Evaluasi Koleksi Bidang Pendidikan Agama Islam Dengan Metode Conspectus Di Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN SU)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi
Perpustakaan adalah mencakup suatu ruangan, bagian dari gedung /
bangunan atau gedung tersendiri yang berisi buku-buku koleksi, yang diatur dan
disusun demikian rupa, sehingga mudah untuk dicari dan dipergunakan apabila
sewaktu-waktu diperlukan oleh pembaca (Sutarno NS, 2006:11).
Perpustakaan adalah kumpulan atau bangunan fisik sebagai tempat buku
dikumpulkan dan disusun menurut sistem tertentu atau keperluan pemakai (Lasa,
2007:12)
Reitz dalam Hasugian (2009:70) mendefinisikan perpustakaan “A
collection or group of collection of books and/or other materials organized and
maintained for use reading, consultation, study, research, are staffed by
librarians and other personel trained to provide services to meet user needs.
Dari

definisi-definisi

tersebut

dapat


diambil

kesimpulan

bahwa

perpustakaan adalah bangunan yang menyimpan sekumpulan koleksi atau bahan
pustaka lainnya yang diorganisasikan dan dipelihara untuk keperluan pengguna
baik untuk membaca, belajar, dan meneliti. Perpustakaan juga tempat untuk
mengembangkan informasi dan pengetahuan yang dikelola oleh suatu lembaga
pendidikan, sekaligus sebagai sarana edukatif untuk membantu memperlancar
cakrawala pendidik dan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar.

6

Dalam buku Pedoman umum pengelolaan koleksi perpustakaan perguruan
tinggi (1999: 4) menyatakan “Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan
yang berada dalam suatu perguruan tinggi yang bersangkutan dalam mencapai
tujuannya.” Yang termasuk dalam pengertian perpustakaan perguruan tinggi

adalah perpustakaan yang tergabung dalam lingkungan lembaga pendidikan tinggi
baik perpustakaan universitas, fakultas, institute, sekolah tinggi, maupun
politeknik.
Bagi suatu perguruan tinggi, perpustakaan merupakan sarana yang penting
pada setiap program pendidikan, pengajaran, maupun penelitian. Perguruan tinggi
akan berjalan dengan baik apabila memiliki perpustakaan yang dapat memenuhi
keinginan dan kebutuhan pengguna perpustakaan. Koleksi yang tersedia harus
sesuai dengan kebutuhan pengguna, oleh karena itu kerjasama yang baik sangat
diperlukan antara pustakawan, pengajar, peneliti, dan mahasiswa.
2.1.1 Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi
Perpustakaan perguruan tinggi diselenggarakan dengan tujuan untuk
menunjang pelaksanaan program perguruan tinggi sesuai dengan Tri Dharma
perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat. Sebagai unsure penunjang visi dan misi perguruan tinggi,
perpustakaan merumuskan tujuannya sebagai berikut:
1. Mengadakan dan merawat buku, jurnal, dan bahan perpustakaan lainnya
untuk dipakai oleh dosen, mahasiswa, dan staf lainnya bagi kelancaran
program pengajaran dan penelitian di perguruan tinggi.

7


2. Mengusahakan, menyimpan, dan merawat bahan perpustakaan yang
bernilai sejarah, yang memiliki kandungan informasi local, dan yang
dihasilkan oleh sivitas akademika, untuk dimanfaatkan kembali sebagai
sumber pembelajaran.
3. Menyediakan sarana temu kembali untuk menunjang pemakaian bahan
perpustakaan.
4. Menyediakan tenaga yang professional serta penuh dedikasi untuk
melayani kebutuhan pengguna perpustakaan, dan bila perlu mampu
memberikan pelatihan cara penggunaan bahan perpustakaan.
5. Bekerja sama dengan perpustakaan lain untuk mengembangkan program
perpustakaan.
Menurut Sutarno NS (2006:34),”Tujuan Perpustakaan adalah untuk
menyediakan fasilitas dan sumber informasi dan menjadi pusat pembelajaran”.
Sedangkan menurut Lasa (2007:14) tujuan perpustakaan adalah:
1. Menumbuhkembangkan minat baca dan tulis. Para siswa dan guru dapat
memanfaatkan waktu untuk mendapat informasi di perpustakaan. Kebisaan ini
mampu menumbuhkan minat baca mereka yang pada akhirnya dapat
menimbulkan minat tulis
2. Mengenalkan teknologi informasi. Perkembangan teknologi informasi harus

terus diikuti pelajar dan pengajar. Untuk itu perlu proses pengenalan dan
penerapan teknologi informasi dari perpustakaan
3. Membiasakan akses informasi secara mandiri. Pelajar perlu didorong dan
diarahkan untuk memiliki rasa percaya diri dan mandiri untuk mengakses
informasi. Hanya orang yang percaya diri dan mandirilah yang mampu
mencapai kemajuan
4. Memupuk bakat dan minat. Bacaan, tayangan gambar, dan musik di
perpustakaan mampu menumbuhkan bakat dan minat seseorang. Fakta dan
sejarah membuktikan bahwa keberhasilan seseorang itu tidak ditentukan oleh
NEM yang tinggi melainkan melalui pengembangan bakat dan minat.

8

2.1.2 Tugas Perpustakaan Perguruan Tinggi
Menurut buku Pedoman Umum Pengelolaan Koleksi Perpustakaan
Perguruan Tinggi (2005), bahwa tugas perpustakaan perguruan tinggi adalah:
1. Mengikuti perkembangan perkuliahan dan menyediakan bahan-bahan
yang dibutuhkan untuk pengajaran.
2. Menyediakan pustaka yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugastugas dalam rangka studinya.
3. Mengikuti


perkembangan

program-program

penelitian

yang

diselenggarakan di lingkungan perguruan tinggi induknya dan
berusaha menyediakan literatur ilmiah dan bahan lain yang diperlukan
bagi peneliti.
4. Memutakhirkan koleksi dengan mengikuti terbitan-terbitan yang baru
baik terbitan cetak maupun tidak tercetak.
5. Menyediakan fasilitas yang memungkinkan pengguna mengakses
perpustakaan lain maupun pangkalan-pangkalan data melalui jaringan
lokal (intranet) maupun global (internet) dalam rangka pemenuhan
kebutuhan informasi yang diperlukan. Setiap pelaksanaannya, selain
tujuan dan fungsinya yang baik maka tugas yang diemban
perpustakaan senantiasa berusaha menyediakan setiap kebutuhan

pengguna.

