Perbedaan Zona Hambat Ekstrak Kayu Siwak (Salvadora persica) dan Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap pertumbuhan Candida albicans
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Siwak
Kayu siwak atau dikenali sebagai Miswak yang berasal dari kelompok
Salvadoracea yang tumbuh di daerah yang berbeda di dunia termasuk Timur Tengah
dan Afrika. Siwak merupakan salah satu tanaman obat yang paling umum digunakan
untuk kebersihan mulut di antara komunitas Muslim.6 Siwak dikenal dengan sejumlah
nama-nama umum seperti : miswak, arak, pohon sikat gigi, pohon mustard.16
Sekarang siwak sedang banyak digunakan di berbagai belahan dunia. Di Timur
Tengah, Asia dan masyarakat Afrika Amerika, metode tradisional pembersihan gigi
masih digunakan karena biaya rendah, terjangkau, tersedia, penggunaan dalam ritual
dan tujuan agama. Mengingat pentingnya sejarah, budaya dan agama dari siwak
(Salvadora persica) sebagai alat kebersihan dan pemeliharaan rongga mulut, review
saat ini adalah pembaharuan perkembangan terakhir dalam penelitian siwak.
Terutama ditekankan pada komposisi kimia, bagaimana dan kapan harus
menggunakan siwak untuk membersihkan gigi dan mulut secara efektif.17
2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Siwak
Klasifikasi dari tanaman siwak adalah :18
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliphytax
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Brassicales
Famili
: Salvadoraceae
Genus
: Salvadora
Spesies
: Salvadora persica
Universitas Sumatera Utara
7
Menurut El-Desoukey (2015), Siwak (Salvadora persica) adalah sebuah pohon
kecil atau semak belukar dengan batang yang tidak lurus, yang biasanya berada satu
kaki dari diameter akarnya yang bentuknya seperti spons dan mudah hancur diantara
gigi.18 Siwak juga merupakan tumbuhan halofit yang selalu berdaun hijau dan dapat
tumbuh pada kondisi yang ekstrim, mulai dari lingkungan yang sangat kering sampai
dengan lingkungan yang berkadar garam tanah yang sangat tinggi (Gambar 1).16
Gambar 1. Bagian batang, buah dan daun dari siwak (Salvadora persica)16
Menurut Sher et al. (2010), pohon arak ini memiliki tinggi hingga 7 m, batang
utama diselimuti oleh cabang-cabang yang sangat lebat. Pertumbuhan tanaman ini
menuju ke segala arah, sampai cabang-cabangnya menyentuh tanah.16 Jika kulitnya
dikelupas berwarna agak keputihan dan memiliki banyak juntaian serat. Akarnya
berwarna cokelat dan bagian dalamnya berwarna putih (Gambar 2). Aromanya seperti
seledri dan rasanya agak pedas.20 Daunnya berbentuk oblongelliptik (seperti telur)
sampai bulat dengan ukuran 3x7 cm, berwarna hijau, agak tebal, bagian apeksnya
meruncing sampai membulat, mengecil tajam, bagian basis umumnya menyempit,
terdapat batas daun yang jelas, petiol (tulang daun) memiliki panjang sampai 10 mm,
dan tersusun berlawanan berpasangan. Bunga berwarna kehijauan sampai
kekuningan, sangat kecil, mudah lepas dari batang dan terdapat mulai dari bagian
aksial sampai ujung panikel (batang dengan cabang bunga yang banyak) sepanjang 10
Universitas Sumatera Utara
8
cm. Buah berbentuk bola, berdaging, memiliki diameter 5-10 mm, berwarna merah
muda sampai ungu dan semi transparan ketika sudah matang (Gambar 1).16
Gambar 2. Kayu siwak 21
Salvadora persica ditemukan tumbuh di lembah, gurun pasir dan di gundukan
rayap. Salvadora persica dapat bertahan pada lingkungan yang sangat kering (curah
hujan kurang dari 200 mm) dan sangat tahan terhadap garam sehingga dapat juga
ditemukan di wilayah pesisir pantai. Jangkauan ketinggian daerah pertumbuhan
bervariasi mulai dari 0-1800 meter di atas permukaan laut. Dan juga Salvadora
persica dapat tumbuh di tanah liat, tanah hitam dan pasir.16
2.1.2. Kandungan Kimia dan Aktifitas Antifungal Siwak
Efek menguntungkan dari siwak dalam hal pemeliharaan kebersihan mulut dan
kesehatan gigi, dapat dikaitkan dengan metode mekanik dari menyikat dan komponen
farmakologinya. Analisis kimia menunjukkan bahwa siwak mengandung banyak
konstituen alami yang dikenal untuk manfaat kesehatan mulut.17 Bahan kimia yang
terkandung di Salvadora persica adalah sebagai berikut:5,17,21-23
Natrium klorida, kalsium oksalat, silica, fluoride, vitamin C, tannin, sitosterol
yang berfungsi untuk remineralisasi struktur gigi, sebagai bahan abrasif untuk
menghilangkan noda gigi, memproduksi saliva dan juga menguatkan pembuluh
darah pada gingival serta mencegah inflamasi pada gingiva
Saponin, flavonoid, alkaloid (salvadorine), trimetilamin yang berfungsi untuk
menurunkan akumulasi plak, steroid (betasitosterol) dan benzil-isotiosianat,
senyawa sulfat yang berperan sebagai antimikrobial dan untuk mengobati
inflamasi pada gingival.
Universitas Sumatera Utara
9
Minyak esensial yang memiliki aroma yang khas untuk menghilangkan bau yang
tidak sedap dan juga berperan dalam merangsang saliva.
Peran siwak dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans dapat dilihat dari
kandungan yang dimiliki siwak. Kandungan tanin telah dibuktikan dapat membentuk
kompleks senyawa yang irreversible dengan prolin (suatu protein lengkap), yang mana ikatan
ini mempunyai efek penghambatan sintesis protein untuk pembentukan dinding sel.
