufaktur dan berdampak dalam mereduksi total biaya yang diperlukan.


(25)

Manfaat VMI telah jelas dirasakan sejak pertama kali pendekatan ini diimplementasikan pada suatu kasus. Pada kenyataannya, VMI dipopulerkan setelah kemitraan yang sukses antara Wal-Mart dan Proctor Gamble pada tahun 1985 (Tyan dan Wee,2003). Sejak saat itu, perusahaan lain seperti Shells Chemicals, HP, Campbell Soup, dan Johnson & Johnson juga mengadopsi pendekatan yang sama (Cetinkaya dan Lee,2000). Keuntungan menerapkan VMI dirasakan sangat signifikan dalam mereduksi biaya persediaan (Williams,2000).1

Periode

Pada kenyataannya dalam industri manufaktur, produk cacat merupakan suatu kejadian yang tidak dapat dihindarkan dan jumlah produksi yang overstock pada perusahaan tentu akan berbanding lurus dengan bertambahnya resiko jumlah produk cacat yang diproduksi. Berdasarkan jumlah produksi pada perusahaan terdapat jumlah kecacatan produk yang dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3. Jumlah Produk Cacat

Produk cacat (kg/bln) Persentase Produk cacat (%)

November 2013 667,8 5,41

Desember 2013 534,6 4,31

Januari 2014 712,9 6,00

Februari 2014 607,8 5,10

Maret 2014 687,1 5,55

April 2014 679,4 5,51

Mei 2014 499,5 4,39

Juni 2014 540,1 4,40

Juli 2014 609,0 4,90

Agustus 2014 783,0 6,05

September 2014 574,5 4,41

Oktober 2014 587,1 4,58

Jumlah 7.482,9

Rata-rata 5,05

Sumber: PT. Bamindo Agrapersada

1

M.A. Darwish dan O.M. Odah, “Vendor managed inventory model for single-vendor multi-retailer supply chains”, Eurpoean Journal of Operation Research, 2010, hlm. 474


(26)

I-5

Kecacatan dapat berupa berserabut, retak, sompel, atau ujung miring. Kecacatan masih dapat diterima perusahaan buyer apabila jumlahnya tidak melebihi 3,5%. Pada kenyataannya perusahaan mengirimkan produk beserta produk cacat yang jumlahnya rata-rata 5,05%.

Dalam penelitian tugas akhir ini model matematis akan diterapkan untuk menentukan ukuran lot yang optimal dengan mengintegrasikan lot produksi dari manufacturer dan lot pengiriman produk ke pembeli dengan mempertimbangkan adanya produk cacat dan backorder policy dengan penerapan model matematis.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan permasalahan adalah ketidakjelasan penentuan ukuran lot optimal yang mengintegrasikan lot produksi dan lot pengiriman produk ke buyer dengan mempertimbangkan adanya produk cacat dan backorder.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan ukuran lot gabungan yang optimal menggunakan metode JELS model VMI sehingga baik perusahaan (vendor) maupun pembeli (buyer) dapat melakukan pengiriman dan pemesanan dengan total cost yang minimum.

Manfaat yang diperoleh dari penelitian adalah sebagai sarana untuk menambah pengalaman dan keterampilan dalam memahami kondisi PT Bamindo


(27)

Agrapersada dan mampu memecahkan masalah persediaan dan ukuran lot optimal dalam pemenuhan order sumpit (chopstick).

1.4. Batasan Masalah dan Asumsi Penelitian

Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian dibatasi hanya pada penentuan Joint economic lot size untuk single vendor multi buyer yang diamati pada PT Bamindo Agrapersada.

2. Dalam penelitian ini tidak dibahas mengenai bagian hulu atau pemasok dan bahan baku yang masuk ke perusahaan.

3. Planning horizon yang ditinjau adalah perencanaan jangka pendek yang dibagi dalam time bucket bulanan dan perencanaan ukuran lot dan sensitivitas.

4. Adanya pertimbangan produk cacat dan kebijakan backorder terletak pada pemanufaktur.

5. Penerapan rumusan model matematis untuk single product dan produk yang diteliti adalah sumpit (chopstick).

Sedangkan asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kondisi perusahaan tidak mengalami perubahan selama proses penelitian

misalnya perusahaan tidak melakukan penambahan atau pengurangan distributor selama penelitian..

2. Permintaan bersifat deterministik.


(28)

I-7

1.5. Sistematika Penulisan Laporan

Sistematika yang digunakan dalam penulisan laporan tugas sarjana ini adalah :

Bab I Pendahuluan, menguraikan latar belakang permasalahan yang mendasari penelitian dilakukan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan dan asumsi yang digunakan dalam penelitian, dan sistematika penulisan tugas sarjana.

Bab II Gambaran umum perusahaan, menguraikan tentang sejarah PT Bamindo Agrapersada, ruang lingkup bidang usaha, stuktur organisasi perusahaan, sistem pengupahan dan fasilitas yang digunakan, proses produksi produk sumpit, serta mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi.

Bab III Landasan Teori, berisi teori mengenai supply chain, konsep persediaan, dan penentuan lot sizing dengan metode JELS.

Bab IV Metodologi Penelitian, menguraikan tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian yaitu persiapan penelitian meliputi penentuan lokasi penelitian, jenis penelitian, objek penelitian, kerangka berpikir, identifikasi variabel penelitian, pengumpulan data sekunder, metode pengolahan data, blok diagram prosedur penelitian, pengolahan data, analisis pemecahan masalah sampai kesimpulan dan saran.

Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data, berisi pengumpulan data historis biaya pengiriman dan persediaan kemudian penetapan biaya total optimum, penentuan ukuran lot gabungan, dan analisis sensitivitas terhadap beberapa parameter.


(29)

Bab VI Analisis Pemecahan Masalah, meliputi analisis perhitungan ukuran lot optimum dan analisis sensitivitas terhadap beberapa parameter.

Bab VII Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil pemecahan masalah dan saran-saran yang bermanfaat bagi perusahaan.


(30)

II-1

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT Bamindo Agrapersada adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan bambu. PT Bamindo Agrapersada berdiri pada tahun 1990 dan pada awalnya hanya mengolah bambu menjadi sumpit. Perusahaan ini mulai memproduksi kertas budaya cina pada tahun 1993 karena adanya permintaan dari Taiwan. Pada awal tahun 1993, perusahaan ini masih menitikberatkan produksi sumpit karena masih minimnya permintaan kertas budaya cina dan minimnya peralatan serta mesin produksi yang digunakan.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT Bamindo Agrapersada bergerak dalam industri pengolahan bambu yang menghasilkan dua jenis produk yaitu sumpit bambu (chopstick), tusuk sate, dan kertas sembahyang (Joss Paper).

2.3. Lokasi Perusahaan

PT Bamindo Agrapersada berlokasi di Jl. Perintis Kemerdekaan No. 155 Binjai, Sumatera Utara dengan total luas areal yaitu 3 Ha.


(31)

2.4. Daerah Pemasaran

Produk kertas sembahyang (Joss Paper) PT Bamindo Agrapersada 100% diekspor ke Negara Taiwan. Sementara chopstick dipasarkan di wilayah Binjai dan Medan.

2.5. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi yang terdapat pada PT Bamindo Agrapersada adalah struktur organisasi campuran lini dan fungsional. Struktur organisasi lini adalah suatu struktur organisasi dimana wewenang dan kebijakan pimpinan atau atasan dilimpahkan pada satuan-satuan organisasi di bawahnya menurut garis vertikal. Sedangkan struktur organisasi fungsional adalah suatu organisasi dimana organisasi diatur berdasarkan pengelompokan aktivitas dan tugas yang sama untuk membentuk unit-unit kerja seperti produksi, operasi, pemasaran, keuangan, personalia yang mememiliki fungsi yang terspesialisasi. Struktur lini terlihat dari pelimpahan wewenang dan kebijakan kepada satuan dibawahnya, sedangkan struktur fungsional terlihat dari misalnya urusan gaji yang akan berhubungan dengan bagian keuangan dan bukan dengan atasan diatasnya. Struktur organisasi PT Bamindo Agrapersada dapat dilihat pada Gambar 2.1. Pembagian tugas dan tanggung jawab pekerja pada PT Bamindo Agrapersada dapat dilihat pada Lampiran 3.