9

2.2 Koleksi Perpustakaan
Dalam SNI bidang kepustakaan dan kepustakawanan (2011) koleksi
perpustakaan adalah “semua materi perpustakaan yang dikumpulkan, diolah,
disimpan, ditemu kembali dan didayagunakan bagi pengguna untuk memenuhi
kebutuhan informasi untuk pembelajaran”.
Dari pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa koleksi
perpustakaan merupakan semua bahan pustaka baik itu berupa buku, skripsi,
karya ilmiah, majalah, koran, terbitan berseri, terbitan berkala, jurnal, dan artikel
dalam berbagai format baik konvensional maupun elektronik yang diolah,
diklasifikasikan dan dipelihara dalam suatu bangunan. Adapun guna koleksi
tersebut untuk kebutuhan pengguna perpustakaan yaitu untuk penelitian,
pembelajaran, dan rekreasi.
Dalam buku pedoman perpustakaan perguruan tinggi (2006: 51) Koleksi
perpustakaan harus lengkap dalam arti beragam subjeknya dan memadai besarnya
agar dapat menunjang tujuan dan program perguruan tinggi di bidang pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Berikut adalah ragam koleksi yang

selayaknya tersedia di perpustakaan:
1. Koleksi rujukan
Koleksi rujukan merupakan tulang punggung perpustakaan dalam
menyediakan informasi yang akurat. Berbagai bentuk dan jenis informasi
seperti data, fakta, dan lain-lain dapat ditemukan dalam koleksi rujukan.
Oleh sebab itu, perpustakaan perlu melengkapi koleksinya dengan
berbagai jenis koleksi rujukan seperti ensiklopedi umum dan khusus,
kamus umum dan khusus, buku pegangan, direktori, abstrak, indeks,
bibliografi, berbagai standar, dan sebagainya baik dalam bentuk buku dan
non buku.
2. Bahan ajar
Bahan ajar berfungsi untuk memenuhi tujuan kurikulum. Bahan ajar untuk
setiap mata kuliah bisa lebih dari satu judul karena cakupan isinya yang

10

3.

4.


5.

6.

7.

berbeda sehingga bahan yang satu dapat melengkapi bahan yang lain. Di
samping ada bahan ajar yang diwajibkan ada pula bahan ajar yang
dianjurkan untuk memperkaya wawasan. Jumlah judul bahan ajar untuk
tiap-tiap mata kuliah ditentukan oleh dosen, sedangkan jumlah
eksemplarnya bergantung pada tujuan dan program pengembangan
perpustakaan setiap perguruan tinggi.
Terbitan berkala
Untuk melengkapi informasi yang tidak terdapat di dalam bahan ajar dan
bahan rujukan, perpustakaan melanggan macam-macam terbitan berkala
seperti majalah umum, jurnal dan surat kabar. Terbitan ini memberikan
informasi mutakhir mengenai keadaan atau kecenderungan perkembangan
ilmu dan pengetahuan. Perpustakaan seyogiyanya dapat melanggan
sedikitnya satu judul majalah ilmiah untuk setiap program studi yang
diselenggarakan perguruan tingginya.

Terbitan pemerintah
Berbagai terbitan pemerintah seperti lembaran negara, himpunan peraturan
negara, kebijakan, laporan tahunan, pidato resmi. Sering juga
dimanfaatkan oleh para peneliti atau dosen dalam menyiapkan kuliahnya.
Perpustakaan perlu mengantisipasi kebutuhan para penggunanya sehingga
koleksi terbitan pemerintah, baik dari pemerintah pusat, pemerintah
daerah, departemen, non departemen, maupun lembaga lainnya dapat
memperoleh perhatian.
Selain terbitan pemerintah, koleksi yang menjadi minat khusus perguruan
tinggi seperti sejarah daerah, budaya daerah, atau bidang khusus lainnya
juga perlu diperhatikan. Berbagai macam pustaka ini memuat kekayaan
informasi yang penting, tidak saja untuk memenuhi kebutuhan kurikulum
atau penelitian, tetapi juga untuk pengembangan ilmu. Koleksi itu harus
selalu disesuaikan dengan perubahan program perguruan tinggi karena
masing-masing bahan tersebut mengandung informasi yang berbeda pula,
terutama bila ditinjau dari tingkat ketelitian, cakupan isi, maupun
kemutakhirannya. Dengan koleksi yang jumlah atau jenisnya cukup,
diharapkan program perguruan tinggi dapat berjalan dengan baik.
Apabila memiliki dana yang cukup, perpustakaan sebagai sumber belajar
tidak hanya menghimpun buku, jurnal, dan sejenisnya yang tercetak, tetapi

juga menghimpun koleksi film, kaset video, kaset audio dan pustaka renik,
serta koleksi media elektronik seperti disket, compact disk dan online
database/basis data akses maya. Koleksi ini disediakan untuk memenuhi
kebutuhan pengguna yang memiliki gaya belajar yang berbeda-beda.
Bahan bacaan untuk rekreasi intelektual
Perpustakaan perguruan tinggi perlu menyediakan bahan bacaan atau
bahan lain untuk keperluan rekreasi intelektual mahasiswa dan bahan
bacaan lain yang memperkaya khasanah pembaca.

11

2.2.1 Pengembangan koleksi
Menurut

Depdiknas

(2004:43)

pengembangan


koleksi

merupakan

“kegiatan memilih dan mengadakan bahan perpustakaan sesuai dengan kebijakan
yang ditetapkan oleh pustakawan bersama-sama dengan sivitas perguruan
tingginya”.
Pengembangan koleksi menurut Yulia (2009:2.3) adalah “proses
menghasilkan kepastian bahwa perpustakaan memenuhi kebutuhan informasi dari
populasi yang dilayaninya dalam acara yang tepat waktu dan ekonomis,
menggunakan sumberdaya informasi yang diproduksi di dalam maupun di luar
organisasi”.
Sedangkan menurut Prof. Dr. Sulistyo Basuki pengertian pengembangan
koleksi lebih ditekankan pada pemilihan buku. Pemilihan buku artinya memilih
buku untuk perpustakaan.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan koleksi
merupakan kegiatan pengadaan dan pemilihan bahan pustaka untuk memenuhi
kebutuhan pengguna yang dilakukan sesuai dengan kebijakan perpustakaan.
Dalam menyediakan informasi bagi pengguna, perpustakaan melakukan
kegiatan pengembangan koleksi diantaranya yaitu pengadaan bahan pustaka yang
sesuai dengan kebutuhan pengguna dan kebijakan yang berlaku. Bahan pustaka
hendaknya relevan dengan program pendidikan pengajaran dan penelitian pada
perguruan tinggi. Karena itu, perpustakaan perlu memperhatikan jenis dan jenjang
program yang ada. Berorientasi kepada kebutuhan pengguna. Pengembangan
koleksi harus ditunjukan kepada pemenuhan kebutuhan pengguna. Pengguna
perpustakaan perguruan tinggi adalah tenaga pengajar, tenaga peneliti, tenaga