Akibatnya Candida albicans mengalami kerusakan dinding sel dan menyebabkan senyawa
antifungal dapat masuk ke dalam tubuh Candida albicans dan merusak komponen yang
terdapat di dalamnya.24
Selain itu flavonoid dan alkaloid yang terkandung dalam kayu siwak juga menunjukkan
aktivitas antifungal yang baik. Mekanisme kerja flavonoid adalah menghancurkan membran
dinding sel jamur, membentuk kompleks dengan reseptor yang ada di ekstrasel dan
membentuk kompleks dengan protein terlarut. Sedangkan alkaloid memiliki kemampuan
interkalasi dengan DNA jamur. Interkalasi adalah proses pemasukan reversible satu molekul
atau lebih ke dalam dua molekul atau lebih lainnya. Senyawa ini dengan mudah memasuki
membran inti sel dan mengganggu sintesis asam nukleat Candida albicans dengan
menginterupsi sintesis DNA. Gangguan pada pembentukan partikel protein dapat mencegah
proses sintesis protein di dalam inti sel sehingga menyebabkan kematian pada sel Candida
albicans.25
Beberapa penelitian seperti penelitian Al-Bayati dan Sulaiman (2008) di Irak,
mengemukakan bahwa ekstrak kayu siwak dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme di rongga mulut diantaranya adalah Candida albicans.1 Penelitian
Runyoro et al. (2006) di Tanzania juga mengemukakan bahwa ekstrak kayu siwak
memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan Candida albicans.7
2.2 Temulawak
Universitas Sumatera Utara
10
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu tanaman khas
Indonesia yang telah tersohor manfaat dan khasiatnya sejak dahulu kala. Temulawak
sebagaimana nama padanannya, Curcuma javanica, dipercaya sebagai tumbuhan asli
Indonesia, yang kemudian menyebar ke beberapa negara seperti Malaysia, Cina
bagian selatan, Thailand, Birma, India dan Filipina.26
Temulawak sering digunakan dalam pengobatan tradisional. Di berbagai daerah
di Indonesia, rimpang temulawak merupakan salah satu bahan ramuan obat
tradisional yang penting. Terdapat lebih dari 50 resep yang menggunakan temulawak
untuk pengobatan berbagai penyakit, antara lain penyakit yang berhubungan dengan
saluran pencernaan, seperti diare, disentri, cacingan, kurang nafsu makan, gangguan
hati, sakit kuning, pengobatan sakit ginjal, kencing batu, empedu, pengobatan
rematik, kejang-kejang dan pegal linu.27
Penelitian modern yang dilakukan oleh berbagai peneliti di luar negeri
menemukan bahwa temulawak memiliki efek seperti antihepatotoksik, antioksidan,
antitumor, anti-inflamasi, dll. Selain itu, beberapa uji klinis produk kebersihan rongga
mulut yang mengandung ekstrak temulawak telah ditetapkan dan dipublikasikan.
Kesimpulan dari beberapa uji klinis tersebut menunjukkan bahwa temulawak dengan
aktivitas antimikroba yang sangat selektif tampaknya akan menjadi bahan alami yang
menggantikan bahan-bahan kimia, dan produk kebersihan rongga mulut yang
mengandung temulawak akan menjadi paradigma baru yang memberikan manfaat
alami bagi konsumen.28
2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Temulawak
Klasifikasi ilmiah dari tanaman temulawak adalah :28
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub-divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Universitas Sumatera Utara
11
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Tumbuhan temulawak dapat hidup pada ketinggian 1200 m di atas permukaan
laut, dan pada berbagai jenis tanah, tetapi untuk menghasilkan rimpang yang
berkualitas baik diperlukan tanah subur yang mengandung banyak unsur hara.29
Temulawak merupakan tanaman tahunan yang tumbuh merumpun. Tanaman ini
memiliki batang semu yang berwarna hijau dan cokelat gelap. Batang-batang tersebut
tersusun atas upih-upih daun layaknya pohon pisang dan tumbuh tegak lurus.
Tingginya dapat mencapai 1-2 m. Masing-masing rumpun terdiri dari beberapa
tanaman (anakan) dan memiliki 2-9 helai daun pada setiap anakan.
Bentuk daunnya lonjong memanjang dan agak lebar. Panjangnya dapat mencapai
50-55 cm sedangkan lebarnya dapat mencapai 18 cm. Helai daun dan seluruh ibu
tulang daun memiliki garis hitam. Masing-masing helai daun melekat pada tangkai
daun dengan posisi yang saling menutupi secara beraturan. Telapak daunnya
berwarna hijau tua, memiliki garis-garis cokelat dengan lebar antara 1-2,5 cm, dan
memiliki bintik-bintik hijau muda yang terlihat jernih. (Gambar 3).30
Bunga temulawak tergolong memiliki bentuk unik karena bergerombol.
