Perbedaan Zona Hambat Ekstrak Kayu Siwak (Salvadora persica) dan Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap pertumbuhan Candida albicans

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir, mikroorganisme patogen yang ada pada tubuh
manusia telah berkembang menjadi semakin resisten sebagai akibat dari konsumsi
antimikrobial komersial secara irasional. Kondisi yang demikian mendorong para
ilmuwan untuk mencari zat antimikrobial baru dari berbagai sumber, salah satunya
dari tanaman obat.1
Selama beberapa tahun ini, tanaman obat telah digunakan di negara-negara
berkembang sebagai pengobatan alternatif untuk masalah kesehatan. Banyak ekstrak
tumbuhan dan minyak esensial diisolasi dari tanaman telah ditunjukkan untuk
mengerahkan aktivitas biologis, yang mengembangkan peluang penelitian baru dan
peran aktivitas antifungal dari tanaman karena tanaman menghasilkan berbagai
senyawa yang memiliki sifat sebagai antimikrobial.2
Kayu siwak dianggap sebagai alat pertama pembersih rongga mulut alami yang
digunakan

oleh manusia sejak 5000 SM. Sampai saat ini, kayu siwak masih


digunakan di berbagai belahan dunia terkhususnya negara-negara Muslim.3 Kayu
siwak lazim digunakan di Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Timur Tengah.
Ketersediaan, biaya yang murah, kesederhanaan, agama dan adat istiadat telah
membuat kayu siwak ini populer sampai masa modern. Kayu siwak ini memainkan
peran dalam mempromosikan kebersihan mulut, dan evaluasi lebih lanjut dari
efektivitas kayu siwak ini ini telah dibenarkan seperti yang dinyatakan oleh WHO
pada tahun 2000 mengenai laporan konsensus internasional tentang kebersihan
rongga mulut.4
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kayu siwak (Salvadora persica)
mengandung senyawa kimia alami tertentu yang memainkan peran penting dalam
menjaga kebersihan mulut yang baik.3 Senyawa kimia seperti natrium klorida,
kalsium oksalat, silika, fluorida, vitamin C, senyawa sulfat dan tannin telah
ditemukan pada tanaman ini. Selain itu tanaman ini mengandung saponin, flavonoid,

 
Universitas Sumatera Utara

2

alkaloid (salvadorine), trimetilamin, steroid (betasitosterol) dan benzil isothiocyanate.

Tanin dan benzil isothiocyanate telah dilaporkan memiliki efek antimikroba.5,6
Kandungan tanin, flavonoid dan alkaloid memiliki aktivitas biologis yang luas
sebagai antifungal. Pada penelitian Runyoro et al. (2006) di Tanzania mengemukakan
bahwa ekstrak kayu siwak memiliki aktivitas antifungal yang baik terhadap
pertumbuhan Candida albicans.7
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), atau dalam bahasa Inggris disebut
Javanese Tumeric, adalah tanaman asli Indonesia yang berkhasiat untuk menjaga
kesehatan dari berbagai penyakit. Rimpang temulawak mempunyai berbagai khasiat
yaitu sebagai analgesik, antibakteri, antijamur, antidiabetik, antidiare, antiinflamasi,
antihepatotoksik, antioksidan, antitumor, depresan, diuretik, hipolipidemik dan
insektisida.8 Temulawak secara tradisional digunakan di negara-negara Asia Tenggara
untuk makanan dan tujuan pengobatan.9
Rimpang temulawak mengandung senyawa aktif diantaranya terpenoid, alkaloid,
flavonoid, minyak atsiri, fenol dan kurkuminoid yang berfungsi sebagai antimikroba
sehingga sering digunakan dalam ramuan obat tradisional. Kandungan minyak atsiri,
flavonoid dan alkaloid memiliki aktivitas biologis yang luas sebagai antifungal.
Xanthorrhizol dalam minyak atsiri merupakan senyawa aktif antimikroba utama yang
juga terdapat dalam rimpang temulawak. Aktivitas antimikroba dari xanthorrhizol
mempunyai stabilitas yang baik terhadap panas, yakni pada temperature tinggi antara
60-121ºC.10,11

Pada penelitian Rukayadi Y et al. (2005), secara in vitro membuktikan senyawa
xanthorrhizol dalam minyak atsiri pada temulawak dapat menghambat pertumbuhan
terhadap beberapa jamur candida yaitu Candida albicans, Candida glabrata,
Candida guiliermondii, Candida krusei, Candida parapsilosis dan Candida
tropicalis.9
Candida albicans merupakan ragi oportunistik dan dapat menjadi patogen ketika
pertahanan host memburuk . Candida albicans dapat ditemukan pada rongga mulut,
usus dan alat kelamin tetapi sebagai komensal (normal).12,13 Candida albicans
dianggap sebagai ragi yang paling umum diisolasi dari rongga mulut, namun dalam

