KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIK (15)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN
PROGRAM PASCA SARJANA (S2)
TEKNIK GEOLOGI

MAKALAH
“TEKTONIK NUSA TENGGARA”

BASO REZKI MAULANA
P3000216002

MAKASSAR
2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas mata kuliah
Geotektonik berupa makalah yang berjudul “Tektonik Nusa Tenggara”.
Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membimbing, mengarahkan, dan membantu

penulis dalam menyusun tugas makalah ini, antara lain :
1. Bapak Dr. Ir. Musri Ma’waleda, MT dan Dr. Eng. Asri Jaya HS., ST. MT selaku
dosen pengasuh matakuliah Geotektonik.
2. Kedua orang tua atas segala dukungan materi dan moril yang senantiasa
tercurah kepada penulis.
3. Rekan-rekan mahasiswa Program Pasca Sarjana (S2) Jurusan Teknik Geologi
angkatan 2016 atas dukungan dan bantuannya.
Penulis mengharapkan adanya saran dan kritik dari pembaca yang
bersifat membangun demi perbaikan makalah ini. Segala kesalahan serta
kekeliruan yang ada tidak luput dari keterbatasan penulis sebagai manusia biasa
yang memiliki banyak kekurangan. Akhir kata, semoga penyusunan makalah ini
dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca, khususnya bagi penulis. Amin.

Makassar, Oktober 2016
Penyusun
i

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ....................................................................................

i

DAFTAR ISI ...................................................................................................

ii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

iii

BAB I

PENDAHULUAN .....................................................................

1

BAB II


TEKTONIK NUSA TENGGARA ...........................................

6

2.1

Tatanan Tektonik Nusa Tenggara ...............................................

6

2.2

Daerah Busur Dalam ...................................................................

7

2.3

Daerah Busur Belakang ..............................................................


9

2.4

Tektonostratigrafi Nusa Tenggara .............................................

13

KESIMPULAN .........................................................................

21

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

22

BAB III

LAMPIRAN :
Peta Tektonik Regional Nusa Tenggara


ii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1.1

Penampang tektonik Pulau Timor (Indonesia bagian Timur).................

2

1.2

Penampang tektonik Pulau Timor (Indonesia bagian Timur)..................

3


1.3

Tektonik regional kawasan Indonesia bagian Timur................................ 5

2.1

Tektonik regional Nusa Tenggara............................................................

11

2.2

Vulkanisme dan relasi tektonik Indonesia pada Kenozoikum Akhir –
sekarang..................................................................................................

13

2.3


Zona kolisi Sulawesi-Maluku dan subduksi Banda................................... 14

2.4

Distribusi kerak benua Pre-Tersier kawasan Indonesia bagian Timur.....

15

2.5

Batas lempeng kawasan Asia bagian Tenggara.......................................

16

2.6

Rekonstruksi evolusi tektonik Neogen kawasan Indonesia bagian
Timur.......................................................................................................

18


Rekonstruksi evolusi tektonik Neogen kawasan Indonesia bagian
Timur.......................................................................................................

19

2.8

Tatanan tektonik Kepuluan Nusa Tenggara sekarang.............................

19

2.9

Normal subduction & back-arc thrusting in Jawa-Nusa Tenggara..........

20

2.7


iii

BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia bagian Timur terbentuk melalui proses geologi yang
kompleks, akibat konvergensi tiga lempeng utama yaitu lempeng Pasifik
barat bergerak relatif ke arah barat, lempeng Australia bergerak relatif ke
utara dan lempeng Eurasia yang relatif pasif. Proses-proses geologi yang
berlangsung tersebut antara lain berupa proses opening dan rifting
(bukaan), spreading (pemisahan), drifting (pergeseran), subduksi dan
tumbukan (collision) antar busur atau antara busur dengan kerak benua (arcarc/arc-continent collision) atau proses akresi yang diikuti amalgamasi
(Pigram dan Davies, 1987).
Tektonik Indonesia Timur dimulai pada Kapur sampai dengan Kala
Oligosen, yang ditandai dengan tumbukan antara lempeng Pasifik ke bawah
Kalimantan bagian timur, yang kemudian menyebabkan naikknya batuan
dasar atau protokontinen Sulawesi dan deformasi serta perlipatan
pegunungan Meratus. Pada Kala Miosen, lempeng Indo-Australia
bertumbukan dan menunjam ke bawah busur gunungapi Sumatera-Jawa,
bagian barat Irian dan blok Timor-Seram (Hamilton, 1979 dan AudleyCharles, 1987), yang terletak di ujung bagian utara kontinen Australia –