Ukurannya pendek dan lebar, berwarna putih atau kuning tua dan pangkal bunga
berwarna ungu. Bunganya yang majemuk berbentuk bulir, bulat panjang dengan
panjang mencapai 9-23 cm dan lebar 4-6 cm. Bunga muncul secara bergiliran dari
kantung-kantung daun pelindung yang besar. Kelopak bunga berwarna putih dan
berbulu dengan panjang 8-13 mm. Mahkota bunganya berwarna merah dan berbentuk
tabung dengan panjang keseluruhan mencapai 4,5 cm, sedangkan helai bunga
berbentuk bundar memanjang dan berwarna putih dengan ujung yang berwarna
merah dadu atau merah. Panjangnya mencapai 1,25-2
cm dengan lebar 1 cm (gambar 4).30
Universitas Sumatera Utara
12
B
C
Gambar 3. Tanaman Temulawak31
(A) Pohon Temulawak
(B) Bunga Temulawak
(C) Rimpang Temulawak
Karena tergolong sebagai tanaman monokotil, temulawak tidak memiliki akar
tunggang. Akar yang dimilikinya adalah akar rimpang. Sebenarnya, akar rimpang
adalah bagian batang tanaman yang berada di dalam tanah. Rimpang temulawak
terbentuk di dalam tanah pada kedalaman sekitar 16 cm. Akar rimpang terbentuk
dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Akar ini disebut juga
sebagai umbi batang, umbi akar atau akar tinggal. Di antara genus Curcuma,
temulawak memiliki ukuran rimpang yang paling besar.30
Rimpang temulawak terdiri dari dua bagian, yaitu rimpang induk dan rimpang
anakan. Bentuk rimpang induk bulat seperti telur. Bagian luar berwarna kuning tua
atau coklat-kemerahan dan sebelah dalamnya kuning. Rimpang induk dapat memiliki
3-4 buah rimpang. Umumnya, masing-masing rumpun memiliki 6 buah rimpang tua
dan 5 buah rimpang muda (Gambar 5). Pertumbuhan rimpang-rimpang muda tersebut
mengarah ke samping dengan bentuk yang bermacam-macam.30
2.2.2 Kandungan Kimia dan Aktifitas Antifungal Temulawak
Temulawak telah lama diketahui mengandung senyawa kimia yang mempunyai
keaktifan fisiologi, yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkuminoid terdiri atas
Universitas Sumatera Utara
13
senyawa berwarna kuning kurkumin dan turunannya. Selain itu, temulawak juga
diketahui memiliki beragam kandungan fitokimia. Fitokimia biasanya digunakan
untuk merujuk pada senyawa yang memiliki efek yang baik bagi kesehatan atau dapat
digunakan untuk mencegah suatu penyakit. Kandungan-kandungan fitokimia pada
temulawak adalah alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, dan triterpenoid.30
Berdasarkan analisis rnutu rimpang temulawak secara kwantitatif diperoleh kadar
air 13,98% kadar minyak atsiri 3,81% kadar pati 41,45% kadar serat 12,62% kadar
abu 4,62% kadar abu tak larut asam 0,56% sari air 10,96% sari alkohol 9,48% dan
kadar kurkumin 2,29%. Sedangkan berdasarkan Analisis secara kwalitatif dengan
pengujian skrining fitokimia diperoleh bahwa didalam rimpang temulawak terdapat
alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, triterpennoid dan glikosida. Dari hasil pengujian
skrining fitokimia terlihat dalam rimpang temulawak kandungan alkaloid, flavonoid,
fenolik,triterpennoid dan glikosida lebih dominan dibanding tanin, saponin dan
steroid.32
Dari kandungan-kandungan tersebut, pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri adalah
komponen yang paling banyak manfaatnya. Sementara itu, pati merupakan
kandungan kimia terbanyak pada rimpang temulawak.30 Kandungan minyak atsiri
pada temulawak tergolong cukup tinggi. Umumnya, minyak atsiri dari rimpang
temulawak mengandung xanthorrhizol, germakren, alloaromadendren, tricyclin, dan
isofurogermakren.33 Xanthorrhizol merupakan komponen yang paling aktif dan
diketahui dapat membunuh dan menghambat Candida albicans.34
Aktivitas antifungal pada temulawak dapat dilihat dari komponen kimia yang
terkandung pada temulawak khususnya pada bagian rimpang. Minyak atsiri dapat
menghambat pertumbuhan dan mematikan kuman dengan cara menghambat proses
terbentuknya dinding sel, sehingga dinding sel apabila terganggu maka akan tidak
terbentuk secara sempurna sehingga dapat mengakibatkan sel jamur menjadi mati.
Flavonoid dan alkaloid merupakan salah satu senyawa dari ekstrak temulawak yang
memiliki aktivitas biologis yang luas termasuk sebagai antivirus dan antimikroba.
Mekanisme kerja dari flavonoid dan alkaloid adalah dengan cara membunuh jamur
Universitas Sumatera Utara
14
dengan memicu denaturasi protein sehingga dapat meningkatkan permeabilitas sel
sehingga dinding sel mengerut dan mati.10,11
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuktikan aktifitas antifungal
temulawak. Rukayadi et al. telah melakukan penelitian aktivitas antijamur secara in
vitro dari xanthorrhizol yang merupakan senyawa yang terdapat di dalam minyak
atsiri. Hasilnya menunjukkan bahwa xanthorrhizol memiliki kemampuan untuk
menghambat Candida spesies, salah satunya adalah Candida albicans.9
Selain itu, penelitian Adila dkk melakukan uji antimikroba Curcuma spesies
terhadap pertumbuhan Candida albicans, Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli. Salah satu hasilnya menunjukkan bahwa Curcuma xanthorrhiza Roxb.