(32)

II-3 Direktur Utama Kepala Pabrik Staf Bagian Administrasi & Personalia Staf Bagian Pembukuan

Staf Asisten Kepala Pabrik Stik bambu (Sumpit dan Tusuk Sate) Staf Bagian Pembelian Teknisi Tenaga Listrik Satpam Teknisi Bagian Bengkel Operator Bagian Gudang Operator Pemotongan Bambu Operator Pembelahan Operator Perautan Operator Pembubutan Operator Pemotongan Stik Bambu Operator Pengikatan Operator Pengasapan Operator Polishing Operator Peruncingan Operator Pemeriksaan Kualitas stik Operator Packaging Operator Packing Ass. Kepala Pabrik Kertas Sembahyang Operator Externaution Operator Chopping Operator Mushing Operator Rolling &

Drying Operator Printing Operator Cutting Operator Packing Joss Paper Keterangan : Lini Fugsional


(33)

II-1 2.6. Tenaga Kerja dan Jam Kerja

Salah satu faktor yang mempunyai peranan penting di dalam menjalankan dan mengendalikan kegiatan guna mencapai tujuan perusahaan ialah tenaga kerja. PT. Bamindo Agrapersada memiliki tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap (karyawan kontrak). Tenaga kerja tetap terdiri dari staf dan kepala bagian. Karyawan kontrak yang merupakan tenaga kerja yang digunakan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati terdiri dari karyawan yang bekerja pada bagian produksi terdiri dari 210 orang. Rincian tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Rincian Tenaga Kerja Tetap PT. Bamindo Agrapersada

No Keterangan Jumlah

(Orang) Total

1 Dewan Direksi 1

2 Sekretariat 1

3 Kepala Pabrik 2

4 Pembukuan 2

5 Pembelian 2

6 Assisten Kepala Pabrik 2

7 Administrasi & Personalia 2

8 Bengkel 5

9 Gudang 3

10 Listrik 2

11 Satpam 3

Total Pekerja 25

12 Pemotongan I 4

13 Pembelahan 4

14 Perautan (Slicer) 4

15 Pembubutan 4

16 Pemotongan II 4

Pengikatan Sumpit 2

17 Pengasapan 4


(34)

II-5

Tabel 2.1. Rincian Tenaga Kerja Tetap PT. Bamindo Agrapersada (Lanjutan)

No Keterangan Jumlah

(Orang) Total

19 Polishing 2

20 Peruncingan 4

21 Pemeriksaan Sumpit 4

22 Packaging 4

23 Packing 4

Total Pekerja Produksi Stik Bambu 45

24 Chopping 25

25 Extenaution 25

26 Mushing 20

27 Rolling & Drying 20

28 Printing 20

29 Cutting 30

30 Packing 25

Total Pekerja Produksi Kertas

Sembahyang 165

Total Pekerja 235

Sumber: PT. Bamindo Agrapersada

Jumlah hari kerja pada bagian produksi stik bambu dan kertas sembahyang PT. Bamindo Agrapersada adalah 6 hari kerja selama seminggu (Senin s/d Sabtu) mulai dari pukul 08.00 WIB – 17.00 WIB.

2.6.1. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya

Sistem pengupahan pada PT. Bamindo Agrapersada diatur berdasarkan status karyawan, yakni karyawan tetap dan borongan. Pemberian upah/gaji pada dasarnya ditetapkan berdasarkan jabatan karyawan yang bersangkutan.


(35)

Pengupahan pada perusahaan ini terdiri atas: 1. Gaji Pokok

2. Insentif

Untuk karyawan yang melakukan kerja lembur akan memperoleh tambahan upah yang dihitung berdasarkan tarif upah lembur (TUL). Selain gaji pokok, perusahaan juga memberikan jaminan sosial dan tunjangan kepada karyawan. Adapun tunjangan yang diberikan antara lain:

a. Tunjangan Hari Raya dan Tahun Baru b. Tanggungan kecelakaan kerja

c. Tunjangan kemalangan, dan lain sebagainya

2.7. Proses Produksi

Proses produksi merupakan suatu cara dan metode untuk menciptakan atau memberikan nilai tambah terhadap suatu barang atau jasa dengan mengggunakan sumber daya (tenaga kerja, mesin, bahan baku, dan dana) yang tersedia. Proses produksi pembuatan sumpit bambu (chopstick) dapat ditunjukkan pada Gambar 2.3.


(36)

II-7

Pemotongan Bambu Pembelahan

Perautan

Pembubutan

Pemotongan Stik

Pengikatan

Pengasapan

Polishing

Peruncingan

Packing Packaging

Gambar 2.2. Blok Diagram Proses Produksi Sumpit Bambu (Chopstick)

2.7.1. Standar Mutu Bahan

PT Bamindo Agrapersada tidak memiliki standar mutu bahan maupun produk yang khusus. Biasanya, PT Bamindo Agrapersada menyesuaikan standar mutu bahan/produk sesuai dengan permintaan pelanggan. Bahan baku yang dipilih perusahaan adalah bambu sedangkan untuk dimensi ukuran, untuk produk sumpit berukuran 25 cm x 0,5 cm dan tusuk sate berukuran 25 cm x 0,25 cm.


(37)

2.7.2. Bahan-bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang akan digunakan untuk proses produksi berupa bahan utama, bahan penolong dan bahan tambahan, bahan-bahan ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan yang diolah secara langsung dalam proses produksi dan mengalami perubahan sifat ataupun bentuk. Bahan baku yang digunakan pada PT Bamindo Agrapersada adalah bambu tua yang bersumber dari daerah Bohorok.

2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan merupakan bahan yang digunakan untuk membantu proses produksi dan merupakan bahan yang bersifat esensial dalam membantu meningkatkan kualitas produk. Bahan tambahan yang digunakan pada produk chopstick ini adalah:

a. Kemasan, yaitu bahan yang digunakan untuk mengemas chopstik, dimana satu kemasan terdiri dari sepasang atau 2 sumpit bambu.

b. Plastik, yaitu bahan yang digunakan untuk membungkus chopstik yang siap untuk dikirim.

3. Bahan Penolong

Bahan penolong merupakan bahan yang digunakan untuk membantu proses produksi dan tidak menjadi bagian yang esensial dari suatu produk. Bahan penolong yang digunakan PT Bamindo Agrapersada adalahtali dan belerang.


(38)

II-9

Tali digunakan untuk memudahkan dalam proses pemanggangan dan belerang digunakan untuk sterilisasi sumpit dalam proses pemanggangan.

2.7.3. Uraian Proses Produksi

Salah satu produk yang diproduksi oleh PT Bamindo Agrapersada adalah chopstick. Adapun proses produksi chopstick dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Batang bambu yang telah dipilih sebelumnya dipotong sesuai ukuran dengan panjang berkisar 1 m dengan menggunakan mesin raw bamboo sawing. 2. Batang bambu yang telah dipotong kemudian dibelah dengan menggunakan

mesin bamboo spliting menjadi bilah-bilah bambu.

3. Bilah bambu tersebut kemudian diraut untuk memisahkan daging dengan kulit bambu pada mesin fixed width slicer.

4. Setelah diraut, bambu kemudian dibubut pada mesin bamboo wool slicer dan dibentuk menjadi potongan-potongan stik.

5. Potongan stik kemudian dipotong menjadi sumpit bambu pada mesin précised cutting dengan panjang 25 cm.

6. Sumpit-sumpit tersebut kemudian diikat dan dimasukkan ke mesin oven pengasapan. Pada mesin oven pengasapan, sumpit dipanggang pada suhu 80º C selama 2 jam dan diasapi dengan asap yang dihasilkan belerang.

7. Setelah diasapi, sumpit kemudian dibuka ikatannya dan dibawa ke mesin stick polishing untuk proses penghilangan abu belerang selama 30 menit.


(39)

8. Setelah sumpit dipolish, kemudian sumpit dimasukkan ke mesin chopstick sharpening untuk diruncingkan ujungnya.

9. Setelah diruncingkan, sumpit kemudian dimasukkan ke mesin chopstick packing untuk dipacking. Dalam 1 kemasan terdapat sepasang sumpit bambu.

10. Setelah dipacking sumpit kemudian dipackaging dalam plastik besar yang kemudian dibawa ke gudang produk jadi untuk disimpan.