Papua Nugini Selatan, bertabrakan dengan Indonesia pada Kala Pliosen.
Bagian barat Papua terbagi menjadi Sula (Pigram dan Davies, 1987), Tukang

1

2

Besi dan blok Banda, yang kesemuanya bergerak ke arah barat dan
berkumpul dengan Asia bagian Tenggara sebagai mikrokontinen (Hamilton,
1979).
Daerah Sulawesi dan laut Banda di Indonesia bagian Timur tampaknya
merupakan titik pusat dari konvergensi antara tiga lempeng : lempeng
Samudera Pasifik yang mengarah ke barat, lempeng kontinen Australia yang
mengarah ke utara dan lempeng kontinen Eurasia yang ada pada utara dan
barat.
Price dan Audley-Charles (1987) menjelaskan bahwa decoupling dimulai
sekitar 3 – 5 juta tahun yang lalu. Sejak itu imbrikasi di batas kontinen
Australia dihasilkan dari doming yang terjadi di bagian utara Timor yang
kemudian menghasilkan gravity ke dalam terusan Timor (Gambar 1.1 dan
1.2).


Gambar 1.1 Penampang tektonik Pulau Timor (Indonesia bagian Timur)
(Katili, 1975).

3

Gambar 1.2 Penampang tektonik Pulau Timor (Indonesia bagian Timur)
(Hamilton, 1979).

Nusa Tenggara merupakan daerah di antara Kepulauan Jawa bagian
timur dan bagian barat dari Busur Banda, terdiri dari Kelompok kepulauan

4

dan cekungan cekungan kecil. Secara fisografi, kepulauan ini dibatasi pada
bagian barat oleh Kepulauan Jawa, di timur oleh Busur Banda, pada bagian
utara oleh Laut Flores dan dibagian selatannya oleh Samudera India.
Secara geologi kepulauan Nusa Tenggara terletak di bagian tengah
Busur Banda, yang berasal dari gunung api muda dan membentuk lingkaran
kepulauan. Berdasarkan teori tektonik lempeng, kelompok gunung api yang
terdapat di Nusa Tenggara ini dihasilkan oleh subduksi dari lempeng oseanik
Indo-Australia dan diinterpretasikan bahwa sumber magma yang
membentuknya terletak pada kedalaman ±165 – 200 km (Hamilton 1979).
Nusa Tenggara merupakan bagian dari sistem subduksi yang aktif hingga
saat ini baik berupa palung paralel, outer-arc ridge dan cekungan, serta
palung busur magmatik yang memanjang ke arah timur sejauh ±2.000 km
dari Pulau Jawa dengan bentuk kurva U tajam terbalik. Pada palung bagian
utara atau di bagian terluar U, memiliki diameter hingga ±700 km (Gambar
1.3).

5

Gambar 1.3 Tektonik regional kawasan Indonesia bagian Timur
(Modifikasi dari Hamilton, 1979).