(temulawak) memiliki daya hambat yang kuat terhadap Candida albicans.11
2.3 Candida albicans
Candida albicans (Gambar 7) merupakan ragi oportunistik dan dapat menjadi
patogen ketika pertahanan host memburuk. Candida albicans dapat ditemukan pada
rongga mulut, usus, dan alat kelamin tetapi sebagai komensal (normal).12,13 Saat ini,
Candida albicans diperkirakan menjadi jamur patogen utama pada manusia. Candida
albicans bahkan dapat masuk ke dalam aliran darah dengan penerobosan langsung
dari epitel yang telah mengalami kerusakan jaringan, atau dengan penyebaran dari
biofilm yang terbentuk pada perangkat-perangkat kesehatan seperti kateter, implant
gigi, endoprosthesis (sendi buatan), ataupun pusat sistem saraf.35
2.3.1
Klasifikasi dan Morfologi Candida albicans
Klasifikasi ilmiah dari Candida albicans adalah :36
Kingdom
: Fungi
Filum
: Ascomycota
Subfilum
: Ascomycotina
Kelas
: Ascomycetes
Ordo
: Saccharomycetales
Famili
: Saccaharomycetaceae
Universitas Sumatera Utara
15
Genus
: Candida
Spesies
: Candida albicans
Tidak seperti spesies Candida yang lain, Candida albicans ditemukan memiliki
tiga bentuk, yaitu sebagai ragi, hifa, atau pseudohifa sebagai bentuk intermediat.37
Beberapa ahli mengelompokkan hifa dan pseudohifa sebagai satu kelompok,
sehingga Candida albicans sering disebut sebagai jamur dimorfik. Sel jamur Candida
albicans adalah uniseluler dengan bentuk bulat atau lonjong, dan biasanya
membentuk koloni berwarna putih dengan permukaan yang halus. Reproduksi sel
jamur dilakukan dengan cara membelah diri secara mitosis atau budding, dimana dari
satu sel induk membelah diri menjadi dua sel anak. Selain itu, Candida albicans juga
memiliki
kemampuan
untuk
membentuk
spora
seperti
blastospora
dan
klamidospora.36
Dinding sel Candida albicans berfungsi sebagai pelindung dan juga sebagai
target dari beberapa antimikotik. Dinding sel berperan pula dalam proses penempelan
dan kolonisasi serta bersifat antigenik. Fungsi utama dinding sel tersebut adalah
memberi bentuk pada sel dan melindungi sel ragi dari lingkungannya. Candida
albicans mempunyai struktur dinding sel yang kompleks, tebalnya 100-400 nm.
Menurut Segal & Bavin (1994) dinding sel Candida albicans terdiri dari lima lapisan
yang berbeda (Gambar 8).38
Universitas Sumatera Utara
16
Gambar 4. Candida albicans 37
Komposisi primer terdiri dari glukan, manan, dan khitin. Manan dan protein
berjumlah sekitar 15,2-30% dari berat kering dinding sel, β-1,3-D-glukan dan β-1,6D-glukan sekitar 47-60%, khitin sekitar 0,6-9%, protein 6-25% dan lipid 1-7%.
Candida albicans dapat tumbuh dalam perbenihan pada suhu 28oC - 37oC. Candida
albicans membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber energi
untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat diperoleh
dari karbohidrat.38
Gambar 5. Dinding sel Candida albicans38
2.3.2 Patogenesis Candida albicans
Tahap pertama dalam proses infeksi Candida albicans ke tubuh hewan atau
manusia adalah tahap perlekatan (adhesi). Kemampuan melekat pada sel inang
Universitas Sumatera Utara
17
merupakan tahap penting dalam kolonisasi dan penyerangan (invasi) ke sel inang.
Bagian pertama dari Candida albicans yang berinteraksi dengan sel inang adalah
dinding sel.39 Manan dan manoprotein merupakan molekul-molekul Candida
albicans yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil yang terdapat
dalam dinding sel juga berperan dalam aktifitas adhesif.38
Perlekatan lapisan dinding sel dengan sel inang terjadi karena mekanisme
kombinasi spesifik (interaksi antara ligand dan reseptor) dan non spesifik (kutub
elektrostatik dan ikatan van der walls) yang kemudian menyebabkan serangan
Candida albicans ke berbagai permukaan jaringan. Perlekatan dan kontak fisik
antara Candida albicans dan sel inang selanjutnya mengaktivasi mitogen activated
protein kinase (Map-kinase). Protein kinase tersebut merupakan bagian dari jalur
integritas yang diaktivasi oleh stress pada dinding sel (tempat Candida albicans dan
sel host melakukan kontak). Map-kinase juga diperlukan untuk pembentukan hifa
invasive dan perkembangan biofilm pada tahap selanjutnya.39
Tahap setelah perlekatan adalah invasi. Penelitian tentang invasi Candida
albicans dilakukan pada kultur jaringan epitel mulut manusia (reconstuted human
oral epithelium ; rhoe) untuk mengetahui penampilan ultrastruktur oral candidiasis.
Tempat aktivitas Candida albicans selama invasi diperiksa dengan menggunakan
metode sitokimia. Hasil menunjukkan bahwa selama 48 jam Candida albicans
menginvasi rhoe dan pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya ciri patologis
akibat invasi. Hifa Candida albicans melakukan penerobosan ke dalam permukaan
epithelium terutama pada cell junction.39
Kemampuan suatu mikroorganisme untuk mempengaruhi lingkungannya
diantaranya tergantung pada kemampuannya untuk membentuk suatu komunitas.
Candida albicans membentuk komunitasnya dengan membentuk ikatan koloni yang
disebut biofilm. Biofilm merupakan koloni mikroba (biasanya penyebab suatu
penyakit) yang membentuk matrik polimer organik yang dapat digunakan sebagai
penanda pertumbuhan mikroba. Berfungsi sebagai pelindung sehingga mikroba yang
membentuk biofilm biasanya mempunyai resisten terhadap antimikroba biasa atau
Universitas Sumatera Utara
18
menghindar dari system kekebalan sel. Berkembangnya biofilm biasanya seiring
bertambahnya infeksi klinis sehingga biofilm menjadi salah satu faktor virulensi.39
2.4 Uji Antifungal dengan Pengukuran Zona Hambat
Uji antifungal dengan mengukur zona hambat adalah dengan menggunakan
metode difusi disk (Kirby-Bauer). Prinsip metode ini adalah menentukan keampuhan
agen antimikroba dengan mengukur diameter zona yang dihasilkan dari kekuatan
antimikroba menghambat bahkan membunuh mikroba uji. Zona hambat yang
terbentuk adalah daerah bebas koloni (zona bening) yang diukur dengan
menggunakan kaliper dengan menghitung diameter vertikal dan diameter horizontal.