12

administrasi, mahasiswa dan alumni, yang kebutuhan akan informasinya berbedabeda.
Dalam buku pedoman perpustakaan perguruan tinggi (2006: 53)
Pengembangan koleksi mencakup kegiatan memilih bahan perpustakaan dan
dilanjutkan dengan pengadaan. Memilih bahan perpustakaan memerlukan alat
bantu perpustakaan. Alat bantu yang biasa digunakan untuk memilih bahan
perpustakaan yaitu:
1. Silabus mata kuliah
2. Bibliografi
3. Tinjauan dan resensi
4. Pangkalan data perpustakaan lain
5. Sumber-sumber lain dari internet.
Prosedur memilih bahan perpustakaan bisa dimulai dari pustakawan
sendiri atau pengguna. Pengguna dapat mengajukan usulan kepada perpustakaan
untuk memesan bahan perpustakaan yang dipilihnya dengan cara sebagai berikut:
1. Mengisi formulir yang telah disediakan oleh perpustakaan, yang memuat
keterangan: pengarang, judul, edisi, tahun terbit, penerbit, ISBN, jumlah
eksemplar, dan harga satuan.
2. Menandai katalog penerbit dengan cara tertentu yang mudah dilihat
3. Menghubungi staf perpustakaan melalui telepon dengan memberikan
informasi seperti judul, pengarang, edisi, tahun terbit, penerbit, ISBN,
jumlah eksemplar, dan harga satuan

13

2.2.2 Pengadaan koleksi
Menurut Yulia (2009:5.1) ada beberapa bentuk pengadaan bahan pustaka
yang bisa dilakukan yaitu: pengadaan melalui pembelian, pengadaan melalui
hadiah, dan pengadaan melalui pertukaran.
Dalam buku pedoman perpustakaan perguruan tinggi (2006: 54), cara
pengadaan bahan perpustakaan dilaksanakan sebagai berikut:
1. Pembelian dan pelangganan
Langkah pembelian dan pelangganan adalah sebagai berikut:
a. Memeriksa dan melengkapi data bibliografi bahan perpustakaan
yang diusulkan.
b. Mencocokkan usulan dengan bahan perpustakaan yang dimiliki
melalui catalog perpustakaan atau pangkalan data perpustakaan.
c. Menerima atau menolak usulan
d. Membuat daftar pesanan beberapa rangkap menurut kebutuhan
e. Mengirimkan daftar pesanan
f. Mengarsipkan satu rangkap daftar pesanan
g. Membayar pesanan/langganan
h. Menyusun laporan pembelian/pelangganan
Prosedur penerimaan bahan perpustakaan yang dibeli atau dilanggan
adalah sebagai berikut:
a. Memeriksa secara teliti bahan perpustakaan yang diterima dan
surat pengantarnya
b. Mencocokkan bahan perpustakaan yang diterima dengan arsip
pesanan
c. Menyisihkan dan mengembalikan bahan perpustakaan yang tidak
sesuai dengan pesanan, cacat atau rusak disertai dengan permintaan
pergantian
d. Menandatangani tanda terima atau faktur dan mengembalikannya
kepada pengirim
e. Menandai kepemilikan bahan perpustakaan dengan membubuhkan
cap perpustakaan
f. Membuat berita acara penerimaan.

14

2. Hadiah/sumbangan
Bahan perpustakaan hadiah dapat diperoleh secara langsung dari
penyumbang atau diminta. Perpustakaan yang menerima hadiah secara
langsung perlu:
a. Meneliti kiriman bahan perpustakaan hadiah dan mencocokkannya
dengan surat pengantarnya
b. Memilih bahan perpustakaan hadiah yang dibutuhkan
c. Menyisihkan bahan perpustakaan hadiah yang tidak diperlukan.
3. Pertukaran
Perpustakaan yang melakukan pertukaran bahan perpustakaan perlu:
a. Mendaftar bahan perpustakaan yang akan dipertukarkan
b. Mengirimkan daftar penawaran disertai persyaratannya, misalnya
biaya pengiriman dan pengambilan
c. Menerima kembali daftar penawaran yang sudah dipilih pemesan
d. Mencatat alamat pemesan
e. Menyampaikan bahan perpustakaan yang dipilih oleh perpustakaan
atau lembaga yang memesannya.
4. Wajib simpan terbitan perguruan tinggi
5. Titipan.
Informasi terus berkembang sesuai dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka dari itu perpustakaan dituntut untuk selalu
menyediakan bahan pustaka yang terbaru dan relevan dengan pengguna
perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi. Dalam
memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi, perpustakaan mengadakan
kegiatan pengadaan koleksi yaitu dari pembelian, hadiah, dan pertukaran.

15

2.3 Evaluasi Koleksi
Menurut Crawford (2000:13) “Evaluasi atau penilaian sebagai suatu
proses untuk mengetahui/menguji apakah suatu kegiatan, proses kegiatan,
keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah
ditentukan.”
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa evaluasi
merupakan hal yang penting dilakukan untuk mengetahui apakah suatu kegiatan
yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Evaluasi
lebih bersifat untuk merencanakan kedepan apa yang harus dilakukan agar suatu
kegiatan berjalan lebih baik dari sebelumnya dengan cara menilai kegiatan yang
sudah berjalan, Evaluasi juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas jasa, layanan ataupun produk yang diberikan kepada pelanggan ataupun
pengguna.
Evaluasi dapat juga dilakukan pada perpustakaan, baik itu perpustakaan
umum, perpustakaan khusus, perpustakaan sekolah, dan perpustakaan perguruan
tinggi. Adapun kegiatan evaluasi yang dilakukan di perpustakaan antara lain
kinerja pegawai, kinerja pustakawan, pelayanan, sarana dan prasarana, serta yang
paling penting evaluasi koleksi karena koleksi perpustakaan merupakan hal inti
dari suatu perpustakaan, baik itu koleksi tercetak ataupun elektronik.
Menurut Depdiknas (2004:67) evaluasi adalah upaya untuk menilai daya
guna dan hasil guna koleksi dalam memenuhi kebutuhan akademika pemustaka
serta program perguruan tinggi. Evaluasi harus selalu dilaksanakan dengan teratur

16

supaya koleksi sesuai dengan perubahan dan perkembangan program perguruan
tinggi. Agar dapat mencapai tujuan yaitu: (1) mengetahui mutu, lingkup, dan
kedalaman koleksi, (2) menyesuaikan koleksi dengan tujuan dan program
perguruan tinggi, (3) mengikuti perubahan, perkembangan, sosial budaya, ilmu
dan teknologi, (4) meningkatkan nilai informasi, (5) mengetahuai kekuatan dan
kelemahan koleksi, dan (6) menyesuaikan kebijakan penyiangan.
Sebuah paradigma baru menyimpulkan bahwa, salah satu kriteria penilaian
layanan perpustakaan yang bagus adalah dilihat dari kualitas koleksinya. Koleksi
yang dimaksud tentu saja mencakup berbagai format bahan sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan alternatif para pemakai perpustakaan terhadap
media rekam informasi. Setiap kegiatan lain di perpustakaan akan bergantung
pada pemilikan koleksi perpustakaan yang bersangkutan. ( Ade Kohar, 2003 )
Dalam buku pedoman perpustakaan perguruan tinggi (2006: 67),
mengevaluasi koleksi adalah upaya menilai daya guna dan hasil guna koleksi
dalam memenuhi kebutuhan sivitas akademika serta program perguruan tinggi.
Evaluasi koleksi harus selalu dilaksanakan dengan teratur supaya koleksi sesuai
dengan perubahan dan perkembangan program perguruan tinggi. Tujuannya dapat
dirinci sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengetahui mutu, lingkup, dan kedalaman koleksi
Menyesuaikan koleksi dengan tujuan dan program perguruan tinggi
Mengikuti perubahan, perkembangan, social budaya, ilmu dan teknologi
Meningkatkan nilai informasi
Mengetahui kekuatan dan kelemahan koleksi
Menyesuaikan kebijakan penyiangan koleksi.