2.8. Mesin dan Peralatan Produksi 2.8.1. Mesin Produksi

Mesin-mesin produksi yang digunakan oleh PT Bamindo Agrapersada adalah sebagai berikut :

1. Mesin Raw Bamboo Sawing

Fungsi :Memotong bambu menjadi ukuran tertentu Jumlah : 2 unit

Model :ZG-1

Daya :2.2 KW

Kecepatan poros utama :2550 rpm 2. Mesin Bamboo Spliting

Fungsi : Membelah bambu menjadi beberapa bilah bambu Jumlah : 2 unit


(40)

II-11

Daya : 5,5 KW

Kecepatan poros utama : 1300 rpm 3. Mesin Fixed Width Slicer

Fungsi : Memisahkan kulit dan daging bambu Jumlah : 4 unit

Model : MZP-3 Daya : 10,6 KW

Ketebalan maksimum bambu yang dapat diproses : 25 mm Lebar maksimum bambu yang dapat diproses : 21 mm 4. Mesin Bamboo Wool Slicer

Fungsi : Menghaluskan atau membubut dan membelah bilah bambu menjadi potongan stik bambu panjang.

Jumlah : 4 unit Daya : 9,5 KW

Kecepatan poros utama : 4.600 rpm 5. Mesin Precised Cutting

Fungsi : Memotong potongan stick yang masih panjang menjadi stick berukuran 20 cm.

Jumlah : 2 unit Daya : 1,5 KW

Kecepatan poros utama : 3.000 rpm 6. Oven pengasapan


(41)

Fungsi : menetralkan stick dari bakteri dan jamur. Jumlah : 6 unit

7. Mesin Stick Polishing

Fungsi : menghilangkan abu belerang dari proses pemanggangan Jumlah : 2 unit

Daya : 1,5 KW

8. Mesin Chopstick Sharpening

Fungsi : meruncingkan salah satu sisi stick sumpit Jumlah : 4 unit

Daya : 2,2 KW

Kecepatan poros utama : 5.000 rpm 9. Mesin Chopstick Packing

Fungsi : Mengemas dan mengikat sumpit bambu (chopstick) dalam 1 bag. Jumlah : 2 unit

Daya : 0.37 KW/220V

2.8.2. Peralatan (Equipment)

PT Bamindo Agrapersada memiliki troli yang berfungsi sebagai alat pemindahan bahan dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja yang lainnya.


(42)

II-13

PT Bamindo Agrapersada melengkapi tenaga kerjanya dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dalam menjalankan pekerjaanya. Alat pelindung diri yang digunakan oleh tenaga kerja di PT Bamindo Agrepersada adalah sebagai berikut:

1. Masker

Masker berfungsi untuk melindungi sistem pernafasan tenaga kerja dari serpihan-serpihan halus yang mungkin terhirup saat pembuatan sumpit 0berlangsung.

2. Sepatu pelindung (safety shoes)

Sepatu pelindung digunakan oleh pekerja yang bertugas untuk merendam bambu dan mencampurkannya dengan larutan kimia untuk mencegah terjadinya kontak dengan kulit si pekerja.

2.10. Waste Treatment

Proses produksi sumpit bambu (chopstick) pada PT Bamindo Agrapersada menghasilkan limbah padat dalam proses menghasilkan produknya. Limbah padat yang dihasilkan berupa scrap-scrap hasil potongan bambu diolah kembali menjadi bahan baku untuk proses produksi kertas sembahyang (Joss Paper).


(43)

III-1

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Supply Chain dan Supply Chain Management 3.1.1. Supply Chain

Menurut I. Nyoman Pujawan1

Pada suatu supply chain biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor, lalu ke pengecer atau ritel, kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Informasi tenteng persediaan produk yang masih ada di masing-masing supermarket sering dibutuhkan oleh distributor maupun pabrik. Informasi tentang ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga sering dibutuhkan oleh pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering dibutuhkan oleh

supply chain adalah jaringan perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik.

1

I Nyoman Pujawan, Supply Chain Management, (Surabaya: Penerbit Guna Widya, 2005), hlm. 5


(44)

III-2

perusahaan yang mengirim maupun menerima. Perusahaan pengapalan harus membagi informasi seperti ini supaya pihak-pihak yang berkepentingan bisa memonitor untuk kepentingan perencanaan yang lebih akurat. Gambar 3.1. memberikan ilustrasi konseptual sebuah supply chain.

Supplier

Tier 2 Manufacturer Distributor Ritel/Toko

Supplier Tier 1

Finansial : invoice, term pembayaran Material : bahan baku, komponen, produk jadi Informasi : kapasitas, status pengiriman, quotation

Finansial : pembayaran Material : retur, recycle, repair Informasi : order, ramalan, RFQ / RFP

Gambar 3.1. Simplifikasi Model Supply Chain dan 3 Macam Aliran yang Dikelola

3.1.2. Supply Chain Management Menurut I. Nyoman Pujawan2

2

ibid., hlm. 7

istilah SCM pertama kali dikemukakan oleh Oliver & Weber pada tahun 1982 (cf. Oliver & Weber, 1982; Lambert et al. 1998). Kalau supply chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, SCM adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaanya. Namun perlu ditekankan SCM menghendaki pendekatan atau


(45)

metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi. Ada beberapa definisi tentang SCM. Misalnya, the Council of Logistics Management memberikan definisi berikut:

Supply Chain Management is the systematic, strategic coordination of the traditional business functions within a particular company and across businesses within the supply chain for the purpose of improving the long-term performance of the individual company and the supply chain as well.

Jadi, supply chain management tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner. Perusahaan-perusahaan yang berada suatu supply chain pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir yang sama, mereka harus bekerjasama untuk membuat produk yang murah, mengirimkannya tepat waktu, dan dengan kualitas yang bagus. Hanya dengan kerjasama antara elemen-elemen pada supply chain tujuan tersebut akan bisa dicapai. Oleh karena itu, cukup tepat kalau banyak orang mengatakan bahwa persaingan dewasa ini bukan lagi antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain, tetapi antara supply chain yang satu dengan supply chain yang lain.

3.1.3. Vendor Managed Inventory (VMI) Menurut I Nyoman Pujawan3

3

ibid., hlm. 123-124

secara tradisional, perusahaan pembeli selalu menentukan waktu dan ukuran pesanan berdasarkan informasi yang mereka miliki. Pemasok akan merespon permintaan tersebut secara pasif, tanpa mencari


(46)

III-4

tahu lebih lanjut kenapa perusahaan pembeli memesan sejumlah tersebut. Praktek di atas mengakibatkan inefisiensi karena beberapa alasan. Pertama, pemasok tidak mendapat cukup ‘early signal’ dari pembeli akan jumlah dan waktu pesanan. Akibatnya, pemasok meramalkan apa, kapan, dan berapa yang akan dipesan oleh pembeli. Ini tentu mengakibatkan pemasok harus menyimpan persediaan lebih banyak untuk mengantisipasi ketidakpastian pesanan dari pelanggan atau pembeli. Kedua, pemasok sering harus mengubah jadwal produksi secara tiba-tiba karena apa yang diminta pelanggan tiba-tiba berubah dari apa yang diperkirakan oleh pemasok atau karena pelanggan yang lebih penting tiba-tiba melakukan pesanan mendadak sehingga produksi untuk memenuhi pesanan dari pelanggan ‘kelas dua’ terpaksa dijadwal ulang. Perubahan pada jadwal produksi selanjutnya mengakibatkan perubahan pada kebutuhan bahan baku, komponen, maupun jam kerja. Perubahan yang terlalu sering pada jadwal produksi bisa mengakibatkan apa yang dinamakan ‘schedule nervousness’. Di samping inefisiensi, fenomena di atas juga mengakibatkan service level yang rendah karena banyak permintaan yang tidak akan bisa dipenuhi tepat waktu.

Sebagai jawaban terhadap beberapa masalah tersebut, dewasa ini banyak perusahaan yang mengubah praktek di atas dengan model yang dinamakan vendor managed inventory (VMI). Pada model ini perusahaan pembeli tidak lagi memutuskan apa, kapan, dan berapa yang akan dipesan, melainkan hanya memberikan informasi permintaan dari pelanggan mereka, persediaan yang tersisa, serta informasi lain seperti rencana promosi atau kegiatan lain yang bisa mempengaruhi penjualan di masa akan datang. Kalau perusahaan pembeli yang


(47)

dimaksud disini adalah perusahaan manufaktur, informasi permintaan yang dimaksud mungkin berupa informasi kebutuhan mereka terhadap bahan baku atau komponen dalam beberapa periode mendatang. Dengan mengetahui informasi tersebut, pemasok akan menentukan sendiri waktu dan jumlah pengiriman ke perusahaan pembeli. Tentu pembeli juga harus memberikan indikasi berapa minimum dan maksimum persediaan yang mereka harapkan.