Kriteria kekuatan antimikroba menurut David dan Stout, adalah sebagai
berikut:33
1. Diameter zona hambat 10-20 mm
: Antimikroba kuat
2. Diameter zona hambat 5-10 mm
: Antimikroba sedang
3. Diameter zona hambat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Siwak
Kayu siwak atau dikenali sebagai Miswak yang berasal dari kelompok
Salvadoracea yang tumbuh di daerah yang berbeda di dunia termasuk Timur Tengah
dan Afrika. Siwak merupakan salah satu tanaman obat yang paling umum digunakan
untuk kebersihan mulut di antara komunitas Muslim.6 Siwak dikenal dengan sejumlah
nama-nama umum seperti : miswak, arak, pohon sikat gigi, pohon mustard.16
Sekarang siwak sedang banyak digunakan di berbagai belahan dunia. Di Timur
Tengah, Asia dan masyarakat Afrika Amerika, metode tradisional pembersihan gigi
masih digunakan karena biaya rendah, terjangkau, tersedia, penggunaan dalam ritual
dan tujuan agama. Mengingat pentingnya sejarah, budaya dan agama dari siwak
(Salvadora persica) sebagai alat kebersihan dan pemeliharaan rongga mulut, review
saat ini adalah pembaharuan perkembangan terakhir dalam penelitian siwak.
Terutama ditekankan pada komposisi kimia, bagaimana dan kapan harus
menggunakan siwak untuk membersihkan gigi dan mulut secara efektif.17
2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Siwak
Klasifikasi dari tanaman siwak adalah :18
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliphytax
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Brassicales
Famili
: Salvadoraceae
Genus
: Salvadora
Spesies
: Salvadora persica
Universitas Sumatera Utara
7
Menurut El-Desoukey (2015), Siwak (Salvadora persica) adalah sebuah pohon
kecil atau semak belukar dengan batang yang tidak lurus, yang biasanya berada satu
kaki dari diameter akarnya yang bentuknya seperti spons dan mudah hancur diantara
gigi.18 Siwak juga merupakan tumbuhan halofit yang selalu berdaun hijau dan dapat
tumbuh pada kondisi yang ekstrim, mulai dari lingkungan yang sangat kering sampai
dengan lingkungan yang berkadar garam tanah yang sangat tinggi (Gambar 1).16
Gambar 1. Bagian batang, buah dan daun dari siwak (Salvadora persica)16
Menurut Sher et al. (2010), pohon arak ini memiliki tinggi hingga 7 m, batang
utama diselimuti oleh cabang-cabang yang sangat lebat. Pertumbuhan tanaman ini
menuju ke segala arah, sampai cabang-cabangnya menyentuh tanah.16 Jika kulitnya
dikelupas berwarna agak keputihan dan memiliki banyak juntaian serat. Akarnya
berwarna cokelat dan bagian dalamnya berwarna putih (Gambar 2). Aromanya seperti
seledri dan rasanya agak pedas.20 Daunnya berbentuk oblongelliptik (seperti telur)
sampai bulat dengan ukuran 3x7 cm, berwarna hijau, agak tebal, bagian apeksnya
meruncing sampai membulat, mengecil tajam, bagian basis umumnya menyempit,
terdapat batas daun yang jelas, petiol (tulang daun) memiliki panjang sampai 10 mm,
dan tersusun berlawanan berpasangan. Bunga berwarna kehijauan sampai
kekuningan, sangat kecil, mudah lepas dari batang dan terdapat mulai dari bagian
aksial sampai ujung panikel (batang dengan cabang bunga yang banyak) sepanjang 10
Universitas Sumatera Utara
8
cm. Buah berbentuk bola, berdaging, memiliki diameter 5-10 mm, berwarna merah
muda sampai ungu dan semi transparan ketika sudah matang (Gambar 1).16
Gambar 2. Kayu siwak 21
Salvadora persica ditemukan tumbuh di lembah, gurun pasir dan di gundukan
rayap. Salvadora persica dapat bertahan pada lingkungan yang sangat kering (curah
hujan kurang dari 200 mm) dan sangat tahan terhadap garam sehingga dapat juga
ditemukan di wilayah pesisir pantai. Jangkauan ketinggian daerah pertumbuhan
bervariasi mulai dari 0-1800 meter di atas permukaan laut. Dan juga Salvadora
persica dapat tumbuh di tanah liat, tanah hitam dan pasir.16
2.1.2. Kandungan Kimia dan Aktifitas Antifungal Siwak
Efek menguntungkan dari siwak dalam hal pemeliharaan kebersihan mulut dan
kesehatan gigi, dapat dikaitkan dengan metode mekanik dari menyikat dan komponen
farmakologinya. Analisis kimia menunjukkan bahwa siwak mengandung banyak
konstituen alami yang dikenal untuk manfaat kesehatan mulut.17 Bahan kimia yang
terkandung di Salvadora persica adalah sebagai berikut:5,17,21-23
Natrium klorida, kalsium oksalat, silica, fluoride, vitamin C, tannin, sitosterol
yang berfungsi untuk remineralisasi struktur gigi, sebagai bahan abrasif untuk
menghilangkan noda gigi, memproduksi saliva dan juga menguatkan pembuluh
darah pada gingival serta mencegah inflamasi pada gingiva
Saponin, flavonoid, alkaloid (salvadorine), trimetilamin yang berfungsi untuk
menurunkan akumulasi plak, steroid (betasitosterol) dan benzil-isotiosianat,
senyawa sulfat yang berperan sebagai antimikrobial dan untuk mengobati
inflamasi pada gingival.
Universitas Sumatera Utara
9
Minyak esensial yang memiliki aroma yang khas untuk menghilangkan bau yang
tidak sedap dan juga berperan dalam merangsang saliva.
Peran siwak dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans dapat dilihat dari
kandungan yang dimiliki siwak. Kandungan tanin telah dibuktikan dapat membentuk
kompleks senyawa yang irreversible dengan prolin (suatu protein lengkap), yang mana ikatan
ini mempunyai efek penghambatan sintesis protein untuk pembentukan dinding sel.