BAB II
TEKTONIK NUSA TENGGARA

2.1. Tatanan Tektonik Nusa Tenggara
Sistem tektonik ini membentang sejauh 118° – 122° bujur timur, dimana
bagian kompleks dari punggungan terluar adalah adanya kehadiran Pulau
Sumba (Gambar 2.1 dan 2.4), bagian dari Paparan Sunda-Sulawesi sebelum
bergerak pada saat terjadi spreading di busur belakang di cekungan Flores
(Miosen), hal ini dibuktikan dengan dijumpainya subduksi yang masih
berhubungan erat dengan yang terjadi di pulau ini (Hamilton, 1979).
Pada antara dua punggungan terdapat outer-arc basin. Cekungan
tersebut merupakan fitur palung yang sama dengan di Jawa bagian selatan
dengan kedalaman sekitar 4.000 m di bawah permukaan laut, yang menerus
ke arah timur. Palung tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu Palung
bagian utara dan selatan dari Pulau Sumba. Palung bagian timur Sumba
tergabung dalam Cekungan Sawu yang berada di luar outer-arc basin dan
merupakan kelanjutan dari sisa busur. Cekungan dangkal dan sempit berada
di bagian utara dan timur Timor Timur. Dari Pulau Sumba ke Seram (daerah
sekitar kurva utama busur), outer-arc basin memiliki bentuk seperti bulan
sabit. Pada bagian terluas dari bulan sabit, Weber Basin dengan kedalaman
>7.000 meter di bawah permukaan laut berada di tengah lekukan,

6

7

sedangkan pada tubuh bagian utara busur, yaitu di sepanjang sisi selatan
Pulau Seram dan Buru, cekungannya relatif lebih sempit.
Berdasarkan teori tektonik lempeng, Kepulauan Nusa Tenggara dapat
dibagi menjadi empat satuan tektonik, yang dijumpai utara dan selatan,
yaitu;
a.

Kelompok Busur Belakang; terletak pada Laut Flores

b.

Kelompok Busur Dalam; disusun oleh kelompok kepulauan gunung api
diantaranya, Bali, Lombok, Sumbawa, Komoda, Rinca, Flores, Adonoro,
Solor, Lomblen, Pantar, Alor, Kambing dan Wetar.

c.

Kelompok Busur Luar; yang dihasilkan oleh pulau non vulkanik yaitu
Dana, Raijua, Sawu, Roti, Semau dan Timor.

d.

Kelompok Busur Depan; yang dijumpai diantara busur dalam dan busur
luar, dan merupakan bagian cekungan dalam yang terdiri dari Cekungan
Lombok dan Sawu.

2.2. Daerah Busur Dalam

Daerah busur bagian dalam dari Kepulauan Nusa Tenggara terletak pada
pematang geoantiklin (Bammelen, 1949), yang mempunyai lebar sekitar 100
km pada ujung bagian baratnya, dan secara berangsur-angsur berkurang ke
arah timur menjadi sekitar 40 km. Disusun oleh barisan gunung api muda
sepanjang 1.400 km, yang menghubungkan sistem busur dalam gunung api

8

Banda dengan busur gunung api Jawa-Sumatera, yang terdiri dari Bali,
Lombok, Sumbawa, Komodo, Rinca, Flores, Adonora, Solor, Lomblen,
Pantar, Alor, Kambing dan Wetar. van Bammelen (1949) membagi gugusan
gunung api ini menjadi dua bagian yaitu bagian barat dan timur (Hamilton,
1979).
Bagian timur (dari Romang sampai Komodo) mewakili busur dalam
gunung api dari orogenesa Timor, sedangkan bagian barat (dari Sumbawa
dan Bali) merupakan sistem pegunungan Jawa- Sunda. Karakteristik daerah
busur dalam antara lain, yaitu;
 Disusun oleh batuan yang berumur Miosen, dimana batuan ini
menerangkan bahwa subduksi dan vulkanisme terjadi lebih akhir
daripada di Jawa dan Sumatera.
 Ketebalan dari kerak menipis secara drastis dari barat – timur.
 Kecepatan seismik yang ditunjukkan dari struktur geologi pada kerak
oseanik menunjukkan bahwa daerah ini merupakan peralihan dari profil
tipe oseanik dan kontinen dan Moho berada dikedalaman sekitar 20 km.
 Daerah ini merupakan pertemuan antara bagian ujung timur Sunda shelf
dan bagian barat Busur Banda, dimana terjadi tumbukan dengan
kontinen Australia masih berlangsung.
 Gunungpi diperkirakan terlatak sekitar 165 – 190 km diatas Zona Benioff
(Hamiltom, 1979), Gunung api gunung api tersebut antara lain; Rinjani,
Tambora dan Gunung api sangenag yang masih aktif, serta Sangengeng