2.4 Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan keagamaan yang banyak
diajarkan di Indonesia. Pendidikan ini diajarkan baik formal maupun non formal.
Jenjang pendidikan yang mengajarkan pendidikan agama Islam mulai dari Taman
Kanak-Kanak (TK) sampai Doktoral. Untuk non formal pendidikan ini diajarkan
di pondok pesantren.

17

Menurut Zakiah Daradjat (1996:86) pendidikan agama Islam atau AtTarbiyah Al-Islamiah adalah “usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik
agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan
ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup”.
Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba (1998:9) pendidikan Islam adalah
“bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam, menuju
terciptanya kepribadian utama menurut ukuran Islam”.
Menurut

Zuhairini

dan

Abdul

Ghofir

dalam

buku

Metodologi

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (2004:1) Pendidikan agama Islam adalah
“suatu kegiatan yang bertujuan menghasilkan orang-orang beragama, dengan
demikian pendidikan agama perlu diarahkan ke arah pertumbuhan moral dan
karakter”.
Ditinjau dari beberapa definisi pendidikan agama Islam di atas dapat
disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah segala usaha berupa arahan
dan bimbingan untuk mencapai pertumbuhan kepribadian yang sesuai dengan
ajaran agama Islam dalam proses kependidikan melalui latihan-latihan akal
pikiran (kecerdasan, keimanan, kejiwaan, keyakinan, kemauan, akhlak, perasaan
dan panca indra) dalam seluruh aspek kehidupan manusia.

18

2.4.1 Dasar Pendidikan Agama Islam
Dasar atau pondasi pendidikan agama Islam adalah al Qur’an dan al
Hadits, yang keduanya merupakan sumber hukum Islam yang dapat diyakini
kebenarannya. Selain al Qur’an dan al Hadits sebagai dasar dalam pemikiran
membina sistem pendidikan, bukan saja dipandang kebenarannya dan diyakini
saja, akan tetapi wajar jika kebenaran itu kita kembalikan pada pembuktian dan
kebenarannya. Sebagaimana firman Allah dalam surat al Baqarah ayat 2 yaitu :
َ‫ْﺐ ﻓِ ْﻴ ِﻪ ﻫُﺪًﻯ ﻟﱢ ْﻠ ُﻤﺘﱠﻘِ ْﻴﻦ‬
َ ‫ﺫ ﻟِﻚَ ﺍ ْﻟ ِﻜﺘﺐُ ﻻَ َﺭﻳ‬
Artinya : “Kitab (al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa”. Dalam buku Al Qur’an dan Terjemahannya terbitan Agama RI
(1993:8).
Adapun pelaksanaan pendidikan agama Islam tersebut berdasarkan kepada
al Qur’an dan al Hadits, sebagaimana disebutkan oleh Ahmad D. Marimba
(1980:41), bahwa “dasar pendidikan Agama Islam adalah firman Allah dan
sunnah Rasulullah”.
Berdasarkan firman Allah di atas, pendidikan agama Islam adalah al
Hadits, sebagaimana sabda Nabi :

ُ ‫ﻟَﻘَ ْﺪ ﺗَ َﺮ ْﻛ‬
.ُ‫ﺏ ﷲِ َﻭ ُﺳﻨﱠﺔُ َﺭﺳُﻮْ ﻟَﻪ‬
َ ‫َﻀﻠﱡﻮْ ﺍ َﻣﺎﺍِ ْﻥ ﺗَ َﻤ ﱠﺴ ْﻜﺘُ ْﻢ ﺑِ ِﻬ َﻤ ﺎ ِﻛﺘَﺎ‬
ِ ‫ﺖ ﻓِ ْﻴ َﻜ ْﻢ ﺍَ ْﻣ َﺮ ْﻳ ِﻦ ﻟَ ْﻦ ﺗ‬
Artinya : “Dari Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda : Telah aku
tinggalkan dua perkara yang apabila kamu berpegang kepada keduanya, niscaya
tidak akan sesat yaitu Kitabullah dan Sunatullah”. Dalam buku Sejarah dan
Pengantar Ilmu Hadits (1974:25).

19

Sedangkan Perundang-undangan RI (1993:7) memberikan dasar yang kuat
dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam, diantaranya adalah Undang-undang
Dasar 1945 Bab XI pasal 29 :
1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Negara menjamin tiap-tiap penduduk untuk memeluk Agamanya
masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya.
Berdasarkan kutipan di atas, baik dasar syar’i maupun konstitusional
negara maka jelas bahwa pendidikan agama Islam mempunyai dasar yang kuat
yaitu al Qur’an dan Al Hadits.

2.4.2 Tujuan Pendidikan Agama Islam
Menurut Ahmad D.Marimba dalam buku Ilmu Pendidikan Islam (1998:30)
“Tujuan pendidikan Islam mencakup tujuan sementara dan tujuan akhir
pendidikan Islam. Untuk mencapai tujuan akhir pendidikan harus dilampaui
terlebih dahulu beberapa tujuan sementara. Tujuan akhir pendidikan Islam adalah
terbentuknya kepribadian muslim”.
Menurut Zakiah Daradjat dalam buku Ilmu Pendidikan Islam (1996:30)
bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah “meliputi seluruh aspek
kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan
pandangan”.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
tujuan pendidikan agama Islam adalah memahami ajaran-ajaran Islam secara
sederhana dan bersifat menyeluruh sehingga dapat digunakan sebagai pedoman
hidup dan amalan perbuatannya, baik dalam hubungannya dengan Allah, dengan

20

masyarakat dan hubungan dengan sekitarnya serta dapat membentuk pribadi yang
berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam.
Departemen Agama RI: Tujuan pendidikan agama Islam adalah ingin
membentuk manusia yang taat dan patuh kepada Allah, sebagaimana firman Allah
dalam surat az Dzariyat ayat 56 :
ُ ‫َﻭ َﻣﺎ َﺧﻠَ ْﻘ‬
َ‫ﺲ ﺍِﻻﱠ ﻟِﻴَ ْﻌﺒُ ُﺪﻭْ ﻥ‬
َ ‫ﺖ ﺍ ْﻟ ِﺠ ﱠﻦ َﻭ ْﺍ ِﻻ ْﻧ‬
Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan Manusia melainkan supaya mereka
menyembahku”.
Ayat di atas menunjukan bahwa pendidikan agama Islam adalah
memberikan suatu petunjuk agar hidup manusia semata-mata untuk mengabdi dan
beribadah kepada Allah SWT. Tentunya dengan usaha yang maksimal untuk
mencapai tujuan tersebut, dengan bekerja keras dan beribadah, sehingga terjelma
suatu keimanan dan ketaqwaan yang sebenar-benarnya yaitu melaksanakan
perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.
Sedangkan tujuan pendidikan agama Islam menurut Athiyah Al Abrasy
(1970:1) adalah “mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa”.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan
pendidikan agama Islam adalah mendidik anak, agar mereka menjadi muslim
sejati, beriman teguh, dan beramal sholeh serta berakhlak mulia, sehingga dapat
berdiri sendiri, mengabdi kepada Allah SWT, berbakti kepada bangsa, negara
serta tanah air, agama dan bahkan sesama umat manusia.
Dengan