Diperlukan koordinasi dan pertukaran informasi yang lancar antara kedua belah pihak untuk menjamin VMI ini berjalan dengan baik. Mereka yang sukses menerapkan program VMI adalah yang memiliki infrastruktur komunikasi dan informasi yang bagus sehingga pembeli bisa memberikan data penjualan maupun persediaan dari waktu ke waktu secara real time. Pemasok juga harus punya kemampuan untuk mengambil keputusan pengiriman dengan tepat. Kemampuan untuk menganalisis pola permintaan, lead time pengiriman, dan meramalkan permintaan perlu dimiliki oleh pemasok. Mereka juga harus sama-sama memahami beberapa service level yang harus dicapai.

Menurut M.A. Darwish dan O.M. Odah4

4

M.A. Darwish dan O.M. Odah, “Vendor managed inventory model for single-vendor multi-retailer supply chains”, Eurpoean Journal of Operation Research(Online), 2010, hlm. 473

Vendor Managed Inventory adalah pendekatan terpadu untuk koordinasi vendor dan buyer, dimana vendor yang memutuskan tingkat persediaan yang tepat dalam batas-batas yang disepakati dalam kesepakatan kontraktual antara vendor dan buyer. Dalam kontrak ini, vendor biasanya dikenakan biaya penalti untuk item yang melebihi batas.


(48)

III-6

Menurut Yuliang Yao5 berdasarkan gambaran sistem, Vendor Managed Inventory adalah sebuah metode yang dapat meningkatkan kinerja supply chain dengan cara mngurangi tingkat persediaan dana meningkatkan efesiensi pemakaian biaya. Vendor Managed Inventory (VMI) adalah sebuah kolaborasi insiatif yang menempatkan peran pemasok bertanggung jawab untuk mengatur persediaan dan menjaga tingkat persediaan minimum pembeli. Hal ini memerlukan sebuah integrasi anatara pemasok dan pembeli baik berupa saling tukar informasi mengenai permintaan, bussines process, dan proses perekayasaan produksi.

Manfaat potensial yang didapatkan dari VMI melalui penekanan jumlah biaya persediaan antara pembeli dan pemsok, biaya pemesanan, dan penekanan biaya back order akibat fluktuasi permintaan dan pengaruh bullwhip effect. Dengan adanya sistem yang tersinkron terhadap inventory berdasarkan penetapan lot bersama dan re-order point pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Model Integrasi Jaringan Kerja VMI

5

Yuliang Yao, et.al. “Supply chain integration in vendor managed inventory”, Decision Support System(Online), 2007, hlm. 666


(49)

Di mana :

Q/q : Jumlah Order H/h : Biaya Pengiriman C/c : Biaya Pemesanan

3.2. Persediaan

3.2.1. Definisi Persediaan

Menurut Sukaria Sinulingga6

Menurut Sukaria Sinulingga

inventory atau persediaan pada dasarnya ialah sejumlah item (bahan baku, bahan penolong, part, komponen, produk setengah jadi, produk akhir) dalam keadaan menunggu untuk diperlakukan atau dikenakan sesuatu kegiatan berikutnya. Inventory memunculkan tambahan biaya seperti biaya penyimpanan, biaya idle capital, resiko kerusakan, dan kehilangan selama penyimpanan dan lain-lain. Situasi ini sama sekali tidak menghasilkan value added bahkan ada kemuingkinan selama penyimpanan bahan-bahan tidak hanya mengalami kerusakan, tetapi juga mengalami kemorosotan fungsi karena terlalu lama tersimpan dalam gudang. Biaya penyimpanan akan meningkat dengan meningkatnya jumlah bahan yang disimpan dan lamanya waktu penyimpanan.

3.2.2. Perencanaan Persediaan 7

6

Sukaria Sinulingga, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 69

hampir setiap sistem produksi membutuhkan persediaan (inventory). Dalam perusahaan manufaktur, dibutuhkan persediaan

7


(50)

III-8

bahan baku, work-in-progress, produk akhir dan supplies. Di perusahaan jasa industri rumah sakit dibutuhkan persediaan obat-obatan, bahan-bahan makanan, dan peralatan medis. Di kantor-kantor pemerintahan dibutuhkan persediaan bahan-bahan administrasi seperti kertas, blanko/formulir, dan peralatan tulis lainnya.

Ada beberapa motif pengadaan persediaan yaitu pelayanan, antisipasi dan spekulasi. Motif pelayanan berkaitan dengan upaya manajemen untuk selalu dapat memenuhi permintaan pelanggan yang sewaktu-waktu muncul. Dengan adanya persediaan, maka hanya permintaan yang bersifat ekstrim yang tidak dapat dipenuhi. Motif antisipasi berhubungan dengan upaya untuk memenuhi permintaan di masa yang akan datang yang sifatnya sering tidak menentu. Apabila permintaan lebih besar dari yang diperkirakan maka kekurangannya akan dipenuhi dari persediaan. Dengan cara demikian tingkat pelayanan kepada pelanggan dapat dipertahankan cukup tinggi. Motif spekulasi berhubungan dengan keinginan untuk mendapatkan keuntungan dari persediaan karena ada dugaan dalam waktu yang tidak lama akan terjadi kenaikan harga. Persediaan akan dijual apabila harga telah mengalami kenaikan sehingga keuntungan yang lumayan dapat diperoleh.

Setiap persediaan membawa efek biaya sedangkan keberadaannya tidak memberikan nilai tambah kepada produksi. Namun demikian, pengadaan persediaan sering tidak dapat diabaikan karena fungsinya sebagai penyangga (buffer) dalam memelihara kelancaran proses produksi dan distribusi. Sehubungan dengan itu, dibutuhkan suatu model tentang jumlah persediaan yang optimum.


(51)

3.3. Lot Sizing

3.3.1. Joint Economic Lot Sizing (JELS) Menurut Wenyih Lee8

Supplier K(n+1)Q/f Manufacturer Q Buyer

(n+1)Q Raw

material

Finished goods

order order

Joint Economic Lot Sizing adalah sebuah model perhitungan lot size yang bertujuan untuk menentukan ukuran lot yang optimal dengan mengintegrasikan lot pesanan bahan baku dari supplier, lot produksi dari pemanufaktur yang memproduksi dalam batch dengan jumlah tertentu (finite rate) secara periodik dan mengirimkan produk jadi (finished goods) ke costumer dengan ukuran lot yang tetap, sehingga costumer memliki demand rate yang konstan yang dijelaskan pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Model Integrasi Kontrol Persediaan Di mana :

Q/q : Jumlah Order ke Konsumen K(n+1)Qt : Jumlah dari Supplier

: Feedback Informasi

8

Wenyih Lee, “A Joint Economic Lot Size for raw material ordering, manufacturing setup, and finished good delivering”, The International Journal of Management Science(Online), 2005, hlm. 165


(52)

III-10

Model integrasi ini dikembangkan untuk meminimumkan total biaya per unit waktu pemesanan bahan baku (raw material ordering cost) dan biaya penyimpanan bahan baku (raw material holding cost).