9

dan Soromundi dengan puncak berbentuk kerucut terpancung yang
merupakan gunung api berumur Kuarter.
 Dijumpai batas jalur gunung api diantara gunung api Sumba paling timur
dan jalur gunungpi aktif Flores. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat
sebuah transcurrent fault yang besar, memotong busur antara Pulau
Sumbawa dan Flores.
 Transcurrent fault ini merupakan batas yang memisahkan antara Busur
sunda Timur dan Barat (Sumba Fracture).
 Dijumpai Faulting dan folding yang menyebabkan deformasi kuat pada
bagian timur Cekungan Lombok dan dicirikan oleh sesar-sesar blok,
shale diapir dan gunung api lumpur (Hamilton, 1979).

2.3. Daerah Busur Belakang

Daerah busur belakang dari Kepulauan Nusa Tenggara terletak di Laut
Flores yang dapat dibagi menjadi tiga satuan morfologi (Bammelen, 1949
dalam Hamilton, 1979); Laut Flores barat laut, Cekungan Flores tengah, dan
Laut Flores timur. Kontur kedalaman dari Laut Flores berarah Timur-Barat.
Fenomena yang sangat mengesankan adalah Depresi Flores simetris, yang
mempunyai kedalaman lebih dari 5000 km. Menuju ke busur gunung api,
continental shelf menjadi sempit dan terjal, yang menunjukkan adanya
pengaruh struktur. Karakteristik daerah busur belakang antara lain, yaitu;

10

 Merupakan back-arc thrusting dimana pada daerah ini telah diusulkan
beberapa hipotesa tentang proses pembentukan dan driving
mechanism-nya.
 Gaya gravitasi merupakan mekanisme gerak, gravity spreading sebagai
hasil dari relief yang ada atau injeksi magma di dalam busur gunung api,
dan subduksi dengan kemiringan sudut rendah dihasilkan dalam backarc thrusting dan collisional stress.
 Dijumpai dua daerah utama pada busur belakang dari Kepulauan Nusa
Tenggara dimana back arc thrusting terjadi (Silver et. al., 1986; Prasetyo
dan Dwiyanto, 1986 dalam Prasetyo, 1992) yaitu; Wetar bagian utara
dan Alor (Wetar Thrust), kemudian yang lainnya adalah Flores bagian
utara dan Pulau Sumbawa (Flores Thrust).

Penyusun Kerak Laut Banda yang sangat dalam dan berupa busur
vulkanik, adalah kerak samudera (Raitt, 1967; Chamalaun et. al., 1976;
Curray et. al., 1977; Purdy et. al., 1977; Purdy dan Detrick, 1978; dalam
Hamilton, 1979). Laut Flores kecil, utara Flores dan Sumbawa bagian timur,
juga sama dalam dan juga laut (Curray et. al., 1977 dalam Hamilton, 1979).
Namun, di ujung barat dari ekstremitas selatan Busur Banda, yaitu pada
Cekungan Bali, di sepanjang sisi utara Vulkanik Bali, Lombok dan Sumbawa
Barat, memiliki batimetri yang relatif sempit dan dengan kedalaman sekitar
1.000 – 2.000 m dari permukaan laut (Gambar 2.1).