Akibatnya Candida albicans mengalami kerusakan dinding sel dan menyebabkan senyawa
antifungal dapat masuk ke dalam tubuh Candida albicans dan merusak komponen yang
terdapat di dalamnya.24
Selain itu flavonoid dan alkaloid yang terkandung dalam kayu siwak juga menunjukkan
aktivitas antifungal yang baik. Mekanisme kerja flavonoid adalah menghancurkan membran
dinding sel jamur, membentuk kompleks dengan reseptor yang ada di ekstrasel dan
membentuk kompleks dengan protein terlarut. Sedangkan alkaloid memiliki kemampuan
interkalasi dengan DNA jamur. Interkalasi adalah proses pemasukan reversible satu molekul
atau lebih ke dalam dua molekul atau lebih lainnya. Senyawa ini dengan mudah memasuki
membran inti sel dan mengganggu sintesis asam nukleat Candida albicans dengan
menginterupsi sintesis DNA. Gangguan pada pembentukan partikel protein dapat mencegah
proses sintesis protein di dalam inti sel sehingga menyebabkan kematian pada sel Candida
albicans.25
Beberapa penelitian seperti penelitian Al-Bayati dan Sulaiman (2008) di Irak,
mengemukakan bahwa ekstrak kayu siwak dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme di rongga mulut diantaranya adalah Candida albicans.1 Penelitian
Runyoro et al. (2006) di Tanzania juga mengemukakan bahwa ekstrak kayu siwak
memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan Candida albicans.7
2.2 Temulawak
Universitas Sumatera Utara
10
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu tanaman khas
Indonesia yang telah tersohor manfaat dan khasiatnya sejak dahulu kala. Temulawak
sebagaimana nama padanannya, Curcuma javanica, dipercaya sebagai tumbuhan asli
Indonesia, yang kemudian menyebar ke beberapa negara seperti Malaysia, Cina
bagian selatan, Thailand, Birma, India dan Filipina.26
Temulawak sering digunakan dalam pengobatan tradisional. Di berbagai daerah
di Indonesia, rimpang temulawak merupakan salah satu bahan ramuan obat
tradisional yang penting. Terdapat lebih dari 50 resep yang menggunakan temulawak
untuk pengobatan berbagai penyakit, antara lain penyakit yang berhubungan dengan
saluran pencernaan, seperti diare, disentri, cacingan, kurang nafsu makan, gangguan
hati, sakit kuning, pengobatan sakit ginjal, kencing batu, empedu, pengobatan
rematik, kejang-kejang dan pegal linu.27
Penelitian modern yang dilakukan oleh berbagai peneliti di luar negeri
menemukan bahwa temulawak memiliki efek seperti antihepatotoksik, antioksidan,
antitumor, anti-inflamasi, dll. Selain itu, beberapa uji klinis produk kebersihan rongga
mulut yang mengandung ekstrak temulawak telah ditetapkan dan dipublikasikan.
Kesimpulan dari beberapa uji klinis tersebut menunjukkan bahwa temulawak dengan
aktivitas antimikroba yang sangat selektif tampaknya akan menjadi bahan alami yang
menggantikan bahan-bahan kimia, dan produk kebersihan rongga mulut yang
mengandung temulawak akan menjadi paradigma baru yang memberikan manfaat
alami bagi konsumen.28
2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Temulawak
Klasifikasi ilmiah dari tanaman temulawak adalah :28
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub-divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Universitas Sumatera Utara
11
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Tumbuhan temulawak dapat hidup pada ketinggian 1200 m di atas permukaan
laut, dan pada berbagai jenis tanah, tetapi untuk menghasilkan rimpang yang
berkualitas baik diperlukan tanah subur yang mengandung banyak unsur hara.29
Temulawak merupakan tanaman tahunan yang tumbuh merumpun. Tanaman ini
memiliki batang semu yang berwarna hijau dan cokelat gelap. Batang-batang tersebut
tersusun atas upih-upih daun layaknya pohon pisang dan tumbuh tegak lurus.
Tingginya dapat mencapai 1-2 m. Masing-masing rumpun terdiri dari beberapa
tanaman (anakan) dan memiliki 2-9 helai daun pada setiap anakan.
Bentuk daunnya lonjong memanjang dan agak lebar. Panjangnya dapat mencapai
50-55 cm sedangkan lebarnya dapat mencapai 18 cm. Helai daun dan seluruh ibu
tulang daun memiliki garis hitam. Masing-masing helai daun melekat pada tangkai
daun dengan posisi yang saling menutupi secara beraturan. Telapak daunnya
berwarna hijau tua, memiliki garis-garis cokelat dengan lebar antara 1-2,5 cm, dan
memiliki bintik-bintik hijau muda yang terlihat jernih. (Gambar 3).30
Bunga temulawak tergolong memiliki bentuk unik karena bergerombol.