Dengan:

D = Demand tahunan pembeli (buyer) (unit/tahun) P = Production rate pemanufaktur (unit/tahun)

Dr = Demand bahan baku (raw material) per tahun (unit/tahun)

F = faktor konversi bahan baku (raw material) ke dalam produk jadi (finished good)

A = Biaya pemesanan pembeli (Rp/order)

S = Biaya setup produksi pemanufaktur (Rp/batch) G = Biaya pemesanan bahan baku manufaktur (Rp/order) Cq = Biaya penyimpanan produk pembeli (Rp/unit)

Cv = Biaya penyimpanan produk jadi pemanufaktur (Rp/unit) Cr = Biaya simpan bahan baku (Rp/unit)

r = annual capital cost per rupiah invested in inventory Q = ukuran pemesanan lot pembeli ( unit/order)

Qm = Ukuran Lot Produksi (unit/cycle)

Qr = Ukuran pemesanan lot bahan baku (unit/order) TC = Biaya Total (Rp/tahun)


(53)

3.3.2. Langkah Perhitungan Joint Economic Lot Sizing (JELS) Menurut Jia-Tzer Hsu dan Lie-Fern Hsu9

1. Meginput nilai variabel yang diperlukan meliputi jumlah permintaan (D), laju produksi (P), biaya setup produksi (Sv), biaya pemesanan pembeli (SB), biaya penyimpanan produk oleh pembeli (hB), biaya penyimpanan produk oleh vendor (hv), biaya backorder (b), biaya jaminan (v), biaya pemeriksaan produk akhir (d), dan peluang kecacatan produk (x), biaya transportasi (F).

prosedur pencarian solusi optimal menunjukan langkah-langkah yang digunakan untuk mencari variabel keputusan yang akan memberikan solusi yang optimal beberapa langkah pencarian varabel keputusan solusi optimal adalah sebagai berikut :

2. Menentukan nilai E[y], E[y2 ], dan E[(1-y)2]

Di mana nilai Ekspektasi E[y] dapat dihitung dengan cara berikut Probability density function f(y) :

2 ] [

) ( ]

[

0 )

(

0 0

1 0

{

x y E

dy x y dy y yf y

E

Otherwise

x y for y

f

X X

x

=

= =

< < =

……. (1)

Dan nilai Ekspektasi E[y2] dapat dihitung dengan cara :

9

Jia-Tzer Hsu dan Lie-Fern Hsu, “An Integrated Vendor-Buyer Cooperative Inventory Model for Items with Imperfect Quality and Shortage Backordering”, Advances in Decision Sciences (Online), 2012, hlm. 4-11


(54)

III-12 3 ] [ ) ( ] [ 2 2 0 2 0 2 2 x y E dy x y dy y f y y E X X = = =

……. (2)

Dan n.ilai Ekspektasi E[(1-y)2] dapat dihitung dengan cara :

3 1 ] ) 1 [( ) 1 ( ) ( ) 1 ( ] ) 1 [( 2 2 0 2 0 2 2 x x y E dy x y dy y f y y E X X + − = − − = − = −

……. (3) 3. Penentuan nilai n= i

4. Menghitung nilai lot gabungan optimum (Q*(n)) dengan persamaan

(

)

                    −         + − − + − + − + − − + + = 2 ] [ 1 ) ( 2 ] 2 [ 2 ] [ 2 ] ) 1 ( 2 [ ( )) / )( 2 ( ]) [ 1 )( 1 (( n ) ( 2 ) ( * y E b h B h B y E y E y E h B P D n y E n hv D nF B S Sv n Q … (4) Dengan

D = jumlah permintaan produk (kg/tahun) P = laju produksi (kg/tahun)

x = peluang kecacatan produk yang dihasilkan Q = ukuran lot pemesanan produk oleh pembeli (kg) QP = ukuran batch produksi (kg) = nQ

SB = biaya pemesanan produk oleh pembeli (Rp) Sv = biaya setup produksi (Rp)

hB = biaya penyimpanan produk oleh pembeli (Rp/kg.tahun) hv = biaya penyimpanan produk pemanufaktur (Rp/kg.tahun)


(55)

B = jumlah maksimum backorder (kg) b = biaya backorder (Rp/kg.tahun)

n = frekuensi pengiriman produk ke pembeli v = biaya jaminan produk cacat (Rp/kg) d = biaya pemeriksaan produk akhir (Rp/kg)

F = biaya tranportasi pengiriman produk ke buyer (Rp) 5. Menghitung nilai B dengan menggunakan persamaan

) ( ]) [ 1 ( ) ( * 2 b h h y E Q n B B B + − = ……(5)

6. Menghitung Total biaya (TC) untuk n=1 dengan persamaan

                            = − + − +           − + − + − + − − + + + + + ]) [ 1 ( 2 2 1 E[y]) (1 ]) y2 E[ -Q(E[y] E[y]) Q(1 B2 2 E[y]) -(1 ] y) -(1 2 QE[ 2 1 B 2 ) 1 ( E[y]) 2P(1 E[y]) -P(1 QD v h E[y]) -(1 d)D (vE[y] E[y]) -Q(1 FD E[y]) -nQ(1 ) (Sv ) , , ( y E Q B b B h Q n nQD D S B B Q n TC ……… (6) 7. Kemudian Nilai TC yang didapat dibandingkan dengan nilai TC sebelumnya

yang diperoleh melalui iterasi. Apabila nilai TC saat n=i lebih besar dari pada nilai TC saat n=i-1, iterasi dihentikan (stop), perhitungan dilanjutkan ke langkah 9. Apabila nilai TC ketika n=i lebih rendah dari pada nilai TC ketika n=i-1, maka perhitungan dilanjutkan ke langkah 8.

8. Menentukan nilai n=i+1 untuk iterasi baru. Setelah itu mengulangi perhitungan pada langkah 4 sampai 7.


(56)

V-1

IV-1

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT Bamindo Agrapersada yang beralamat di Jalan Perintis Kemerdekaan No. 155 Binjai, Sumatera Utara. Penelitian yang dilakukan yaitu menghitung persediaan dan jumlah ukuran lot pada produk sumpit (chopstick). Waktu penelitian dilakukan pada Oktober 2014 sampai April 2015.

4.2. Objek Penelitian

Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah produk sumpit (chopstick) yang di produksi di PT Bamindo Agrapersada.

4.3. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah jenis deskriptif, karena jenis penelitian ini hanya membuat deskripsi yang tepat, apa adanya tentang fakta-fakta dan sifat-sifat dari objek.11

1. Ukuran lot optimal yaitu ukuran lot yang diperoleh dengan metode Joint Economic Lot Sizing berdasakan model VMI.

4.4. Variabel Penelitian

Varibel penelitian yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu:

11


(57)

2. Jumlah Permintaan yaitu banyaknya permintaan (demand) dari buyer kepada perusahaan tiap bulan.

3. Laju Produksi yaitu kemampuan perusahaan memproduksi sejumlah unit produk dalam satuan waktu tertentu.

4. Persentase produk cacat adalah perbandingan jumlah kecacatan produk terhadap jumlah produk yang dihasilkan.

5. Biaya antara lain : biaya backorder, biaya pemesanan pembeli, biaya simpan produk pada vendor dan buyer, biaya transoportasi, biaya jaminan atas kecacatan produk, dan biaya pemeriksaan produk akhir.

4.5. Kerangka Berpikir

Penelitian dapat dilaksanakan apabila tersedia sebuah rancangan kerangka berpikir yang baik sehingga langkah-langkah penelitian menjadi lebih sistematis. Kerangka berpikir inilah yang merupakan landasan awal dalam melaksanakan penelitian. Adapun kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.


(58)

IV-3

Penentuan Joint Lot Size Ukuran Lot Gabungan Single Vendor Multi Buyer

Laju Produksi Jumlah permintaan

Biaya Persentase produk cacat

Gambar 4.1. Kerangka Berpikir

4.6. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah berikut: 1. Pada awal penelitian dilakukan studi pendahuluan untuk mengetahui kondisi

perusahaan, proses produksi, jumlah kecacatan produk, sistem persediaan, dan informasi pendukung lain yang diperlukan serta studi literatur tentang metode pemecahan masalah yang digunakan dan teori pendukung permasalahan ukuran lot optimum ekonomis (Joint Economic Lot Sizing). 2. Tahapan berikutnya adalah pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari

bagian penjualan berupa jumlah permintaan (demand) dan stock level perusahaan untuk produk sumpit (chopstick).

3. Dilakukan pengolahan data dari data sekunder yang telah dikumpulkan. 4. Dilakukan analisis terhadap hasil pengolahan data.

5. Diambil kesimpulan dan diberikan saran pada perusahaan. Flow Chart rancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2.


(59)

Studi Pendahuluan

1. Kondisi Pabrik 2. Proses Produksi 3. Informasi pendukung

Mulai

Data Awal Permasalahan

Pengumpulan Data

• Teknik Wawancara

• Studi Kepustakaan

Pengolahan Data

• Penetapan total biaya optimum

• Penentuan ukuran lot gabungan

• Pengolahan data dengan analisis sensitivitas

Data Sekunder

• Data Historis biaya pemesanan pembeli dan tranportasi, biaya penyimpanan pada vendor dan

buyer, biaya backorder,biaya pemeriksaan produk akhir, dan biaya jaminan

• Data Historis jumlah persediaan, jumlah permintaan produk sumpit (chopstick), laju produksi dan data jumlah kecacatan produk.