11

Sedimen pada daerah foreland-basin dengan kedalaman 2.000 – 5.000
m berupa cekungan dengan ketebalan yang relatif dangkal. Perhitungan
isostatic menunjukkan bahwa kerak di bagian bawah Cekungan Bali
merupakan jenis transisi dengan ketebalan atau kepadatan antara material
yang berasal dari kerak samudera dan benua, hal ini sesuai dengan
penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa kerak di wilayah ini sebagian
besar terbentuk dari subduksi melange pada Kapur Akhir – Tersier Awal.
Pada bagian bawah cekungan outer-arc tersusun dari kerak samudera (Purdy
et. al., 1977 dalam Hamilton, 1979).

Gambar 2.1 Tektonik regional Nusa Tenggara (Modifikasi dari Hamilton,
1979).

Dalam tatanan tektonik, kepulauan Indonesia terletak pada tripple
junction dari tiga lempeng besar, yaitu Indo-Australia, Eurasia dan Lempeng
Pasifik. Interaksi dari tiga lempeng ini membentuk tatanan tektonik yang
kompleks khususnya pada batas lempeng yang terletak di Indonesia bagian
Timur (Gambar 2.5).

12

Berikut beberapa aspek tektonik yang berkaitan dengan Kepulauan
Nusa Tenggara;
 Kepulauan ini merupakan hasil dari subduksi dari Lempeng IndoAustralia kebawah Busur Banda-Sunda selama Tersier Akhir dimana
subduksi ini terjadi di bagian dalam dari busur gunung api Kepulauan
Nusa Tenggara.
 Busur gunung api yang ada pada bagian timur wilayah Sunda Shelf, yang
langsung berbajtasan dengan kerak oseanik, dibatasi oleh kerak oseanik
dikedua sisinya. Bagian ini mempunyai lava dengan karakteristik kimia
yang dapat dibedakan dengan busur gunugapi di bagian baratnya (Katili,
1975). Bagian dalam dari busur gunung api kepulauan ini disusun oleh
batuan Kalc-Alkali berumur Kenozoikum Atas (Gambar 2.2).
 Subduksi dari lempeng sub-osean tampaknya merupakan bagian dari
Lempeng Australia/Papua Nugini yang berada di bawah Busur Banda,
dan proses vulkanisme pada Pliosen disebelah Timor menyebabkan
tumbukan antara Timor dengan Alor dan Wetar, setelah lempeng
oseanik tersubduksikan.
 Ukuran dari pulau yang berada di dalam lingkaran gunugapi ini semakin
kecil ke arah timur, dari pulau Jawa sampai Bali, Lombik, Sumbawa,
Flores, Wetar dan Banda. Urutan ini menggambarkan jumlah kerak
oseanik yang tersubduksi, menunjukkan bahwa pergerakan dip-slipnya

13

lebih cenderung ke arah barat dari Wetar, dan pergerakan strike-slipnya
bertambah besar ke arah timur.

Gambar 2.2 Vulkanisme dan relasi tektonik Indonesia pada Kenozoikum
Akhir – sekarang (Katili, 1975).

2.4. Tektonostratigrafi Nusa Tenggara

Pulau Timor merupakan hasil dari gangguan tektonik yang memiliki
hubungan stratigrafi yang kompleks antara batuan sedimen laut dangkal
yang berumur Permian hingga Kuarter, batuan metamorf jenis tekanan
tinggi, ofiolit, batuan beku kristalin, dan lain-lain. Batuan tersebut kemudian
bercampur aduk menjadi komponen penyusun kompleks melange dan di
daerah imbrikasi (Gambar 2.9). Kondisi tersebut adalah produk dari hasil
tabrakan antara Busur Banda dengan Paparan Sahul (Australia). Berdasarkan
hasil profil seismik, secara koheren menunjukkan bahwa Paparan Benua

14

Australia kini bergerak relatif ke utara menunjam di bawah Pulau Timor
(Hamilton, 1979).

Gambar 2.3 Zona kolisi Sulawesi-Maluku dan subduksi Banda (Katili,
1975).