Ukurannya pendek dan lebar, berwarna putih atau kuning tua dan pangkal bunga
berwarna ungu. Bunganya yang majemuk berbentuk bulir, bulat panjang dengan
panjang mencapai 9-23 cm dan lebar 4-6 cm. Bunga muncul secara bergiliran dari
kantung-kantung daun pelindung yang besar. Kelopak bunga berwarna putih dan
berbulu dengan panjang 8-13 mm. Mahkota bunganya berwarna merah dan berbentuk
tabung dengan panjang keseluruhan mencapai 4,5 cm, sedangkan helai bunga
berbentuk bundar memanjang dan berwarna putih dengan ujung yang berwarna
merah dadu atau merah. Panjangnya mencapai 1,25-2
cm dengan lebar 1 cm (gambar 4).30
Universitas Sumatera Utara
12
B
C
Gambar 3. Tanaman Temulawak31
(A) Pohon Temulawak
(B) Bunga Temulawak
(C) Rimpang Temulawak
Karena tergolong sebagai tanaman monokotil, temulawak tidak memiliki akar
tunggang. Akar yang dimilikinya adalah akar rimpang. Sebenarnya, akar rimpang
adalah bagian batang tanaman yang berada di dalam tanah. Rimpang temulawak
terbentuk di dalam tanah pada kedalaman sekitar 16 cm. Akar rimpang terbentuk
dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Akar ini disebut juga
sebagai umbi batang, umbi akar atau akar tinggal. Di antara genus Curcuma,
temulawak memiliki ukuran rimpang yang paling besar.30
Rimpang temulawak terdiri dari dua bagian, yaitu rimpang induk dan rimpang
anakan. Bentuk rimpang induk bulat seperti telur. Bagian luar berwarna kuning tua
atau coklat-kemerahan dan sebelah dalamnya kuning. Rimpang induk dapat memiliki
3-4 buah rimpang. Umumnya, masing-masing rumpun memiliki 6 buah rimpang tua
dan 5 buah rimpang muda (Gambar 5). Pertumbuhan rimpang-rimpang muda tersebut
mengarah ke samping dengan bentuk yang bermacam-macam.30
2.2.2 Kandungan Kimia dan Aktifitas Antifungal Temulawak
Temulawak telah lama diketahui mengandung senyawa kimia yang mempunyai
keaktifan fisiologi, yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkuminoid terdiri atas
Universitas Sumatera Utara
13
senyawa berwarna kuning kurkumin dan turunannya. Selain itu, temulawak juga
diketahui memiliki beragam kandungan fitokimia. Fitokimia biasanya digunakan
untuk merujuk pada senyawa yang memiliki efek yang baik bagi kesehatan atau dapat
digunakan untuk mencegah suatu penyakit. Kandungan-kandungan fitokimia pada
temulawak adalah alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, dan triterpenoid.30
Berdasarkan analisis rnutu rimpang temulawak secara kwantitatif diperoleh kadar
air 13,98% kadar minyak atsiri 3,81% kadar pati 41,45% kadar serat 12,62% kadar
abu 4,62% kadar abu tak larut asam 0,56% sari air 10,96% sari alkohol 9,48% dan
kadar kurkumin 2,29%. Sedangkan berdasarkan Analisis secara kwalitatif dengan
pengujian skrining fitokimia diperoleh bahwa didalam rimpang temulawak terdapat
alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, triterpennoid dan glikosida. Dari hasil pengujian
skrining fitokimia terlihat dalam rimpang temulawak kandungan alkaloid, flavonoid,
fenolik,triterpennoid dan glikosida lebih dominan dibanding tanin, saponin dan
steroid.32
Dari kandungan-kandungan tersebut, pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri adalah
komponen yang paling banyak manfaatnya. Sementara itu, pati merupakan
kandungan kimia terbanyak pada rimpang temulawak.30 Kandungan minyak atsiri
pada temulawak tergolong cukup tinggi. Umumnya, minyak atsiri dari rimpang
temulawak mengandung xanthorrhizol, germakren, alloaromadendren, tricyclin, dan
isofurogermakren.33 Xanthorrhizol merupakan komponen yang paling aktif dan
diketahui dapat membunuh dan menghambat Candida albicans.34
Aktivitas antifungal pada temulawak dapat dilihat dari komponen kimia yang
terkandung pada temulawak khususnya pada bagian rimpang. Minyak atsiri dapat
menghambat pertumbuhan dan mematikan kuman dengan cara menghambat proses
terbentuknya dinding sel, sehingga dinding sel apabila terganggu maka akan tidak
terbentuk secara sempurna sehingga dapat mengakibatkan sel jamur menjadi mati.
Flavonoid dan alkaloid merupakan salah satu senyawa dari ekstrak temulawak yang
memiliki aktivitas biologis yang luas termasuk sebagai antivirus dan antimikroba.
Mekanisme kerja dari flavonoid dan alkaloid adalah dengan cara membunuh jamur
Universitas Sumatera Utara
14
dengan memicu denaturasi protein sehingga dapat meningkatkan permeabilitas sel
sehingga dinding sel mengerut dan mati.10,11
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuktikan aktifitas antifungal
temulawak. Rukayadi et al. telah melakukan penelitian aktivitas antijamur secara in
vitro dari xanthorrhizol yang merupakan senyawa yang terdapat di dalam minyak
atsiri. Hasilnya menunjukkan bahwa xanthorrhizol memiliki kemampuan untuk
menghambat Candida spesies, salah satunya adalah Candida albicans.9
Selain itu, penelitian Adila dkk melakukan uji antimikroba Curcuma spesies
terhadap pertumbuhan Candida albicans, Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli. Salah satu hasilnya menunjukkan bahwa Curcuma xanthorrhiza Roxb.