 
Universitas Sumatera Utara

3

kondisi spesifik, kolonisasi Candida Albicans dapat menimbulkan kondisi patologis
yang berbeda, mulai dari acute pseudomembranous thrush sampai dengan bentuk
patologis yang lebih kronis yang dapat bertahan untuk jangka waktu lama meskipun
sudah menjalani pengobatan. Risiko infeksi atau kolonisasi candida yang nyata
cenderung meningkat karena sekelompok faktor presdiposisi seperti oral hygiene

yang buruk, imunosupresi, defisiensi nutrisi, penggunaan antibiotik jangka panjang
atau terapi radiasi, gigitiruan, diabetes mellitus, diet karbohidrat yang berat ataupun
merokok berat.14 Selain itu, faktor yang menyebabkan Candida albicans menjadi
mikroba patogen, yaitu suhu yang optimal (37ºC), pH netral, media pertumbuhan,
sumber karbon yang tidak cukup, konsentrasi oksigen yang rendah dan bahan-bahan
kimia.15
Menurut Al-Bayati dan Sulaiman (2008) dalam penelitiannya di Irak
menggunakan sampel biakan Candida albicans dan ekstrak kayu siwak dengan
konsentrasi 200 mg/ml, 100 mg/ml, 50 mg/ml, 25 mg/ml dan 12,5 mg/ml dapat
menghambat pertumbuhan Candida albicans masing-masing sebesar 11 mm, 10,3
mm, 9,8 mm, 9,2 mm dan 8,6 mm dengan mengggunakan metode difusi disk.1
Sedangkan menurut Rahmi Adila, Nurmiati dan Anthoni Agustien (2013), ekstrak
rimpang temulawak dengan pelarut etanol memberikan daya hambat yang baik
terhadap pertumbuhan Candida dimana pada Candida albicans memiliki rata-rata
daya hambat sebesar 13,07 mm.11
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
perbedaan zona hambat antara ekstrak kayu siwak dan ekstrak temulawak dengan
konsentrasi 50%, 25%, 12,5% dan 6,25% terhadap pertumbuhan Candida albicans.

 

Universitas Sumatera Utara

4

1.2 Rumusan Masalah
1.

Berapakah zona hambat ekstrak kayu siwak (Salvadora persica) yang dibuat
dalam konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25% dan 50% terhadap pertumbuhan Candida
albicans?

2.

Berapakah zona hambat ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yang
dibuat dalam konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25% dan 50% terhadap pertumbuhan
Candida albicans?

3.

Apakah terdapat perbedaan zona hambat antara ekstrak kayu siwak (Salvadora

persica) dengan ekstrak temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) yang masingmasing dibuat dalam konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25% dan 50% terhadap
pertumbuhan Candida albicans?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah :

1.

Untuk mengetahui zona hambat ekstrak kayu siwak (Salvadora persica) yang
dibuat dalam konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25% dan 50% terhadap pertumbuhan
Candida albicans.

2.

Mengetahui zona hambat ekstrak temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) yang
dibuat dalam konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25% dan 50% terhadap pertumbuhan
Candida albicans.

3.

Mengetahui perbedaaan zona hambat antara ekstrak kayu siwak (Salvadora

persica) dengan ekstrak temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) yang masingmasing dibuat dalam konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25% dan 50% terhadap
pertumbuhan Candida albicans
1.4 Hipotesis Penelitian
Terdapat perbedaan zona hambat ekstrak kayu siwak (Salvadora persica) dan

ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap pertumbuhan Candida
albicans.

 
Universitas Sumatera Utara

5

1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
1.

Sebagai data adanya zona hambat ekstrak kayu siwak (Salvadora persica) dan
ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap pertumbuhan
Candida albicans.


2.

Sebagai data adanya perbedaan zona hambat kayu siwak (Salvadora persica)
dengan ekstrak temulawak (Curcuma xanthorhriza Roxb.) terhadap pertumbuhan
Candida albicans.

3.

Sebagai data awal dan informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
1.5.2 Manfaat Praktis

1.

Memberikan informasi kepada dokter gigi bahwa ekstrak

kayu siwak dan

ekstrak temulawak dijadikan sebagai bahan alternatif pilihan sebagai antifungal
dalam mencegah pertumbuhan Candida albicans yang merupakan etiologi utama

kandidiasis oral.
2.

Memberikan informasi kepada pabrik farmasi tentang manfaat ekstrak kayu
siwak dan ekstrak temulawak sebagai bahan alternatif antifungal untuk
menghambat pertumbuhan Candida albicans.

 
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

EFEK ANTIFUNGAL EKSTRAK ETANOL SIWAK (Salvadora persica) TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans PADA MEDIA SABOURAUD DEKSTROSE AGAR

1 3 8

Efek Antifungal Ekstrak Etanol Siwak (Salvadora persica) terhadap Pertumbuhan Jamur Candida albicans pada Media Saboraud Dekstrose Agar

0 2 4

Aktivitas Anticendawan Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora persica) Dan Larutan Kumur Komersial Terhadap Candida Albicans Secara In Vitro

0 2 95

Perbandingan Daya Hambat Ekstrak Siwak (Salvadora persica) Dan Larutan Kumur Komersil Terhadap Pertumbuhan Bakteri Mulut

0 9 72

UJI DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KAYU SIWAK (Salvadora persica) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Uji Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora Persica) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Porphyromonas Gingivalis Penyebab Gingivitis In Vitro.

0 1 16

Perbedaan Zona Hambat Ekstrak Kayu Siwak (Salvadora persica) dan Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap pertumbuhan Candida albicans

0 1 12

Perbedaan Zona Hambat Ekstrak Kayu Siwak (Salvadora persica) dan Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap pertumbuhan Candida albicans

2 2 16

Perbedaan Zona Hambat Ekstrak Kayu Siwak (Salvadora persica) dan Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap pertumbuhan Candida albicans Chapter III VI

0 0 25

Perbedaan Zona Hambat Ekstrak Kayu Siwak (Salvadora persica) dan Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap pertumbuhan Candida albicans

0 4 4

Perbedaan Zona Hambat Ekstrak Kayu Siwak (Salvadora persica) dan Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap pertumbuhan Candida albicans

0 0 1