kata

lain

bahwa

tujuan

hidup

setiap

muslim

adalah

menghambakan diri kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah

21

dalam surat Ali Imran ayat 102 yaitu :
‫ﻖ ﺍ ﻟَ َﺣ ﱠ‬
‫ﻳَﺍَﻳﱡﻬَﺎﺍ ﻟﱠ ِﻳ ْﻳﻦَ ﺍ َﻣﻨُ ُﻮﺍﺗﱠ ﱡ‬
. َ‫ﻖ ﺗُﻘُ ﺎ ﺗِ ِﻪ َﻭﻻَ ﺗَ ُﻤﺘُﻮْ ﺗُ ﱠﻦ ﺍِﻻﱠ َﻭﺍَ ْﻧﺘُ ْﻢ ُﻣ َﺴﻠِ ُﻤﻮْ ﻥ‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah
dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan
muslim berserah diri kepada Allah”.
Arti berserah diri inilah merupakan tujuan akhir dari proses hidup dan ini
merupakan isi kegiatan pendidikan. Ini akhir dari proses pendidikan yang dapat
dianggap sebagai tujuan akhir dari pendidikan Agama Islam.

2.5 Metode Conspectus
Salah satu metode evaluasi koleksi adalah conspectus, yakni sebuah
metode evaluasi dengan memberikan penilaian koleksi berdasarkan area subjek.
Masing-masing area subjek menggambarkan informasi mengenai alasan untuk
penyimpanan koleksi sekaligus menjadi sebuah deskripsi koleksi yang ada
(Matheson: 2004). Dalam Western Library Network (WLN) Collection Assesment
Manual 4th Edition, dijelaskan bahwa conspectus adalah seperangkat kode
standar, alat, survey yang digunakan untuk memberikan penilaian koleksi secara
sistematis

(WLN

Collection

Assessment

Manual

4th,

2001:

13).

Metode conspectus dapat memberikan penilaian berdasarkan subjek terhadap
kekuatan koleksi perpustakaan. Pada masing-masing subjek, perpustakaan
menandai dengan kode alfanumerik yang mengindikasikan tingkat dan bahasa
koleksi yang ada.

22

Menurut Wishnu Hardi (2006: 11) salah satu metode yang digunakan
dalam mengevaluasi koleksi adalah dengan menggunakan metode conspectus
yaitu sebuah metode untuk menganalisis dan mengevaluasi serta memungkinkan
control bahan literature bahan perpustakaan berdasarkan pola-pola yang telah dan
akan ditentukan.
Peran metode conspectus dalam evaluasi koleksi guna memacu efektivitas
fungsi perpustakaan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Metode conspectus adalah salah satu pendekatan dalam evaluasi koleksi,
b. Evaluasi koleksi adalah salah satu unsur dalam kebijakan pengembangan
koleksi,
c. Kebijakan pengembangan koleksi adalah panduan yang mengarahkan
fungsi perpustakaan agar koleksinya berjalan sesuai dengan misinya serta
kebutuhan informasi penggunanya. (IFLA, 2001: 1-3).

2.5.1

Latar Belakang Historis Metode Conspectus
Dengan adanya perkembangan koleksi yang sangat pesat, perpustakaan

harus menangani koleksi yang sangat banyak dan perpustakaan juga harus
mengevaluasi koleksi agar koleksi yang tersedia di perpustakaan relevan dengan
kebutuhan pengguna. Perlunya efisiensi dalam manajemen koleksi menimbulkan
beragam metode evaluasi koleksi dengan berbagai pendekatan. Kondisi-kondisi
pada akhir abad ke-20 seperti peningkatan jumlah terbitan, menurunnya jumlah
anggaran perpustakaan, kurangnya ruang penyimpanan, masalah preservasi serta
format dokumen turut berperan dalam kemunculan metode evaluasi koleksi
berdasarkan conspectus (Munroe, 2004: 181).
pada awal tahun 1980-an The Research Group Libraries (RLG) merintis
konsep dan infrakstruktur evaluasi koleksi berdasarkan metode conspectus. RLG
Conspectus pada awalnya dibuat untuk mendukung inventarisasi bahan literatur

23

perpustakan-perpustakaan riset serta mengukur kekuatan koleksi (collection
strength) dan intensitas koleksi (collection intensity). Selain mengukur kekuatan
koleksi perpustakaan, metode ini digunakan untuk memfasilitasi kerja sama dan
saling berbagi sumber daya informasi di antara para anggotanya. RLG didirikan
pada tahun 1974 yang merupakan konsorsium dari Perpustakaan Umum Harvard,
Columbia, dan New York, yang mengembangkan conspectus sebagai alat untuk
menilai koleksi perpustakaan.
Metode conspectus juga dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan jasa
pinjam antarperpustakaan, pengelolaan dana, kebijakan pengembangan koleksi,
alat akreditasi, serta priorotas preservasi (Munroe, 2004: 181).
RLG Conspectus dimodifikasi oleh Library and Information Resources for
the Northwest (LIRN) yang kemudian dikenal dengan Pacific Northwest
Conspectus. Modifikasi dilakukan sublevel indikator penilaian koleksi agar bisa
lebih menentukan kekuatan koleksi dan komitmen akuisisi yang ada pada
perpustakaan. Untuk penggunaannya RLG Conspectus hanya terbatas pada skema
klasifikasi Library

of

Congress (LC), sedangkan

Pacific

Northwest

Conspectus memungkinkan penggunakan skema klasifikasi LC dan Dewey. Pada
tahun 1990, Pacific Northwest Conspectus yang ditangani oleh Oregon State
Library Foundation diambil alih oleh Western Library Network (WLN) yang
kemudian dikenal sebagai WLN Conspectus (Nissonger, 1992: 121). Western
Library Network (WLN) lalu mengembangkan perangkat lunak (software)
berbasis conspectus untuk membuat pangkalan data (database) penilaian koleksi
untuk perpustakaan-perpustakaan.

24

Di Eropa, Metode conspectus pertama kali diadopsi oleh The British
Library untuk me-review pengembangan koleksinya pada tahun 1983. Pada tahun
1986, The

British

Library kembali

melakukan

evaluasi

koleksi

dengan

menggunakan metode conspectus yang kemudian hasilnya diterbitkan oleh The
British Library dengan judul British Library: Collection Development Review: A
Summary of Current Collecting Intensity Data as Recorded on RLG Conspectus
Worksheets:

With

Completed

Worksheets

on

Microfiche.