Analisis Pemecahan Masalah Ukuran Lot

Gabungan Optimum dengan Total Cost terkecil

Kesimpulan dan Saran

A

Selesai

A


(60)

IV-5

4.7. Pengumpulan Data

Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah berupa:

1. Teknik wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara dengan pihak manajemen perusahaan untuk memperoleh informasi yang diperlukan guna pencapaian tujuan penelitian.

2. Studi kepustakaan, yaitu dengan melakukan rekapitulasi jumlah permintaan (demand) dan stock level di periode berjalan produk sumpit (chopstick) dan dengan mempelajari buku-buku dan jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan dengan supply chain dengan pendekatan vendor managed inventory (VMI) sehingga diperoleh kebijakan bersama terhadap ukuran lot gabungan ekonomis (Joint Economic Lot Sizing) yang terintegrasi sehingga dapat mereduksi total biaya rantai pasok baik biaya persediaan, pengiriman, dan backorder akibat faktor ketidakpastian.

4.8. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan Vendor managed Inventory (VMI):

1. Penetuan model dan algoritma berdasarkan joint economic lot sizing berdasarkan variabel biaya. Pada tahap ini dilakukan pembentukan model matematis dan konseptual yang digunakan untuk membuat formulasi perhitungan dan kriteria kinerja yang akan didefenisikan berupa total cost,


(61)

ordering cost, backorder yang mana turunan total biaya akan menghasilkan formulasi matematis joint lot size.

2. Penentuan ukuran lot gabungan dengan metode JELS

Pada tahap ini dilakukan perhitungan ukuran lot berdasarkan model matematis yang telah ditentukan sebelumnya.

3. Analisis Sensitivitas

Model matematis yang telah dihasilkan diuji dengan menggunakan contoh perhitungan dari hasil penelitian sebelumnya. Tujuannya adalah ingin melihat sejauh mana perubahan hasil akhir yang diperoleh jika terjadi perubahan pada beberapa parameter.

Flow Chart pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 4.3.

4.9. Analisis Pemecahan Masalah

Analisis pemecahan masalah dilakukan terhadap hasil pengolahan data metode JELS. Analisis sensitivitas dilakukan dengan menaikkan atau menurunkan nilai beberapa variabel yang berpengaruh terhadap total cost.

4.10. Kesimpulan dan Saran

Pengambilan kesimpulan dapat memberikan gambaran secara umum dari penelitian yang dilakukan. Saran-saran yang diberikan berguna untuk pemberian saran kepada pihak perusahaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.


(62)

IV-7

Mulai

Selesai

Optimum? Penentuan model dan algoritma berdasarkan

Joint Economic Lot Sizing

berdasarkan Variabel Biaya

Menentukan ukuran lot gabungan dengan metode

JELS

Melakukan analisis sensitivitas

Analisis Pemecahan Masalah

Kesimpulan dan Saran

Tidak

Ya


(63)

V-1

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

5.1.1. Data Permintaan dan Laju Produksi Produk Sumpit (Chopstick) Data jumlah permintaan produk sumpit (chopstick) dari perusahaan pembeli (buyer), data persediaan vendor, dan data laju produksi pada November 2013 sampai Oktober 2014 dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Jumlah Permintaan, Jumlah Persediaan Sumpit dan Laju Produksi Sumpit

Periode

Jumlah Permintaan (kg)

Total Permintaan

(kg)

Total Persediaan

(kg)

Laju Produksi

(kg) JTS (kg) RUS(kg)

November 2013 7.563 4.793 12.356 11.879 12.344,4 Desember 2013 6.548 4.292 10.840 10.495 12.403,9 Januari 2014 7.398 3.841 11.239 10.863 11.880,9 Februari 2014 6.928 2.861 9.789 10.236 11.917,1 Maret 2014 7.054 4.267 11.321 12.012 12.381,0 April 2014 7.632 3.063 10.695 10.127 12.330,2 Mei 2014 7.891 4.874 12.765 12.329 11.379,1 Juni 2014 7.992 5.310 13.302 12.887 12.275,9 Juli 2014 6.834 2.140 8.974 9.285 12.428,6 Agustus 2014 7.012 4.011 11.023 11.581 12.942,2 September 2014 6.534 3.252 9.786 10.097 13.027,0 Oktober 2014 6.238 4.645 10.883 11.321 12.819,3

Total 132.973 133.112 148.129,6

Keterangan : JTS = Jaya Tama Sakti RUS = Ramai Usaha Sejahtera

Sumber: PT. Bamindo Agrapersada

5.1.2. Data Persentase Produk Cacat

Persentase produk cacat adalah perbandingan jumlah produk cacat yang dihasilkan dengan jumlah produk yang dihasilkan. Dalam produksi tiap bulannya rata-rata jumlah produk cacat yang dihasilkan lebih dari 5% dari total produksi.


(64)

V-2

Berikut data jumlah kecacatan yang ada di perusahaan pusat pada November 2013 sampai Oktober 2014 pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Jumlah Produk Cacat

Periode Produk cacat (kg/bln)

Persentase Produk cacat (%)

November 2013 667,8 5,41

Desember 2013 534,6 4,31

Januari 2014 712,9 6,00

Februari 2014 607,8 5,10

Maret 2014 687,1 5,55

April 2014 679,4 5,51

Mei 2014 499,5 4,39

Juni 2014 540,1 4,40

Juli 2014 609,0 4,90

Agustus 2014 783,0 6,05

September 2014 574,5 4,41

Oktober 2014 587,1 4,58

Jumlah 7.482,9

Rata-rata 5,05

Sumber: PT. Bamindo Agrapersada

5.1.3. Biaya Pemesanan Produk dan Biaya Transportasi

Biaya pemesanan produk adalah semua biaya yang dikeluarkan pembeli setiap kali melakukan order. Biaya pemesanan produk yaitu sebesar Rp 250.000. Biaya transportasi dari vendor ke buyer adalah Rp 150.000 tiap kali pengiriman produk.

5.1.4. Biaya Penyimpanan Persediaan

Rincian biaya penyimpanan persediaan terdiri dari biaya yang diperkirakan akibat adanya modal tertanam di dalam persediaan (capital cost), biaya asuransi terhadap nilai persediaan (insurance cost) dan biaya yang digunakan untuk pemeliharaan barang, pemindahan produk, catatan-catatan dan


(65)

sebagainya (storage cost). Biaya penyimpanan produk di pabrik sebesar Rp.3.500,-/kg.tahun sedangkan biaya penyimpanan produk oleh pembeli adalah

sebesar Rp. 3.000,-/kg.tahun.

5.1.5. Biaya Backorder, Biaya Pemeriksaan, dan Biaya Jaminan

Biaya backorder adalah biaya yang timbul akibat adanya penggantian produk jadi (replenishment) akibat stock-out atau kekurangan pemenuhan. Biaya backorder merupakan biaya tambahan di luar biaya produksi dikarenakan adanya biaya ekstra untuk pengepakan dan pengiriman tambahan. Biaya ini ditetapkan oleh perusahaan sebesar Rp.2.800,-/kg. Biaya pemeriksaan merupakan suatu biaya yang timbul untuk memeriksa produk jadi, pada perusahaan ditetapkan sebesar Rp.700,-/ kg. Biaya jaminan adalah biaya yang ditetapkan perusahaan untuk menjamin pengembalian produk cacat yaitu sebesar Rp 1.400/kg.

5.1.6. Biaya Setup

Biaya setup adalah biaya untuk menyiapkan peralatan dan fasilitas sehingga dapat digunakan untuk memproduksi produk dalam setiap run produksi. Biaya setup pada PT Bamindo Agrapersada adalah sebesar Rp.1.000.000.