Pada Tahun 1940, de Rover memetakan wilayah tengah daerah Pulau
Timor bagian Barat (Hamilton, 1979), di mana posisi kedudukan batuan pada
umumnya relatif mengarah ke timur laut dan terdiri dari :
 Variasi koheren batuan sedimen klastik terrigenous berumur Permian dan
Trias,
 Melange dengan ketebalan hingga beberapa kilometer, yang terbentuk
dari rombakan sekis yang melensis, ofiolit, batugamping merah muda dan
batuan sedimen radiolarite berumur Kapur, serta batuan vulkanik
berumur Permian dan Trias dan fringing reef-complexes,

15

 Variasi pecahan sekis dan fragmen ofiolit.

Pada tahun 1941 di daerah yang sama, van West memetakan melange
yang menyebar ke arah timur laut (Hamilton, 1979). Kompleks tersebut
secara acak terdiri dari lensa batuan sedimen klastik terrigenous, sedimen
pelagis berumur Kapur, Trias, Eosen, dan batugamping laut dangkal berumur
Miosen Awal, semua fragmen terletak di antara lensa dari sekis dan ofiolit
yang berukuran lebih besar.

Gambar 2.4 Distribusi kerak benua Pre-Tersier kawasan Indonesia
bagian Timur (Hamilton, 1979).

16

Kompleks batuan berumur Miosen Akhir – Pleistosen Awal, umumnya
memiliki ketebalan ±2.000 m, dan membentuk Sabuk tidak selaras di bagian
tengah dan beberapa di bagian selatan Pulau Timor. Meski berumur relatif
muda, bagian lapisan bawah merupakan kontak tidak selaras terhadap
kompleks melange dan memberikan informasi mengenai mekanisme
deformasi di Pulau TImor. Pada akhir Miosen Tengah, pengendapan terus
berlangsung hingga kedalaman laut menjadi semakin dangkal seperti saat ini
(Hamilton, 1979).

Gambar 2.5 Batas lempeng kawasan Asia bagian Tenggara (Katili, 1971).

17

Pulau-pulau kecil yang berada di atas dari punggungan outer-arc dekat
Pulau Timor umumnya tersusun oleh jenis batuan yang mirip dengan batuan
penyusun Pulau Timor. Kemungkinan pulau-pulau tersebut tersusun dari
kompleks imbrikasi dan melange (Hamilton, 1979).
Di sepanjang busur vulkanik dalam Pulau Timor tidak dijumpai gunung
berapi aktif. Namun, beberapa pulau lain seperti Pulau Alor, Kambing,
Wetar, dan Roma memiliki aktivitas vulkanik yang masih berlangsung hingga
sekarang. Daerah selatan subduksi ditandai dengan geometri di sepanjang
dasar palung bagian utara dari punggungan gunung berapi yang telah non
aktif dan kemungkinan telah menghasilkan perubahan/penurunan densitas
(Hamilton, 1979).
Sistem subduksi terbaru di bagian selatan daerah Timor belum terekam,
kemungkinan karena masih berumur relatif muda. Namun di daerah yang
lain seperti Laut Flores, ternyata telah mengalami pembalikan, terutama di
sebelah barat dari zona kontak antara Kerak Australia dengan Busur Banda.
Di daerah ini, baik gunung berapi aktif dan zona Benioff menunjukkan efek
berkelanjutan dari subduksi utara dari sisi selatan sistem busur, sehingga
pembalikan yang berlangsung di daerah ini lebih muda daripada yang terjadi
di daerah Timor (Hamilton, 1979).
Di daerah Timor, fitur lain yang tidak biasa adalah punggungan outerarc yang berada di atas Pulau Timor dan Leti. Pertemuan kedua pulau terjadi
akibat eksistensi sistem busur vulkanik yang bergerak ke utara dan akibat

18

intervensi

cekungan

yang sempit dan dangkal. Brouwer (1919)

mengemukakan bahwa pegunungan luar dan dalam yang berada di sistem
ini, bergerak bersama-sama (dalam Hamilton, 1979). Pergerakan tersebut
dapat dijelaskan oleh subduksi dari bagian bawah cekungan outer-arc baik
pegunungan vulkanik atau outer-arc itu sendiri.