Penerapan

Metode conspectus di Inggris kemudian mengundang perdebatan terutama seputar
indikator collection level yang dianggap lebih sesuai untuk perpustakaan
perguruan tinggi daripada perpustakaan nasional serta anggapan bahwa metode ini
sangat sensitif terhadap kepentingan politis.
Di Skotlandia, keputusan untuk mengadopsi metode conspectus muncul
pada tahun 1985 oleh Working Group on Library Cooperation yang sekarang
bernama Scottish Confederation of University and Research Libraries (SCURL).
Program ini melibatkan delapan perpustakaan perguruan tinggi (Aberdeen,
Dundee, Edinburg, Glasgow, Heriot-Watt, St. Andrews, Stirling, danStrathclyde)
dan beberapa perpustakaan umum di Edinburg dan Glasgow, serta National
Library of Scotland. Tujuan utama penerapan metode conspectus di Skotlandia
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain keinginan untuk membangun sebuah
sumber daya informasi nasional yang terkoordinasi; pelayanan yang maksimal
kepada pengguna dengan seluruh sumber daya yang ada; dan deskripsi kekuatan
dan kelemahan koleksi terhadap koleksi respektif yang dimiliki. Kemudian

25

Australia juga mengadopsi RLG Conspectus pada tahun 1989 dikenal sebagai
Australian Conspectus.
Pengembangan metode didasari atas pemikiran bahwa tidak ada
perpustakaan

yang

sanggup

memenuhi

semua

kebutuhan

informasi

penggunannya. Oleh karena itu, diperlukan suatu kerja sama untuk memperluas
cakupan koleksi di antara perpustakaan-perpustakaan yang ada. Australia
Conspectus memaparkan kerangka kerja bagi perpustakaan-perpustakaan yang
ingin mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan koleksi mereka (Sullivan, 1995).
Dalam Western Library Network (WLN) Collection Assesment Manual 4th
Edition, dijelaskan bahwa conspectus adalah seperangkat

kode standar, alat,

survey yang digunakan untuk memberikan penilaian koleksi secara sistematis
(WLN Collection Assessment Manual 4th, 2001: 13). Metode conspectus dapat
memberikan

penilaian

berdasarkan

subjek

terhadap

kekuatan

koleksi

perpustakaan. Pada masing-masing subjek, perpustakaan menandai dengan kode
alfanumerik yang mengindikasikan tingkat dan bahasa koleksi yang ada.
WLN Collection Assessment Manual 4th juga menjelaskan lebih spesifik
tentang karakteristik dan elemen dari conspectus:
1. Struktur
Struktur conspectus disusun secara hirarkis dimulai dari pembagian divisi
yang luas sampai pembagian subjek yang sangat spesifik. Perpustakaan dapat
menggunakan salah satu atau seluruh dari hirarki ini.

26

Struktur conspectus adalah sebagai berikut:
a. Divisi adalah hirarki yang paling pertama dari conspectus.dalam WLN
Conspectus terdapat 24 divisi yang tidak diatur berdasarkan skema
klasifikasi.
b. Kategori adalah pembagian lebih lanjut dari divisi. Terdapat 500
penjabaran kategori yang diidentifikasi berdasarkan skema klasifikasi LC
maupun Dewey.
c. Subjek adalah hirarki yang ketiga karenanya lebih bersifat spesifik dan
terdiri atas 4000 subjek.
2. Kode Standar
Conspectus menggunakan nilai tingkatan numerik untuk memberikan
gambaran mengenai Current Collection, Collection Goal. Penilaian numerik
menggunakan indikator skala 0-5 di mana masing-masing level adalah kode
standar yang menjelaskan jenis aktifitas yang dapat didukung oleh level
koleksi (collection level).
a. Acquisition Commitment (AC), level yang menjelaskan sejauh mana
pertumbuhan koleksi, dan level yang menjelaskan bukan rekomendasi dari
kebijakan pengembangan koleksi.
b. Collection Goal (CG), mengindikasikan informasi yang aktual dan relevan
dengan kebutuhan pengguna perpustakaan. merefleksikan penambahan
atau penghapusan kurikulum yang mendorong perubahan prioritas
pengembangan koleksi pada perpustakaan.

27

c. Current Collection (CL), menggambarkan kekuatan koleksi relative dalam
suatu area subjek tertentu. Kekuatan koleksi meliputi semua bahan
literature dalam berbagai format.
Tabel 2.1 Keterangan Conspectus (Penilaian numeric dengan
menggunakan Indikator skala 0-5)
Kode

Tingkat

Deskripsi

0

Out of Scope

Perpustakaan tidak, belum, atau tidak
merencanakan untuk mengoleksi bahan literatur
pada subjek tersebut, karena subjek tersebut
dianggap tidak relevan dengan kebutuhan
pengguna atau di luar tujuan lembaga induk.

(Di luar Cakupan)

1

Minimal Level
(Tingkat Minimal)

1a

Minimal Level
Uneven Coverage
(Tingkat Minimal,

Koleksi yang dimiliki merupakan karya-karya
utama (basic works) dalam suatu subjek
pengetahuan. Bahan literatur tersebut akan
selalu
di-review secara
berkala
untuk
memperoleh
informasi
yang
mutakhir,
sedangkan edisi lama akan diambil dari rak.
Pada tingkat ini, perpustakaan hanya memiliki
bahan literatur yang terbatas pada karya-karya
utama dan tidak memperlihatkan cakupan
subjek yang sistematis.

Cakupan Tidak Merata
1b

Minimal Level
Even Coverage
(Tingkat Minimal,
Cakupan Merata)

2

Basic Information
Level
(Tingkat Informasi
Dasar)

Pada tingkat ini perpustakaan hanya memiliki
sedikit literatur-literatur utama pada suatu
subjek, namun memiliki sejumlah literatur inti
yang ditulis oleh pengarang-pengarang utama
serta cakupan bahan literatur yang dimiliki
cukup representatif.
Perpustakaan menyimpan koleksi yang selektif
dalam rangka penyebaran disiplin ilmu atau
subjek yang bersangkutan. Cakupan bahan
literatur antara lain
a. Kamus atau ensklopedi bidang ilmu.
b. Akses ke pangkalan data bibliografis.
c. Edisi terseleksi dari karya-karya utama
pada disiplin ilmu yang bersangkutan.
d. Penelitian-penelitian
penting
menyangkut aspek historisnya.
e. Buku pegangan.

28

f. Jurnal-jurnal ilmiah utama pada disiplin
ilmu yang bersangkutan.
2a

Basic Information
Level (Introductory)
(Tingkat Informasi
Dasar, Pengantar

Penekanan
pada
tingkat
ini
adalah
menyediakan bahan literatur utama (core
material) untuk mendefinisikan suatu subjek.
Koleksi pada tingkat ini mencakup bahan
rujukan utama dan karya-karya yang dapat
memberikan penjelasan lebih lanjut seperti:
a. Buku teks.
b. Kajian historis dari perkembangan suatu
subjek.
c. Karya umum yang berkaitan dengan topiktopik utama pada suatu subjek yang
dilengkapi dengan tabel, skema, dan
ilustrasi.
d. Jurnal-jurnal ilmiah terseleksi.
Pada tingkat ini bahan literatur yang dimiliki
hanya disediakan dalam rangka pengumpulan
informasi dasar tentang suatu subjek atau
pengantar bagi mahasiswa baru.