5.2. Pengolahan Data

5.2.1. Penetuan Ukuran Joint-Lot Optimal dan Biaya Total

Prosedur pencarian solusi optimal menunjukan langkah-langkah yang digunakan untuk mencari variabel keputusan yang akan memberikan solusi yang


(66)

V-4

optimal beberapa langkah pencarian varabel keputusan solusi optimal adalah sebagai berikut :

1. Meginput nilai variabel yang diperlukan meliputi jumlah permintaan (D), laju produksi (P), biaya setup produksi (Sv), biaya pemesanan pembeli (SB), biaya penyimpanan produk oleh pembeli (hB), biaya penyimpanan produk oleh vendor (hv), biaya backorder (b), biaya jaminan (v), biaya pemeriksaan produk akhir (d), peluang kecacatan produk (x), dan biaya transportasi (F). 2. Menentukan nilai E[y], E[y2 ], dan E[(1-y)2]

Di mana nilai Ekspektasi E[y] dapat dihitung dengan cara berikut Probability density function f(y) :

2 ] [ ) ( ] [ 0 ) ( 0 0 1 0

{

x y E dy x y dy y yf y E Otherwise x y for y f X X x = = = < < =

……. (1)

Dan nilai Ekspektasi E[y2] dapat dihitung dengan cara :

3 ] [ ) ( ] [ 2 2 0 2 0 2 2 x y E dy x y dy y f y y E X X = = =

……. (2)

Dan nilai Ekspektasi E[(1-y)2] dapat dihitung dengan cara :

3 1 ] ) 1 [( ) 1 ( ) ( ) 1 ( ] ) 1 [( 2 2 0 2 0 2 2 x x y E dy x y dy y f y y E X X + − = − − = − = −

……. (3) 3. Penentuan nilai n= i


(67)

4. Menghitung nilai lot gabungan optimum (Q*(n)) dengan persamaan

(

)

                    −         + − − + − + − + − − + + = 2 ] [ 1 ) ( 2 ] 2 [ 2 ] [ 2 ] ) 1 ( 2 [ ( )) / )( 2 ( ]) [ 1 )( 1 (( n ) ( 2 ) ( * y E b h B h B y E y E y E h B P D n y E n hv D nF B S Sv n Q … (4) Dengan

D = jumlah permintaan produk (kg/tahun) P = laju produksi (kg/tahun)

x = peluang kecacatan produk yang dihasilkan Q = ukuran lot pemesanan produk oleh pembeli (kg) QP = ukuran batch produksi (kg) = nQ

SB = biaya pemesanan produk oleh pembeli (Rp) Sv = biaya setup produksi (Rp)

hB = biaya penyimpanan produk oleh pembeli (Rp/kg.tahun) hv = biaya penyimpanan produk pemanufaktur (Rp/kg.tahun) B = jumlah maksimum backorder (kg)

b = biaya backorder (Rp/kg.tahun)

n = frekuensi pengiriman produk ke pembeli v = biaya jaminan produk cacat (Rp/kg) d = biaya pemeriksaan produk akhir (Rp/kg)


(68)

V-6

5. Menghitung nilai B dengan menggunakan persamaan

) ( ]) [ 1 ( ) ( * 2 b h h y E Q n B B B + − = ……(5)

6. Menghitung Total biaya (TC) untuk n=i dengan persamaan

                            = − + − +           − + − + − + − − + + + + + ]) [ 1 ( 2 2 1 E[y]) (1 ]) y2 E[ -Q(E[y] E[y]) Q(1 B2 2 E[y]) -(1 ] y) -(1 2 QE[ 2 1 B 2 ) 1 ( E[y]) 2P(1 E[y]) -P(1 QD v h E[y]) -(1 d)D (vE[y] E[y]) -Q(1 FD E[y]) -nQ(1 ) (Sv ) , , ( y E Q B b B h Q n nQD D S B B Q n TC ……… (6) 7. Kemudian Nilai TC yang didapat dibandingkan dengan nilai TC sebelumnya

yang diperoleh melalui iterasi. Apabila nilai TC saat n=i lebih besar dari pada nilai TC saat n=i-1, maka perhitungan dilanjutkan ke langkah 9. Apabila nilai TC ketika n=i lebih rendah dari pada nilai TC ketika n=i-1, maka perhitungan dilanjutkan ke langkah 8.

8. Menentukan nilai n=i+1 untuk iterasi baru. Setelah itu mengulangi perhitungan pada langkah 2,3, dan 4.

9. Diperolehlah nilai n, Q, B, dan Qp yang memberikan nilai TC terendah. Dengan mengikuti langkah di atas di dapatkan untuk n= 1 yaitu:

1. Langkah Pertama

Meginput nilai variabel yang diperlukan meliputi jumlah permintaan (D), laju produksi (P), biaya setup produksi (Sv), biaya pemesanan pembeli (SB), biaya penyimpanan produk oleh pembeli (hB), biaya penyimpanan produk oleh vendor(hv), biaya backorder (b), biaya jaminan (v), biaya pemeriksaan produk akhir (d), peluang kecacatan produk (x), dan biaya transportasi (F).


(69)

Input data yang ada pada PT Bamindo Agrapersada dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Rekap Data Eksisting D 132.973 kg/tahun P 148.129,6 kg/tahun Sv Rp 1.000.000

SB Rp 250.000

x 0,0505

v Rp 1.400/kg

d Rp 700/kg

b Rp 2.800/kg

hv Rp 3.500/kg.tahun hB Rp 3.000/kg.tahun

F Rp 150.000

Sumber: Pengolahan Data

2. Langkah Kedua

Menentukan nilai E[y], E[y2 ], dan E[(1-y)2] Probability density function f(y) :

02525 , 0 2 0505 , 0 2 ] [ ) ( ] [ 0 ) ( 0 0 1 0

{

= = = = = < < =

x y E dy x y dy y yf y E Otherwise x y for y f X X x ……. (1)

Dan nilai Ekspektasi E[y2] dapat dihitung dengan cara :

000850083 , 0 3 0505 , 0 3 ] [ ) ( ] [ 2 2 2 0 2 0 2 2 = = = = =

x y E dy x y dy y f y y E X X ……. (2)


(70)

V-8

Dan nilai Ekspektasi E[(1-y)2] dapat dihitung dengan cara :

9505350083 , 0 3 0505 , 0 0505 , 0 1 3 1 ] ) 1 [( ) 1 ( ) ( ) 1 ( ] ) 1 [( 2 2 2 0 2 0 2 2 = + − = + − = − − = − = −

x x y E dy x y dy y f y y E X X ……. (3) 3. Langkah Ketiga

Penetuan Jumlah n=i, misal perhitungan pada n=12. 4. Langkah Keempat

Perhitungan Q* dengan Persamaan (4):

                − + − − + + − + − − + + = ) 2 3) 0,00085008 )(1 2.800) (3.000 3.0002 (( 083)] 2(0,000850 2(0,02525) 505350083 3.000[(0,9 )) 148.129,6 132.973 12)( (2 0,02525) 1)(1 3.500((12 12 973 . 132 )) 000 . 150 )( 12 ( 000 . 250 000 . 000 . 1 ( 2 ) 12 ( * Q

Q*(12) = 2.976,0 kg 5. Langkah Kelima

Menghitung nilai B dengan persamaan

) ( ]) [ 1 ( * ) 12 ( * 2 b h h y E Q B B B + − = ) 800 . 2 000 . 3 ( 000 . 3 0,02525) -(1 . 2.976,0 ) 12 ( * 2 + = B

B*(12) = 1.500,4 kg 6. Langkah Keenam


(71)

                                  − +               − + − + − +       + − − − + + + + + =             ) 02525 , 0 1 ( (8.933,8) 2 2 , 504 . 4 2 1 800 . 2 0,02525) (1 )] 3 0,00085008 -(0,02525) (8.933,8)[ ) 02525 , 0 1 (8.933,8)( 2 , 504 . 4 2 ) 2 , 504 . 4 ( 2 0,02525) -(1 ) 9505350083 , 0 ( (8.933,8) 2 1 000 . 3 2 (8.933,8) ) 1 12 ( 0,02525) 9)(1 2(148.126, ) 973 . 132 (8.933,8)( . 12 0,02525) -)(1 (148.126,9 ) 973 . 132 (8.933,8)( 3.500 0,02525) -(1 3 700)132.97 (0,02525) (1.400 0,02525) -8.933,8(1 132.973) (150.000)( 0,02525) -,8)(1 (12)(8.933 . 973 . 132 ) 000 . 250 (1.000.000 ) , , (n Q B TC

TC(n,Q,B) = Rp 123.616.295. 7. Langkah Ketujuh

Kemudian Nilai TC yang didapat dibandingkan dengan nilai TC sebelumnya yang diperoleh melalui iterasi. Apabila nilai TC saat n=i lebih kecil dari pada nilai TC saat n=i-1, maka perhitungan dilanjutkan ke langkah 8. Apabila nilai TC ketika n=i lebih besar dari pada nilai TC ketika n=i-1, iterasi dihentikan (stop), dilanjutkan ke langkah 9.