(temulawak) memiliki daya hambat yang kuat terhadap Candida albicans.11
2.3 Candida albicans
Candida albicans (Gambar 7) merupakan ragi oportunistik dan dapat menjadi
patogen ketika pertahanan host memburuk. Candida albicans dapat ditemukan pada
rongga mulut, usus, dan alat kelamin tetapi sebagai komensal (normal).12,13 Saat ini,
Candida albicans diperkirakan menjadi jamur patogen utama pada manusia. Candida
albicans bahkan dapat masuk ke dalam aliran darah dengan penerobosan langsung
dari epitel yang telah mengalami kerusakan jaringan, atau dengan penyebaran dari
biofilm yang terbentuk pada perangkat-perangkat kesehatan seperti kateter, implant
gigi, endoprosthesis (sendi buatan), ataupun pusat sistem saraf.35
2.3.1
Klasifikasi dan Morfologi Candida albicans
Klasifikasi ilmiah dari Candida albicans adalah :36
Kingdom
: Fungi
Filum
: Ascomycota
Subfilum
: Ascomycotina
Kelas
: Ascomycetes
Ordo
: Saccharomycetales
Famili
: Saccaharomycetaceae
Universitas Sumatera Utara
15
Genus
: Candida
Spesies
: Candida albicans
Tidak seperti spesies Candida yang lain, Candida albicans ditemukan memiliki
tiga bentuk, yaitu sebagai ragi, hifa, atau pseudohifa sebagai bentuk intermediat.37
Beberapa ahli mengelompokkan hifa dan pseudohifa sebagai satu kelompok,
sehingga Candida albicans sering disebut sebagai jamur dimorfik. Sel jamur Candida
albicans adalah uniseluler dengan bentuk bulat atau lonjong, dan biasanya
membentuk koloni berwarna putih dengan permukaan yang halus. Reproduksi sel
jamur dilakukan dengan cara membelah diri secara mitosis atau budding, dimana dari
satu sel induk membelah diri menjadi dua sel anak. Selain itu, Candida albicans juga
memiliki
kemampuan
untuk
membentuk
spora
seperti
blastospora
dan
klamidospora.36
Dinding sel Candida albicans berfungsi sebagai pelindung dan juga sebagai
target dari beberapa antimikotik. Dinding sel berperan pula dalam proses penempelan
dan kolonisasi serta bersifat antigenik. Fungsi utama dinding sel tersebut adalah
memberi bentuk pada sel dan melindungi sel ragi dari lingkungannya. Candida
albicans mempunyai struktur dinding sel yang kompleks, tebalnya 100-400 nm.
Menurut Segal & Bavin (1994) dinding sel Candida albicans terdiri dari lima lapisan
yang berbeda (Gambar 8).38
Universitas Sumatera Utara
16
Gambar 4. Candida albicans 37
Komposisi primer terdiri dari glukan, manan, dan khitin. Manan dan protein
berjumlah sekitar 15,2-30% dari berat kering dinding sel, β-1,3-D-glukan dan β-1,6D-glukan sekitar 47-60%, khitin sekitar 0,6-9%, protein 6-25% dan lipid 1-7%.
Candida albicans dapat tumbuh dalam perbenihan pada suhu 28oC - 37oC. Candida
albicans membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber energi
untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat diperoleh
dari karbohidrat.38
Gambar 5. Dinding sel Candida albicans38
2.3.2 Patogenesis Candida albicans
Tahap pertama dalam proses infeksi Candida albicans ke tubuh hewan atau
manusia adalah tahap perlekatan (adhesi). Kemampuan melekat pada sel inang
Universitas Sumatera Utara
17
merupakan tahap penting dalam kolonisasi dan penyerangan (invasi) ke sel inang.
Bagian pertama dari Candida albicans yang berinteraksi dengan sel inang adalah
dinding sel.39 Manan dan manoprotein merupakan molekul-molekul Candida
albicans yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil yang terdapat
dalam dinding sel juga berperan dalam aktifitas adhesif.38
Perlekatan lapisan dinding sel dengan sel inang terjadi karena mekanisme
kombinasi spesifik (interaksi antara ligand dan reseptor) dan non spesifik (kutub
elektrostatik dan ikatan van der walls) yang kemudian menyebabkan serangan
Candida albicans ke berbagai permukaan jaringan. Perlekatan dan kontak fisik
antara Candida albicans dan sel inang selanjutnya mengaktivasi mitogen activated
protein kinase (Map-kinase). Protein kinase tersebut merupakan bagian dari jalur
integritas yang diaktivasi oleh stress pada dinding sel (tempat Candida albicans dan
sel host melakukan kontak). Map-kinase juga diperlukan untuk pembentukan hifa
invasive dan perkembangan biofilm pada tahap selanjutnya.39
Tahap setelah perlekatan adalah invasi. Penelitian tentang invasi Candida
albicans dilakukan pada kultur jaringan epitel mulut manusia (reconstuted human
oral epithelium ; rhoe) untuk mengetahui penampilan ultrastruktur oral candidiasis.
Tempat aktivitas Candida albicans selama invasi diperiksa dengan menggunakan
metode sitokimia. Hasil menunjukkan bahwa selama 48 jam Candida albicans
menginvasi rhoe dan pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya ciri patologis
akibat invasi. Hifa Candida albicans melakukan penerobosan ke dalam permukaan
epithelium terutama pada cell junction.39
Kemampuan suatu mikroorganisme untuk mempengaruhi lingkungannya
diantaranya tergantung pada kemampuannya untuk membentuk suatu komunitas.
Candida albicans membentuk komunitasnya dengan membentuk ikatan koloni yang
disebut biofilm. Biofilm merupakan koloni mikroba (biasanya penyebab suatu
penyakit) yang membentuk matrik polimer organik yang dapat digunakan sebagai
penanda pertumbuhan mikroba. Berfungsi sebagai pelindung sehingga mikroba yang
membentuk biofilm biasanya mempunyai resisten terhadap antimikroba biasa atau
Universitas Sumatera Utara
18
menghindar dari system kekebalan sel. Berkembangnya biofilm biasanya seiring
bertambahnya infeksi klinis sehingga biofilm menjadi salah satu faktor virulensi.39
2.4 Uji Antifungal dengan Pengukuran Zona Hambat
Uji antifungal dengan mengukur zona hambat adalah dengan menggunakan
metode difusi disk (Kirby-Bauer). Prinsip metode ini adalah menentukan keampuhan
agen antimikroba dengan mengukur diameter zona yang dihasilkan dari kekuatan
antimikroba menghambat bahkan membunuh mikroba uji. Zona hambat yang
terbentuk adalah daerah bebas koloni (zona bening) yang diukur dengan
menggunakan kaliper dengan menghitung diameter vertikal dan diameter horizontal.
Kriteria kekuatan antimikroba menurut David dan Stout, adalah sebagai
berikut:33
1. Diameter zona hambat 10-20 mm
: Antimikroba kuat
2. Diameter zona hambat 5-10 mm
: Antimikroba sedang
3. Diameter zona hambat