2b

Basic Information
Level (Advance)
(Tingkat Informasi
Dasar, Mahir)

Pada tahap yang lebih lanjut ini, perpustakaan
mengoleksi bahan literatur dasar tentang subjek
tertentu dengan cakupan yang lebih luas dan
lebih dalam untuk mendefinisikan dan
memperkenalkan suatu subjek. Karya-karya
dasar dalam bentuk:
a. Buku teks.
b. Kajian historis, bahan literatur rujukan
berkaitan dengan topik-topik tertentu dari
suatu subjek.
c. Jurnal-jurnal ilmiah yang selektif.
Informasi dasar tahap lanjut yang disediakan
untuk mendukung mata kuliah dasar
mahasiswa, di samping memenuhi kebutuhan
informasi dasar bagi universitas.

3

Study/Instructional
Support Level
(Tingkat Pendukung
Kebutuhan
Instruksional / Kajian)

Yang ditekankan pada tingkat ini adalah bahan
literatur yang dikoleksi perpustakaan harus
mendukung suatu disiplin ilmu. Bahan literatur
yang tersedia meliputi cakupan yang lebih luas
untuk karya-karya utama dalam berbagai
format, sejumlah bahan retrospektif yang
bernilai klasik, koleksi yang lengkap dari karyakarya penulis penting pada suatu disiplin ilmu,

29

koleksi terpilih untuk karya-karya penulis
sekunder, jurnal-jurnal terpilih untuk cakupan
subjek, akses menuju pangkalan data CD ROM,
dan bahan rujukan utama yang berisi bibliografi
yang mendukung subjek yang bersangkutan.
3a

Study or Instructional
Support Level,
Introdutory
(Tingkat Pendukung
Kebutuhan
Instruksional / Kajian,
Pengantar)

3b

Study or Instructional
Support Level,
Advanced
(Tingkat Pendukung
Kebutuhan
Instruksional / Kajian,
Tingkat Lanjut)

4

Research Level
(Tingkat Penelitian)

Tingkat ini merupakan subdivisi dari tingkat 3
yang memberikan sumber dalam rangka
memelihara cabang pengetahuan dari suatu
subjek. Koleksi pada tahap ini sama dengan apa
yang tercakup pada tingkat 3 yang meliputi
karya-karya utama dari suatu bidang disiplin
ilmu dalam berbagai format., bahan literatur
retrospektif klasik, jurnal-jurnal utama dari
suatu subjek, akses menuju pangkalan data CD
ROM, serta bahan rujukan yang mencakup
informasi bibliografis yang berhubungan dengan
bidang disiplin ilmu yang bersangkutan.. Yang
menjadi perbedaan dengan tingkat sebelumnya
adalah meskipun bahan literatur mendukung
perkuliahan program sarjana dan program kajian
mandiri namum tidak cukup untuk mendukung
program magister.
Pada tingkat ini, koleksi mencakup bahan
literatur yang dianggap memenuhi syarat untuk
memelihara suatu bidang disiplin ilmu. Koleksi
meliputi jurnal-jurnal utama dari topik-topik
primer dan sekunder dari suatu subjek, bahan
literatur penting retrospektif, literatur substantif
yang memberikan kedalaman kajian untuk
kepentingan riset dan evaluasi, akses menuju
pangkalan data CD ROM, bahan rujukan yang
berisi sumber bibliografis utama pada suatu
subjek. Pada tingkat ini, bahan literatur sudah
memadai untuk program sarjana dan magister.
Pada tingkat riset ini, perpustakaan mengoleksi
bahan literatur yang tidak dipublikasikan seperti
hasil penelitian, tesis dan disertasi. Termasuk
juga di dalamnya laporan penelitian, hasil
penemuan baru, hasil eksperimen ilmiah, dan
informasi penting untuk kepentingan penelitian.
Bahan literatur juga mencakup rujukan penting
dan monograf terseleksi, jurnal-jurnal ilmiah
yang lebih luas dan beragam. Bahan literatur
lama tetap disimpan untuk kepentingan kajian
historis. Tingkat ini ditujukan untuk programm
30

doktor dan penelitian murni.
5

Comprehensive Level
(Tingkat
Komprehensif)

Pada tingkat komprehensif atau menyeluruh ini,
bahan literatur mencakup semua koleksi yang
ada pada tingkat-tingkat sebelumnya yang
tersedia dalam berbagai format serta cakupan
bahasa yang lebih luas.

Sumber: oleh Wishnu Hardi, 2005
Indikator kedalaman koleksi merepresentasikan sebuah tingkatan yang
berkelanjutan dari Basic Information Level sampai Research Level. Perbedaan
dalam tiap tingkatan diukur berdasarkan kualitas dan kuantitas bahan literatur.
Setiap kenaikan tingkat suatu bahan literatur akan mencakup unsur, format, dan
karakteristik pada tingkat sebelumnya. Artinya adalah bahan literatur yang ada
pada Research Level (4) mengandung karakteristik yang tidak hanya terdapat pada
tingkat tersebut tetapi juga mencakup karakteristik tingkat-tingkat sebelumnya,
yakni Basic Information Level (1),Study (2), Instructional Support (3).

Ken Retno Yuniwati dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga pada
tahun 2011 melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Kedalaman Koleksi
Bidang Pendidikan Dasar dengan Metode Conspectus Di Perpustakaan
Muhammadiyah Surakarta. Ken Retno Yuniwati memodifikasi indikator
conspectus agar lebih mudah dipahami peneliti.
Tabel 2.2 Indikator dari Ken Retno Yuniwati
Kode
0
1

Level/Tingkat
Out of Scope
(Di luar Cakupan)
Minimal Level

Deskripsi Singkat
Bahan literatur tidak relevan/tidak sesuai dengan
kebutuhan dosen/mahasiswa.
Bahan literatur relevan/sesuai dengan kebutuhan
dosen/mahasiswa dan dilengkapi dengan edisi
terbaru.