8. Langkah kedelapan

Menentukan nilai n=i+1 untuk iterasi baru. Setelah itu mengulangi perhitungan pada langkah 4 sampai 7.

9. Langkah Kesembilan

Diperolehlah nilai n, Q, B, dan Qp yang memberikan nilai TC terendah.

Hasil rekapitulasi perhitungan iterasi untuk n=1 sampai n=13 dapat dilihat pada Tabel 5.4.


(1)

VII-6

6.4. Analisis Sensitivitas Pengaruh Kenaikan Biaya Setup, Biaya Transportasi, dan Jumlah Permintaan Produk disertai Penurunan Biaya Pemeriksaan, Biaya Simpan Vendor, dan Biaya Simpan Buyer Terhadap Biaya Total dan Lot-Sizing

Analisis sensitivitas yang dilakukan yaitu dengan menggabungkan dua kondisi di atas dimana jumlah permintaan produk meningkat. Rekapitulasi kondisi analisis sensitivitas dapat dilihat pada Tabel 6.4.

Tabel 6.4. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Setup, Biaya Transportasi, dan Jumlah Permintaan Produk Disertai Penurunan Biaya Pemeriksaan, Biaya Simpan Vendor, dan Biaya Simpan Buyer Terhadap Biaya Total dan

Lot-Sizing Persentase Perubahan Nilai Variabel (%) n

(kali) Q (kg) B (kg)

Total Cost dengan metode JELS (Rp) Total Cost dengan kondisi Eksisting (Rp) Selisih Total Cost (Rp) Selisih Total Cost (%) 0 12 2.976,00 1.500,40 123.616.295* 143.165.335 19.549.040 15,81 5 12 3.192,10 1.569,50 124.174.562 144.217.428 20.042.866 16,14 10 12 3.421,00 1.637,00 124.186.497 144.691.278 20.504.781 16,51 15 12 3.664,50 1.702,50 123.648.146 144.579.113 20.930.967 16,93 20 12 3.924,70 1.765,70 122.554.996 143.871.906 21.316.910 17,39

*) Pada Keadaan optimal terpilih Sumber : Pengolahan Data

Terlihat pada Tabel 6.4 bahwa kenaikan biaya setup, biaya transportasi, dan jumlah permintaan produk disertai penurunan biaya pemeriksaan, biaya simpan vendor, dan biaya simpan buyer menyebabkan kenaikan pada jumlah lot optimum (Q*), backorder maksimum (B*) dan total cost baik dengan metode JELS maupun dengan kondisi eksisting. Frekuensi pengiriman produk cenderung tetap. Terlihat pula bahwa dengan kenaikan dan penurunan faktor-faktor tersebut


(2)

masih terjadi penghematan dengan metode JELS yang selisihnya 15,81% sampai 17,39% dari kondisi eksisting.

6.5. Analisis Sensitivitas Pengaruh Kenaikan Biaya Setup dan Biaya Transportasi Disertai Penurunan Biaya Pemeriksaan, Biaya Simpan Vendor, Biaya Simpan Buyer, dan Jumlah Permintaan Produk Terhadap Biaya Total dan Lot-Sizing

Analisis sensitivitas yang dilakukan yaitu dengan menggabungkan dua kondisi pertama dimana jumlah permintaan produk menurun. Rekapitulasi kondisi analisis sensitivitas dapat dilihat pada Tabel 6.5.

Tabel 6.5. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Setup dan Biaya Transportasi Disertai Penurunan Biaya Pemeriksaan, Biaya Simpan Vendor, Biaya Simpan Buyer, dan Jumlah Permintaan Produk Terhadap Biaya Total dan

Lot-Sizing Persentase Perubahan Nilai Variabel (%) n

(kali) Q (kg) B (kg)

Total Cost dengan metode JELS (Rp) Total Cost dengan kondisi Eksisting (Rp) Selisih Total Cost (Rp) Selisih Total Cost (%) 0 12 2.976,0 1.500,4 123.616.295* 143.165.335 19.549.040 15,81 5 9 3.176,3 1.561,8 115.402.037 131.882.504 16.480.467 14,28 10 7 3.464,4 1.657,8 107.053.132 121.051.242 13.998.110 13,08 15 6 3.669,7 1.704,9 98.739.172 110.671.395 11.932.223 12,08 20 5 4.006,2 1.802,3 90.579.524 100.742.302 10.162.778 11,22

*) Pada Keadaan optimal terpilih Sumber : Pengolahan Data

Terlihat pada Tabel 6.5 bahwa kenaikan biaya setup dan biaya transportasi disertai penurunan biaya pemeriksaan, biaya simpan vendor, biaya simpan buyer, dan jumlah permintaan produk menyebabkan kenaikan pada jumlah lot optimum


(3)

VII-8

(Q*), backorder maksimum (B*) dan total cost baik dengan metode JELS maupun dengan kondisi eksisting. Frekuensi pengiriman produk cenderung menurun. Terlihat pula bahwa dengan kenaikan dan penurunan faktor-faktor tersebut masih terjadi penghematan dengan metode JELS yang selisihnya 11,22% sampai 15,81% dari kondisi eksisting.


(4)

VII-1

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasakan analisis pengolahan dan pembahasan data, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Perusahaan (vendor) harus melakukan pengiriman sebanyak dua belas kali dimana jumlah lot tiap kali pengiriman yaitu sebanyak 2.976 kg.

2. Dengan memperbolehkan jumlah backorder sebanyak 1.500,4 kg perusahaan masih dapat menghemat sebesar Rp 19.549.060/tahun dengan total cost pada keadaan eksisting sebesar Rp 143.165.355 menjadi Rp 123.616.295.

7.2. Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan kepada perusahaan agar penerapan metode Joint Economic Lot Sizing dapat memberikan hasil yang optimal, diantaranya adalah:

1. Perusahaan sebaiknya menyiapkan sarana-sarana pendukung untuk implementasi metode ini seperti adanya komunikasi yang baik antara perusahaan vendor dan perusahaan pembeli (buyer), pembukuan data yang akurat, manajemen yang baik.

2. Sebaiknya perusahaan melakukan sosialisasi metode Joint Economic Lot Sizing kepada karyawan agar tercipta pengetahuan dan pemahaman yang


(5)

VII-2

cukup mengenai penggunaan metode Joint Economic Lot Sizing dan pendekatan integrasi Vendor Managed Inventory.

3. Perusahaan sebaiknya melakukan evaluasi berkala terhadap kinerja sistem distribusi yang dihasilkan melalui penggunaan metode Joint Economic Lot Sizing untuk mengawasi pelaksanaan Joint Economic Lot Sizing.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Darwish, M.A, et.al. 2010. “Vendor managed inventory model for single-vendor multi-retailer supply chains”. Eurepoean Journal of Operational Research 204(Online).www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0377221709008 960

Hsu, L.F. 2012. “An integrated vendor-buyer cooperative inventory model in an imperfect production process with shortage backordering”. International Journal of Advanced Manufacturing Technology (Online).

. Diakses Tanggal 29 Oktober 2014

link.springer.com/ article /10.1007%2Fs00170-012-4188-y

Lee, et. al. 2005. “A Joint Economic Lot Size for Material Ordering, Manufacturing Setup, and Finished Good Ordering”. The International Journal of Management Science(Online).

. Diakses Tanggal 29 Oktober 2015.

www.sciencedirect.com.

Pujawan, I.N. 2005. Supply Chain Management.Edisi Pertama. Surabaya: Penerbit Guna Widya

Diakses Tanggal 29 Oktober 2014.

Sinulingga, Sukaria. 2009. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sinulingga, Sukaria. 2011. Metode Penelitian. Cetakan I. Medan: USU Press. Yao, Yuliang. 2005. “Supply Chain Management in Vendor Managed Inventory”.

Decision Support System(Online). www.sciencedirect.com. Diakses Tanggal 29 Oktober 2014.