Gambar 2.6 Rekonstruksi evolusi tektonik Neogen kawasan Indonesia
bagian Timur (Hamilton, 1979).

19

Gambar 2.7 Rekonstruksi tektonik lempeng kawasan Indonesia bagian
Timur (Price and Audley-Charles, 1987).

Gambar 2.8 Tatanan tektonik Kepulauan Nusa Tenggara sekarang
(Modifikasi dari Hamilton, 1979, Parkinson, 1991; dan
Mathews, 1992).

20

Gambar 2.9 Normal subduction & back-arc thrusting in Jawa-Nusa
Tenggara (Modifikasi dari Simandjuntak dan Barber, 1996).

BAB III
KESIMPULAN

Secara umum, kondisi tektonik Nusa Tenggara dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Pada Kala Miosen, lempeng Indo-Australia bertumbukan dan menunjam
ke bawah busur gunungapi Sumatera-Jawa, bagian barat Irian dan blok
Timor-Seram yang terletak di ujung bagian utara kontinen Australia –
Papua Nugini Selatan, bertabrakan dengan Indonesia pada Kala Pliosen.
2. Nusa Tenggara merupakan daerah di antara Kepulauan Jawa bagian
timur dan bagian barat dari Busur Banda, terdiri dari Kelompok
kepulauan dan cekungan cekungan kecil.
3. Berdasarkan teori tektonik lempeng, Kepulauan Nusa Tenggara dapat
dibagi menjadi empat satuan tektonik, yaitu; Kelompok Busur Belakang,
Kelompok Busur Dalam, Kelompok Busur Luar dan Kelompok Busur
Depan.
4. Pulau Timor merupakan hasil dari gangguan tektonik yang memiliki
hubungan stratigrafi yang kompleks antara batuan sedimen laut dangkal
yang berumur Permian hingga Kuarter, batuan metamorf jenis tekanan
tinggi, ofiolit, batuan beku kristalin, dan lain-lain.

21

DAFTAR PUSTAKA

Hamilton, W., 1979. Tectonics of the Indonesian Region, United States Geological
Survey, Washington.
Katili, J.A., 1971. A review of the geotectonic theories and tectonic maps of
Indonesia, Journal of Earth Sciences, Elsevier Publishing Company.,
Amsterdam, p. 143-163.
Katili, J.A., 1975. Volcanism and plate tectonics in the Indonesian Island Arcs,
Journal of Tectonophysics, Elsevier Scientific Publishing Company.,
Amsterdam, p. 165-188.
Pigram, C.J. and Davies, H.L., 1987. Terranes and the accretion history of the New
Guinea orogen, BMR Journal of Australian Geology & Geophysics Volume
10 number 3, Department of Primary Industries and Energy, Northfield Australia, p. 193-211.
Prasetyo, H., 1992. The Bali-Flores Basin : Geological transition from extensional
to subsequent compressional deformation, Proceedings Indonesian
Petroleum Association 21st Annual Convention, Indonesian Petroleum
Association, Jakarta.
Price, N.J. and Audley-Charles, M.G., 1987. Tectonic collision processes after plate
rupture, Journal of Tectonophysics Vol. 140, Elsevier Scientific Publishing
Company., Amsterdam, p. 121-129.
Simanjuntak, T.O. and Barber, A.J., 1996. Contrasting tetonic styles in the
Neogene orogenic belts of Indonesia. In: Hall, R. and Blundell, D.J. (Eds),
Tectonic evolution of Southeast Asia, Geological Society Special
Publication. London, p. 185-201.

22

L
A
M
P
I
R
A
N

Peta Tektonik Regional Nusa Tenggara (Modifikasi dari Hamilton, 1979)