31

1a

Minimal Level
(Uneven Coverage)

1b

Minimal Level
(Even Coverage)

2

Basic Information
Level

2a

Basic Information
Level
(Introductory)

2b

Basic Information
Level (Advance)

3

Study/Instructional
Support Level

3a

Study/Instructional
Support Level
(Introductory)

3b

Study/Instructional
Support Level
(Advance)

4

Research Level

5

Comprehensive Level
(Tingkat
Komprehensif)

Bahan literatur relevan/sesuai dengan kebutuhan
dosen/mahasiswa, dilengkapi edisi terbaru, tetapi
tidak didukung oleh judul lain.
Bahan literatur relevan/sesuai dengan kebutuhan
dosen/mahasiswa, dilengkapi edisi terbaru, dan
didukung oleh judul lain.
Bahan literatur berupa buku teks, buku referensi,
majalah, atau jurnal (mencakup level
sebelumnya,1a dan 1b).
Bahan literatur berupa buku teks, buku referensi,
majalah, atau jurnal, yang relevan/sesuai untuk
mahasiswa S-1 dan bukan rekomendasi dosen
pengampu MK tertentu (bersifat pengayaan).
Bahan literatur berupa buku teks, buku referensi,
majalah, atau jurnal, yang relevan/sesuai untuk
mahasiswa S-1 dan merupakan rekomendasi
dosen pengampu MK tertentu (bersifat
rujukan/anjuran).
Bahan literatur berupa buku teks, buku referensi,
majalah, atau jurnal; dilengkapi dengan bentuk
softcopy (CD/DVD ROM atau e-book/e-journal).
Bahan literatur berupa buku teks, buku referensi,
majalah, atau jurnal; dilengkapi dengan bentuk
softcopy (CD/DVD ROM atau e-book/e-jurnal);
mendukung program S-1 dan program kajian
setempat.
Bahan literatur berupa buku teks, buku referensi,
majalah, atau jurnal; dilengkapi dengan bentuk
softcopy (CD/DVD ROM atau e-book /
e-journal); mendukung tidak hanya program S-1
dan program
kajian setempat, tetapi juga program S-2.
Bahan literatur berupa buku teks, buku referensi,
majalah, atau jurnal; dilengkapi dengan bentuk
softcopy (CD/DVD ROM atau e-book /
e-journal);
mendukung tidak hanya program S-1 dan S-2,
tetapi juga program S3, serta mendukung
penelitian-penelitian setempat.
Bahan literatur tersedia dalam berbagai format
dan bahasa.

32

Setelah membaca indikator conspectus dari penelitian Wishnu Hardi dan
Ken Retno, dalam penelitian ini peneliti memilih menggunakan indikator Ken
Retno karena deskripsi indikator conspectus lebih mudah dimengerti.

3. Kode Cakupan Bahasa
Tabel 2.3 Indikator Cakupan Bahasa
Kode

Jenis

Penjelasan

E

English

Bahan literatur berbahasa Inggris mendominasi,
sedangkan koleksi dalam bahasa lain hanya
tersedia sedikit atau bahkan tidak sama sekali.

F

Selected non-English
Languages

Bahan literatur yang bukan berbahasa Inggris
tersedia secara terseleksi untuk melengkapi bahan
literatur berbahasa Inggris.

W

Wide Selection
Languages

Seleksi yang luas dari koleksi dalam berbagai
bahasa dan tidak ada kebijakan membatasi bahan
literatur berdasarkan bahasa tertentu.

Y

One-Non English
Language

Bahan literatur didominasi oleh salah satu bahasa
selain bahasa Inggris.

2.5.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Conspectus
Metode conspectus adalah salah satu metode yang digunakan untuk
mengevaluasi koleksi perpustakaan, metode conspectus mempunyai kelebihan dan
kelemahan dalam mengevaluasi, kelebihan dan kelemahan metode conspectus
menurut (Oke: 2004).
Kelebihan metode conspectus yaitu:
1. Cara standar untuk melihat kekuatan dan kelemahan koleksi serta
penekanan koleksi
2. Rasionalisasi koleksi
3. Memungkinkan sharing
4. Prioritas pada preservasi
5. Memungkinkan keahlian dan pengetahuan pustakawan
6. Mengkorelasikan antara pengajar dan riset yang dilakukan
33

7. Dapat mendukung prioritas penganggaran koleksi
8. Detail yang subjek dijabarkan dalam metode conspectus memungkinkan
deskripsi koleksi secara lebih spesifik
9. Pola koleksi dan pengembangan koleksi dideskripsikan lewat kode-kode
yang dapat diperbandingkan
10. Nilai dari conspectus dapat diakses secara nasional secara online maupun
bentuk tercetak
11. Kebijakan kerja sama pengembangan dan preservasi koleksi dapat
ditingkatkan dengan menggunakan metode conspectus sebagai alat untuk
memetakan kekuatan koleksi
12. Dapat dijadikan acuan akreditas.
Kelemahan conspectus
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pekerjaan yang berat bagi perpustakaan yang dikelola secara individual
Bersifat subjektif
Cenderung untuk menilai ukuran dari pada kualitas atau mutu
Lebih cenderung berkaitan dengan area subjek tertentu
Terbatas pada landasan skema klasifikasi perpustakaan
Keraguan apakah cara ini bisa mengetahui kekuatan koleksi secara
spesifik
7. Metode ini sangat memakan waktu dan melibatkan banyak orang
8. Deskribtor subjek mungkin tidak memuaskan untuk area subjek tertentu,
terlalu detail untuk area subjek tertentu sementara kurang detail untuk
area subjek lain
9. Defenisi kode intensitas tidak sesuai untuk semua jenis perpustakaan
erabolarasi kode-kode untuk penggunaan local memerlukan kerja
tambahan dan harus tetap mempertahankan defenisi conspectus aslinya.
2.6 Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian evaluasi koleksi dengan menggunakan metode
conspectus sebelumnya sudah pernah digunakan oleh:
1. Ken Retno Yuniwati dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga pada
tahun 2011 dengan judul Evaluasi Kedalaman Koleksi Bidang Pendidikan
Dasar dengan Metode Conspectus Di Perpustakaan Muhammadiyah
Surakarta. Dengan hasil Pendidikan Dasar berada pada kisaran level 2 dan
3b. Level 2 (Basic Information Level) berarti bahwa secara umum

34

kedalaman minimal koleksi bidang Pendidikan Dasar Perpustakaan UMS
merupakan bahan literatur utama (core material).
level 3b (Study/Instructional Support Level - Advance) berarti bahwa
kedalaman maksimal koleksi bidang Pendidikan Dasar yang ada
mencakup jurnal-jurnal utama dari topik-topik primer dan sekunder dari
suatu subjek, bahan literatur retrospektif penting, literatur substantif yang
memberikan kedalaman kajian untuk kepentingan riset dan evaluasi, akses
menuju pangkalan data CD ROM, dan sudah memadai untuk program
sarjana dan magister. Diskripsi kekuatan koleksi adalah 34 judul buku teks
berada pada level 3, 4 judul koleksi referensi jenis handbook berada pada
level 2, dan 7 judul koleksi periodikal (journal hardcopy) berada pada
level 3b. Cakupan bahasa lebih banyak mengarah pada kode I (Indonesia)
dan F (Selected Non-Indonesia Languages). Hal ini berarti bahwa sebagian
besar koleksi berbahasa Indonesia, dan koleksi sejenis dalam bahasa lain
(dalam hal ini bahasa Inggris) tersedia secara terseleksi untuk melengkapi
dan mendukung koleksi dalam bahasa Indonesia tersebut.
2. Pada tahun 2014 Wati Ellyza dari Universitas Sumatera Utara dengan
judul Evaluasi Koleksi Bidang Ilmu Ekonomi Di Perpustakaan Umum
Kota Medan Dengan Menggunakan Metode Conspectus. Hasil penelitian
koleksi ilmu ekonomi di perpustakaan umum kota Medan dikelompokkan
menjadi 3 level, yaitu level 1b, 2a, dan 2b.

35